• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS HUKUM ADAT BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TUGAS HUKUM ADAT BALI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS HUKUM ADAT BALI

EKSISTENSI TANAH ADAT ( TANAH PKD )

NAMA

: ADI SURYA

NIM

: 1316051202

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PENDAHULUAN

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Maka dari itulah sangat dibutuhkan pengaturannya lewat hukum

termasuk hukum adat.Ada 2 hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, yaitu :

1. Karena sifatnya

Yaitu karena merupakan satu-satunya benda kekayaan yang bersifat tetap, walaupun mengalami keadaan-keadaan yang bagaimanapun, bahkan menjadi lebih

menguntungkan. Misalnya : sebidang tanah yang di atasnya tumbuh berbagai macam tumbuh-tumbuhan, jika dibakar dan setelah api padam, tanah tersebut akan muncul lagi, tetap berwujud tanah seperti semula. Jikalau dilanda banjir, malahan setelah airnya surut, muncul kembali sebagai sebidang tanah yang lebih subur dari semula.

2. Karena fakta

Yaitu suatu kenyataan, bahwa tanah itu :

 Merupakan tempat tinggal dari kelompok orang  Memberikan kehidupan pada kelompok orang

 Merupakan tempat di mana para warga persekutuan yang meninggal dunia dikebumikan

 Merupakan pula tempat tinggal dari roh-roh suci leluhur

Pertalian antara manusia dengan tanahnya, demikian amat erat, karena merupakan unsur yang berpasangan dan seharusnya dapat dianggap sebagai pertalian hukum umat manusia dengan tanah.

Melihat kenyataan yang demikian maka antara kelompok orang dengan tanah yang didiaminya terdapat hubungan yang amat erat, serta bersifat “religius magis“. Hubungan yang erat dan bersifat religius magis ini menyebabkan kelompok orang, memperoleh hak untuk menguasai tanah dalam arti memanfaatkan tanah itu memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah itu serta berburu terhadap binatang-binatang yang ada di situ

Rupa-rupanya dari jaman dahulu tanah yang didiami oleh kelompok orang yang jelas ada yang sebagai pemimpin kelompok dapat mengatur penggunaan tanah, yang sifatnya turun-temurun, bagaikan sebuah warisan dari leluhurnya, kiranya inilah disebut “tanah adat“. Maka itu penggunaan tanah adat dapat berlaku ke dalam (kelompok adat) dan dapat juga berlaku keluar, seperti :

1. Kelompok persekutuan itu beserta warganya yang berhak dengan bebas menggunakan tanah-tanah adat yang ada di sekitarnya

2. Orang luar hanya boleh menggunakan tanah tersebut, dengan ijin penguasa kelompok persekutuan tersebut, tanpa ijin itu dianggap melakukan pelanggaran

3. Warga persekutuan hukum boleh mengambil manfaat dari wilayah kekuasaannya, untuk kepentingan mereka bersama

(3)

5. Hak tanah adat tidak dapat dilepaskan atau dipindah tangankan, diasingkan untuk selamanya.

6. Hak atas tanah adat yang sudah digarap yang sudah diliputi oleh hak perseorangan Walaupun demikian keberadaannya namun dengan adanya perkembangan jaman, maka perlu bagi kita masyarakat Hindu di Bali dengan adat-istiadatnya, dapat mempertahan tanah adat, karena hal itu bersangkut paut dengan kehidupan beragama.

A. JENIS DAN FUNGSI TANAH ADAT BALI

Setelah keluarnya UUPA, maka dalam ketentuan konversinya(pasal II, VI, VII) ditemukan hak-hak atas tanahsebagai berikut: hak agrarisch eigendom, milik, yasan andarbeni hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant sultan, landerijen bezitsrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas tanah-tanah partikelir, hak vructgebruik, gebruik, grant controleur, bruklen, ganggam bauntuik, ang gaduh, bengkok, lungguh, pituas, hak gogolan, pekulen/sanggau. Baru kemudian setelah keluarnya peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 tahun 1962 ditambah dengan Surat Keputusan Menteri dalam Negeri No.

SK26/DDA/1970 dipastikan bahwa hak-hak tanah sebagaimana diatur oleh ketentuan konversi pasal II, VI, Vii dari UUPA adalah hak-hak Indonesia atas tanah.

Sebelum keluarnya UUPA yang disebut tanah-tanah adat/tanah-tanah Indonesia adalah tanah-tanah yang tunduk dan diatur oleh hukum adat. Ternyata konsepsi ini masih diikuti dalam UUPA, sehingga batasan Tanah adat menurut UUPA lebih dari batasan tanah adat menurut hukum adat.

Tanah adat Bali sesuai dengan ketentuan konvensi dari UUPA tercantum dalam pasal II dengan sebutan “tanah hak atas Druwe” atau “tanah hak atas Druwe desa”. Namun di Bali tanah-tanah adat lebih dikenal dengan nama “tanah druwe desa” yang artinya tanah-tanah kepunyaan desa adat.

 Tanah Druwe Desa terdiri dari:

1. Tanah Desa yaitu tanah yang dipunyai atau dikuasi oleh Desa Adat yang bisa didapat melalui usaha-usaha pembelian ataupun usaha lainnya. Kalau tanah desa ini berupa tanah pertanian ( sawah, ladang ) akan digarap oleh krama desa ( anggota desa ) dan penggarapannya diatur dengan membagi-bagikan secara perorangan maupun secara kelompok yang kemudian hasilnya diserahkan oleh penggarap kepada desa

adat. Selain itu yang termasuk tanah adalah: Tanah pasar, tanah lapang, tanah

kuburan, tanah bukti (tanah-tanah yang diberikan kepada pejabat/pengurus Desa Adat selama memegang jabatan.)

2. Tanah Laba Pura, adalah tanah-tanah yang kebanyakan dulunya milik desa (dikuasai oleh desa) yang khusus dipergunakan untuk keperluan Pura. Tanah Laba Pura ini ada 2 macam yaitu:

- Tanah yang khusus untuk tempat bangunan Pura

(4)

3. Tanah Pekarangan Desa atau tanah PKD adalah merupakan tanah yang dikuasai oleh desa yang diberikan kepada karma Desa untuk tempat mendirikan perumahan yang lazimnya dalam ukuran luas tertentu dan hampir sama untuk tiap keluarga. Kewajiban yang melekat ( yang lebih dikenal dengan “ayahan”) pada karma Desa yang

menempati tanah ialah adanya beban berupa tenaga atau materi yang diberikan kepada Desa Adat.

4. Tanah Ayahan Desa atau Tanah AYDS adalah merupakan tanah-tanah yang dikuasaai atau dimiliki oleh desa yang penggarapannya diserahkan pada masing-masing Krama Desa disertai hak untuk menikmati hasil yang disertai kewajiban ayahannya.

Disamping tanah adat tersebut diatas, dikenal juga tanah pribadi atau tanah-tanah bebas yang merupakan tanah-tanah-tanah-tanah milik perseorangan yang bebas dari kewajiban “ayah”. Demikian dalam praktek sehari-hari tidak pernah tanah-tanah bebas ini disebut sebagai tanah adat.

Untuk tanah AYDS dan tanah PKD secara bersama-sama sering disebut “tanah ayah” saja. Ini artinya tanah yang diatasnya berisi beban berupa ayahan. Tanah ayah ini dapat diwariskan, dan jika ingin menjual harus dengan persetujuan Desa Adat demikian juga kalau mau melakukan transaksi-transaksi tanah lainnya, harus tetap seijin dari Desa Adat.

Pemanfaatan tanah adat yang dimilik desa pakraman menimbulkan tiga bentuk fungsi dari tanah tersebut yaitu berfungsi ekonomi, berfungsi sosial, dan berfungsi keagamaan. Sebagai fungsi keagamaan, krama desa memiliki kewajiban ngayahang yang berupa tenaga, yaitu menyediakan dirinya untuk ngayah atau berkorban ke desa pakraman dan ngayah ke Pura / Kahyanagan Desa seperti gotong royong membersihkan pura, memperbaiki pura hingga menyelenggarakan upacara keagamaan di dalamnya dan material, yaitu menyediakan uang atau materi lainnya demi kepentingan desa pakraman dan Kahyangan Desa.

Tanah Adat Di Desa Panglipuran

Diambil contoh dari desa berkembang untuk menjadi desa wisata yaitu Desa Panglipuran . Tanah adat di panglipuran berupa: 45 hektar hutan bambu, 50 hektar tegalan (ladang), 9 hektar pemukiman terdiri dari 76 kaplingan, sisa untuk tempat umum seperti bale banjar, sekolah, dsb. Pengelola tanah adat dilakukan masyarakat adat sendiri, dimana tidak punya hak milik atas tanah tapi punya hak pakai dan memelihara. Dan diberi kewajiban untuk keperluan adat berupa iuran pembangunan pura, iuran bulan purnama, dsb.

Tanah Ayahan Desa atau AYDS, adalah merupakan tanah-tanah yang dikuasai atau dimiliki oleh desa yang penggarapannya diserahkan pada masing-masing krama Desa disertai hak untuk menikmati hasil yang disertai kewajiban ayahannya. Kewajiban seperti menjaga pura, bila pura ada acara, maka yang mempunyai hak pakai ikut membantu terselenggaranya acara di pura tersebut. Tanah adat panglipuran bisa diperjual belikan kepihak luar, karena bersatatus AYDS dengan persetujuan bersama.

(5)

diberbagai lokasi, salah satunya ada hutan bambu sebagian berstatus laba pura, dusun buungan desa tiga 8 ha (lahan kering), sidombunut (sawah), sawah cekeng. Tanah laba pura tersebut bisa diurus warga luar, ada pula yangg diurus warga sendiri

Pewarisan bersifat kolektif, bila ingin menjual warisan harus mendapat persetujuan bersama ahli waris. Sertifikat tanah di desa panglipuran berupa petok D atas nama leluhur, petok D dipegang oleh anak tertua. Sertifikat tanah di panglipuran berupa hak guna pakai, bukan hak milik. Dan tidak boleh menjual tanah kepada warga nonpanglipuran. Semua tanah terkena pajak kecuali tanah Pekarangan Desa dan laba pura.

Keberadaan desa pakraman tidak terlepas dari segala syarat keberadaan hak ulayat dalam masyarakat hukum adat. Dalam setiap desa pakraman di Bali, dapat dilihat tiga syarat adanya hak ulayat dalam masyarakat hukum adat.

1. Ada kelompok orang yang masih terikat oleh hukum adatnya. Dalam desa pakraman, semua warga desa adat terikat oleh awig-awig yang ditetapkan secara bersama. Aturan-aturan ini sebagian besar tidak tertulis, tetapi dipahami serta dipatuhi oleh warga desa adat. Namun sekarang mulai ditulis dikarenakan terbatasnya ingatan manusia.

2. Terdapat tanah ulayatnya, dan dalam desa pakraman yang memiliki kesatuan wilayah dengan desa dinas, terdapat seluas tanah yang dikuasai oleh desa pakraman tersebut guna keperluan bersama warga desanya.

3. Terdapat tatanan hukum adatnya segala pengurusan, penguasaan, dan pembagian tanah adat yang ada di masing-masing desa pakraman diatur oleh kelihan desa dengan mengacu dan dapat dipertanggung-jawabkan dalam paruman desa. Dapat dikatakan bahwasannya segala hasil paruman desa yang dihadiri karma desa merupakan tatanan hukum yang digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.

Dari uraian di atas, terlihat bahwasannya dalam desa pakraman ketiga syarat hak ulayat tersebut dipenuhi. Hak ulayat masih ada dalam desa pakraman.

B. EKSISTENSI TANAH PKD DAN AYDS MENURUT HUKUM ADAT BALI

(6)

Pada awalnya anggota Dasa hanya mempunyai hak menggunakan (genotsrecht). Tetapi kenyataannya kemudian tanah-tanah tersebut dapat dikuasai sepenuhnya (beschikken) maka muncullah hak penguasaan atas tanah beschikkingsrecht. Berdasarkan asas hukum (legal principle) bila hak menggunakan dan hak penguasaan bergabung maka itu tidak lain adalah hak milik orang Belanda menyebutkan “Inlands bezitsrecht”.

Untuk tanah PKD dan AYDS ikatan adat tetap ada yakni berupa kewajiban public untuk desa dan atau pura. Kewajiban ini secara umum dikenal dengan istilah “ayahan”. Jadi ayahan inilah yang mengekang atau mengikat tanah-tanah ayah diatas. Sehingga tanah-tanah tersebut menjadi tanah hak milik terkekang (ingeklemd Inlands bezitsrecht).

Bagi tanah-tanah terkekang, menurut Bushar Muhammad, akan sangat tergantung dari kuat dan lemahnya hak penguasaan Desa (hak ulayat). Kalau hak ulayat kuat maka desa akan mengklaim bahwa tanah itu milik desa. Demikian sebaliknya bila hak ulayat lemah maka tanah-tanah akan menjadi milik anggota (karma) desa Adat.

Dari penilitian yang pernah dilakukan ada sebagian desa (terutama desa-desa Bali Age) masih mempertahankan hak ulayat desa. Begitu juga sebagian besar desa (terutama bali Dataran) tidak mempersoalkan pemilikan tanah, tetapi lebih menuntut pelaksanaan ayahan saja ini membuktikan bahwa ulayat semakin melemah.

Kekuatan hak ulayat terhadap tanah-tanah Adat di Bali adalah melekat pada fungsi tanah adat yang meliputi: a) Fungsi Keagamaan, b) Fungsi Sosial, c) Fungsi Ekonomis. Pelaksanaan fungsi sosio-religius dari tanah-tanah adat tersebut, kemudian diwujudkan dalam pelaksanaan ayahan ang sekaligus merupakan Yadnya.

TANAH ADAT SETELAH BERLAKUNYA UU NO 5 TAHUN 1960

Berdasarkan bunyi pasal II ketentuan konversi dari UUPA (UU no 5 tahun 1960), kiranya sudah jelas bahwa bagi tanah-tanah adat yang ada di Bali akan dikonversi menjadi hak milik. Dikecualikan jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan oleh pasal 21 UUPA.

Kalau memperhatikan jenis-jenis tanah adat yang ada di Bali sebagaimana tergambar di depan, maka ada tiga subyek hak yang dapat melakukan permohonan konversi, yaitu:

1. Desa Adat

Kalau yang mengajukan permohonan konversi DesaAdat, maka perlu dilihat apakah desa adat itu sudah memenuhi syarat sebagai subyek hak. Menurut pasal 1 dari Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 mengatur mengenai penunjukan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah sebagi berikut:

a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara

b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan UU no 79 th 1958

(7)

Dari ketentuan ini nampaklah bahwa desa adat belum ditunjuk sebagi subyek hak yang dapat mempunayi hak milik atas tanah. Oleh karena itu status hak dari tanah desa belum jelas.

2. Pura

Sesuai dengan surat keputusan Menteri dalam negeri no SK. 556/DJA/1986 tentang

peunjukkan Pura sebagai Badan hukum Keagamaan yang dapat mempunyai Hak milik atas tanah memutuskan:

a. Menunjuk Pura sebagai Badan Hukum Keagamaan yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah

b. Menegaskan bahwa tanah-tanah palemahan yang merupakam kesatuan fungsi dengan Pura yang sudah dimiliki pada saat ditetapkannya surat keputusan ini, dikonversi sebagai hak milik.

Dari ketentuan ini Pura telah ditunjuk sebagai Badan Hukum Keagamaan yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.

3. Krama Desa Adat (anggota desa)

Pasal 6 ayat 1 peraturan menteri Pertanian dan agrarian no. 2 th 1962 (ditambah dengan surat Keputusan Menteri dalam negeri no SK, 26/DDA/1970) menentukkan: Hak-hak yang

disebutkan dalam pasal II ketentuan-ketentuan konversi UUPA ditegaskan dan didaftarkan menjadi:

a. Hak milik, jika yang mempunyainya tanggal 24 september 1960 memenuhi syarat untuk mempunyai hak milik.

b. Hak guna bangunan dengan jangka waktu 20 tahun sejak berlakunya UUPA jika tidak yang mempunya pada tanggal 24 september 1960 tidak memenuhi syarat untuk mempunyai hak milik dan tanahnya merupakan tanah

perumahan.

c. Hak guna usaha dalam jangka waktu 20 tahun sejak berlakunya UUPA, jika tidka memenuhi syarat untuk mempunyai hak milik dan tanahnya merupakan tanah pertanian.

Dari ketentuan tersebut untuk karma Desa Adat/perseorangan dapat mempunyai hak milik, setelah memenuhi syarat yakni: 1) Dapat memperlihatkan tanda bukti kewarganegaraan tunggal; 2) Dan tanda bukti hak atas tanah tersebut.

PENUTUP

(8)

Di Bali tanah-tanah adat lebih dikenal dengan nama “tanah druwe desa” yang artinya tanah-tanah kepunyaan desa adat. Tanah Druwe Desa terdiri dari: Tanah Desa, tanah laba pura, tanah pekarangan desa dan tanah ayahan desa.Pemanfaatan tanah adat yang dimilik desa pakraman menimbulkan tiga bentuk fungsi dari tanah tersebut yaitu berfungsi ekonomi, berfungsi sosial, dan berfungsi keagamaan.

Untuk tanah PKD dan AYDS ikatan adat tetap ada yakni berupa kewajiban public untuk desa dan atau pura. Kewajiban ini secara umum dikenal dengan istilah “ayahan”. Jadi ayahan inilah yang mengekang atau mengikat tanah-tanah ayah diatas. Sehingga tanah-tanah tersebut menjadi tanah hak milik terkekang (ingeklemd Inlands bezitsrecht). Bagi tanah-tanah terkekang, menurut Bushar Muhammad, akan sangat tergantung dari kuat dan lemahnya hak penguasaan Desa (hak ulayat). Kalau hak ulayat kuat maka desa akan mengklaim bahwa tanah itu milik desa. Demikian sebaliknya bila hak ulayat lemah maka tanah-tanah akan menjadi milik anggota (karma) desa Adat

Ada sebagian desa (terutama desa-desa Bali Age) masih mempertahankan hak ulayat desa. Begitu juga sebagian besar desa (terutama bali Dataran) tidak mempersoalkan

pemilikan tanah, tetapi lebih menuntut pelaksanaan ayahan saja ini membuktikan bahwa ulayat semakin melemah. Kekuatan hak ulayat terhadap tanah-tanah Adat di Bali adalah melekat pada fungsi tanah adat yang meliputi: a) Fungsi Keagamaan, b) Fungsi Sosial, c) Fungsi Ekonomis.

Terdapat tiga subyek hak yang dapat melakukan permohonan konversi di bali, yaitu: desa adat (belum ditunjuk sebagi subyek hak yang dapat mempunayi hak milik atas tanah), pura (Pura telah ditunjuk sebagai Badan Hukum Keagamaan yang dapat mempunyai hak milik atas tanah) dan krama desa (dapat mempunyai hak milik setelah memenuhi syarat)

SARAN

1. Bagi para Pangemong Adat/Kelihan Desa Adat/Bendesa Adat, kiranya sudah harus memulai untuk mengambil langkah-langkah, terhadap pelestarian Ayahan.

2. Untuk pelestarian Ayahan, kiranya dapat diambil langkah, yaitu mewajibkan setiap orang umat Hindu yang tinggal di wilayah Desa Adat, untuk Tedun Ngayah (sesuai dengan Dresta).

3. Setiap anggota Krama Desa, yang telah kawin/pernah kawin, hendaknya wajib kena Ayahan (sesuaikan dengan kebutuhan).

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengujian kontroler terhadap sistem linier, metode kontrol robust fuzzy memiliki nilai IAE yang lebih baik dibandingkan LQIT, dapat dibuktikan dari nilai IAE robust

Dengan menggunakan simulasi perilaku pengendali PID yang diterapkan pada kedua model ditunjukkan pada gambar 4 dan gambar 5. Kedua gambar masing- masing membandingkan dengan

Kegiatan studi banding yang difasilitasi oleh KBI Semarang bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih luas kepada peternak sapi, bank serta Dinas

Sedangkan untuk pengaruh variabel makro ekonomi domestik (nilai tukar mata uang, tingkat suku bungadan inflasi) di Indonesia dan Malaysia ternyata memiliki pengaruh yang

Bapak Pius dan Bapak Edi selaku pegawai Tata Usaha Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Widya Mandira Kupang serta Ibu Umi selaku pegawai perpustakaan

Karena komputer adalah mesin, maka program harus ditulis dalam bahasa yang khusus dibuat untuk berkomunikasi dengan komputer.. Bahasa komputer yang digunakan dalam

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, tim peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis

Jumlah nada yang terektraksi dan dikenali sebagai nada ditampilkan dalam pada tabel 1 yang dilakukan pada 4 instrumen gong yang berbeda untuk data akustik dan 2