PENDAHULUAN
Istilah kebiasaan merupakan istilah yang umum dipakai dlam kehidupan masyarakat. Selain itu juga ada istilah adat yang juga mempunyai persamaan dan perbedaan dengan kebiasaan. Di dalam makalah ini akan membahas mengenai landasan-landasan hukum adat. Tetapi sebelum terjun pada pokok pembahasan, haruslah sedikit membahas apa yang dimaksud dengan hukum adat itu sendiri.
Hukum adat terdiri dari dua kata, yaitu hukum dan adat. Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam satu kehidupan bersama : keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat di paksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.1 Sedangkan adat/kebiasaan merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap dan lazim dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu.2
Jadi Hukum Adat adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh rakyat dan diberlakukan untuk rakyat itu sendiri dengan adanya suatu sanksi oleh ketua adat apabila aturan tersebut dilanggar. Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup pada suatu daerah tertentu.
Landasan yang biasanya disebut dengan dasar, di dalam hukum adat terdapat berbagai macam landasan, di mana landasan tersebut membahas bagaimana hukum adat bisa berlaku di tengah-tengah masyarakat. Landasan yang akan kami bahas lebih lanjut dalam makalah ini yaitu, Landasan Filosofis, Yuridis, Historis dan Sosiologis.
Semoga pemaparan ini bermanfaat untuk teman-teman semua, khususnya bagi pembaca dan tentunya bagi kami sebagai penulis.
1Sudikno Mertkusumo, Mengenal hukum suatu pengantar, cet. Ke-5, (Yogyakarta: Liberty, 2008), hal. 40.
PEMBAHASAN
1. Landasan Filosofis
Dari kata filosofis, tentunya landasan filosofis berdasarkan pada filsafat. Jadi untuk mengetahui landasan filosofis hukum adat, perlu adanya filsafat hukum. Manfaat filsafat hukum yaitu untuk mengembangkan wawasan pengetahuan dan pemahaman hukum.3
Hukum Adat yang sebenarnya sangat identik dan bahkan sudah terkandung dalam butir-butir Pancasila. seperti religio magis, gotong royong, musyawarah mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan kristalisasi dari Hukum Adat. Dan inilah yang merupakan filosofi berlakunya hukum adat.
Berdasarkan penjelasan dalam pembukaan UUD 1945, terkandung pengakuan hukum Tuhan, hukum kodrat, hukum etis serta hukum filosofis. Dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 mengandung asas kerohanian (Pancasila) yang biasa disebut hukum filosofis. Beritik tolak dari realisasi pelaksanaan hukum dalam sistem Indonesia dikongkretsasikan kedalam hukum positif Indonesia.4
Hukum adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sesuai dengan perkembangan zaman yang berfiat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. UUD 1945 hanya menciptakan pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD RI. Pokok-pokok pikiran tersebut menjiwai cita-cita hukum meliputi hukum negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dalam pembukaan UUD 1945 pokok-pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cita-cita hukum
dasar negara adalah Pancasila. Dengan demikian hukum adat secara filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia.5
Hukum mempunyai kekuatan berlaku secara filosofis apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi seperti Pancasila, yaitu Masyarakat Adil makmur karena Hukum Adat berkembang dari kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.
2. Landasan Yuridis
Pada dasarnya Hukum Adat merupakan Hukum Non-Statutair yang dalam sudut pandangnya jelas belum tertulis maupun tidak tertulis secara hukum positif.6 Mempelajari segi Yuridis dasar berlakunya Hukum Adat berarti mempelajari dasar hukum berlakunya Hukum Adat di Indonesia yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dasar Perundang-Undangan yang mendasari berlakunya Hukum Adat di lingkungan Tata Hukum positif di Indonesia, yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945
Dasar yang dipakai untuk memberlakukan Hukum Adat adalah pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan “Segala Badan Negara dan peraturan yang ada , masih langsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang ini”.
b. UUDS Tahun 1950.
5http://cyber-sancay.blogspot.com/2012/09/filosofi-yurisprudensi-dan-sosiologi.html, diakses pada tanggal 14 Oktober 2014, jam 20:09.
Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 dalam pasal 104 ayat 1 menyatakan “Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan Hukum Adat yang dijadikan dasar hukuman itu “.
c. Undang-Undang No. 19 tahun 1964
Menyatakan bahwa “peradilan adalah peradilan Negara. Dengan demikian tidak ada tempat bagi peradilan swapraja dan peradilan Adat. Apabila peradilan-peradilan itu masih ada, maka selekas mungkin akan dihapuskan seperti yang secara berangsur-angsur telah dilaksanakan”. d. Undang-Undang No. 14 tahun 1970
Dalam Undang-undang No 14 tahun 1970, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan landasan hukum berlakunya Hukum Adat termuat dalam pasal sebagai berikut :
Pasal 23 (1) yang berbunyi :
“Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
Yang dimaksud dengan “hukum tak tertulis” dalam pasal tersebut adalah “Hukum Adat”.
Dalam penjelasan umum Undang-undang ini, bagian 7 berbunyi sebagai berikut:
“ Penegasan, bahwa peradilan adalah peradilan Negara, dimaksud untuk menutup semua kemungkinan adanya atau akan diadakannya lagi Peradilan Swapraja atau Peradilan Adat yang dilakukan oleh bukan peradilan Negara”.
mengalihkan perkembangan dan penerapan hukum itu kepada pengadilan-pengadilan Negara. Dengan ketentuan bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan diri dalam masyarakat, telah terjamin sepenuhnya bahwa perkembangan dan penerapan hukum tidak tertulis itu akan berjalan secara wajar, sehingga turut serta secara aktif merealisasikan penyatuan dan kesatuan hukum diseluruh Indonesia.
3. Landasan Historis a. Zaman Kolonial
Pada masa ini kedudukan hukum adat mulai terancam karena masa Hindia-Belanda pada waktu itu mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah jajahannya. Kemudian pada tahun 1928-1945 peradilan adat dibuka pada tanggal 1 Januari 1938 pada Raad van Justitie di Batavia yang memiliki tingkat kewenangan mengadili perkara-perkara hukum perdata adat pada tingkat banding tingkat daerah. Pada masa ini ulah dihasilkan beberapa peraturan yang secara ystemt ystem tempat pada hukum adat baik dalam bidang pemerintahan maupun dalam bidang peradilan umum dan agama.7
b. Zaman Kemerdekaan
Landasan berlakunya Hukum Adat setelah kemerdekaan yaitu: 1) UUD 1945: Pasal II AP-Psl 131 IS
2) Konstitusi RIS: Psl 192 (1)-Psl 131 IS, Psl 146 (1) 3) UUDS 1950: Psl 104 (1), Psl 142 – 131 IS
4) Dekrit Presiden 5 Juli 1959-UUD 1945L Psl II AP-131 IS 5) UUD 1945 Amandemen: Psl I ;AP-131 IS, Psl 18B (2)
6) UU Pokok Kekuasaan Kehakiman Psl 17 tahun 1964 jo Psl 23 (1) UU No. 14 Tahun 1970 jo Psl 25 (1) No.4 Tahun 2004
7) UUPA No. 5 Tahun 1960, Psl 2 (4)
8) UU No. 1 Tahun 1974 Psl 35 dan 36 mengenai Harta Bersama.
4. Landasan Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendasaran Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu diantaranya sebagai berikut:
a. Masyarakat
Masyarakat dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat merupakan suatu sistem, yakni sistem sosial.
Hukum adat terbentuk karena keinginan seluruh masyarakat yang tinggal di dalam suatu daerah tertentu. Masyarakat tersebut akan membuat berbagai macam cara agar kepentingan mereka dapat terlindungi.
Maka jika berlakunya hukum adat itu ditinjau dari sosiologis, hukum tersebut masih berlaku sampai saat ini, di mana seluruh masyarakat telah mengakui bahwa hal tersebut mempunyai sifat yang memaksa dan mempunyai kekuatan agar tidak ada seorangpun yang berani melanggarnya.
b. Kebudayaan
Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada “Culture”. Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat.8
Adat merupakan sesuatu yang memiliki ciri khas tersendiri dari masing-masing adat tertentu. Ciri khas dari adat-adat yang berbeda tersebut memiliki
PENUTUP
Setelah kami memaparkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum adat mempunyai landasan untuk berlaku di dalam suatu masyarakat. Landasan-landasan tersebut adalah Landasan Filosofis, Yuridis, Historis dan Sosiologis.
Landasan Filosofis Hukum Adat yang sesuai dengan Pancasila sebagai pandangan hidup atau falsafah bangsa Indonesia.
Kemudian berdasarkan Landasan Yuridis Hukum Adat, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Landasan Historisnya, yang sebenarnya sama-sama membahas tentang Hukum Adat dalam sejarahnya dan Hukum Adat dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hanya saja dalam Landasan Yuridis lebih kepada Peraturan Perundang-undangan, sedangkan dalam Landasan Historis dominan membahas sejarah dari Hukum Adat itu sendiri.