• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisika-Kimia Perairan Dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia Dan Gastropoda) Di Pantai Cermin Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Fisika-Kimia Perairan Dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia Dan Gastropoda) Di Pantai Cermin Sumatera Utara"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR

KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA)

DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

RAISSHA AMANDA SIREGAR

090302049

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR

KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA)

DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH :

RAISSHA AMANDA SIREGAR

090302049

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

2014

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Karakteristik Fisika-Kimia dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia dan gastropoda) di Pantai Cermin Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Raissha Amanda Siregar

NIM : 090302049

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Ani Suryanti S.Pi., M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Raissha Amanda Siregar NIM : 090302049

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisika-Kimia dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai Cermin Sumatera Utara” benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Medan, Januari 2014

(5)

ABSTRAK

RAISSHA AMANDA SIREGAR, Karakteristik Fisika-Kimia Perairan dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai Cermin Sumatera Utara, di bawah bimbingan YUNASFI dan ANI SURYANTI.

Berbagai aktivitas yang terdapat di sekitar perairan Pantai Cermin dikhawatirkan dapat merubah kualitas air di Pantai Cermin. Informasi dan pemahaman mengenai perubahan lingkungan sangat diperlukan dalam upaya monitoring ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status mutu air dilihat dari karakteristik fisika kimia perairan dan struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di perairan Pantai Cermin, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2013 di perairan Pantai Cermin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Terdapat tiga stasiun. Stasiun 1: kawasan yang terdapat aktivitas wisata, stasiun 2: kawasan yang berada di sekitar mangrove, dan stasiun 3 kawasan yang berada di sekitar muara. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dengan interval waktu 2 minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status mutu perairan Pantai Cermin dilihat dari indeks pencemaran termasuk kedalam golongan tercemar ringan. Terdapat 28 genus moluska yang terdiri atas 16 genus dari kelas bivalvia dan 12 genus dari kelas gastropoda. Data kelimpahan moluska pada stasiun 1 adalah 35.527 ind/m3, stasiun 2 adalah 19.961 ind/m3 dan pada stasiun adalah 101.544 ind/m3. Dari data indeks keanekaragaman pada ketiga stasiun menunjukkan bahwa kriteria keanekaragaman, penyebaran jumlah individu dan kestabilan komunitas tergolong sedang. Indeks keseragaman pada ketiga stasiun tergolong sedang. Nilai keseragaman pada ketiga stasiun adalah 0,4. Nilai indeks dominansi ketiga stasiun adalah 0,19, 0,15 dan 0,11, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat jenis yang mendominasi.

(6)

ABSTRACT

RAISSHA AMANDA SIREGAR, Physical and Chemical Characteristics of Aquatic and Community structures

Many activities around Cermin Beach feared

of mollusca (bivalvia and gastropoda) in Cermin Beach, North Sumatera. Under guided YUNASFI and ANI SURYANTI.

can alter the water quality of Cermin Beach. Information and understanding of environmental change is indispensable in ecosystem monitoring efforts. This research aims to determine the status of the water quality seen on characteristics of chemical physics and community structure of moluska (bivalvia and gastropoda) in Cermin Beach, North Sumatera

The result showed

. This research had been conducted on Juni – July 2013 in Cermin Beach, sub-district Pantai Cermin, Serdang Bedagai District, North Sumatera. There are three station research, Station 1 : Tourism activities area; station 2 : around the mangroves area; station 3: around estuary area. There are three sampling in 2 months.

quality of waters Cermin Beach seen from the pollution index includes a light polluted class. There are 28 genera of mollusca consist of 16 genera from bivalvia class and 12 genera from gastropoda class. Mollusca abundance data in station 1 is 35.527 ind/m3, in station 2 is 19.961 ind/m3 and in station 3 is 101.544 ind/m3. From abundance data in 3 stations showed diversity criteria, the spread of the number of individuals and community stability classified as moderate. Similarity index in three station still moderate, similarity values in 3 station is 0,4. Dominance index values showed 0,19, 0,15, and 0,11 for three station. It means, there is no type that dominate.

(7)

RIWAYAT HIDUP

RAISSHA AMANDA SIREGAR, dilahirkan di Medan pada tanggal 18 September 1992 dari ayahanda H. Merial Siregar S.H. dan ibunda Hj. Nani Hasmita Hasyim. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Dwi Warna 3 Medan tahun 2003, SMP Negeri 7 Medan tahun 2006 dan SMA Negeri 3 Medan tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Lokal Penerimaan Mahasiswa Baru (SLPMB).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul penelitian ini adalah “Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai Cermin Sumatera Utara”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat meneyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(9)

masyarakat Kecamatan Pantai Cermin yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di Kecamatan Pantai Cermin serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang manajemen sumber daya perairan dan informasi data terkini status mutu perairan Pantai Cermin.

Medan, Januari 2014

(10)
(11)
(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian 5

2. Peta Lokasi Penelitian 22

3. Sketsa Transek Penelitian 24

4. Foto Moluska 39

(13)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Baku Mutu Air Laut Untuk Kehidupan Biota 14

2. Peralatan dan Metode Pengukuran Parameter 26

3. Klasifikasi Indeks Keanekaragaman 28

4. Klasifikasi Nilai Indeks Keseragaman 29

5. Klasifikasi Nilai Indeks Dominansi 29

6. Evaluasi Terhadap Nilai Indeks Pencemaran (IP) 32

7. Kisaran Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan Pantai Cermin 33

8. Rata-rata Persentase Tekstur Substrat Pantai Cermin 34

9. Nilai Indeks Pencemaran pada Setiap Stasiun 35

10.Klasifikasi Moluska yang Ditemukan di Pantai Cermin 36

11.Nilai K, KR, dan FK Moluska di Pantai Cermin 37

12.Nilai KR>10% dan FK>25% Moluska di Pantai Cermin 40

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Prosedur Pengukuran Parameter Fisika-Kimia 55

2. Hasil Pengamatan Fisika Kimia Air 71

3. Nilai Indeks Pencemaran 74

4. Kelimpahan Moluska 78

5. Kelimpahan Relatif Moluska 84

6. Frekuensi Kehadiran Moluska

7. Foto Moluska yang Ditemukan 88

86

8. Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominansi 90

(15)

ABSTRAK

RAISSHA AMANDA SIREGAR, Karakteristik Fisika-Kimia Perairan dan Struktur Komunitas Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai Cermin Sumatera Utara, di bawah bimbingan YUNASFI dan ANI SURYANTI.

Berbagai aktivitas yang terdapat di sekitar perairan Pantai Cermin dikhawatirkan dapat merubah kualitas air di Pantai Cermin. Informasi dan pemahaman mengenai perubahan lingkungan sangat diperlukan dalam upaya monitoring ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status mutu air dilihat dari karakteristik fisika kimia perairan dan struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di perairan Pantai Cermin, Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2013 di perairan Pantai Cermin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Terdapat tiga stasiun. Stasiun 1: kawasan yang terdapat aktivitas wisata, stasiun 2: kawasan yang berada di sekitar mangrove, dan stasiun 3 kawasan yang berada di sekitar muara. Pengambilan sampel dilakukan 3 kali dengan interval waktu 2 minggu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status mutu perairan Pantai Cermin dilihat dari indeks pencemaran termasuk kedalam golongan tercemar ringan. Terdapat 28 genus moluska yang terdiri atas 16 genus dari kelas bivalvia dan 12 genus dari kelas gastropoda. Data kelimpahan moluska pada stasiun 1 adalah 35.527 ind/m3, stasiun 2 adalah 19.961 ind/m3 dan pada stasiun adalah 101.544 ind/m3. Dari data indeks keanekaragaman pada ketiga stasiun menunjukkan bahwa kriteria keanekaragaman, penyebaran jumlah individu dan kestabilan komunitas tergolong sedang. Indeks keseragaman pada ketiga stasiun tergolong sedang. Nilai keseragaman pada ketiga stasiun adalah 0,4. Nilai indeks dominansi ketiga stasiun adalah 0,19, 0,15 dan 0,11, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat jenis yang mendominasi.

(16)

ABSTRACT

RAISSHA AMANDA SIREGAR, Physical and Chemical Characteristics of Aquatic and Community structures

Many activities around Cermin Beach feared

of mollusca (bivalvia and gastropoda) in Cermin Beach, North Sumatera. Under guided YUNASFI and ANI SURYANTI.

can alter the water quality of Cermin Beach. Information and understanding of environmental change is indispensable in ecosystem monitoring efforts. This research aims to determine the status of the water quality seen on characteristics of chemical physics and community structure of moluska (bivalvia and gastropoda) in Cermin Beach, North Sumatera

The result showed

. This research had been conducted on Juni – July 2013 in Cermin Beach, sub-district Pantai Cermin, Serdang Bedagai District, North Sumatera. There are three station research, Station 1 : Tourism activities area; station 2 : around the mangroves area; station 3: around estuary area. There are three sampling in 2 months.

quality of waters Cermin Beach seen from the pollution index includes a light polluted class. There are 28 genera of mollusca consist of 16 genera from bivalvia class and 12 genera from gastropoda class. Mollusca abundance data in station 1 is 35.527 ind/m3, in station 2 is 19.961 ind/m3 and in station 3 is 101.544 ind/m3. From abundance data in 3 stations showed diversity criteria, the spread of the number of individuals and community stability classified as moderate. Similarity index in three station still moderate, similarity values in 3 station is 0,4. Dominance index values showed 0,19, 0,15, and 0,11 for three station. It means, there is no type that dominate.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir khususnya pantai dan laut memiliki potensi yang sangat besar bagi kehidupan manusia, dari bidang perikanan hingga bidang pariwisata yang menghasilkan devisa bagi daerah setempat. Wahyudi (2009) menyatakan bahwa satu diantara beberapa pemanfaatan yang penting adalah sebagai kawasan pemukiman, dimana lebih dari 70% kota besar di dunia berada di daerah pantai. Potensi pantai yang khas adalah daya tarik visual. Secara empiris wilayah pesisir merupakan tempat aktivitas ekonomi yang mencakup perikanan laut, transportasi dan pelabuhan, pertambangan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, kawasan pemukiman serta tempat pembuangan limbah (Dahuri, 2004).

Pengembangan kawasan wisata pantai untuk rekreasi di Indonesia dewasa ini cenderung meningkat bersamaan dengan semakin digiatkannya kegiatan-kegiatan di bidang kepariwisataan. Sektor pariwisata di kawasan pantai ini juga berpotensi untuk meningkatkan kegiatan ekonomi lokal yang mempengaruhi pendapatan penduduk sekitar wilayah wisata pantai tersebut dan pembangunan wilayah di daerah yang bersangkutan termasuk kegiatan wisata lainnya (Purba, 1997 diacu oleh Manik, 2000).

(18)

Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Aktivitas yang terdapat di sana secara langsung ataupun tidak langsung menyumbangkan limbah dalam bentuk limbah cair dan limbah padat yang dapat merubah kualitas air di wilayah pesisir pantai tersebut.

Informasi dan pemahaman mengenai perubahan lingkungan sangat diperlukan dalam upaya monitoring ekosistem. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan pemantauan lingkungan. Selama ini pemantauan lingkungan lebih difokuskan pada pengukuran parameter fisika dan kimia saja (Syakti, 2012). Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpangan-penyimpangan yang kurang menguntungkan, karena kisaran nilai-nilai peubahnya sangat dipengaruhi keadaan sesaat. Indikator biologi merupakan kelompok atau komunitas biota yang kehadirannya atau perilakunya di alam berkolerasi dengan kondisi lingkungan. Moluska merupakan salah satu filum dari makrozoobentos yang dapat dijadikan sebagai indikator biologi pada ekosistem perairan.

(19)

Bivalvia dan gastropoda memiliki kebiasaan hidup menempel pada substrat, menggali atau mengubur diri dalam sedimen serta hidup merayap di permukaan dasar perairan (Faisal, 2001). Keberadaan moluska dalam suatu perairan sangat ditentukan oleh jenis-jenis partikel dari sedimen. Misalnya untuk jenis sedimen batu-batuan (pebbles) dan granules setidaknya akan ditemui hewan-hewan Gastropoda. Sedangkan untuk jenis sedimen pasir akan ditemukan hewan-hewan kerang-kerangan (Bivalvia). Namun ada juga pengaruh dari faktor lain, misalnya tingkat kesuburan, serta ada tidaknya pencemaran sekunder pada sedimen (Wibisono, 2011).

Informasi tentang kondisi fisika, kimia, dan biologi khusunya struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di perairan Pantai Cermin masih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik fisika-kimia perairan dan struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai Cermin, kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah masih belum adanya data mengenai struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) yang terdapat di sekitar perairan Pantai Cermin dan terbatasnya informasi kualitas perairan Pantai Cermin berdasarkan karakteristik fisika, kimia dan biologi. Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian adalah :

1. Bagaimana kualitas perairan Pantai Cermin dilihat dari kondisi fisika dan kimia perairan ?

(20)

Kerangka Pemikiran

(21)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas perairan berdasarkan parameter fisika dan kimia air di Pantai Cermin.

2. Mengetahui struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pantai Cermin.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai status mutu air di Pantai Cermin.

2. Memberikan informasi ilmiah mengenai struktur komunitas moluska (Bivalvia dan Gastropoda) yang menjadi bioindikator kualitas perairan di Pantai Cermin.

3. Sebagai dasar acuan untuk pengelolaan wilayah Pantai Cermin di masa yang akan datang.

Badan Perairan

Parameter Kualitas Air

Fisika

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Aktivitas Manusia

- Domestik - Pariwisata

Status Perairan

(22)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pantai Cermin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara pada bulan Juni sampai bulan Juli 2013 dengan interval pengambilan sampel 2 minggu sekali. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan untuk analisis sampel air seperti pengukuran parameter Biochemical Oxygen Demand, Chemical Oxygen Demand, Nitrit, Ammonia, dan padatan

tersuspensi. Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU untuk analisis substrat dasar serta Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian USU untuk identifikasi moluska.

(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pantai Cermin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara pada bulan Juni sampai bulan Juli 2013 dengan interval pengambilan sampel 2 minggu sekali. Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan untuk analisis sampel air seperti pengukuran parameter Biochemical Oxygen Demand, Chemical Oxygen Demand, Nitrit, Ammonia, dan padatan

tersuspensi. Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU untuk analisis substrat dasar serta Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian USU untuk identifikasi moluska.

(24)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Bahan dan Alat

(25)

Prosedur Penelitian

Penentuan Stasiun Pengamatan

Penentuan stasiun pengamatan dilandaskan pada perbedaan aktivitas yang terdapat pada masing-masing stasiun. Stasiun tersebut merupakan kawasan di sepanjang Pantai Cermin dan masih berada dalam daerah intertidal atau daerah pasang surut.

(26)

Gambar 3. Sketsa transek penelitian Stasiun 1

Berada pada koordinat 3o39'04.81'' Lintang Utara dan 98o

59'24.01'' Bujur Timur. Merupakan daerah yang dijadikan lokasi wisata yang dekat dengan wahana air Theme park. Di daerah ini banyak terdapat aktivitas wisata.

Stasiun 2

Berada pada koordinat 3o39'00.27'' Lintang Utara dan 98o

Stasiun 3

59'34.83'' Bujur Timur. Merupakan daerah yang tidak terdapat aktivitas manusia. Di daerah ini merupakan daerah yang memiliki mangrove disekitarnya.

(27)

mencari kerang-kerangan oleh masyarakat sekitar. Daerah ini juga dekat dengan jalur kapal nelayan.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air dilakukan pada saat kondisi air menjelang surut sehingga masih meungkinkan air untuk diambil. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada pukul 05.00-10.00 WIB dan pukul 17.00-22.00 WIB, dimana keadaan pantai dalam kondisi surut sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel. Namun tidak menutup kemungkinan pengambilan sampel dilakukan diluar dari waktu tersebut melihat dari kondisi alam yang dapat berubah.

Sampel Air

Sampel air dimasukkan ke dalam botol terang untuk langsung diukur kandungan oksigennya (DO) dan ke dalam botol gelap untuk diinkubasi selama 5 hari guna pengukuran BOD5

Sampel Substrat dan Moluska

. Untuk pengukuran COD, Nitrit dan Ammonia, sampel air dimasukkan ke dalam botol Polyetilen. Masing-masing botol diberi label dengan nama stasiun.

Pengambilan sampel substrat dan moluska dilakukan dengan menggunakan pipa paralon yang telah dimodifikasi dengan ukuran diameter 4 inch (1 inch = 2,54 cm) dan panjang pipa 60 cm. Pengambilan moluska dilakukan sebanyak 5 (lima) kali ulangan (subplot) pada masing-masing plot pengambilan sampel.

(28)

pipa dan angkat pipa paralon ke atas permukaan dengan bantuan sekop. Substrat yang diperoleh diayak menggunakan saringan berdiameter 1,0 mm. Moluska dibersihkan dari substrat dengan air dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diberi label sesuai stasiun dan plot kemudian ditambahkan formalin 4% hingga terendam seluruhnya. Selanjutnya sampel moluska dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

Pengambilan Contoh dan Analisis Kualitas Air Alat dan Metode Pengukuran Parameter

Tabel 2. Peralatan dan metode pengukuran parameter

No PARAMETER SATUAN METODE

Fisika

1. Suhu oC Pemuaian

2. Kekeruhan NTU Nephallometrik

3. Padatan Tersuspensi mg/l Gravimetrik

4. Substrat Dasar % Hydrometer

12. Struktur Komunitas Moluska Ind/m3 Sortir

(29)

Analisis Data

Kelimpahan Moluska (K) (Wijayanti, 2007)

Volume Paralon = π r2

) = Konversi jumlah biota X ni

K = Kelimpahan moluska (ind/m3

Kelimpahan Relatif (Odum, 1994)

KR = x 100%

Frekuensi Kehadiran (Krebs, 1985)

FK = x 100%

(30)

Indeks Keanekaragaman (H') (Ludwig dan Reynolds, 1988)

Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui nialai keanekaragaman moluska dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner

H' = -∑ pi ln pi Keterangan :

H' = Indeks diversitas Shannon-Wienner Ln = Logaritma Nature

Pi = ∑ ni / N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Tabel 3. Klasifikasi Indeks Shannon-Wienner (Odum, 1994)

Indeks Keanekaragaman Kriteria Keanekaragaman

>3 Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap jenis spesies tinggi, dan kestabilan komunitas tinggi.

1-3

Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu

tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang.

<1

Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu

tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah.

Indeks Keseragaman (E) (Ludwig dan Reynolds, 1988)

Indeks keseragaman atau indeks ekuatibilitas (E) digunakan untuk mengetahui sebaran ataupun distribusi kelimpahan antar takson dalam komunitas.

E = Keterangan :

H' = Indeks diversitas Shannon-Wienner H max = Keanekaragaman speseis maximum = ln S (dimana S banyaknya spesies)

(31)

Tabel 4. Klasifikasi nilai indeks keseragaman (Odum, 1994)

Indeks Keseragaman Kriteria Keseragaman

0 < E < 0,4 Keseragaman rendah

0,4 < 0 < 0,6 Keseragaman sedang

E > 0,6 Keseragaman tinggi

Indeks keseragaman berkisar antara 0,0-1,0. Semakin kecil nilai E, maka semakin kecil keseragaman populasi, semakin besar nilai E, maka tidak ada spesies yang mendominasi.

Indeks Dominansi (

λ

) (Ludwig dan Reynolds, 1988)

Indeks dominansi digunakan untuk melihat adanya dominansi oleh jenis tertentu pada populasi moluska dengan menggunakan Indeks Dominansi Simpson dengan rumus sebagai berikut:

λ

= Indeks dominansi Simpson

ni = Jumlah individu jenis ke i N = Jumlah total individu S = Jumlah genus

Tabel 5. Klasifikasi nilai indeks dominansi (Odum, 1994)

Indeks Dominansi Kriteria Dominansi

λ

= 0

Berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi

spesies lainnya atau struktur komunitas dalam

keadaan stabil.

λ

= 1

Berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies

lainnya atau struktur komunitas labil, karena terjadi

(32)

Analisis Kualitas Air

Status Mutu Air Laut dengan Metode Indeks Pencemaran (IP)

Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang telah ditetapkan, dalam hal ini digunakan baku mutu untuk kehidupan biota laut. Penentuan status mutu air menggunakan metode Indeks Pencemaran.

Prosedur Penggunaan

1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air membaik.

2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu (Lij) yang tidak memiliki rentang.

3. Hitung harga Ci/Lij

4.a. Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum C

untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan.

im (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij) baru =

Keterangan : Cim

L

= Nilai konsentrasi teoritik atau nilai konsentrasi maksimum parameter (i) ij

Cim - Ci (hasil pengukuran)

(33)

4.b. Jika nilai parameter Lij - Untuk C

memiliki rentang :

i ≤ Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru = - untuk Ci > Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru =

4.c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :

(1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.

(2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0.

(Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran

P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).

(34)

PIj =

Keterangan : Lij

C

= Konsentrasi Parameter Kualitas Air yang Dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (j)

i (C

= Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengamatan i/Lij)M = Nilai Ci/Lij

(C

maksimum i/Lij)R = Nilai Ci/Lij rata-rata

Tabel 6. Evaluasi Terhadap Nilai IP

Nilai Kriteria

0 ≤ PIj ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu (kondisi baik)

1,0 < PIj ≤ 5,0 Tercemar ringan 5,0 < PIj≤ 10 Tercemar sedang

PIj > 10 Tercemar berat

Sumber: Keputusan MENLH No.115 Tahun 2003

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Parameter Fisika Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di perairan Pantai Cermin didapatkan nilai parameter fisika kimia perairan yang dicantumkan pada Tabel 7. Tabel 7. Kisaran Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan

No. Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku

Stasiun 2 : Daerah sekitar mangrove Stasiun 3 : Daerah muara

Baku mutu air laut untuk kehidupan biota air laut (KepMen/LH/No.51 Thn.2004)

(36)

Nilai parameter kimia yang diperoleh selama penelitian diantaranya adalah nilai pH berkisar antara 7,1 − 8,5. Nilai salinitas berkisar antara 20 − 29‰. Nilai oksigen terlarut (DO) berkisar antara 7,2 – 8,9 mg/l. Nilai BOD berkisar antara 0,5 − 2,8 mg/l. Nilai COD berkisar antara 10,6 − 18,36 mg/l. Nitrit yang berkisar antara 0,1236 − 0,3451 mg/l. Serta nilai ammonia berkisar antara 0,0001 − 0,0153 mg/l.

Analisis Substrat

Substrat yang diamati pada saat pengamatan meliputi fraksi substrat. Berdasarkan segitiga Millar (Brower dan Zar, 1977) didapatkan tekstur substrat berdasarkan fraksi pasir, debu dan liat di perairan Pantai Cermin.

Tabel 8. Persentase Tekstur Substrat Stasiun Plot

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan tipe substrat pada stasiun 1 yaitu substrat pasir, pada stasiun 2 yaitu substrat lempung berpasir dan pasir. Lempung berpasir ditemukan di pinggiran pantai. Pada stasiun 3 ditemukan substrat pasir berlempung (Lampiran 1).

(37)

Pada model Indeks Pencemaran kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan nilai Ci/Lix sebagai tolok-ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan bermakna jika salah satu nilai Ci/Lix lebih besar dari 1. Beberapa parameter yang dijadikan perhitungan dalam indeks pencemaran perairan Pantai Cermin adalah suhu, kekeruhan, padatan tersuspensi, pH, salinitas, DO, BOD5

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan untuk setiap parameter kualitas air maka dilakukan analisis dengan Indeks Pencemaran (IP) untuk mengetahui status pencemaran di Perairan Pantai Cermin yang dapat dilihat pada Tabel 9.

, COD, nitrit dan ammonia. Nilai dari kesepuluh parameter tersebut ditransformasikan dalam suatu nilai tunggal yakni indeks pencemaran (Lampiran 3).

Tabel 9. Nilai Indeks Pencemaran pada Setiap Stasiun Pengamatan

Lokasi Indeks Pencemaran (IP) Kategori

Stasiun 1 3,35 Tercemar ringan

Stasiun 2 3,26 Tercemar ringan

Stasiun 3 3,3 Tercemar ringan

Klasifikasi dan Struktur Komunitas Moluska

(38)

Tabel 10. Klasifikasi Moluska yang Didapatkan di Setiap Stasiun Penelitian di Perairan Pantai Cermin

No Filum Kelas Ordo Famili Genus

1 Mollusca Bivalvia Arcoida Arcidae Anadara

2 Veneroida Veneridae Anomalocardia

3 Gafrarium

4 Sunetta

5 Tellinidae Tellina

6 Mactra

7 Mactrellona

8 Lucinidae Anodontia

9 Donacidae Donax

10 Corbiculidae Geloina

11 Psammobiidae Heterodonax

12 Cardiidae Serripes

13 Myidae Hiatula

14 Euheterodonta Pharidae Ensis

15 Solenidae Solen

16 Thracioidae Periplomatidae Periploma

17 Gastropoda Vetigastropoda Trochidae Austrocochlea

18 Fissurellidae Macroschisma

19 Archaegastropoda Turbinidae Turbo

20 Caenogastropoda Potamididae Cerithidea

21 Terebralia

22 Neogastropoda Pseudomelatimidae Composidrillia

23 Buccinidae Cantharus

24 Engina

25 Gussonea

26 Murucidae Murex

27 Littorinimorpha Naticidae Natica

28 Neverita

(39)

anggota terbanyak, yaitu kira-kira separuh dari jumlah binatang moluska. Kelas Bivalvia dikenal juga dengan nama kerang yang bercangkang ganda, ada yang hidup di laut dan ada juga yang hidup di air tawar. Anggota kelas Bivalvia adalah yang kedua terbanyak setelah Gastropoda, yaitu kira-kira sepertiga dari anggota moluska (Dharma, 1988).

Kelimpahan Moluska (K), Kelimpahan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Moluska pada Setiap Stasiun di Pantai Cermin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data jumlah moluska yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan di perairan Pantai Cermin, diperoleh nilai Kelimpahan Moluska (ind/m3

Tabel 11. Nilai Kelimpahan Moluska (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Moluska pada Setiap Stasiun Penelitian di Pantai Cermin

(40)

16 Tellina 4388 12.4 66.7 5520 27.7 66.7 26610 24.1 100

Total Kelimpahan 35.527 19.961 110.544

(41)

Gambar 4. Foto Moluska a) Cerithidea; b) Geloina; c) Tellina; d)Anadara

Gambar 5 . Kelimpahan Moluska di Setiap Stasiun

Gambar 5 menunjukkan bahwa kelimpahan moluska yang paling tinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 110.544 ind/m3. Sedangkan pada stasiun 1 kelimpahan moluska yaitu 35.527 ind/m3 dan kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 17.720 ind/m3. Dari semua stasiun ditemukan kelas Bivalvia memilki nilai kelimpahan tertinggi yaitu 152.725 individu.

0

minggu 1 minggu 2 minggu 3 Total

(42)

Tabel 12. Nilai KR >10% dan FK >25% dari Moluska yang Ditemukan pada Setiap Stasiun.

No Genus Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

KR (%) FK (%) KR (%) FK (%) KR (%) FK (%)

1 Anadara - - 20.6 100 12.3 100

2 Donax 10.4 100 - - - -

3 Geloina 36.8 100 - - - -

4 Tellina 12.4 66.7 27.7 100 24.1 100

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa pada stasiun 1 ditemukan genus Donax dengan KR 10,4% dan FK 100%, genus Geloina dengan nilai Kelimpahan

Relatif (KR) 36,8% dan Frekuensi Kehadiran (FK) 100% serta dari genus Tellina dengan nilai Kelimpahan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) dengan masing-masing nilai 12,4% dan 66,7%. Stasiun 2 dan stasiun 3 masing-masing terdapat 2 genus moluska yang memiliki nilai KR >10% dan FK >25% yaitu genus Anadara dengan nilai KR 20,6% dan Tellina dengan nilai 27,7% pada stasiun 2. Pada stasiun 3 nilai KR untuk genus Anadara adalah 12,3% dan Tellina 24,1%. Nilai FK pada stasiun 2 dan stasiun 3 untuk kedua genus adalah 100%. Menurut Barus (2004), kepadatan relatif merupakan proporsi dari jumlah total individu suatu spesies yang terdapat pada seluruh sampling area. Sedangkan frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan. Suatu habitat dikatakan sesuai dengan perkembangan suatu organisme apabila nilai KR >10% dan FK >25%.

(43)

Berdasarkan analisis data diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman genus, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi moluska pada masing-masing stasiun seperti yang terlihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Indeks Keanekaragaman Genus (H'), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dominansi (

λ

) Moluska di Pantai Cermin

Indeks Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Keanekaragaman (H') 2,08 2,19 2,48

Keseragaman (E) 0,4 0,4 0,4

Dominansi (

λ

) 0,19 0,15 0,11

Keterangan :

Stasiun 1 : Daerah wisata

Stasiun 2 : Daerah tanpa aktivitas Stasiun 3 : Daerah muara

Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh dari ketiga stasiun berkisar 2,08 −2,48. Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 2,48 yang merupakan daerah muara sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah pada stasiun 1 yang merupakan daerah wisata yaitu 2,08 dan pada stasiun 2 didapatkan indeks keanekaragaman dengan nilai 2,19.

Indeks keseragaman pada ketiga stasiun diperoleh dengan nilai yang sama yaitu 0,4. Indeks dominansi pada setiap stasiun penelitian memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 13, nilai indeks dominansi berkisar antara 0,11 − 0,19. Stasiun 3 memiliki nilai indeks dominansi terendah yaitu 0,11 sedangkan nilai indeks dominansi tertinggi pada stasiun 1 yaitu 0,19 dan stasiun 2 memiliki nilai indeks dominansi 0,15.

B. Pembahasan

(44)

Berdasarkan data pengamatan parameter fisika pada Tabel 7 didapatkan suhu pada stasiun 1 berkisar antara 26,3 − 30,4 oC, pada stasiun 2 antara 28,4 − 29,5oC dan pada stasiun 3 antara 30,6 − 31,8 oC, nilai ini masih berada dibawah nilai baku mutu yang telah ditetapkan dan masih mendukung untuk kehidupan moluska. Faisal (2001) menyatakan kebanyakan organisme laut termasuk bivalvia dan gastropoda telah mengalami adaptasi untuk hidup dan berkembangbiak pada kisarahn suhu yang lebih sempit dari kisaran suhu sampai 40o

Parameter kimia yang diperoleh selama penelitian diantaranya adalah nilai pH pada stasiun 1 yang berkisar antara 7,7 − 8,4 serta pada stasiun 2 dan stasiun 3 masing-masing 7,5 − 8,3 dan 7,1 − 8,5. Secara keseluruhan pH perairan Pantai Cermin berkisar antara 7,1 − 8,5. Odum (19 94) menyatakan bahwa air laut merupakan sistem penyangga (Buffer capacity) yang sangat luas dengan derajat

(45)
(46)

Hidup No.51 Thn 2004 nilai baku mutu untuk kehidupan biota laut yang diperbolehkan adalah <40 mg/l, maka nilai yang diperoleh dari hasil pengamatan masih memenuhi standar baku mutu. Untuk Nitrit diperoleh kisaran nilai tertinggi 0,3451 mg/l yang berada di stasiun 3. Menurut Hutagalung (1997) diacu oleh Diansyah (2004), distribusi horizontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai, dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di perairan muara. Kandungan ammonia diperoleh kisaran nilai tertinggi antara 0,0008 − 0,0154 mg/l yang juga terdapat pada stasiun 3. Hal ini disebabkan stasiun 3 merupakan daerah muara yang mendapat masukan dari aliran sungai yang membawa limbah domestik. Effendi (2003) menyatakan tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan ammonia. Sumber ammonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan limbah domestik. Kisaran nilai parameter kimia yang diukur di perairan Pantai Cermin masih sesuai dengan nilai baku butu yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 kecuali nilai Nitrit yang sedikit melebihi baku mutu.

Penentuan Status Mutu Air

(47)

tersebut dapat dilakukan dengan melihat kondisi perairan dengan standar baku mutu yang diperuntukkan, baik untuk kegiatan budidaya, wisata atupun peruntukkan lainnya (Samawi, 2007).

Nilai indeks pencemaran yang diperoleh selama penelitian dibandingkan dengan nilai baku mutu untuk kehidupan biota laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 terlihat bahwa kisaran nilai indeks pencemaran yang didapatkan disetiap stasiun pengamatan tidak berbeda jauh. Secara umum lingkungan perairan Pantai Cermin dalam kondisi tercemar ringan. Pada stasiun 1 didapatkan nilai Indeks Pencemaran sebesar 3,35, pada stasiun 2 sebesar 3,25 dan pada stasiun 3 sebesar 3,3. Dimana berdasarkan kriteria nilai 0 < IP < 5,0 termasuk kedalam kategori tercemar ringan.

Komposisi Genus dan Kelimpahan Moluska

(48)

kelimpahan stasiun 3 dari genus Tellina dari kelas Bivalvia merupakan genus yang paling banyak ditemukan dengan jumlah 26.610 individu. Tipe substrat dari stasiun 3 adalah pasir berlempung. Jenis substrat sangat menentukan kepadatan dan komposisi bentos. Substrat didefenisikan sebagai campuran dari fraksi lumpur, pasir dan liat dalam tanah (Brower dan Zar, 1977).

Genus Geloina dari kelas bivalvia pada stasiun 1 memiliki nilai Kelimpahan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi yaitu sebesar 13.022 ind/m3 (K), 0,34% (KR), dan 100% (FK). Sedangkan genus Cerithidea dari kelas gastropoda memiliki Kelimpahan sebesar 991 ind/m3. Pada stasiun 2 genus Heterodonax dari kelas bivalvia memiliki nilai Kelimpahan tertinggi yaitu 5.520 ind/m3, Kelimpahan Relatif 27,7% dan Frekuensi Kehadiran 66,7% dan dari kelas gastropoda juga diperoleh dari genus Cerithidea seperti pada stasiun 1 dengan masing-masing nilai 849 ind/m3

Genus Tellina dari kelas bivalvia merupakan genus yang memiliki nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran tertinggi di Stasiun 3 dengan nilai 26.610 ind/m

(K), 2,4% (KR) dan 100% (FK).

3

(K), 24,1% (KR) dan 100% (FK). Moluska yang paling banyak ditemukan pada setiap stasiun pengamatan di perairan Pantai Cermin adalah kelas Bivalvia. Hal ini disebabkan oleh kemampuan jenis ini untuk mentolerir kekeringan akibat pasang surut (Dewiyanti, 2004) . Menurut Tomascik, et al. (1997) Bivalvia memiliki kulit yang keras (cangkang berupa kapur)

(49)

merupakan pasir berlempung. Menurut Budiman (1991), moluska dari kelas bivalvia banyak ditemukan pada substrat dengan kandungan liat rendah dan pasir yang sedang. Jenis substrat di ketiga stasiun adalah pasir, lempung berpasir dan pasir berlempung. Nybakken (1992) menyatakan bahwa hewan yang hidup di lingkungan pasir harus dilengkapi dengan cangkang yang kuat, atau memiliki kemampuan memendam dalam di bawah permukaan untuk menghindari penggerusan pada saat air pasang surut.

Indeks keanekaragaman (H'), keseragaman (E) dan dominansi (λ)

merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu lingkungan perairan dan kestabilan komunitas berdasarkan komponen biologis. Kondisi lingkungan suatu perairan dikatakan baik atau stabil apabila diperoleh indeks keanekaragaman dan keseragaman yang tinggi dan indeks dominansi yang rendah. Indeks keseragaman berkorelasi positif dengan indeks keanekaragaman, dimana indeks keseragaman menunjukkan besarnya keseimbangan komposisi dan jumlah individu yang dimilki oleh setiap genus atau spesies yang menggambarkan keanekaragaman jenis moluska di suatu kawasan, sedangkan indeks dominansi menggambarkan besarnya tingkat dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu kawasan yang menyebabkan rendahnya nilai indeks keanekaragaman (Setiawan, 2008).

Berdasarkan perhitungan Indeks Keanekaragaman (H') Shannon-Weiner (Ludwig dan Reynold , 1988) nilai yang ditemukan pada setiap stasiun

(50)

perairan Pantai Cermin yaitu keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap jenis sedang dan kestabilan komunitas sedang dimana indeks keanekaragaman berkisar antara 1-3 (Odum, 1994). Nilai keanekaragaman tertinggi ditemukan pada stasiun 3 (2,48) yang merupakan daerah sekitar muara yang mengandung banyak unsur hara. Nilai keanekaragaman terendah ditemukan pada stasiun 1 (2,08) karena merupakan daerah wisata dan memiliki substrat pasir yang homogen. Menurut Irawan (2008), tinggi rendahnya nilai keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti jumlah atau jenis individu, dominansi jenis tertentu serta substrat yang homogen.

Indeks keseragaman yang ditemukan pada ketiga stasiun dengan nilai 0,4. Hasil pengamatan menujukkan bahwa nilai keseragaman pada ketiga stasiun tergolong kedalam keseragaman sedang. Menurut Odum (1994), indeks keseragaman adalah indeks yang menyatakan bagaimana penyebaran masing

-masing spesies yang menyusun suatu komunitas. Nilai 0 < E < 0,4 menunjukkan

keseragaman yang rendah, nilai 0,4 < E < 0,6 menunjukkan keseragaman sedang dan nilai E > 0,6 menunjukkan keseragaman tinggi yang artinya penyebaran individu mendekati merata atau bisa dikatakan tidak ada spesies yang mendominasi.

(51)

(Odum, 1994). Menurut Hutabarat (2007), nilai indeks dominansi memperlihatkan kekayaan jenis komunitas serta keseimbangan jumlah individu setiap jenis. Rendahnya dominansi jenis menandakan adanya keanekaragaman tinggi dan merata sebaliknya tingginya dominansi menunjukkan bahwa tempat tersebut memiliki keanekaragaman rendah dengan sebaran tidak merata.

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai Indeks Pencemaran berdasarkan parameter fisika dan kimia air menunjukkan bahwa kondisi perairan Pantai Cermin tergolong tercemar ringan dengan nilai IP pada stasiun 1 (3,35), stasiun 2 (3,25) dan stasiun 3 (3,3).

2. Ditemukan 28 genus makrozoobentos yang diantaranya 16 genus dari kelas Bivalvia, 12 genus dan dari kelas Gastropoda. Kelimpahan makrozoobentos pada stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 masing-masing yaitu 35.527 ind/m3, 19.961 ind/m3 dan 110.544 ind/m3. Indeks keanekaragaman genus pada stasiun 1 yaitu 2,08, pada stasiun 2 yaitu 2,19, dan pada stasiun 3 yaitu 2,48. Indeks keseragaman yang diperoleh dari ketiga stasiun yaitu 0,4. Nilai indeks dominansi yang diperoleh dari stasiun 1 yaitu 0,19, stasiun 2 yaitu 0,15 dan stasiun 3 yaitu 0,11.

Saran

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, R. T., and S. P. Dance. 1982. Compendium of Seashells. E.P.Dutton,Inc. New York

American Public Health Association. 1989. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. 17ed. APHA. AWWA. WPCF. Washington.

Anggoro, S. 1984. Distribusi dan Kelimpahan Molluska. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau, Program Studi Biologi Fakultas MIPA USU. Medan.

Brower, J. E. H. Z. Jerrold and Car. I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods For General Ecology. Third Edition. Wm. C. Brown Publisher. USA, New York

Budiman, A. 1991. Penelaahan Beberapa Gatra Ekologi Moluska Bakau Indonesia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. UI. Jakarta.

Dahuri, R. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan ketiga. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dewiyanti, I. 2004. Struktur Komunitas Moluska (Gastropoa dan Bivalvia) Serta Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pantai Ulee – Lheue Banda Aceh NAD. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor.

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. Cetakan pertama. Sarana Graha. Jakarta.

Diansyah, G. 2004. Kualitas Perairan Pantai pulau batam, Kepulauan Riau Berdasarkan Karakteristik Fisika-Kimia dan Struktur komunitas Plankton. Skripsi. Program Studi ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor.

Dibyowati, L. 2009. Keanekaragaman Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Sepanjang Pantai Carita, Pandeglang, Banten. Skripsi. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . IPB. Bogor Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas

(54)

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fadli, N., I. Setiawan, dan N. Fadhilah. 2012. Keragaman Makrozoobentos di Perairan Kuala Gigieng Kabupaten Aceh Besar. Jurnal. ISSN 2089-7790. Faisal, B. 2001. Struktur Komunitas Makrozoobnetos (Kelas Bivalvia dan

Gastropoda) Pada Saat Pasang dan Surut di Kawasan Suaka Margasatwa Muara Angke-Kapuk, Jakarta Utara. Skripsi. ProgramStudi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

Hendrasarie, N. 2003. Indeks Keanekaragaman Bentos di Kawasan Mangrove Pantai Probolinggo. Jurnal. Aksial 5 (2).

http://www.earth.google.com (1 April 2013)

http://www.serdangbedagaikab.go.id (3 Maret 2013)

Hutabarat, F. 2007. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos Pada Ekosistem Mangrove Desa Kayu Besar Kecamatan Bandar Khalipah Kabupaten Serdang Bedagai.Skripsi. Departemen Kehutanan., Fakultas Pertanian . USU. Medan.

Hutagalung, H. P., D. Setiapermana dan S. H. Riyono. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2 Puslirbang/Oseanolohi LIPI. Jakarta. Hutagalung, S. P. 1982. Studi Tentang Kesenangan Teritip (Balanus spp)

Terhadap Beberapa Jenis Subtratum pada Tingkatan Suhu dan Kondisi Oseanografis yang Berbeda di Perairan PLTU Muara Karang, Teluk Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Irawan, I. 2008. Strutur Komunitas Moluska (Gastropoda dan Bivalvia) Serta Distrbusinya di Pulau Burung dan Pulau Tikus, Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor.

Krebs, C. J. 1985. The Eksperimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. Happer and Publisher. New York.

Ludwig, J. A dan James, F. R. 1988. Statistical Ecology a Primer On Methods And Computing. A Wiley-Intersience Publication. California.

Manik, D. H., Y. 2000. Strategi Pengembangan Objek Wisata Pantai Cermin di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

(55)

Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta.

Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta.

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rahman, F. A. 2009. Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan estuaria Sungai Brantas (Sungai Porong dan Wonokromo), Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Rahmawati, A. 2009. Studi Pengelolaan Kawasan Pesisir Untuk Kegiatan Wisata Pantai (Kasus Pantai Teleng Ria Kabupaten Pacitan, Jawa Timur). Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor.

Rani, C dan Arifin. 2006. Respons Fungsional Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Pencemaran di Perairan Pantai Losari Makassar. Artikel Penelitian. Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Romimohtarto, K. dan S, Juwana. 2009. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.

Ruswahyuni. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobentos yang Berasosiasi Dengan Lamun Pada Pantai Berpasir di Jepara. Jurnal. Saintek Perikanan 3 (2).

Samawi, M. F. 2007. Desain Sistem Pengendalian Pencemaran Perairan Pantai (Studi Kasus Perairan Pantai Kota Makassar). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor

Setiawan, D. 2008. Struktur komunitas Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor

Simamora, D. R. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi. Skripsi. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. USU. Medan

(56)

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Sukandarrumidi. 2009. Mari Kembali ke Laut. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.

Sundra, K. I. 2011. Kualitas Perairan Pantai di Kabupaten Badung yang Dimanfaatkan sebagai Aktivitas Pariwisata. Jurnal. Bumi Lestari. 11 (2). Suruawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Edisi I.

Alumni. Bandung.

Susiana. 2011. Diversitas dan Kerapatan Mangrove, Gastropoda dan Bivalvia di Estuari Perancak, Bali. Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uniersitas Hassanudin. Makassar. Syakti, A. D., N, V. Hidayati., dan A, S. Siregar. 2012. Agen Pencemaran Laut.

IPB Press. Bogor.

Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas, part 1. Periplus Edition. Singapore.

Wahyudi, Teguh., dan H, Suntoyo. 2009. Analisa Kerantanan Pantai di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Timur. Senta. Surabaya.

Wibisono, M. S. 2011. Pengantar Ilmu Kelautan. Edisi 2. Penerbit UI-Press. Jakarta.

(57)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan Kekeruhan

Pengukuran kekeruhan menggunakan metode Nephallometrik. Alat yang digunakan adalah turbidimeter.

(58)

NTU sampai 100 NTU). Kemudian masukkan contoh air kedalam alat. Nilai kekeruhan ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada alat.

Padatan Tersuspensi

Pengukuran dilakukan di laboratorium dengan menggunakan Metode Gravimetric.

Prosedur :

1. Panaskan aquades sebanyak contoh air yang akan disaring (Aquades : Contoh air = 1 : 10)

2. Kertas saring Millipore (ukuran pori 0,45 µ m) terlebih dahulu dicuci dengan aquades tersebut. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam. Dinginkan kertas saring lalu ditimbang (W1

3. Pasang kertas saring pada alat penyaring

)

4. Masukkan contoh air sesuai kebutuhan kedalam alat penyaring (V).

5. Setelah proses penyaringan selesai, keringkan kertas saring dalam oven selama 1 jam. Dinginkan kertas saring lalu ditimbang (W2

6. Padatan tersuspensi (mg/l) = (W

)

2-W1)/V

Lampiran 1. Lanjutan pH

Pengukuran pH dilakukan secara in situ menggunakan pH meter. Prosedur :

(59)

2. Masukkan pH meter kedalam perairan, biarkan beberapa saat lalu angkat dan baca nilainya

Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan secara in situ dengan menggunakan Refraktometer.

Prosedur :

1. Refraktometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades

2. Ambil contoh air menggunakan pipet tetes lalu masukkan kedalam refraktometer

3. Nilai salinitas ditunjukkan pada skala yang terdapat pada refraktometer

Oksigen Terlarut(DO)

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan secara in situ dengan menggunakan DO meter.

Prosedur :

DO meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquadesAmbil contoh air menggunakan wadah lalu masukkan DO meter sampai batas yang telah ditentukan. Biarkan beberapa saat kemudian angkat dan baca nilainya

Lampiran 1. Lanjutan

Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur BOD (Suin, 2002)

(60)

Diinkubasi selama 5 hari

Dihitung pada suhu 200C nilai DO awal

Dihitung nilai DO akhir

BOD = DOawal - DOakhir

Lampiran 1. Lanjutan

Bagan kerja pengukuran COD (Suin, 2002)

Dimasukkan kedalam Labu Erlenmeyer

Sampel Air Sampel Air

DO akhir DO awal

(61)

Ditambah 5 ml K2CrO Ditambah 0,2 gr HgSO

7

Masukkan 2 batu didih 4

Ditambah 5 ml H2SO Direfluks

4

Didiamkan

Ditambah 30 ml aquades Ditambah indikator feroin

Dititrasi menggu nakan ferroamonium sulfat

Lampiran 1. Lanjutan

Bagan kerja pengukuran Nitrit

Ditambah 4 tetes larutan Sulfanilamide Dikocok dan diamkan selama 2-4 menit Sampel berwarna merah kecoklatan

(62)

Ditambah 4 tetes N (1-napthyl ethylinedeamine) Tutup dengan aluminium foil

Diamkan selama 20-30 menit

Diukur absorban contoh air laut dengan

spektofometer pada panjang gelombang 543nm

Ditambah 4 tetes larutan Sulfanilamide Dikocok dan diamkan selama 2-4 menit

Ditambah 4 tetes N (1-napthyl ethylinedeamine) Tutup dengan aluminium foil

Diamkan selama 20-30 menit

Diukur absorban blanko dengan

spektofotometer pada panjang gelombang 543nm

Lampiran 1. Lanjutan

Ditambah 4 tetes larutan Sulfanilamide Dikocok dan diamkan selama 2-4 menit

Ditambah 4 tetes N (1-napthyl ethylinedeamine) Tutup dengan aluminium foil

Terbentuk larutan komplek

10 ml aquades

Terbentuk larutan komplek

(63)

Diamkan selama 20-30 menit

Diukur absorban standar dengan

spektofotometer pada panjang gelombang 543nm

1. Hitung faktor kalibrasi F = C / (Asd – Ab)

Dimana : F = faktor kalibrasi

C = Konsentrasi standar yang digunakan Asd = Absorbsi standar

Ab = Absorbsi blanko

2. Kandungan Ntrit terlarut = F x (As – Ab) Dimana : F = Faktor kalibrasi

As = Absorbsi contoh air Ab = Absorbsi blanko

Lampiran 1. Lanjutan

Bagan kerja pengukuran Ammonia

Disaring, masukkan kedalam gelas beaker Ditambah 1 ml Phenol Solution

Ditambah 1 ml Sol Nitroposside Terbentuk larutan komplek

(64)

Ditambah 2,5 ml Oxidizing Solution Aduk rata

Tutup dengan aluminium foil Biarkan selama 1 jam

Diukur dengan panjang gelombang 640 spektofotometer

Disaring, masukkan kedalam gelas beaker Ditambah 1 ml Phenol Solution

Ditambah 1 ml Sol Nitroposside Ditambah 2,5 ml Oxidizing Solution Aduk rata

Tutup dengan aluminium foil Biarkan selama 1 jam

Diukur dengan panjang gelombang 640 spektofotometer

Prosedur kerja penentuan tekstur substrat dengan metode Hydrometer : 1. Kering udarakan sampel tanah sebelum dianalisis

2. Giling sampel dan ayak dengan ayakan 2 mm Terbentuk larutan komplek

25 ml sampel air

(65)

3. Timbang 40 g contoh tanah (untuk tanah bertekstur sedang sampai halus) atau 60 g (untuk tanah bertekstur kasar). Masukkan ke gelas piala 600 ml dan tambahkan 200 ml aquades

4. Timbang 10 g contoh tanah, masukkan kedalam gelas piala 250 ml. Contoh tanah ini akan digunakan untuk koreksi bahan organik yang prosedurnya akan diterangkan kemudian

5. Jika contoh tanah tidak kering oven, maka timbang sekitar 30 g contoh untuk koreksi kadar air

6. Proses dipersi

6.1Perombakan bahan organik dengan 30% H2O a. Tambahkan 2 ml 30% H

2

2O2

b. Biarkan reaksi berjalan beberapa saat (± 10 menit). Letakkan gelas piala di atas tungku pemanas yang suhunya dijaga sekitar 90

kedalam gelas piala bervolume 600 ml yang berisi 40 g atau 60 g contoh tanah. Tutup gelas piala dengan kaca penutup. Jika reaksi berjalan sangat cepat sehingga banyak terbentuk busa, kurangi busa dengan menyemprotkan air dengan menggunakan botol pembilas ke dinding gelas piala.

o

Lampiran 1 . Lanjutan C

(66)

d. Biarkan contoh tanah di atas pemanas selama 30 menit sesudah penambahan terakhir H2O2

e. Untuk contoh tanah yang beratnya 10 g (prosedur 4) tambahkan 50 ml air dan 1 ml H

atau sampai tidak terjadi lagi pembentukkan busa.

2O2

f. Letakkan gelas piala di atas tungku pemanas pada suhu 90 .

o C. Lakukan penambahan 1 ml H2O2

g. Keringkan contoh suspensi di dalam oven selama 24 jam pada suhu 105

bila perlu seperti prosedur 6.1. di atas.

o

C dan timbang berat kering. Persen bahan organik diduga berdasarkan perbedaan berat kering tanah sebelum dan sesudah destruksi dengan H2O2

6.2 Dispersi dengan 10% (NaPO

.

3)6 Larutan 10% (NaPO

.

3)6 dibuat dengan melarutkan 100 g (NaPO3)6

a. Tambahkan 50 ml (NaPO

di dalam aquades, sehingga volume akhir larutan menjadi 1.000 ml.

3)6

b. Tambahkan aquades ke dalam suspensi sehingga volume akhir larutan adalah 500 ml.

ke dalam suspensi contoh tanah yang berada di dalam gelas piala bervolume 600 ml.

c. Biarkan reaksi berlangsung selama 10 menit atau lebih. Lampiran 1. Lanjutan

6.3. Dispersi secara mekanis.

(67)

b. Kocok suspensi dengan mesin pendispersi tanah selama 5 menit.

7. Sesudah contoh tanah terdispersi, tuangkan suspensi tanah ke dalam silinder sedimentasi bervolume 1.000 ml. Gunakan botol pembilas untuk menyempurnakan penuangan. Tambahkan aquades, sehingga volume akhir suspensi menjadi 1.000 ml. Biarkan suhu suspensi turun hingga mencapai suhu kamar.

8. Sedimentasi

8.1. Masukkan pengaduk ke dalam silinder, lalu kocok suspensi dengan sempurna (Gambar 3). Catat waktu (detik) sewaktu pengaduk dikeluarkan. Bila masih ada busa di permukaan suspensi, teteskan satu atau dua tetes aseton. Celupkan hydrometer ke dalam suspensi dengan berhati-hati dan catat pembacaan (R) pada skala hydrometer tepat 30 dan 60 detik sesudah pengadukkan (hydrometer dicelupkan 20 detik sebelum pembacaan).Catat suhu suspensi sewaktu analisis.

8.2. Buat tabel pengamatan seperti dicontohkan pada beriukut.

Waktu

(menit) R

Pembacaan R dari contoh No. L

1 2 3

Lampiran 1. Lanjutan

(68)

a. Tambahkan 50 ml 10% (NaPO3)6 ke dalam silinder sedimentasi yang kosong.

b. Tambahkan aquades sehingga volume akhir larutan menjadi 1.000 ml.

c. Aduk dengan sempurna.

d. Celupkan hydrometer dan catat pembacaan (RL). Pembacaan hydrometer dilakukan pada miniskus bagian atas suspensi (larutan).

Fraksionasi pasir

1. Keluarkan suspensi liat dari silinder sedimentasi ke dalam ember.

2. Transfer sedimen dari silinder sedimentasi ke gelas piala bervolume 250ml. Tambahkan aquades sehingga volume menjadi 250 ml.

3. Aduk dan biarkan selama 150 detik.

4. Keluarkan suspensi liat dan debu ke dalam ember.

5. Tambahkan lagi 150 ml aquades dan ulangi proses pencucian ini beberapa kali sehingga air di dalam gelas piala hampir jernih.

6. Kering ovenkan (pada suhu 105o

1.1.3 Perhitungan

C) selama 3,5 jam (sampai mencapai berat tetap).

a. Tentukan konsentrasi suspensi (C) dalam g l-1 C = R – R

, dengan persamaan :

(69)

R adalah pembacaan hydrometer yang belum dikoreksi dalam g l-1 dan RL pembacaan hydrometer untuk larutan blanko. R dan RL

b. Hitung jumlah persentase partikel P, dengan persamaan:

dicatat pada setiap interval waktu yang sudah ditetapkan

P = 100C1/C C

o

o

c. Tentukan diameter efektif partikel, X (µ m), yang ada didalam suspense pada waktu t,

adalah berat kering oven contoh tanah dikurangi dengan berat bahan organik dalam contoh tanah

X = θ / √t

t adalah waktu sedimentasi dan θ adalah parameter sedimentasi seperti

telah diterangkan pada persamaan (8) dan (11). Nilai θ dapat dilihat pada tabel 3.

Dalam hal khusus, dimana X diberikan dalam µ m dan t dalam menit, dan variabel lainnya menggunakan sistem cgs, parameter sedimen diberikan sebagai :

Dengan defenisi dan satuan masing-masing variabel sebagai berikut : θ = parameter sedimentasi, µm menit

Lampiran 1. Lanjutan

(70)

h’ = kedalaman hydrometer efektif, cm

Tabel 3. Nilai θ pada suhu 30oC. R adalah pembacaan hydrometer dengan satuan g l-1

R

(menurut skala Bouyoucus)

θ R Θ R Θ R Θ R θ

η = viskositas (kekentalan ) zat cair,poise atau g cm-1 detik g = percepatan gravitasi, cm detik

-1

Apabila menggunakan larutan hexa meta phosphate (HMP) untuk disperse, maka persamaan:

Dapat digunakan untuk menduga variase berat jenis dan viskositas larutan HMP.

)

(71)

Buat kurva persen jumlah kumulatif (summation percentage curve), yaitu kurva hubungan P dengan log X berdasarkan pembacaan hydrometer yang diambil dari waktu 0,5 menit sampai 24 jam, yang digabungkan dengan data fraksi kasar yang didapatkan dari hasil pengayakan. Dari kurva ini, tentukan persentase pasir, debu dan liat. Untuk analisis rutin, kurva persentase jumlah kumulatif yang biasanya lebih detail dari yang diperlukan, dapat disederhanakan dengan prosedur berikut:

a. Penentuan fraksi liat

1. Lakukan pembacaan hydrometer hanya pada waktu t = 1,5 jam dan t = 24 jam. Catat nilai R dan R

2. Tentukan diameter partikel efektif, X, dan jumlah persentase masing-masing fraksi, P, pada jam 1,5 dan 24 tersebut dengan menggunakan persamaan (8) atau (11)

L.

3. Hitung P2 µ m

P

(jumlah persentase fraksi dengan diameter <2 µ m) dengan persamaan:

Dan m adalah slope (kemiringan) kurva persentase kumulatif antara X pada t = 1,5 jam dan X pada t = 24 jam.

= persentase kumulatif pada t = 24 jam

m = (P1,5 – P24) / ln (X1,5/X2,4)

(72)

Penentuan tipe substrat dapat dilihat dengan menggunakan segitiga Millar seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Sebaran Jenis Sedimen Dasar Menurut Persentase Fraksi Pasir, Liat dan Lumpur (Millar, 1965)

Keterangan :

Sand : pasir

Loamy sand : pasir berlempung Sandy loam : lempung berpasir

Loam : lempung

Sandy clay loam : lempung liat berpasir Sandy silt loam : lempung liat berdebu Clay loam : lempung berliat Silty loam : lempung berdebu

Silt : debu

Silty clay : liat berdebu

Clay : liat

(73)

Lampiran 2. Hasil Pengamatan Fisika Kimia Air

Minggu 1

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Suhu (oC) 30.4 29.9 29.8 29.3 29.3 29.2 31.3 31.1 30.9

pH 8.4 8.3 8.2 8.3 8.2 8.2 8.3 8.5 8.5

Salinitas (‰) 28 29 29 20 20 22 19 20 20

DO (mg/l) 7.4 8.3 8.8 7.8 7.9 8.1 7.8 7.9 8.5

BOD (mg/l) 1.7 1.6 1 1.8 1.7 1.6 1.4 1 0.6

COD (mg/l) 14.2 11.12 12.81 15.81 15.09 18.36 17.24 16.44 15.09

Kekeruhan (NTU) 7 5 8 5 7 23 3 2 6

TSS (mg/l) 11 16 7 190 65 18 21 22 17

Nitrit (mg/l) 0.1532 0.3326 0.1439 0.2046 0.2398 0.2294 0.3451 0.283 0.2607 Ammonia (mg/l) 0.0004 0.0019 0.0001 0.0019 0.0016 0.0066 0.0008 0.0011 0.0017

Minggu 2

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Suhu (oC) 28.1 27.3 27.3 29.3 29.2 29.5 31.2 31.1 30.6

(74)

Lampiran 2. Lanjutan

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3

Salinitas (‰) 29 30 30 26 26 28 25 26 27

DO (mg/l) 7.6 8.9 8.9 7.8 8.1 8.4 7.7 8.1 8.6

BOD (mg/l) 2 1.9 1.4 2.8 2.3 2.3 1.7 1.1 0.9

COD (mg/l) 12.3 11.6 11.9 14.2 13.9 15.9 16.7 15.1 14.9 Kekeruhan

(NTU)

1.55 1.41 1.19 1.08 10.9 0.49 0.6 0.7 0.79

TSS (mg/l) 8 1 28 13 13 13 16 3 40

Nitrit (mg/l) 0.2291 0.1874 0.1852 0.1397 0.1382 0.1257 0.1299 0.1356 0.1294 Ammonia (mg/l) 0.0007 0.0021 0.002 0.0019 0.0001 0.0001 0.0014 0.0154 0.0088

Minggu 3

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Suhu (oC) 28 27.1 26.3 28.4 29.2 29.4 31.8 31.4 30.8

Ph 7.7 7.8 8.2 7.8 7.9 7.7 7.1 7.3 7.3

Salinitas (‰) 28 28 29 27 28 28 24 25 27

DO (mg/l) 7.4 8.5 8.7 8.3 8.5 8.9 7.2 8.3 8.7

(75)

COD (mg/l) 12.5 11.7 12.1 14.1 12.9 11.8 14.7 11 10.6 Lampiran 2. Lanjutan

Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 1 Plot 2 Plot 3 Kekeruhan (NTU) 1.3 1.31 1.16 1.04 1.9 0.47 0.5 0.8 0.89

TSS (mg/l) 9 12 28 13 12 14 14 5 35

(76)

Lampiran 3. Nilai Indeks Pencemaran Rata-rata Nilai Parameter Fisika Kimia Perairan

No. Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku mutu

Baku mutu air laut untuk kehidupan biota air laut (KepMen/LH/No.51 Thn.2004)

(77)
(78)

4 pH 8.04 6.5-8.5 0.54 0.54

Ci/Lix Rata-rata 0.97834

(79)

Lampiran 3. Lanjutan Stasiun 3

No. Parameter Ci Lix Ci/Lix Ci/Lix baru

1 Suhu (oC) 31.13 24-32 0.78 0.78

2 Kekeruhan (NTU) 1.69 5 0.338 0.338

3 Padatan Tersuspensi (mg/l) 19.2 25 0.768 0.768

4 pH 7.63 6.5-8.5 0.13 0.13

5 Salinitas (‰) 23.67 34-35 21.66 3.67

6 DO (mg/l) 8.08 6 -0.075 -0.075

7 BOD5 (mg/l) 1.11 25 0.04 0.04

8 COD (mg/l) 14.64 40 0.366 0.366

9 NO2 (mg/l) 0.18 0.003 60 4.55

10 NH3 (mg/l) 0.0055 0.3 0.018 0.018

Ci/Lix Rata-rata 1.0585

Ci/Lix Maks 4.55

(Ci/Lix)R^2 1.12042225

(Ci/Lix)M^2 20.7025

(80)

Lampiran 4. Kelimpahan Moluska Volume Paralon = 3,14 x 52

= 2355cm / 1.000.000 cm x 30cm

= 0,002355 m Volume seluruh biota = 0,002355 x 3

3

= 0,007065 Konversi jumlah biota = 1 / 0,007065

= 141,5428167 Kelimpahan (K) Anadara = 141,5428167 x 23

= 3255 ind/m3

STASIUN 1

No TAKSA Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

K plot 1 plot 2 plot 3 plot 1 plot 2 plot 3 plot 1 plot 2 plot 3

I Bivalvia

1 Anadara 2 4 2 2 3 2 4 2 2 3255

2 Anomalocardia 0

3 Anodontia 2 1 1 1 2 1 1132

4 Donax 2 4 6 7 7 3680

5 Ensis 0

6 Geloina 15 8 2 21 10 2 18 12 4 13022

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Sketsa transek penelitian
Tabel 2. Peralatan dan metode pengukuran parameter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arifin, Khoirul, Pengaruh Model Pembelajaran Pembelajaran berbasis masalah Terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Materi Lingkaran Siswa Kelas VIII di SMP Negeri

Perkembangbiakan perkici pelangi secara ex-situ dapat dilakukan di dalam laboratorium penangkaran melalui cara mengawinkan satu jantan dengan satu betina, ataupun

Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah tabungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero),Tbk Kantor Cabang Sisingamangaraja Medan.Pengumpulan data primer dilakukan melalui

Daerah yang berada di SPL 15 memiliki jenis tanah mediteran cokelat dan digunakan sebagai lahan tegalan memiliki karakteristik lahan: kemiringan lereng 34%

Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas bisa jadi dibenarkan untuk kepentingan ilmu itu sendiri, seperti juga ekpresi seni yang menonjolkan pornografi

In our work we put them in a common probabilistic framework, which guides the complete reconstruction process of complex buildings, in our case russian-orthodox churches.. Churches

Dalam penelitian ini ada 8 variabel yang diduga berhubungan dengan obesitas pada remaja yaitu variabel usia, jenis kelamin, frekuensi pola makan, kebiasaan sarapan

Pada suatu malam di tahun 1860, Warsodikromo(kepala desa pamenang) bermimpi dalam tidurnya, bahwa dalam sebuah areal gundukan tanah yang telah menjadi rawa