• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Adat dengan Ketatanegaraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hukum Adat dengan Ketatanegaraan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Adat dengan Ketatanegaraan

-Tatanan Persekutuan dan jenis-jenis Persekutuan Hukum -Diverifikasi Persekutuan Teritorial.

(2)

Pengertian Ketatanegaraan

Ada beberapa pengertian tentang Hukum Adat Ketatanegaraan menurut para ahli, yaitu:

• a. Menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H., (Tolib Setiady.2008, hlm. 377) bahwa yang dimaksud dengan Hukum Adat Ketatanegaraan adalah “Aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat, bentuk- bentuk masyarakat (perekutuan) hukum adat (Desa), alat-alat perlengkapan (Desa), susunan jabatan dan tugas masing- masing anggota Perlengkapan Desa, Majelis Kerapatan Adat Desa, dan harta kekayaan Desa”.

(3)

• b. Menurut Prof. Bus.Har Muhammad, S.H., (Tolib Setiady.2008, hlm. 377) bahwa “Hukum Adat ketata negaraan adalah bagian dari Hukum Adat mengenai susunan pemerintahan”.

• c. Menurut Siswanto dalam blognya

• (http://siswanto210700227.blogspot.com/2010/hukum-adat ketatanegaraan.html) bahwa “Hukum adat ketatanegaraan adalah aturan aturan hukum yang mengatur tentang tata susunan masyarakat adat”.

Dari beberapa pengertian hukum adat ketatanegaraan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum adat ketatanegaraan adalah hukum yang mengatur tentang susunan ketatanegaaran masyarakat adat di berbagai wilayah/daerah di Indonesia.

(4)

Persekutuan Hukum Adat

Pengertian Persekutuan Hukum Adat

Persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) adalah perikatan atau perkumpulan antar manusia yang mempunyai anggota-anggota yang merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu

kesatuan yang penuh solidaritas, dimana dalam anggota-

anggota tertentu berkuasa untuk bertindak atas nama mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan bersama.

(5)

• Persekutuan adat menurut beberapa Ahli :

• Soeroyo W.P mengartikan persekutuan hukum sebagai

kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan

sendiri baik kekayaan materiil maupun imateriil.

• Djaren Saragih mengatakan, Persekutuan hukum adalah:

Sekelompok orang-orang sebagai satu kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud maupun tidak

berwujud dan mendiami alam hidup diatas wilayah tertentu.

(6)

Van Vollenhoven mengartikan persekutuan hukum sebagai suatu masyarakat hukum yang menunjukkan pengertian-pengertian kesatuan-kesatuan manusia yang mempunyai:

• Tata susunan yang teratur

• Daerah yang tetap

• Penguasa-penguasa atau pengurus

• Harta kekayaan.

(7)

• Beberapa contoh persekutuan hukum adalah :

• Famili di Minangkabau :

• – Tata susunan yang tetap yang disebut rumah Jurai

• – Pengurus sendiri yaitu yang diketuai oleh Penghulu Andiko, sedangkan Jurai dikepalai oleh seorang Tungganai atau Mamak kepala waris.

• – Harta pusaka sendiri

(8)

Asas-Asas Persekutuan Hukum

1.Persekutuan Hukum Genealogis

• Pada persekutuan hukum (masyarakat hukum) genealogis dasar pengikat utama anggota kelompok adalah persamaan dalam keturunan, artinya anggota-anggota kelompok itu

terikat karena merasa berasal dari nenek moyang yang sama.

Menurut para ahli hukum adat dimasa Hindia Belanda,

masyarakat hukum genealogis ini dapatdibedakan dalam tiga macam yaitu yang bersifat patrinial, matrinial, dan

bilateral atau parental.

(9)

• a) Masyarakat yang patrilineal

• Pada masyarakat yang patrilineal ini susunan masyarakatnya ditarik menurut garis keturunan dari bapak (garis laki-laki), sedangkan garis patrilineal ibu disingkirkan. yang termasuk kedalam masyarakat patrilineal ini misalnya ‘’marga

genealogis’’ orang batak yang mudah dikenal dari nama-nama marga(satu turunan) mereka seperti, Sinaga, Simatupang,

Situmorang, Pandiangan,Nainggolan, Pane, Aritonang, Siregar dan sebagainya. Masyarakat yang patrilineal ini terdapat juga di Nusa Tenggara (Timor), Maluku dan Irian

(10)

• b) Masyarakat yang matrilineal

• Pada masyarakat yang matrilineal, dimana susunan masyarakat ditarik menurut garis keturunan Ibu (garis

perempuan), sedangkan garis keturunan bapak disingkirkan.

Yang termasuk kedalam masyarakat matrilineal ini adalah masyarakat Minangkabau. Masyarakat matrilineal ini tidak mudah dikenal karena mereka jarang sekali menggunakan nama-nama keturunan sukunya secara umum. Suku dalam masyarakat Minangkabau sama dengan ‘’marga’’dalam masyarakat Batak.

(11)

Oleh karena itu suku disini diartikan bukanlah dalam arti suku bangsa, tetapi disini diartikan sebagai golongan manusia yang berasal dari satu turunan menurut ‘’matriarchat’’ (matrilineal).

Pada mulanya suku pada masyarakat Minangkabau ada empat yaitu: Koto, Piliang, Bodi, dan Chaniago, kemudian lagi suku Bodi dan Chaniago digabungkan menjadi ‘’lareh Bodi Chaniago’’.

Karena penduduk bertambah terus dan banyak pula dari mereka yang berpindah-pindah, maka diadakan cabang-cabang dari kedua suku lareh Koto Piliang dan lareh Bodi Chaniago. Akhirnya banyak nama suku yang sekarang tidak jelas lagi asal usulnya.

(12)

• c) Masyarakat yang bilateral atau parental

• Pada masyarakat yang bilateral/parental, susunan masyarakatnya ditarik dari keturunan orang tuanya yaitu Bapak dan Ibu bersama- sama sekaligus. Jadi hubungan kekerabatan antara pihak bapak dan ibu berjalan seimbang atau sejajar, masing-masing anggota kelompok masuk kedalam klan Bapak dan klan Ibu, seperti terdapat di Mollo (Timor) dan banyak lagi di Melanesia. Tetapi kebanyakan sifatnya terbatas dalam beberapa generasi saja seperti dikalangan masyarakat Aceh, Melayu, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi.

(13)

2) Persekutuan Hukum Teritorialis

• Dasar dari pada ikatan-ikatan anggota persekutuan hukum territorials (wilayah) ialah hubungan bersama terhadap suatu daerah yang sama atau tertentu, contoh dari pada masyarakat territorials ini dalah didesa Jawa, Sunda, Madura dan Bali.

Gampong, (menasah) di Aceh, dusun-dusun didaerah Melayu Bangka Belitung, sebagian dari daerah gabungan di Sulawesi Selatan, Nagorij di Minahasa dan Ambon. Orang-orang yang mendiami dusun atau wilayah dalam masyarakat territorial ini merupakan suatu golongan dan satu kesatuan, dengan kekuasaan pembelaan keluar dan penyesusunannya kedalam.

(14)

Seseorang yang merantau sementara masih tetap menjadi anggota masyarakat tadi, walaupun diterimanya itu kadang- kadang disuatu tempat agak mudah sedangkan ditempat lain amat sukar. Persekutuan-persekutuan territorials ini merupakan pokok pangkal tata susunan terpenting bagi masyarakat Indonesia. Adapun persekutuan masyarakat territorials dapat dibagi menjadi tiga pusat yang masing-masing menjadi pusatnya dibagi bentuk-bentuk tetap dan bentuk peralihan, yaitu:

(15)

• a) Persekutuan desa (masyarakat dusun)

• Yang dinamakan dengan persekutuan desa adalah apabila suatu tempat kediaman bersama mengikat suatu persekutuan manusia diatas daerahnya sendiri, mungkin bersama-sama dengan beberapa dusun yang tak bebas dan yang terletak disebelah pedalaman sedikit, sehingga segala kepentingan rumah tangga seluruh wilayahnya diselenggarakan oleh suatu badan tata urusan pusat yang merupakan satu-satunya badan tata urusan yang berwibawa diseluruh wilayahya. Contoh dari persekutuan desa kita jumpai di Jawa, Madura dan Bali.

(16)

b) Persekutuan daerah (masyarakat wilayah)

Persekutuan Daerah adalah suatu daerah tertentu yang terdiri dari beberapa desa dan masing-masing desa mempunyai tata-susunan dan pemerintahan sendiri yang dikepalai oleh pejabat-pejabat yang memegang kedudukan sejenis, sehingga masing-masing desa dalam batas kemandirian (otonomi) tertentu mengurus kepantingan rumah tangganya sendiri.

Dalam desa demikian itu, di samping suatu badan tata urusan pusat yang berwibawa diseluruh wilayah desa itu, ada pula badan-badan tata urusan setempat yang berwibawa dalam bidang masing-masing, untuk menyelenggarakan segala hal yang perlu dalam pelaksanaan otonominya, mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri-sendiri dan memeiliki kewibawaannya selaku amanat dari badan tata urusan pusatnya. (misal:

Kuria di Angkola dan Mandailing yang mempunyai hutan-hutan di daerahnya; Marga di Sumatera Selatan dengan dusun-dusun di daerahnya).

(17)

• c) Perserikatan Desa (persekutuan beberapa desa),

• Yang dikatakan perserikatan desa ialah apabila persekutuan- persekutuan desa, masing-masing lengkap dengan pemerintahan dan daerah sendiri dan terletak berdekatan dan mengadakan perjanjian untuk memelihara kepentingan bersama atau suatu hubungan yang berdasarkan tradisi dandengan mengadakan suatu pemerintahan yang bersifat kerja sama antara pemerintah tersebut. Sedangkan kepada desa-desa yang tergabung (bersama) itu tidak diberikan hak wilayah sendiri (contohnya, Batak bagian tengah).

(18)

3) Persekutuan Hukum Genealogis Territorials

Yaitu gabungan antara persekutuan geneologis dan territorial, misalnya di Sumba, Seram. Buru, Minangkabau dan Renjang. Setiap persekutuan hukum dipimpin oleh kepala persektuan, oleh karena itu kepala persekutuan mempunyai tugas antara lain :

Tindakan-tindakan mengenai tanah, seperti mengatur penggunaan tanah, menjual, gadai, perjanjian-perjanjian mengenai tanah, agar sesuai dengan hukum adat.

Penyelenggaraan hukum yaitu pengawasan dan pembinaan hukum.

Sebagai hakim perdamaian desa.

Memelihara keseimbangan lahir dan batin

Campur tangan dalam bidang perkawinan

Menjalankan tugasnya pemerintahannya secara demokrasi dan kekeluargaan

dan lain-lain

(19)

Ada lima jenis bentuk persekutuan Hukum Genealogis Territorials menurut Soepoemo.

Suatu daerah atau kampong yang dipakai sebagai tempat kediaman oleh hanya satu bagian golongan (clanded). Tidak ada golongan lain yang tinggal didalam daerah itu. Daerah atau kampong-kampong yang berdekatan juga dipakai sebagai tempat tinggal oleh hanya satu bagian clan.

Teer Har menulis bahwa susunan rakyat semacam itu barangkali terdapat didaerah pedalaman dipulau-pulau Enggano, Buru, Seram dan Flores. Ditepi-tepi laut dari pulau-pulau adalah kampong- kampong yang berbaur dengan penduduknya yang terdiri atas beberapa family yang telah memisahkan diri dari golongan-golongan (clan) di pedalaman pun terdapat pula pada tepi-tepi laut tersebut penduduk-penduduk orang Indonesia yang berasal dari seberang lautan.

(20)

Diverifikasi Persekutuan Teritorial: Jawa, Tapanuli, Minangkabau.

-Jawa

Di kalangan msyarakat adat Jawa yang Kehidupan kewargaan desanya berdasarkan ikatan territorial (ketetanggaan) semata- mata, maka susunan kemasyarakatan dibedakan tingkatan sosial ekonominya menurut harta kekayaan yang dimiliki setiap

keluarga SOMAH (serumah) (keluarga BATIH).

1) Tingkat Pertama

KULI KENCANG adalah mereka yang berasal dari keturunan

Pembangun Desa dengan memiliki bangunan rumah dan tanah pekarangan serta tanah pertanian (sawah) yang luas. (Golongan mereanyaka dahulu kebanyakan berperan dalam

penyelenggaraan pemerintahan Desa).

(21)

• 2) Tingkat Kedua

• KULI GUNDUL adalah mereka yang hanya mempunyai

bangunan rumah dan tanah pekarangan saja. (golongan ini merupakan pembantu dan golongan pertama).

• 3) Tingkat Ketiga

• TIANG MENUMPANG, adalah mereka yang tidak mempunyai hak milik apa-apa dan hanya menjadi buruh tani atau

membantu kehidupan keluarga majikan yang ditumpanginya.

(22)

-Batak

• Di Tanah Batak susunan masyarakatnya dipengaruhi oleh dasar kehidupan yang genealogis patrileneal dengan pertalian kekerabatan disebut TUNGKU TIGA (DALIHAN NA TOLU-Batak), (SINGKEP SIELU-Karo) yang terdiri dari MARGA HULA-HULA, MARGA DONGAN TOBU dan MARGA BORU. Susunan demikian dikarenakan ada larangan perkawinan satu marga.

• Walaupun kekuasaan tertinggi dipegang oleh Kerapatan Adat Raja adat wakil dari DALIHAN NA TOLU naun MARGA HULA- HULA dikarenakan ia adalah MARGA PEMBERI DARA (wanita) sebagai MARGA MERTUA yang yaitu yang menguasai tanah maka menempati kedudukan terhormat, dan MARGA HULA- HULA sebagai MARGA TANAH.

(23)

Demikian pula dalam pemerintahan adat MARGA HULA-HULA adalah MARGA RAJA sebagai RAJA yang memerintah, sedangkan MARGA DONGAN TOBU yang menjadi MARGA BORU merupakan golongan kedua karena kedudukannya sebagai MARGA MENANTU (Marga penerima Dara), maka dalam melaksanakan pemerintahan adat bertindak sebagai pembantu dari pihak MARGA HULA-HULA-nya. Begitu juga jika ada lagi pendatang baru yaitu MARGA PARIPPE (Marga Penumpang) kesemuanya tunduk menghormati MARGA HULA-HULA.

(24)

-Minangkabau

• Di Minangkabau susunan masyarakat NAGARI-nya dipengaruhi oleh sistem kekerabatan yang genealogis matrilineal dengan hukum adatnya yang BERMAMAK KEMENAKAN dan yang terikat pada kesatuan RUMAH GADANG (Rumah Kerabat)

• Tingkatan kedudukan dari para kemenakan itu dibedakan menjadi:

(25)

1) Kemenakan batali DARAH

Yaitu kemenakan yang sekandung dari ibu (asal) yang berhak dan berperan sebagai MAMAK KEPALA WARIS, TUNGGANAI dan

PENGHULU.

2) Kemenakan batali ADAT

Yaitu kemenakan yang diangkat yang berasal dari keluarga lain dan hanya dapat menggantikan kedudukan sebagai MAMAK BATA atau PENGHULU apabila KEMENAKAN BATALI DARAH sudah tidak ada lagi yang menggantikan.

3) Kemenakan batali EMAS atau batali BUDI

Yaitu kemenakan yang diakui sebagai kemenakan karena baik budi.

4) Kemenakan di bawah lutut

Ialah kemenakan yang diasuh karena diperlukan tenaganya yang asal-usulnya tidak jelas entah dimana.

Referensi

Dokumen terkait

c) Bahwa setelah pernikahan tersebut pemohon dengan termohon kumpul bersama bertempat tinggal dirumah kediaman sendiri di desa Duwet selama 7 tahun dan telah

Soepomo: mengatakan bahwa suatu peraturan mengenai tingkah-laku manusia (rule of behaviour) pada suatu waktu mendapat sifat hukum, pada ketika petugas hukum yang

Bila terdapat seseorang, baik secara sendiri-sendiri atau secara bersama- sama mengambil, mengelola, memanfaatkan tanpa seizin lembaga adat akan dipekerjakan ditempat-tempat

Banjar Agung bertugas membantu Ki Demang Desa dalam melaksanakan tugas di wilayah dusun, meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,

Kebutuhan akan ornamen bersifat psikologis. Pada manusia terdapat perasaan yang dinamakan “horror vacut” yaitu perasaan yang tidak dapat membiarkan tempat atau

Penelitian ini menggunakan peneltian hukum empiris dan hasil penelitian menyatakan bahwa di masyarakat Dusun Waung Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten

Desa Pakraman merupakan salah satu contoh persekutuan hukum yang ada di Indonesia yang sejak lahirnya melekat hak otonom (berhak mengatur rumah tangganya

Oleh Soepomo, persekutuan hukum ini dikatakan tidak memiliki sifat sebagai suatu badan kekuasaan gezagsgemeenschap sebagaimana daerah-daerah kotapraja.21 Konsep ini menekankan pada