• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Adat 015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hukum Adat 015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM TANAH

Tanah merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembentukan bumi ini, tanah juga merupakan unsur manusia itu mampu mencari kehidupan, dirasa tanpa tanah manusia tidak dapat hidup. Bisa disebut tanah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan manusia. Berbicara tanah, benda yang satu ini sangat sensitive, dikatakan sensitive karena banyak yang berebut untuk mendapatkan tanah yang luas, tanah adalah objek yang rawan akan permasalahan, bahkan tidak jarang permasalahan itu menimbulkan nyawa hilang.

Manusia itu sesungguhnya tidak dapat hidup sendiri, sehingga muncullah yang namanya negara, suatu negara terbentuk tidak jarang karena adanya kedekatan wilayah, dimana salah satu unsur wilayan itu ialah tanah, bahkan suatu negara mampu pecah atau bahkan terjajah oleh karena masalah tanah. Tanah pada suatu negara demokrasi seperti Indonesia, yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi, yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan campur tangan penguasa, cq yang kompeten dalam urusan tanah, sedangkan dalam lingkungan hukum adat, campur tangan ini dilakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum.

Uraian tentang hukum tanah harus diawali dengan ilustrasi persekutuan hukum, sebab hak-hak perorangan dalam persekutuan tersebut dapat juga dipandang sebagai pelaksanaan dari hukum tanah itu oleh masing-masing anggota persekutuan. Hak-hak persekutuan dan hak-hak perorangan setiap anggotanya saling mempengaruhi.

Hak persekutuan disebut juga hak purba, yang dimaksud dengan hak purba adalah hak yang dipunyai oleh suatu suku, sebuah serikat desa-desa atau biasanya oleh sebuah desa saja untuk menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya.

Ciri-ciri hak purba (di luar jawa)

(2)

Dirimuskan, hak purba dengan hak perorangan itu bersangkut paut dalam hubungan kempis-mengembang, desak-mendesak, batas-membatasi, mulur mungkret tiada henti, dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah; demikian sebaliknya.

2. Oran luar hanya boleh mempergunakan tanah itu dengan izin penguasa persekutuan tersebut, tanpa izin ia dianggap melakukan pelanggaran.  dalam artian, pendatang yang hendak menggunakan tanah harus membayar uang pemasukan sebagai bukti ia orang asing. Ia hanya dianggap sebagai penumpang, sehingga hak yang diperolehnya tidak sama dengan hak warga asli. Walaupun telah lama tinggal dan mendapat hak-hak yang lebih kuat menyerupai hak-hak warga asli, namun hak-hak ini akan hilang apabila orang asing ttersebut meninggalkan tempat kediamannya, haknya kembali menjadi orang asing.

3. Warga persekutuan boleh mengambil manfaat dari wilayah hak purba dengan restriksi (pembatasan), yaitu hanya untuk kepentingan keluarganya sendiri, jika untuk kepentingan orang asing, harus mendapat izin lebih dahulu. Orang asing hanya diperkenankan mengambil manfaat dari wilayah hak purba dengan izin kepala persekutuan.

4. Persekutuan hukum bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi dalam wilayahnya, terutama yang berupa tindakan melawan hukum, yang merupakan delik.  mengenai tempat terjadinya peristiwa, sikap persekutuan hukum keluar, adanya rasa tanggung jawab bersama atas segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungan tanah purba tersebut. Jika terjadi di tapal batas wilayah, maka persekutuan hukum yang berhak atas tanah tempat kejadian itu boleh membebaskan diri dari tanggung jawabnya, asalkan persekutuan tersebut melepaskan hak-haknya atas sebidang tanah yang bersangkutan. Disamping pertangguna jawaban itu adapula pertanggungjawaban lain yaitu, pertanggungjawaban segolongan sanak saudara atas tindakan salah seorang anggotanya.

5. Hak purba tidak dapat dilepaskan, dipindah-tangankan diasingkan untuk selamanya. 6. Hak purba juga meliputi tanah yang sudah digarap yang sudah diliputi oleh hak

(3)

Hak perorangan pada hak purba hak perorangan ialah suatu hak yang diberikan kepada warga desa ataupun orang luar atas sebidang tanah yang berada di wilayah hak purba persekutuan hukum yang bersangkutan.

Jenis hak perorangan ialah ;

I. Hak milik  hak terkuat, tidak dapat disangkal kebenarannya kecuali ada bukti lain yang kuat untuk dapat menyangkalnya. Cara memperoleh hak ini ialah dengan membuka hutan, dengan mewaris tanah, dengan penerimaan (pembelian, penukaran, hadiah) dan karena daluwarsa.

II. Hak wenang pilih  hak yang diperoleh seseorang yang utama dibandingkan yang lainnya, misalnya atas tanah yang dipilih oleh orang tersebut atas tanah yang telah diberinya tanda-tanda larangan, atas belukar yang berbatasan dengan tanahnya. III. Hak menikmati hasil  hak yang dapat diperoleh, baik oleh warga persekutuan

hukum sendiri maupun orang luar dengan persetujuan para pemimpin persekutuan untuk mengolah sebidang tanah selama satu atau beberapa kali panen.

IV. Hak pakai

V. Hak menggarap

VI. Hak keuntungan jabatan  hak seorang pamong desa atas tanah jabatan yang ditunjuk untuknya dan yang berarti bahwa ia boleh menikmati hasil dari tanah itu selama ia memegang jabtannya. Maksudnya untuk menjamin penghasilan para pejabat itu. Ia boleh mengerjakan tanah jabatan namun tidak boleh menjualnya atau menggadaikannya. Jika ia berhenti, tanah yang bersangkutan kembali kepada hak purba. Bila tanah dalam keadaan ditanami pada saat pergantian yang berhak menikmati ialah ; bila tanaman masa penen masih lama, yang menikmati ialah pejabat yang baru sedangkan bila masa panen masih lama, yang menikmati ialah pejabat lama sedangkan pejabat yang beru dapat menikmati sebagian.

VII. Hak wenang beli  hak seseorang lebih utama dari yang lain untuk mendapat kesempatan membeli tanah tetangganya dibandingkan dengan yang lain dengan harga yang sama.

(4)

Pada hukum adat, yang dimaksud dengan hukum perhutangan ialah kaidah-kaidah yang mengatur hak-hak anggota persekutuan atas benda-benda yang bukan tanah. Sebagai persekutuan ialah sebagai keseluruhan tidak dapat melakukan tindakan-tindakan yang akan menghalangi hak-hak perseorangan sepanjang hak-hak itu menganai benda-benda yang bukan tanah. Dengan catatan, apabila hak perseorangan itu akan digunakan untuk kepentingan umum, maka persekutuan akan membayar ganti rugi.

Hak-hak perseorangan ini dapat berupa hak milik, namun bukan atas tanah, sebab hukum adat itu sendiri mengenal yang namanya asas pemisahan horizontal, yakni pada dasarnya hak atas rumah, tanaman-tanaman terpisah dengan hak milik atas tanah diatas mana rumah dan tanaman-tanaman itu berada. Asas pemisahan horizontal ini dampaknya orang dapat mengadakan transaksi atas tumah atau tanaman-tanaman, dengan catatanya hanya atas rumah dan tanaman-tanaman dan segala sesuatu yang ada di atas tanah, asalkan bukan tanahnya.

Transaksi sebagai akibat asas pemisahan horizontal ini di Jawa dikenal dengan “Adol-Bedol” dan “Adol-Ngebregi”. Untuk Adol-Bedol, yakni seseorang yang membeli rumah, maka rumah itu harus dipindahkan dari atas tanah dimana rumah itu berada saar dibeli. Hal ini menjadi penanda sekaligus alasan mengapa dahulunya masyarakat hukum adat mendirikan rumah bisa yang tidak permanen dan juga tidak menyatu dengan tanah, dengan alasan agar mudah dipindahkan. Sedangkan untuk Adol-Ngebregi, seseorang yang membeli rumah, ia akan menempati rumah itu di atas tanah dimana rumah itu berada saat dibelinya, dengan kata lain sipembeli tidak memindahkan rumah itu. Dalam suasana hukum adat sering hak-hak atas rumah/ tanaman menimbulkan hak-hak atas tanah, dicontohkan ; bila seseorang pergi meninggalkan sebidang tana dengan menamainya, karena tanah tersebut kurang subur.

Dari sisi hak ulayat, haknya atas tanah itu hilang tetapi haknya atas tanaman-tanaman yang ia tanam tetap ada. Orang yang menamai tanah pada prinsipnya adalah pemilik dari tanaman yang ditanaminya. Prinsip ini merupakan titik tolak untuk hubungan hukum dimana seorang menanami tanah orang lain, yang dapat terjadi dengan cara :

(5)

2. Pinjam Pakai – barang yang dipinjam, dikembalikan dengan barang sejenis. Hutang tenaga- biasanya dibayar lagi dengan tenaga. Hutang uang- biasanya dibayar dengan uang, orang yang mempunyai hutang uang biasanya disebut peminjam. Cara meminjamkan uang yaitu; meminjamkan uang tanpa bunga dan meminjamkan uang dengan membayar bunga.

Contoh : batak, meminjam dengan bunga disebut- manganahi sedangkan meminjam tanpa bunga disebut marsali.

Pada hukum adat dikenal bentuk jaminan utang seseorang, dimana seseorang dibuat sebagai jaminan utang dari seseorang. Apabila orang itu tidak membayar, maka orang yang menjamin itu dapat dituntut. Bentuk lain dari perbuatan kredit perseorangan dikenal dalam hukum adat :

1. Kempitan

2. Kempitan Kontrak Komisi 3. Kontrak Pemeliharaan

4. Alat Pengikat Tanda Yang Kelihata, disebut dengan panjer, kedua belah pihak telah sepakat tentang sesuatu, salah satu pihak akan menyerahkan sejumlah uang kepada pihak lain, uang itu sebagai pengikat. Bila sipemberi panjer tidak menepati janji maka panjer akan hilang, bila pihak yang menerima panjer yang tidak melaksanakan kewajiban atau prestasinya maka dia wajib mengembalikan panjer dan biasanya ditambahi ganti rugi sebesar panjer kepada pihak pemberi panjer. Tujuan panjer, agar para pihak melaksanakan perbuatan tunai pada masa yang akan datang, pada dunia kerja juga dikenal denga persekot, dalam perkawinan disebut pertunangan (di minangkabatu : paningset)

SISTEM HUKUM ADAT / STRUKTUR PERSEKUTUAN HUKUM ADAT

Untuk dapat memahami sistem hukum adat, terlebih dahulu fahami sifat dan struktur susunan masyarakat dimana hukum adat itu tumbuh.

(6)

Persekutuan hukum itu ialah sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu kesatuan dalam suatu susunan yang teratur, bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berujud maupun tidak berujud dan mendiami atau hidup di atas suatu wilayah tertentu. Dinamakan persekutuan hukum sebab di dalam kelompok itulah bangkitnya serta dibinanya kaidah-kaidah hukum adat sebagai suatu endapan daripada kenyataan-kenyataan sosial, dilain pihak karena kelompok-kelompok itu dalam hubungannya antara satu dengan yang lain bersikap sebagai suatu kesatuan dan juga hidup dalam suatu pergaulan hukum antar kelompok maka kelompok-kelompok itu juga merupakan subjek hukum.

Ada beberapa persekutuan hukum adat, persekutuan ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ; faktor genealogis (keturunan) dan faktor teritorial (wilayah). Dari kedua faktor tersebut dapat dibedakan 3 (tiga) type persekutuan hukum adat, yaitu ; persekutuan hukum genealogis, persekutuan hukum teritorial dan persekutuan hukum genealogis teritorial.

i. Persekutuan Hukum Genealogis

Persekutuan hukum ini berdasarkan faktor pengikat genealogis (keturunan) mengakibatkan anggota-anggotanya merasa dilahirkan dan berasal dari nenek moyang yang sama. Secara sistematis dapat dibedakan dalam dua macam persekutuan genealogis ditambahkan satu bentuk khusus, yaitu : masyarakat unilateral, masyarakat bilateral / parental dan masyarakat alternerend / berganti-ganti.

a. Masyarakat Unilteral  masyarakat yang mana anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari satu fihak saja, yaitu dari pihak laki-laki saja (patrilineal) atau dari pihak ibu saja (matrilineal).

Ciri-ciri masyarakat ini ; menarik garis keturunan hanya dari satu pihak saja, masyarakatnya terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok yang disebut clan (sub-clan), sistem perkawinan eksogami dan tiap kelompok (clan) mempunyai harta pusaka yang tidak boleh dibagi-bagi.

Masyarakat unilateral ini dapat dibedakan atas dua macam dan satu bentuk khusus, yaitu: masyarakat matrilineal, masyarakat patrilineal dan masyarakat dubble unilateral.

(7)

pada satu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari satu keturunan yang sama. Contoh ; masyarakat Minangkabau, Kerinci dann Semendo. 2. Masyarakat Patrilineal  masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik

garis keturunan dari pihak laki-laki saja, terus-menerus ke atas hingga berakhir pada suatu kepercayaan bahwa mereka semua berasal dari satu bapak asal. Contoh ; masyarakat Batak dan masyarakat Bali.

3. Masyarakat Dubble Unilateral  masyarakat yang menarik garis keturunan dari pihak ayah dan dari pihak ibu yang dilakukan bersama-sama, berdasarkan hal-hal tertentu. Contoh ; masyarakat di wilayah timur bagian tengah. Caranya dilihat dari pewarisan ; dalam pewarisan, benda-benda yang berhubungan dengan kewanitaan diwariskan melalui garis keibuan, sedang benda-benda yang ada sangkut pautnya dengan kepriaan diwariskan melalui garis ke bapaan. Maka, manifestasi dari bentuk dubble unilateral terdapat pada pewarisan.

b. Masyarakat Bilateral / Parental  masyarakat yang anggota persekutuannya menarik garis keturunan, baik melalui ayah maupun melalui ibu. Garis keturunannya ditarik melalui orang tua (parental). Bentuk perkawinannya bebas, artinya tidak terikat pada keharusan exogami ataupun endogami . masyarakat ini terdiri dari ;

1. masyarakat bilateral yang bersandikan kesatuan rumah tangga (Gozins). Titik berat dari masyarakat itu terletak pada rumah tangga. Contoh ; terdapat di Jawa dan Madura

2. Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-rumpun (trible)titik berat dari masyarakat ini terletak pada rumpun. Contoh ; terdapat pada orang-orang dayak di Kalimantan. Pada masyarakat ini dianjurkan untuk mengadakan perkawinan secara endogami.

(8)

Ada kemungkinan putus, namun untuk menghindarkannya :

1. Untuk perkawinan kebapaan, dapat diadakan perkawinan yang menyimpang yaitu semendo, dimana laki-laki didatangkan.

2. Kalau anak hanya satu (mungkin keturunan akan hapus), untuk mencegahnya dapat dilakukan perkawinan semendo rajo-rajo, menarik garis keturunan dari kedua belah pihak atau orang tua.

NB : di Indonesia hanya ada beberapa daerah yang berdasarkan pertalian genealogis semata, yaitu : orang Gayo di Aceh dan orang-orang rubian di Lampung. Tapi pertalian ini lama kelamaan dipengaruhi oleh ikatan teritorial. Jadi umumnya masyarakat atau persekutuan hukum genealogis murni tidak ada.

ii. Persekutuan Hukum Teritorial

Persekutuan yang mana anggota-anggotanya merasa terikat satu dengan yang lainnya karena merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan bersaman di tempat yang sama. Persekutuan ini terdiri dari tiga jenis, yaitu ; persekutuan desa, persekutuan daerah dan perserikatan desa-desa.

a. Persekutuan desa  segolongan orang yang terikat pada suatu tempat kediaman kecil yang meliputi perkampungan-perkampungan agak jauh dari pusat kediaman dan dimana pemimpin atau pejabat-pejabat pimpinan pergaulan hidup itu bertempat tinggal.

b. Persekutuan daerah  kesatuan dari beberapa tempat kediaman yang masing-masing tempat kediaman itu mempunyai pimpinan sendiri-sendiri yang sejenis dan sederajat, tapi tempat kediaman itu merupakan bagian dari satu kesatuan yang meliputi bagian-bagian tadi dimana kesatuan yang lebih besar ini mempunyai hak ulayat, terhadap tanah yang belum dibuka yang terletak antara tanah-tanah tempat kediaman itu tadi. Contoh ; Huria di Tapanuli, yang merupakan satu kesatuan bagiannya disebut Huta, Huta itu sendiri mempunyai pimpinan sendiri-sendiri, yakni setiap huta mempunyai pimpinan masing-masing.

(9)

; Subak di Bali. Anggota-anggotanya dapat meninggalkan tempat tinggalnya tanpa kehilangan keanggotaan dari persekutuan hukum tersebut. Sedangkan orang luar yang masuk persekutuan tidak dengan sendirinya jadi teman segolongan. Ia baru diterima menjadi anggota segolongan setelah melalui upacara-upacara menurut hukum adat.

iii. Persekutuan Hukum Genealogis Terotorial

Perskutuan hukum dimana faktor genealogis maupun faktor teritorial menjadi dasar pengikat antara anggota-anggota kelompok. Artinya seseorang yang menjadi anggota persekutuan hukum, disamping ditentukan oleh keturunan, juga ditentukan oleh wilayah yakni harus bertempat tinggal pada daerah yang sama. Pada persekutuan ini, golongan yang mempunyai keturunan yang sama yang bertempat tinggal di daerah itu, terputus pertalian hubungan hukumnya dengan teman-temannya seketurunan di tempat lain.

Contoh ;

1. Daerah yang didiami satu clan saja (di Enggano, Buru).

2. Daerah yang didiami satu clan asli dan pendatang karena adanya hubungan perkawinan ( di Tapanuli).

3. Daerah yang didiami satu clan saja, kemudian datang clan lain menguasai , namun untuk tanah tetap dikuasai oleh clan asli (Sumba).

4. Dalam satu daerah antara golongan yang menampung dan yang berkuasa tidak ada perbedaan (Nagari di Minangkabau).

5. Dalam satu daerah bertempat tinggal beberapa clan (Jawa).

PATRILINEAL

1 2 3 4

5 6 7 8 9 10 11 12

13 14 15 16 17 19

= LAKI-LAKI

(10)

= PEREMPUAN

Yang digaris merah keluar dari klan nya, masuk ke klan suaminya, namun tidak menjadi anggota suaminya.

MATRILINEAL

1 2 3 4

5 6 7 8 9

10 11

12 13 14 15 16 17 18

19 20

= Laki-laki

= Perempuan Keturunan mengikuri garis keturunan ibu

PENGARUH FAKTOR SOSIOLOGIS TERHADAP PERUBAHAN GARIS KETURUNAN DALAM MASYARAKAT ADAT

(11)

(industrialisasi, teknologi, modernisasi), revolusi, faktor ideologi, faktor islam dan faktor politik.

KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM PERUNDANG-UNDANGAN

i. UUD Tahun 1945, pada UUD ini tidak ada satu pasalpun yang memuat dasar berlakunya hukum adat. Hanya menurut peraturan peralihan pasal II UUD “segala badan negara dan peraturan yang ada, masih langsung berlakuo selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini”.

ii. UUDS 1950, pasal 104 “segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu”.

iii. UU No 1 dr Tahun 1951, dengan undang-undang ini hukum adat diakui namun dapat dikesampingkan bila menurut hakim hukumadat tidak selaras dengan zaman yang senantiasa berubah. Dengan kata lain, hakim memberikan hukuman berdasarkan kesalahan orang tersebut. Adat yang realisasinya beru terlaksana secara keseluruhan pada tahun 1970 yaitu dengan ditetapkannya penghapusan pengadilan adat Irian Jaya. eksistensi peradilan adat masih diakui sepanjang menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian hukum tersendiri dari operadilan adat. Kedudukan hukum pidana adat dengan berlakunya KUHP secara unifikasi untuk seluruh golongan penduduk tempatnya menjadi terdesak dsan dengan sistem legislastis dari KUHP tersebut boleh dikatakan tidak ada tempat lagi bagi hukum pidana adat, namun masih diberikan suatu keonggaran “Untuk Sementara Waktu” diakui namun harus tetap disesuaikan dengan apa yang telah dirumuskan dalam KUHP.

iv. UU No. 5 Tahun 1960, UUPA mengakui hak ulayat sepanjang dalam kenyataannya masih ada. Hukum adat dalam lapangan keagrariaan, diberikan pembatan yaitu tidak boleh bertentangan dengan kepentinfan nasionalisme negara yang berdasarkan persatuan bangsa, tidak boleh bertentangan dengan nasionalisme Indonesia, tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam UUPA dan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundangan lainnya. v. UU No. 5 Tahun 1967, hukum adat mendapat pengakuan yang kurang begitu

(12)

anggota-anggota serta hak-hak perseorangan untuk mendapatkan manfaat dari hukumadat baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan atas suatu peraturan sepanjang menurut kenyataannya masih ada, tidak boleh mengganggu tercapainya tujuan-tujuan yang dimaksud dalam undang-undan ini”. Ketentuan ini Membatasi hukum adat karena timbulnya dari anggapan bahwa suasana hukum adat dapat menimbulkan perusakan hutan. Batasan-batasannya sebagai berikut ;

- Hak-hak masyarakat hukum adat dan anggota-anggotanya untuk memungut hasil hutan yang didasarkan atas suatu peraturan hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, pelaksanaannya perlu untuk ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan-pelaksanaan pengusahaan hutan. - Pelaksanaan tersebut di atas harus seizin pemegang hak tersebut di atas yang

diatur dengan suatu tata tertib sebagai hasil musyawarah anatara pemegang hak dan masyarakat hukum adat dengan bimbingan dan pengawasan dinas khutanan.

- Demi keselamatan umum dalam areal hutan yang sedang dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan, pelaksanaan hak-hak rakyat untuk memungut hasil hutan dibekukan.

vi. UU No. 14 Tahun 1970, ditegaskan semua peradilan di seluruh wilayah RI adalah peradilan negara dan akan ditetapkan dengan UU. Maka dengan begitu tidak akan ada lagi suatu peradilan adat. Kedudukan hukum adat tetap diakui, hanya pelaksanaannya dilakukan oleh badan peradilan negara tersebut. Hukum tidak tertulis setara dengan hukum tertulis, kemudian dipertegas bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Bertambah banyaknya kaidah-kaidah hukum di segala bidang, yang mengarahkan anggota masyarakat itulah, yang akhirnya mengubah cirri hukum ekonomi dari kaidah-kaidah hukum

adanya perbedaan antara adat recht dan hukum adat Hukum adat Merupakan istilah umum untuk menyebut hukum yang berlaku bagi masyarakat bumiputera Adat recht, memiliki sanksi

Perasaan kesatuan dan persatuan yang kuat sekali dalam persekutuan, menyebabkan timbulnya kewajiban adat yang menganggap hutang dari salah satu warga persekutuan atau clan adalah

Selain itu, hukum adat merupakan hukum yang sudah ada, dan merupakan aturan asli yang berasal dari komunitas masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat adalah hukum

Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat Pra- Hindu tersebut menurut ahli-ahli hukum adat adalah merupakan adat-adat Melayu Polinesia.. Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam

Justru karena pada hukum adat terdapat sifat hukum tidak tertulis dan tidak dikodifikasi, maka hukum adat (pada masyarakat yang melepaskan diri dari ikatan-ikatan tradisi dan

Hukum Adat: Menurut teori pluralisme hukum, hukum adat dianggap sebagai satu dari banyak sistem hukum yang beroperasi secara bersamaan dalam suatu masyarakat.. Hukum adat bersifat lokal

Kesimpulan Hukum adat ketatanegaraan merupakan suatu hukum yang ada di masyarakat Indonesia telah berkembang dengan masanya dalam arti hukum adat ini membahas bagaimana literature