BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak adanya manusia dimuka bumi, tanah merupakan topik kajian yang tidak habis-habisnya dibahas. Di Indonesia keragaman fungsi tanah ini tidak dapat dilepaskan-pisahkan pula dari adanya bermacam-macam cara yang ditempuh manusia untuk menguasai dan menata tanah. Keragaman bentuk penguasaan bervariasi antara penguasaan yang diawali dengan pembukaan sebidang tanah untuk berladang hingga bentuk penguasaan yang terjadi karena adanya transaksi dengan pemilik tanah.Bahkan bentuk penguasaan tanah lainnya adalah adanya tanah yang dikuasai oleh individu dan ada yang dikuasai oleh kelompok.1
Masyarakat Indonesia juga merupakan masyarakat majemuk. Realitas yang paling utama dalam masyarakat majemuk antara lain adalah keragaman karakter, kondisi dan kehidupan masyarakat dalam tiap lingkup wilayah, dalam hal ini yang dimaksud adalah adanya masyarakat hukum adat disebagian besar wilayah Indonesia. Kehadiran masyarakat hukum adat diiringi juga dengan hak-hak masyarakat hukum adat seperti hak-hak atas sumber daya alam yang dimiliki dan
1.Zain-informasi.blogspot.co.id, 2017, Tanah Ulayat Dalam Hukum Adat.
hak untuk mengelola sesuatu yang telah sepenuhnya berada dalam tangan masyarakat hukum adat itu sendiri.2
Semula hukum adat di Indonesia hanya ditemukan berdasarkan simbol- simbol. Hukum adat mencerminkan kultur tradisional dan aspirasi mayoritas rakyatnya. Hukum ini berakar dalam perekonomian subsitensi serta kebijakan partenalistik, kebijakan yang diarahkan pada pertalian kekeluargaan.Penilaian yang serupa dibuat dari hukum yang diterima di banyak Negara terbelakang.Hampir dimana pun, hukum ini gagal dalam melangkah dalam cita- cita modernisasi.Sistem tradisional dari kepemilikan tanah mungkin tidak cocok dengan penggunaan tanah yang efisien, karena karakternya yang sudah kuno dari hukum komersial yang memungkinkan menghalangi investasi asing.Bahkan, secara lebih mendasar hukum yang diterima tidak dipersiapkan untuk menyeimbangkan hak-hak pribadi dengan hak masyarakat dalam kasus intervensi ekonomi yang terencana.3
Hak suatu persekutuan hukum atas tanah-tanah sekitar lingkungannya dikenal dengan istilah Hak Ulayat di Ambon di sebut sebagai Hak Petuanan yang merupakan hak tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh sesuatu persekutuan hukum (Desa/Negeri, Suku) di mana para warga masyarakat (persekutuan hukum) tersebut mempunyai hak untuk menguasai tanah atau sebidang tanah yang berada disekitar lingkungannya di mana pelaksanaaanya diatur oleh ketua
2.Ronald. Z.Titahelu, Aneka Masalah Masyarakat Hukum Adat Dalam Pembangunan, Deepublish, Yogyakarta,2014, hlm. 207.
3.Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarata :2000, hlm.2.
persekutuan (Kepala Desa/Bapak Raja atau Kepala suku) yang bersangkutan.4Namun bagi pihak lain memandang selain hak ulayat atau hak petuanan juga terdapat hak yang lebih kuat dari pada itu, yakni hak atas tanah dati yang dimiliki dan ditempati oleh kelompok orang yang bernaung di bawah suatu kerabat (famili) atau cabang kerabat atau suatu persekutuanhukum sebagai sesuatu yang sakral dan memiliki nilai histories religius yang kuat dan harus dijaga, hal ini pun dijamindan diakui keberadaannya dalam pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selajutnya ditulis UUD NRI 1945) menyatakan bahwa:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Hak milik atas tanah merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanahdengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA.
Hak yang terkuat dan terpenuh yang dimaksud dalam pengertian tersebut bukan berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana dimaksud dalam hak eigendom, melainkan untuk menunjukan bahwa di antara hak-hak atas tanah, hak milik merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh.
4.G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, A.G. Kartasapoetra, A. Setiady, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Rineka Cipta, hlm, 88
Pada umumnya tanah-tanah di daerah Ambon dan Maluku adalah tanah adat yang tunduk kepada hukum adat.Hak ulayat/petuanan (beschikkingsrecht) dari desa/negeriatau dari suatu persekutuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak hanya mengenai tanahnya saja, tetapi juga meliputi hutan, sungai, laut dan segala hasilnya. Dalam perkembangan kemudian sebagian dari tanah ulayat/petuanan itu lepas dari kekuasaan dan pengaturan langsung dari hak ulayat/petuanan negeri-negeri yang bersangkutan, karena pada tanah-tanah tersebut telah muncul hak-hak lain dari hak ulayat/petuanan, yakni hak atas tanah dati yang dikuasai dan ditempati oleh kelompok orang yang bernaung di bawah suatu kerabat (famili) atau cabang kerabat atau suatu persekutuan.5
Berdasarkan tingkatan hubungan antara hak ulayat/petuanan atas tanah berhadapan dengan hak perorangan sebagaimana diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat adat di Kota Ambon, terdapat tiga macam golongan tanah antara lain:
1. Tanah negeri atau tanah hak ulayat/petuanan, yang di miliki atau dikuasai oleh Persekutuan Adat atau Negeri;
2. Tanah Dati Parusah, tanah yang dimiliki oleh perorangan, akibat pemberian oleh negeri dan dikelolah secara turun temurun oleh setiap kelompok yang berhak mewarisinya;
5.Google Books.htm, Sejarah Nasional Indonesia Kemunculan Penjajahan di Indonesia.hal.156, tanggal 09 Juni 2016
3. Tanah Dati Pusaka, yang merupakan kelanjutan dari tanah dati parusah, dimana tanah negeri yang awalnya diberikan kepada seseorang untuk berusaha atau yang dikenal dengan dati parusah, kemudian dalam perkembanganya diwariskan kepada ahli warisnya untuk dipergunakan atau dan dikelola serta dimanfaatkan bersama-sama secara turun temurun, sehingga telah menjadi milik banyak orang (para warisnya). Hubungan masyarakat hukum adat dengan tanah seperti ini adalah hubungan menguasai, bukan memiliki secara perdata, artinya dimana mereka dapat menduduki tanah tersebut disitulah mereka menguasai, dan memanfaatkannya secara kolektif. Konsep hak atas tanah petuanan tidak dikenal adanya milik individual, dan kalaupun ada milik individual, hak milik itu hanya atas tanah pekarangan yang sifatnya tidak mutlak. Namun demikian, dalam perkembangan pembangunan dan kebutuhan ekonomi masyarakat sekarang ini, tidak dapat dihindari terjadinya individualisasi hak atas tanah-tanah adat dimaluku, sebagai contoh tanah dati, sebagai tanah kerabat yang menurut normanya tidak boleh diasingkan atau dialihkan untuk selamanya dalam pengertian di jual atau dihibahkan kepada orang/badan hukum dari luar masyarakat hukum adat besangkutan, ternyata kini telah banyak yang dialihkan kepemilikannya.6
6.J.K. Matuankotta, Hak Pengelolaan Atas Tanah-TanahAdat Di Maluku (Kompilasi Pemikiran Tentang Dinamika Hukum Dalam Masyarakat) Kumpulan Tulisan Dosen-Dosen Fakultas Hukum Dalam Rangka Memperingati Dies Natalis ke -50 Universitas Pattimura Tahun 2013 CV. Anugerah Sejati, Ambon, 2013, hlm. 221
Masyarakat Indonesia yang bercorak hidup agraris menggantungkan hidup sepenuhnya pada tanah, maka tanah sebagai objek utama yang harus dimiliki dalam penyelenggaraan kehidupan agraria baik yang berbentuk pengadaan lahan pertanian maupun perkebunan, tanah menjadi landasan tolak ukur kesejahteraan dan kemapanan bagi masyarakat yang berdomisili di daerah pedesaan.Oleh karena itu tanah tidak bisa lepas dari kehidupan manusia karena dari semua kebutuhan manusia tanah menjadi kebutuhan pokok yang mendasar dan menjadi tempat bagi manusia menjalani kehidupannya serta memperoleh sumber untuk melanjutkan hidupnya.7
Tanah dalam kehidupan manusia tidak saja mempunyai nilai ekonomis dan kesejahteraan semata, akan tetapi menyangkut masalah-masalah sosial, politik, budaya, dan juga terkandung aspek pertahanan dan keamanan bahkan tempat manusia dikebumikan. Bertolak asumsi tersebut, maka dalam suasana pembangunan yang semakin marak, kebutuhan akan tanah semakin meningkat sehingga dalam pemecahan masalahnya seharusnya memperhatikan dan mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku.Untuk itu, tanah harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bersama sebagai bangsa dan Negara.8
Dalam kehidupan manusia tanah memiliki beberapa aspek dan arti yang sangat penting antara lain;
7.Mariot P. Siahaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Teori dan Praktek), Rajawali Press: Jakarta, 2005, hlm. 1
8.Op cit Iman Sudiyat, hlm. 1.
1. Dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan.
2. Secara politis, tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat.
3. Sebagai kapital budaya, tanah dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya.
4. Tanah bermakna sakral, dimana setiap akhir hayat manusia akan kembali kepada tanah.9
Di dalam Negara hukum Indonesia terdapat tanah adat, yang sistem serta hak kepemilikannya, ternyata bermacam-macam sesuai dengan hukum adat yang berlaku pada wilayah atau daerah tersebut.10Sebagai konsekuensi pengakuan negara terhadap hak atas tanah, maka negara berkewajiban memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut, sehingga setiap orang atau badan hukum yang memiliki hak tersebut dapat mempertahankan haknya.Perlindungan hukum yang diberikan kepada setiap pemegang hak atas tanah merupakan konsekuensi terhadap pendaftaran tanah yang melahirkan sertifikat.Untuk itu setiap orang atau badan hukum wajib menghormati hak atas tanah tersebut.Sebagai suatu hak yang dilindungi oleh undang-undang, baik tertulis maupun tidak terulis, maka penggunaan dan pemanfaatan tanah milik
9.Heru Nugroho, Menggugat Kekuasaan Negara, Muhamadmadiyah University Press, Surakarta, 2001, hlm. 237.
10.Ziwar Effendy, Hukum Adat Ambon-Lease, Pradya Paramita Jakarta, 1987, hlm. 107- 113.
orang atau badan hukum lain, wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada dasarnya tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.
Seiring dengan perubahan transformasi tanah maka perubahan itu juga diikuti dengan masalah-masalah tanah yang selalu hadir dalam kehidupan masyarakat saat ini.Permasalahan tanah yang dari segi empiris sangat lekat dengan peristiwa sehari-hari, tampak semakin kompleks dengan berbagai kebijakan serta perubahan kebutuhan manusia terhadap tanah.11
Dalam rangka pembangunan nasional yang berkesinambungan, peranan tanah akan menjadi bertambah penting, sehubungan dengan terus bertambahnya jumlah penduduk yang semuanya memerlukan tanah. Karena pentingnya tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan antara manusia, hal ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan manusia akan tanah, sementara itu persediaan tanah relatif tetap.
Namun pada prinsipnya unifikasi hukum pertanahan di Indonesia telah terwujud, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, (Lembaran Negara 1960-104), yang merupakan peraturan dasar pertanahan Indonesia yang dibentuk berdasarkan Hukum Adat. Untuk melaksanakan amanah Pasal 33 ayat (3)Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
11.Maria S.W. Sumardjono,Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta: Kompas, 2001, hlm. 1.
1945), agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.
Kemudian hak menguasai oleh negara sebagaimana tersebut diatas lebih lanjut dituangkan dalam UUPA, yang menyatakan bahwa hak menguasai tersebut memberi wewenang kepada negara untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persedian pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orangdengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang danperbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Namun kenyataannya dalam konteks masyarakat di Kota Ambon khususnya di Negeri Latuhalat belum memiliki suatu sistem pengelolaan tanah secara proporsional dan professional.12 Pemilik tanah dati di Negeri Latuhalat adalah marga-marga yang sudah lama tinggal di Negeri Latuhalat yaituMarga Salhuteru, Latumeten, Satumalai, Soplantila, Narua, Latuhihin, Mahulete, Tuhumuri, Opier, Lekatompessy, Singkeri, Leasa, Tuhusula, Risakota, Angkota, Lopumeten, Maulani, Nampasnea, Singadji, Risupesi, Saumena, Matitah, Laturuwamanahusou dan Salsuwan.
12.M.J.Sapteno, “Pendekatan Yuridis Dalam Pengelolaan Tanah Sebagai Sumber Kehidupan Berkelanjutan”, Makalah, Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Ambon, 3 Agustus 2014, hlm. 4.
Kebiasaan menjual tanah, menjadikan masyarakat menjadi miskin pada wilayah-wilayah petuanan yang kaya akan sumberdaya alam. Tanah yang merupakan bagian penting dari sistem keagrariaan di Indonesia, belum dipandang sebagai sumber daya dan aset atau modal utama, dalam pengembangan sistem ekonomi keluarga atau kelompok masyarakat, sehingga dapat meningkatkan harkat dan martabat sebagai manusia beradab. Artinya dengan mengelola tanah secara baik dan benar, maka pasti akan mendapatkan suatu keuntungan yang luar biasa, sehingga tercipta suatu kondisi kehidupan yang mapan dan bermartabat.
Bagi mereka yang mempunyai wawasan yang luas, ( misalnya; para pengusaha atau pemilik modal), ternyata tanah merupakan aset atau modal yang sangat penting dan luar biasa. Mereka mampu mengelola tanah secara maksimal, sehingga bermanfaat ganda atau multiguna.Banyaknya Tanah Dati di Negeri Latuhalat yaitu 208 tanah dati, masyarakat adat menjual Tanah tersebut walaupun menurut hukum adat tanah tersebut tidak boleh diperjual belikan. Sebelum masyarakat Negeri Latuhalat mau menjual Tanah dati tersebut mereka telah mendapatkan persetujuan dari Bapak Raja Negeri Latuhalat untuk menjual Tanah Dati dikarenakan kebutuhan ekonomi.
Sebagai suatu lembaga hukum, dati memiliki ketentuan sebagai berikut:13 1. Dati tidak dapat dipindahtangan atau diasingkan.
13 Jenny K. Matuanakotta, Pengaturan Tanah Berbasis Kearifan Lokal, disertasi Unhas program doctor ilmu hukum, Hal.239
2. Tanah dati tidak dapat dibagi-bagi diantara anak dati.
3. Yang berhak “makan” dati ialah anak laki-laki dan perempuan yang tidak menikah serta berdomisili di negeri.
4. Anak perempuan yang telah menikah kehilangan hak makan dati karena sejak perkawinannya ia memperoleh hak makan dati dari keluarga milik suaminya.
5. Anak dati yang berdomisili di tempat lain atau yang sedang menjalankan tugas Negara, kehilangan hak makan dati untuk sementara dan hak itu diperoleh kembali setelah ia kembali ke negeri.
6. Tanah atau dusun dati yang tidakada lagi katurunannya kembali kepada kekuasaan negeri (petuanan), tanah dati atau dusun dati demikian disebut dati “lenyap”.
Berdasarkan peraturan hukum adat yang telah ditetapkan menyatakan bahwa Tanah Dati bukanlah sebuah objek yang dapat diperjual belikan.karena bertentangan dengan hukum adat, khususnya prinsip-prinsip hukum dati namun dalam kenyataannya tanah dati dapat diahlihkan kepada pihak lain atas sepengetahuan Bapak Raja Negeri Latuhalat akanmelakukan persetujuan tersebut, karena masyarakat Negeri Latuhalat tidak mempunyai penghasilan yang cukup untuk menyekolahkan anak mereka.Oleh sebab itu, Bapak Raja Negeri Latuhalat mengambil keputusan bahwa masyarakat boleh menjual tanah dati beserta tanaman- tanaman di atasnya kepada para pengusaha maupun kepada pemerintah daerah walaupun hal tersebut bertentangan dengan hukum
adat.Selanjutnya dikelola dan dimanfaatkan secara baik oleh pembeli (pemilik modal) yang cerdas pemikirannya, sehingga dapat meningkat menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis yang penting dan strategis. Bertolak dari pejelasan di atas maka perbuatan hukum berupa transasi-transaksi tanah dalam hal jual beli terhadap tanah adat dalam hal ini tanah dati di Negeri Latuhalat ini apabila dihubungkan dengan sistim hukum adat, maka tanah adat dimaksud sebenarnya.
tidak bisa diperjual-belikan apalagi kepada pihak luar persekutuan masyarakat adat setempat sebagaimana yang terjadi di Negeri Latuhalat Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon.
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, penulis tertarik untuk mengkajinya dalam bentuk suatu penulisan ilmiah dengan judul: Kajian Yuridis Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah Dati Di Negeri Latuhalat
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalaan yang akan ditelaah lebih lanjut sebagai berikut: “Bagaimana Peralihan Hak Atas Tanah Dati Di Negeri Latuhalat ”.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan yang disampaikan yaitu :
1. Mengkaji dan mengetahui bagaimana peralihan hak atas tanah dati di Negeri Latuhalat.
2. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Pattimura.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitan ini dapat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis antara lain:
1. Manfaat Teoretis
Untuk pengembangan ilmu hukum bagi penulis khususnya terkait dengan peralihan hakatas tanah dati di Negeri Latuhalat
2. Manfaat Praktisa
Sebagai sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dikaji yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah datidiNegeri Latuhalat.
E. Kerangka Konseptual
Secara etimologis belum didapatkan kesatuan pendapat di antara para penulis tentang apa sebanarnya menurut ilmu bahasa asal kata dati itu. Ada yang secara harfiah mengartikan dengan pajak.Dalam bahasa Latin terdapat kata datio yang berarti pemberian.Datio in solutum berarti memberikan sebagai pembayaran.Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Pustaka Departemen Pendidikan Nasional dan Kebudayaan, mengemukakan bahwa yang dimaksud tanah adalah lapisan permukaan atau lapisan bumi yang di atas sekali.
Pengertian tanah ditinjau dari segi geologis-agronomis, Tanah adalah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas.Dimanfaatkan untuk menanam tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian dan tanah perkebunan.Sedangkan yang digunakan untuk mendirikan bangunan disebut tanah bangunan.14
Istilah tanah dati, dalam membicarakan tanah, haruslah dibedakan antara Tanah itu An Sich dan Dati, adapun yang dimaksud dengan Tanah yaitu tanah yang terlepas dari sesuatu yang ada di atas tanah tersebut, sedangkan Dati itu sendiri menurut pendapat Holleman yaitu merupakan kesatuan wajib kerja.Selanjutnya menurut J. Gerard Friedriedel tanah dati adalah petak-petak tanah yang dibagi-bagikan kepada orang-orang yang kuat kerja atau kepala- kepala rumah atau kepala-kepala rumah tangga dengan syarat harus ikut hongi.Jadi istilah Dati dan Tanah Dati banyak dikenal masyarakat dengan istilah Tanah Dati bukan istilah Datinya ataupun istilah Dati Raja.15
Menurut F. Valentijn istilah Dati adalah hofdianst untuk mana pada bulan- bulan dilaksanakannya pelayaran hongi setiap rumah tangga (huisgezin) diwajibkan menyerahkan seorang laki-laki untuk selama lebih kurang satu bulan kepada maskapai VOC untuk melakukan tugas hongi tanpa mendapat upah atau
14.Hapusnya Hak Atas Tanaah di akses di landdiary.Blogspot.Com/2009/12/ Hapusnya- hak-atas tanah.Html tanggal 2 Maret 2016 pukul 14.13 WIT.
15.J.Gerard Fried Riedel, de sluik en kroesharige rassen tussen Celebes en Papua, Bijdrage en mededelingen van het historiche gemeenschap, Utrecht, 1883, hlm. 44.
atas biaya sendiri.16 Pengertian Dati juga diartikan oleh sebagian orang dengan pajak atau kewajiban (verpelichtingen), yaitu orang-orang yang wajib dati adalah orang-orang yang harus melaksanakan satu dan lain tugas, antara lain kewajiban untuk menyerahkan sesuatu hasil atau produksi, menyerahkan sejumlah uang atau melakukan pekerjaan.17
Menurut F. D. Holleman dati adalah kerabat-kerabat (families) yang menjalankan tugas untuk hongi atau kuarto.Ada juga yang mengartikan dati dengan pajak atau kewajiban (verplich tingen). Jadi orang-orang yang wajib dati adalah orang-orang yang harus melaksanakan satu dan lain tugas, lain kewajiban untuk menyerahkan sesuatu hasil atau produksi, menyerahkan sejumlah uang atau melakukan pekerjaan. Pengertian lain ialah, bahwa dati itu sebagai suatu kerabat yang wajib membayar pajak dan kelompok-kelompok kerabat yang merupakan kesatuan administrasi.18
Berbicara tentang tanah dati tidak terlepas dari dusun-dusun, istilah dusun juga dapat dibedakan dengan:
a) Dusun parusah adalah dusun yang dibuka atau diperusah sendiri-sendiri atau bersama-sama oleh anak negri diatas tanah petuanan, biasanya tanah yang masih ewang.
16.Valentij, F, ound en nieuw Oost Indien II, Joannes Van Braam, Gerard Onder de Linden, Dordrecht, 1724, hal 184
17.KITL.Vk.:Adatrechbundels XXIV, (Martinus Nijhoff’ s – Granvehag, 1925), hlm, 390.
18.Valentijn, dalam buku Ziwar Effendi, Hukum Adat Ambon Lease, Pradnya Paramita, Jakarta. 1987.hlm.115
b) Dusun negeri yaitu hutan yang sudah dipelihara dan dijaga, rakyat tidak lagi bebas dalam mengambil hasilnya, karena segala hasilnya untuk kas negeri.
c) Dati raja (dusun dati, tanah dati) dati raja atau dusun dati atau yang lebih dikenal dengan istilah tanah dati adalah tanah atau dusun yang diberikan kepada seorang pemerintah selama ia mengaku jabatan pemerintah dari negerinya, kalau sampai diganti, maka haknya atas dusun dati raja sendirinya dihapus.
d) Dusun pusaka adalah dusun yang merupakan milik bersama dari suatu kelompok ahli waris yang mereka peroleh melalui pewarisan.
Pada mulanya dusun pusaka itu adalah milik seseorang secara pribadi yang biasa di perolehnya melalui beberapa cara:
1. Dengan menggarap atau memperusaha sepotong tanah negeri yang masih merupakan hutan atau ewang dengan izin pemerintah Negeri.
2. Untuk mendapatkan dusun pusaka bias juga melalui pembelian oleh seseorang yang dinamakan dusun babalian, jika dusun babalian ini kemudian sampai diwarisi oleh keturunannya, maka statusnya berubah menjadi dusun pusaka.
3. Dusun pusaka juga bisa berasal dri suatu pemberian, misalnya seorang perempuanyang akan kawin akan dihadiahi oleh bapaknya sepotong dusun yang disebut dusun atintin atau dusun lelepo.
Dusun dati dalam pemahaman masyarakat di Ambon adalah tanah beserta semua tanaman di atasnya. Persekutuan dati yang terdiri dari anak dati dan tulung dati hanyalah pemilik tanaman, sementara untuk tanah hanya diberikan hak pakai oleh negeri sebagai pemilik petuanan .
Tanah adalah permukaan bumi, yang dalam penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebahagian dari ruang yang diatasnya, dengan pembatasan dalam Pasal 4 ayat 1 UUPAnomor 5 tahun 1960, yaitu sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.
Menurut hukum adat di Indonesia, ada 2 (dua) macam hak yang timbul atas tanah, antara lain yaitu:
1. Hak persekutuan, yaitu hak yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu yang disebut dengan masyarakat hukum (persekutuan hukum). Lebih lanjut,hak persekutuan ini sering disebut dengan hak ulayat, hak dipertuan, hak purba, hak komunal atau beschikingsrecht.
2. Hak Perseorangan, yaitu hak yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh seseorang anggota dari persekutuan tertentu.
Secara umum B.Ter Haar Bzn mengatakan bahwa hubungan antara hak persekutuan dengan hak perseorangan adalah seperti teori balon, artinya semakin besar hak persekutuan, maka semakin kecillah hak
perseorangan.Sebaliknya,semakin kecil hak persekutuan, maka semakin besarlah hak perseorangan. Ringkasnya, hubungan diantara keduanya bersifat kembang kempis. Hukum tanah adat dalam hal hak persekutuan atau hak pertuanan, dapat dilihat dengan jelas bahwa umat manusia itu ada yang berdiam di suatu pusat tempat kediaman yang selanjutnya disebut masyarakat desa atau disebut dengan nama lain, mereka ada yang berdiam secara tersebar di pusat-pusat kediaman yang sama nilainya satu sama lain, di suatu wilayah yang terbatas, maka dalam hal ini merupakan suatu masyarakat wilayah.19
Ruang lingkup bumi menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah permukaan bumi, dan tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air.Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut tanah.Tanah yang dimaksudkan disini bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah.Hak “Penguasaan” Atas Tanah dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis, juga beraspek privat dan beraspek publik.Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki.20
Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak berarti benar. Jadi peralihan hak atas tanah adalah memindahkan
19.Op cit, B.Ter Haar. Bzn, terjemahan : Soebakti Poesponoto, hlm. 71.
20.Suhendra, Analisa Terhadap Hak Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011.hlm. 34.
atau beralihnya penguasaan tanah yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya.Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan caramemindahkan tanah.Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasan secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain.
Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, sebagaimana yang dikutip oleh Erene Eka Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah atau beberapa bidang tanah dari pemilk semula kepada pemilik yang baru karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untyuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya (dalam hal ini subyek hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah).
Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa “Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan hukum.
Jenis-jenis cara peralihan hakatas tanah terdiri atas beberapa bagian, yakni:
1. Peralihan hakatas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak, yakni;
a. Pewarisan tanpa wasiat b. Pemindahan hak
2. Hapusnya Peralihan Hak Atas Tanah
Peralihan Hak Atas Tanah dapat hapus dikerenakan sebagai berikut :
a. Berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan sebagaiman ditetapkan dalam sertifikat haknya menjadi hapus.
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang.
c. Bila subjek hak tidak lagi memenuhi syarat atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam waktu satu tahun pemindahan/peralihan hak milik atas tanah tidak dilepaskan atau tidak dialihkan maka hapus karena hukum.
d. Dilepaskan atau diserahkan dengan sukarela oleh pemegang haknya.
e. Pencabutan haknya
f. Tanah yang bersangkutan musnah, karena proses alamiah ataupun bencana alam
g. Tanahnya diterlantarkan.21
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
21. Makalah2107.blogspot.co.id, Makalah “ Hukum Agraria” tentang “ Peralihan Hak Atas Tanah
meneliti bahan pustaka yang ada.22Penelitian ini bertujuan untuk menarik azas-azas hukumyang dapat dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis.23 Untuk melengkapi bahan hukum positif tidak tertulis dilakukan dengan wawancara dengan pihak-pihakyang berwajib di Negeri Latuhalat.
2. Tipe Penelitian
Adapun tipe yang digunakan dalam penelitian bersifat deskritif analitis.Deskritif analisis yaitu dengan menggunakan pendekatan yuridis normative dirumuskan dalam hasil penelitian kepustakaan, dimugkinkan untuk dapat mendeskripsikan berbagai temuan baik melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan dan data yang diperoleh akan dianalisis dan dikaji dalam suatu sistem penelitian yang terstruktur, sehingga dengan hasil tersebut akan ditarik kesimpulannya dan dilengkapi dengan saran-saran24.
3. Sumber Bahan Hukum
Sumberbahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yakni sebagai berikut :
22Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-11, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2009), hlm 13-14.
23 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hlm.135
24.Ronny Hanitidjo, metodologi Penelitian Hukum, gahalia Indonesia jakarta 1980,hlm.12
a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria.
b. Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, hasil-hasil penelitian dan jurnal hukum.
c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti yang berupa kamus-kamus hukum.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi bahan hukum. Bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah- pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan penelitian ini. Dan selanjutnya sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab.
5. Analisis Bahan Hukum
Pada penelitian hukum normatif, pengelolaan data adalah untuk meneliti sistematika terhadap bahan-bahan tertulis hukum termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan tertentu, untuk memudahkan proses analisa dan konstruksi. Metode analisis bahan hukum yang dipakai ialah metode analisis kualitatif yakni suatu kajian yang ilmiah berdasarkan urutan dan bukan jumlah.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis akan melakukan penulisan yang keseluruhannya pembahasannya menggunakan sistimatika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan,Bab ini merupakan pengantar untukmenjelskan pokok permasalahan, yang diawali dengan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan, dan selanjutnya untuk menjadi suatu penulisan ilmiah secara utuh, maka pada tentang BAB II Tinjauan Pustaka, Bab ini di bagi dalam 3 (tiga) sub bab, dalam sub bab ini di uraikan mengenai Konsep Hak Kepemilikan Tanah Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan; Hak Kepemilikan Atas Tanah Dati; Tinjauan Umum Tentang Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli, BAB III tentang Hasil dan Pembahasan, yakni Gambaran Umum Negeri Latuhalat; Tata Cara Memperoleh Hak Atas Tanah Menurut Peraturan Perundang-undangan; Prosedur Pemberian Hak Atas Tanah;
Peralihan Hak Atas Tanah Dati Melalui Jual Beli Di Negeri Latuhalat, dan BAB IV Penutup, bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran.