• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN NON

KAYU KELOMPOK BUAH-BUAHAN YANG

DIMANFAATKAN MASYARAKAT DI WILAYAH TERTENTU

KPHP MODEL MANDAILING NATAL PROVINSI

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh

Dwi Rianto 101201051 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu

KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara Nama : Dwi Rianto

Nim : 101201051

Jurusan : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh,

Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D

Ketua Anggota

Irawati Azhar, S.Hut., M.Si

Mengetahui,

(3)

ABSTRAK

DWI RIANTO : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh Rahmawaty dan Irawati Azhar.

Hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit dan buah. Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan dan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan, menghitung nilai ekonomi dan besarnya kontribusi HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong antara lain: kemiri, durian, jengkol, pinang, manggis, langsat, petai, duku, aren. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Guo Batu dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah durian sebesar Rp. 67.750.000,-/tahun atau sekitar 27,66% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.155.000,-/tahun atau sekitar 1,7%. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah kemiri sebesar Rp. 51.200.000,-/tahun atau sekitar

24,59% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.710.000,-/tahun atau sekitar 2,26%. Kontribusi HHNK terhadap pendapatan

masyarakat di Desa Guo Batu sebesar Rp. 244.910.000.-/tahun atau sekitar 42% dan Desa Simanguntong sebesar Rp. 208.272.000,-/tahun atau sekitar 35%.

(4)

ABSTRACT

DWI RIANTO: Economic Value and Contribution of Non- Timber Forest Products Society Utilized in Specific Areas Production Forest Management Unit Model Mandailing Natal North Sumatra Province. Guided by Rahmawaty and Irawati Azhar.

Non-timber forest products ( NTFPs ) in general is a byproduct of a tree , for example, sap , leaves , bark and fruit . Collection of NTFPs in general is a traditional activity of the people residing in the forest and in some places , NTFP collection activity is the main activity as the source of people's daily lives . This study aims to identify the types of Non-Timber Forest Products ( NTFPs ) , determine the economic value and the contribution of NTFPs are used by people in the village and the village Guo Stone Simanguntong . The results showed that the types of NTFPs are used by the people in the village and the village Guo Stone Simanguntong include: hazelnut , durian , jengkol , nut , mangosteen , olive , banana , Duku , palm . The economic value of the use of NTFPs in the village Guo Stone by exploiting the greatest economic value is durian Rp . 67.75 million , - / year , or approximately 27.66 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.155 million , - / year , or about 1.7 % . The economic value of the use of NTFPs in the village Simanguntong by exploiting the greatest economic value is hazelnut Rp . 51.2 million , - / year , or approximately 24.59 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.71 million , - / year or about 2.26% . Contribution of NTFPs to the income of the people in the village Guo Stone Rp . 244 910 000 .- / year or around 42 % and the Village Simanguntong Rp . 208 272 000 , - / year or around 35 % .

(5)

RIWAYAT HIDUP

Dwi Rianto dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Juli 1992. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Poniran dan Ibu Temu.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Nurul Huda Medan pada tahun 2004, lulus dari SMP Negeri 7 Medan pada tahun 2007 dan lulus dari SMA Perguruan Swasta Panca Budi pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi negeri dan lulus melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan dan mendapat jurusan Manajemen Hutan pada semester tujuh.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkat dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung penulis dalam doa

dan materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rahmawaty,S.Hut., M.Si.,Ph.D dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut., M.Si sebagai

pembimbing skripsi yang telah membimbing saya selama penyusunan skripsi ini, serta kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuannya atas penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Untuk itu penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2014

(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Penetapan Wilayah KPH ... 4

Defenisi Hutan ... 4

Sumber Daya Hutan ... 5

Jenis-jenis Hasil Hutan ... 6

Ketergantungan Masyarakat Terhadap HHNK ... 8

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu ... 9

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 10

(8)

Metode Pengumpulan Data... 10

Teknik dan Tahapan Pengumpulan Data ... 11

Analisis Data ... 12

Matriks Metodologi ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-jenis Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu ... 16

Nilai Ekonomi HHNK di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong ... 25

Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat ... 29

Permasalahan dan Kendala Dalam Pengelolaan HHNK ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1.Persentasi Nilai Ekonomi Pendapatan dari HHNK dan Pendapatan di Luar

HHNK di Desa Guo Batu ... 30 2. Persentasi Nilai Ekonomi Pendapatan dari HHNK dan Pendapatan di Luar

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Matriks Metodologi Dalam Penelitian ... 15 2. Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Guo Batu dan Desa

Simanguntong ... 16 3. Persentasi Nilai HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Guo Batu ... 26 4. Persentasi Nilai Ekonomi HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa

Simanguntong ... 27 5. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa

Guo Batu ... 29 6. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa

(11)

ABSTRAK

DWI RIANTO : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh Rahmawaty dan Irawati Azhar.

Hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit dan buah. Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan dan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan, menghitung nilai ekonomi dan besarnya kontribusi HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong antara lain: kemiri, durian, jengkol, pinang, manggis, langsat, petai, duku, aren. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Guo Batu dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah durian sebesar Rp. 67.750.000,-/tahun atau sekitar 27,66% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.155.000,-/tahun atau sekitar 1,7%. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah kemiri sebesar Rp. 51.200.000,-/tahun atau sekitar

24,59% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.710.000,-/tahun atau sekitar 2,26%. Kontribusi HHNK terhadap pendapatan

masyarakat di Desa Guo Batu sebesar Rp. 244.910.000.-/tahun atau sekitar 42% dan Desa Simanguntong sebesar Rp. 208.272.000,-/tahun atau sekitar 35%.

(12)

ABSTRACT

DWI RIANTO: Economic Value and Contribution of Non- Timber Forest Products Society Utilized in Specific Areas Production Forest Management Unit Model Mandailing Natal North Sumatra Province. Guided by Rahmawaty and Irawati Azhar.

Non-timber forest products ( NTFPs ) in general is a byproduct of a tree , for example, sap , leaves , bark and fruit . Collection of NTFPs in general is a traditional activity of the people residing in the forest and in some places , NTFP collection activity is the main activity as the source of people's daily lives . This study aims to identify the types of Non-Timber Forest Products ( NTFPs ) , determine the economic value and the contribution of NTFPs are used by people in the village and the village Guo Stone Simanguntong . The results showed that the types of NTFPs are used by the people in the village and the village Guo Stone Simanguntong include: hazelnut , durian , jengkol , nut , mangosteen , olive , banana , Duku , palm . The economic value of the use of NTFPs in the village Guo Stone by exploiting the greatest economic value is durian Rp . 67.75 million , - / year , or approximately 27.66 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.155 million , - / year , or about 1.7 % . The economic value of the use of NTFPs in the village Simanguntong by exploiting the greatest economic value is hazelnut Rp . 51.2 million , - / year , or approximately 24.59 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.71 million , - / year or about 2.26% . Contribution of NTFPs to the income of the people in the village Guo Stone Rp . 244 910 000 .- / year or around 42 % and the Village Simanguntong Rp . 208 272 000 , - / year or around 35 % .

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan adalah kumpulan fungsi biotis yang didominasi oleh pepohonan pada areal luas yang mendukung pengurusan kompleksitas flora fauna dan membentuk perbedaan struktur ikim mikro. Apabila dibandingkan dengan bentuk penggunaan lahan yang lain, ada tipe hutan yang terbentuk berdasarkan pengkelasan karakteristiknya, yaitu fungsi yang terbentuk bukan hanya untuk menyediakan sumberdaya alam dengan jumlah besar, namun untuk membentuk keragaman dari fungsi lingkungan (tata air, udara dan tanah), hingga fungsi sosial budaya untuk dimanfaatkan secara menyeluruh dan lestari.

Hutan di Indonesia telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia, misalnya perambahan hutan, perladangan berpindah-pindah, penebangan hutan, proyek pembangunan seperti pertambangan, transmigrasi dan pembangunan jalan. Untuk menghindari terjadinya kerusakan hutan, bahkan timbulnya lahan kritis, langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan memanfaatkan hutan sesuai fungsi. Perlu diketahui bahwa tidak semua fungsi hutan itu sama. Perlu dilakukan penerapan konsep budidaya hutan secara tepat sesuai dengan jenis dan tipe hutan (Indriyanto, 2008).

(14)

seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan dan pemungutan getah (Djajapertjuanda, 2001).

Peran HHNK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktivitas kayu dari hutan alam semakin menurun. Food and Agricultural Organization (FAO) mendefenisikan HHNK sebagai produk selain kayu yang berasal dari bahan biologis diperoleh dari hutan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar hutan. Perubahan paradigma dalam pengelolaan hytan semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan secara utuh), juga telah menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu (Sudarmalik, 2006).

Perumusan Masalah

Hutan di kawasan tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Mandailing Natal mempunyai sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagian masyarakat yang tinggal di kawasan hutan tersebut. Nilai yang terkandung dalam HHNK tersebut belum dihitung secara ekonomi. Serta belum ada juga data yang menyajikan jenis-jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

(15)

2. Menghitung nilai ekonomi Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar KPHP Model Mandailing Natal.

3. Menghitung kontribusi Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan terhadap pendapatan masyarakat di sekitar KPHP Model Mandailing Natal.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi untuk masyarakat umum, khususnya para petani yang mengelola HHNK dalam menambah pendapatan masyarakat khususnya di sekitar KPHP Model Mandailing Natal.

2. Memberikan masukan bagi instansi seperti Dinas Kehutanan dalam pengolahan sumber daya hutan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan terjaganya kelestarian hutan yang lestari.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Wilayah KPH

Penetapan wilayah KPHL dan KPHP Provinsi Sumatera Utara sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 meliputi area dengan luas ± 3.196.381 ha terdiri dari 19 unit KPHP dengan luas ± 1.831.884 ha dan 14 unit KPHL dengan luas ± 1.364.497 ha.

Penetapan wilayah KPHP Model Mandailing Natal di kabupaten Mandailing Natal, ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 332/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010 dengan luas ± 159.166 ha, terdiri dari :

- Hutan Lindung (HL) : ± 13.681 ha. - Hutan Produksi Terbatas (HPT) : ± 131.780 ha. - Hutan Produksi (HP) : ± 14.704 ha.

Kondisi batas kawasan hutan

Letak geografis : 98° 52' 22" - 99° 31' 57" BT 0° 19' 16" - 1° 18' 8" LU Batas-batas

Timur : Hutan Konservasi Kab. Mandailing Natal Barat : APL Kab. Mandailing Natal

Selatan : HPT Kab. Pasaman Barat, Prov. Sumbar Utara : APL Kab. Tapanuli Selatan

Defenisi Hutan

(17)

paling bersinggung langsung dengan masyarakat sekitar hutan. HHNK terbukti dalam memberikan dampak pada peningkatan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar hutan serta memberikan kontribusi berarti bagi penambahan devisa negara (Sumadiwangsa, 2008).

Hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pepohonan dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didomonasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan

(Rahmawaty, 2004).

Sumber Daya Hutan

Sumber daya hutan di Indonesia pernah menyumbangkan manfaat sebagai salah satu modal utama pembangunan ekonomi nasional, antara lain dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan wilayah. Selain peran ekonomi, sumber daya hutan juga mempunyai fungsi yang lebih luas yaitu sebagai salah satu komponen sistem penyangga kehidupan (the life support system). Untuk itu sumber daya hutan harus dikelola secara berkelanjutan agar mampu memberikan manfaat yang optimal dan berjangka panjang

(Departemen Kehutanan, 2009).

(18)

mempertahankan kesuburan tanah dan mengatur kondisi iklim dan lingkungan hidup. Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan karakteristik sumber daya alam yang berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Sebab selain sebagai produksi kayu, hutan juga mempunyai berbagai fungsi penting lainnya. Sehingga dalam pengambilan keputusan mengenai macam penggunaan hutan, perlu diperhatikan bahwa tidak semua lahan hutan cocok untuk semua bentuk pemanfaatan (Affandi dan Patana, 2000).

Jenis-Jenis Hasil Hutan

Hutan yang berfungsi produksi (hutan produksi) adalah kawasan hutan yang ditumbuhi oleh pepohonan keras yang perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan untuk dipungut hasilnya. Hasil hutan produksi tersebut digunakan untuk memenuhi keperluan masyarakat untuk pembangunan industri serta ekspor dengan tetap memperhatikan nilai ekologis. Hasil hutan potensial bersifat industri dan langsung yang berupa HHNK, diantaranya sebagai berikut : a. Hasil Hutan Kayu

Hasil pengelolaan suatu hutan dibedakan berdasarkan sifat tangible dan

itangible, meskipun sebagian besar sifat ini hanya dipikirkan yang bersifat

tangible saja. Padahal, suatu hutan seharusnya dikelola secara berimbang yakni hasil kayu (tangible) dan bukan kayu (intangible). Sifat-sifat intangible terdiri atas hasil yang berkaitan dengan sistem alami, misalnya hidrologi dan wisata alam (Arief, 2001).

b. Hasil Hutan Non Kayu

(19)

pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari (Dephut, 2002).

Hasil-hasil hutan yang termasuk non kayu antara lain sebagai berikut : 1. Rotan: suatu hasil hutan yang sangat bermanfaat, yang pengusahannya sudah

meluas di kota-kota besar, bahkan hasilnya sampai dipasarkan ke luar negeri. 2. Kina: suatu hasil hutan yang dimanfaatkan dibidang farmasi, berasal dari kulit

pohon Cinchona succirubra, C.officinalis, C.cordofolia.

3. Sutera alam: suatu hasil hutan yang berasal dari sejenis ulat dengan makanan khusus dari daun pohon murbei (Morus sp) yang digunakan sebagai bahan pembuat kain sutera yang harganya mahal.

4. Kayu putih: suatu hasil dari penyulingan dari daun kayu putih dan berguna di dalam bidang farmasi.

5. Gondorukem dan terpentin: suatu hasil hutan berasal dari sadapan pohon pinus yang berupa getah. Gondorukem dimanfaatkan oleh perusahaan batik, sabun dan terpentin sebagai bahan pembuat cat.

6. Lak: suatu hasil hutan berasal dari kotoran kutu lak (Laccifer lacca) yang dipelihara pada dahan pohon kesambi (Schleiahera oleosa), Accacia villosa, Ploso (Butea sp), Widoro (Zizyplrus jujuba) dan difungsikan sebagai bahan pembuat plitur, pernis, perusahaan elektronik, lampu, bahan tinta cetak, bahan perekat ampelas, bahan campuran semir sepatu, bahan penyamak kulit, bahan pewarna makanan dan bahan pembuat kulit kapsul.

(20)

8. Kapur Barus: suatu hasil hutan yang berasal dari pohon Dryobalanops aromatica yang berguna sebagai penghasi aroma lemari pakaian.

9. Wewangian nabati: suatu hasil hutan yang berasal dari berbagai jenis bunga-bungaan yang disuling terlebih dahulu atau langsung digunakan, seperti nilam (Pogostemon cablin), kantil (Michelia champaca), kenanga (Cananga odorata), jambe atau pinang (Areca catechu) dan masih banyak lainnya dari hasil hutan non kayu tersebut, seperti kopal, gom, bahan penyamak dan bahan pewarna dari hutan-hutan payau.

(Arief, 2001).

Ketergantungan Masyarakat Terhadap HHNK

Hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari dalam hutan dapat dikelompokkanmenjadi 2 kategori: (a) Produktif, yaitu yang diperjual belikan di pasar dan (b) Konsumtif, yaitu yang dikonsumsi sendiri dan tidak dijual. Masyarakat hutan memanfaatkan HHNK baik secara konsumtif (dikonsumsi langsung) seperti binatang buruan, sagu, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, obat-obatan, kayu bakar dan lainnya, maupun secara produktif (dipasarkan untuk memperoleh uang) seperti rotan, damar, gaharu, madu, minyak atsiri dan lainnya (Primack, 1993).

(21)

dan waktu. HHNK sering dinilai menurut harga yang ditetapkan secara sepihak oleh tengkulak yang membelinya di pinggir hutan. Padahal setelah mendapat sedikit pengolahan menjadi barang setengah jadi, harga HHNK tersebut dapat meningkat puluhan kali lipat dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh para tengkulak di pinggir hutan.

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu

Manfaat yang dapat diperoleh dari hutan antara lain berupa kayu maupun HHNK cukup potensial untuk dikembangkan. Pengembangan HHNK diharapkan dapat menekan penurunan fungsi hutan akibat pemanfaatan hasil hutan berupa kayu yang kurang mempertimbangkan aspek-aspek pemanfaatan lestari. Sementara potensi HHNK diperkirakan masih cukup banyak namun pemanfaatannya masih belum optimal (Nurapriyanto dkk, 2011).

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai September 2014 di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal. Merupakan desa yang lokasinya berada disekitar wilayah tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Mandailing Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah camera digital, alat tulis, kalkulator dan perangkat komputer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data primer, berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah jenis dan jumlah HHNK, data sosial ekonomi, frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, biaya pengambilan dan bentuk pengolahan serta pemasaran hasil hutan. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi umum lokasi penelitian dan data-data umum tentang lokasi yang ada pada instansi pemerintahan.

(23)

orang dan Desa Simanguntong sebanyak 30 orang, Kecamatan Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal.

Teknik dan Tahapan Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian dengan cara sebagai berikut :

1. Identifikasi jenis HHNK yang ada di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal.

2. Melakukan observasi dan analisis pengolahan data di lapangan untuk mengetahui sistem pengelolaan HHNK di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal.

3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuisioner terhadap para pelaku (faktor utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan HHNK di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal.

4. Keseluruhan data, baik data primer maupun data sekunder selanjutnya diolah sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer yang bersifat kualitatif selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.

(24)

a) Faktor sosial, ekonomi dan budaya responden yang meliputi umur, suku, luas lahan yang dimiliki, agama, pekerjaan, pendapatan, mata pencaharian, pendidikan, usaha pertanian yang dimiliki.

b) Jenis dan jumlah hasil hutan non kayu yang diambil dari responden yaitu frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, serta metode pemasaran HHNK yang diperoleh.

Analisis Data

Nilai Ekonomi Hasil Hutan

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan baik melalui wawancara maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil hutan untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara:

1. Harga HHNK yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan harga pasar. Pendekatan dengan harga pasar dilakukan karena harga barang dan jasa hutan yang sudah dikenal pasarnya (nilai yang berlaku di pasar).

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis. (Affandi dan Patana, 2002).

X

=

(Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan:

(25)

3. Menghitung total pengambilan per unit barang pertahun.

TP = X x FP x N (Affandi dan Patana, 2002) Keterangan:

TP = Total pengambilan pertahun X = Rata-rata jumlah yang diambil FP = Frekuensi Pengambilan N = Jumlah pengambil

4. Menghitung nilai ekonomi barang hasil hutan per jenis barang pertahun. NE = TP x HH (Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan :

NE = Nilai hasil hutan per jenis TP = Total pengambilan (unit/tahun) HH = Harga hasil hutan

5. Menghitung persentase nilai ekonomi per jenis dengan cara :

%NE =

(Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan:

%NE = Persentase nilai ekonomi Nei = Nilai ekonomi hasil hutan/jenis

∑NE = Jumlah total nilai ekonomi dan seluruh hasil hutan

6. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam dan luar hutan

Pendapatan Total = Penjumlahan antara pendapatan HHNK dengan pendapatan luar HHNK

Pendapatan Dalam Hutan = Jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis

(26)

Hasil perhitungan nilai hutan ini menunjukkan total pendapatan hasil hutan seluruh jenis per tahun, sehingga dapat dihitung besar kontribusi nilai hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat.

Kontribusi = Pendapatan dari HHNK Pendapatan Total

X 100%

Keterangan:

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-jenis Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu

Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada disekitar hutan. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong dapat dilihat pada Tabel .

Tabel 1. Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong

No Jenis Hasil Hutan Responden yang Memanfaatkan (orang)

Desa Guo Batu % Desa Simanguntong %

Hasil hutan yang umumnya dimanfaatkan masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong antara lain:

1. Kemiri

Nama Latin dari Kemiri adalah Aleurites moluccana, bagian yang dimanfaatkan adalah biji buahnya. Kemiri pertama kali dipanen pada usia 4 tahun, pohon kemiri berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi pengambilan 4 kali dalam setahun. Biji buahnya banyak digunakan oleh masyarakat untuk bumbu masak dan untuk keperluan bahan industri.

(28)

dengan rincian di Desa Guo Batu 15 orang dan di Desa Simanguntong 16 orang. Di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong di sekitar hutannya banyak dijumpai tumbuhan kemiri yang tumbuh secara alami. Hal ini sesuai dengan Sunanto (1994), tanaman kemiri tidak banyak menuntut persyaratan tumbuh, sebab dapat tumbuh di tanah-tanah kapur, tanah berpasir dan jenis tanah-tanah lainnya. Sehingga tidak heran apabila tumbuhan ini banyak yang dijumpai secara alami. Pengelolaan ini telah berlangsung secara turun temurun dan dilakukan oleh masing-masing keluarga.

Bagian yang diambil dari tumbuhan kemiri adalah bijinya, penduduk di masing-masing desa biasanya mengumpulkan biji kemiri dilakukan pada saat musim buah dan pemanenannya dilakukan dua sampai empat kali dalam sebulan tergantung ada tidaknya buah yang dihasilkan. Setelah itu biji kemiri yang dikumpulkan akan diberi perlakuan dengan menjemurkan biji tersebut dibawah sinar matahari. Biji kemiri dijual pada agen pengumpul dengan harga Rp. 4000,-/kg. Biasanya agen pengumpul akan datang ke rumah dan melakukan negosiasi harga menurut harga pasar yang terjadi.

2. Durian

(29)

muda maka produksi buah per pohon sedikit dan sebaliknya pohon durian yang telah berumur tua maka produksi buahnya banyak.

Pengelolaan tumbuhan durian di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong merupakan salah satu contoh kemampuan masyarakat dalam memanfaatkannya. Hasil utama yang diperoleh adalah buah yang dihasilkan oleh tumbuhan durian yang kemudian akan dipasarkan atau dijual ke pasar sebagai penambah pendapatan masyarakat petani setempat.

(30)

3. Jengkol

Nama Latin dari Jengkol adalah Pithecollobium jiringa, bagian yang dimanfaatkan adalah buahnya. Masa panen jengkol pada usia 10-15 tahun dengan frekuensi masa panen jengkol dalam setahun hanya 1 kali. Satu pohon jengkol dapat menghasilkan kurang lebih 150-200 kg. Buah jengkol digemari karena dapat merangsang selera pada saat makan.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa petani yang memanfaatkan tumbuhan jengkol di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong sebanyak 27 orang dari 60 responden dengan rincian di Desa Guo Batu 14 orang dan di Desa Simanguntong 13 orang. Jengkol biasanya langsung dijual kepada agen/pengecer dengan harga Rp. 3.700,-/kg yang sudah dikupas dari kulitnya.

4. Pinang

Nama Latin dari Pinang adalah Areca catechu, bagian yang dimanfaatkan adalah buahnya. Pinang mulai dipanen pada usia 5 tahun, tumbuhan pinang berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi pengambilan 2 kali dalam setahun. Pinang dapat dipanen dengan cara memanen buah pinang yang telah berguguran di permukaan tanah. Buah pinang digunakan sebagai campuran minuman, makanan serta obat-obatan.

(31)

Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan di Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 responden ada 29 orang yang memanfaatkan tumbuhan pinang tersebut, dengan rincian di Desa Guo Batu 13 orang dan di Desa Simanguntong 16 orang. Buah pinang dapat dipanen 2 kali setahun oleh para petani, pemungutan buah pinang terbilang sangat mudah karena tidak memerlukan alat atau keahlian khusus karena buah yang jatuh ke permukaan tanah akan dikutip oleh petani yang memanfaatkan buah tersebut. Buah pinang yang telah dikumpulkan kemudian dijemur sampai mengering, buah pinang yang biasanya dijual oleh petani adalah bagian bijinya yang telah dikupas dari kulit buahnya dan biji harus sudah dalam keadaan kering. Harga biji pinang sekitar Rp. 5.300,-/kg sementara dalam proses pemasarannya pemilik biji pinang tidak perlu melakukan pemasaran dikarenakan ada agen yang selalu datang ke rumah penduduk untuk membeli biji pinang yang sudah siap jual.

5. Manggis

Nama Latin dari Manggis adalah Grancinia mangostana, bagian yang dimanfaatkan adalah buahnya. Manggis bisa menghasilkan buah setelah berumur 8-10 tahun dan hanya berbuah sekali dalam setahun. Produksi buah manggis dapat menghasilkan rata-rata 300-400 kg/pohon selama satu musim panen. Buahnya yang memiliki rasa manis, segar dan berair membuat konsumen menjadi tertarik untuk mengkonsumsinya.

(32)

pemanenannya buah manggis yang sudah tua akan siap untuk dipanen dengan bercirikan warna buah manggis yang merah hati kehitaman serta kulit buah yang lentur. Buah manggis dipanen dengan cara memetik buahnya dan ditampung dalam keranjang dan menjualnya kepada agen buah yang selalu datang ke desa pada saat musim buah berlangsung dengan harga Rp. 2.000,-/kg.

6. Langsat

Nama Latin dari Langsat adalah Lansium dosmeticum var, bagian yang dimanfaatkan adalah buahnya. Buah langsat dapat dipanen pada usia 10 tahun dan hanya berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi pengambilan langsat sekali dalam setahun. Buah langsat tidak terlalu banyak dikonsumsi karena rasanya yang masam manis.

Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 orang responden ada 25 orang yang memanfaatkan buah langsat ini, dengan rincian di Desa Guo Batu 10 orang dan di Desa Simanguntong 15 orang. Banyak petani yang memanfaatkan buah langsat yang tidak memerlukan perawatan yang sulit dan memiliki nilai jual. Para petani biasanya menjual langsat langsung ke agen dengan harga jual Rp. 3.000,-/kg.

7. Petai

(33)

Buah petai sangat digemari karena dapat merangsang selera makan konsumen yang menyukainya, pada umumnya petai dapat dimakan mentah sebagai lalapan, direbus, digoreng dan dibakar. Petai juga banyak dimanfaatkan sebagai penyedap makanan.

Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 orang responden ada 32 orang yang memanfaatkan tumbuhan petai ini, dengan rincian di Desa Guo Batu ada 14 orang dan Desa Simanguntong ada 18 orang. Pemanenan tumbuhan petai dilakukan 1 kali dalam setahun, petai biasanya dipanjat untuk mengambil hasil buahnya dengan cara memakai galah yang terbuat dari bambu dan pisau pemotong. Masyarakat menjual 1 ikat petai dihargai Rp. 15.000,-.

8. Duku

Nama Latin dari Duku adalah Lansium domesticum, bagian yang dimanfaatkan adalah buahnya. Duku dapat berbuah pada usia 10 tahun, buah yang dipanen biasanya berwarna kuning kecoklatan. Pohon duku berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi panen dalam setahun hanya sekali. Satu pohon duku bisa menghasilkan 150-200 kg buah duku, tergantung kepada pohon duku tersebut. Apabila pohon duku besar dan percabangan banyak maka buah yang dihasilkan semakin banyak. Buah duku memiliki rasa yang lezat dan manis, sehingga banyak konsumen yang menyukai buah ini.

(34)

cara memetik buah dari tangkainya dan ditampung dalam keranjang atau ember kecil. Buah duku dapat dipanen 1 kali setahun oleh masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong, ada yang dikonsumsi sendiri serta ada juga yang dijual. Pada umumnya masyarakat menjual duku melalui agen dengan harga Rp. 4.000,-/kg nya.

9. Aren

Nama Latin dari Aren adalah Arenga pinnata, bagian yang dimanfaatkan adalah air yang disebut air nira. Aren yang siap untuk dipanen mulai dari usia 12-14 tahun. Aren berbunga dua kali setahun, setiap enam bulan sekali pohon aren berbunga yaitu pada saat bunga betina tumbuh lagi. Aren dapat dipanen setiap hari sehingga dipanen 130 kali dalam setahun. Bagian yang sering dipanen adalah buah dan air nira, dimana buah dapat dijadikan sebagai makanan dan manisan seperti kolang kaling dan air nira dapat dijadikan sebagai minuman tradisional maupun diolah menjadi gula aren.

(35)

Hasil wawancara dari petani Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong yang memanfaatkan tumbuhan aren sebanyak 26 0rang dari 60 responden dengan rincian di Desa Guo Batu 12 orang dan Desa Simanguntong 14 orang. Hasil wawancara di lapangan diperoleh bahwa hasil dari tumbuhan aren yang dimanfaatkan petani hanya air nira saja. Sementara itu, selain air nira masih banyak potensi dari tanaman aren yang dapat dimanfaatkan seperti membuat kolang kaling, pemanfaatan ijuk serta pembuatan gula merah dari air nira tersebut. Tetapi masyarakat hanya memanfaatkan air nira saja untuk diminum ataupun diproses menjadi gula merah. Dari hasil wawancara dilapangan diperoleh bahwa masyarakat memiliki sifat yang malas untuk mengelola dan memanfaatkan potensi aren tersebut karena membutuhkan tenaga dan waktu yang lama untuk memperoleh hasil barang jadi untuk dijual, kebanyakan masyarakat menjualnya dalam berupa air nira langsung. Dengan pemanfaatan air nira masyarakat dapat memperoleh uang dengan cepat tanpa membutuhkan tenaga yang lebih dan juga waktu yang lama untuk memperoleh air nira. Hal ini disebabkan penyadapan air nira dianggap sangat mudah dan praktis dilakukan karena tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tenaga yang lebih serta waktu yang banyak.

(36)

Simanguntong dimana dalam satu tandan dapat menghasilkan 10 liter air nira dalam sehari, hal ini tergantung kondisi tingkat kesuburan tumbuhan aren. Air nira pada umumnya dijual kepada penadah dengan harga Rp.1.500/liternya di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong.

Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu

Belum tersedianya informasi nilai (harga) dari produk HHNK, maka diperlukan suatu usaha kreatif untuk menduga nilai ekonomi dari HHNK. Secara umum manfaat HHNK dapat berasal dari penggunaan sumber daya alamnya yang dapat dinilai dengan harga pasarnya seperti rotan, bambu, aren, durian, dan lain sebagainya. Untuk HHNK yang tidak mempunyai harga pasar, penilainya dapat dilakukan dengan menggunakan metode harga pengganti, karena sebenarnya nilai ekonomi HHNK tidak hanya dapat dihitung dengan harga pasar saja, tetapi dapat dihitung dengan menggunakan harga pengganti. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bishop (1999) dalam Ginoga dkk (2007).

(37)

Tabel 2. Persentasi Nilai HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Guo

TP = Total Pengambilan/tahun (Jlh x F)

(38)

masyarakat terhadap komoditas hasil hutan berupa flora dan fauna, serta memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat yang berbatasan dengan hutan tersebut.

Tabel 3. Persentasi Nilai Ekonomi HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Simanguntong.

Ket : F = Frekuensi Pengambilan

TP = Total Pengambilan/tahun (Jmlh x F)

Nilai ekonomi hasil hutan diperoleh dari perkalian total pengambilan per jenis per tahun dengan harga hasil hutan per jenis. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai ekonomi dari pamanfaatan hasil hutan oleh masyarakat di Desa Simanguntong Kecamatan Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal sebesar Rp. 208.272.000,- per tahun. Nilai ini diperoleh dari penjumlahan total hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat seperti kemiri, durian, jengkol, pinang, manggis, langsat, petai, duku dan aren.

(39)

ekonomi Rp. 67.750.000,-/tahun atau persentasi jenis sebesar 27,66% di Desa Guo Batu dan di Desa Simanguntong pemanfaatan terbesarnya adalah kemiri dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 51.200.000,-/tahun atau persentasi jenis sebesar 24,59% dari jumlah total keseluruhan nilai hasil hutan yang dimanfaatkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hutan yang memberikan kontribusi relatif kecil kepada masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong adalah pemanfaatan buah langsat dengan rincian pemanfaatan buah langsat di Desa Guo Batu memberikan kontribusi sebesar Rp. 4.155.000,-/tahun atau sekitar 1,7% dan di Desa Simanguntong memberikan kontribusi sebesar Rp. 4.710.000,-/tahun atau sekitar 2,26%. Tumbuhan langsat tersebut memberikan tingkat kontribusi yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jenis-jenis hasil hutan non kayu lainnya yang dimanfaatkan masyarakat, hal ini disebabkan karena kurang lakunya buah langsat di tingkat konsumen sebab buah langsat memiliki rasa yang asam sehingga menyebabkan buah ini kurang laku dipasaran. Tidak banyak konsumen yang menyukai buah langsat ini.

Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat

(40)

Tabel 4. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa Guo Batu.

No Sumber Pendapatan Jumlah (Rp) Persentasi (%)

1 Wirausaha 11.300.000 3,40%

Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa sumber pendapatan terbesar Desa Guo Batu adalah berasal dari pertanian yakni sebesar Rp. 225.200.000,-/tahun dengan persentasi 67,83% dan sumber pendapatan terendah berasal dari peternak sebesar Rp. 5.500.000,-/tahun dengan persentasi 1,66%. Nilai ekonomi pendapatan dari luar pemanfaatan HHNK sebesar Rp. 332.000.000,-/tahun dari jumlah total hasil sumber pendapatan dari wirausaha, peternak, PNS, pensiunan PNS, perangkat desa, karyawan dan bidang pertanian.

(41)

Perbandingan pendapatan masyarakat dari HHNK dengan diluar HHNK dapat dilihat pada Gambar 1.

42% 58% Pendapatan di Luar

HHNK

Pendapatan dari HHNK

Gambar 1. Persentasi Nilai Ekonomi Pendapatan dari HHNK dan Pendapatan di Luar HHNK di Desa Guo Batu.

Hasil penelitian pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pendapatan terbesar adalah berasal dari pertanian (getah karet, sayur-sayuran, jagung, cabai dll) yakni sebesar Rp. 203.000.000,-/tahun dengan persentasi 51,92% dan sumber pendapatan terendah berasal dari peternak sebesar Rp. 9.500.000,-/tahun dengan persentasi 2,43%. Pendapatan total masyarakat responden Desa Simanguntong Kecamatan Batang Natal sebesar Rp. 599.272.000,-/tahun.

Tabel 5. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa Simanguntong.

No Sumber Pendapatan Jumlah (Rp) Persentasi (%) 1 Wirausaha 26.500.000 6,78%

2 Peternak 9.500.000 2,43%

3 PNS 46.000.000 11,76%

4 Pensiunan PNS 56.000.000 14,32%

5 Perangkat Desa 15.000.000 3,84%

6 Karyawan 35.000.000 8,95%

7 Pertanian 203.000.000 51,92%

(42)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total pendapatan masyarakat Desa Simanguntong dari hasil memanfaatkan hasil hutan non kayu berupa jumlah keseluruhan dari nilai ekonomi yang dimanfaatkan mereka yaitu sebesar Rp. 208.272.000,-/tahun atau sekitar 35%. Sedangkan dari luar pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti wirausaha, peternak, PNS, pensiunan PNS, perangkat desa, karyawan dan bidang pertanian memperoleh nilai ekonomi sebesar Rp. 391.000.000,-/tahun atau sekitar 65%.

Pendapatan dari luar hasil hutan non kayu diperoleh dari hasil selisih pendapatan total dengan jumlah pendapatan dari hasil hutan non kayu atau jumlah total nilai ekonomi hasil hutan. Perbandingan pendapatan masyarakat responden Desa Simanguntong dari HHNK dengan diluar HHNK dapat diperjelas dengan Gambar 2.

35%

65%

Pendapatan di Luar HHNK

Pendapatan dari HHNK

Gambar 2. Persentasi Nilai Ekonomi Pendapatan dari HHNK dan Pendapatan di Luar Pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong.

(43)

sumberdaya alam yang paling bernilai dari hutan bagi masyarakat yang berada disekitar hutan. Selain nilai ekonominya yang besar, pemungutan HHNK tidak menyebabkan kerusakan hutan sehingga tidak akan mengakibatkan hilangnya fungsi-fungsi dan nilai jasa dari hutan baik dari segi ekologi serta hidrologinya. Ini artinya paradigma baru kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multifungsi serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sudah mulai terwujud.

Hasil ini memberi arti bahwa pemanfaatan hasil hutan non kayu memberikan kontribusi yang nyata terhadap pendapatan masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong. Hal ini terlihat jelas bahwa pendapatan HHNK tidak begitu kecil dibandingkan dengan hasil dari pemanfaatan di luar HHNK seperti wirausaha, peternak, PNS, pensiunan PNS, perangkat desa, karyawan dan bidang pertanian. Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa Desa Guo Batu memiliki nilai ekonomi HHNK lebih besar dibandingkan dengan Desa Simanguntong dikarenakan jumlah produksi jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan masyarakat Desa Simanguntong lebih sedikit dengan jumlah produksi hasil hutan non kayu di Desa Guo Batu, sehingga masyarakat memiliki ketergantungan yang besar terhadap HHNK. Hal ini dikarenakan HHNK terus berproduksi setiap tahunnya dan apabila kebutuhan akan hasil hutan non kayu dari pihak konsumen meningkat maka harga jual HHNK akan cenderung tinggi.

Permasalahan Dalam Pengelolaan HHNK

(44)

buah tiba. Dimana tupai tersebut memakan buah durian yang menyebabkan buah durian tersebut bolong akibat gigitan dari tupai. Begitu juga dengan monyet yang selalu mengambil buah pada saat musim panen tiba. Tidak hanya buah durian saja yang menjadi target dari hewan pengganggu tersebut, melainkan hasil hutan non kayu lainnya seperti petai, jengkol, duku, manggis dan langsat. Tumbuhan ini selalu menjadi target dari hewan pengganggu tersebut. Masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong sangat kesulitan untuk memberantas/mengusir hewan pengganggu tersebut disebabkan hewan-hewan ini sangat lincah melompat kesana kemari dari satu pohon ke pohon yang lainnya.

Kendala lainnya yang ada di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong adalah sulitnya transportasi serta jalan yang rusak dan belum di aspal sehingga sulit untuk proses pengangkutan HHNK dimana para petani kesulitan untuk membawa HHNK mereka karena kondisi jalan yang rusak parah. Solusi untuk mengatasi kendala dalam pengelolaan hasil hutan non kayu di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong, yaitu:

1. Masyarakat diharapkan membuat suatu jebakan yang disebut dengan ranjau untuk menangkap hewan-hewan pemakan buah-buahan seperti halnya buah durian, petai, jengkol, duku, langsat dan manggis.

2. Pemerintah daerah turut serta dalam penyediaan alat angkutan umum serta melakukan perbaikan jalan yang rusak di desa ini untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan pemasaran hasil hutan non kayu mereka.

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jenis-jenis HHNK yang dimanfaatkan masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong adalah kemiri, durian, jengkol, pinang, manggis, langsat, petai, duku, aren.

2. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Guo Batu dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah durian sebesar Rp. 67.750.000,-/tahun atau sekitar 27,66% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.155.000,-/tahun atau sekitar 1,7%. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah kemiri sebesar Rp. 51.200.000,-/tahun atau sekitar 24,59% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.710.000,-/tahun atau sekitar 2,26%.

3. Kontribusi HHNK terhadap pendapatan masyarakat di Desa Guo Batu sebesar Rp. 244.910.000.-/tahun atau sekitar 42% dan Desa Simanguntong sebesar Rp. 208.272.000,-/tahun atau sekitar 35%.

Saran

Diharapkan peran serta pihak pemerintahan untuk memperbaiki jalan yang rusak agar masyarakat dapat dengan mudah memasarkan hasil hutan non kayu. Serta perlunya perhatian khusus untuk pemasaran hasil hutan non kayu, agar distribusi pemasaran hasil hutan non kayu lebih efisien.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O., dan P. Patana. 2002. Laporan Kegiatan Identifikasi Lingkungan Sosial di Kawasan Hutan dan Sekitarnya (Studi Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali Kec. Sipirok, Tapanuli Selatan). Kerjasama Pusat Studi Wanita-Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara dan Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara. Medan.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.

Bachruni. 1999. Penilaian Sumber Daya Hutan dan Lingkungan. IPB. Bogor. Bishop, J. T. 1999. Valuing Forests : A Review of Methods and Applications in

Developing Countries. International Institute for Environment and Development. London.

Djajapertjuanda, S. 2001. Studi Kolaborasi Pengelolaan Repong Damar Kruing Lampung. Penerbit Syafa’at Advertesing bekerja sama dengan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat.

Dephut. 2002. Pedoman Pengembangan Usaha Budidaya Gaharu. Direktorat Bina Usaha Perhutanan Rakyat. Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2009. Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2015.

Ginoga, K. L dan M. Lugina. 2007. Metode Umum Kuantifikasi Nilai Ekonomi Sumber Daya Huta

Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.

Lidiawati, I. 2003. Penelitian Ekonomi Kerusakan Hutan dan Lahan Akibat Kebakaran. IPB. Bogor.

Nurapriyanto, I., A. Tuharea., dan N. Arifin. 2011. Sistem Pengusahaan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu dan Alur Tataniaganya di Jayapura, Papua Teori-teori Kesejahteraan. Papua.

Oka, P dan A, Achmad. 2005. Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Penghidupan Masyarakat Hutan. Universitas Hassanuddin. Makassar.

(47)

Rahmawaty. 2004. Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat. Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pitijo, S. 1992. Budidaya Jengkol dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta. Setiadi. 1996. Bertanam Durian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soeseno, S. 1993. Bertanam Aren. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudarmalik. 2006. Peranan Beberapa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Riau dan Sumatera Barat. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan hal 199-219.

Sumadiwangsa, E. S. 2008. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu. Makalah Seminar Nasional Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu. Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional (PIKNAS) IV. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong
Tabel 2. Persentasi Nilai HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Guo Batu
Tabel 3. Persentasi Nilai Ekonomi HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di   Desa Simanguntong
Tabel 4. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa Guo Batu.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Atas partisipasinya dalam penyelenggaraan Ufian Tulis Penerimaan Mahasiswa Baru ]alu:: Seleksi Mandiri (SM) Universitas Negeri Yogyakarta. Tahun 2072,

14.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan

[r]

Perencanaan, Pertemuan kelima pada siklus III materi pembelajaran diawali dengan sedikit mengulang materi pada siklus II kemudian dilanjutkan pada materi Mencontohkan

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa di SMA Negeri Kecamatan Tangerang Kota Tangerang memiliki kebutuhan yang tinggi akan layanan online self-help dengan menampilkan

Kedua pandangan ini adalah tidak tepat meskipun seseorang peneliti oleh pengamat akuntansi mungkin menerapkan metode ilmiah kedalam teori konstruksi, para

Hal ini sesuai dengan pasal 10 ayat (1) undang- undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili,

strategi guru yang digunakan dalam proses pembentukan akhlakul karimah. bertujuan untuk menarik minat belajar peserta didik dan