• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELASI MAKNA DALAM TEKS MANTRA PENGASIH DI DESA MARIHAT MAYANG KABUPATEN SIMALUNGUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RELASI MAKNA DALAM TEKS MANTRA PENGASIH DI DESA MARIHAT MAYANG KABUPATEN SIMALUNGUN."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

RELASI MAKNA DALAM TEKS MANTRA PENGASIH

DI DESA MARIHAT MAYANG KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Oleh

NOVITA SARI

NIM 2122210007

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

Novita Sari. NIM 2122210007. Relasi Makna dalam Teks Mantra Pengasih di Desa Marihat Mayang Kabupaten Simalungun. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan, 2016.

Mantra Pengasih merupakan rapalan doa yang bertujuan memikat hati dan

mendatangkan belas kasih serta kepatuhan dari objek yang ditujukan. Penelitian

Mantra Pengasih ini dilakukan di Desa Marihat Mayang Kabupaten Simalungun.

Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 17 Mantra Pengasih dari 13

narasumber yang berbeda. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui

jenis-jenis Mantra Pengasih berdasarkan tujuannya, menggolongkan Mantra Pengasih

berdasarkan penggunanya, dan mengetahui relasi makna apa saja yang terdapat

pada Mantra Pengasih. Setelah dianalisis, diketahui bahwa jenis Mantra Pengasih

diantaranya ialah mantra welas asih, Mantra Pengasih untuk keselamatan, Mantra

Pengasih menambah kewibawaan, Mantra Pengasih untuk membuat orang patuh,

Mantra Pengasih untuk pelindung badan, dan Mantra Pengasih berjenis pelet.

Selain itu, pengguna Mantra Pengasih digolongkan atas tiga bagian, yaitu Mantra

Pengasih yang digunakan oleh perempuan, Mantra Pengasih yang digunakan

laki-laki, dan Mantra Pengasih yang digunakan oleh laki-laki dan perempuan.

Selanjutnya, relasi makna pada teks Mantra Pengasih mencakup sinonimi kata

asli, sinonimi kata serapan, pertentangan kenasabahan, pertentangan berbalasan,

pertentangan tempat, pertentangan jenjang, pertentangan khas, hiponimi Mantra

Pengasih, homonimi antarmorfem, homonimi antarkata, homonimi antarfrase, dan

polisemi.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya

sehingga Skripsi berjudul “Relasi Makna dalam Teks Mantra Pengasih di Desa

Marihat Mayang Kabupaten Simalungun” dapat diselesaikan dengan dengan baik.

Selama penyelesaikan Skripsi ini, banyak bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur yang

tidak terkira penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan.

(2) Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan.

(3) Dr. Wahyu Tri Atmojo, M.Hum., Wakil Dekan I Fakultas Bahasa dan

Seni Universitas Negeri Medan.

(4) Drs. Basyaruddin, M.Pd., Wakil Dekan II Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan.

(5) Dr. Marice, M.Hum., Wakil Dekan III Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan.

(6) Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

dan Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan

bimbingan Skripsi.

(7) Syairal Fahmy Dalimunthe, S.Sos., M.I.Kom., Sekretaris Jurusan Bahasa

dan Sastra Indonesia dan Dosen Pengarah II yang telah memberikan

(8)

iii

(8) Dr. Wisman Hadi, M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan

Dosen Pengarah I yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam

penulisan Skripsi selama ini.

(9) Prof. Dr. Tiur Asi Siburian, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik yang

telah memberikan bimbingan akademik selama ini.

(10) Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya melalui perkuliahan,

Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Staf Tata Usaha Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

(11) Kedua orang tua, Ayahanda Sukemi dan Ibunda Sariyem yang telah

membesarkan dan memberi dukungan berupa do’a, pendidikan moral,

materi, kasih sayang, dan semangat hidup. Serta saudara kandung, Nova

Yuni, Fenti Astuti, Isna Aprianti, Riki Hizbullah, Aziz Indra Winata, dan

seluruh keluarga besar.

(12) Sahabat-sahabat seperjuangan, terutama Nondik Sastra Indonesia

angkatan 2012 dan keluarga besar organisasi Gelitar yang telah banyak

memberikan dukungan dan semangat.

Skripsi ini mungkin terdapat kekurangan yang tidak disadari penulis, baik

dalam penulisan maupun dalam pembahasan. Oleh sebab itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga Skripsi ini memberi

manfaat dan ilmu pengetahuan baru bagi pembaca. Aamiin.

Medan, Juli 2016 Penulis,

(9)

iv

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Kerangka Teoretis ... 8

1. Folklor ... 8

2. Puisi Lisan ... 10

3. Mantra Sebagai Bagian dari Puisi Lisan ... 10

4. Definisi Mantra ... 11

5. Semantik ... 13

6. Relasi Makna ... 14

a. Sinomimi ... 14

b. Antonimi ... 17

1) Pertentangan Kenasabahan ... 18

2) Pertentangan Berbalasan ... 18

(10)

v BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 26

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

C. Populasi dan Sampel ... 27

1. Pengecekan Ulang Menggunakan Kamus ... 29

2. Mengklasifikasikan Data ... 30

3. Menganalisis Data ... 30

4. Menyimpulkan Hasil Penelitian ... 30

IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 31

1. Jenis-jenis Mantra Pengasih ... 31

a. Mantra Welas Asih ... 31

1) Mantra Welas Asih yang Ditujukan pada Manusia . 32 2) Mantra Welas Asih yang Ditujukan pada Semua Makhluk ... 34

b. Mantra Pengasihan dan Keselamatan ... 34

c. Mantra Pengasih untuk Menambah Wibawa ... 35

d. Mantra Pengasih untuk Membuat Orang Patuh ... 35

e. Mantra Pengasih Serta Pelindung Badan ... 36

f. Mantra Pengasih Berupa Pelet ... 37

1) Pelet untuk Memikat Hati Orang yang Dicintai ... 37

2) Pelet untuk Meluluhkan Hati Atasan / Pimpinan . 41 2. Klasifikasi Pengguna Mantra Pengasih ... 43

a. Pengguna Mantra Pengasih Laki-laki ... 43

b. Pengguna Mantra Pengasih Perempuan ... 45

c. Pengguna Mantra Pengasih Laki-laki dan Perempuan 47 B. Pembahasan Penelitian ... 53

1. Sinonimi Mantra Pengasih ... 53

a. Sinonimi Kata Asli ... 53

b. Sinonimi Kata Serapan ... 57

2. Antonimi Mantra Pengasih ... 60

a. Pertentangan Kenasabahan ... 60

b. Pertentangan Berbalasan ... 68

(11)

vi

c. Homonimi Antarfrase ... 84 5. Polisemi Mantra Pengasih ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Penelitian Lapangan ... 100

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian ... 114

Lampiran 3 Surat Balasan Izin Penelitian ... 115

Lampiran 4 Lembar Revisi Skripsi ... 116

(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu ragam kebudayaan di Indonesia yang dapat menunjukan identitas

budaya pemiliknya ialah folklor. Menurut Danandjaja (1984:2), folklor didefinisi-

kan sebagai berikut:

Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisi-onal dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun yang di-sertai gerak isyarat alat bantu pengingat (mnemonic device).

Jadi, dapat dipahami bahwa folklor merupakan suatu kebudayaan di masyarakat

yang diwariskan secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi dalam versi yang

berbeda dan diwariskan dalam bentuk lisan maupun menggunakan gerak isyarat

sebagai alat bantu ingat.

Selanjutnya, Brunvand ( dalam Danandjaja, 1984:21 ) menggolongkan

folk-lor ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu “folklor lisan, sebagian

lisan, dan bukan lisan.” Penelitian ini hanya difokuskan pada folklor lisan yang

murni berbentuk lisan. Folklor lisan di Indonesia berfungsi mengungkapkan

kepada kita baik secara sadar atau tidak sadar menjadi masyarakat yang berpikir

dan mengabadikan apa yang dirasa penting oleh masyarakat tersebut sehingga

dapat mengetahui norma-norma hidup orang pada masa itu, serta mengetahui

dinamika sosialnya.

Folklor lisan diantaranya ialah puisi lisan. Menurut Saputra (2007:84),

“puisi lisan adalah salah satu ragam sastra lisan yang didominasi oleh unsur

ekspresi pikiran atau perasaan.” Puisi lisan sering disebut dengan istilah sajak atau

(14)

2

puisi rakyat. Puisi rakyat dapat berbentuk ungkapan tradisional (peribahasa),

per-tanyaan tradisional (teka-teki), cerita rakyat, dan kepercayaan rakyat yang berupa

mantra ( Danandjaja, 1984:46 ). Kepercayaan rakyat berupa

mantra-mantra inilah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Awalnya, banyak kajian tentang puisi lisan yang tidak menyentuh mantra

sebagai objek karena ada kesan yang mengandaikan bahwa mantra bukan

merupa-kan puisi. Tetapi setelah diteliti lebih lanjut, banyak pakar yang menyatamerupa-kan

bahwa mantra memiliki ciri umum yang menyerupai puisi, sehingga

keberadaan-nya diakui sebagai bagian dari puisi lisan. Sejalan dengan pendapat Saputra

(2007:93) yang menyatakan bahwa “mantra yang notabene merupakan model doa

kesukuan adalah salah satu ekspresi kelisanan yang dari struktur tekstualnya

di-kategorikan sebagai puisi lisan.”

Merujuk pada definisinya, mantra merupakan jenis puisi tua yang perkataan

atau ucapannya dapat mendatangkan kekuatan gaib (berbentuk tulisan hanya

karena ada yang mentranskripsinya). Selain itu, susunan katanya berunsur puisi

yang dianggap mengandung kekuatan gaib ketika diucapkan oleh dukun atau

pawang. Tradisi bermantra digunakan dan diwariskan terutama pada masyarakat

yang bernuansa tribal.

Pembacaan mantra tidak selalu dilakukan oleh para dukun atau ketua adat.

Terdapat beberapa mantra yang dapat dimanfaatkan oleh orang awam.

Mantra-mantra semacam itu biasanya Mantra-mantra yang ringan risikonya dan dapat

dimanfaat-kan dalam kehidupan sehari-hari, seperti Mantra Pengasih. Mantra ini memiliki

(15)

3

negatif. Pembacaan mantra ini didasarkan pada niat baik dan tulus. Selain itu,

Mantra Pengasih berfungsi sebagai upaya untuk menjalin hubungan harmonis

yang bernuansa kasih sayang, baik terhadap sesama makhluk hidup maupun

antar-manusia dalam berbagai ragam status sosial dan ekonomi ( Saputra, 2007:324 ).

Mantra Pengasih banyak hidup dan dimanfaatkan oleh orang-orang desa di

Marihat Mayang Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun. Selain itu,

dalam kehidupan sehari-harinya masih memanfaatkan Mantra Pengasih.

Pemilih-an desa ini dilakukPemilih-an dengPemilih-an pertimbPemilih-angPemilih-an bahwa masyarakat di desa tersebut

memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan desa lain dalam

me-manfaatkan mantra di kehidupan sehari-hari.

Penelitian ini tidak dihubungkan pada sosial budaya masyarakatnya,

melain-kan pada Mantra Pengasih itu sendiri. Dalam teks mantra terdapat keunimelain-kan

bahasa, seperti bahasa Jawa Ngoko yang bercampur dengan bahasa Jawa Krama

Madya dan bahasa Indonesia. Selain itu, pelafalan masyarakat dalam pembacaan

mantra sedikit berbeda ketika ditranskripsi sehingga membuat peneliti

meng-alami kesulitan dalam menerjemahkan teks mantra tersebut.

Pada pengelompokan Mantra Pengasih, terdiri dari beberapa macam mantra

yang digunakan oleh perempuan dan laki-laki. Pengelompokan ini membutuhkan

kecermatan dan ketelitian yang membutuhkan seorang ahli atau penutur asli

bahasa Jawa. Dengan demikian, mantra tersebut dapat diklasifikasikan

pengguna-nya laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini menggunakan teori relasi makna untuk menganalisis Mantra

(16)

4

sinonimi, antonimi, hiponimi, meronimi, dan kolokasi. Selain itu, Keraf membagi

relasi makna menjadi lima bagian, yaitu: sinonimi, antonimi, hiponimi, homonimi,

dan polisemi. Sedangkan, Chaer menggolongkan relasi makna menjadi tujuh

bagian, yaitu: sinonimi, antonimi, hiponimi, homonimi, polisemi, ambiguitas, dan

redundansi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa relasi makna dibagi menjadi delapan

bagian, yaitu: ambiguitas, sinonimi, antonimi, hiponimi, homonimi, polisemi,

meronimi, redundansi, dan kolokasi.

Sebelumnya, penelitian tentang mantra pernah dilakukan oleh Heru S.P.

Saputra. Ini ditulis dalam bukunya yang berjudul “Memuja Mantra: Sabuk Mangir

dan Jaran Goyang Masyarakat Suku Using Banyuwang” yang diterbitkan pada

tahun 2007. Dalam bukunya, Saputra membahas mantra-mantra masyarakat suku

Using Banyuwangi. Selain itu, dalam buku tersebut dijelaskan seluk-beluk mantra

Using dan analisisnya dalam segi struktur bahasa mantra.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Fajri Usman dalam jurnalnya yang

berjudul “Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional Minangkabau (Analisis

Linguistik Kebudayaan)” pada tahun 2009. Penelitian ini mengungkapkan aspek

-aspek bahasa yang difokuskan pada kohesi leksikal seperti sinonimi, antonimi,

hiponimi, homonimi, polisemi, dan kolokasi dalam teks Tawa Pengobatan

Tradisional Minangkabau. Kedua penelitian ahli tersebut dapat menjadi referensi

yang baik untuk penelitian ini.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif

ter-hadap perkembangan kajian sastra lisan di Indonesia. Menjadi rujukan bagi

(17)

5

Pengasih. Selain itu, sebagai arsip sehingga Mantra Pengasih tetap bertahan dan

tidak hilang ditelan zaman.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang terdapat pada latar belakang di atas ialah :

(1) terdapat keunikan bahasa dalam Mantra Pengasih sehingga perlu untuk

dikaji,

(2) Mantra Pengasih memiliki kesulitan dalam menerjemahkannya,

(3) Mantra Pengasih terdiri dari beberapa mantra yang digolongkan

pengguna-nya seperti perempuan dan laki-laki sehingga mengalami kesulitan dalam

mengelompokkan mantra tersebut,

(4) dalam Mantra Pengasih terdapat relasi makna, seperti: ambiguitas,

sinonimi, antonimi, hiponimi, homonimi, polisemi, meronimi, redundansi,

dan kolokasi sehingga perlu dianalisis.

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini ialah macam-macam Mantra Pengasih

yang digunakan untuk laki-laki dan perempuan, dan relasi makna dalam Mantra

(18)

6

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah di atas, rumusan masalah yang ingin diteliti

ialah sebagai berikut :

(1) apa saja Mantra Pengasih yang terdapat di Desa Marihat Mayang

Kabupaten Simalungun?

(2) bagaimana relasi makna dalam teks Mantra Pengasih?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dibagi menjadi

dua, yaitu tujuan penelitian secara umum dan tujuan penelitian secara khusus.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :

(1) mengetahui apa saja Mantra Pengasih di Desa Marihat Mayang

Kabupaten Simalungun,

(2) mengetahui bagaimana relasi makna yang terdapat dalam Mantra

Pengasih.

Secara Khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

(1) mengetahui Mantra Pengasih yang digunakan oleh perempuan di Desa

Marihat Mayang,

(2) mengetahui Mantra Pengasih yang digunakan oleh laki-laki di Desa

Marihat Mayang,

(3) mengetahui sinonimi yang terdapat dalam Mantra Pengasih,

(4) mengetahui antonimi yang terdapat dalam Mantra Pengasih,

(19)

7

(6) mengetahui homonimi yang terdapat dalam Mantra Pengasih,

(7) mengetahui polisemi yang terdapat dalam Mantra Pengasih.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

Hasil penelitian ini memberi konstribusi yang positif terhadap

per-kembangan folklor lisan di Indonesia, yaitu adanya mantra-mantra yang disebut

Mantra Pengasih di Desa Marihat Mayang Kabupaten Simalungun dan relasi

makna yang terdapat di dalamnya.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut,

a. bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberi kepuasan dan kebahagiaan

tersendiri bagi peneliti, mengingat usaha dan kerja keras yang dilakukan

untuk mencapai tujuan penelitian ini.

b. bagi masyarakat pengguna Mantra Pengasih

Hasil penelitian ini sebagai arsip bagi masyarakat pengguna mantra

sehingga Mantra Pengasih tetap bertahan dan tidak hilang ditelan zaman.

c. bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi yang positif dan

menjadi bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelian

(20)

89

A. Kesimpulan

Mantra Pengasih merupakan rapalan doa yang bertujuan memikat hati dan

mendatangkan belas kasih serta kepatuhan objek yang ditujukan. Penelitian

Mantra Pengasih ini dilakukan di Desa Marihat Mayang Kabupaten Simalungun.

Selama waktu penelitian yang dilakukan, data yang berhasil dikumpulkan ialah

sebanyak 17 Mantra Pengasih dari 13 narasumber yang berbeda.

Jenis Mantra Pengasih terbagi berdasarkan tujuannya. Diantaranya ialah

(1) mantra welas asih yang ditujukan kepada manusia seperti data 1, data 7, dan

data 13. Mantra welas asih yang ditujukan kepada semua makhluk yang ada di

bumi, baik manusia, hewan, tumbuhan, jin, setan, dan sebagainya seperti data 10.

(2) Mantra Pengasih yang bertujuan untuk mendatangkan belas kasih serta

keselamatan lahir batin seperti pada data 2. (3) Mantra Pengasih yang bertujuan

menambah kewibawaan seperti data 3. (4) Mantra Pengasih yang bertujuan

membuat orang tunduk dan patuh seperti yang terdapat dalam teks data 4 dan data

6. Data 4 ditujukan hanya pada satu orang saja yang ketika itu sedang berjabat

tangan dengan si pembaca mantra, sedangkan data 6 ditujukan pada semua

manusia yang dijumpainya tanpa harus bersentuhan fisik. (5) Mantra Pengasih

serta pelindung badan bertujuan selain mendatangkan belas kasih dari manusia,

dan makhluk halus, juga sebagai pelindung badan bagi si pembaca mantra, seperti

data 5. (6) Mantra Pengasih berjenis pelet.

Mantra Pengasih berjenis pelet biasanya memiliki dampak yang negatif

dan besar risikonya karena bisa membuat orang yang dituju tergila-gila. BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

(21)

90

Tujuannya yaitu untuk memikat hati orang yang dicintai dan untuk meluluhkan

hati atasan / pimpinan. Mantra Pelet yang digunakan untuk memikat hati orang

yang dicintainya sehingga menjadi tunduk takhluk diantaranya ialah data 8 mantra

pemikat laki-laki, data 9 mantra pemikat hati lawan jenis sehingga tergila-gila

melalui makhluk halus yang telah diperintah, data 12, 14, 16, dan 17 mantra

pemikat tanpa perantara, dan data 15 merupakan mantra pelet yang digunakan

ketika berjabat tangan dengan orang yang disukai sehingga orang tersebut menjadi

tunduk serta mencintainya. Selanjutnya, Pelet untuk meluluhkan hati atasan /

pimpinan ini bertujuan untuk membuat pimpinan menaikkan jabatan dan menjadi

sepemikiran dengan pembaca sehingga rejeki datang berlimpah ruah.

Selain itu, Mantra Pengasih diklasifikasikan berdasarkan penggunanya

yaitu Mantra Pengasih yang penggunanya dikhususkan laki-laki saja, Mantra

Pengasih yang penggunanya dikhususkan perempuan saja, dan Mantra Pengasih

yang bisa digunaan oleh laki-laki dan perempuan. Pengguna Mantra Pengasih

yang dikhususkan pembacanya seorang laki-laki ialah data 3 dan data 5. Data 3

menunjukkan bahwa sosok yang ingin diserupai oleh si pembaca mantra adalah

beberapa Nabi yang memiliki kelebihannya masing-masing seperti ketegasan,

kepandaian berbicara, ketampanan, dan sifat yang mulianya sehingga membuat

pembaca mantra lebih berwibawa dihadapan oranng banyak. Selanjutnya, data 5

merupakan mantra pengasih yang bertujuan selain untuk pengasihan, juga sebagai

pelindung yang digunakan ketika berada diperantauan.

Pengguna mantra pengasih yang dikhususnya kepada perempuan terdapat

(22)

91

yang bisa kukuasai’ menandakan bahwa mantra ini ditujukan untuk memikat hati

laki-laki. Data 9, 12 dan 13, digunakan oleh kaum perempuan karena tertera di

dalam teks (9-15), (12-6), dan (13-7) terdapat kata jabang bayi (jabang bayi) yang

menunjukkan bahwa objek tersebut adalah seorang laki-laki. Apa bila si objek

seorang perempuan, maka istilah tersebut diganti dengan jebeng beyi. Istilah

jebeng beyi terkait dengan penyebutan orang using terhadap anak perempuan

yaitu jebeng, sedangkan anak laki-laki adalah thole.

Mantra Pengasih yang digunakan perempuan maupun laki-laki tertera pada

kata ‘si polan’ dalam mantra dan diganti penyebutannya dengan nama orang yang

dituju. Mantra-mantra tersebut diantaranya ialah data 1, data 2, data 4, data 6, data

7, data 10, data 11, data 14, data 15, data 16, dan data 17. Tidak ada batasan

pengguna pada mantra-mantra tersebut.

Sementara itu, terdapat beberapa relasi makna dalam Mantra Pengasih.

Diantaranya ialah sinonimi, antonimi, hiponimi, homonimi, dan polisemi.

Sinonimi terbagi berdasarkan kata asli dan kata serapan. Sinonimi kata asli dalam

teks mantra merupakan kata-kata yang isi teksnya asli bahasa jawa tanpa adanya

campuran dari bahasa lain. Seperti data 2, frase rahayu slamet ‘selamat’ memiliki

hubungan bentuk bahasa yang mirip dengan kaliso sambèkala ‘bebas dari

malapetaka’, terbebas dari marabahaya, atau terhindar dari bahaya. Sedangkan,

sinonimi kata serapan sering terjadi hubungan antarbahasa serumpun dengan yang

tidak serumpun sehingga menimbulkan serapan kata yang bermakna, seperti data

1, kata tak dalam bahasa jawa berarti ‘aku/ku’ sebagai penunjuk diri yang

(23)

92

memiliki hubungan penunjuk diri sebagai ‘pelaku’ dalam bahasa jawa dan

penunjuk diri sebagai ‘sesuatu yang diarahkan atau ditujukan kepada pembaca’

dalam bahasa Indonesia.

Antonimi pada Mantra Pengasih dibagi menjadi lima bagian, yaitu

pertentangan kenasabahan, pertentangan berbalasan, pertentangan tempat,

pertentangan jenjang, dan pertentangan khas. Antonimi kenasabahan adalah

pertentangan yang menunjukkan hubungan kekeluargaan, ketugasan, atau

keorganisasian. Misalnya pada data 1, kata Panji, Semar, dan Aku merupakan

pertentangan kenasabahan untuk menjalin suatu kerjasama antara yang

memerintah (aku) dan yang diperintah (Panji dan Semar) untuk mendatangkan

belas kasih seluruh manusia. Panji dan Semar dalam mantra welas asih ini sebagai

makhluk halus yang ditugaskan menjaga badan dari sisi kiri dan kanan si pembaca

dan bertugas untuk mendatangkan kasih sayang.

Pertentangan berbalasan merupakan balasan atau balikan sebagai

pelengkap makna jika dikehendaki sesuai dengan konteks. Pertentangan

berbalasan pada data 5 terletak di sedina lan wengine ‘sehari dan malamnya’.

Pertentangan ini merupakan berbalasan antara ‘siang’ dimulai dari terbitnya

matahari hingga tenggelam dan ‘malam’ dimulai dari terbenamnya matahari

hingga terbitnya matahari.

Antonimi tipe pertentangan tempat menunjukkan arah yang bertentangan

atau letaknya berhadapan. Misalnya data 1, pertentangan tempat antara kata nang

(24)

93

menjaga badan yang disebut Panji dan Semar. Ini berfungsi untuk mendatangkan

kasih sayang serta perlindungan kepada pembaca.

Antonimi tipe pertentangan jenjang mencakup pertentangan dalam jenjang

kepangkatan, tahun, bulan, dan hari. Pada data 2, 5, 6, dan 7 memiliki persamaan

dalam hal pertentangan jenjang. Morfem e ‘Nya’, kata sira ‘Engkau’, illa (dalam

bahasa Arab berarti Allah), dan Allah bertentangan jenjang dengan awakku

‘diriku’, isun ‘saya’, dan aku yang ditujukan pada pembaca. Keseluruhannya

memiliki hubungan antara sang pencipta dan hamba / pengikut.

Antonimi khas adalah antonimi yang muncul secara morfologis dan

mempunyai makna yang berbeda walaupun bentuk dasarnya sama. Misalnya data

9, kata tangi ‘bangun’ yang merupakan aktivitas yang dikerjakan dengan sendiri

dengan kata tangina ‘bangunkan’ yang merupakan kegiatan yang dibantu atau

dilakukan orang lain. Sama halnya dengan kata ngadeg – adegna ‘berdiri –

berdirikan’, mlaku – lakokna ‘jalan – jalankan’, dan mandheg – mandhegna

‘berhenti –berhentikan’.

Hiponimi Mantra Pengasih merupakan relasi makna yang berkaitan antara

makna spesifik dengan makna genetik atau makna khusus ke makna umum pada

teks mantra. Misalnya pada data 1, memiliki dua hiponimi diantaranya ialah :

pertama, data (1-3, 4, 5, 6, 7) merupakan bagian spesifik dari data (1-2) yaitu

bringin kuning ‘pohon beringin kuning’. Frase bringin kuning diartikan sebagai

pohon beringin berwarna kuning yang merupakan simbol keyakinan yang kokoh

dan bersinar (suci). Penjabaran pada kalimat berikutnya merupakan bagian-bagian

(25)

94

Nabi kepada Tuhannya’, godhonge wali ‘daunnya meneduhkan selayaknya wali

yang amanah’, langite lintang ‘langitnya bercahaya seperti bintang’, kembange

rembulan ‘bunganya seindah bulan, dan uwohe srengenge ‘buahnya sebesar

matahari’. Kelima baris tersebut merupakan anggota kelompok dari pohon

beringin. Kedua, Panji dan Semar dalam data (1-9) dan (1-10) di atasmerupakan

kelompok dari nama-nama makhluk gaib dalam cerita sastra nusantara lama di

Jawa, fungsinya sebagai pelindung yang mendatangkan kasih sayang pada

pengguna mantra. Panji dan Semar merupakan tokoh penting. Panji adalah tokoh

pahlawan yang dipercaya mampu mengatasi segala rintangan, sedangkan Semar

dalam filosofi Jawa disebut dengan Badranaya yang artinya mengemban sifat

membangun dan melaksanakan perintah demi kesejahteraan manusia. Kedua

tokoh ini dipercaya dapat mendatangkan kekuatan gaib dan dipandang keramat.

Dalam Mantra Pengasih ini, Panji dan Semar memiliki makna yang sama yaitu

sebagai penjaga dan pelindung serta dapat mendatangkan kasih sayang.

Homonimi adalah relasi makna antarkata yang tulisan atau lafalannya

sama tetapi maknanya berbeda. Homonimi Mantra Pengasih terbagi menjadi tiga

bagian, yaitu homonimi antarmorfem, homonimi antarkata, dan homonimi

antarfrase. Homonimi antarmorfem merupakan antara sebuah morfem terikat

dengan morfem terikat lainnya seperti data 1 mantra welas asih, data (1-2) e ‘nya’

pada frase jerone batin ‘dalamnya hati’ memiliki makna lubuk hati yang paling

dalam. Sedangkan e ‘nya’ pada data (1-3, 4, 5, 6, 7) ditujukan pada bringin kuning

‘pohon beringin kuning’. Keduanya memiliki penyebutan dan penulisan yang

(26)

95

terdapat data (5-1) kata bumi yang maknanya ‘planet tempat manusia dan

makhluk lainnya hidup dan menetap’, sedangkan (5-3) kata bumi dalam artian

sebagai ‘tanah’ yang merupakan bagian dari anasir. Keduanya memiliki

pengucapan dan penulisan yang sama tetapi memiliki makna yang berbeda atau

homonim. Selanjutnya, homonimi Antarfrase pada data (5-3, 4, 5) sing metu

‘yang keluar’ berhomonim dengan frase data (5-3, 4, 5) sing metu ‘adalah’ atau

‘identik dengan’.

Polisemi merupakan keanekaan makna yang dimiliki oleh satu bentuk

yang disebabkan oleh tafsiran yang berbeda. misalnya data 6, dalam kamus Jawa

cahya diartikan sebagai cahaya. Ketika kata cahya dimasukkan dalam sebuah

kalimat seperti di dalam data 6 di atas, kata cahaya memiliki tiga makna yang

berbeda. Seperti, cahya mulya isun yang maknanya ‘aura kemuliaanku’, kata

cahaya dalam frase tersebut berubah menjadi ‘aura’. Selanjutnya, cahyane wong

sejakat yang maknanya ‘seluruh manusia sedunia’, kata cahaya dalam frase

tersebut melebur menjadi satu dengan kata disampingnya. Sedangkan pada

kalimat cahyane wong sejakat ‘cahayanya manusia sedunia’ tetap diartikan

sebagai ‘cahaya’.

Dengan demikian, telah diketahui jenis-jenis Mantra Pengasih apa saja

yang ada di Desa Marihat Mayang berdasarkan tujuan mantra tersebut. Begitu

pula dengan relasi makna dalam teks Mantra Pengasihnya. Dengan dilakukannya

penelitian ini, dapat menjadi arsip yang berharga bagi dan menambah

(27)

96

B. Saran

Minimnya buku referensi dan jurnal yang dimiliki peneliti menjadi

hambatan yang cukup serius dalam menyelesaikan penelitian ini. Beberapa

analisis data yang peneliti lakukan menjadi kurang maksimal. Jadi, akan lebih

baik bila dilakukan penelitian lanjutan sehingga puisi lama ini menjadi ilmu

pengetahuan baru yang menguntungkan di bidang sastra Indonesia terutama

(28)

97

Al Kamil, H. Syarif. 2015. Kamus Al Kamil Arab Indonesia Dilengkapi dengan Cara Membaca. Tanpa tempat terbit : Kiswatin Publishing.

Alwi, Hasan. dkk. 2013. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi ketiga).

Jakarta: Balai Pustaka.

Arif, Syamsul. 1987. Tipe Kalimat Bahasa Jawa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

__________ . 2014. Penulisan Laporan Ilmiah. Medan: Universitas Negeri Medan.

Astika, I Made dan I Nyoman Yasa. 2014. Sastra Lisan : Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. 2009. Semantik Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: PT Grafiti Pers.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi Keempat). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Djajasudarma, T Fatimah. 1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: ERESCO.

Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor : Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta : Media Pressindo.

_________________. 2013. Metodologi Penelitian Sastra : Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta : Center for Academic Publishing Service.

Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra : Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta: PT. Aksarra Sinergi Media.

DAFTAR PUSTAKA

(29)

98

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa (Cetakan keduapuluh). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Leech, Geoffrey. 1997. Semantik. Penerjemah Paina Partana. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Mangunsuwito. 2013. Kamus Bahasa Jawa Jawa-Indonesia. Bandung : CV. Yrama Widya.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal (Edisi Kedua). Jakarta : Rineka Cipta.

Poedjosoedarmo, Gloria. dkk. 1981. Beberapa Masalah Sintaksis Bahasa Jawa.

Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______________________ . 1981. Sistem Perulangan dalam Bahasa Jawa.

Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pudentia MPSS. 2015. Metodologi Kajian Tradisi Lisan (Edisi Revisi). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Ramlan, M. 2005. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis (Cetakan kesembilan).

Yogyakarta: C.V. Karyono.

Redaksi Lima Adi Sekawan. 2007. EYD Plus. Jakarta : Limas.

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rosidi, Ajip. 1995. Sastra dan Budaya Kedaerahan dalam Keindonesiaan.

Jakarta: Pustaka Jaya.

Samarin, William J. 1988. Field Linguistics: A Guide to Linguistic Field Work.

Penerjemah J.S. Badudu. New York : Hold, Rinehart and Winston.

Saputra, Heru S.P. 2007. Memuja Mantra: Sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat Suku Using Banyuwangi. Yogyakarta: LKiS.

Silalahi, James. 2013. Morfologi Bahasa Indonesia. Medan: Universitas Negeri Medan.

Soedjito, dkk. 1986. Pemakaian Bahasa Jawa di Pesisir Utara Jawa Timur Bagian Sempit. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(30)

99

Sudaryanto. 1989. Pemanfaatan Potensi Bahasa ; Kumpulan Karangan sekitar dan tentang Satuan Lingual Bahasa Jawa yang Berdaya Sentuh Inderawi.

Yogyakarta : Kanisius.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Taum, Yapi Yoseph. 2015. “Sastra Lisan Nololo Masyarakat Fataluka di Timor Timur : Terbitan Teks, Analisis Struktur dan Fungsi”. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

Uhlenbeck, E.M. 1978. Studiens in Javanese Morphology. Penerjemah Soenarjati Djajanegara. Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV).

Ullmann, Stephen. 1977. Semantics, An Introduction to the Science of Meaning.

Diadaptasi oleh Sumarsono. Oxford: Basil Blachwell.

Umry, Shafwan Hadi dan Winarti. 2011. Sastra Mandiri (Telaah Puisi). Medan: Format Publishing.

Usman, Fajri. 2005. “Metafora dalam Mantra Minangkabau: Sebuah Kajian

Semantik”. Linguistika. Vol.II.

___________. 2009. “Bentuk Lingual Tawa Pengobatan Tradisional

Minangkabau (Analisis Linguistik Kebudayaan)”. Jurnal Ilmiah Bahasa

dan Sastra. Universitas Andalas. Vol.V(1).

Referensi

Dokumen terkait

Setelah menjalani latihan mindfulness sekian lama, kedua subjek memiliki makna pribadi terkait mindfulness dalam kehidupan mereka dan memahami konsep mindfulness

Judul Skripsi : Pengaruh Pelatihan Kerja, Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan (Studi Pada Karyawan Bagian Produksi PT.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan

1) Dapat menambah wawasan mengenai strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dan

Metode Multisensori Yaitu memaksimalkan kemampuan visual (kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik (kesadaran pada gerak), serta taktil

yang memberikan laporan atau kesaksian mengenai suatu dugaan tindak pidana kepada aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana. Siapa pun pada akhirnya dapat

Dengan demikian, dalam menerapkan praktik-praktik manajemen sumber daya manusia strategik pada industri kecil kerajinan ukiran kayu yang ada di Kabupaten Gianyar, apakah

dikutip dari 14 Walaupun penelitian tersebut menilai hubungan musim dan faktor pencetus eksaserbasi PPOK, tetapi hasil penelitian tersebut sangat menarik karena