• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TA 2012-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TA 2012-2013"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA

TAHUN AJARAN 2012-2013

Oleh BERLINA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan Konseling Jurusan Iilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI

DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE

BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TA 2012-2013

Oleh Berlina

Masalah dalam penelitian ini adalah siswa mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan guru. Permasalahannya “Apakah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013?”. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

Metode yang digunakan dalam penelitian quasi eksperimen desain one-group pretest-posttest. Subjek penelitian enam orang siswa kelas XI yang mengalami kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru mengalami penurunan setelah pemberian treatment. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai P (presentase peningkatan) sebesar -51%, yang artinya tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menurun sebesar 51%.

Kesimpulan dari penelitian, penggunaan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. Saran yang diberikan: (1) Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru hendaknya mengikuti layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi. (2) Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. (3) Bagi peneliti lain yang meneliti masalah kecemasan dapat melakukan penelitian dengan treatment berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

A. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi Komunikasi... 12

1. Kecemasan ... 12

2. Komunikasi ... 13

3. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru ... 14

4. Tipe-tipe dari Kecemasan Komunikasi ... 15

B. Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy ... 16

1. Pendekatan Behavioral ... 16

2. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy 17

3. Penggunaan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) ... 19

4. Teknik dalam Cognitive Behaviour Therapy (CBT)... 20

5. Penggunaan Teknik Relaksasi ... 21

6. Macam-macam Bentuk Relaksasi ... 23

7. Tahap-tahap Pelaksanaan Relaksasi ... 24

C. Kaitan Antara Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dengan Kecemasan dalam Komunikasi ... 26

(7)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

G. Uji Validitas dan Reabilitas Instrument ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Penelitian... ... 41

1. Gambaran Hasil Pra Pelaksanaan Layanan Konseling MenggunakanPendekatan Cognitive Behavior Therapy Teknik Relaksasi ... 41

2. Data Hasil Base-Rate dan Post-Rate ... 43

3. Uji Hipotesis ... 45

4. Pelaksanaan Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy Teknik Relaksasi ... 46

5. Deskripsi Hasil yang Diperoleh dari Setiap Siswa ... 49

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Latar Belakang dan Masalah

Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang

kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media

tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang

sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2002).

Dalam dunia pendidikan, sekolah adalah suatu lembaga yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang, dan dalam

pelaksanaannya peran komunikasi sangatlah penting dan mutlak diperlukan

sebagai penambah dan pengembang kemampuan siswa. Pendidikan dan

komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan

dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan dengan tampa adanya

komunikasi. Menurut Mailani (2011), ketika seseorang belajar,

berpengalaman, maka orang tersebut melakukan dan membutuhkan

(9)

Sebuah proses belajar mangajar mengutamakan dialog antara siswa dan guru.

Namun pada pelaksanaanya hanya guru saja yang aktif menjelaskan,

sementara siswa hanya cenderung pasif. Agar kita dapat mengetahui sejauh

mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, maka guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi

secara langsung dengan guru.

Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi

secara lisan sangatlah besar artinya. Kesempatan ini juga dapat menjadi

latihan untuk siswa dalam mengemukakan kritik yang konstruktif dan dapat

juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan, dimana hal ini

menuntut siswa untuk membuat dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai

suatu topik atau permasalahan. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman

mereka, siswa dapat mengemukakan gagasan dari berbagai informasi dengan

mendeskripsikan keputusan dan mengajukan permasalahan.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru Bimbingan Konseling disalah

satu sekolah saat peneliti mengadakan studi pendahuluan di SMA Negeri 1

Way Lima, dapat diketahui ada beberapa siswa yang mengalami kecemasan

dalam berkomunikasi, contohnya saat siswa diminta untuk berkomunikasi

dengan guru dan hal ini juga diperkuat oleh keterangan guru mata pelajaran

bahwa siswa lebih cenderung pasif. Ketika guru memberikan latihan tertulis

pada siswa, siswa mampu untuk mengerjakannya, namun ketika latihan

(10)

Respon yang juga ditunjukkan oleh siswa pada saat guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat, ide dan

gagasannya yaitu siswa masih merasa takut, gugup, gelisah, dan berkeringat

dingin. Reaksi tersebut terjadi karena siswa beranggapan bahwa apa yang

hendak ia komunikasikan akan salah dan akan dimarahi guru. Siswa takut

dianggap sebagai pembangkang, diremehkan oleh guru dan teman-temanya,

serta malu dipandang ketinggalan dari siswa yang lain dalam hal merespon

pernyataan yang diberikan oleh guru.

Jika rasa cemas muncul saat siswa berkomunikasi dengan guru, maka proses

komunikasi antara siswa dengan guru akan terganggu dan pesan yang

disampaikan siswa belum bisa sempurna diterima oleh guru. Menurut

Rochaini dan Indah (2010), siswa yang mengalami kecemasan dalam

komunikasi cenderung mengalami gangguan psikis seperti: perasaan takut,

sulit konsentrasi, panic, tegang, dan gelisah.

Berdasarkan beberapa dampak yang muncul akibat kecemasan yang dihadapi

siswa, maka peran Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan untuk

membantu siswa yang mengalami kecemasan saat berkomunikasi tersebut.

Kecemasan bagi sebagian besar orang mungkin dianggap tidak bermasalah,

padahal jika perasaan cemas berkepanjangan dan seseorang tidak mampu

mengatasi kecemasannya, maka hal ini dikhawatirkan akan memberikan

dampak negatif terhadap hasil dari belajar. Dalam hal ini diperlukan sebuah

(11)

Salah satu strategi yang dapat mengurangi kecemasan siswa saat

berkomunikasi dengan guru adalah pendekatan Cognitive Behavioral Therapy.

Markman dalam Kanfer dan Goldstein (Sudrajat, 2008), “Modifikasi

perilaku-kognitif efektif untuk mengatasi individu yang mengalami kecemasan

komunikasi antar pribadi”. Komunikasi antar pribadi adalah interaksi orang ke

orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan

antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil

(Changara, 2003).

Melihat dari penelitian Markman dalam Kanfer dan Goldstein (Sudrajat,

2008), dapat disimpulkan bahwa teknik modifikasi perilaku kognitif dapat

membantu mengurangi masalah kecemasan berkomunikasi. Dalam menangani

masalah kecemasan pendekatan Cognitive Behavior Therapy (CBT)

menggabungkan antara terapi kognitif dan modifikasi perilaku, dimana

konselor membantu konselee untuk mengubah pola pikirnya yang tidak

adaptif menjadi pola fikir yang adaptif sekaligus memodifikasi perilakunya.

Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan sebuah penelitian tentang penurunan

kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan pendekatan

Cognitive Behaviorl Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA

(12)

2. Indentifikasi Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasikan

sebagai berikut:

1. Ada siswa yang merasa takut, gelisah, dan berkeringat dingin pada saat

guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi dengan

mengemukakan pendapat, ide dan gagasanya.

2. Terdapat siswa yang gugup dalam berkomunikasi dengan guru baik di

kelas ketika proses belajar mangajar berlangsung mapun di luar kelas.

3. Beberapa siswa beranggapan bahwa pendapatnya akan salah dan akan

dimarahi guru apabila ia mengemukakan pendapat, ide dan gagasanya.

4. Ada siswa yang takut dianggap sebagai pembangkang bila ia bertanya

pada guru.

5. Beberapa siswa takut dianggap remeh oleh guru dan teman-temanya jika ia

bertanya pada guru, mengemukaan pendapat, ide dan gagasanya.

6. Terdapat siswa yang merasa malu dan dipandang ketinggalan dari siswa

yang lain dalam hal merespon materi yang diberikan oleh guru.

3. Pembatasan Masalah

Bedasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

untuk lebih efektif penulis membatasi masalah dengan mengkaji mengenai

penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan

pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik relaksasi pada siswa

(13)

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian

ini adalah siswa mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan guru,

adapun permasalahnya adalah:

“Apakah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan

menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada

siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013?”

B. Tujuan

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk

menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan

pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ditinjau dari dua hal, sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep bimbingan

konseling kususnya layanan konseling individual pendekatan Cognitive

Behavior Therapy teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan siswa

(14)

2. Manfaat secara praktis

1) Bahan masukan guru bimbingan konseling dalam memberikan bantuan

yang tepat terhadap siswa-siswi yang memiliki masalah kecemasan

saat berkomunikasi dengan guru di sekolah.

2) Dapat dijadikan suatu sumbangan informasi, pemikiran bagi guru

pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya

dalam upaya mengatasi masalah kecemasan siswa saat berkomunikasi

dengan guru di sekolah menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour

Theraphy (CBT) teknik relaksasi.

C. Kerangka Pikir

Pendidikan berhubungan erat dengan manusia. Idealnya melalui pendidikan

seseorang dapat dimanusiakan menjadi manusia yang berkualitas,

berkepribadian matang, dewasa, mandiri, dan menghayati dirinya sebagai

makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Setiap bentuk pendidikan seperti

halnya pendidikan informal, pendidikan nonformal, atau pendidikan formal

seharusnya terarah pada tujuan pendidikan, yaitu menciptakan suatu

komunikasi harmonis dalam masyarakat. Dalam proses pendidikan hal ini

sudah harus mulai diciptakan bagi para pelaku pendidikan itu sendiri, yang

dimaksudkan di sini adalah orang tua, guru dan masyarakat pada umumnya.

Sekolah dalam hal ini bertugas untuk menciptakan perimbangan yang

harmonis antara berbagai unsur dalam lingkungan sosial dan mengusahakan

agar seorang peserta didik dapat keluar dari keterbatasan lingkungan

(15)

untuk berperan lebih menciptakan suatu kondisi demi tercapainya tujuan ini.

Kondisi yang seharusnya tercipta untuk tercapainya tujuan itu adalah adanya

keharmonisan komunikasi, sehingga pada proses belajar mengajar, sosial

masyarakat, dan lingkungan keluarga, siswa mampu berinteraksi dengan baik.

Akan tetapi kenyataannya justru berbicara lain. Komunikasi yang baik sebagai

tujuan pendidikan kelihatannya hanya merupakan sebuah ungkapan untuk

berbasa-basi dan juga merupakan harapan yang sia-sia. Terlihat dari proses

pendidikan yang ada di lapangan, para peserta didik dijadikan sebagai bank

bangi guru untuk menabung semua pengetahuan yang telah dimiliki

sebelumnya padahal seharusnya peserta didik dijadikan sebagai subyek atau

pribadi yang bebas untuk mengungkapkan diri dan gagasannya ditengah

peserta yang lainnya.

Saat mengadakan studi pendahuluan di SMA Negeri 1 Way Lima, peneliti

menemukan beberapa siswa mengalami kecemasan dalam berkomunikasi.

Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa siswa, dapat diketahui

penyebab kecemasan yang dialami siswa saat berkomunikasi dengan guru

dikarenakan siswa mempunyai pikiran-pikiran negatif seperti: takut saat

berkomunikasi dengan guru ketika ditanya jawabanya salah dan dimarahi oleh

guru, ditertawakan oleh teman-temannya, dianggap sebagai pembangkang,

diremehkan oleh guru dan teman-temannya, serta malu dipandang ketinggalan

dari siswa yang lain.

(16)

Kecemasan komunikasi yang dialami siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Menurut Powell & Powell (2010), faktor yang mempengaruhi

munculnya kecemasan komunikasi yaitu:

a. Genetika : Kecemasan komunikasi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dari individu tersebut, dimana bersifat genetik bahwa kecemasan komunikasi adalah ketakutan terkait dengan faktor-faktor seperti sosialisasi, penampilan fisik, bentuk tubuh.

b. Skill acquisition : Individu akan merasa cemas dipengaruhi dengan

keberhasilan individu mengembangkan keterampilan dalam komunikasi.

c. Modelling : Kecemasan komunikasi berkembang dari proses imitasi

terhadap orang lain yang diamati oleh seseorang didalam interaksi sosialnya.

d. Reinforcement : Kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering

individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya. Individu yang menerima reinforcement positif dalam komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi, sedangkan individu yang jarang diberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi dan tidak didorong untuk berkomunikasi akan mengembangkan sikap negatif mengenai komunikasi sehingga muncul kecemasan komunikasi.

Gambar 1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi

Siswa yang mengalami kecemasan komunikasi dengan guru akan merasa sulit

dan merasa cemas ketika harus berkomunikasi, sehingga tidak mampu

mencerminkan rasa kehangatan, keterbukaan, dan mengapresiasikan Modelling

Reinforcement

Kecemasan Komunikasi Genetika

(17)

perasaannya melalui kata-kata. Oleh sebab itu diperlukan suatu penanganan

agar siswa lebih aktif dan tidak cemas berkomunikasi dengan guru.

Berdasarkan asumi di atas, maka peneliti akan menggunakan pendekatan

Cognitive Behaviour Therapy (CBT) untuk membantu mengurangi kecemasan

siswa saat berkomunikasi dengan guru. Dan alur kerangka pikir dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2. Alur Kerangka Pikir Penelitian

Dari gambar diatas terlihat bahwa kecemasan tinggi saat siswa berkomunikasi

dengan guru di sekolah sebelum diberikan Pendekatan Cognitive Behavior

Therapy dengan teknik relaksasi. Dan kecemasan rendah saat siswa

berkomunikasi dengan guru di sekolah setelah diberikan Pendekatan Cognitive

Behavior Therapy dengan teknik relaksasi. Kecemasan tinggi saat

siswa berkomunikasi dengan guru

Konseling Individu Pendekatan Cognitive

Behaviour Theraphy

Kecemasan rendah saat siswa berkomunikasi

(18)

D. Hipotesis

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2011).”

Bedasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah

jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang

kebenanrannya harus diuji secara empiris melalui data-data yang terkumpul,

dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ha: Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan

menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi

pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran

2012-2013.

Ho: Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru tidak dapat

diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy

tetknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi 1. Kecemasan

Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang

berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek

ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar

dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila

intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan

kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu

yang bersangkutan.

Selanjutnya, dikemukakan pula oleh Xun (2008) bahwa kecemasan

merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara sadar

merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan dengan system saraf

otonom. Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger (2000), ia mengatakan

bahwa kecemasan adalah perasaan ketakutan yang ditandai dengan beberapa

simtom seperti pusing, mual, gangguan otot seperti tremor, perasaan gelisah

(20)

kecemasan merupakan perasaan takut, gugup, kawatir, panik yang disertai

detak jantung meningkat, berkeringat ketegangan otot, peningkatan

pernapasan dan mulut kering.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan

adalah suatu ketakutan, perasaan gugup, panik, tegang, tidak nyaman dan

kekhawatiran tentang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis

yang muncul secara alami.

2. Komunikasi

Komunikasi adalah interaksi social yang berbentuk tindakan kolektif dan

kerjasama. Komunikasi merupakan proses pembentukan dan bertukar

informasi dalam percakapan informal, interaksi grup atau berbicara di depan

public, Verbender, V & Sellnow: 2009 (Efendy: 2011)

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian

suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini

yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian

Ruben dan Steward: 2006 (Efendy: 2011) mengenai komunikasi manusia

adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan,

kelompok, organisasi, dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan

untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Menurut Efendy (2011)

istilah komunikasi merujuk pada kalimat mendiskusikan makna, mengirim

(21)

maksud agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan, atau

gagasan dengan pengirim pesan.

Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses

interaksi sosial dan pertukaran informasi yang melibatkan individu-individu

dalam suatu hubungan, kelompok dan masyarakat dalam mendiskusikan

makna maupun gagasan pada orang lain dengan mengirimkan pesan.

3. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru

Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para

siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk

kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Karena kecemasan

merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke permukaan maka

untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau tidak,

diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali

gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya.

Seperti yang dikemukakan oleh Sellnow, (2005) bahwa kecemasan dalam

komunikasi dapat diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran individu

yang berkaitan dengan komunikasi nyata dengan orang lain. Pengertian

tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Lloyd, Dunn, & Hammer (2009)

yang menyatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan ketegangan yang

dialami individu ketika akan berbicara dengan orang lain seperti perasaan

(22)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan

berkomunikasi yaitu ketakutan, kakhawatiran, berupa perasaan negatif yang

dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan

tegang, gugup, ataupun panik yang dialami individu dalam melakukan

komunikasi ketika berada didalam situasi tertentu.

4. Tipe-tipe dari Kecemasan Komunikasi

Kecemasan komunikasi dapat dibagi berdasarkan tipe-tipe dari kecemasan

komunikasi, ada 4 tipe dari kecemasan komunikasi menurut Powell & Powell

(2010), yaitu:

a. Traitlike adalah derajat kecemasan yang relatif setabil dan relatif panjang

waktunya ketika seseorang dihadapkan pada berbagai konteks komunikasi, seperti misalnya dalam public speaking, pertemuan-pertemuan (meetings), komunikasi antar pribadi, dan komunikasi kelompok.

b. Audience-Based merupakan kecemasan komunikasi yang dialami

seseorang ketika ia berkomunikasi dengan tipe-tipe orang tertentu tampa memandang waktu atau konteks dan akan memicu timbulnya reaksi kecemasan.

c. Situasional adalah kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan

situasi ketika seseorang mendapatkan perhatian yang tidak biasa (unusual) dari orang lain.

d. Contex-Based merupakan kecemasan komunikasi hanya pada setting

tertentu. Kecemasan berkomunikasi timbul karena berada dalam tempat-tempat tertentu.

Berdasarkan tipe-tipe kecemasan komunikasi diatas, yang akan di teliti dalam

penelitian ini adalah kecemasan komunikasi Audience-Based. Yaitu

kecemasan komunikasi yang dialami siswa ketika ia berkomunikasi dengan

tipe-tipe orang tertentu seperti figur otoritas atau guru di sekolah tampa

memandang waktu atau konteks dan akan memicu timbulnya reaksi

(23)

B. Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy

1. Pendekatan Behavioral

Cognitive Behaviour Therapy merupakan salah satu teknik dari pendekatan

behavioral. Sebelum memasuki pengertian Cognitive Behaviour Therapy,

sekilas akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai pendekatan behavioral.

Pendekatan behavioral didasari oleh eksperimen yang melakukan investigasi

tentang prinsip-prinsip tingkah laku manusia. Konseling behavioral memiliki

asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama

dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia memiliki potensi untuk

berprilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Selain itu manusia dipandang

sebagai individu yang melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri,

mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku

baru atau dapat mempengaruhi prilaku orang lain, Walker & Shea, 1988, p. 36

(Komalasari, dkk: 2011).

Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan awal

1960-an sebagai awal radikal menentang prespektif psikoanalisis yang

dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen para

behaviorist yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam

tingkah laku manusia. Secara garis besar, sejarah perkembangan pendekatan

behavioral terdiri dari tiga trend utama, yaitu: trend I: kondisioning klasikal

(Classical Conditioning), trend II (Operant Conditioning), dan trend III

(24)

Dalam upaya menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi

dengan guru penulis akan menerapkan penggunaan taknik behavioral trend III

yaitu Cognitive Behavioral Therapy.

2. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy (CBT)

Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy muncul sekitar tahun 1960, dan

dilatar belakangi oleh psikiater Amerika Beck. Beck (Wilding dan Milne:

2008) menyatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat proses pemikiran yang

paralel dan inilah yang mempengaruhi perilaku seseorang. Jika digambarkan

model dari Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah sebagai berikut:

Kejadian atau peristiwa

Pikiran

Perilaku Perasaan (emosi dan fisik)

Perilaku yang muncul

Gambar 2.1. Model Utama Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Beck (Wilding dan Milne: 2008) menggunakan Cognitive Behavioral Therapy

(CBT) untuk membantu mengatasi masalah depresi. Beck juga menjelaskan

bahwa Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) atau Cognitive Behavioral Therapy

(25)

agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan,

dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir

dan perilaku tertentu. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan teknik

menggabungkan terapi kognitif dan bentuk modifikasi perilaku.

Terapi kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kognisi merupakan penentu

utama mengenai bagaimana kita merasakan dan berbuat. Beck (Corey: 1990)

menulis bahwa, dalam arti yang paling luas, “terapi kognitif terdiri dari semua

pendekatan yang menjadikan kepedihan psikologis lebih bisa tertahankan

melalui medium mengoreksi konsepsi keliru dan sinyal-sinyal dirinya

sendiri”.

Selanjutnya teori ini tidak menggunakan reinforcement dengan menganggap

bahwa individu dapat belajar malakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan

mengulang apa yang dilihat. Tingkah laku ditentukan oleh antisipasi terhadap

konsekwensi. Teori ini juga menekankan pada kognisi dan regulasi diri.

Manusia sebagai pribadi dapat mengatur diri sendiri (self regulation), dapat

mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan

dukungan kognitif, dan dapat melihat konsekwensi bagi tingkah laku sendiri.

Dari penjelasan di atas, secara singkat Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha

memperkuat timbulnya perilaku adaptif dan memperlamah timbulnya perilaku

yang tidak adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi

tentang pikiran yang kurang rasional dan upaya pelatihan keterampilan

(26)

3. Penggunaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat dipakai untuk penyembuhan

beberapa gangguan yang terjadi pada diri seseorang, terutama gangguan yang

terjadi karena pemikiran yang salah terhadap suatu kejadian. Wilding dan

Milne (2008) menyatakan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang dapat membantu

individu yang mengalami masalah depresi dan kecemasan, Oemarjoedi (2003)

menambahkan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga dapat

digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan kepribadian, depresi,

schizophren, gangguan kecemasan, ganguan panic, pobia, gangguan

somatoform, ketergantungan substansi, gangguan makan, gannguan obsesi

komulsi, gangguan stress pascatrauma, hipokondria, dan masalah emosi

bahkan masalah perkawinan. Selain itu dijelaskan oleh Froggatt (2006) bahwa

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat membantu mengatasi masalah

kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan khusus seperti

kecemasan social dan kecemasan pasca trauma.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga dapat membantu seseorang

mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti komunikasi, hubungan interpersonal, kepemimpinan dan manajerial serta peningkatan motivasi (Oemarjoedi: 2003).

Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pendekatan Cognitive

Behavioral Therapy (CBT) dapat di pakai untuk membantu seseorang dalam

(27)

dan depresi, selain itu pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat

digunakan untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki seseorang.

4. Teknik dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Setiap pendekatan yang dipakai untuk membantu seseorang dalam

memecahkan masalah yang dihadapi pasti mempunyai teknik yang berbeda

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) memiliki teknik yang berfariasi untuk

berbagai masalah, Froggatt (2006) menyatakan bahwa ada beberapa teknik

dalam pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yaitu:

a. Pemajanan

Pemajanan (exposure) merupakan teknik yang sering dipraktikkan. Tujuannya

adalah menguji keyakinan meningkatkan toleransi terhadap ketidak nyamanan

dan mengembangkan keyakinan terhadap kemampuan sendiri dalam

mengatasi masalah. Biasanya pemajanan dilakukan secara bertahap, langkah

ini dimulai dari situasi yang sedikit menakutkan, dilanjutkan dengan hal yang

lebih mencemaskan dan berakhir dengan hal yang sangat menakutkan.

Biasanya proses ini dilakukan dengan membuat hirarki kecemasan.

b. Pencegahan Reaksi

Pemejanan sering dikaitkan dengan pencegahan reaksi, ini meliputi

penghambatan setiap strategi disfungsional yang bisa digunakan dalam

menangani situasi yang menakutkan. Contohnya bila takut berada ditempat

umum dan terdorong untuk lari dari situasi tersebut, cobalah untuk tinggal

(28)

c. Relaksasi

Usaha untuk mengajari seseorang relaks, dengan menjadikan orang itu sadar

tentang perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti

tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa teknik dalam pendekatan

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) meliputi teknik pemanjanan, teknik

pencegahan reaksi dan relaksasi. Dan dalam penelitian ini, peneliti akan

menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan siswa saat

berkomunikasi dengan guru.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik relaksasi. Menurut

Thantawy (Froggatt: 2006) relaksasi adalah teknik mengatasi

kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf,

itu terjadi atau bersumber pada objek-objek tertentu. Relaksasi merupakan

suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek

sepirit tetap aktif bekerja.

5. Penggunaan Teknik Relaksasi

Chaplin, 1975 (Abimanyu & Manrihu: 1996) memberi pengertian relaksasi

sebagai kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Atau, relaksasi

adalah satu keadaan tegang yang rendah dengan tanpa adanya emosi yang

kuat. Selanjutnya, ia juga member batasan tentang terapi relaksasi, sebagai

(29)

bagaimana rileks, dengan asumsi bahwa keadaan otot yang rileks akan

membantu mengurangi ketegangan kejiwaan.

Cormier dan Cormier, 1985 (Abimanyu & Manrihu: 1996) memberi

pengertian relaksasi (otot) sebagai usaha mengajari seseorang untuk relaks,

dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan

perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan,

muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki. Dengan cara itu

seseorang mengalami dan menyadari tentang perasaan-perasaan tersebut untuk

beberapa saat lamanya. Dengan adanya perubahan perasaan tegang ke

perasaan rileks itu dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, kecepatan

jantung, kecepatan pernafasan, dan juga mempengaruhi proses-proses di

dalam tubuh serta cara-cara seseorang berbuat atau merespon secara lahiriah.

Tujuan jangka panjang dari relaksasi otot adalah agar tubuh dapat memonitor

sesegera mungkin semua singnal kontrolnya dan secara otomatis

membebaskan tegangan yang tidak diinginkan.

Burn (Subandi, dkk: 2003) mengatakan beberapa keuntungan dari relaksasi,

antara lain:

a. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stressor.

b. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stressor seperti hipertensi, sakitkepala, imsomnia dapat dikurangi atau diobati dengan rileksasi. c. Mengurangi tingkat kecemasan

d. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress, dan mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya. e. Meningkatkan penampilan kerja, social, dan keterampilan fisik.

(30)

g. Kesadaran diri tentang kesadaran fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai latihan rileksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan keterampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.

h. Relaksasi merupakan bantuan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan oprasi.

i. Konsekwensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil control yang meningkat terhadap reaksi stress.

j. Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional.

Dari penjelasan beberapa keuntungan relaksasi diatas, dapat disimpulkan

bahwa penggunaan teknik relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi

kecemasan, mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang

menimbulkan kecemasan serta meningkatkan hubungan interpersonal

seseorang.

6. Macam-macam Bentuk Relaksasi

Terapi relaksasi ada beberapa macam, menurut Bernstein dan Borkovec,

1973.et.all (Subandi dkk: 2003) ada tiga macam relaksasi otot, yaitu tension

relaxation, letting go, dan difrential relaxation.

a. Tension relaxation

Dalam metode ini individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan

masing-masing otot, kemudian diminta untuk merasakan dan menikmati

perbedaan antara ketika otot tegang dan ketika otot lemas. Disini individu

diberi tahu bahwa pada fase menegangkan akan membantu dia lebih

menyadari sensasi yang berhubungan dengan kecemasan, dan sensasi-sensasi

tersebut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan.

(31)

-olah mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga individu akan merasakan

rileks. Pada mulanya prosedur pelemasan otot-otot dengan cepat ini

dikenalkan oleh Lazarus dan Paul dikutip oleh Goldfried dan Davison

(Subandi, dkk: 2003). Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, bisep,

bahu, leher, wajah, perut dan kaki.

b. Letting go

Bertujuan memperdalam relaksasi. Pada fase ini individu dilatih untuk lebih

menyadari ketegangannya dan berusaha sedapat mungkin untuk mengurangi

serta menghilangkan ketegangan tersebut menurut Goldfried dan Davidson,

1979 (Subandi, dkk: 2003).

c. Differentioan Relaxation

Digunakan untuk merilekskan otot yang ketegangannya berlebihan dan untuk

merilekskan otot–otot yang tidak perlu tegang pada waktu individu melakukan

aktivitas itu, menurut Berkin dan Borkanc, 1973.et.all (Subandi, dkk: 2002).

7. Tahap-Tahap Pelaksanaan Relaksasi

Sebelum latihan relaksasi dilakukan, perlu diperhatikan mengenai lingkungan

fisik (physical setting), sehingga individu dapat berlatih dengan tenang,

Bernstein & Borkovic, 1973: Goldfried.et.all (Subandi, dkk: 2003).

Lingkungan fisik tersebut antara lain:

a. Kondisi Ruangan

Ruangan yang digunakan untuk latihan rileksasi harus tenang, segar dan

(32)

sebaiknya ditutup. Penerangan ruangan sebaiknya remang-remang saja, dan

dihindari adanya sinar langsung yang mengenai mata individu, sehingga

memudahkan mereka untuk berkonsentrasi.

b. Kursi

Dalam latihan relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan

individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh. Berdasarkan

pengalaman menggunakan kursi malas, sofa, atau kursi yang ada sandarannya

akan mempermudah individu dalam melakukan relaksasi. Latihan relaksasi

juga dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur.

c. Pakaian

Pada waktu latihan rileksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar, dan

hal-hal yang mengganggu jalannya relkaksasi (kacamata, jam tangan, gelang,

sepatu, ikat pinggang) dilepas dulu.

Cormier & Cormier, 1985 (Subandi, dkk: 2003). Mengemukakan bahwa

strategi relaksaasi terdiri atas 7 (tujuh) tahapan sebagai berikut:

1. Rasional penggunaan treatment relaksasi 2. Petunjuk tentang berpakaian

3. Menciptakan suasana yang nyaman 4. Permodelan oleh konselor

5. Petunjuk untuk melakukan relaksasi 6. Penilaian pasca relaksasi

7. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut

Berdasarkan pengamatan Burnstein & Borkovic dalam Nelson, 1982

(Rochhaini, dkk: 2010) bahwa latihan relaksasi dengan memusatkan pada

(33)

1. focus (Pemusatan perhatian), memusatkan perhatian pada sekelompok otot

2. Tense (tegang), yaitu merasakan ketegangan pada sekelompok otot

3. Hold (tahan), yaitu mempertahankan ketegangan antara 5 sampai 7 detik

4. Release (Lepas), yaitu melepaskan tegangan pada sekelompok otot

5. Relax (Rileks), yaitu memusatkan perhatian pada pelepasan ketegangan

dan lebih lanjut merasakan keadaan rileks pada sekelompok otot

Petunjuk untuk melakukan relaksasi; menutup mata sampai relaksasi selesai,

menggenggam tangan, menekuk kedua lengan ke belakang, menggerakkan

bahu, mengerutkan dahi dan alis, menutup mata keras-keras, mengatupkan

rahang, memoncongkan bibir, menekan kepala, melengkungkan punggung,

membusungkan dada dan perut, mengambil nafas panjang, mengencangkan

otot perut, meluruskan kedua telapak kaki, menekuk kaki di bagian

pergelangan kaki, mengulangi gerakan berbagai kelompok otot, membuka

mata, penilaian setelah relaksasi, pekerjaan rumah dan tindak lanjut.

C. Kaitan Antara Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan Kecemasan Komunikasi

Seseorang yang berfikir bahwa kejadian ataupun peristiwa yang terjadi dalam

dirinya sebagai hal yang buruk maka seseorang itu akan mengambil jalan yang

buruk pula sebagai bentuk konsekuensi yang dibuat atas pikirannya, seperti

halnya ketika kita mengganggap interaksi kita dengan orang lain adalah

peristiwa yang buruk, maka kita akan merasakan perubahan dalam perasaan

dan kondisi fisik kita seperti cemas, depresi, sakit perut, pusing, sehingga kita

akhirnya berusaha menghindari terjadinya peristiwa tersebut (Wilding dan

(34)

Kecemasan dalam komunikasi berkembang karena seseorang pada awalnya

memang sudah berfikir bahwa dirinya tidak mampu melakukan komunikasi

tersebut, dari hal diatas akan terlihat gejala fisik yang jelas berupa

kekhawatiran, ketika seseorang mulai meyakini bahwa dirinya tidak mampu

mengatasi masaalah diatas, maka gejala cemas akan bertambah, jika hal ini

terus berkembang, maka yang akan terjadi adalah seseorang akan berfikir

untuk menghindari peristiwa tersebut, karena mereka anggap peristiwa ini bias

saja membuat depresi, pingsan dan lain-lain. (Wilding dan Milne, 2008)

Berdasarkan hasil sebuah penelitian seorang psikolog Lita Hadiati pada tahun

2002, menyimpulkan bahwa teknik modifikasi perilaku dapat digunakan dan

hasilnya efektif untuk menurunkan kecemasan komunikasi antar individu,

efektivitas modifikasi perilaku kognitif untuk mengurangi kecemasan

komunikasi dapat bertahan selama beberapa waktu lamanya, jadi tidak

merupakan perubahan sesaat saja. Hal ini dimungkinkan karena proses

modifikasi sendiri mampu direkam oleh sisi kognitif individu yang dapat

digunakan sewaktu-waktu.

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) membantu kita mengubah pemikiran

kita yang tidak adaptif dalam menilai suatu hal menjadi pemikiran yang

adaptif, sehingga dampak akhirnya perilaku yang kita hasilkan berupa perilaku

yang adaptif pula. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa Cognitive Behavioral

Therapy (CBT) akan membantu seseorang untuk memikirkan suatu peristiwa

menjadi peristiwa yang positif, tentang berkomunikasi, membantu

mengembangkan pemikiran bahwa berkomunikasi bukanlah masalah yang

(35)

D. Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pada masyarakat yang semakin maju, masalah penentuan identitas atau jati

diri menjadi semakin rumit. Hal ini disebapkan oleh tuntutan masyarakat maju

kepada anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima

menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga

kematangan mental, psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religious.

Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang

membangun sebab perubahan cepat terjadi pada masyarakat dan semakin

derasnya arus globalisasi komunikasi, akan merupakan tantangan pula bagi

individu atau peserta didik. Keadaan semacam inilah yang menuntut

diselenggarakannya bimbingan dan konseling di sekolah.

Istilah Bimbingan dan Konseling sangat popular dewasa ini, bahkan sangat

penting peranannya dalam sistem pendidikan kita. Ini semua terbukti karena

Bimbingan dan Konseling telah dimasukkan dalam kurikulum dan bahkan

merupakan cirri khas dari kurikulum SMP dan SMA/SMK tahun 1975, 1984,

1994, 2004, dan KTSP di seluruh Indonesia (Dewa Ketut Sukardi: 2008).

Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan

kita, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah suatu kegiatan

bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan

siswa pada khususnya disekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini

sangat relevan apabila dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah

(36)

dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian

menyangkut masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi

masalah akademik dan keterampilan.

Tujuan Bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik dalam tugas

perkembangannya, ada dua tujuan dari layanan Bimbingan dan Konseling

yaitu tujuan umum dan tujuan kusus. Tujuan umum dari layanan Bimbingan

dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana

dinyatakan dalam undang-undang system pendidikan nasional (UUSPN) tahun

2003 (UU No. 20/2003), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya

yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan

jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung

jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, Depdikbud: 2004 (Dewa Ketut

Sukardi: 2008).

Secara khusus pelayanan Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu

siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek

pribadi-sosial, belajar, dan karir. Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk

mencapai tujuan dan tugas perkembanngan pribadi-sosial dalam mewujudkan

pribadi, yang takwa, mandiri, dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar

dimaksudkan untuk memncapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan.

Bimbingan karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang

(37)

Berdasarkan beberapa dampak yang muncul akibat kecemasan berkomunikasi

yang dihadapi siswa, maka peran Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan

untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan saat berkomunikasi

tersebut agar tujuan dari Bimbingan Konseling dapat tercapai. Dalam hal ini

diperlukan sebuah pendekatan Konseling khusus yang dapat membantu

mengurangi kecemasan tersebut. Salah satu strategi yang dapat mengurangi

kecemasan siswa saat berkomunikasi adalah pendekatan Cognitive Behavioral

(38)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima Jln. Baturaja kecamatan

Way Lima kabupaten Pesawaran, dan waktu penelitian adalah pada tahun

ajaran 2012-2013.

B. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian memegang peranan penting karena salah satu ciri

dari karya ilmiah adalah terdapatnya suatu metode yang tepat dan sistematis

sebagai penentu arah yang tepat dalam pemecahan masalah. Ketetapatan

pemilihan metode merupakan syarat yang sangat penting agar mendapatkan

hasil yang optimal. Menurut Sugiyono (2011) secara umum metode penelitian

diartikan sebagai “cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu.”

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

(39)

eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.“

Menurut Sukardi (2003) metode penelitian eksperimen merupakan metode

penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan

dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan

hubungan sebab akibat. Di samping itu, penelitian eksperimen juga

merupakan salah satu bentuk penelitian yang memerlukan syarat relatif lebih

ketat jika dibandingkan dengan jenis penelitian lainnya.

Salah satu hal ciri dari kegiatan ilmiah adalah terdapat suatu motode yang

tepat dan sistematis sebagai penentu kearah pemecahan masalah, ketepatan

memilih metode merupakan syarat yang utama agar dapat tercapai hasil yang

diharapkan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen

semu (Quasi eksperiman) dengan desain One-Group Pretest-Posttest. Di

dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum

eksperimen dan sesudah eksperimen. Desain ini dapat digambarkan sebagai

berikut:

Pengukuran Pengukuran

(Pre-test) Perlakuan (Post-test)

Gambar 3.1. Pre-test and Post-test Group (Arikunto, 2010)

(40)

Keterangan:

O1 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen

X : Perlakuan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy

teknik relaksasi

O2 : Observasi sesudah eksperimen

Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (01) disebut base-rate, dan

observasi sesudah eksperimen (02) disebut post-rate, Goodwin and Coates

(1976). Hasil kedua pengukuran tersebut dibandingkan untuk menguji apakah

perlakuan yang diberikan dapat mengurangi kecemasan yang dialami siswa

pada saat berkomunikasi dengan guru atau tidak.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber data untuk menjawab masalah. Penelitian

subjek ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin

dikumpulkan. Alasan peneliti menggunakan subyek penelitian adalah karena

penelitian ini merupakan aplikasi konseling individu dalam menangani

kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dan hasil dari proses

konseling ini tidak dapat digeneralisasikan antara subjek yang satu tidak dapat

mewakili subjek yang lain karena setiap individu berbeda dan unik.

Penjaringan subyek melalui wawancara dengan guru BK, Wali Kelas dan

Guru Matapelajaran Matematika. Setelah guru merekomendasikan siswa yang

mengalami kecemasan tinggi saat berkomunikasi, peneliti melakukan

observasi pada siswa, untuk membuktikan siswa yang direkomendasikan oleh

guru benar-benar memiliki kecemasan yang tinggi saat berkomunikasi dengan

(41)

D. Variabel Penelitian

Arikunto (2010) variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek

penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sedangkan

menurut Surapranata (2004) variabel adalah faktor-faktor yang berperan

dalam penelitian peristiwa atau gejala yang akan diteliti (objek penelitian).

Dalam penelitian ini bedasarkan judul yang telah ditetapkan oleh penulis

yaitu: “Penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru

menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik

relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran

2012-2013.” Maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel

bebas dan variabel terikat.

1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam

penelitian ini yaitu pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik

relaksasi. Dalam hal ini juga menjadi sebagai variabel perlakuan.

2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam pennelitian ini

adalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

E. Definisi Operasional

Menurut Nazir (2009) definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang

(42)

atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang

diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

1. Pendekatan Cognitive Behavior Therapy Teknik Relaksasi

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk

konseling yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat,

memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya

hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu.

Teknik relaksasi (otot) adalah usaha mengajari seseorang untuk relaks,

dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan

perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan,

muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki

2. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru

Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru yaitu ketakutan,

berupa perasaan negatif yang dirasakan siswa dalam melakukan

komunikasi, berupa perasaan tegang, gugup, ataupun panik yang dialami

siswa saat melakukan komunikasi ketika berada dikelas maupun diluar

kelas.

Secara oprasional kecemasan berkomunikasi dengan guru yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan

guru dengan intensitas yang kuat/tinggi dan bersifat negative baik didalam

ataupun diluar kelas. Kecemasan berkomunikasi dengan intensitas yang

kuat/tinggi dan bersifat negatif yaitu kecemasan berkomunkasi dengan

guru yang dirasakan oleh siswa ditandai oleh beberapa gejala pada

(43)

a. Ketakutan, ditandai dengan menghindar saat bertemu dengan guru, enggan

menyapa guru.

b. Sulit konsentrasi, ditandai dengan terlalu lama berfikir untuk menanggapi

percakapan guru, tidak melihat kearah guru ketika berkomunikasi dengan

guru, sibuk dengan kegiatannya sendiri saat diajak berkomunikasi.

c. Panik, ditandai dengan mengajak teman saat harus berkomunikasi dengan

guru, lebih memilih untuk diam saat ditanya oleh guru.

d. Tagang, ditandai dengan terbata-bata saat berkomunikasi dengan guru,

terlihat gemetar saat berkomunikasi dengan guru.

e. Gelisahan, ditandai dengan mengulang-ngulang kalimat saat menjawab

pertanyaan dari guru, berbelit-belit dengan makna yang tidak jelas saat

menyampaikan pendapat pada guru.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk

memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Menurut Nazir (2009)

metode pengumpulan data adalah “Teknik atau cara yang digunakan oleh

peneliti untuk mengambil data”.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini penulis menggunakan

Observasi dalam pengumpulan data. Observasi yaitu suatu metode

pengumpulan data yang diperlukan dengan melakukan pengamatan terhadap

obyek tertentu dalam penelitian. Observasi dilakukan pada kelas XI SMA

(44)

Observasi dilakukan dengan sitematis, dengan menggunakan pedoman sebagai

instrumentasi pengamatan. Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan

yang mungkin timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi, observer

(pengamat) tinggal memberikan tanda checklist (√) pada kolom tempat

munculnya peristiwa. Cara bekerja seperti ini disebut sistem tanda (sign

system).

Observasi akan dilakukan oleh dua orang observer, agar peneliti dapat

membandingkan hasil observasi antara observer satu (peneliti) dengan

observer dua (guru matapelajaran matematika). Untuk mengurangi adanya

penilaian subjektivitas saat observasi. 3.2. Lebih memilih untuk diam saat

ditanya oleh guru

(45)

4. timbulnya gejala

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument

Teknik pengelolaan data yang digunakan untuk menilai keampuahn

instrument penelitian. “syarat instrument yang baik harus memenuhi dua

persyaratan penting, yaitu valid dan reliable” (Arikunto, 2010).

“Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan

untuk mengukur apa yang hendak diukur” (Sugiyono, 2011).

“Instrument yang reliable berarti instrument yang bila digunakan beberapa

kali untuk mengukur objek yang sama dan akan menghasilkan data yang

sama” (Sugiyono, 2011).

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

validitas konstrak (construct validity) yang disusun berdasarkan teori yang

(46)

berkaitan dengan fenomena dan objek yang abstrak, tapi gejalanya dapat

diamati dan diukur. Gravitasi, massa, kemampuan matematika, kemampuan

bahasa inggris, kebahagiaan, kecemasan, dan kesedihan antara lain temasuk

konstruk.

Menurut Sugiyono (2011) untuk menguji validitas konstrak, dapat digunakan

pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrument

dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berdasarkan teori

tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta

pendapatnya tentang instrument yang telah disusun itu.

Jadi untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Jumlah tenaga ahli yang

digunakan minimal tiga orang dan ketiga ahli tersebut adalah para ahli yang

tentunya harus memiliki dasar keilmuan bimbingan dan konseling.

2. Uji Reliabilitas Instrument

Instrumen bisa dikatakan reliabel apabila instrument tersebut jika digunakan

beberapa kali untuk mengkur obyek yang sama akan menghasilkan data yang

yang sama pula. Menurut Sukardi (2003) reliabilitas sama dengan konsistensi

atau keajekan. Suatu instrument penelitian dikatakan mempuanyai nilai

reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang

(47)

Teknik mencari reabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian

ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan

penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1

dan pengamat 2 adalah guru matapelajaran matematika disekolah tersebut).

Menurut Arikunto (2010) jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu

diadakan penyamaan pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua

pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.

Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan

pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang digunakan yaitu:

Keterangan:

KK = Koefisien Kesepakatan

2S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama

N1 = Jumlah kode yang dibuat pengamat I

N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II

Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria

reabilitas sebagai berikut:

0,90 – 1,00 = sangat tinggi

0,70 – 0,90 = tinggi

0,40 – 0,70 = sedang

0,20 – 0,40 = rendah

0,00 – 0,20 = sangat rendah

(48)

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam upaya

memperoleh penemuan-penemuan yang ingin didapatkan dari hasil

penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan data catatan lapangan yang berupa catatan / rekaman kata-kata,

kalimat atau paragraf yang diperoleh dari observasi, wawancara, maupun

dokumentasi yang peneliti lakukan. Yang selanjutnya akan di olah dan di

analisa dengan cara membandingkan nilai-nilai post-rate dan base-rate.

Goodwin and Coates (1976) bahwa :

“Untuk menjawab masalah apakah ada dampak tretment terhadap

penurunan perilaku klien, maka data yang telah di tabulasi di olah dan di analisis menggunakan rumus presentase dan suatu treatment atau konseling dikatakan atau efektif bila hasil presentase perubahan adalah

sebesar 50 % atu lebih.”

Untuk mengetahui efektifitas treatment maka digunakan rumus presentase

peningkatan sebagai berikut:

Keterangan :

Post–Rate = rata-rata perilaku sesudah diberikan treatment

Base–Rate = rata-rata perilaku sebelum diberikan treatment

P = presentase peningkatan

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Way Lima, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Kesimpulan Statistik

Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013. Hal ini terbukti dari hasil base-rate dan post-rate yang diuji dengan menggunakan rumus presentase peningkatan. Sehingga diperoleh nilai P (presentase peningkatan) sebesar 51%.

2. Kesimpulan Penelitian

(50)

dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi terdapat penurunan kecemasan yang disampaikan siswa saat pertemuan terakhir konseling.

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima adalah:

1. Kepada Siswa

Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru, akan lebih baik jika mengikuti layanan konseling dengan menggunakan pendekatan

Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Bagi guru Bimbingan dan Konseling dapat menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi sebagai salah satu solusi untuk membantu menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.

3. Kepada Para Peneliti

Bagi peneliti lain yang melaksanakan penelitian mengenai masalah kecemasan, dapat melakukan penelitian dengan layanan konseling berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan, antara lain:

Disensitisasi Sistematis, Pendekatan Behaviour, Rational Emotive Therapy

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli dan Manrihu. 1996. Tekhnik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Depatemen Pendidikan dan Kebudayan.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Changara, H. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Corey, G. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California: Pacific Grove.

Efendy, O. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Froggatt, W. 2006. Free From Stress. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.

Goodwin, Dwight L, Coates, T J. (1976). Helping Students Help Themselves. New Jersey: Prentice Hall.

Komalasari, Gartina. dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks.

Kuper, A., & Kuper, J (2000). Social Science Encyclopedia. New York: Rowan & Littlefield Education

Mailani, I. (2011). Semiotika Dalam Komunikasi Pendidikan. [On-Line]. http://www.ikrimamailani.co.cc/20011/03/semiotika-dalam-komunikasi-pendidikan.html. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

(52)

Rochhaini, T dan Indah, T. 2010. Penggunaan Strategi Relaksasi untuk Membantu Siswa Menggurangi Perasaan Cemas dalam Situasi Komunikasi Interpersonal. [On-Line].

ppb.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/3._artikel_Fitri_dan_titin.pdf. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)

Subandi dkk. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontempor. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sudrajat. Akhmad. 2008. Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah. [On-Line]. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/15/teknik-khusus-konseling/. (diunduh tanggal 11 Desember 2012)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2003. Metdologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Imterpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Weiten, W., Lloyd, M., Dunn, D., & Hammer, E. (2009). Psychology Applied To Modern Life. USA: Wadsworth Cengange Learning.

West, R & Turner, L. 2009. Understanding Interpersonal Communication. Canada: Wadsworth Cengange Learning.

Widing & Milne, A. 2008. Cognitive Behavioral Therapy. London: The MCGraw – Hill Companies.

Wulandari, H. L. 2004. Efektifitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk

Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Medan: Universitas

Sumatra Utara. (Skripsi, Tidak Dipublikasikan)

Gambar

Gambar 1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi
Gambar 1.2. Alur Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 2.1. Model Utama Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Gambar 3.1. Pre-test and Post-test Group (Arikunto, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Rinehart.Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Dengan Menggunakan Pendekatan Rational Emotif Behavior Therapy Terhadap Kecemasan Berbicara Siswa SMA Negeri 1 Siantar

Expressive writing dapat membantu siswa yang memiliki masalah kecemasan pada kategori tinggi saat menghadapi ujian sekolah dengan mengungkapkan perasaan serta pemikiran