• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PT ISTAKA KARYA (Persero) DENGAN PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PT ISTAKA KARYA (Persero) DENGAN PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERJANJIAN ANTARA PT ISTAKA KARYA (Persero) DENGAN PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN

PROVINSI LAMPUNG Oleh

RICKY DARMAWAN

Jasa Konstruksi saat ini di Indonesia masih kurang bersaing jika dibandingkan dengan permasalahan-permasalahan perusahaan di Indonesia. Didalam perjanjian antara PT Istaka Karya (Persero) dengan Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung semula berjalan lancar hingga pada pertengahan proyek terjadi suatu keadaan memaksa yang membuat perjanjian dibatalkan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana syarat dan prosedur perjanjian, pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak, serta keadaan memaksa dan cara penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif terapan dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif. Adapun pendekatan masalah yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah studi terhadap peristiwa hukum. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan syarat dan prosedur terjadinya Perjanjian Kontrak antara PT Istaka Karya (Persero) dengan Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung telah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian di dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan syarat khusus yang berdasarkan pada Pasal 11 Keppres Nomor 80 tahun 2003. Prosedur melakukan tender ialah sebagai berikut mulai dari perencanaan pekerjaan yang akan dilelang tender, persiapan dokumen pekerjaan yang akan dilelang, koordinasi intern owner membahas pekerjaan yang akan dilelang,undangan tender ke Kontraktor, rapat dan kontraktor anutzuizing

(2)

keadaan memaksa, dimana PT Istaka Karya (Persero) diputus pailit. Setelah diputusnya pailit tersebut Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung langsung melakukan tender ulang untuk mencari kontraktor yang akan melanjutkan pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan PT Istaka Karya (Persero). Kata Kunci :Perjanjian Kontrak, Syarat dan Prosedur, Hak dan Kewajiban,

(3)

A. Latar Belakang

Jasa konstruksi merupakan salah satu problematika dalam perkembangan hukum di Indonesia yang menuntut keteraturan hukum dikarenakan kompleksitas persoalannya. Persoalan-persoalan yang kompleks tersebut menyangkut peranan berbagai subjek hukum dalam proses pelaksanaan jasa konstruksi.1 Kecenderungan untuk melakukan penyimpangan di dalam persoalan jasa konstruksi atau pada proyek-proyek pengadaan barang dan jasa di Indonesia menjadi sesuatu yang patut dicermati.

Selain itu, pengenaan hukum yang tepat dalam penyelesaian sengketa jasa konstruksi menjadi titik tolak utama bagaimana penyidik, jaksa penuntut umum, dan hakim di Indonesia menerapkan ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi.2Di dalam konsep jasa konstruksi dikenal adanya kontrak kerja konstruksi yang merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia.

Kontrak kerja ini menjadi fokus dalam mengadakan suatu kegiatan jasa konstruksi, dikarenakan substansi kontrak yang memuat kepentingan hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

1Imam Soepomo, 2002,Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta,

hlm. 2

(4)

Masalah jasa konstruksi di Indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, di mana jasa konstruksi diberikan arti adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Kemudian yang dimaksud dengan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya. untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain (Pasal 1 angka 2). Sementara secara khusus, terdapat Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah yang mengatur mengenai pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.3

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 pula, diatur mengenai kontrak kerja konstruksi, sebagai landasan adanya hubungan antar subyek hukum pelaku jasa konstruksi atau pengadaan barang atau jasa. Letak keterhubungan tersebut ada pada konsep perjanjian antar subyek hukum dalam proyek jasa konstruksi, pelaksanaan, dan pengawasan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya, kontrak kerja jasa konstruksi harus dibuat secara tertulis dan biasanya dalam bentuk perjanjian yang berdasar atas peraturan yang

3Salim.et.al, 2007,Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU),

(5)

dibuat oleh pemerintah yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnis dan ke semua itu dimuat dalam rumusan kontrak.

Dengan demikian, pada pelaksanaan perjanjian selain mengindahkan ketentuan-ketentuan dasar mengenai perjanjian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kontrak kerja jasa konstruksi mutlak harus memuat ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi tersebut. Provinsi Lampung yang sedang membutuhkan perbaikan dan pelebaran jalan Soekarno-Hatta yang dimana hal tersebut dilaksanakan oleh Dinas PU Provinsi Lampung melakukan tender guna pengerjaannya. Dan terpilihlah PT Istaka Karya (Persero) sebagai pemenang dari tender yang telah dibuat Dinas PU Provinsi Lampung.

(6)

Hal tersebut membuat proyek mengalamai pemberhentian pengerjaannya. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perjanjian Antara PT Istaka Karya (Persero) Dengan Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Syarat dan prosedur perjanjian antara PT Istaka Karya (Persero) dengan Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung.

2. Hak dan kewajiban yang timbul bagi masing-masing pihak setelah mengikatkan diri pada perjanjian.

3. Keadaan memaksa dan cara penyelesaiannya.

2. Ruang Lingkup

(7)

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan

Berdasarkan pokok bahasan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap, jelas, rinci dan sistematis mengenai: 1. Syarat dan prosedur perjanjian antara PT Istaka Karya (Persero) Dengan

Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung berdasarkan KUHPerdata dan Keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

2. Hak dan kewajiban yang timbul bagi masing-masing pihak setelah mengikatkan diri pada perjanjian.

3. Keadaan memaksa dan cara penyelesaiannya.

Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai salah satu pengembangan ilmu hukum khususnya dalam lingkup hukum perdata ekonomi dan hukum perjanjian mengenai perjanjian kontrak kerja konstruksi.

2. Kegunaan Praktis

a. Memecahkan masalah yang timbul dari perselisihan yang timbul; b. Sebagai pelajaran melakukan penelitian di lapangan;

(8)

A. Perjanjian Pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

“Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada

satu orang atau lebih.” Namun ketentuan Pasal ini kurang tepat, karena memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:1 a. Hanya menyangkut sepihak saja.

Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, yang

seolah-olah sifatnya hanya dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak.

Harusnya rumusan tu bertuliskan “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus

antara dua pihak.

b. Kata perbuatan mencakup juga kata konsensus.

Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan

kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum

(onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya

menggunakan istilah “persetujuan”.

c. Pengertian perjanjian terlalu luas.

1J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti,

(9)

Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan.

d. Tanpa menyebut tujuan.

Dalam rumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.

Berdasarkan alasan-alasan diatas, maka perjanjian dapat dirumuskan sebagai

berikut “Perjanjian adalah sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang dibuat tersebut dapat berbentuk kata-kata secara lisan dan dapat pula dalam bentuk tertulis”.2

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sebagai perwujudan tertulis dan perjanjian, Kontrak adalah salah satu dan dua dasar hukum yang ada selain Undang-Undang yang dapat menimbulkan perikatan. Perikatan adalah suatu keadaan hukum dengan kewajiban-kewajiban yang berkaitan satu sama lain. Berdasarkan hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan (prestasi), perjanjian dibagi dalam tiga macam, yaitu:

a. Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang atau pemborongan kerja;

(10)

b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;

c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Dari penjelasan diatas, maka perjanjian itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang (subjek),

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu(consensus),

c. Ada objek berupa benda,

d. Ada tujuan bersifat kebendaan (mengenal harta kekayaan),

e. Ada bentuk tertentu, lisan, maupun tulisan.

Sistem pengaturan hukum perjanjian sendiri menggunakan system terbuka (open system)yang berarti bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan penjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur didalam Undang-Undang.3Menurut Abdulkadir Muhammad terdapat beberapa jenis perjanjian berdasarkan kriteria, yaitu :4

a. Perjanjian timbal balik dan sepihak

Pembedaan jenis perjanjian ini berdasarkan kewajiban berprestasi perjanjian, timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan salah satu pihak berprestasi kepada pihak lain.

b. Perjanjian bernama dan tidak bernama

3 HS Salim,2003,Hukum Kontrak,Sinar Grafika, Jakarta, hlm 100

4 Abdulkadir Muhammad, 2000,Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

(11)

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri sebagai perjanjian khususnya dan jumlahnya terbatas. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

c. Perjanjian obligator dan kebendaan

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dan jual beli.

d. Perjanjian konsensual dan riil

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadi baru dalam tahap menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak.

2. Asas-Asas Perjanjian

Hukim perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut:

a. Asas kebebasan berkontrak

Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan Pasal 1223 KUHPerdata yang berisi “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang”. Tetapi kebebasan tersebut

(12)

diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berisi ,“ Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang

membuatnya”.

b. Asas pelengkap

Asas ini mengandung arti bahwa Undang-Undang boleh tidak dilkuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dan ketentuan Undang-Undang. Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan Undang-Undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban para pihak saja.

c. Asas konsensual

Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara pihal-pihak mengenai pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.

d. Asas obligator

Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pibak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik. Hak milik baru berpindah apabila dibuktikan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakalyke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan

(levering).

3. Syarat Sah dari Perjanjian

(13)

diberi akibat hukum (legally concluded contract.)5 Berdasarkan pada ketentuan

Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sah suatu perjanjian adalah:

a. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian

(consensus).

b. Adanya kecakapan untuk membuat perjanjian (capacity). Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akhil balik dan sehat pikirannya (sehat menurut hukum atau telah berumur 21 tahun).

c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter), artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.

d. Ada suatu sebab yang halal (legal cause), artinya menyangkut isi perjanjian itu sendiri.

Dua syarat pertama merupakan syarat subjektif, jika syarat ini tidak dipenuhi perjanjian dapat dibatalkan Dua syarat terakhir dikatakan syarat objektif karena jika syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum, artinya bahwa dan semula tidak pemah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pemah ada suatu perikatan. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan, akibatnya hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal.6

Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak yang melakukan perjanjian harus sepakat setuju mengenal hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu.

Masing-5Subekti, 1998,Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Citra Aditya Bakti, Bandung hlm 17-20 6Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,

(14)

masing pihak mempunyai kehendak yang sama dengan kata lain apa yang dikehendaki pihak yang satu harus dikehendaki oleh pihak yang lain juga. Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada umumnya orang yang dikatakan cakap menurut hukum apabila ia sudah dewasa, yaitu mencapai umur 21 tahun, atau sudah menikah. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata menyatakan tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa, b. Mereka ditaruh dibawah pengampuan,

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan Undang-Undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-Undang telah membuat perjanjian-perjanjian tertentu. (Poin C sudah dicabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA Nomor 3/1963)

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cukup mapu untuk menyadari benar-benar akan tanggungjawab dipikulnya dengan perbuatannya. Dan orang tersebut harus seseorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat. Orang yang ditaruh di dalam pengampuan menurut hukum tidak dapat berbuat bebas, ía berada dibawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya sama dengan anak yang belum dewasa.7

Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestatsi yang harus dipenuhi. Objek perjanjian harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit sudah dapat

(15)

diketahui jenisnya. Bahwa barang itu sudah atau sudah berada di tangan si berutang pada waktu perjanjian dibuat. Kejelasan mengenal pokok perjanian atau objek perjanjian ialah memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak, dan sebab yang halal maksudnya adalah isi perjanjian.

Berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata klausa yang halal adalah bukan sebab dalam arti menyebabkan atau yang mendorong orang berbuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. Apakah tujuan itu dilarang oleh Undang-Undang dan apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.

Pasal 1338 ayat 1 menyatakan bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KUHPerdata. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat sahnya kontrak kerja yaitu adanya :

a. Kesepakatan

Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan, atau kekhilafan. b. Kewenangan

Pihak-pihak yang membuat kontrak kerja haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum mempunyai kewenangan untuk membuat kontrak. Yang tidak adalah anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan

(16)

yang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.

c. Objek yang diatur harus jelas

Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.

d. Kontrak kerja harus sesuai dengan Undang-Undang

Kontrak kerja konstruksi merupakan sebuah perjanjian yang tidak dipungkiri lagi dan didalam suatu perjanjian pastilah memiliki syarat-syarat sah.

4. Subjek Perjanjian

Subjek perjanjian adalah pihak-pihak yang terkait dengan suatu perjanjian. KUHPerdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada, yaitu para pihak yang mengadakan perjanjian, ahli waris mereka dan pihak ketiga.8 Subjek perjanjian terdiri dan orang dan badan hukum, dan dalam perjanjian kontrak kerja konstruksi para pihak dibagi menjadi kreditur dan debitur. Kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu (prestasi) dan pihak debitur, dan debitur bekewajiban memenuhi sesuatu kepada pihak kredltur. Badan hukum dapat berbentuk firma (Fa), Persatuan komanditer (CV), Perseroan terbatas (PT), dan Badan Usaha Koperasi. Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak sebagai manusia. Dalam pembuatan perjanjian, jika badan hukum bertindak sebagai subjek hukum,

8Mariam Darus Badrulzaman, 1994,Aneka Hukum Bisnis,Alumni Bandung, Bandung,

(17)

maka harus diwakili oleh orang atau manusia. Dan manusia sebagai wakil itu harus bisa bertindak melakukan perbuatan hukum sesuai Pasal 1330 KUHPerdata.

5. Objek Perjanjian

Objek bukti adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum, dan yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi. Prestasi merupakan hal yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak. Prestasi adalah kewajiban salah satu pihak dan pihak lain berhak untuk menuntut hal itu. Dalam perjanjian, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perjanjian dan dalam melakukan perbuatan itu debitur harus mematuhi semua ketentuan dalam perjanjian, Debitur bertanggungjawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan perjanjaan.

6. Isi Perjanjian

(18)

Bertitik tolak dari rumusan pasal di atas terdapat beberapa elemen dari perjanjian yaitu:

a. Isi perjanjian itu sendiri; b. Kepatutan;

c. Kebiasaan; d. Undang-Undang.

Isi perjanjian adalah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua pihak mengenai hak dan kewajiban mereka di dalam perjanjian tersebut.9 Berdasarkan definisi terdapat unsur sebagai berikut:

a. Para pihak dalam perjanjian (subjek perjanjian); b. Apa yang dinyatakan secara tegas (objek perjanjian); c. Hak dan kewajiban dalam perjanjian.

7. Berakhirnya Perjanjian

Pasal 1381 KUHPerdata mengatur cara hapusnya suatu perikatan sebagai berikut : a. Pembayaran;

b. Penawaran pembayaran tunai dengan penyimpanan atau penitipan; c. Pembaharuan hutang;

d. Perjumpaan hutang dan kompensasi; e. Pencampuran hutang;

f. Pembebasan hutang;

g. Musnahnya barang yang terutang; h. Batal demi hukum atau dapat dibatalkan;

(19)

i. Berlakunya suatu syarat batal; j. Lewat waktu.

B. Kontrak Kerja

1. Pengertian Kontrak Kerja

Pasal 1 ayat 17 Keppres Nomor 80 tahun 2003 menyatakan bahwa kontrak adalah perikatan antara pengguna barang atau jasa dengan penyedia barang atau jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang atau jasa. Selain itu juga didalam Pasal 1601a KUHPerdata Kontrak Kerja harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Adanya pekerja dan pemberi kerja

Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki kedudukan yang tidak sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi kerja mempunyai kewenangan untuk memerintah pekerja, maka kontrak kerja diperlukan untuk menjabarkan syarat , hak dan kewajiban pekerja dan si pemberi kerja.

b. Pelaksanaan kerja

Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang ditetapkan di perjanjian kerja.

c. Waktu tertentu

Pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pemberi kerja.

(20)

Menurut Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1981, yang dimaksud upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut sutau persetujuan, atau peraturan perUndang-Undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

2. Substansi Kontrak Kerja

Di dalam kontrak kerja konstruksi terdapat beberapa substansi kontrak menurut Pasal 22 ayat 2, UU Nomor 18 Tahun 1999, yakni :

a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak;

b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan;

c. Masa pertanggungan dan atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa;

d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi;

(21)

f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi;

g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan;

h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan;

i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak;

j. Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak;

k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan;

l. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan

ketentuan tentang lingkungan.

C. Kontrak Kerja Konstruksi

(22)

dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Suatu kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai (i) para pihak; (ii) rumusan pekerjaan; (iii) masa pertanggungan dan atau pemeliharaan; (iv) tenaga ahli; (v) hak dan kewajiban para pihak; (vi) tata cara pembayaran; (vii) cidera janji; (viii) penyelesaian perselisihan; (ix) pemutusan kontrak kerja konstruksi; (x) keadaan memaksa (force majeure); (xi) kegagalan bangunan; (xii) perlindungan pekerja; (xiii) aspek lingkungan. Sehubungan dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.

(23)

untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan.

1. Perjanjian Kerja Konstruksi

Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian-perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara syah berlaku sebagaimana Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Mensikapi hal tersebut Mariam Darus Badrulzaman, menjelaskan bahwa dalam asas ini terkandung makna kebebasan untuk mengadakan perjanjian dengan siapa saja sepanjang tidak bertentangan dengan perUndang-Undangan yang berlaku di Indonesia.10

Lebih lanjut diterangkan secara definitif oleh R. Subekti bahwa perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.11 Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak mengenai harta benda yang menimbulkan hak dan kewajiban harus dipenuhi oleh kedua belah pihak yang membuatnya. Salah satu perjanjian yang sering terjadi dalam hukum perdata adalah perjanjian pemborongan dimana perjanjian atau kontrak pekerjaan tersebut atau biasa disebut sebagai kontrak kerja konstruksi harus memenuhi

10Mariam Daruz Badrulzaman, tanpa tahun,Hukum Perikatan dan Penjelasannya,Bandung

Alumni, Bandung, hlm 1.

(24)

kaidah-kaidah dasar perjanjian dan kewajiban dalam memenuhi kelayakan suatu perjanjian.

Perjanjian kerja konstruksi termasuk perjanjian yang mengandung resiko yang tinggi yaitu resiko keselamatan umum dan tertib bangunan, maka perjanjian kerja konstruksi ini dapat ditempatkan pada suatu perjanjian yang standar. Perjanjian standar terbentuk berdasarkan standar yang berlaku yang ditetapkan oleh Pemerintah c.q. Kementerian Pekerjaan Umum.

Selanjutnya pelaksanaan kontrak kerja antara antara para pihak harus memperhatikan berlakunya ketentuan perjanjian kerja kontruksi dalam melakukan pekerjaan, ketentuan dalam perjanjian tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-hak dan kewajiban pemborong, dan yang harus lebih diperhatikan lagi adalah dalam pembuatan kontrak kerja, mulainya kontrak kerja, pelaksanaan kontrak kerja dan berakhirnya kontrak kerja, yaitu fase setelah adanya pelulusan sampai dengan penyerahan pekerjaan.

Dalam hal perjanjian kerja konstruksi di atas dapat dikemukakan bahwa pihak yang satu menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yang lainnya untuk diserahkannya dalam suatu jangka waktu yang ditentukan, dengan menerima suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut.12 Dengan demikian perjanjian kerja konstruksi merupakan suatu bentuk perjanjian yang dibuat antara para pihak, yaitu pihak pemberi pekerjaan dan pihak kontraktor sehingga perjanjian tersebut juga berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka (Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata).

(25)

Hal tersebut sesuai dengan Asas Kebebasan Berkontrak, dimana para pihak bebas melakukan kontrak apapun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban umum. Kemudian ketentuan hukum dalam perjanjian kerja konstruksi, di dalam KUHPerdata, pada umumnya hanya ketentuan dalam bagian umum dari pengaturan tentang perjanjian, yaitu yang terdapat dalam Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata. Misalnya ketentuan tentang syarat sahnya perjanjian, penafsiran perjanjian, hapusnya perjanjian, dan sebagainya.

Namun ketentuan hukum secara keseluruhan yang menjadi dasar hukum perjanjian kerja konstruksi diatur dalam UU Nomor 18/1999 tentang Jasa Konstruksi, Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi (Pasal 1 ayat 5).

2. Pengertian Jasa Konstruksi

a. Jasa Konstruksi Secara Umum

(26)

Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan atau yang berteknologi tinggi dan atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk Perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan.

b. Pengikatan Suatu Pekerjaan Konstruksi

Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas, dan dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukkan langsung. Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa.

Badan-badan usaha yang dimilki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan. Berkenaan dengan tata cara pemilihan penyedia jasa ini, telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi jo. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PP 29/2000.

3. Pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi

(27)

perjanjian pekerjaan oleh salah satu pihak akibat dari salah satu pihak melakukan pelanggaran mendasar atas kontrak. Berdasarkan PP Nomor 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi memuat ketentuan pemutusan kontrak kerja konstruksi antara lain:

a. Bentuk pemutusan yang meliputi pemutusan yang disepakati para pihak atau pemutusan secara sepihak; dan

b. Hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai konsekuensi dari pemutusan kontrak kerja konstruksi.

D. Keadaan Memaksa

1. Pengertian Keadaan Memaksa

Pengertian keadaaan memaksa menurut R. Setiawan adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, di mana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak dapat menduga pada waktu perjanjian dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut.13

Adanya keadaan memaksa menimbulkan risiko, yaitu kewajiban memikul kerugian yang disebabkan suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak. Menurut Pasal 1237 KUHPerdata, bahwa "Dalam adanya perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu, maka barang itu semenjak perikatan terjadi adalah atas tanggung jawab si berhutang". Jika kontraktor tidak dapat memenuhi

(28)

kewajibannya itu bukan karena wanprestasi, tetapi karena keadaan yang menghalang-halangi pemenuhan perjanjian itu, maka Pasal 1245 KUHPerdata menentukan:

“Tiadalahbiaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila lantaran suatu kejadian tak sengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang

terlarang”.

Pasal 1245 KUHPerdata tersebut menunujukan bahwa adanya keadaan kahar atau keadaan memaksa. Keadaan memaksa ialah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan memaksa.

Keadaan memaksa memiliki dua teori, yaitu :14 1. Teori Objektif.

Menurut teori ini debitur baru bisa mengemukakan adanya keadaan memaksa kalau setiap orang dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaima mestinya). Di sini ketidak mungkinan berprestasi bersifat absolut, siapun tak bisa. Kalau setiap orang tak bisa, maka hal itu berarti ketidak mungkinan untuk memberikan prestasi di sini bersifat mutlak (permanen). Berdasarkan Pasal 1244 KUHPerdata yang menentukan:

“Jika barang tertentu yang menjadi bahan persetujuan, musnah , tidak lagi

dapat diperdagangkan, atau hilang , sedemikian hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar salahnya si berutang, dan sebelum ia lali

menyerahkannya”.

(29)

Dapat disimpulkan bahwa kalau ada keadaan yang absolut tidak memungkinkan orang untuk berprestasi, maka di sana ada keadaan yang dapat menjadi dasar untuk mengemukakan adanya keadaan yang memaksa. Didalam hal ini pihak PT Istaka Karya (Persero) bukan tidak bisa berprestasi.

2. Teori Subjektif.

Dalam teori ini yang menjadi patokan ialah subjek debitur, bukan debitur pada umumnya tetapi debitur tertentu dalam perikatan yang bersangkutan. Keadaan memaksa ada, kalau debitur yang bersangkutan telah berusaha dengan baik, tetapi tetap tidak dapat memenuhi kewajibannya.

2. Unsur-unsur keadaan memaksa

Ada tiga unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu :15 tidak memenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda obyek perikatan, ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, dan ada faktor penyebab yang tidak dapat diduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.

3. Dasar keadaan memaksa

Dasarnya dari keadaan memaksa ialah kesulitan memenuhi prestasi karena ada peristiwa yang menghalangi debitur untuk berbuat.16 Keadaan memaksa yang

15Mariam Darus Badrulzaman, 1994,Aneka Hukum Bisnis, Alumni Bandung, Bandung,

hlm.25

(30)

menghalangi pemenuhan prestasi haruslah mengenai prestasinya sendiri, karena kita tidak dapat mengatakan adanya keadaan memaksa jika keadaan itu terjadi kemudian. Keadaan yang menghalangi pemenuhan prestasi itu ada tidaknya hanya jika setiap orang sama sekali tidak mungkin memenuhi prestasinya bahkan debitur sendiri yang bersangkutan tidak mungkin atau sangat berat untuk memenuhi prestasi.

Penentuannya harus berdasarkan kepada masing-masing kasus. Debitur tidak harus menanggung risiko dalam keada memaksa maksudnya debitur baik berdasarkan Undang-Undang, perjanjian maupun menurut pandangan yang berlaku dalam masyarakat, tidak harus menanggung risiko. Selain itu karena keadaan memaksa, debitur tidak dapat menduga akan terjadinya peristiwa yang menghalangi pemenuhan prestasi pada waktu perjanjian dibuat.

Klausula keadaan memaksa biasa dicantumkan dalam pembuatan perjanjian atau kontrak dengan maksud melindungi pihak-pihak. Hal ini terjadi apabila terdapat bagian dari perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan karena sebab-sebab yang berada di luar kontrol para pihak dan tidak bisa dihindarkan dengan melakukan tindakan yang sewajarnya. Dalam pencantuman klausula keadaan memaksa biasanya terdapat penekanan kepada keadaan memaksa yang berada di luar kekuasaan para pihak.

(31)

kewajiban sesuai dengan kontrak. Keadaan memaksa menimbulkan berbagai akibat, yaitu :17

a. Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi;

b. Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi;

c. Risiko tidak beralih kepada debitur;

d. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.

Dalam hal ini kewajiban untuk melaksanakan kontra prestasi menjadi gugur. Jadi pada asasnya perikatan itu tetap ada, yang lenyap hanyalah daya kerjanya. Bahwa perikatan tetap ada, penting pada keadaan memaksa yang bersifat sementara. Perikatan itu kembali mempunyai daya kerja jika keadaa memaksa itu berhenti. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan keadaan memaksa ini adalah jika debitur dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa itu dengan jalan penangkisan (eksepsi), dan berdasarkan jabatan hakim tidak dapat menolak gugatan yang berdasarkan keadaan memaksa, yang berutang emmikul beban untuk membuktikan keadaan memaksa.

4. Bentuk-bentuk Keadaan Memaksa

Adakalanya bahwa sekalipun debitur tidak bersalah, ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi karena telah diperjanjikan. Perusahaan pengangkutan harus mengangkut barang ke tempat lain. Sekalipun pengangkut telah menggunakan tali yang cukup kuat, tali tersebut putus dan barangnya menjadi

17Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis,Alumni Bandung, Bandung,

(32)

rusak. Dalam hal ini memang tidak ada kesalahan pada debitur akan tetapi karena sifatnya perjanjian pengangkutan yang debiturnya harus memberi jaminan, maka debitur harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Adapun bentuk-bentuk keadaan memaksa terdir atas dua bagian, yaitu :18 a. Bentuk yang umum, yaitu :

1. keadaan iklim; 2. kehilangan; 3. pencurian

b. Bentuk yang khusus, yaitu :

1. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah

Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah adakalanya menimbulkan keadaan memaksa. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa prestasi tidak dapat dilakukan, akan tetapi prestasi itu tidak boleh dilakukan, akibat adanya Undang-Undang atau peraturan pemerintah tersebut.

2. Sumpah

Adanya sumpah terkadang menimbulkan keadaan memaksa, yaitu apabila seseorang yang harus berprestasi itu diharuskan atau dipaksa bersumpah untuk tidak melakukan prestasi.

3. Tingkah laku pihak ketiga

Tidak menutup kemungkinan jika pihak ketiga melakukan suatu tindakan yang dapat membatalkan sebuah perjanjian.

(33)

4. Pemogokan

Bentuk khusus dari keadaan memaksa ini adakalanya menimbulkan keadaan memaksa dan adakalanya tidak. Pembuktian keadaa memaksa, debitur dapat mengemukakan keadaan memaksa sebagaimana tersebut diatas, dan harus terpenuhinya 3 (tiga) syarat, yaitu :19

a. Ia harus membuktikan bahwa ia tidak bersalah; b. Ia tidak dapat memenuhi kewajibannya secara lain;

c. Ia tidak mau menanggung risiko baik menurut ketentuan Undang-Undang maupun ketentuan perjanjian atau karena ajaran itikad baik harus menanggung risiko.

(34)

E. Kerangka Pikir

Perjanjian Kerja Konstruksi antara PT Istaka Karya dan

Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung

Syarat-syarat dan Prosedur

Hak dan Kewajiban kedua pihak

Keadaan memaksa dan cara penyelesaiannya

(35)

Keterangan :

(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif terapan, yaitu penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasi, maka penelitian hukum

normatif sering juga disebut “penelitian hukum dogmatik” atau “penelitian hukum

teoritis”.1

B. Tipe Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian adalah tipe deskriptif, yaitu mendeskripsikan secara jelas, rinci dan sistematis tentang analisis perjanjian antara PT Istaka Karya dan Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung.

1Abdulkadir Muhammad, 2004,Hukum dan Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti.

(37)

C. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif empiris yaitu pendekatan yang berdasarkan pada ilmu tentang kaedah yang membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan rumusan kaedah hukum. Sehingga berpedoman pada studi pustaka. Sumber studi pustaka yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, perjanjian kontrak kerja konstruksi, KUHPerdata, buku-buku dan literatur-literatur serta sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan kontrak kerja dan jasa konstruksi. Dan juga menggunakan data-data yang diperoleh pada saat melakukan penelitian pada Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung.

D. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif empiris, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder dibedakan antara bahan hukum :2

a. Yang berasal dari hukum, yaitu perundangan-undangan, dokumen hukum, putusan pengadilan, laporan hukum dan catatan hukum.

b. Yang berasal dari ilmu pengetahuan hukum, yaitu ajaran atau doktrin hukum, teori hukum, pendapat hukum, ulasan hukum.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang meliputi :

1. Bahan Hukum Primer terdiri dari bahan hukum kepustakaan, literatur-literatur ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai kontrak kerja konstruksi serta

(38)

sumber tertulis lainnya seperti makalah, buku-buku, tulisan, pamflet, dan lain-lain.

2. Bahan Hukum Sekunder terdiri dari : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

b. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi;

d. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau jasa Pemerintah yang mengatur mengenai pengadaan Barang atau jasa di lingkungan pemerintah; e. Perjanjian Kontrak Kerja Konstruksi antara PT Istaka Karya Persero dan

Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung;

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam metode pengumpulan data pada umumnya dikenal tiga jenis alat atau cara yaitu studi dokumen atau studi pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.3 Metode pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah studi pustaka, pengamatan dan wawancara atau interview sebagai penunjang bahan pustaka.

3 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

(39)

1. Studi Kepustakaan

Studi ini dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap peraturan perUndang-Undangan, buku-buku, literatur-literatur, dan karya ilmiah lainnya. Teknis yang digunakan adalah mengumpulkan, mengidentifikasikan, lalu membaca untuk mencari dan memahami data yang diperlukan kemudian dilakukan pencatatan atau pengutipan.

2. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan melihat kontrak kerja konstruksi antara PT Istaka Karya Persero dengan Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan.

3. Metode Wawancara

Metode wawancara dilakukan untuk mendapat tambahan informasi serta mencari kesesuaian informasi data yang diperoleh penulis. Wawancara akan dilakukan pada Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung yaitu Bapak Aulia Azis selaku ketua Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung.

Data yang telah terkumpul kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut,4 yaitu:

1. Pemeriksaan data (editing)yaitu memeriksa atau mengoreksi kelengkapan dan kebenaran data yang sudah terkumpul dan sudah sesuai (relevan) dengan permasalahan;

(40)

2. Klasifikasi data (classification) yaitu menggolongkan data secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan; dan

3. Sistematis data (systematizing) yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

F. Metode Analisis

Dalam penelitian hukum ini analisis data dapat diperoleh dengan dua macam cara yaitu analisa secara kualitatif dan analisa kuantitatif.5 Analisa kualitatif yaitu menguraikan data ke dalam bentuk kalimat yang disusun secara terperinci, sistematis, dan analitis. Sedangkan analisa kuantitatif yaitu menguraikan data dalam bentuk kalimat, tabel-tabel, dan angka-angka.

(41)

Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Didalam perjanjian antara PT Istaka Karya (Persero) dengan Pejabat Pembuat Komitmen mempunyai 2 (dua) syarat, yaitu syarat umum berdasarkan KUHPerdata dan syarat khusus berdasarkan Kepres Nomor 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa. Kedua syarat tersebut telah dipenuhi oleh kedua pihak sehingga tidak ada permasalahan dalam syarat-syarat pembuatan kontrak kerja. Prosedur untuk pengerjaan tender juga sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 11 Keppres nomor 80 tahun 20003, mulai dari persiapan tender, proses tender, pemenangan tender hingga tahapan pengerjaan proyek.

(42)

pembayaran atas pekerjaannya yang merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pejabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung.

(43)

Oleh :

RICKY DARMAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

pada

Bagian Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(44)

(Skripsi)

Oleh

RICKY DARMAWAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(45)

ABSTRAK JUDUL DALAM HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTTO SANWACANA DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 4

1. Permasalahan ... 4

2. Ruang Lingkup ... 4

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan ... 5

1. Kegunaan Teoritis ... 5

2. Kegunaan Praktis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya ... 6

1. Pengertian Perjanjian... 6

2. Asas-asas Perjanjian ... 9

3. Syarat sah dari Perjanjian ... 10

4. Subjek Perjanjian ... 14

5. Objek Perjanjian ... 15

6. Isi Perjanjian ... 15

7. Berakhirnya Perjanjian ... 16

B. Kontrak Kerja ... 17

1. Pengertian Kontrak Kerja ... 17

2. Substansi Kontrak Kerja ... 18

C. Kontrak Kerja Konstruksi ... 19

(46)

3. Pemutusan Kontrak Kerja Konstruksi ... 24

D. Keadaan Memaksa... 25

1. Pengertian Keadaan Memaksa... 25

2. Unsur-unsur Keadaan Memaksa... 27

3. Dasar Keadaan Memaksa ... 27

4. Bentuk-bentuk Keadaan Memaksa ... 29

E. Kerangka Pikir... 32

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Tipe Penelitian... 34

C. Pendekatan Masalah ... 35

D. Data dan Sumber Data... 35

E. Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 36

F. Metode Analisis ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Syarat dan Prosedur Perjanjian Antara PT Istaka Karya (Persero) Dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung... 39

1. Syarat Perjanjian Antara PT Istaka Karya (Persero) Dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung……… 39

2. Prosedur Perjanjian Kontrak Kerja Konstruksi Antara PT Istaka Karya (Persero) Dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung ……… 45

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 47

C. Keadaan Memaksa dan Cara Penyelesaiannya... 54

1. Keadaan Memaksa yang terjadi... 54

2. Cara Penyelesaian Keadaan Memaksa ... 55

V. KESIMPULAN Kesimpulan ... 57 DAFTAR PUSTAKA

(47)

A. Buku-buku :

Darus Badrulzaman, Mariam. 1994. Aneka Hukum Bisnis. Alumni Bandung. Bandung.

______________________. Tanpa Tahun. KUHPerdata Buku III. Hukum Perikatan dan Penjelasannya.Alumni Bandung. Bandung.

G. Kartasapoetra. dkk. 1995. Pokok-Pokok Hukum Perburuhan. Armico. Bandung.

____________. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding

(MoU). Sinar Grafika. Jakarta.

Soepomo, Imam.______ Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Djambatan. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

_____________________. 2000.Hukum Perjanjian. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

_____________________. 2000.Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Pramono, Nindya. 2003.Hukum Komersil. Pusat Penerbitan UT. Jakarta.

Setiawan, R. 1999.Pokok-Pokok Hukum Perjanjian.Putra Abadin. Jakarta. Salim HS. 2003.Hukum Kontrak. Sinar Grafika. Jakarta

__________. 2005. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta.

(48)

Subekti. 1985.Hukum Perjanjian.Intermasa. Jakarta.

____________. 1989.Aneka Perjanjian.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. ____________. 1990.Hukum Perjanjian.PT. Internusa. Jakarta.

____________. 1998. Pokok-pokok Hukum Perdata. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

___________.2005.Pokok-Pokok Hukum Perdata.Intermasa. Jakarta.

___________. 2005. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pradnya Paramita. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1984.Pengantar Penelitian Hukum.Universitas Indonesia Press. Jakarta

Anonim. 2008. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung

B. Peraturan PerUndang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Tentang perlindungan upah

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

C. Website

(49)

http://dc431.4shared.com/doc/IeFzXpAU/preview.html diakses pada tanggal 8 April 2012 pukul 18.32 Wib

(50)

Nama Mahasiswa : RICKY DARMAWAN No. Pokok Mahasiswa : 0812011268

Bagian : Hukum Perdata Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Hj. Rosida, S.H. Kasmawati,S.H.,M.Hum.

NIP 19500109 1978032000 NIP 197607052009122001

2. Ketua Bagian Hukum Perdata

(51)

1. Tim Penguji

Ketua : Hj. Rosida, S.H. ...

Sekretaris/Anggota: Kasmawati, S.H., M.Hum. ...

Penguji

Bukan Pembimbing: Hj. Marindowati, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP 196211091987031003

(52)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung tanggal 28 Februari 1990, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Yoesron Effendi dan Ibu Juwita Novi Sari.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2002 di SDN 4 Sukawaja, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. SMAN 10 Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dan pada tahun 2011, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi baik diluar maupun didalam kampus. Penulis mengikuti Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam, Persikusi, BEM Fakultas Hukum, HIMA Perdata dan dipercaya menjadi Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum periode 2011/2012.

(53)

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Kupersembahkan skripsi ini kepada :

Kedua orang tuaku Tersayang Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan cinta, kasih sayang, kebahagiaan, doa, motivasi, semangat serta pengorbanannya

(54)

Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka, namun terkadang

kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama

hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka.

(Alexander Graham Bell)

Dan sempurnakanlah perjanjian dengan Allah dan dengan

manusia, sesungguhnya perjanjian itu akan ditanya

(Al-isra :34)

Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang

dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu

yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan

(55)

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan Semesta Alam yang mengadakan dan meniadakan segala sesuatunya di muka bumi ini, serta Shalawat serta Salam selalu tercurahkan kepada Rasullullah Muhammad SAW. Nabi akhir zaman beserta para sahabatnya.

Alhamdulillah atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis Perjanjian Kontrak Antara PT Istaka Karya (Persero) dengan Perjabat Pembuat Komitmen Provinsi Lampung”. Adapun Maksud penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih terdapat kekurangan baik dari segi substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu, berbagai saran, koreksi serta kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

(56)

Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. Ketua Jurusan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Hj. Rosida,S.H. Pembimbing 1 yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bantuan moril, saran serta kritik yang membangun di dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Kasmawati S.H., M.Hum. Pembimbing 2 yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktunya dan mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan saran serta kritik yang membangun di dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Hj. Marindowati, S.H., M.H. Pembahas 1 yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

6. Bapak Dita Febrianto, S.H., M.H. Pembahas 2 yang telah memberikan kritik, saran serta masukan yang membangun terhadap skripsi ini.

7. Bapak Sunaryo, S.H, M.Hum. Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung. 8. Bapak Hi. Sudirman Mechsan, S.H.,M.Hum Selaku Pembantu Dekan III yang

(57)

tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan terhadap Penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Unila.

10. Andika Novanda,S.IP., M. Irham HS, S.E. , Ipda Reynaldi Guzel,S.IK. dan Oldsan Bayu Pradipta, S.H. , sahabat-sahabat yang telah memberi semangat dan doa serta bantuan baik secara moril maupun materil, terimakasih atas persahabatan selama ini.

11. Kakanda-kakanda serta adinda-adinda Komisariat Hukum Unila yang telah memberi semangat dan doa serta bantuan baik secara moril maupun materil. 12. Sahabat-sahabat Persikusi, BEM FH, DPM FH serta HIMA Perdata saya

ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

13. Seluruh teman-teman Fakultas Hukum angkatan 2008 yang tidak bisa diucapkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.

14. Aak, Tatak, Kakak-kakak iparku, Adik-adik, serta ponakan saya ucapkan terima kasih banyak atas kasih sayangnya selama ini.

Semoga Allah SWT, menerima dan membalas semua kebaikan yang kita perbuat. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Amin

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian intensitas komunikasi orang tua dan anak dalam memotivasi belajar di Desa Pucakwangi Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati diketahui

Jika bayi tidak menangis warna ulit bayi biru, denyut jantung kurang 100 kali/menit maka lakukan ventilasi tekanan positif.. Bila pertautan baik dan dinding dada bayi

menekankan kepada praktik agar.. siswa lebih paham, 3) sering memberikan latihan kepada siswa untuk membaca memindai, dan 4) memberikan banyak contoh wacana

Dari semua ordo dalam kelas Polypodiophyta, ordo Polypodiales mempunyai bentuk dan susunan sori yang sangat beragam seperti berbentuk garis pada tepi daun,

Selain aturan mengenai jarak waktu kuliah yang bisa digunakan, aturan-aturan lain yang juga harus dipenuhi adalah tidak ada dosen yang mengajar lebih dari satu kelas pada hari dan

Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi Gangguan pada faktor pembekuan darah (trombosit) adalah Pendarahan yang terjadi

Namun setelah berakhirnya program GTZ, implementasi SIMPUS di kota Banda Aceh mengalami beberapa kendala seperti tidak adanya tenaga teknis khusus baik dari dinas maupun

Dengan demikian berdasarkan gambar dan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap PT yang didalamnya terdapat modal asing, baik karena pengambilan saham pada saat