PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA
TAHUN AJARAN 2012-2013
Oleh BERLINA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Bimbingan Konseling Jurusan Iilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENURUNAN KECEMASAN SISWA SAAT BERKOMUNIKASI
DENGAN GURU MENGGUNAKAN PENDEKATAN COGNITIVE
BEHAVIOR THERAPY TEKNIK RELAKSASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGRI 1 WAY LIMA TA 2012-2013
Oleh Berlina
Masalah dalam penelitian ini adalah siswa mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan guru. Permasalahannya “Apakah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013?”. Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.
Metode yang digunakan dalam penelitian quasi eksperimen desain one-group pretest-posttest. Subjek penelitian enam orang siswa kelas XI yang mengalami kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru mengalami penurunan setelah pemberian treatment. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan nilai P (presentase peningkatan) sebesar -51%, yang artinya tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menurun sebesar 51%.
Kesimpulan dari penelitian, penggunaan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi dapat menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. Saran yang diberikan: (1) Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru hendaknya mengikuti layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi. (2) Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi untuk membantu menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru. (3) Bagi peneliti lain yang meneliti masalah kecemasan dapat melakukan penelitian dengan treatment berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan.
DAFTAR ISI
A. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi Komunikasi... 12
1. Kecemasan ... 12
2. Komunikasi ... 13
3. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru ... 14
4. Tipe-tipe dari Kecemasan Komunikasi ... 15
B. Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy ... 16
1. Pendekatan Behavioral ... 16
2. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy 17
3. Penggunaan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) ... 19
4. Teknik dalam Cognitive Behaviour Therapy (CBT)... 20
5. Penggunaan Teknik Relaksasi ... 21
6. Macam-macam Bentuk Relaksasi ... 23
7. Tahap-tahap Pelaksanaan Relaksasi ... 24
C. Kaitan Antara Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dengan Kecemasan dalam Komunikasi ... 26
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
G. Uji Validitas dan Reabilitas Instrument ... 37
H. Teknik Analisis Data ... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil Penelitian... ... 41
1. Gambaran Hasil Pra Pelaksanaan Layanan Konseling MenggunakanPendekatan Cognitive Behavior Therapy Teknik Relaksasi ... 41
2. Data Hasil Base-Rate dan Post-Rate ... 43
3. Uji Hipotesis ... 45
4. Pelaksanaan Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy Teknik Relaksasi ... 46
5. Deskripsi Hasil yang Diperoleh dari Setiap Siswa ... 49
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Latar Belakang dan Masalah
Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna
bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media
tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang
sehingga ada efek tertentu yang diharapkan (Effendy, 2002).
Dalam dunia pendidikan, sekolah adalah suatu lembaga yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang, dan dalam
pelaksanaannya peran komunikasi sangatlah penting dan mutlak diperlukan
sebagai penambah dan pengembang kemampuan siswa. Pendidikan dan
komunikasi memiliki kaitan yang sangat erat, segala sesuatu yang berkaitan
dengan pendidikan tidak akan dapat berjalan dengan tampa adanya
komunikasi. Menurut Mailani (2011), ketika seseorang belajar,
berpengalaman, maka orang tersebut melakukan dan membutuhkan
Sebuah proses belajar mangajar mengutamakan dialog antara siswa dan guru.
Namun pada pelaksanaanya hanya guru saja yang aktif menjelaskan,
sementara siswa hanya cenderung pasif. Agar kita dapat mengetahui sejauh
mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, maka guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi
secara langsung dengan guru.
Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi
secara lisan sangatlah besar artinya. Kesempatan ini juga dapat menjadi
latihan untuk siswa dalam mengemukakan kritik yang konstruktif dan dapat
juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan, dimana hal ini
menuntut siswa untuk membuat dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai
suatu topik atau permasalahan. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
mereka, siswa dapat mengemukakan gagasan dari berbagai informasi dengan
mendeskripsikan keputusan dan mengajukan permasalahan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru Bimbingan Konseling disalah
satu sekolah saat peneliti mengadakan studi pendahuluan di SMA Negeri 1
Way Lima, dapat diketahui ada beberapa siswa yang mengalami kecemasan
dalam berkomunikasi, contohnya saat siswa diminta untuk berkomunikasi
dengan guru dan hal ini juga diperkuat oleh keterangan guru mata pelajaran
bahwa siswa lebih cenderung pasif. Ketika guru memberikan latihan tertulis
pada siswa, siswa mampu untuk mengerjakannya, namun ketika latihan
Respon yang juga ditunjukkan oleh siswa pada saat guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat, ide dan
gagasannya yaitu siswa masih merasa takut, gugup, gelisah, dan berkeringat
dingin. Reaksi tersebut terjadi karena siswa beranggapan bahwa apa yang
hendak ia komunikasikan akan salah dan akan dimarahi guru. Siswa takut
dianggap sebagai pembangkang, diremehkan oleh guru dan teman-temanya,
serta malu dipandang ketinggalan dari siswa yang lain dalam hal merespon
pernyataan yang diberikan oleh guru.
Jika rasa cemas muncul saat siswa berkomunikasi dengan guru, maka proses
komunikasi antara siswa dengan guru akan terganggu dan pesan yang
disampaikan siswa belum bisa sempurna diterima oleh guru. Menurut
Rochaini dan Indah (2010), siswa yang mengalami kecemasan dalam
komunikasi cenderung mengalami gangguan psikis seperti: perasaan takut,
sulit konsentrasi, panic, tegang, dan gelisah.
Berdasarkan beberapa dampak yang muncul akibat kecemasan yang dihadapi
siswa, maka peran Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan untuk
membantu siswa yang mengalami kecemasan saat berkomunikasi tersebut.
Kecemasan bagi sebagian besar orang mungkin dianggap tidak bermasalah,
padahal jika perasaan cemas berkepanjangan dan seseorang tidak mampu
mengatasi kecemasannya, maka hal ini dikhawatirkan akan memberikan
dampak negatif terhadap hasil dari belajar. Dalam hal ini diperlukan sebuah
Salah satu strategi yang dapat mengurangi kecemasan siswa saat
berkomunikasi dengan guru adalah pendekatan Cognitive Behavioral Therapy.
Markman dalam Kanfer dan Goldstein (Sudrajat, 2008), “Modifikasi
perilaku-kognitif efektif untuk mengatasi individu yang mengalami kecemasan
komunikasi antar pribadi”. Komunikasi antar pribadi adalah interaksi orang ke
orang, dua arah, verbal dan non verbal. Saling berbagi informasi dan perasaan
antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil
(Changara, 2003).
Melihat dari penelitian Markman dalam Kanfer dan Goldstein (Sudrajat,
2008), dapat disimpulkan bahwa teknik modifikasi perilaku kognitif dapat
membantu mengurangi masalah kecemasan berkomunikasi. Dalam menangani
masalah kecemasan pendekatan Cognitive Behavior Therapy (CBT)
menggabungkan antara terapi kognitif dan modifikasi perilaku, dimana
konselor membantu konselee untuk mengubah pola pikirnya yang tidak
adaptif menjadi pola fikir yang adaptif sekaligus memodifikasi perilakunya.
Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan sebuah penelitian tentang penurunan
kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan pendekatan
Cognitive Behaviorl Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA
2. Indentifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti mengidentifikasikan
sebagai berikut:
1. Ada siswa yang merasa takut, gelisah, dan berkeringat dingin pada saat
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkomunikasi dengan
mengemukakan pendapat, ide dan gagasanya.
2. Terdapat siswa yang gugup dalam berkomunikasi dengan guru baik di
kelas ketika proses belajar mangajar berlangsung mapun di luar kelas.
3. Beberapa siswa beranggapan bahwa pendapatnya akan salah dan akan
dimarahi guru apabila ia mengemukakan pendapat, ide dan gagasanya.
4. Ada siswa yang takut dianggap sebagai pembangkang bila ia bertanya
pada guru.
5. Beberapa siswa takut dianggap remeh oleh guru dan teman-temanya jika ia
bertanya pada guru, mengemukaan pendapat, ide dan gagasanya.
6. Terdapat siswa yang merasa malu dan dipandang ketinggalan dari siswa
yang lain dalam hal merespon materi yang diberikan oleh guru.
3. Pembatasan Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
untuk lebih efektif penulis membatasi masalah dengan mengkaji mengenai
penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan
pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik relaksasi pada siswa
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian
ini adalah siswa mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan guru,
adapun permasalahnya adalah:
“Apakah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan
menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada
siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013?”
B. Tujuan
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru menggunakan
pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ditinjau dari dua hal, sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep bimbingan
konseling kususnya layanan konseling individual pendekatan Cognitive
Behavior Therapy teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan siswa
2. Manfaat secara praktis
1) Bahan masukan guru bimbingan konseling dalam memberikan bantuan
yang tepat terhadap siswa-siswi yang memiliki masalah kecemasan
saat berkomunikasi dengan guru di sekolah.
2) Dapat dijadikan suatu sumbangan informasi, pemikiran bagi guru
pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya
dalam upaya mengatasi masalah kecemasan siswa saat berkomunikasi
dengan guru di sekolah menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour
Theraphy (CBT) teknik relaksasi.
C. Kerangka Pikir
Pendidikan berhubungan erat dengan manusia. Idealnya melalui pendidikan
seseorang dapat dimanusiakan menjadi manusia yang berkualitas,
berkepribadian matang, dewasa, mandiri, dan menghayati dirinya sebagai
makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial. Setiap bentuk pendidikan seperti
halnya pendidikan informal, pendidikan nonformal, atau pendidikan formal
seharusnya terarah pada tujuan pendidikan, yaitu menciptakan suatu
komunikasi harmonis dalam masyarakat. Dalam proses pendidikan hal ini
sudah harus mulai diciptakan bagi para pelaku pendidikan itu sendiri, yang
dimaksudkan di sini adalah orang tua, guru dan masyarakat pada umumnya.
Sekolah dalam hal ini bertugas untuk menciptakan perimbangan yang
harmonis antara berbagai unsur dalam lingkungan sosial dan mengusahakan
agar seorang peserta didik dapat keluar dari keterbatasan lingkungan
untuk berperan lebih menciptakan suatu kondisi demi tercapainya tujuan ini.
Kondisi yang seharusnya tercipta untuk tercapainya tujuan itu adalah adanya
keharmonisan komunikasi, sehingga pada proses belajar mengajar, sosial
masyarakat, dan lingkungan keluarga, siswa mampu berinteraksi dengan baik.
Akan tetapi kenyataannya justru berbicara lain. Komunikasi yang baik sebagai
tujuan pendidikan kelihatannya hanya merupakan sebuah ungkapan untuk
berbasa-basi dan juga merupakan harapan yang sia-sia. Terlihat dari proses
pendidikan yang ada di lapangan, para peserta didik dijadikan sebagai bank
bangi guru untuk menabung semua pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya padahal seharusnya peserta didik dijadikan sebagai subyek atau
pribadi yang bebas untuk mengungkapkan diri dan gagasannya ditengah
peserta yang lainnya.
Saat mengadakan studi pendahuluan di SMA Negeri 1 Way Lima, peneliti
menemukan beberapa siswa mengalami kecemasan dalam berkomunikasi.
Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa siswa, dapat diketahui
penyebab kecemasan yang dialami siswa saat berkomunikasi dengan guru
dikarenakan siswa mempunyai pikiran-pikiran negatif seperti: takut saat
berkomunikasi dengan guru ketika ditanya jawabanya salah dan dimarahi oleh
guru, ditertawakan oleh teman-temannya, dianggap sebagai pembangkang,
diremehkan oleh guru dan teman-temannya, serta malu dipandang ketinggalan
dari siswa yang lain.
Kecemasan komunikasi yang dialami siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut Powell & Powell (2010), faktor yang mempengaruhi
munculnya kecemasan komunikasi yaitu:
a. Genetika : Kecemasan komunikasi dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dari individu tersebut, dimana bersifat genetik bahwa kecemasan komunikasi adalah ketakutan terkait dengan faktor-faktor seperti sosialisasi, penampilan fisik, bentuk tubuh.
b. Skill acquisition : Individu akan merasa cemas dipengaruhi dengan
keberhasilan individu mengembangkan keterampilan dalam komunikasi.
c. Modelling : Kecemasan komunikasi berkembang dari proses imitasi
terhadap orang lain yang diamati oleh seseorang didalam interaksi sosialnya.
d. Reinforcement : Kecemasan komunikasi dipengaruhi oleh seberapa sering
individu mendapat penguatan untuk melakukan komunikasi dari lingkungan sekitarnya. Individu yang menerima reinforcement positif dalam komunikasi akan dapat mengurangi kecemasan komunikasi, sedangkan individu yang jarang diberikan kesempatan untuk melakukan komunikasi dan tidak didorong untuk berkomunikasi akan mengembangkan sikap negatif mengenai komunikasi sehingga muncul kecemasan komunikasi.
Gambar 1.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi
Siswa yang mengalami kecemasan komunikasi dengan guru akan merasa sulit
dan merasa cemas ketika harus berkomunikasi, sehingga tidak mampu
mencerminkan rasa kehangatan, keterbukaan, dan mengapresiasikan Modelling
Reinforcement
Kecemasan Komunikasi Genetika
perasaannya melalui kata-kata. Oleh sebab itu diperlukan suatu penanganan
agar siswa lebih aktif dan tidak cemas berkomunikasi dengan guru.
Berdasarkan asumi di atas, maka peneliti akan menggunakan pendekatan
Cognitive Behaviour Therapy (CBT) untuk membantu mengurangi kecemasan
siswa saat berkomunikasi dengan guru. Dan alur kerangka pikir dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1.2. Alur Kerangka Pikir Penelitian
Dari gambar diatas terlihat bahwa kecemasan tinggi saat siswa berkomunikasi
dengan guru di sekolah sebelum diberikan Pendekatan Cognitive Behavior
Therapy dengan teknik relaksasi. Dan kecemasan rendah saat siswa
berkomunikasi dengan guru di sekolah setelah diberikan Pendekatan Cognitive
Behavior Therapy dengan teknik relaksasi. Kecemasan tinggi saat
siswa berkomunikasi dengan guru
Konseling Individu Pendekatan Cognitive
Behaviour Theraphy
Kecemasan rendah saat siswa berkomunikasi
D. Hipotesis
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2011).”
Bedasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah
jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang
kebenanrannya harus diuji secara empiris melalui data-data yang terkumpul,
dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha: Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan
menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi
pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran
2012-2013.
Ho: Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru tidak dapat
diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy
tetknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi 1. Kecemasan
Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang
berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek
ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar
dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila
intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan
kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu
yang bersangkutan.
Selanjutnya, dikemukakan pula oleh Xun (2008) bahwa kecemasan
merupakan keadaan emosi yang ditandai secara subjektif, secara sadar
merasakan ketegangan, ketakutan, gugup, yang berkaitan dengan system saraf
otonom. Pendapat lain disampaikan oleh Spielberger (2000), ia mengatakan
bahwa kecemasan adalah perasaan ketakutan yang ditandai dengan beberapa
simtom seperti pusing, mual, gangguan otot seperti tremor, perasaan gelisah
kecemasan merupakan perasaan takut, gugup, kawatir, panik yang disertai
detak jantung meningkat, berkeringat ketegangan otot, peningkatan
pernapasan dan mulut kering.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan
adalah suatu ketakutan, perasaan gugup, panik, tegang, tidak nyaman dan
kekhawatiran tentang ancaman yang berupa ancaman fisik atau psikologis
yang muncul secara alami.
2. Komunikasi
Komunikasi adalah interaksi social yang berbentuk tindakan kolektif dan
kerjasama. Komunikasi merupakan proses pembentukan dan bertukar
informasi dalam percakapan informal, interaksi grup atau berbicara di depan
public, Verbender, V & Sellnow: 2009 (Efendy: 2011)
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian
suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini
yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian
Ruben dan Steward: 2006 (Efendy: 2011) mengenai komunikasi manusia
adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan,
kelompok, organisasi, dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan
untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain. Menurut Efendy (2011)
istilah komunikasi merujuk pada kalimat mendiskusikan makna, mengirim
maksud agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan, atau
gagasan dengan pengirim pesan.
Dari beberapa pendapat diatas, disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses
interaksi sosial dan pertukaran informasi yang melibatkan individu-individu
dalam suatu hubungan, kelompok dan masyarakat dalam mendiskusikan
makna maupun gagasan pada orang lain dengan mengirimkan pesan.
3. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru
Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para
siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk
kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Karena kecemasan
merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke permukaan maka
untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau tidak,
diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali
gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya.
Seperti yang dikemukakan oleh Sellnow, (2005) bahwa kecemasan dalam
komunikasi dapat diartikan sebagai ketakutan atau kekhawatiran individu
yang berkaitan dengan komunikasi nyata dengan orang lain. Pengertian
tersebut sejalan dengan penjelasan Weiten, Lloyd, Dunn, & Hammer (2009)
yang menyatakan bahwa kecemasan komunikasi merupakan ketegangan yang
dialami individu ketika akan berbicara dengan orang lain seperti perasaan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
berkomunikasi yaitu ketakutan, kakhawatiran, berupa perasaan negatif yang
dirasakan individu dalam melakukan komunikasi, biasanya berupa perasaan
tegang, gugup, ataupun panik yang dialami individu dalam melakukan
komunikasi ketika berada didalam situasi tertentu.
4. Tipe-tipe dari Kecemasan Komunikasi
Kecemasan komunikasi dapat dibagi berdasarkan tipe-tipe dari kecemasan
komunikasi, ada 4 tipe dari kecemasan komunikasi menurut Powell & Powell
(2010), yaitu:
a. Traitlike adalah derajat kecemasan yang relatif setabil dan relatif panjang
waktunya ketika seseorang dihadapkan pada berbagai konteks komunikasi, seperti misalnya dalam public speaking, pertemuan-pertemuan (meetings), komunikasi antar pribadi, dan komunikasi kelompok.
b. Audience-Based merupakan kecemasan komunikasi yang dialami
seseorang ketika ia berkomunikasi dengan tipe-tipe orang tertentu tampa memandang waktu atau konteks dan akan memicu timbulnya reaksi kecemasan.
c. Situasional adalah kecemasan komunikasi yang berhubungan dengan
situasi ketika seseorang mendapatkan perhatian yang tidak biasa (unusual) dari orang lain.
d. Contex-Based merupakan kecemasan komunikasi hanya pada setting
tertentu. Kecemasan berkomunikasi timbul karena berada dalam tempat-tempat tertentu.
Berdasarkan tipe-tipe kecemasan komunikasi diatas, yang akan di teliti dalam
penelitian ini adalah kecemasan komunikasi Audience-Based. Yaitu
kecemasan komunikasi yang dialami siswa ketika ia berkomunikasi dengan
tipe-tipe orang tertentu seperti figur otoritas atau guru di sekolah tampa
memandang waktu atau konteks dan akan memicu timbulnya reaksi
B. Pendekatan Cognitive Behaviour Therapy
1. Pendekatan Behavioral
Cognitive Behaviour Therapy merupakan salah satu teknik dari pendekatan
behavioral. Sebelum memasuki pengertian Cognitive Behaviour Therapy,
sekilas akan dipaparkan terlebih dahulu mengenai pendekatan behavioral.
Pendekatan behavioral didasari oleh eksperimen yang melakukan investigasi
tentang prinsip-prinsip tingkah laku manusia. Konseling behavioral memiliki
asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama
dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia memiliki potensi untuk
berprilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Selain itu manusia dipandang
sebagai individu yang melakukan refleksi atas tingkah lakunya sendiri,
mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku
baru atau dapat mempengaruhi prilaku orang lain, Walker & Shea, 1988, p. 36
(Komalasari, dkk: 2011).
Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan awal
1960-an sebagai awal radikal menentang prespektif psikoanalisis yang
dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen para
behaviorist yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam
tingkah laku manusia. Secara garis besar, sejarah perkembangan pendekatan
behavioral terdiri dari tiga trend utama, yaitu: trend I: kondisioning klasikal
(Classical Conditioning), trend II (Operant Conditioning), dan trend III
Dalam upaya menurunkan tingkat kecemasan siswa saat berkomunikasi
dengan guru penulis akan menerapkan penggunaan taknik behavioral trend III
yaitu Cognitive Behavioral Therapy.
2. Pengertian dan Konsep Dasar Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Pendekatan Cognitive Behavioral Therapy muncul sekitar tahun 1960, dan
dilatar belakangi oleh psikiater Amerika Beck. Beck (Wilding dan Milne:
2008) menyatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat proses pemikiran yang
paralel dan inilah yang mempengaruhi perilaku seseorang. Jika digambarkan
model dari Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah sebagai berikut:
Kejadian atau peristiwa
Pikiran
Perilaku Perasaan (emosi dan fisik)
Perilaku yang muncul
Gambar 2.1. Model Utama Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Beck (Wilding dan Milne: 2008) menggunakan Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) untuk membantu mengatasi masalah depresi. Beck juga menjelaskan
bahwa Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) atau Cognitive Behavioral Therapy
agar dapat menjadi lebih sehat, memperoleh pengalaman yang memuaskan,
dan dapat memenuhi gaya hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir
dan perilaku tertentu. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan teknik
menggabungkan terapi kognitif dan bentuk modifikasi perilaku.
Terapi kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kognisi merupakan penentu
utama mengenai bagaimana kita merasakan dan berbuat. Beck (Corey: 1990)
menulis bahwa, dalam arti yang paling luas, “terapi kognitif terdiri dari semua
pendekatan yang menjadikan kepedihan psikologis lebih bisa tertahankan
melalui medium mengoreksi konsepsi keliru dan sinyal-sinyal dirinya
sendiri”.
Selanjutnya teori ini tidak menggunakan reinforcement dengan menganggap
bahwa individu dapat belajar malakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan
mengulang apa yang dilihat. Tingkah laku ditentukan oleh antisipasi terhadap
konsekwensi. Teori ini juga menekankan pada kognisi dan regulasi diri.
Manusia sebagai pribadi dapat mengatur diri sendiri (self regulation), dapat
mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan
dukungan kognitif, dan dapat melihat konsekwensi bagi tingkah laku sendiri.
Dari penjelasan di atas, secara singkat Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha
memperkuat timbulnya perilaku adaptif dan memperlamah timbulnya perilaku
yang tidak adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi
tentang pikiran yang kurang rasional dan upaya pelatihan keterampilan
3. Penggunaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat dipakai untuk penyembuhan
beberapa gangguan yang terjadi pada diri seseorang, terutama gangguan yang
terjadi karena pemikiran yang salah terhadap suatu kejadian. Wilding dan
Milne (2008) menyatakan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
merupakan sebuah pendekatan dalam konseling yang dapat membantu
individu yang mengalami masalah depresi dan kecemasan, Oemarjoedi (2003)
menambahkan bahwa Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga dapat
digunakan untuk membantu menyembuhkan gangguan kepribadian, depresi,
schizophren, gangguan kecemasan, ganguan panic, pobia, gangguan
somatoform, ketergantungan substansi, gangguan makan, gannguan obsesi
komulsi, gangguan stress pascatrauma, hipokondria, dan masalah emosi
bahkan masalah perkawinan. Selain itu dijelaskan oleh Froggatt (2006) bahwa
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat membantu mengatasi masalah
kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan khusus seperti
kecemasan social dan kecemasan pasca trauma.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) juga dapat membantu seseorang
mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan seperti komunikasi, hubungan interpersonal, kepemimpinan dan manajerial serta peningkatan motivasi (Oemarjoedi: 2003).
Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa pendekatan Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) dapat di pakai untuk membantu seseorang dalam
dan depresi, selain itu pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat
digunakan untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki seseorang.
4. Teknik dalam Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Setiap pendekatan yang dipakai untuk membantu seseorang dalam
memecahkan masalah yang dihadapi pasti mempunyai teknik yang berbeda
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) memiliki teknik yang berfariasi untuk
berbagai masalah, Froggatt (2006) menyatakan bahwa ada beberapa teknik
dalam pendekatan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yaitu:
a. Pemajanan
Pemajanan (exposure) merupakan teknik yang sering dipraktikkan. Tujuannya
adalah menguji keyakinan meningkatkan toleransi terhadap ketidak nyamanan
dan mengembangkan keyakinan terhadap kemampuan sendiri dalam
mengatasi masalah. Biasanya pemajanan dilakukan secara bertahap, langkah
ini dimulai dari situasi yang sedikit menakutkan, dilanjutkan dengan hal yang
lebih mencemaskan dan berakhir dengan hal yang sangat menakutkan.
Biasanya proses ini dilakukan dengan membuat hirarki kecemasan.
b. Pencegahan Reaksi
Pemejanan sering dikaitkan dengan pencegahan reaksi, ini meliputi
penghambatan setiap strategi disfungsional yang bisa digunakan dalam
menangani situasi yang menakutkan. Contohnya bila takut berada ditempat
umum dan terdorong untuk lari dari situasi tersebut, cobalah untuk tinggal
c. Relaksasi
Usaha untuk mengajari seseorang relaks, dengan menjadikan orang itu sadar
tentang perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti
tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa teknik dalam pendekatan
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) meliputi teknik pemanjanan, teknik
pencegahan reaksi dan relaksasi. Dan dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan siswa saat
berkomunikasi dengan guru.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik relaksasi. Menurut
Thantawy (Froggatt: 2006) relaksasi adalah teknik mengatasi
kekhawatiran/kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf,
itu terjadi atau bersumber pada objek-objek tertentu. Relaksasi merupakan
suatu kondisi istirahat pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek
sepirit tetap aktif bekerja.
5. Penggunaan Teknik Relaksasi
Chaplin, 1975 (Abimanyu & Manrihu: 1996) memberi pengertian relaksasi
sebagai kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Atau, relaksasi
adalah satu keadaan tegang yang rendah dengan tanpa adanya emosi yang
kuat. Selanjutnya, ia juga member batasan tentang terapi relaksasi, sebagai
bagaimana rileks, dengan asumsi bahwa keadaan otot yang rileks akan
membantu mengurangi ketegangan kejiwaan.
Cormier dan Cormier, 1985 (Abimanyu & Manrihu: 1996) memberi
pengertian relaksasi (otot) sebagai usaha mengajari seseorang untuk relaks,
dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan
perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan,
muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki. Dengan cara itu
seseorang mengalami dan menyadari tentang perasaan-perasaan tersebut untuk
beberapa saat lamanya. Dengan adanya perubahan perasaan tegang ke
perasaan rileks itu dapat mempengaruhi tekanan darah seseorang, kecepatan
jantung, kecepatan pernafasan, dan juga mempengaruhi proses-proses di
dalam tubuh serta cara-cara seseorang berbuat atau merespon secara lahiriah.
Tujuan jangka panjang dari relaksasi otot adalah agar tubuh dapat memonitor
sesegera mungkin semua singnal kontrolnya dan secara otomatis
membebaskan tegangan yang tidak diinginkan.
Burn (Subandi, dkk: 2003) mengatakan beberapa keuntungan dari relaksasi,
antara lain:
a. Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stressor.
b. Masalah-masalah yang berhubungan dengan stressor seperti hipertensi, sakitkepala, imsomnia dapat dikurangi atau diobati dengan rileksasi. c. Mengurangi tingkat kecemasan
d. Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stress, dan mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara dan sebagainya. e. Meningkatkan penampilan kerja, social, dan keterampilan fisik.
g. Kesadaran diri tentang kesadaran fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai latihan rileksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan keterampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.
h. Relaksasi merupakan bantuan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dan oprasi.
i. Konsekwensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil control yang meningkat terhadap reaksi stress.
j. Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional.
Dari penjelasan beberapa keuntungan relaksasi diatas, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan teknik relaksasi dapat digunakan untuk mengurangi
kecemasan, mengontrol anticipatory anxienty sebelum situasi yang
menimbulkan kecemasan serta meningkatkan hubungan interpersonal
seseorang.
6. Macam-macam Bentuk Relaksasi
Terapi relaksasi ada beberapa macam, menurut Bernstein dan Borkovec,
1973.et.all (Subandi dkk: 2003) ada tiga macam relaksasi otot, yaitu tension
relaxation, letting go, dan difrential relaxation.
a. Tension relaxation
Dalam metode ini individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan
masing-masing otot, kemudian diminta untuk merasakan dan menikmati
perbedaan antara ketika otot tegang dan ketika otot lemas. Disini individu
diberi tahu bahwa pada fase menegangkan akan membantu dia lebih
menyadari sensasi yang berhubungan dengan kecemasan, dan sensasi-sensasi
tersebut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan.
-olah mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga individu akan merasakan
rileks. Pada mulanya prosedur pelemasan otot-otot dengan cepat ini
dikenalkan oleh Lazarus dan Paul dikutip oleh Goldfried dan Davison
(Subandi, dkk: 2003). Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, bisep,
bahu, leher, wajah, perut dan kaki.
b. Letting go
Bertujuan memperdalam relaksasi. Pada fase ini individu dilatih untuk lebih
menyadari ketegangannya dan berusaha sedapat mungkin untuk mengurangi
serta menghilangkan ketegangan tersebut menurut Goldfried dan Davidson,
1979 (Subandi, dkk: 2003).
c. Differentioan Relaxation
Digunakan untuk merilekskan otot yang ketegangannya berlebihan dan untuk
merilekskan otot–otot yang tidak perlu tegang pada waktu individu melakukan
aktivitas itu, menurut Berkin dan Borkanc, 1973.et.all (Subandi, dkk: 2002).
7. Tahap-Tahap Pelaksanaan Relaksasi
Sebelum latihan relaksasi dilakukan, perlu diperhatikan mengenai lingkungan
fisik (physical setting), sehingga individu dapat berlatih dengan tenang,
Bernstein & Borkovic, 1973: Goldfried.et.all (Subandi, dkk: 2003).
Lingkungan fisik tersebut antara lain:
a. Kondisi Ruangan
Ruangan yang digunakan untuk latihan rileksasi harus tenang, segar dan
sebaiknya ditutup. Penerangan ruangan sebaiknya remang-remang saja, dan
dihindari adanya sinar langsung yang mengenai mata individu, sehingga
memudahkan mereka untuk berkonsentrasi.
b. Kursi
Dalam latihan relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan
individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh. Berdasarkan
pengalaman menggunakan kursi malas, sofa, atau kursi yang ada sandarannya
akan mempermudah individu dalam melakukan relaksasi. Latihan relaksasi
juga dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur.
c. Pakaian
Pada waktu latihan rileksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar, dan
hal-hal yang mengganggu jalannya relkaksasi (kacamata, jam tangan, gelang,
sepatu, ikat pinggang) dilepas dulu.
Cormier & Cormier, 1985 (Subandi, dkk: 2003). Mengemukakan bahwa
strategi relaksaasi terdiri atas 7 (tujuh) tahapan sebagai berikut:
1. Rasional penggunaan treatment relaksasi 2. Petunjuk tentang berpakaian
3. Menciptakan suasana yang nyaman 4. Permodelan oleh konselor
5. Petunjuk untuk melakukan relaksasi 6. Penilaian pasca relaksasi
7. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut
Berdasarkan pengamatan Burnstein & Borkovic dalam Nelson, 1982
(Rochhaini, dkk: 2010) bahwa latihan relaksasi dengan memusatkan pada
1. focus (Pemusatan perhatian), memusatkan perhatian pada sekelompok otot
2. Tense (tegang), yaitu merasakan ketegangan pada sekelompok otot
3. Hold (tahan), yaitu mempertahankan ketegangan antara 5 sampai 7 detik
4. Release (Lepas), yaitu melepaskan tegangan pada sekelompok otot
5. Relax (Rileks), yaitu memusatkan perhatian pada pelepasan ketegangan
dan lebih lanjut merasakan keadaan rileks pada sekelompok otot
Petunjuk untuk melakukan relaksasi; menutup mata sampai relaksasi selesai,
menggenggam tangan, menekuk kedua lengan ke belakang, menggerakkan
bahu, mengerutkan dahi dan alis, menutup mata keras-keras, mengatupkan
rahang, memoncongkan bibir, menekan kepala, melengkungkan punggung,
membusungkan dada dan perut, mengambil nafas panjang, mengencangkan
otot perut, meluruskan kedua telapak kaki, menekuk kaki di bagian
pergelangan kaki, mengulangi gerakan berbagai kelompok otot, membuka
mata, penilaian setelah relaksasi, pekerjaan rumah dan tindak lanjut.
C. Kaitan Antara Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dengan Kecemasan Komunikasi
Seseorang yang berfikir bahwa kejadian ataupun peristiwa yang terjadi dalam
dirinya sebagai hal yang buruk maka seseorang itu akan mengambil jalan yang
buruk pula sebagai bentuk konsekuensi yang dibuat atas pikirannya, seperti
halnya ketika kita mengganggap interaksi kita dengan orang lain adalah
peristiwa yang buruk, maka kita akan merasakan perubahan dalam perasaan
dan kondisi fisik kita seperti cemas, depresi, sakit perut, pusing, sehingga kita
akhirnya berusaha menghindari terjadinya peristiwa tersebut (Wilding dan
Kecemasan dalam komunikasi berkembang karena seseorang pada awalnya
memang sudah berfikir bahwa dirinya tidak mampu melakukan komunikasi
tersebut, dari hal diatas akan terlihat gejala fisik yang jelas berupa
kekhawatiran, ketika seseorang mulai meyakini bahwa dirinya tidak mampu
mengatasi masaalah diatas, maka gejala cemas akan bertambah, jika hal ini
terus berkembang, maka yang akan terjadi adalah seseorang akan berfikir
untuk menghindari peristiwa tersebut, karena mereka anggap peristiwa ini bias
saja membuat depresi, pingsan dan lain-lain. (Wilding dan Milne, 2008)
Berdasarkan hasil sebuah penelitian seorang psikolog Lita Hadiati pada tahun
2002, menyimpulkan bahwa teknik modifikasi perilaku dapat digunakan dan
hasilnya efektif untuk menurunkan kecemasan komunikasi antar individu,
efektivitas modifikasi perilaku kognitif untuk mengurangi kecemasan
komunikasi dapat bertahan selama beberapa waktu lamanya, jadi tidak
merupakan perubahan sesaat saja. Hal ini dimungkinkan karena proses
modifikasi sendiri mampu direkam oleh sisi kognitif individu yang dapat
digunakan sewaktu-waktu.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) membantu kita mengubah pemikiran
kita yang tidak adaptif dalam menilai suatu hal menjadi pemikiran yang
adaptif, sehingga dampak akhirnya perilaku yang kita hasilkan berupa perilaku
yang adaptif pula. Secara rinci dapat dijelaskan bahwa Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) akan membantu seseorang untuk memikirkan suatu peristiwa
menjadi peristiwa yang positif, tentang berkomunikasi, membantu
mengembangkan pemikiran bahwa berkomunikasi bukanlah masalah yang
D. Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pada masyarakat yang semakin maju, masalah penentuan identitas atau jati
diri menjadi semakin rumit. Hal ini disebapkan oleh tuntutan masyarakat maju
kepada anggotanya menjadi lebih berat. Persyaratan untuk dapat diterima
menjadi anggota masyarakat bukan saja kematangan fisik, melainkan juga
kematangan mental, psikologis, kultural, vokasional, intelektual, dan religious.
Kerumitan ini akan terus meningkat pada masyarakat yang sedang
membangun sebab perubahan cepat terjadi pada masyarakat dan semakin
derasnya arus globalisasi komunikasi, akan merupakan tantangan pula bagi
individu atau peserta didik. Keadaan semacam inilah yang menuntut
diselenggarakannya bimbingan dan konseling di sekolah.
Istilah Bimbingan dan Konseling sangat popular dewasa ini, bahkan sangat
penting peranannya dalam sistem pendidikan kita. Ini semua terbukti karena
Bimbingan dan Konseling telah dimasukkan dalam kurikulum dan bahkan
merupakan cirri khas dari kurikulum SMP dan SMA/SMK tahun 1975, 1984,
1994, 2004, dan KTSP di seluruh Indonesia (Dewa Ketut Sukardi: 2008).
Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan
kita, mengingat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah suatu kegiatan
bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan
siswa pada khususnya disekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini
sangat relevan apabila dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah
dan potensi-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian
menyangkut masalah prilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi
masalah akademik dan keterampilan.
Tujuan Bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik dalam tugas
perkembangannya, ada dua tujuan dari layanan Bimbingan dan Konseling
yaitu tujuan umum dan tujuan kusus. Tujuan umum dari layanan Bimbingan
dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana
dinyatakan dalam undang-undang system pendidikan nasional (UUSPN) tahun
2003 (UU No. 20/2003), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya
yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, Depdikbud: 2004 (Dewa Ketut
Sukardi: 2008).
Secara khusus pelayanan Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu
siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek
pribadi-sosial, belajar, dan karir. Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk
mencapai tujuan dan tugas perkembanngan pribadi-sosial dalam mewujudkan
pribadi, yang takwa, mandiri, dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar
dimaksudkan untuk memncapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan.
Bimbingan karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang
Berdasarkan beberapa dampak yang muncul akibat kecemasan berkomunikasi
yang dihadapi siswa, maka peran Bimbingan dan Konseling sangat dibutuhkan
untuk membantu siswa yang mengalami kecemasan saat berkomunikasi
tersebut agar tujuan dari Bimbingan Konseling dapat tercapai. Dalam hal ini
diperlukan sebuah pendekatan Konseling khusus yang dapat membantu
mengurangi kecemasan tersebut. Salah satu strategi yang dapat mengurangi
kecemasan siswa saat berkomunikasi adalah pendekatan Cognitive Behavioral
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima Jln. Baturaja kecamatan
Way Lima kabupaten Pesawaran, dan waktu penelitian adalah pada tahun
ajaran 2012-2013.
B. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian memegang peranan penting karena salah satu ciri
dari karya ilmiah adalah terdapatnya suatu metode yang tepat dan sistematis
sebagai penentu arah yang tepat dalam pemecahan masalah. Ketetapatan
pemilihan metode merupakan syarat yang sangat penting agar mendapatkan
hasil yang optimal. Menurut Sugiyono (2011) secara umum metode penelitian
diartikan sebagai “cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu.”
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.“
Menurut Sukardi (2003) metode penelitian eksperimen merupakan metode
penelitian yang paling produktif, karena jika penelitian tersebut dilakukan
dengan baik dapat menjawab hipotesis yang utamanya berkaitan dengan
hubungan sebab akibat. Di samping itu, penelitian eksperimen juga
merupakan salah satu bentuk penelitian yang memerlukan syarat relatif lebih
ketat jika dibandingkan dengan jenis penelitian lainnya.
Salah satu hal ciri dari kegiatan ilmiah adalah terdapat suatu motode yang
tepat dan sistematis sebagai penentu kearah pemecahan masalah, ketepatan
memilih metode merupakan syarat yang utama agar dapat tercapai hasil yang
diharapkan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen
semu (Quasi eksperiman) dengan desain One-Group Pretest-Posttest. Di
dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum
eksperimen dan sesudah eksperimen. Desain ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Pengukuran Pengukuran
(Pre-test) Perlakuan (Post-test)
Gambar 3.1. Pre-test and Post-test Group (Arikunto, 2010)
Keterangan:
O1 : Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen
X : Perlakuan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy
teknik relaksasi
O2 : Observasi sesudah eksperimen
Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (01) disebut base-rate, dan
observasi sesudah eksperimen (02) disebut post-rate, Goodwin and Coates
(1976). Hasil kedua pengukuran tersebut dibandingkan untuk menguji apakah
perlakuan yang diberikan dapat mengurangi kecemasan yang dialami siswa
pada saat berkomunikasi dengan guru atau tidak.
C. Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah sumber data untuk menjawab masalah. Penelitian
subjek ini disesuaikan dengan keberadaan masalah dan jenis data yang ingin
dikumpulkan. Alasan peneliti menggunakan subyek penelitian adalah karena
penelitian ini merupakan aplikasi konseling individu dalam menangani
kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dan hasil dari proses
konseling ini tidak dapat digeneralisasikan antara subjek yang satu tidak dapat
mewakili subjek yang lain karena setiap individu berbeda dan unik.
Penjaringan subyek melalui wawancara dengan guru BK, Wali Kelas dan
Guru Matapelajaran Matematika. Setelah guru merekomendasikan siswa yang
mengalami kecemasan tinggi saat berkomunikasi, peneliti melakukan
observasi pada siswa, untuk membuktikan siswa yang direkomendasikan oleh
guru benar-benar memiliki kecemasan yang tinggi saat berkomunikasi dengan
D. Variabel Penelitian
Arikunto (2010) variabel merupakan segala sesuatu yang akan menjadi objek
penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sedangkan
menurut Surapranata (2004) variabel adalah faktor-faktor yang berperan
dalam penelitian peristiwa atau gejala yang akan diteliti (objek penelitian).
Dalam penelitian ini bedasarkan judul yang telah ditetapkan oleh penulis
yaitu: “Penurunan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru
menggunakan pendekatan Cognitive Behaviour Theraphy (CBT) teknik
relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negri 1 Way Lima Tahun Ajaran
2012-2013.” Maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
bebas dan variabel terikat.
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik
relaksasi. Dalam hal ini juga menjadi sebagai variabel perlakuan.
2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam pennelitian ini
adalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.
E. Definisi Operasional
Menurut Nazir (2009) definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang
atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.
1. Pendekatan Cognitive Behavior Therapy Teknik Relaksasi
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu bentuk
konseling yang bertujuan membantu klien agar dapat menjadi lebih sehat,
memperoleh pengalaman yang memuaskan, dan dapat memenuhi gaya
hidup tertentu, dengan cara memodifikasi pola pikir dan perilaku tertentu.
Teknik relaksasi (otot) adalah usaha mengajari seseorang untuk relaks,
dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan
perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan,
muka dan leher, dada, bahu, punggung, dan perut, dan kaki
2. Kecemasan Siswa saat Berkomunikasi dengan Guru
Kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru yaitu ketakutan,
berupa perasaan negatif yang dirasakan siswa dalam melakukan
komunikasi, berupa perasaan tegang, gugup, ataupun panik yang dialami
siswa saat melakukan komunikasi ketika berada dikelas maupun diluar
kelas.
Secara oprasional kecemasan berkomunikasi dengan guru yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan
guru dengan intensitas yang kuat/tinggi dan bersifat negative baik didalam
ataupun diluar kelas. Kecemasan berkomunikasi dengan intensitas yang
kuat/tinggi dan bersifat negatif yaitu kecemasan berkomunkasi dengan
guru yang dirasakan oleh siswa ditandai oleh beberapa gejala pada
a. Ketakutan, ditandai dengan menghindar saat bertemu dengan guru, enggan
menyapa guru.
b. Sulit konsentrasi, ditandai dengan terlalu lama berfikir untuk menanggapi
percakapan guru, tidak melihat kearah guru ketika berkomunikasi dengan
guru, sibuk dengan kegiatannya sendiri saat diajak berkomunikasi.
c. Panik, ditandai dengan mengajak teman saat harus berkomunikasi dengan
guru, lebih memilih untuk diam saat ditanya oleh guru.
d. Tagang, ditandai dengan terbata-bata saat berkomunikasi dengan guru,
terlihat gemetar saat berkomunikasi dengan guru.
e. Gelisahan, ditandai dengan mengulang-ngulang kalimat saat menjawab
pertanyaan dari guru, berbelit-belit dengan makna yang tidak jelas saat
menyampaikan pendapat pada guru.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data untuk
memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Menurut Menurut Nazir (2009)
metode pengumpulan data adalah “Teknik atau cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mengambil data”.
Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
Observasi dalam pengumpulan data. Observasi yaitu suatu metode
pengumpulan data yang diperlukan dengan melakukan pengamatan terhadap
obyek tertentu dalam penelitian. Observasi dilakukan pada kelas XI SMA
Observasi dilakukan dengan sitematis, dengan menggunakan pedoman sebagai
instrumentasi pengamatan. Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan
yang mungkin timbul dan akan diamati. Dalam proses observasi, observer
(pengamat) tinggal memberikan tanda checklist (√) pada kolom tempat
munculnya peristiwa. Cara bekerja seperti ini disebut sistem tanda (sign
system).
Observasi akan dilakukan oleh dua orang observer, agar peneliti dapat
membandingkan hasil observasi antara observer satu (peneliti) dengan
observer dua (guru matapelajaran matematika). Untuk mengurangi adanya
penilaian subjektivitas saat observasi. 3.2. Lebih memilih untuk diam saat
ditanya oleh guru
4. timbulnya gejala
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument
Teknik pengelolaan data yang digunakan untuk menilai keampuahn
instrument penelitian. “syarat instrument yang baik harus memenuhi dua
persyaratan penting, yaitu valid dan reliable” (Arikunto, 2010).
“Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan
untuk mengukur apa yang hendak diukur” (Sugiyono, 2011).
“Instrument yang reliable berarti instrument yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama dan akan menghasilkan data yang
sama” (Sugiyono, 2011).
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
validitas konstrak (construct validity) yang disusun berdasarkan teori yang
berkaitan dengan fenomena dan objek yang abstrak, tapi gejalanya dapat
diamati dan diukur. Gravitasi, massa, kemampuan matematika, kemampuan
bahasa inggris, kebahagiaan, kecemasan, dan kesedihan antara lain temasuk
konstruk.
Menurut Sugiyono (2011) untuk menguji validitas konstrak, dapat digunakan
pendapat dari ahli (judgment experts). Dalam hal ini setelah instrument
dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berdasarkan teori
tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta
pendapatnya tentang instrument yang telah disusun itu.
Jadi untuk menguji validitas instrumen dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendapat dari ahli (judgment experts). Jumlah tenaga ahli yang
digunakan minimal tiga orang dan ketiga ahli tersebut adalah para ahli yang
tentunya harus memiliki dasar keilmuan bimbingan dan konseling.
2. Uji Reliabilitas Instrument
Instrumen bisa dikatakan reliabel apabila instrument tersebut jika digunakan
beberapa kali untuk mengkur obyek yang sama akan menghasilkan data yang
yang sama pula. Menurut Sukardi (2003) reliabilitas sama dengan konsistensi
atau keajekan. Suatu instrument penelitian dikatakan mempuanyai nilai
reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil yang
Teknik mencari reabilitas untuk reliabilitas lembar observasi dalam penelitian
ini yaitu menggunakan kesepakatan dua pengamat. Hal ini dikarenakan
penelitian ini menggunakan dua orang pengamat (peneliti sebagai pengamat 1
dan pengamat 2 adalah guru matapelajaran matematika disekolah tersebut).
Menurut Arikunto (2010) jika pengamatnya lebih dari dua orang, perlu
diadakan penyamaan pengamat sampai dicapai persamaan persepsi dari semua
pengamat yang akan bekerja mengumpulkan data.
Untuk menentukan toleransi perbedaan hasil pengamatan, digunakan
pengetesan reliabilitas pengamatan. Rumus yang digunakan yaitu:
Keterangan:
KK = Koefisien Kesepakatan
2S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama
N1 = Jumlah kode yang dibuat pengamat I
N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II
Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria
reabilitas sebagai berikut:
0,90 – 1,00 = sangat tinggi
0,70 – 0,90 = tinggi
0,40 – 0,70 = sedang
0,20 – 0,40 = rendah
0,00 – 0,20 = sangat rendah
H. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam upaya
memperoleh penemuan-penemuan yang ingin didapatkan dari hasil
penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan data catatan lapangan yang berupa catatan / rekaman kata-kata,
kalimat atau paragraf yang diperoleh dari observasi, wawancara, maupun
dokumentasi yang peneliti lakukan. Yang selanjutnya akan di olah dan di
analisa dengan cara membandingkan nilai-nilai post-rate dan base-rate.
Goodwin and Coates (1976) bahwa :
“Untuk menjawab masalah apakah ada dampak tretment terhadap
penurunan perilaku klien, maka data yang telah di tabulasi di olah dan di analisis menggunakan rumus presentase dan suatu treatment atau konseling dikatakan atau efektif bila hasil presentase perubahan adalah
sebesar 50 % atu lebih.”
Untuk mengetahui efektifitas treatment maka digunakan rumus presentase
peningkatan sebagai berikut:
Keterangan :
Post–Rate = rata-rata perilaku sesudah diberikan treatment
Base–Rate = rata-rata perilaku sebelum diberikan treatment
P = presentase peningkatan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 1 Way Lima, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:
1. Kesimpulan Statistik
Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru dapat diturunkan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Way Lima Tahun Ajaran 2012-2013. Hal ini terbukti dari hasil base-rate dan post-rate yang diuji dengan menggunakan rumus presentase peningkatan. Sehingga diperoleh nilai P (presentase peningkatan) sebesar 51%.
2. Kesimpulan Penelitian
dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi terdapat penurunan kecemasan yang disampaikan siswa saat pertemuan terakhir konseling.
B. Saran
Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Way Lima adalah:
1. Kepada Siswa
Siswa yang memiliki kecemasan tinggi saat berkomunikasi dengan guru, akan lebih baik jika mengikuti layanan konseling dengan menggunakan pendekatan
Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi.
2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling
Bagi guru Bimbingan dan Konseling dapat menggunakan layanan konseling pendekatan Cognitive Behavior Therapy teknik relaksasi sebagai salah satu solusi untuk membantu menurunkan kecemasan siswa saat berkomunikasi dengan guru.
3. Kepada Para Peneliti
Bagi peneliti lain yang melaksanakan penelitian mengenai masalah kecemasan, dapat melakukan penelitian dengan layanan konseling berbeda yang dapat digunakan untuk menangani masalah kecemasan, antara lain:
Disensitisasi Sistematis, Pendekatan Behaviour, Rational Emotive Therapy
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli dan Manrihu. 1996. Tekhnik dan Laboratorium Konseling. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Depatemen Pendidikan dan Kebudayan.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Changara, H. 2003. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Corey, G. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California: Pacific Grove.
Efendy, O. 2011. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Froggatt, W. 2006. Free From Stress. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer.
Goodwin, Dwight L, Coates, T J. (1976). Helping Students Help Themselves. New Jersey: Prentice Hall.
Komalasari, Gartina. dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks.
Kuper, A., & Kuper, J (2000). Social Science Encyclopedia. New York: Rowan & Littlefield Education
Mailani, I. (2011). Semiotika Dalam Komunikasi Pendidikan. [On-Line]. http://www.ikrimamailani.co.cc/20011/03/semiotika-dalam-komunikasi-pendidikan.html. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)
Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rochhaini, T dan Indah, T. 2010. Penggunaan Strategi Relaksasi untuk Membantu Siswa Menggurangi Perasaan Cemas dalam Situasi Komunikasi Interpersonal. [On-Line].
ppb.jurnal.unesa.ac.id/bank/jurnal/3._artikel_Fitri_dan_titin.pdf. (diunduh tanggal 22 Desember 2012)
Subandi dkk. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontempor. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sudrajat. Akhmad. 2008. Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah. [On-Line]. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/15/teknik-khusus-konseling/. (diunduh tanggal 11 Desember 2012)
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. 2003. Metdologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi Aksara
Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Surapranata, Sumarna. 2004. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Imterpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Weiten, W., Lloyd, M., Dunn, D., & Hammer, E. (2009). Psychology Applied To Modern Life. USA: Wadsworth Cengange Learning.
West, R & Turner, L. 2009. Understanding Interpersonal Communication. Canada: Wadsworth Cengange Learning.
Widing & Milne, A. 2008. Cognitive Behavioral Therapy. London: The MCGraw – Hill Companies.
Wulandari, H. L. 2004. Efektifitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk
Mengurangi Kecemasan Komunikasi Antar Pribadi. Medan: Universitas
Sumatra Utara. (Skripsi, Tidak Dipublikasikan)