• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi pemikiran politik Abu al A’la al-Maududi dalam dinamika politik kontemporer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi pemikiran politik Abu al A’la al-Maududi dalam dinamika politik kontemporer"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK

ABU AL A’

LA AL-MAUDUDI

DALAM DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk memenuhi persyaratan

Gelar Sarjana Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

MUHAMMAD IQBAL

NIM: 101033221838

Program Studi Pemikiran Politik Islam

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(2)
(3)

! " " "!" # " $ "

%

& """" ! '

$ """ ( )%

* $ +

(

""""$ """" $ $

(4)

* , *,

-# .

""" /

""" /

! !

0 + """ """

$ """

% %

" '

"""

""" """ """ """

""" % 0 """ % """

(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan

rahmat-Nyadalam wujudtaufikhidayahserta‘inayah-Nya kepada penulis, sehingga

karenanya selesailah penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda mulia Nabi

Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir

zaman.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari

bantuan serta dorongan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu

untuk memberikan bimbingan selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, serta selama penyusunan sampai selesai penulisan skripsi ini.

2. Bapak Nawirudin, MA yang telah dengan sungguh-sungguh memberikan

bimbingan selama penyusunan dan penulisan skripsi ini sampai selesai.

3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tuntunan

dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan

4. Bapak Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

5. Bapak Syamsuri, MA Ketua Jurusan Program Studi Pemikiran Politik Islam

(8)

6. Ibu Dra. Hj.Hermawati, MA dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA selaku ketua

dan sekretaris Panitia Ujian, Bapak Dr. Masykur Hakim selaku Penguji I dan

Bapak Agus Nugraha selaku Penguji II, yang senantiasa membangkitkan nalar

sekaligus menggoncang rasionalitas penulis dalam meneliti lebih jauh materi

politik Islam dan juga dalam memberikan semangat dan kemudahan kepada

penulis selama menjalani perkuliahan dan detik-detik Ujian Munaqosah yang

menegangkan.

7. Yang terhormat Ayahanda tercinta Dr. K.H.D. Silahuddin, MA dan Ibunda

tercinta Ny. E. Maemunah,yangsenantiasamemberikandorongansertado’a

restu terutama cinta dan kasih sayangnya kepada Ananda selama penulisan

skripsi ini, ~tiada terkira jasa dan pengorbananmu tuk ananda, kini

kepadamu kesarjanaan ini kupersembahkan~ Robbigfirli Waliwalidayya

Warhamhuma Kama Robbayani Shaghira. Takkan pernah Ananda lupakan

pesanmutukselalumengucapkan“Bismillah “dalam melakukansesuatu

pekerjaan. Ayah...Ibu... Kaulah Inspirasiku...

8. Adik-adikku tercinta, Muhammad Ihsan Fauzy, Ira Nadya Octavira,

Muhammad Haikal Rahmatullah, Muhammad Rijaluddin Hakim, Muhammad

HilalFathurahman,yangsenantiasamemberikansemangatdando’akepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kekasih Setia Penulis, penghibur hati pelipur lara, Silvia Rahmah “Teteh”

yang senantiasa menjadi tumpuan hati penulis dikala resah dan kalut yang

(9)

sekaligus menjadi tempat berbagi rasa terutama dalam menyelesaikan skripsi

ini. ~Semoga hatimu cukup teguh seperti waktu untuk tetap memiliki,

mencintai dan menyayangiku... apapun adanya aku~ Cinta dan kasih

sayangmu begitu berarti untukku. Kepadamu pula skripsi ini kupersembahkan

10. Keluargaterhormatdari“teteh”BapakK.H. Hamdun Ahmad, M.A beserta

Ny. Endah Huwaida. Dikala mengingat mereka, senantiasa hadir Semangat

dan cinta kasih mereka hingga membuat penulis selalu tegar dalam menulis

skripsi ini. Tidak luput pula tuk A Daden, Teh Ai, Teh Ade, A Jajat, Lisda,

Iqbal dan Fakri. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan.

11. PengurusPondokPesantrenUlumulQur’an,terutamaBapakUstadzUjang

Saepudin, S.Pd.I dan adik-adik santri yang selalu membantu penulis dalam

proses terjelmanya skripsi ini, terutama untuk Dede Kobong, Saleh Sandriana,

Isan, Ira, Ikal, Ijal, Ilal.

12. Teman- teman kos-an 87 yang pernah bikin film dokumenter, Abdul Manaf,

Ginanjar, dan Pak Dukun, Hilman, de-el-el, canda tawa kalian semua selalu

memberikan semangat bagi penulis dalam mengarungi hari-hari di kos-an.

Terutama untuk Bapak Ibrahim beserta Ibu Pemilik Kos yang senantiasa

memberikan fasilitas kamar untuk penulis.

13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan serta partisipasi positif dalam

proses terjelmanya skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan tuntas.

(10)

14. Sahabat karib diskusiku di bangku kuliah PPI kelas B, Wahyu, Ramdhan,

Manaf, Agus, Ajid, Susan, Adi, kuharap tali silaturahmi kita tidak putus

15. Semua sahabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis serahkan, semoga Allah SWT

membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik., Amin ya mujibas-

sailin

Jakarta, 13 Juli 2006

Penulis

(11)

. . . DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSEMBAHAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iv

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN... v

KATAPENGANTAR……… vi

PEDOMAN TRANSLITERASI... x

DAFTAR ISI……… xi

BAB I PENDAHULUAN………...……… . 1

A. Latar Balakang Masalah……… . 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……… 10

C. Tujuan Penelitian……… 10

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan……… 11

E. Sistematika Penulisan……… 12

BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI……… 14

A. Biografi Abu al-A’la al-Maududi……… 14

B. Posisi Abu al-A’la al-Maududi dalam Kancah Pemikiran Politik Islam……… 23

(12)

.

.

C. Karya-karya Abu al-A’la al-Maududi……… 26

1. Risalah Intelektual Abu al-A’la al-Maududi………. 26

2. Karya-karya Abu al-A’la al-Maududi……… 29

BAB III ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK ABU AL’ALA AL-MAUDUDI……….… 30

A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’la al-Maududi……… 30

B. Ijtihad Al-Maududi Dalam Pemikiran Politik Islam………….… 33

1. Konsep Theo-Demokrasi…….……… 33

2. Khilafah‘AlaMinhaj al-Nubuwwah……… 37

3. PandangantentangNegaraIslam………….……… 39

BAB IV PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A’LA AL-MAUDUDI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN KONTEMPORER……….…… 45

A. Negara dan Pemerintahan……… 45

1. Kepala negara dan pemilihannya……….…… 47

2. Penguasa dan Persyaratannya……… .………… 50

3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya………….……… 57

4. Konsep Islam mengenai Kedaulatan……….……… 62

5. Kewarganegaraan……… .… 64

(13)

B. Relevansi Pemikiran Politik al-Maududi dengan masa Depan

Pemikiran Politik Islam………...………... 69

C. Telaah Kritis……… 71

1. Jama’atalIslami; Revolusi Damai……… 71

2. Gerakan Revolusi ...……… 78

BAB V PENUTUP……… 82

A. Kesimpulan ……… 82

B. Saran-Saran……… . 83

DAFTARPUSTAKA……… 84

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ditinjau dari kacamata teori politik modern atau teori politik sekuler, teori

politik Islam seperti yang dikembangkan oleh Maududi kelihatan unik, bahkan

mungkin“ganjil”.Keunikan atau katakanlah keganjilan teori politik Maududi terletak

pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan

Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam tatanan

sistem politik modern pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di

tangan rakyat. Dalam kenyataannya, kata-kata ”kedaulatan rakyat” sering kali

menjadi kata-kata kosong karena partisipasi rakyat dalam kebanyakan negara

demokrasi hanyalah dilakukan empat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilu,

sedangkan kendali pemerintah sesungguhnya berada di tangan sekelompok kecil

penguasa yang menentukan seluruh kebijaksanaan dasar negara. Sekelompok

penguasa itu bertindak atas nama rakyat, sekalipun sebagian pikiran dan tenaga yang

mereka kerahkan bukan untuk rakyat, tetapi hanyalah untuk melestarikan kekuasaan

yang mereka pegang dan untuk mengamankan vested interests mereka sendiri.

Tampaknya Maududi sangat memahami praktek “kedaulatan rakyat

sebagaimana yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Siapapun yang sedikit

mendalami praktek demokrasi memang akan menyadari bahwa yang paling sering

(15)

2

sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan berbagai kebijaksanaan

politik, sosial dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya

aspirasi rakyat yang sebenarnya. Juga tidak boleh kita lupakan bahwa kelompok

oligarch tersebut, yang berkuasa atas nama rakyat, selalu berusaha memperpanjang,

bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan yang dipegangnya

dengan selubung ideologi tertentu, dengan dalih konsensus nasional dan tindakan-

tindakan semacam, dan pada saat yang sama para oligarch tersebut memojokkan

setiap oposisi yang menentang legitimasi pemerintahannya dengan tuduhan-tuduhan

subversi dan disloyalitas pada Negara. Di samping itu Maududi juga pasti sangat

memahami bahwa suara mayoritas yang biasanya menentukan dalam sistem

demokrasi, dapat menjurus kepada kesalahan–kesalahan fatal, karena mesin

propaganda yang digerakan oleh pemerintah dapat saja menceritakan suara mayoritas

yang“telahdiatur”.1

Itulah sebabnya mengapa Maududi tidak bergairah menyetujui demokrasi

seperti yang dipraktekkan oleh kebanyakan negara modern, yang ternyata sistem

politik yang dianggap modern itu gagal menciptakan keadilan sosio-ekonomi, sosio-

politik dan juga keadilan hukum. Jurang lapisan kaya dan lapisan miskin tetap

menganga lebar, hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai pada formalitas empat

atau lima tahun sekali dan, dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum

hanyalah mereka yang datang dari lapisan atas, sedangkan bagi rakyat kebanyakan,

1 Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam,

(16)

3

rule of law tetap merupakan selogan kosong tanpa dapat dirasakan dalam kehidupan

sehari-hari dalam negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi (seperti

misalnya negara –negara Barat yang mengagungkan demokrasi), bahkan juga negara-

negara marxis yang menyebut dirinya sebagai demokrasi rakyat (people’s

democracy).2

Penolakan Maududi terhadap teori kedaulatan rakyat bukan terutama

berdasarkan bukti-bukti praktek demokrasi terlalu sering menyeleweng, namun

terutama berdasar pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran yang menunjukan

bahwa otoritas dan souverenitas tertinggi ada di tangan Tuhan. Di samping itu Tuhan

sajalah yang berhak memberikan hukum (law-giver) bagi manusia. Manusia tidak

berhak menciptakan hukum, menentukan apa yang boleh (halal) dan apa yang

terlarang (haram). Hukum di sini berarti norma-norma dasar bagi penciptaan

masyarakat yang adil dan sejahtera. Bukan hukum-hukum administratif atau hukum-

hukum lalu lintas dan lain sebagainya.

2

(17)

4

Tuntutan untuk menggali kembali landasan konsep hak-hak asasi manusia

yang kelak menjadi dasar demokrasi, telah kembali menjadi wacana praksis yang

terus menerus. Abu al-‘Ala Al-Maududi, salah seorang pemikir terbesar dari dunia

Islam dan pakar yang sangat besar pengaruhnya terhadap rakyat di berbagai penjuru,

telah membahas masalah ini dalam konteks pedoman Tuhan yang terkandung dalam

Qur’andanSunnah melalui koridor bukan Demokrasi melainkan Theo-Demokrasi.3

Namun sebenarnya, Al-Maududi menyimpan sebuah proyek raksasa, yang

merupakan sebuah keinginan untuk mengimplementasikan pemikirannya, yang pada

muaranya menjelma dalam koridor Negara Pakistan melalui Jama’atalIslamy. Hal

ini yang mendorong Maududi mencari solusi sosio politik menyeluruh yang baru,

untuk melindungi kaum muslimin.4

Al-Maududi dalam formula strategi implementasi pemikiran politiknya

seringkalimempergunakanistilah“Revolusi“untukmenunjukanperubahanradikal

yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukan pilihannya kepada proses

3

Abu al‘Ala al Maududi menciptakan istilah theo-demokrasi untuk menyimpulkan konsep politik dan pemerintahan dalam Islam. Secara esensial, theo-demokrasi Islam itu berarti bahwa Islam memberikan kadaulatan kepada rakyat, akan tetapi kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat terbatas dibawah pengawasan Tuhan, atau a limited popular soverignty under the suzerainty of God seperti diistilahkan olehAbual‘Ala.Maududi,Khilafah dan kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h.24

4

(18)

5

atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern

untuk mencapai tujuan mereka.

Dalam studi kritis tentang Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dan Revolusi

Musthafa Kemal di Turki, Al-Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner

dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan

revolusioner kontemporer adalah dugaan bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi

dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu

perubahan radikal untuk kebaikan akan tercapai.

Gerakan revolusioner Barat di atas menurut Al-Maududi temasuk gerakan

yang sifatnya jahiliyah.5 Islam menurutnya berusaha untuk membawa revolusi total

dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan

petunjuk Tuhan. Revolusi ini mulai dengan memberikan manusia serangkaian

kepercayaan, pandangan hidup, konsepsi realitas, skala baru dari nilai-nilai,

keterikatan moral yang segar, dan transformasi motivasi dan pribadi. Ini membuka

proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan

individu, yang membawa individu itu mengembangkan masyarakat imani.

5

(19)

6

Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha untuk membawa

perubahan sosial pada arah yang dikehendaki. 6

Usaha ini bermaksud untuk membina kembali kehidupan manusia secara utuh

dan membawa kepada berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, kepada

penegakkan orde baru, suatu orde yang dalam bentuk idealnya disebutkan oleh Al-

Maududisebagai“Khilafah‘ala Minhaj Al-Nubuwah”yaknikekhilafahanataspola

ke-Nabi-an, dan menjadi pola yang ideal dari orde sosial politik, di mana umat

Muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam

konteks kekinian dan kedisinian.7

Situasi dewasa ini dalam pandangan Al-Maududi, bahwa masyarakat Muslim

berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah

saw yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafaur

Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan

dari khilafah kepada monarkhi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada

peranan agama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat

penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan sadar atau tidak sadar pemisahan

antara agama dan politik pun terjadi.8

6

Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 39.

h.255

7 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998)

8 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,

(20)

7

Al-Maududi telah berusaha sekeras-kerasnya untuk mengembangkan program

komprehensif yang akan mengubah dunia menjadi suatu masyarakat dan negara Islam

yang ideal. Organisasi yang ia pimpin, Jama’atalIslami merupakan alat utama yang

dengan itu ia berusaha untuk melaksanakan program raksasa ini.

Sebelum membahas rencana itu, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk

memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Al-Maududi. Pertimbangan itu adalah

bahwa kaum intelektual memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap

masyarakat umat manusia terutama dalam masyarakat modern. Ia menekankan bahwa

Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini, apabila

manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam,

orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai

kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk

kepemimpinan.9

Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga

dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu masyarakat, orang-

orang yang perbuatannya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas

mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga

mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif

dalam kehidupan manusia.

9

(21)

8

Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam

bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi

dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari

tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah

kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu

sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai

dengan persiapan moral dan material yang penuh.10 Hal ini melibatkan tiga langkah

pendahuluan :

Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan dengan konflik antara Islam

dengan jahiliyah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan

langsung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui

bentuk-bentuk jahiliyah, sumber-sumber darimana ia tumbuh, dan segi-segi

yang sensitif di mana ketegangan dan konflik terdapat antara Islam dan

jahiliyah. Sumber-sumber kelemahan dalam kehidupan Muslim kontemporer

juga harus diteliti, dan diagnosis yang tepat harus dilakukan hingga orang

dapat memperoleh kejelasan tentang penyakit utama yang diderita masyarakat

muslim dalam suatu periode sejarah tertentu.

Tujuan pokok dari usaha intelektual ini adalah untuk memperkukuh strategi

yang didasarkan kepada analisis tersebut, hingga prinsip-prinsip Islam sekali

lagi terlaksana dalam kehidupan muslim

10

(22)

9

Guna mempersiapkan strategi yang realistis adalah juga penting untuk

meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Adalah hanya

dalam evaluasi sendiri dan penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber

mental, moral dan material yang ada, maka rencana untuk kebangkitan Islam

kembali bisa dilakukan. Usaha itu harus memanfaatkan cara-cara dan jalan

yang paling efektif untuk mencapai tujuan proyek raksasa tersebut.11

Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa Al-Maududi telah berhasil

menempatkan kajian Islam pada dimensi epistemologis dan ideologisnya. Keduanya

terkait erat dengan corak Fundamentalisme sebagai faktor pembentuknya. Dan hal

inilah yang menurut penulis sangat perlu dibahas berkaitan dengan pola dan formula

pemikiran politik Islam yang disodorkan al-Maududi yang bisa jadi menambah

khasanah pertimbangan sistem politik yang berkembang saat ini.

Namun demikian, Al-Maududi telah memberikan kontribusi besar bagi

munculnya kajian-kajian kritis atas Islam, khususnya melalui temuan-temuan

metodisnya. Karena itu, para pemikir muslim pasca dirinya bisa mengambil pelajaran

sekaligusmelakukankontekstualisasiatas“simbiosis mutualistik”antaraIslam dan

budayanya masing-masing.

h.256

11

(23)

10

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Fokus utama skripsiiniadalah “ImplementasiPemikiran Politik Islam

Maududidalam DinamikaPolitikKontemporer”.Dalam skripsiini,dirumuskanke

dalam beberapa sub masalah yaitu : (1) bagaimana corak dan konsep pemikiran

politik Islam Maududi? (2) bagaimana Implementasi Pemikiran politik Maududi

dalam kehidupan politik kontemporer ? (3) apa relevansi gagasan autentisitas Al-

Maududi bagi masa depan pemikiran Islam dan dimana Posisi Abu al-‘Ala Al-

Maududi dalam kancah politik Islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini, secara khusus adalah mengangkat nilai

positif sejarah perjuangan tokoh Islam masa lalu yakni Abu alA’la al Maududi yang

merupakan kontribusi positif atas percaturan politik kontemporer.

Secara metodologis tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam

Al-Maududi.

2. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pola implementasi pemikiran

politik Al-Maududi dalam menghadapi dinamika politik kontemporer

3. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi gagasan autentisitas Al-Maududi

bagi masa depan pemikiran Islam dan sekaligus mengetahui dimanakah

(24)

11

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Pembahasan mengenai Al-Maududi mempunyai keterkaitan erat dengan dua

macam disiplin ilmu yakni, Pertama, menyangkut ilmu ketatanegaraan, dan kedua

sangat berkaitan erat dengan ilmu Agama Islam, yakni berkenaan dengan wacana

Pemikiran Politik Islam. Dalam pembahasan, kedua pendekatan keilmuan itu

dituangkan secara terpadu, hingga pembahasannya menjadi terfokus.

Lingkup pembahasan diarahkan sekitar pembentukan nalar politik Al

Maududi yang berkaitan dengan karakter dasar pemikiran Al-Maududi, kebijakan

politiknya, situasi dan kondisi politik pada masa itu, serta kondisi lingkungan yang

ada pada waktu itu. Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana telah dirumuskan dalam

pembatasan masalah, maka masalah pokok tersebut akan diuraikan dengan membahas

corak dan konsep politik Islam Al-Maududi, implementasi pemikiran politik Al-

Maududi, relevansi gagasan Al-Maududi bagi masa depan politik Islam dan Posisi

Abu al-‘Ala Al-Maududi dalam kancah politik Islam.

Pada akhir pembahasan akan dirumuskan kesimpulan yang bersifat menjawab

masalah pokok di atas setelah terlebih dahulu dikemukakan isi pembahasan.

Penelitian terhadap masalah dilakukan melalui library research. Literatur sejarah yang

mencatat perjuangan gerakan politik Al-Mududi dijadikan sumber utama, terutama

sekali yang lebih fokus membahas pemikiran dan gerakan Al-Maududi seperti buku-

buku karya Al-Maududi serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan hal

(25)

12

komplementer dalam penelitian. Buku-buku tulisan orientalis pun dipakai sebagai

bahan serta data yang bersifat komparatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif

yang fokusnya adalah analisa dan pemberian makna data.

Metode yang akan digunakan untuk membahas berbagai aspek pembahasan

adalah metode deskripsi. Metode deskripsi digunakan untuk menguraikan kondisi

politik Islam pra Al-Maududi hingga terciptanya gagasan Al-Maududi di Pakistan

melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu Jama’atalIslami.Juga digunakan metode

induktif yakni ketika menguraikan gagasan utama dari Al-Maududi. Dengan melalui

metode induktif segala makna yang terkandung pada materi penelitian diangkat

menjadi sebuah kesimpulan dari wacana penelitian

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan bab per

bab, kemudian dijelaskan dalam sub-sub bab tema pembahasannya. Adapun

sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri atas sub-sub bab yang

menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

penulisan, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang Abu al- A’la Al-

(26)

13

juga membahas risalah intelektualnya dan karya-karya Al-Maududi sejauh terkait

dengan gagasan politiknya

Bab ketiga penulis menjelaskan tentang anatomi dan kerangka

pemikiran politik Abu al-A’la al-Maududi yang meliputi dasar pemikiran

politiknya dan juga ijtihad Abu al-A’la al-Maududi dalam pemikiran politiknya.

Bab keempat merupakan inti pembahasan tentang Pemikiran Politik Islam

Al-Maududi. Bab ini merupakan evaluasi kritis penulis atas pemikiran Al-Maududi,

sekaligusproyekbesarnya “ImplementasiPemikiranPolitikIslam”.Evaluasiini

terdiri atas kritik konsep pembaharuannya tentang sistem kenegaraan Islam ‘theo-

demokrasi’sekaliguseksplikasiatasdimensiideologisdanpraksisdaripemikiranAl-

Maududi kemudian menimbang relevansi gagasan pembaharuan tersebut bagi masa

depan pemikiran Islam dan posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi dari masalah yang dibahas

dan disertai saran-saran ihwal studi lebih lanjut tentang Implementasi Politik Islam

(27)

14

BAB II

DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI

A. Biografi Abu al-A'la al-Maududi

Sayyid1 Abu al-A'la Al-Maududi merupakan salah seorang pemikir dan

perombak sosial terbesar dalam dunia Islam. Beliau dilahirkan di Aurangabad

(Hiderabad, Deccan, India), pada tanggal 25 September 1903 dan memulai karier

kemasyarakatannya sebagai seorang wartawan pada tahun 1920.2

Ayah Abu al-A'la al-Maududi, Ahmad Hasan yang dilahirkan pada tahun

1855 M di Delhi, berasal dari keluarga terhormat yang silsilah keturunannya dapat

ditelusuri sampai kepada Nabi Muhammad Saw Keluarga Abu al-A'la al•Maududi

telah mempunyai tradisi kepemimpinan spiritual yang terkenal sejak lama karena

sebagian besar dari nenek moyangnya merupakan pemimpin dari tarekat-tarekat yang

terkemuka. Nenek moyang Abu al-A'la al-Maududi datang ke anak benua

Indo-Pakistan sejak lahir abad ke - 13 H atau abad ke 15 M. Sedangkan Ibu Abu

al-A'la al-Maududi yang bernama Sayyidah Ruqayyah, adalah putri bungsu dari

Mirza Qurban Ali Bik. Mirza adalah keturunan Turki dan berprofesi sebagai tentara,

di samping sebagai pujangga dan sastrawan.3

1 Sayyid artinya Tuan; nama gelar kehormatan atau sebutan kepada orang Arab keturunan

Nabi Muhammad saw. Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta :Balai Pustaka, 1995). h. 885

2

Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.6

3

(28)

15

Nama Maududi memang dikenal luas baik dikalangan orang-orang Islam

maupun kalangan orang-orang di luar Islam. Di antara mereka ada yang memuji dan

tidak sedikit pula yang mencibir keilmuan beliau. Guru pertama Maududi adalah

ayahnya sendiri yang pernah berprofesi sebagai pengacara yang taat beragama.

Ayahnya, Ahmad Hasan, sendiri pernah belajar di Universitas Aligarh,4 (Universitas

yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan Sayyid Ahmad Khan)5 tetapi hal itu

tidak berlangsung lama karena pola pendidikan di Universitas tersebut sangat

kebarat-baratan. Ketika dia menjalankan profesinya sebagai pegacara, dia sangat teliti

dalam memilih pelanggannya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan

dengan akhlak Islami dan hati nuraninya sehingga dia ditinggalkan oleh para

pelanggannya. Dengan demikian berhentilah dia dari profesi tersebut. Setelah itu

beliau hanya memusatkan pada pengajaran dan pendidikan anaknya. Maududi

memulai pendidikanya di rumah sampai tamat tingkat dasar. Setelah menyelesaikan

pendidikan dasar tersebut, dia melanjutkan studinya di madrasah Fauqaniyah yang

memadukan pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam tradisional. Dia

4 Aligarh adalah gerakan yang merupakan kelanjutan dari usaha pembaruan Sayyid Ahmad

(29)

16

dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikan pendidikannya tepat

pada waktunya dengan mendapatkan ijazah Maulawi6

Selanjutnya Maududi berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi, tetapi

keadaan ekonomi dan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk menyebabkannya

tidak bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Maududi ikut berpindah

bersama ayahnya ke Hyderabad, dimana dia dapat melajutkan pendidikannya di Dar

al-Ulum, di Deoband, suatu lembaga yang banyak mencetak ulama-ulama

kharismatik di India pada masa itu. Pendidikan Maududi hanya berlangsung selama

enam bulan karena harus merawat ayahnya yang akhirnya meninggal dunia.

Meskipun pendidikan formal Maududi terhenti, dia terus menerus belajar sendiri

untuk menambah ilmu. Hal ini bisa terjadi karena didukung oleh kemampuannya

dalam menguasai beberapa bahasa asing. Selain menguasai Urdu sebagai bahasa

Ibunya, Maududi juga memahami dengan baik bahasa Arab, Persia7 dan Inggris.

Dengan berbekal bahasa tersebut, dia mampu menerima pelajaran dan bimbingan dari

ulama-ulama yang berkompeten.8

Persia adalah bahasa yang digunakan oleh warga Iran. Merupakan bahasa dari etnis Persia dan merupakan etnis terbesar yang ada di Iran ( 63 % ), lihat : Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1986 ) cet ke-1, h.172

8

(30)

17

tulisan- tulisan kepada surat kabar setempat yang berbahasa Urdu. Pada usia tujuh

belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur dan kemudian redaktur

al-Jami'ah, Delhi , satu di antara surat kabar Muslim India abad ke 19-20 yang paling

populer. Tahun 1929, saat beliau berusia dua puluh enam tahun, beliau menerbitkan

karyanya yang cemerlang dan monumental, al-Jihad fi al-lslam (Perang Suci dalam

Islam). Buku ini belum pernah terdapat sebelumnya dalam literatur Islam dan tiada

bandingannya sekalipun dalam bahasa Arab. Belakangan Abu al-Ala al-Maududi

pindah dari Delhi ke Hyderabad (Deccan) dan pada tahun 1932 mulai menerbitkan

Tarjuman al-Qur'an jurnal bulanan yang dipersembahkan guna kebangkitan Islam.

Jurnal ini telah memelopori kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India.9

Pada tahun 1937, Dr Muhammad lqbal10 menulis surat kepada Abu al-A'la al -

Maududi untuk pindah ke Punjab dan bekerja sama dengannya dalam karya riset

raksasa rekonstruksi dan kodifikasi yurisprudensi Islam. Korespondensi ini diikuti

dengan dua perternuan antara kedua tokoh tersebut. Akhirnya diputuskan babwa Abu

al-A’la al-Maududi harus pindah ke Punjab dan memimpin suatu lembaga riset Islam

Dar al-Islam. Abu al-A'la al-Maududi meninggalkan Hyderabad dan tinggal di

Punjab pada bulan Maret 1938. Akan tetapi takdir menentukan lain, Dr. Muhammad

9

Buku Tarjuman Al-Qur’an merupakan buku yang mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim sekaligus menegaskan bahwa al-Maududi merupakan tokoh yang sangat dihormati karena keluhuran intelektualnya, Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.106

10

(31)

18

lqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan meninggalkan tugas yang maha

berat yang seharusnya digarap bersama. Oleh karena itu Maududi terpaksa pindah

meninggalkan Punjab untuk kemudian pindah ke Lahore, dimana dia menjadi staf

pengajar pada Fakultas Ushuluddin di Islamiyah College tanpa bayaran.11

Setelah itu, tepatnya pada tahun 1948, Maududi pernah menyampaikan lima

buah ceramah lewat Radio Pakistan, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Islam

bukan hanya di Pakistan melainkan juga di seluruh dunia. Ceramah tersebut

mencakup lima bidang pokok dalam kehidupan umat Islam, yaitu bidang moral,

politik, sosial, ekonomi dan spiritual. Kelima ceramah tersebut kemudian diterbitkan

oleh Islamic Research Academy dalam bentuk buku yang diberjudul Islamic Way of

Life.12

Gerakan Renaisan adalah gerakan pembangunan dan pengembangan kembali keilmuan untuk menghadap masa depan. Lihat : Anton M. Moelyono dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1988 ) , cet ke-1, h. 741

14

(32)

19

Konstitusi Islam dan Jalan Kehidupan Islam, kemudian Beliau ditahan pada tanggal 4

Oktober 1948. Setelah dua puluh bulan dalam penjara, beliau dibebaskan pada bulan

Mei 1950. Sekali lagi, pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis

selebaran gelap yang sebenarnya tidak terlarang. Vonis ini diremisi menjadi hukuman

seumur hidup, yang berarti kurungan ketat selama empat belas tahun. Tanggal 28

April 1955 dengan keputusan Mahkamah Agung beliau dilepaskan. Sekali lagi, pada

tanggal 6 Januari 1964 beliau ditahan untuk ketiga kalinya, ketika Jama’at al Islami

dilarang oleh Ayub Khan,15 tanggal 9 Oktober 1964, beliau dibebaskan oleh

Pengadilan Tinggi Punjab. Keempat kalinya, beliau ditahan pada tanggal 29 Januari

1967 karena menentang rezim Ayub Khan untuk merayakan Idul Fitri sebelum ru'yah

al-hilal. Akibat adanya petisi tertulis, pemerintah membebaskan Abu al-A'la al

Maududi setelah 2,5 bulan ditahan pada tanggal 15 Maret 1967.16

Abu al-A’la al-Maududi mulai menulis karyanya Tafhim al-Qur'an (Ke Arah

Pemahaman al-Quran) pada bulan Februari 1942. Ini merupakan karya paling

revolusioner dan mengejutkan di zaman itu. Buku ini diselesaikan enam jilid setelah

memakan waktu tiga puluh tahun empat bulan, tepatnya selesai pada tanggal 7 Juni

1972. Tafsir yang ditulis Maududi ini merupakan yang terbesar yang dipersiapkannya

selama tiga puluh tahun. Ciri-ciri utama tafsir ini adalalah menyajikan arti dan risalah

al-Qur'an dengan berbagai problema sehari-hari, baik secara individual maupun

15

Ayub Khan (w.1969 ) adalah Jenderal Angkatan Bersenjata Pakistan, menjadi kepala negara tahun 1958. John Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung : Mizan. 2001), h. 116

16

(33)

20

secara kolektif maupun sosial. Dia berusaha menjelaskan ayat-ayat Allah dalam

konteks pesan yang menyeluruh.

Pada tahun 1937, dia mulai betul-betul memperhatikan soal-soal politik. Mulai

tahun itu dia terlibat lebih mendalam dan langsung. Ketika itu, India telah mendekati

titik-titik kemerdekaan setelah kira-kira 150 tahun dikuasai oleb kerajaan Inggris.

Pada saat itu, pengaturan konstitusional masa depan India yang merdeka telah

menjadi perdebatan berbagai partai di India yang menentang Inggris. Dalam keadaan

seperti itu, Maududi menyadari akan bahaya besar yang akan mengancam eksistensi

kaum Muslimin.17

Menurutnya, umat Islam India dan umat-umat lain, terutama umat Hindu,

bukanlah bangsa yang sama. Dengan tegas dia menyatakan bahwa kaum Muslimin

memiliki identitas dan kebangsaan sendiri, yaitu Islam. Lebih jauh lagi dia

mengungkapkan bahwa kaum Muslimin bersatu bukan karena ikatan ras,18 geografis,

bahasa, kepentingan bersama, ekonomi atau budaya, melainkan karena komitmen

mereka untuk mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Maududi menolak

keras paham nasionalisme,19 karena sangat merugikan dan memojokkan Islam.

Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik suatu rumpun bangsa. Lihat : Anton M. Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 729

19

(34)

21

Maududi menolak faham demokrasi20 dan sekuler21 yang dinyatakannya sebagai

faham yang bertentangan dengan agama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk

tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim

yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam

perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India dan para pendukung

nasionalisme. Karena hal itulah, akhirnya Maududi memulai usaha pembaharuan

Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jama'at al-Islami di Lahore pada

bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir (pemimpin) sampai tahun 1972.22

Pada tanggal 28 Maret 1953, Maududi ditangkap dan dipenjarakan

sehubungan dengan tulisannya yang berjudul “The Qadiani Problems" Tulisan

Maududi ini bertujuan untuk mendukung tuntutan rakyat yang menginginkan agar

‘UtsmaniahdankekhalifahanMuslim.Lih.Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.105

20

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang segenap rakyatnya diberikan kesempatan untuk turut serta dipemerintahan dengan perataraan wakilnya. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 195., Adapun pernyataannya dengan faham demokrasi, dia melontarkan kritikan keras, karena menurutnya faham itu hanya akan menjadi tirani mayoritas. Jika kaum Muslimin menerima faham tersebut, mereka akan hancur dan kehilangan identitasnya.lihat CharlesJAdams,“Maududi dan NegaraIslam”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voiceof resurgent Islam, h. 115

21

(35)

22

orang-orang Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok minoritas, alias

non-Muslim dalam Konstitusi Pakistan, tetapi pemerintah tidak menerima tuntutan

tersebut bahkan Maududi dituduh oleh pemerintah sebagai penghasut. Berkaitan

dengan peristiwa itu, Maududi oleh pengadilan darurat dijatuhi hukuman mati ditiang

gantungan. Ketika mendengar vonis pengadilan itu, Maududi sedikit pun tidak

bergetar,bahkansebaliknyadiaberkata:“Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun

dapat mencegah saya darinya; dan jika ajal belum tiba, mereka tidak dapat

menggiring saya ke tiang gantungan meskipun mereka menggantung diri mereka

sendiri unluk menggantung saya".23 Karena desakan dan protes yang berdatangan

dari umat Islam baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya pemerintah terpaksa

mengubah keputusan dan menggantikannya dengan hukuman empat belas tahun

penjara.24

Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh

Pengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah

dibatalkan.25 Meskipun sering dipenjara, perjuangannya tidak pernah terhenti demi

tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan.

Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai

kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Qur'an dan al -

Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Maududi selama enam puluh tahun

23

Lihat Al Maududi dalam Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.3

24

Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’la al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, h. 27

25

(36)

23

berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat

beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York.

Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus

berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan

ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat

kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan

ajaran Islam.

B. Posisi Abu al-A’la al-Maududi Dalam Kancah Pemikiran Politik Islam

Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat memperhatikan terhadap doktrin

dan ajaran Islam, Maududi selalu berusaha untuk membangun paradigma

pemikirannya berdasarkan al-Qur'an dan al-Sunnah. Seperti kita ketahui bahwa Abu

al-A'la al Maududi termasuk ulama yang berpikiran fundamentalis, yang berpendapat

bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna.

Dalam hal ini Munawir Sadjali dalam analisisnya berpendapat bahwa terdapat

tiga aliran dalam umat Islam tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan.

Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam

pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan,

tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan

pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.

(37)

24

1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya

terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik.

Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya

kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu

atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat.

2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani

adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar

Muhammad saw dan nempat al-Khulafa al-Rasyidin.

Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid

Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling vokal adalah Maulana Abu

alA’la al Maududi.

Aliran Kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian

Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini

Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya,

dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia

dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur; dan Nabi tidak pernah dimaksudkan

untuk mendirikan dan mengepalai negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini

antara lain Ali Abd Raziq dan Dr. Thaha Husein.

Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang seba

lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga

(38)

25

mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian

bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat

tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini

yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang

pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi

Manzil al-Wahyi26

Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi

termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan

Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk

dalam hal ketatanegaraan.

Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif

hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau

sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash

syari'ah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan

oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan

kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan

untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad.27

Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi

berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan.

26

Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 1-2

27

(39)

26

Kedua kelompok itu mengklaim sebagai reformis atau pembaharu, tetapi

pembaharuan mereka berbeda. Kaum fundamentalis termasuk Maududi

mengusahakan agar Islam pada masa klasik dapat diterapkan kembali. Dengan

demikian,kelompokinilebihcocokdisebutsebagi“pemurni’”daripadapembaharu,

sedangkan yang merupakan pembaharu adalah kaum modernis.28 Jadi dalam hal ini

ini kita bisa mengambil gambaran bahwa posisi al-Maududi dalam dinamika politik

saat itu berada pada posisi ~atau bisa kita sebut sebagai tokoh~ Fundamentalis.

Akan tetapi terdapat pula perbedaan antara Maududi dengan pemikiran kaum

fundamentalis yang lain. Hal ini dikarenakan Maududi telah melakukan pembaharuan

dalam bidang kenegaraan. Di bidang ini, terdapat beberapa konsep Maududi yang

membedakannya dengan kaum konservatif maupun dengan kaum modernis. Misalnya

konsep kedaulatan Tuhan dalam negara Islam. Pemahaman ini memunculkan faham

theo-demokrasi, yaitu kekuasaan Tuhan berada ditangan umat Islam yang

melaksanakannya sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Dalam konsep khilafah,

Maududi berpendapat bahwa bukan hanya kepala negara yang menjadi khalifah,

melainkan semua orang baik laki-laki maupun perempuan.

C. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi

1. Risalah Intelektual Abu al-A’la al-Maududi

Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan

karya-karya besar khususnya bagi pembaharuan dunia pemikiran Islam. Maududi

28

(40)

27

juga aktif dalam berbagai pergerakan yang merupakan manifestasi dari setiap buku

yang berhasil ia buat. Adapun buku-buku yang berhasil ia buat meliputi berbagai

disiplin ilmu, yaitu: tafsir, hadits, hukum, teologi, filsafat, sejarah dan berbagai

bidang ilmu lainnya.

Dalam mempelajari risalah pemikiran Maududi tidak bisa dihilangkan

khasanahsejarahpemikir‘JamaludinalAfghani’yangmenjaditokohutamayang

memancarkankan bias difergen pemikiran Islam. Beliau salah satu tokoh yang

menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai

problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad

kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan

warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap

Barat di lain pihak, Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam, yang

menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan akal,

aktivisme politik, serta kekuatan Islam, Afghani mampu dan mempengaruhi kaum

Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam

gagasan Barat begitu saja. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya

ketika berada di Mesir dan India, dua wilayah yang menjadi perintis pembaruan

Islam, maka tidak bisa dipungkiri juga bahwa Maududi pun terinspirasi oleh

pemikiran murni dan hegemonik dari Afghani.

Maududi tidak pernah mempelajari secara teknis dalam masalah ilmu-ilmu

(41)

28

menyandarkan perhatiannya kepada al-Qur'an dan Hadits yang shahih. Seperti halnya

para mujtahid yang lain, beliau menjadikan ijma (konvensi) dan qiyas (analogi)

kerangka awal dan pijakan berpikirnya.

Uraian-uraian diatas, dapat diketahui betapa besarnya peranan yang dimainkan

oleh Maududi, baik dalam percaturan sosial politik maupun dalam pembaharuan

pemikiran keagamaan baik dinegaranya maupun di dunia Islam pada umumnya. Hal ini

dapat kita lihat dengan karya-karya beliau baik melalui buku yang beliau tulis

sendiri atau hasil ceramahnya yang kemudian dipublikasikan oleh orang lain.

29 Hasan al-Banna (1906-1949 ) adalah pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir, lahir di

Mahmudi yah Iskandariyah, Mesir. Lihat : Jhon L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 234

30

Muhammad Natsir (1908-1993 ) adalah cendikiawan, penulis, dan politikus Islam. Seorang nasionalis yang keras dan idealis Muslim yang konsisten dengan ajaran Islam. Natsir berpendapat bahwa kembali kepada tradisi Islam klasik yang intelektual dan mengacu kepada kitab suci merupakan langkah kunci untuk modernisasi masyarakat Muslim. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h.276

31

AliSyari’ati(1933-1977 ) adalah seorang pemikir Islam sosial yang sangat penting abad 20. Lahir di desa Mazinan tepi gurun pasir Dasht-i-kavir, provinsi Khurasan bagian timur laut Iran. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 294

32

(42)

29

2. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi

Selama mengarungi perjalanan intelektual, Al-Maududi membuat karya-karya

keilmuan hasil karya dari pemikirannya yang sangat mengagumkan banyak pemikir

dan kaum intelektual di dunia. Di antara karya-karya beliau yaitu :

1. Birth Control, Delhi, Markazy Maktaba Islami, 1980

2. Islamic Way of Life, Pakistan: Islamic Publishing 1987

3. Islam Today, Kuwait: Dar al-Qolam, 1968

4. Islam and Nationalism: an Analysies of the Views of Azad, Iqbal and Maududi,

Kuala Lumpur, 1994

5. Introduction to the Study of the Qur'an, Delhy: Markazy Maktabah Islami, tth

6. Toward Understanding Islam, Lahore: Islamic Foundation, 1966

7. Al-Riba, Jedah: Dar al-Suudiyah, 1987

8. The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publication, 1975

9. Unity of the Muslim Worl'd, Lahore: Islamic Publication 1967

10. Purdah and Status of Women in Islam, Delhy, Markazy maktabah Islami, 1995

11. A Short History of the Revivalism Movement in Islam, Lahore: Islamic

Publication, 19721

12. Usus al-Iqtishad Baina al-Islam wa al-Nuzum al-Mu'ashirah wa Manzilat al-

Iqtishad wa Haluha fi al-Islam, Lahore: Islamic Publication, 1971

13. Our Message, Lahore: Islamic Publication, 1988

(43)

BAB III

ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK

ABU AL-A’LA AL-MAUDUDI

A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’la al-Maududi

Elemen dasar dari pola pikir Al Maududi adalah konsepnya tentang

ketauhidan yang sangat kental yang mendarah daging. Memang konsepsinya tentang

Tuhan inilah yang ia tekankan dan ia menganggap bahwa konsepsi itu merupakan

konsepsi tentang Tuhan yang genuine, sebagaimana diterangkan oleh semua Nabi dan

Rasul Allah. Pernyataan "tidak ada tuhan melainkan Allah",1 suatu pernyataan yang

tampaknya hanya mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang Pencipta. Bagian

pertama dari syahadat itu bukan hanya menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai

Pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah, tetapi ia juga

menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang

Maha Kuasa, sebagai yang Maha Pengatur. Sebenarnya hanya Tuhanlah yang

mempunyai hak untuk memberikan perintah yang menuntut manusia untuk beribadat

dan berbakti dan menuntut ketaatan manusia secara total. Dalam hal ini Al-Maududi

merujuk pada ayat al Qur’an surat al Maidah ayat 1 sebagai berikut :

1

(44)

Masyarakatiniterbentukdarihasil‘kontrak’yangterjadiantaramanusiadanKhaliq-

nya.3

Gagasan tentang Tuhan ini sangat prinsipil dan menjadi otoritas pertama yang

menjadi dasar dalam mengarungi hidup di dunia. Semua prinsip, hukum, adat

kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori atau

ajaran yang tidak mengacu kepada petunjuk Tuhan diangggap sebagai menolak

kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Maha Esa

yang sebenarnya. Tunduk dan patuh kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup

manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan.4

Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia

diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya.

Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri

kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai

dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua

kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang

ditentukan oleh-Nya.

Petunjuk Tuhan itu meliputi pengetahuan, kebijaksanaan dan kemurahan

Allah yang tidak terbatas, maka prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam kehidupan

Islam adalah baik dan sehat dan juga tidak bisa dibandingkan ketinggiannya dengan

h.59

3 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),

4

(45)

33

sistem-sistem lain yang dibuat manusia. Pemikiran dan akal manusia mempunyai

kesanggupan yang besar dalam bidang-bidang tertentu, umpamanya dalam bidang

ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu oleh petunjuk Tuhan

sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip yang adil dan jujur

terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang

membawa kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Kadang-kadang hasil pengetahuan

dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedikitnya untuk bisa

menunjukkan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia.5

Karena alasan inilah, kerangka dasar pemikiran Maududi selalu diwarnai

dengan cara hidup Islami sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur’andanSunnah

karena lebih baik dan lebih sesuai untuk dapat membawa kepada kebahagiaan

manusia dan usaha untuk mencapai kebutuhannya apalagi keselamatannya di hari

kiamat, lebih daripada sistem-sistem kehidupan yang dibuat oleh manusia baik dulu

maupun sekarang.

B. Ijtihad Al-Maududi dalam Pemikiran Politik Islam

1. Konsep Theo-Demokrasi

Konsepsi Maududitentang negara Islam didasarkan atassyari’ah,yang

memberikan prinsip-prinsipdasarnya.Dalam perspektifsyari’ah,menurutMaududi, ada

empat prinsip yang mendasari negara Islam : mengakui kedaulatan Tuhan,

5

(46)

34

mengakui otoritas Nabi, mengakui status perwakilan Tuhan6, dan menggunakan

musyawarah bersama (mutual consultation). Dari titik pandang prinsip-prinsip ini,

kedaulatan yang sebenarnya hanyalah milik Tuhan. Negara hanya berfungsi sebagai

alat politik yang dengannya hukum-hukum Tuhan dijalankan, atau, meminjam

ungkapan Charles Adams, ia tak punya hak untuk membuat atau menegakkan hukum

atas namanya sendiri tapi bertindak sebagai agen dari pusatnya.7

Kalau begitu maka negara Islam yang dikonsepsikan Maududi adalah negara

teokratis. Namun demikian, karena ia juga menekankan prasyarat-prasyarat Islam

bagi musyawarah bersama (syura) di antara umat Islam dalam berbuat, maka negara ini

juga punya sifat demokratis. Bentuk negara demikian paling baik disebut,

sebagaimana disarankan oleh Maududi sendiri, adalah ”theo-demokrasi”8, yakni

“pemerintahan demokratisilahiah”dimanaumatIslam diberikedaulatan rakyat

terbatas di bawah ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Dengan theo-demokrasi Maududi ingin

mengungkapkan suatu konsep antitesis atas demokrasi Barat sekuler yang

6

Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya. Lih Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157

7

Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya “Al-Khilafah wa Al-Mulk”, (Bandung : Mizan ), h. 64

8

(47)

35

menurutnya didasarkan hanya pada kedaulatan rakyat, dan karena itu bertentangan

dengan Islam. Negara Islam bertumpu pada dua prinsip : kedaulatan (sovereignty)

Tuhan dan perwakilan (vicegerency) manusia.9

Dalam teorinya yang komprehensif tentang hakikat pemerintahan Islam,

Maududi juga membahas tujuan pemerintahan Islam ini dan juga sifat-sifat dasarnya.

Dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an,misalnya QS : 57:25;10 22:41,11 Maududi

menyatakan tujuan positif dari negara Islam, termasuk perlindungan umat manusia

dari eksploitasi atau tirani, menjamin kebebasan, dan membangun sistem seimbang

mengenai keadilan sosial. Negara Islam, menurut Maududi, bersifat universal dan

juga ideologis. Ia universal karena mencakup seluruh aspek kehidupan dan pada

hakikatnya bersifat totalitarian. Ia bersifat Ideologis dalam pengertian bahwa ia

didasarkan atas, atau bekerja demi ideologi tunggal : ideologi Islam (nidzam-aI-

Islami).12

9 M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

2001), h. 142

10

Dalam Al-Quran Surat Al-Hadiid ayat 25 yang menekankan tentang prinsip keadilan, yakni sbb : Øö Ó?Þö áú ÇÈö Ó? Ç?äáÇ ã?æÞõ í?öá ?äÇ?ÒíöãúáÇ?æ È? ÇÊó ßö áú Ç ?ãå?Ú??ã Çóäáú Ò?úäóÃ?æ Êö Çóä?í?ÈúáÇÈö Çäó áóÓ?Ñ? Çóäáú Ó?Ñ?óà Ï?Þó áó yang artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Neraca ( keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.

11 Surah Al-Hajj ayat 41 ini menekankan untuk selalu melakukan perbuatan yang baik agar

tercipta kondisi sistem sosial dan kemasyarakatan yang aman dan sejahtera. Ayat tersebut sebagai berikut : öÑæ?ãÃõúáÇ õÉ?ÈöÞÇ?Ú öå á?öáæ? öÑóßúä?ãúáÇ öäÚ? Çæ??å óä?æ öÝæ?Ñ?Ú?ãúáÇÈö Çæ?Ñ?ãóÃæ? óÉÇßó ?ÒáÇ Ç?æóÊÇ?Á?æ óÉÇóá?ÕáÇ Çæ?ãÇóÞóà öÖ?ÑóÃáúÇ íÝö ?ã?å Ç?ä?ß?ã ?äöÅ ?äíöÐ?áÇ yang artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya merekamendirikansembahyang,menunaikanzakat,menyuruhberbuatyangma’rufdanmencegah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

12

(48)

36

Dalam pandangan Maududi, ideologi Islam yang dirumuskan dari elaborasi

sistematik atas wahyu al-Qur’an,dirumuskandalam semangatpenyerahanpadake-

Esa-an dan kedaulatan Tuhan. Ia berfungsi sebagai acuan utama bagi sistem sosial,

ekonomi, politik dan budaya dari negara Islam. Karena menurut ideologi Islam,

kedaulatan dan hak untuk membuat hak hanya milik Tuhan. Maududi menjelaskan

bahwa legislasi hukum oleh lembaga-lembaga seperti badan legislatif dan konsultatif

dibatasiolehsyari’ah.Maududi melihat empat bentuk ijtihad dalam proses legislasi

yang dilakukan oleh badan konsultatif (ia menyebutnya MajlisSyura):ta’wil

(penafsiran), ijtihad (deduksi), qiyas (analogi), dan istihsan. Untuk membangun

pemerintahan yang berideologi Islam, Maududi melihat perlunya revolusi Islam. Ia

yakin bahwa tidak ada perjuangan untuk mendirikan negara Islam yang berhasil tanpa

revolusi, karena revolusi ini dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim

moral yang sesuai dengan tuntutan ideologi Islam. Keberhasilan revolusi Islam,

menurutnya tergantung pada kondisi dan sikap moral tertentu pendukungnya. Ini

mencakup keyakinan pada ke-Esa-an dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan, pemahaman

yang benar tentang Islam, kesamaan pandangan, kekuasaan hukum yang kuat, dan

pengorbanan secara menyeluruh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan yang

sifatnya individualistik. Revolusi Islam Maududi dapat di tempuh dengan jihad,

berjuang di jalan dan di dalam kehendak Tuhan. Ia menyatakan wajibnya jihad bagi

(49)

37

2. Khilafah‘Ala Minhaj al-Nubuwwah

Dalam Surat An Nur ayat 55 Allah swt berfirman :

(50)

38

Hal ini dilakukan untuk membina kehidupan manusia secara utuh menuju

berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, yang disebutkan oleh Al-Maududi

sebagai“Khilafah‘ala Minhaj Al-Nubuwah”yaknikekhilafahanataspolake-Nabi-

an, yang menjadi pola ideal dari orde sosial politik, di mana umat muslim harus

berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian

dan kedisinian.

Pola Implementasi ini bermaksud mengadakan perubahan total menuju tatanan

Islam yangidealdalam koridor“khilafah‘ala minhaj al-Nubuwah”, maka dari itu

terdapat elemen-elemen yang dibutuhkan di antaranya adalah :

a. tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam

bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat pada waktunya. Ini

mengharuskan bahwa konsep-konsep Jahiliyah yang berkembang pada

suatu waktu tertentu harus dipelajari secara berhati-hati, dianalis dan

teliti. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa

sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain

yang disampaikan oleh ideologi yang dibuat oleh manusia yang palsu

menjadi jelas. Ini menuntut usaha intelektual yang keras, sehingga

implementasi teoretis dan praktis dari pandangan Islam tentang dunia

dengan jelas dapat dipahami, dan jalan hidup Islam dalam aneka

(51)

39

b. Rangkaian moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk

mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya dan melibatkannya dalam

usaha untuk membawa reformasi dan pembinaan kembali. Kebiasaan

sosial, adat istiadat, pendidikan, lembaga sosio-ekonomi dan kekuatan

politik, semua itu harus berada dibawah usaha ini. Kehidupan sosial

harus dibebaskan dari pelbagai macam bid’ah yang bertentangan

dengan jiwa Islam, dan harus dibina kembali supaya sesuai dengan

Sunnah.

c. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al din. Ini berarti

bahwa cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam

konteks perubahan. Pengertian yang jelas tentang cita Islam dan skema

prioritas Islam, dan pembedaan yang teliti antara elemen-elemen yang

esensial dan insidental yang terdapat dalam kehidupan nyata dari umat

Muslim adalah soal yang sulit, yang harus dihadapi.13

3. Pandangan Tentang Negara Islam

Untuk mengetahui bagaimana pandangan politik dari Maududi tentang Negara

Islam ini, perlu dilihat kembali pada ottobiografinya dan tulisan- tulisannya di

antaranyayangberjudul“The Islamic Law and Constitution”yangberbicarasoal

politik. Dari tulisannya itu dapat diketahui bahwa eksposisi ideologisnya menangkap

h.256

Referensi

Dokumen terkait

Pertunjukan wayang kulit Joblar dengan lakon “ Tualen Caru ” sebagai media hiburan atau tontonan sekaligus mengandung tuntunan yang dalam hal ini disebut nilai pendidikan

sudah memenuhi syarat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204 Tahun 2004 dan belum memenuhi syarat, namun tempat sampah di RS termasuk dalam kategori tidak memenuhi

H6 : Semakin tinggi customer commitment , tingkat loyalitas nasabah akan semakin meningkat di sebuah Cabang bank Nasional di Denpasar. METODE PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kepemilikan, set kesempatan investasi, leverage, dan ukuran perusahaan terhadap kualitas

Dan dari segi aspek lingkungannya, penelitian ini akan membahas tentang dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dengan adanya pengembangan Kawasan Hutan Kota Cadika ini

Penilaian Keseluruhan Tempe Rata-rata skor penilaian keseluruhan (hedonik) terhadap tempe yang dihasilkan setelah diuji lanjut dengan menggunakan DNMRT pada taraf 5%

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana pengaruh Kepuasan Kerja, Kompensasi non Finansial dan Lingkungan Kerja Fisik,

Variabel independen dalam penelitian ini adalah sistem informasi keuangan daerah, pengawasan melekat dan prinsip transparansi sedangkan variabel dependen yang