IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK
ABU AL A’
LA AL-MAUDUDI
DALAM DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk memenuhi persyaratan
Gelar Sarjana Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MUHAMMAD IQBAL
NIM: 101033221838Program Studi Pemikiran Politik Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
! " " "!" # " $ "
%
& """" ! '
$ """ ( )%
* $ +
(
""""$ """" $ $
* , *,
-# .
""" /
""" /
! !
0 + """ """
$ """
% %
" '
"""
""" """ """ """
""" % 0 """ % """
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat-Nyadalam wujudtaufikhidayahserta‘inayah-Nya kepada penulis, sehingga
karenanya selesailah penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada baginda mulia Nabi
Muhammad saw, keluarganya, sahabatnya, serta para pengikutnya sampai akhir
zaman.
Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari
bantuan serta dorongan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Sirojuddin Aly, MA yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan selama masa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta selama penyusunan sampai selesai penulisan skripsi ini.
2. Bapak Nawirudin, MA yang telah dengan sungguh-sungguh memberikan
bimbingan selama penyusunan dan penulisan skripsi ini sampai selesai.
3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan tuntunan
dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan
4. Bapak Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
5. Bapak Syamsuri, MA Ketua Jurusan Program Studi Pemikiran Politik Islam
6. Ibu Dra. Hj.Hermawati, MA dan Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA selaku ketua
dan sekretaris Panitia Ujian, Bapak Dr. Masykur Hakim selaku Penguji I dan
Bapak Agus Nugraha selaku Penguji II, yang senantiasa membangkitkan nalar
sekaligus menggoncang rasionalitas penulis dalam meneliti lebih jauh materi
politik Islam dan juga dalam memberikan semangat dan kemudahan kepada
penulis selama menjalani perkuliahan dan detik-detik Ujian Munaqosah yang
menegangkan.
7. Yang terhormat Ayahanda tercinta Dr. K.H.D. Silahuddin, MA dan Ibunda
tercinta Ny. E. Maemunah,yangsenantiasamemberikandorongansertado’a
restu terutama cinta dan kasih sayangnya kepada Ananda selama penulisan
skripsi ini, ~tiada terkira jasa dan pengorbananmu tuk ananda, kini
kepadamu kesarjanaan ini kupersembahkan~ Robbigfirli Waliwalidayya
Warhamhuma Kama Robbayani Shaghira. Takkan pernah Ananda lupakan
pesanmutukselalumengucapkan“Bismillah “dalam melakukansesuatu
pekerjaan. Ayah...Ibu... Kaulah Inspirasiku...
8. Adik-adikku tercinta, Muhammad Ihsan Fauzy, Ira Nadya Octavira,
Muhammad Haikal Rahmatullah, Muhammad Rijaluddin Hakim, Muhammad
HilalFathurahman,yangsenantiasamemberikansemangatdando’akepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Kekasih Setia Penulis, penghibur hati pelipur lara, Silvia Rahmah “Teteh”
yang senantiasa menjadi tumpuan hati penulis dikala resah dan kalut yang
sekaligus menjadi tempat berbagi rasa terutama dalam menyelesaikan skripsi
ini. ~Semoga hatimu cukup teguh seperti waktu untuk tetap memiliki,
mencintai dan menyayangiku... apapun adanya aku~ Cinta dan kasih
sayangmu begitu berarti untukku. Kepadamu pula skripsi ini kupersembahkan
10. Keluargaterhormatdari“teteh”BapakK.H. Hamdun Ahmad, M.A beserta
Ny. Endah Huwaida. Dikala mengingat mereka, senantiasa hadir Semangat
dan cinta kasih mereka hingga membuat penulis selalu tegar dalam menulis
skripsi ini. Tidak luput pula tuk A Daden, Teh Ai, Teh Ade, A Jajat, Lisda,
Iqbal dan Fakri. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang kalian berikan.
11. PengurusPondokPesantrenUlumulQur’an,terutamaBapakUstadzUjang
Saepudin, S.Pd.I dan adik-adik santri yang selalu membantu penulis dalam
proses terjelmanya skripsi ini, terutama untuk Dede Kobong, Saleh Sandriana,
Isan, Ira, Ikal, Ijal, Ilal.
12. Teman- teman kos-an 87 yang pernah bikin film dokumenter, Abdul Manaf,
Ginanjar, dan Pak Dukun, Hilman, de-el-el, canda tawa kalian semua selalu
memberikan semangat bagi penulis dalam mengarungi hari-hari di kos-an.
Terutama untuk Bapak Ibrahim beserta Ibu Pemilik Kos yang senantiasa
memberikan fasilitas kamar untuk penulis.
13. Semua pihak yang telah memberikan dukungan serta partisipasi positif dalam
proses terjelmanya skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan tuntas.
14. Sahabat karib diskusiku di bangku kuliah PPI kelas B, Wahyu, Ramdhan,
Manaf, Agus, Ajid, Susan, Adi, kuharap tali silaturahmi kita tidak putus
15. Semua sahabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu yang telah banyak membantu penulis hingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis serahkan, semoga Allah SWT
membalas kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik., Amin ya mujibas-
sailin
Jakarta, 13 Juli 2006
Penulis
. . . DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSEMBAHAN... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN... v
KATAPENGANTAR……… vi
PEDOMAN TRANSLITERASI... x
DAFTAR ISI……… xi
BAB I PENDAHULUAN………...……… . 1
A. Latar Balakang Masalah……… . 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……… 10
C. Tujuan Penelitian……… 10
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan……… 11
E. Sistematika Penulisan……… 12
BAB II DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI……… 14
A. Biografi Abu al-A’la al-Maududi……… 14
B. Posisi Abu al-A’la al-Maududi dalam Kancah Pemikiran Politik Islam……… 23
.
…
.
C. Karya-karya Abu al-A’la al-Maududi……… 26
1. Risalah Intelektual Abu al-A’la al-Maududi………. 26
2. Karya-karya Abu al-A’la al-Maududi……… 29
BAB III ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK ABU AL’ALA AL-MAUDUDI……….… 30
A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’la al-Maududi……… 30
B. Ijtihad Al-Maududi Dalam Pemikiran Politik Islam………….… 33
1. Konsep Theo-Demokrasi…….……… 33
2. Khilafah‘AlaMinhaj al-Nubuwwah……… 37
3. PandangantentangNegaraIslam………….……… 39
BAB IV PEMIKIRAN POLITIK ABU AL A’LA AL-MAUDUDI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEHIDUPAN KONTEMPORER……….…… 45
A. Negara dan Pemerintahan……… 45
1. Kepala negara dan pemilihannya……….…… 47
2. Penguasa dan Persyaratannya……… .………… 50
3. Lembaga Negara Islam dan Fungsinya………….……… 57
4. Konsep Islam mengenai Kedaulatan……….……… 62
5. Kewarganegaraan……… .… 64
B. Relevansi Pemikiran Politik al-Maududi dengan masa Depan
Pemikiran Politik Islam………...………... 69
C. Telaah Kritis……… 71
1. Jama’atalIslami; Revolusi Damai……… 71
2. Gerakan Revolusi ...……… 78
BAB V PENUTUP……… 82
A. Kesimpulan ……… 82
B. Saran-Saran……… . 83
DAFTARPUSTAKA……… 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ditinjau dari kacamata teori politik modern atau teori politik sekuler, teori
politik Islam seperti yang dikembangkan oleh Maududi kelihatan unik, bahkan
mungkin“ganjil”.Keunikan atau katakanlah keganjilan teori politik Maududi terletak
pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan
Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam tatanan
sistem politik modern pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat. Dalam kenyataannya, kata-kata ”kedaulatan rakyat” sering kali
menjadi kata-kata kosong karena partisipasi rakyat dalam kebanyakan negara
demokrasi hanyalah dilakukan empat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilu,
sedangkan kendali pemerintah sesungguhnya berada di tangan sekelompok kecil
penguasa yang menentukan seluruh kebijaksanaan dasar negara. Sekelompok
penguasa itu bertindak atas nama rakyat, sekalipun sebagian pikiran dan tenaga yang
mereka kerahkan bukan untuk rakyat, tetapi hanyalah untuk melestarikan kekuasaan
yang mereka pegang dan untuk mengamankan vested interests mereka sendiri.
Tampaknya Maududi sangat memahami praktek “kedaulatan rakyat”
sebagaimana yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Siapapun yang sedikit
mendalami praktek demokrasi memang akan menyadari bahwa yang paling sering
2
sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan berbagai kebijaksanaan
politik, sosial dan ekonomi negara tanpa harus menanyakan bagaimana sesungguhnya
aspirasi rakyat yang sebenarnya. Juga tidak boleh kita lupakan bahwa kelompok
oligarch tersebut, yang berkuasa atas nama rakyat, selalu berusaha memperpanjang,
bahkan jika mungkin melestarikan dan memonopoli kekuasaan yang dipegangnya
dengan selubung ideologi tertentu, dengan dalih konsensus nasional dan tindakan-
tindakan semacam, dan pada saat yang sama para oligarch tersebut memojokkan
setiap oposisi yang menentang legitimasi pemerintahannya dengan tuduhan-tuduhan
subversi dan disloyalitas pada Negara. Di samping itu Maududi juga pasti sangat
memahami bahwa suara mayoritas yang biasanya menentukan dalam sistem
demokrasi, dapat menjurus kepada kesalahan–kesalahan fatal, karena mesin
propaganda yang digerakan oleh pemerintah dapat saja menceritakan suara mayoritas
yang“telahdiatur”.1
Itulah sebabnya mengapa Maududi tidak bergairah menyetujui demokrasi
seperti yang dipraktekkan oleh kebanyakan negara modern, yang ternyata sistem
politik yang dianggap modern itu gagal menciptakan keadilan sosio-ekonomi, sosio-
politik dan juga keadilan hukum. Jurang lapisan kaya dan lapisan miskin tetap
menganga lebar, hak-hak politik rakyat hanya terbatas sampai pada formalitas empat
atau lima tahun sekali dan, dalam prakteknya, yang memperoleh perlindungan hukum
hanyalah mereka yang datang dari lapisan atas, sedangkan bagi rakyat kebanyakan,
1 Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam,
3
rule of law tetap merupakan selogan kosong tanpa dapat dirasakan dalam kehidupan
sehari-hari dalam negara-negara yang menamakan dirinya demokrasi (seperti
misalnya negara –negara Barat yang mengagungkan demokrasi), bahkan juga negara-
negara marxis yang menyebut dirinya sebagai demokrasi rakyat (people’s
democracy).2
Penolakan Maududi terhadap teori kedaulatan rakyat bukan terutama
berdasarkan bukti-bukti praktek demokrasi terlalu sering menyeleweng, namun
terutama berdasar pemahamannya tentang ayat-ayat al-Quran yang menunjukan
bahwa otoritas dan souverenitas tertinggi ada di tangan Tuhan. Di samping itu Tuhan
sajalah yang berhak memberikan hukum (law-giver) bagi manusia. Manusia tidak
berhak menciptakan hukum, menentukan apa yang boleh (halal) dan apa yang
terlarang (haram). Hukum di sini berarti norma-norma dasar bagi penciptaan
masyarakat yang adil dan sejahtera. Bukan hukum-hukum administratif atau hukum-
hukum lalu lintas dan lain sebagainya.
2
4
Tuntutan untuk menggali kembali landasan konsep hak-hak asasi manusia
yang kelak menjadi dasar demokrasi, telah kembali menjadi wacana praksis yang
terus menerus. Abu al-‘Ala Al-Maududi, salah seorang pemikir terbesar dari dunia
Islam dan pakar yang sangat besar pengaruhnya terhadap rakyat di berbagai penjuru,
telah membahas masalah ini dalam konteks pedoman Tuhan yang terkandung dalam
Qur’andanSunnah melalui koridor bukan Demokrasi melainkan Theo-Demokrasi.3
Namun sebenarnya, Al-Maududi menyimpan sebuah proyek raksasa, yang
merupakan sebuah keinginan untuk mengimplementasikan pemikirannya, yang pada
muaranya menjelma dalam koridor Negara Pakistan melalui Jama’atalIslamy. Hal
ini yang mendorong Maududi mencari solusi sosio politik menyeluruh yang baru,
untuk melindungi kaum muslimin.4
Al-Maududi dalam formula strategi implementasi pemikiran politiknya
seringkalimempergunakanistilah“Revolusi“untukmenunjukanperubahanradikal
yang ia usahakan. Penggunaan istilah ini tidak menunjukan pilihannya kepada proses
3
Abu al‘Ala al Maududi menciptakan istilah theo-demokrasi untuk menyimpulkan konsep politik dan pemerintahan dalam Islam. Secara esensial, theo-demokrasi Islam itu berarti bahwa Islam memberikan kadaulatan kepada rakyat, akan tetapi kedaulatan itu tidak mutlak karena dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat terbatas dibawah pengawasan Tuhan, atau a limited popular soverignty under the suzerainty of God seperti diistilahkan olehAbual‘Ala.Maududi,Khilafah dan kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, (Bandung: Mizan, 1984), h.24
4
5
atau metode yang dipergunakan oleh gerakan-gerakan revolusioner yang modern
untuk mencapai tujuan mereka.
Dalam studi kritis tentang Revolusi Perancis, Revolusi Rusia dan Revolusi
Musthafa Kemal di Turki, Al-Maududi menunjukkan bahwa pendekatan revolusioner
dari Barat cenderung ke arah ekstremitas. Namun, yang ada bagi gerakan-gerakan
revolusioner kontemporer adalah dugaan bahwa apabila kerangka sosial, ekonomi
dan politik, pola kehidupan manusia dari segi materi dan sosial berubah, maka suatu
perubahan radikal untuk kebaikan akan tercapai.
Gerakan revolusioner Barat di atas menurut Al-Maududi temasuk gerakan
yang sifatnya jahiliyah.5 Islam menurutnya berusaha untuk membawa revolusi total
dalam kehidupan manusia dengan maksud membentuk kehidupan itu sesuai dengan
petunjuk Tuhan. Revolusi ini mulai dengan memberikan manusia serangkaian
kepercayaan, pandangan hidup, konsepsi realitas, skala baru dari nilai-nilai,
keterikatan moral yang segar, dan transformasi motivasi dan pribadi. Ini membuka
proses murni yang menghasilkan seluruh rangkaian perubahan dalam kehidupan
individu, yang membawa individu itu mengembangkan masyarakat imani.
5
6
Masyarakat itu tumbuh sebagai gerakan ideologi yang berusaha untuk membawa
perubahan sosial pada arah yang dikehendaki. 6
Usaha ini bermaksud untuk membina kembali kehidupan manusia secara utuh
dan membawa kepada berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, kepada
penegakkan orde baru, suatu orde yang dalam bentuk idealnya disebutkan oleh Al-
Maududisebagai“Khilafah‘ala Minhaj Al-Nubuwah”yaknikekhilafahanataspola
ke-Nabi-an, dan menjadi pola yang ideal dari orde sosial politik, di mana umat
Muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam
konteks kekinian dan kedisinian.7
Situasi dewasa ini dalam pandangan Al-Maududi, bahwa masyarakat Muslim
berangsur-angsur menjauh dari tatanan yang ideal yang ditegakkan oleh Rasulullah
saw yang terus dan berkembang dalam garis yang sama pada zaman Khulafaur
Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam tubuh politik Islam adalah perubahan
dari khilafah kepada monarkhi, dengan akibat-akibat perubahan yang penting pada
peranan agama dalam kehidupan sosio-politik. Berangsur-angsur ide yang sangat
penting tentang kesatuan hidup menjadi lemah, dan sadar atau tidak sadar pemisahan
antara agama dan politik pun terjadi.8
6
Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 39.
h.255
7 Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, (Bandung: Mizan, 1998)
8 Al Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat,
7
Al-Maududi telah berusaha sekeras-kerasnya untuk mengembangkan program
komprehensif yang akan mengubah dunia menjadi suatu masyarakat dan negara Islam
yang ideal. Organisasi yang ia pimpin, Jama’atalIslami merupakan alat utama yang
dengan itu ia berusaha untuk melaksanakan program raksasa ini.
Sebelum membahas rencana itu, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk
memahami dasar-dasar pertimbangan gerakan Al-Maududi. Pertimbangan itu adalah
bahwa kaum intelektual memainkan peranan yang sangat penting dalam setiap
masyarakat umat manusia terutama dalam masyarakat modern. Ia menekankan bahwa
Islam akan menjadi realitas yang operatif pada masa kita sekarang ini, apabila
manusia yang memiliki iman, integritas dan visi yang jelas tentang tatanan Islam,
orang-orang yang di baris depan dari kehidupan intelektual manusia dan mempunyai
kemampuan untuk mengurus masalah-masalah dunia akan memegang tampuk
kepemimpinan.9
Istilah pimpinan biasanya dipergunakan dalam arti yang luas, dan bisa juga
dikatakan untuk menunjuk orang-orang yang mengurus suatu masyarakat, orang-
orang yang perbuatannya dicontoh orang lain dan kata-katanya diikuti. Secara luas
mereka termasuk pada kelas terdidik, yang sementara dari mereka kebetulan juga
mengawasi organ-organ negara dan bahkan mempunyai peranan yang lebih efektif
dalam kehidupan manusia.
9
8
Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam
bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi
dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari
tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah
kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu
sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai
dengan persiapan moral dan material yang penuh.10 Hal ini melibatkan tiga langkah
pendahuluan :
Menganalisis situasi yang ada dalam hubungan dengan konflik antara Islam
dengan jahiliyah dalam konteks waktu dan tempat. Penilaian yang jelas dan
langsung tentang situasi itu merupakan suatu keharusan untuk mengetahui
bentuk-bentuk jahiliyah, sumber-sumber darimana ia tumbuh, dan segi-segi
yang sensitif di mana ketegangan dan konflik terdapat antara Islam dan
jahiliyah. Sumber-sumber kelemahan dalam kehidupan Muslim kontemporer
juga harus diteliti, dan diagnosis yang tepat harus dilakukan hingga orang
dapat memperoleh kejelasan tentang penyakit utama yang diderita masyarakat
muslim dalam suatu periode sejarah tertentu.
Tujuan pokok dari usaha intelektual ini adalah untuk memperkukuh strategi
yang didasarkan kepada analisis tersebut, hingga prinsip-prinsip Islam sekali
lagi terlaksana dalam kehidupan muslim
10
9
Guna mempersiapkan strategi yang realistis adalah juga penting untuk
meneliti sumber-sumber yang terdapat dalam periode tertentu. Adalah hanya
dalam evaluasi sendiri dan penelitian yang hati-hati terhadap sumber-sumber
mental, moral dan material yang ada, maka rencana untuk kebangkitan Islam
kembali bisa dilakukan. Usaha itu harus memanfaatkan cara-cara dan jalan
yang paling efektif untuk mencapai tujuan proyek raksasa tersebut.11
Pada titik ini, kita bisa melihat bahwa Al-Maududi telah berhasil
menempatkan kajian Islam pada dimensi epistemologis dan ideologisnya. Keduanya
terkait erat dengan corak Fundamentalisme sebagai faktor pembentuknya. Dan hal
inilah yang menurut penulis sangat perlu dibahas berkaitan dengan pola dan formula
pemikiran politik Islam yang disodorkan al-Maududi yang bisa jadi menambah
khasanah pertimbangan sistem politik yang berkembang saat ini.
Namun demikian, Al-Maududi telah memberikan kontribusi besar bagi
munculnya kajian-kajian kritis atas Islam, khususnya melalui temuan-temuan
metodisnya. Karena itu, para pemikir muslim pasca dirinya bisa mengambil pelajaran
sekaligusmelakukankontekstualisasiatas“simbiosis mutualistik”antaraIslam dan
budayanya masing-masing.
h.256
11
10
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Fokus utama skripsiiniadalah “ImplementasiPemikiran Politik Islam
Maududidalam DinamikaPolitikKontemporer”.Dalam skripsiini,dirumuskanke
dalam beberapa sub masalah yaitu : (1) bagaimana corak dan konsep pemikiran
politik Islam Maududi? (2) bagaimana Implementasi Pemikiran politik Maududi
dalam kehidupan politik kontemporer ? (3) apa relevansi gagasan autentisitas Al-
Maududi bagi masa depan pemikiran Islam dan dimana Posisi Abu al-‘Ala Al-
Maududi dalam kancah politik Islam?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi ini, secara khusus adalah mengangkat nilai
positif sejarah perjuangan tokoh Islam masa lalu yakni Abu alA’la al Maududi yang
merupakan kontribusi positif atas percaturan politik kontemporer.
Secara metodologis tujuan penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana corak dan konsep pemikiran politik Islam
Al-Maududi.
2. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pola implementasi pemikiran
politik Al-Maududi dalam menghadapi dinamika politik kontemporer
3. Untuk mengetahui sejauh mana relevansi gagasan autentisitas Al-Maududi
bagi masa depan pemikiran Islam dan sekaligus mengetahui dimanakah
11
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
Pembahasan mengenai Al-Maududi mempunyai keterkaitan erat dengan dua
macam disiplin ilmu yakni, Pertama, menyangkut ilmu ketatanegaraan, dan kedua
sangat berkaitan erat dengan ilmu Agama Islam, yakni berkenaan dengan wacana
Pemikiran Politik Islam. Dalam pembahasan, kedua pendekatan keilmuan itu
dituangkan secara terpadu, hingga pembahasannya menjadi terfokus.
Lingkup pembahasan diarahkan sekitar pembentukan nalar politik Al
Maududi yang berkaitan dengan karakter dasar pemikiran Al-Maududi, kebijakan
politiknya, situasi dan kondisi politik pada masa itu, serta kondisi lingkungan yang
ada pada waktu itu. Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana telah dirumuskan dalam
pembatasan masalah, maka masalah pokok tersebut akan diuraikan dengan membahas
corak dan konsep politik Islam Al-Maududi, implementasi pemikiran politik Al-
Maududi, relevansi gagasan Al-Maududi bagi masa depan politik Islam dan Posisi
Abu al-‘Ala Al-Maududi dalam kancah politik Islam.
Pada akhir pembahasan akan dirumuskan kesimpulan yang bersifat menjawab
masalah pokok di atas setelah terlebih dahulu dikemukakan isi pembahasan.
Penelitian terhadap masalah dilakukan melalui library research. Literatur sejarah yang
mencatat perjuangan gerakan politik Al-Mududi dijadikan sumber utama, terutama
sekali yang lebih fokus membahas pemikiran dan gerakan Al-Maududi seperti buku-
buku karya Al-Maududi serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan hal
12
komplementer dalam penelitian. Buku-buku tulisan orientalis pun dipakai sebagai
bahan serta data yang bersifat komparatif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
yang fokusnya adalah analisa dan pemberian makna data.
Metode yang akan digunakan untuk membahas berbagai aspek pembahasan
adalah metode deskripsi. Metode deskripsi digunakan untuk menguraikan kondisi
politik Islam pra Al-Maududi hingga terciptanya gagasan Al-Maududi di Pakistan
melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu Jama’atalIslami.Juga digunakan metode
induktif yakni ketika menguraikan gagasan utama dari Al-Maududi. Dengan melalui
metode induktif segala makna yang terkandung pada materi penelitian diangkat
menjadi sebuah kesimpulan dari wacana penelitian
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan bab per
bab, kemudian dijelaskan dalam sub-sub bab tema pembahasannya. Adapun
sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab pertama adalah Pendahuluan, yang terdiri atas sub-sub bab yang
menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penelitian dan teknik penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab kedua penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang Abu al- A’la Al-
13
juga membahas risalah intelektualnya dan karya-karya Al-Maududi sejauh terkait
dengan gagasan politiknya
Bab ketiga penulis menjelaskan tentang anatomi dan kerangka
pemikiran politik Abu al-A’la al-Maududi yang meliputi dasar pemikiran
politiknya dan juga ijtihad Abu al-A’la al-Maududi dalam pemikiran politiknya.
Bab keempat merupakan inti pembahasan tentang Pemikiran Politik Islam
Al-Maududi. Bab ini merupakan evaluasi kritis penulis atas pemikiran Al-Maududi,
sekaligusproyekbesarnya “ImplementasiPemikiranPolitikIslam”.Evaluasiini
terdiri atas kritik konsep pembaharuannya tentang sistem kenegaraan Islam ‘theo-
demokrasi’sekaliguseksplikasiatasdimensiideologisdanpraksisdaripemikiranAl-
Maududi kemudian menimbang relevansi gagasan pembaharuan tersebut bagi masa
depan pemikiran Islam dan posisi Al-Maududi dalam kancah politik Islam.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi dari masalah yang dibahas
dan disertai saran-saran ihwal studi lebih lanjut tentang Implementasi Politik Islam
14
BAB II
DESKRIPSI UMUM TENTANG AL-MAUDUDI
A. Biografi Abu al-A'la al-Maududi
Sayyid1 Abu al-A'la Al-Maududi merupakan salah seorang pemikir dan
perombak sosial terbesar dalam dunia Islam. Beliau dilahirkan di Aurangabad
(Hiderabad, Deccan, India), pada tanggal 25 September 1903 dan memulai karier
kemasyarakatannya sebagai seorang wartawan pada tahun 1920.2
Ayah Abu al-A'la al-Maududi, Ahmad Hasan yang dilahirkan pada tahun
1855 M di Delhi, berasal dari keluarga terhormat yang silsilah keturunannya dapat
ditelusuri sampai kepada Nabi Muhammad Saw Keluarga Abu al-A'la al•Maududi
telah mempunyai tradisi kepemimpinan spiritual yang terkenal sejak lama karena
sebagian besar dari nenek moyangnya merupakan pemimpin dari tarekat-tarekat yang
terkemuka. Nenek moyang Abu al-A'la al-Maududi datang ke anak benua
Indo-Pakistan sejak lahir abad ke - 13 H atau abad ke 15 M. Sedangkan Ibu Abu
al-A'la al-Maududi yang bernama Sayyidah Ruqayyah, adalah putri bungsu dari
Mirza Qurban Ali Bik. Mirza adalah keturunan Turki dan berprofesi sebagai tentara,
di samping sebagai pujangga dan sastrawan.3
1 Sayyid artinya Tuan; nama gelar kehormatan atau sebutan kepada orang Arab keturunan
Nabi Muhammad saw. Lih. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta :Balai Pustaka, 1995). h. 885
2
Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990), h.6
3
15
Nama Maududi memang dikenal luas baik dikalangan orang-orang Islam
maupun kalangan orang-orang di luar Islam. Di antara mereka ada yang memuji dan
tidak sedikit pula yang mencibir keilmuan beliau. Guru pertama Maududi adalah
ayahnya sendiri yang pernah berprofesi sebagai pengacara yang taat beragama.
Ayahnya, Ahmad Hasan, sendiri pernah belajar di Universitas Aligarh,4 (Universitas
yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan Sayyid Ahmad Khan)5 tetapi hal itu
tidak berlangsung lama karena pola pendidikan di Universitas tersebut sangat
kebarat-baratan. Ketika dia menjalankan profesinya sebagai pegacara, dia sangat teliti
dalam memilih pelanggannya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan akhlak Islami dan hati nuraninya sehingga dia ditinggalkan oleh para
pelanggannya. Dengan demikian berhentilah dia dari profesi tersebut. Setelah itu
beliau hanya memusatkan pada pengajaran dan pendidikan anaknya. Maududi
memulai pendidikanya di rumah sampai tamat tingkat dasar. Setelah menyelesaikan
pendidikan dasar tersebut, dia melanjutkan studinya di madrasah Fauqaniyah yang
memadukan pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam tradisional. Dia
4 Aligarh adalah gerakan yang merupakan kelanjutan dari usaha pembaruan Sayyid Ahmad
16
dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikan pendidikannya tepat
pada waktunya dengan mendapatkan ijazah Maulawi6
Selanjutnya Maududi berkeinginan untuk memasuki perguruan tinggi, tetapi
keadaan ekonomi dan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk menyebabkannya
tidak bisa mewujudkan cita-citanya tersebut. Akhirnya Maududi ikut berpindah
bersama ayahnya ke Hyderabad, dimana dia dapat melajutkan pendidikannya di Dar
al-Ulum, di Deoband, suatu lembaga yang banyak mencetak ulama-ulama
kharismatik di India pada masa itu. Pendidikan Maududi hanya berlangsung selama
enam bulan karena harus merawat ayahnya yang akhirnya meninggal dunia.
Meskipun pendidikan formal Maududi terhenti, dia terus menerus belajar sendiri
untuk menambah ilmu. Hal ini bisa terjadi karena didukung oleh kemampuannya
dalam menguasai beberapa bahasa asing. Selain menguasai Urdu sebagai bahasa
Ibunya, Maududi juga memahami dengan baik bahasa Arab, Persia7 dan Inggris.
Dengan berbekal bahasa tersebut, dia mampu menerima pelajaran dan bimbingan dari
ulama-ulama yang berkompeten.8
Persia adalah bahasa yang digunakan oleh warga Iran. Merupakan bahasa dari etnis Persia dan merupakan etnis terbesar yang ada di Iran ( 63 % ), lihat : Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1986 ) cet ke-1, h.172
8
17
tulisan- tulisan kepada surat kabar setempat yang berbahasa Urdu. Pada usia tujuh
belas tahun, beliau menjadi redaktur harian Taj, Jabalpur dan kemudian redaktur
al-Jami'ah, Delhi , satu di antara surat kabar Muslim India abad ke 19-20 yang paling
populer. Tahun 1929, saat beliau berusia dua puluh enam tahun, beliau menerbitkan
karyanya yang cemerlang dan monumental, al-Jihad fi al-lslam (Perang Suci dalam
Islam). Buku ini belum pernah terdapat sebelumnya dalam literatur Islam dan tiada
bandingannya sekalipun dalam bahasa Arab. Belakangan Abu al-Ala al-Maududi
pindah dari Delhi ke Hyderabad (Deccan) dan pada tahun 1932 mulai menerbitkan
Tarjuman al-Qur'an jurnal bulanan yang dipersembahkan guna kebangkitan Islam.
Jurnal ini telah memelopori kebangkitan kembali kaum elit terpelajar India.9
Pada tahun 1937, Dr Muhammad lqbal10 menulis surat kepada Abu al-A'la al -
Maududi untuk pindah ke Punjab dan bekerja sama dengannya dalam karya riset
raksasa rekonstruksi dan kodifikasi yurisprudensi Islam. Korespondensi ini diikuti
dengan dua perternuan antara kedua tokoh tersebut. Akhirnya diputuskan babwa Abu
al-A’la al-Maududi harus pindah ke Punjab dan memimpin suatu lembaga riset Islam
Dar al-Islam. Abu al-A'la al-Maududi meninggalkan Hyderabad dan tinggal di
Punjab pada bulan Maret 1938. Akan tetapi takdir menentukan lain, Dr. Muhammad
9
Buku Tarjuman Al-Qur’an merupakan buku yang mendapatkan sambutan hangat dari kaum Muslim sekaligus menegaskan bahwa al-Maududi merupakan tokoh yang sangat dihormati karena keluhuran intelektualnya, Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.106
10
18
lqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir, dan meninggalkan tugas yang maha
berat yang seharusnya digarap bersama. Oleh karena itu Maududi terpaksa pindah
meninggalkan Punjab untuk kemudian pindah ke Lahore, dimana dia menjadi staf
pengajar pada Fakultas Ushuluddin di Islamiyah College tanpa bayaran.11
Setelah itu, tepatnya pada tahun 1948, Maududi pernah menyampaikan lima
buah ceramah lewat Radio Pakistan, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Islam
bukan hanya di Pakistan melainkan juga di seluruh dunia. Ceramah tersebut
mencakup lima bidang pokok dalam kehidupan umat Islam, yaitu bidang moral,
politik, sosial, ekonomi dan spiritual. Kelima ceramah tersebut kemudian diterbitkan
oleh Islamic Research Academy dalam bentuk buku yang diberjudul Islamic Way of
Life.12
Gerakan Renaisan adalah gerakan pembangunan dan pengembangan kembali keilmuan untuk menghadap masa depan. Lihat : Anton M. Moelyono dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1988 ) , cet ke-1, h. 741
14
19
Konstitusi Islam dan Jalan Kehidupan Islam, kemudian Beliau ditahan pada tanggal 4
Oktober 1948. Setelah dua puluh bulan dalam penjara, beliau dibebaskan pada bulan
Mei 1950. Sekali lagi, pada tahun 1953 beliau divonis mati dengan tuduhan menulis
selebaran gelap yang sebenarnya tidak terlarang. Vonis ini diremisi menjadi hukuman
seumur hidup, yang berarti kurungan ketat selama empat belas tahun. Tanggal 28
April 1955 dengan keputusan Mahkamah Agung beliau dilepaskan. Sekali lagi, pada
tanggal 6 Januari 1964 beliau ditahan untuk ketiga kalinya, ketika Jama’at al Islami
dilarang oleh Ayub Khan,15 tanggal 9 Oktober 1964, beliau dibebaskan oleh
Pengadilan Tinggi Punjab. Keempat kalinya, beliau ditahan pada tanggal 29 Januari
1967 karena menentang rezim Ayub Khan untuk merayakan Idul Fitri sebelum ru'yah
al-hilal. Akibat adanya petisi tertulis, pemerintah membebaskan Abu al-A'la al
Maududi setelah 2,5 bulan ditahan pada tanggal 15 Maret 1967.16
Abu al-A’la al-Maududi mulai menulis karyanya Tafhim al-Qur'an (Ke Arah
Pemahaman al-Quran) pada bulan Februari 1942. Ini merupakan karya paling
revolusioner dan mengejutkan di zaman itu. Buku ini diselesaikan enam jilid setelah
memakan waktu tiga puluh tahun empat bulan, tepatnya selesai pada tanggal 7 Juni
1972. Tafsir yang ditulis Maududi ini merupakan yang terbesar yang dipersiapkannya
selama tiga puluh tahun. Ciri-ciri utama tafsir ini adalalah menyajikan arti dan risalah
al-Qur'an dengan berbagai problema sehari-hari, baik secara individual maupun
15
Ayub Khan (w.1969 ) adalah Jenderal Angkatan Bersenjata Pakistan, menjadi kepala negara tahun 1958. John Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung : Mizan. 2001), h. 116
16
20
secara kolektif maupun sosial. Dia berusaha menjelaskan ayat-ayat Allah dalam
konteks pesan yang menyeluruh.
Pada tahun 1937, dia mulai betul-betul memperhatikan soal-soal politik. Mulai
tahun itu dia terlibat lebih mendalam dan langsung. Ketika itu, India telah mendekati
titik-titik kemerdekaan setelah kira-kira 150 tahun dikuasai oleb kerajaan Inggris.
Pada saat itu, pengaturan konstitusional masa depan India yang merdeka telah
menjadi perdebatan berbagai partai di India yang menentang Inggris. Dalam keadaan
seperti itu, Maududi menyadari akan bahaya besar yang akan mengancam eksistensi
kaum Muslimin.17
Menurutnya, umat Islam India dan umat-umat lain, terutama umat Hindu,
bukanlah bangsa yang sama. Dengan tegas dia menyatakan bahwa kaum Muslimin
memiliki identitas dan kebangsaan sendiri, yaitu Islam. Lebih jauh lagi dia
mengungkapkan bahwa kaum Muslimin bersatu bukan karena ikatan ras,18 geografis,
bahasa, kepentingan bersama, ekonomi atau budaya, melainkan karena komitmen
mereka untuk mengikuti kehendak Allah dalam kehidupan mereka. Maududi menolak
keras paham nasionalisme,19 karena sangat merugikan dan memojokkan Islam.
Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik suatu rumpun bangsa. Lihat : Anton M. Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 729
19
21
Maududi menolak faham demokrasi20 dan sekuler21 yang dinyatakannya sebagai
faham yang bertentangan dengan agama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk
tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim
yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam
perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India dan para pendukung
nasionalisme. Karena hal itulah, akhirnya Maududi memulai usaha pembaharuan
Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jama'at al-Islami di Lahore pada
bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir (pemimpin) sampai tahun 1972.22
Pada tanggal 28 Maret 1953, Maududi ditangkap dan dipenjarakan
sehubungan dengan tulisannya yang berjudul “The Qadiani Problems" Tulisan
Maududi ini bertujuan untuk mendukung tuntutan rakyat yang menginginkan agar
‘UtsmaniahdankekhalifahanMuslim.Lih.Ali Rahnema Para Perintis Zaman Baru Islam, (Bandung : Mizan, 1998), h.105
20
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang segenap rakyatnya diberikan kesempatan untuk turut serta dipemerintahan dengan perataraan wakilnya. Lihat : Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka ), h. 195., Adapun pernyataannya dengan faham demokrasi, dia melontarkan kritikan keras, karena menurutnya faham itu hanya akan menjadi tirani mayoritas. Jika kaum Muslimin menerima faham tersebut, mereka akan hancur dan kehilangan identitasnya.lihat CharlesJAdams,“Maududi dan NegaraIslam”, dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voiceof resurgent Islam, h. 115
21
22
orang-orang Qadiani harus diperlakukan sebagai kelompok minoritas, alias
non-Muslim dalam Konstitusi Pakistan, tetapi pemerintah tidak menerima tuntutan
tersebut bahkan Maududi dituduh oleh pemerintah sebagai penghasut. Berkaitan
dengan peristiwa itu, Maududi oleh pengadilan darurat dijatuhi hukuman mati ditiang
gantungan. Ketika mendengar vonis pengadilan itu, Maududi sedikit pun tidak
bergetar,bahkansebaliknyadiaberkata:“Jika ajal saya telah tiba, tak seorangpun
dapat mencegah saya darinya; dan jika ajal belum tiba, mereka tidak dapat
menggiring saya ke tiang gantungan meskipun mereka menggantung diri mereka
sendiri unluk menggantung saya".23 Karena desakan dan protes yang berdatangan
dari umat Islam baik dari dalam maupun luar negeri, akhirnya pemerintah terpaksa
mengubah keputusan dan menggantikannya dengan hukuman empat belas tahun
penjara.24
Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakan bebas oleh
Pengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah
dibatalkan.25 Meskipun sering dipenjara, perjuangannya tidak pernah terhenti demi
tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan.
Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai
kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Qur'an dan al -
Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Maududi selama enam puluh tahun
23
Lihat Al Maududi dalam Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.3
24
Maryam Jameelah, Biografi Abu al-A’la al-Maududi, Terjemahan Dedi Djamaluddin Malik, h. 27
25
23
berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat
beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York.
Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus
berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan
ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat
kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan
ajaran Islam.
B. Posisi Abu al-A’la al-Maududi Dalam Kancah Pemikiran Politik Islam
Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat memperhatikan terhadap doktrin
dan ajaran Islam, Maududi selalu berusaha untuk membangun paradigma
pemikirannya berdasarkan al-Qur'an dan al-Sunnah. Seperti kita ketahui bahwa Abu
al-A'la al Maududi termasuk ulama yang berpikiran fundamentalis, yang berpendapat
bahwa Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna.
Dalam hal ini Munawir Sadjali dalam analisisnya berpendapat bahwa terdapat
tiga aliran dalam umat Islam tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan.
Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam
pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan,
tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan
pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara.
24
1. Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Didalamnya
terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik.
Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya
kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu
atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat.
2. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani
adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar
Muhammad saw dan nempat al-Khulafa al-Rasyidin.
Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid
Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling vokal adalah Maulana Abu
alA’la al Maududi.
Aliran Kedua berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian
Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini
Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya,
dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia
dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur; dan Nabi tidak pernah dimaksudkan
untuk mendirikan dan mengepalai negara. Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini
antara lain Ali Abd Raziq dan Dr. Thaha Husein.
Aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang seba
lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Tetapi aliran ini juga
25
mengatur hubungan antara manusia dan Maha Penciptanya. Aliran ini berpendirian
bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat
tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Diantara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini
yang terhitung cukup menonjol adalah Dr, Mohammad Husein Haikal, seorang
pengarang Islam yng cukup terkenal dan penulis buku Hayatu Muhammad dan Fi
Manzil al-Wahyi26
Dari penjelasan di atas bisa kita ketahui bahwa dalam hal ini al-Maududi
termasuk pada tokoh yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang kaffah dan
Univarsal yang di dalamnya terdapat berbagai aspek aturan kehidupan termasuk
dalam hal ketatanegaraan.
Di negaranya, Maududi sering sejalan dengan pandangan ulama konservatif
hingga hal itu menimbulkan kesan seolah-olah dia adalah seorang konservatif. Beliau
sendiri menyatakan bahwa tidak ada ijtihad selain yang telah dijelaskan dalam nash
syari'ah. Maududi mengakui keabsahan metodologi hukum Islam yang dikembangkan
oleh para imam yang mendirikan madzhab. Maududi sering berbeda pendapat dengan
kaum modernis dalam setiap pemahamannya, meskipun kaum modernis menyerukan
untuk kembali kepada al-Qur'an dan al-Sunnah serta menganjurkan ijtihad.27
Sebagaimana pola pemikiran kaum fundamentalis yang lain, Maududi
berpaling kepada masa lampau sedang kaum modernis memandang ke masa depan.
26
Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1993), h. 1-2
27
26
Kedua kelompok itu mengklaim sebagai reformis atau pembaharu, tetapi
pembaharuan mereka berbeda. Kaum fundamentalis termasuk Maududi
mengusahakan agar Islam pada masa klasik dapat diterapkan kembali. Dengan
demikian,kelompokinilebihcocokdisebutsebagi“pemurni’”daripadapembaharu,
sedangkan yang merupakan pembaharu adalah kaum modernis.28 Jadi dalam hal ini
ini kita bisa mengambil gambaran bahwa posisi al-Maududi dalam dinamika politik
saat itu berada pada posisi ~atau bisa kita sebut sebagai tokoh~ Fundamentalis.
Akan tetapi terdapat pula perbedaan antara Maududi dengan pemikiran kaum
fundamentalis yang lain. Hal ini dikarenakan Maududi telah melakukan pembaharuan
dalam bidang kenegaraan. Di bidang ini, terdapat beberapa konsep Maududi yang
membedakannya dengan kaum konservatif maupun dengan kaum modernis. Misalnya
konsep kedaulatan Tuhan dalam negara Islam. Pemahaman ini memunculkan faham
theo-demokrasi, yaitu kekuasaan Tuhan berada ditangan umat Islam yang
melaksanakannya sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah. Dalam konsep khilafah,
Maududi berpendapat bahwa bukan hanya kepala negara yang menjadi khalifah,
melainkan semua orang baik laki-laki maupun perempuan.
C. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi
1. Risalah Intelektual Abu al-A’la al-Maududi
Sebagai seorang pemikir Islam yang sangat produktif dalam menghasilkan
karya-karya besar khususnya bagi pembaharuan dunia pemikiran Islam. Maududi
28
27
juga aktif dalam berbagai pergerakan yang merupakan manifestasi dari setiap buku
yang berhasil ia buat. Adapun buku-buku yang berhasil ia buat meliputi berbagai
disiplin ilmu, yaitu: tafsir, hadits, hukum, teologi, filsafat, sejarah dan berbagai
bidang ilmu lainnya.
Dalam mempelajari risalah pemikiran Maududi tidak bisa dihilangkan
khasanahsejarahpemikir‘JamaludinalAfghani’yangmenjaditokohutamayang
memancarkankan bias difergen pemikiran Islam. Beliau salah satu tokoh yang
menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai
problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah di abad
kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan
warisan Islam secara tidak kritis di satu pihak, dan peniruan membabi buta terhadap
Barat di lain pihak, Afghani menjadi perintis penafsiran ulang Islam, yang
menekankan kualitas yang diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan akal,
aktivisme politik, serta kekuatan Islam, Afghani mampu dan mempengaruhi kaum
Muslim, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh mereka yang hanya meminjam
gagasan Barat begitu saja. Karena seringnya dia melakukan perjalanan, khususnya
ketika berada di Mesir dan India, dua wilayah yang menjadi perintis pembaruan
Islam, maka tidak bisa dipungkiri juga bahwa Maududi pun terinspirasi oleh
pemikiran murni dan hegemonik dari Afghani.
Maududi tidak pernah mempelajari secara teknis dalam masalah ilmu-ilmu
28
menyandarkan perhatiannya kepada al-Qur'an dan Hadits yang shahih. Seperti halnya
para mujtahid yang lain, beliau menjadikan ijma (konvensi) dan qiyas (analogi)
kerangka awal dan pijakan berpikirnya.
Uraian-uraian diatas, dapat diketahui betapa besarnya peranan yang dimainkan
oleh Maududi, baik dalam percaturan sosial politik maupun dalam pembaharuan
pemikiran keagamaan baik dinegaranya maupun di dunia Islam pada umumnya. Hal ini
dapat kita lihat dengan karya-karya beliau baik melalui buku yang beliau tulis
sendiri atau hasil ceramahnya yang kemudian dipublikasikan oleh orang lain.
29 Hasan al-Banna (1906-1949 ) adalah pendiri Ikhwanul Muslimin di Mesir, lahir di
Mahmudi yah Iskandariyah, Mesir. Lihat : Jhon L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 234
30
Muhammad Natsir (1908-1993 ) adalah cendikiawan, penulis, dan politikus Islam. Seorang nasionalis yang keras dan idealis Muslim yang konsisten dengan ajaran Islam. Natsir berpendapat bahwa kembali kepada tradisi Islam klasik yang intelektual dan mengacu kepada kitab suci merupakan langkah kunci untuk modernisasi masyarakat Muslim. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h.276
31
AliSyari’ati(1933-1977 ) adalah seorang pemikir Islam sosial yang sangat penting abad 20. Lahir di desa Mazinan tepi gurun pasir Dasht-i-kavir, provinsi Khurasan bagian timur laut Iran. Lihat : John L Esposito, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, ( Bandung: Mizan, 2001 ), h. 294
32
29
2. Karya-karya Abu al-Ala al-Maududi
Selama mengarungi perjalanan intelektual, Al-Maududi membuat karya-karya
keilmuan hasil karya dari pemikirannya yang sangat mengagumkan banyak pemikir
dan kaum intelektual di dunia. Di antara karya-karya beliau yaitu :
1. Birth Control, Delhi, Markazy Maktaba Islami, 1980
2. Islamic Way of Life, Pakistan: Islamic Publishing 1987
3. Islam Today, Kuwait: Dar al-Qolam, 1968
4. Islam and Nationalism: an Analysies of the Views of Azad, Iqbal and Maududi,
Kuala Lumpur, 1994
5. Introduction to the Study of the Qur'an, Delhy: Markazy Maktabah Islami, tth
6. Toward Understanding Islam, Lahore: Islamic Foundation, 1966
7. Al-Riba, Jedah: Dar al-Suudiyah, 1987
8. The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publication, 1975
9. Unity of the Muslim Worl'd, Lahore: Islamic Publication 1967
10. Purdah and Status of Women in Islam, Delhy, Markazy maktabah Islami, 1995
11. A Short History of the Revivalism Movement in Islam, Lahore: Islamic
Publication, 19721
12. Usus al-Iqtishad Baina al-Islam wa al-Nuzum al-Mu'ashirah wa Manzilat al-
Iqtishad wa Haluha fi al-Islam, Lahore: Islamic Publication, 1971
13. Our Message, Lahore: Islamic Publication, 1988
BAB III
ANATOMI DAN KERANGKA PEMIKIRAN POLITIK
ABU AL-A’LA AL-MAUDUDI
A. Dasar Pemikiran Politik Abu al-A’la al-Maududi
Elemen dasar dari pola pikir Al Maududi adalah konsepnya tentang
ketauhidan yang sangat kental yang mendarah daging. Memang konsepsinya tentang
Tuhan inilah yang ia tekankan dan ia menganggap bahwa konsepsi itu merupakan
konsepsi tentang Tuhan yang genuine, sebagaimana diterangkan oleh semua Nabi dan
Rasul Allah. Pernyataan "tidak ada tuhan melainkan Allah",1 suatu pernyataan yang
tampaknya hanya mengakui dengan kukuh tentang keesaan sang Pencipta. Bagian
pertama dari syahadat itu bukan hanya menerangkan tentang keesaan Tuhan sebagai
Pencipta atau bahkan sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah, tetapi ia juga
menerangkan tentang tidak adanya sesuatu yang menyerupai Tuhan sebagai yang
Maha Kuasa, sebagai yang Maha Pengatur. Sebenarnya hanya Tuhanlah yang
mempunyai hak untuk memberikan perintah yang menuntut manusia untuk beribadat
dan berbakti dan menuntut ketaatan manusia secara total. Dalam hal ini Al-Maududi
merujuk pada ayat al Qur’an surat al Maidah ayat 1 sebagai berikut :
1
Masyarakatiniterbentukdarihasil‘kontrak’yangterjadiantaramanusiadanKhaliq-
nya.3
Gagasan tentang Tuhan ini sangat prinsipil dan menjadi otoritas pertama yang
menjadi dasar dalam mengarungi hidup di dunia. Semua prinsip, hukum, adat
kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori atau
ajaran yang tidak mengacu kepada petunjuk Tuhan diangggap sebagai menolak
kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Maha Esa
yang sebenarnya. Tunduk dan patuh kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup
manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan.4
Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia
diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya.
Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri
kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai
dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua
kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang
ditentukan oleh-Nya.
Petunjuk Tuhan itu meliputi pengetahuan, kebijaksanaan dan kemurahan
Allah yang tidak terbatas, maka prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam kehidupan
Islam adalah baik dan sehat dan juga tidak bisa dibandingkan ketinggiannya dengan
h.59
3 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),
4
33
sistem-sistem lain yang dibuat manusia. Pemikiran dan akal manusia mempunyai
kesanggupan yang besar dalam bidang-bidang tertentu, umpamanya dalam bidang
ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu oleh petunjuk Tuhan
sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip yang adil dan jujur
terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang
membawa kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Kadang-kadang hasil pengetahuan
dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedikitnya untuk bisa
menunjukkan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia.5
Karena alasan inilah, kerangka dasar pemikiran Maududi selalu diwarnai
dengan cara hidup Islami sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur’andanSunnah
karena lebih baik dan lebih sesuai untuk dapat membawa kepada kebahagiaan
manusia dan usaha untuk mencapai kebutuhannya apalagi keselamatannya di hari
kiamat, lebih daripada sistem-sistem kehidupan yang dibuat oleh manusia baik dulu
maupun sekarang.
B. Ijtihad Al-Maududi dalam Pemikiran Politik Islam
1. Konsep Theo-Demokrasi
Konsepsi Maududitentang negara Islam didasarkan atassyari’ah,yang
memberikan prinsip-prinsipdasarnya.Dalam perspektifsyari’ah,menurutMaududi, ada
empat prinsip yang mendasari negara Islam : mengakui kedaulatan Tuhan,
5
34
mengakui otoritas Nabi, mengakui status perwakilan Tuhan6, dan menggunakan
musyawarah bersama (mutual consultation). Dari titik pandang prinsip-prinsip ini,
kedaulatan yang sebenarnya hanyalah milik Tuhan. Negara hanya berfungsi sebagai
alat politik yang dengannya hukum-hukum Tuhan dijalankan, atau, meminjam
ungkapan Charles Adams, ia tak punya hak untuk membuat atau menegakkan hukum
atas namanya sendiri tapi bertindak sebagai agen dari pusatnya.7
Kalau begitu maka negara Islam yang dikonsepsikan Maududi adalah negara
teokratis. Namun demikian, karena ia juga menekankan prasyarat-prasyarat Islam
bagi musyawarah bersama (syura) di antara umat Islam dalam berbuat, maka negara ini
juga punya sifat demokratis. Bentuk negara demikian paling baik disebut,
sebagaimana disarankan oleh Maududi sendiri, adalah ”theo-demokrasi”8, yakni
“pemerintahan demokratisilahiah”dimanaumatIslam diberikedaulatan rakyat
terbatas di bawah ke-Maha Kuasa-an Tuhan. Dengan theo-demokrasi Maududi ingin
mengungkapkan suatu konsep antitesis atas demokrasi Barat sekuler yang
6
Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusia diberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Dalam kapasitasnya sebagai wakil Tuhan di bumi, ia juga harus mengikatkan diri kepada yang diwakili, yaitu Tuhan, untuk mengatur semua persoalan dunia ini sesuai dengan petunjuk-petunjuk Zat yang diwakili, dan untuk mempergunakan semua kekuatannya yang telah diberikan oleh Allah kepadanya dalam batas-batas yang ditentukan oleh-Nya. Lih Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157
7
Al Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Terjemahan Muhamad Al-Baqir dari judul aslinya “Al-Khilafah wa Al-Mulk”, (Bandung : Mizan ), h. 64
8
35
menurutnya didasarkan hanya pada kedaulatan rakyat, dan karena itu bertentangan
dengan Islam. Negara Islam bertumpu pada dua prinsip : kedaulatan (sovereignty)
Tuhan dan perwakilan (vicegerency) manusia.9
Dalam teorinya yang komprehensif tentang hakikat pemerintahan Islam,
Maududi juga membahas tujuan pemerintahan Islam ini dan juga sifat-sifat dasarnya.
Dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an,misalnya QS : 57:25;10 22:41,11 Maududi
menyatakan tujuan positif dari negara Islam, termasuk perlindungan umat manusia
dari eksploitasi atau tirani, menjamin kebebasan, dan membangun sistem seimbang
mengenai keadilan sosial. Negara Islam, menurut Maududi, bersifat universal dan
juga ideologis. Ia universal karena mencakup seluruh aspek kehidupan dan pada
hakikatnya bersifat totalitarian. Ia bersifat Ideologis dalam pengertian bahwa ia
didasarkan atas, atau bekerja demi ideologi tunggal : ideologi Islam (nidzam-aI-
Islami).12
9 M Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
2001), h. 142
10
Dalam Al-Quran Surat Al-Hadiid ayat 25 yang menekankan tentang prinsip keadilan, yakni sbb : Øö Ó?Þö áú ÇÈö Ó? Ç?äáÇ ã?æÞõ í?öá ?äÇ?ÒíöãúáÇ?æ È? ÇÊó ßö áú Ç ?ãå?Ú??ã Çóäáú Ò?úäóÃ?æ Êö Çóä?í?ÈúáÇÈö Çäó áóÓ?Ñ? Çóäáú Ó?Ñ?óà Ï?Þó áó yang artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Neraca ( keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
11 Surah Al-Hajj ayat 41 ini menekankan untuk selalu melakukan perbuatan yang baik agar
tercipta kondisi sistem sosial dan kemasyarakatan yang aman dan sejahtera. Ayat tersebut sebagai berikut : öÑæ?ãÃõúáÇ õÉ?ÈöÞÇ?Ú öå á?öáæ? öÑóßúä?ãúáÇ öäÚ? Çæ??å óä?æ öÝæ?Ñ?Ú?ãúáÇÈö Çæ?Ñ?ãóÃæ? óÉÇßó ?ÒáÇ Ç?æóÊÇ?Á?æ óÉÇóá?ÕáÇ Çæ?ãÇóÞóà öÖ?ÑóÃáúÇ íÝö ?ã?å Ç?ä?ß?ã ?äöÅ ?äíöÐ?áÇ yang artinya : (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya merekamendirikansembahyang,menunaikanzakat,menyuruhberbuatyangma’rufdanmencegah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
12
36
Dalam pandangan Maududi, ideologi Islam yang dirumuskan dari elaborasi
sistematik atas wahyu al-Qur’an,dirumuskandalam semangatpenyerahanpadake-
Esa-an dan kedaulatan Tuhan. Ia berfungsi sebagai acuan utama bagi sistem sosial,
ekonomi, politik dan budaya dari negara Islam. Karena menurut ideologi Islam,
kedaulatan dan hak untuk membuat hak hanya milik Tuhan. Maududi menjelaskan
bahwa legislasi hukum oleh lembaga-lembaga seperti badan legislatif dan konsultatif
dibatasiolehsyari’ah.Maududi melihat empat bentuk ijtihad dalam proses legislasi
yang dilakukan oleh badan konsultatif (ia menyebutnya MajlisSyura):ta’wil
(penafsiran), ijtihad (deduksi), qiyas (analogi), dan istihsan. Untuk membangun
pemerintahan yang berideologi Islam, Maududi melihat perlunya revolusi Islam. Ia
yakin bahwa tidak ada perjuangan untuk mendirikan negara Islam yang berhasil tanpa
revolusi, karena revolusi ini dapat menciptakan suatu kesadaran sosial dan iklim
moral yang sesuai dengan tuntutan ideologi Islam. Keberhasilan revolusi Islam,
menurutnya tergantung pada kondisi dan sikap moral tertentu pendukungnya. Ini
mencakup keyakinan pada ke-Esa-an dan ke-Maha Kuasa-an Tuhan, pemahaman
yang benar tentang Islam, kesamaan pandangan, kekuasaan hukum yang kuat, dan
pengorbanan secara menyeluruh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan yang
sifatnya individualistik. Revolusi Islam Maududi dapat di tempuh dengan jihad,
berjuang di jalan dan di dalam kehendak Tuhan. Ia menyatakan wajibnya jihad bagi
37
2. Khilafah‘Ala Minhaj al-Nubuwwah
Dalam Surat An Nur ayat 55 Allah swt berfirman :
38
Hal ini dilakukan untuk membina kehidupan manusia secara utuh menuju
berdirinya suatu masyarakat dan negara baru, yang disebutkan oleh Al-Maududi
sebagai“Khilafah‘ala Minhaj Al-Nubuwah”yaknikekhilafahanataspolake-Nabi-
an, yang menjadi pola ideal dari orde sosial politik, di mana umat muslim harus
berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian
dan kedisinian.
Pola Implementasi ini bermaksud mengadakan perubahan total menuju tatanan
Islam yangidealdalam koridor“khilafah‘ala minhaj al-Nubuwah”, maka dari itu
terdapat elemen-elemen yang dibutuhkan di antaranya adalah :
a. tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam
bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat pada waktunya. Ini
mengharuskan bahwa konsep-konsep Jahiliyah yang berkembang pada
suatu waktu tertentu harus dipelajari secara berhati-hati, dianalis dan
teliti. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa
sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain
yang disampaikan oleh ideologi yang dibuat oleh manusia yang palsu
menjadi jelas. Ini menuntut usaha intelektual yang keras, sehingga
implementasi teoretis dan praktis dari pandangan Islam tentang dunia
dengan jelas dapat dipahami, dan jalan hidup Islam dalam aneka
39
b. Rangkaian moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk
mengembangkan ciri Islam yang sebenarnya dan melibatkannya dalam
usaha untuk membawa reformasi dan pembinaan kembali. Kebiasaan
sosial, adat istiadat, pendidikan, lembaga sosio-ekonomi dan kekuatan
politik, semua itu harus berada dibawah usaha ini. Kehidupan sosial
harus dibebaskan dari pelbagai macam bid’ah yang bertentangan
dengan jiwa Islam, dan harus dibina kembali supaya sesuai dengan
Sunnah.
c. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al din. Ini berarti
bahwa cita, nilai dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam
konteks perubahan. Pengertian yang jelas tentang cita Islam dan skema
prioritas Islam, dan pembedaan yang teliti antara elemen-elemen yang
esensial dan insidental yang terdapat dalam kehidupan nyata dari umat
Muslim adalah soal yang sulit, yang harus dihadapi.13
3. Pandangan Tentang Negara Islam
Untuk mengetahui bagaimana pandangan politik dari Maududi tentang Negara
Islam ini, perlu dilihat kembali pada ottobiografinya dan tulisan- tulisannya di
antaranyayangberjudul“The Islamic Law and Constitution”yangberbicarasoal
politik. Dari tulisannya itu dapat diketahui bahwa eksposisi ideologisnya menangkap
h.256