KARAKTERISASI SENYAWA ISOPRENOID SEBAGAI
SENYAWA OBAT ALAMI PADA MANGROVE SEJATI
MINOR NON-SEKRESI Excoecaria agallocha L. DI HUTAN
MANGROVE SUMATERA UTARA
HASBI NURAINUN 081202001
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
KARAKTERISASI SENYAWA ISOPRENOID SEBAGAI
SENYAWA OBAT ALAMI PADA MANGROVE SEJATI
MINOR NON-SEKRESI Excoecaria agallocha L. DI HUTAN
MANGROVE SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
HASBI NURAINUN 081202001
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
KARAKTERISASI SENYAWA ISOPRENOID SEBAGAI
SENYAWA OBAT ALAMI PADA MANGROVE SEJATI
MINOR NON-SEKRESI Excoecaria agallocha L. DI HUTAN
MANGROVE SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Oleh:
HASBI NURAINUN 081202001/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Spesies Mangrove Sejati Minor Non – Sekresi Jenis
Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara.
Nama : Hasbi Nurainun
NIM : 0812012001
Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Mohammad Basyuni S.Hut, M. Si, Ph.D Dr.Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si
NIP. 19730421 200012 1 001 NIP. 19670821 199301 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Kehutanan
NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph. D
ABSTRAK
HASBI NURAINUN : Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Mangrove Sejati Minor Non-Sekresi Excoecaria agallocha L. Di Hutan
Mangrove Sumatera Utara, dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan
LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Mangrove Sejati Minor Non-Sekresi Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi senyawa isoprenoid dan kandungan lipid pada mangrove jenis non-sekresi buta-buta (Excoecaria agallocha L.) Pengambilan sampel berasal dari daun dan akar pada tingkat pohon mangrove jenis non-sekresi E. agallocha L. Hasil penelitian menunjukkan komposisi NSL dari E. agallocha L. yaitu Squalen, Campesterol, Stigmasterol, β- Sitiosterol, Cycloarterol, Taraxerol, β-Amyrin, Germanicol, Lupenone, Betulin, Lupeol, dan α- amyrin. Komposisi NSL terbanyak terdapat pada bagian akar mangrove jenis E. agallocha L. yaitu 12. Stigmasterol merupakan bagian dari fitosterol dari hasil penelitian ini memiliki konten tertinggi pada akar 13,2 % dapat dimanfaatkan sebagai senyawa obat alami. Namun, terdapat senyawa lain (Phytol) yang justru memiliki content tertinggi yaitu 74,5 %. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang komposisi keanekaragaman triterpenoid dan fitosterol pada mangrove Sumatera Utara jenis E. agallocha L. sebagai senyawa obat alami dan input lipid.
ABSTRACT
HASBI NURAINUN: Characterization of isoprenoid compounds For Natural Products On True Mangrove Minor Non-secretion Excoecaria agallocha L. Mangrove Forest in North Sumatra, guided by MOHAMMAD BASYUNI and Lollie AGUSTINA P. PUTRI.
Characterization of isoprenoid compounds For Natural Products On True Mangrove Minor Non-secretion Excoecaria agallocha L. Mangrove Forest in North Sumatra. This study aims to determine the characterization of isoprenoid compounds and lipid content of the mangrove type of non-blind-blind secretion (Excoecaria agallocha L.) The sample comes from the leaves and roots of mangrove trees at a rate of secretion of the type of non-E. Agallocha L. The results showed the composition NSL of E. agallocha L. ie Squalen, campesterol, stigmasterol, β-Sitiosterol, Cycloarterol, Taraxerol, β-Amyrin, Germanicol, Lupenone, Betulin, Lupeol, and α-amyrin. NSL composition ever found on the roots of mangrove type E. Agallocha L. is 12. Stigmasterol is part of phytosterol from the study has the highest content of 13.2% at the root can be used as a natural medicine compounds, but there are other compounds that actually has the highest content of 74,5 %. This research can provide information about the diversity of triterpenoid and phytosterol composition in North Sumatra mangrove type E. Agallocha L. as a natural drug compounds and lipid input.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cikampak 28 Oktober 1989 dari pasangan Bapak
Sukendar dan Ibu Lestari. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara.
Lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 118236 Cikampak pada tahun 2002,
pada tahun 2005 lulus SMP Swasta Budaya Cikampak, dan lulus pada tahun 2008
dari SMA Negeri 1 Torgamba. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi
mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur
undangan Penerimaan Mahasiswa Prestasi memilih jurusan Budidaya Hutan,
Program Studi Kehutanan.
Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) Selama
mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Hama dan
Penyakit Hutan tahun 2012. di Hutan Dataran Tinggi Gunung Sinabung dan TWA
Deleng Lancuk Kabupaten Karo tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di Taman Nasional Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
ABSTRAK
HASBI NURAINUN : Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Mangrove Sejati Minor Non-Sekresi Excoecaria agallocha L. Di Hutan
Mangrove Sumatera Utara, dibimbing oleh MOHAMMAD BASYUNI dan
LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Karakterisasi Senyawa Isoprenoid Sebagai Produk Alami Pada Mangrove Sejati Minor Non-Sekresi Excoecaria agallocha L. Di Hutan Mangrove Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi senyawa isoprenoid dan kandungan lipid pada mangrove jenis non-sekresi buta-buta (Excoecaria agallocha L.) Pengambilan sampel berasal dari daun dan akar pada tingkat pohon mangrove jenis non-sekresi E. agallocha L. Hasil penelitian menunjukkan komposisi NSL dari E. agallocha L. yaitu Squalen, Campesterol, Stigmasterol, β- Sitiosterol, Cycloarterol, Taraxerol, β-Amyrin, Germanicol, Lupenone, Betulin, Lupeol, dan α- amyrin. Komposisi NSL terbanyak terdapat pada bagian akar mangrove jenis E. agallocha L. yaitu 12. Stigmasterol merupakan bagian dari fitosterol dari hasil penelitian ini memiliki konten tertinggi pada akar 13,2 % dapat dimanfaatkan sebagai senyawa obat alami. Namun, terdapat senyawa lain (Phytol) yang justru memiliki content tertinggi yaitu 74,5 %. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang komposisi keanekaragaman triterpenoid dan fitosterol pada mangrove Sumatera Utara jenis E. agallocha L. sebagai senyawa obat alami dan input lipid.
ABSTRACT
HASBI NURAINUN: Characterization of isoprenoid compounds For Natural Products On True Mangrove Minor Non-secretion Excoecaria agallocha L. Mangrove Forest in North Sumatra, guided by MOHAMMAD BASYUNI and Lollie AGUSTINA P. PUTRI.
Characterization of isoprenoid compounds For Natural Products On True Mangrove Minor Non-secretion Excoecaria agallocha L. Mangrove Forest in North Sumatra. This study aims to determine the characterization of isoprenoid compounds and lipid content of the mangrove type of non-blind-blind secretion (Excoecaria agallocha L.) The sample comes from the leaves and roots of mangrove trees at a rate of secretion of the type of non-E. Agallocha L. The results showed the composition NSL of E. agallocha L. ie Squalen, campesterol, stigmasterol, β-Sitiosterol, Cycloarterol, Taraxerol, β-Amyrin, Germanicol, Lupenone, Betulin, Lupeol, and α-amyrin. NSL composition ever found on the roots of mangrove type E. Agallocha L. is 12. Stigmasterol is part of phytosterol from the study has the highest content of 13.2% at the root can be used as a natural medicine compounds, but there are other compounds that actually has the highest content of 74,5 %. This research can provide information about the diversity of triterpenoid and phytosterol composition in North Sumatra mangrove type E. Agallocha L. as a natural drug compounds and lipid input.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cikampak 28 Oktober 1989 dari pasangan Bapak
Sukendar dan Ibu Lestari. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara.
Lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 118236 Cikampak pada tahun 2002,
pada tahun 2005 lulus SMP Swasta Budaya Cikampak, dan lulus pada tahun 2008
dari SMA Negeri 1 Torgamba. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi
mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur
undangan Penerimaan Mahasiswa Prestasi memilih jurusan Budidaya Hutan,
Program Studi Kehutanan.
Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PEH) Selama
mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Hama dan
Penyakit Hutan tahun 2012. di Hutan Dataran Tinggi Gunung Sinabung dan TWA
Deleng Lancuk Kabupaten Karo tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di Taman Nasional Sebangau, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh diantara daratan dan
lautan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman mangrove telah lama dikenal
sebagai sumber senyawa fitokimia atau senyawa biologis aktif
(Bandaranayake, 2002). Senyawa triterpenoid dan fitosterol (isoprenoid) secara
luas terdistribusi di hutan mangrove (Koch et al, 2003; Basyuni et al, 2007).
Karena berbagai aktivitas biologisnya, isoprenoid dianggap memiliki potensi yang
penting sebagai sumber alam untuk senyawa obat (Sparg et al, 2004) dan tanaman
mangrove telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati
penyakit (Bandaranayake, 1998).
Mangrove merupakan tumbuhan yang hidup antara laut dan darat, ada
yang berbentuk pohon ada pula yang berbentuk semak, pada waktu pasang
akar-akarnya tergenang oleh air garam tetapi pada waktu air surut akar-akar itu nampak.
Tumbuhan ini banyak ditemukan pada daerah pantai yang terlindung, terjadi antara
rata-rata permukaan laut terendah dan rata-rata tinggi air pasang dalam garis
pasang surut, muara dan di beberapa terumbu karang yang telah mati
(Soeroyo, 1992)
Sejumlah aktivitas biologis dari tanaman bakau telah dilaporkan untuk
senyawa triterpenoid (Kokpol dan Chavasiri, 1990; Williams, 1999). Saponin
triterpenoid yang diisolasi dari akar Acanthus illicifolius menunjukkan aktivitas
anti-leukemia (Kokpol dan Chittawong, 1986). Ekstrak Rhizophora apiculata di
telah diidentifikasi sebagai triterpenoid (Kokpol dan Chavasiri, 1990). Hasil studi
ini menunjukkan bahwa spesies pohon mangrove dapat menjadi sumber potensial
dari senyawa obat alami, yang dapat membuka kemungkinan lain pemanfaatan
hutan mangrove.
Selain itu, telah ditemukan bahwa tanaman mangrove menghasilkan
metabolit sekunder dalam merespon berbagai faktor eksternal
(Parida and Das, 2005). Jadi lipid pada membran sel dapat memainkan peran
penting dalam adaptasi tanaman terhadap tekanan lingkungan. Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa triterpenoid memainkan peran penting untuk
melindungi mangrove dari cekaman garam (Oku et al., 2003; Basyuni et al.,
2007a, 2009, 2011). Meskipun demikian, sedikit studi yang difokuskan pada
komposisi triterpenoid dan fitosterol sebagai sumber potensial senyawa obat alami
dari hutan mangrove, terutama dari hutan mangrove Indonesia. Oleh karena itu
penelitian ini diarahkan pada isolasi dan karakterisasi keanekaragaman isoprenoid
di tanaman mangrove jenis sejati minor Excoecaria agallocha L.
di Sumatera Utara.
D. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Isolasi dan karakterisasi keanekaragaman isoprenoid dari tanaman
mangrove jenis sejati minor E. agallocha L., di Sumatera Utara.
2. Untuk mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang peranan
isoprenoid di hutan mangrove dalam potensinya sebagai sumber senyawa
E. Luaran Yang Diharapkan
Adapun luaran yang diharapkan adalah:
1. Senyawa baru dari tanaman mangrove jenis sejati minor
Excoecaria agallocha L., di Sumatera Utara sebagai sumber senyawa
fitokimia.
2. Keanekaragaman isoprenoid dari tanaman mangrove sejati minor
Excoecaria agallocha L.
F. Kegunaan
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Pengembangan tanaman mangrove sebagai sumber senyawa bahan alami.
2. Munculnya triterpenoid sebagai senyawa baru dari tanaman mangrove yang
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan mangrove dan karakeristiknya
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 21% dari luas
total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua (Spalding et al, 2010).
Mangrove adalah tumbuhan berkayu yang hidup diantara daratan dan lautan
daerah pasang surut, kondisi tanah berlumpur dan salinitas tinggi di daerah tropis
dan subtropis (Kathiresan and Bingham, 2001).
Hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara komponen darat dan
laut. Mangrove tersebut mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai
yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu
perairan. Ditinjau dari segi potensinya maka dapat dibedakan menjadi 2 aspek
yaitu ekologis dan ekonomis.Dalam potensial ekologis maka mangrove berperan
dalam kemampuan mendukung eksistensi lingkungan fisik dan lingkungan biota.
Sedang potensi ekonomi ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menyediakan
produk dari hutan mangrove yang secara ekonomis potensial dapat langsung
diambil adalah hasil hutan dan produksi perikanan mangrove (Soeroyo, 1992).
Mangrove adalah salah satu ekosistem yang paling produktif di bumi, dan
jatuhnya serasah mangrove adalah sumber yang paling penting bagi karbon
organik pada siklus biogeokimia dalam ekosistem mangrove
(Wafar et al, 1997; Clough et al, 2000) dan indikator yang berharga bagi
produktivitas mangrove (Clough, 1998). Karena produktivitas yang tinggi, terjadi
bakau adalah bagian penting untuk daur ulang biogeokimia karbon dan elemen
yang terkait di sepanjang wilayah pesisir tropis.
Hutan mangrove atau yang biasa disebut hutan bakau, walaupun
penyebutan hutan bakau itu tidak pas sebenarnya karena bakau hanya merupakan
salah satu dari jenis mangrove itu sendiri yaitu jenis Rhizopora spp. Hutan
mangrove merupakan tipe hutan yang khas dan tumbuh disepanjang pantai atau
muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak
dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah
yang landai di daerah tropis dan sub tropis (FAO, 2007).
Selanjutnya Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi tiga
kelompok, yakni : (1) Flora mangrove mayor (flora mangrove sejati), yakni flora
yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan
membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas,
secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan
viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis
dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora,
Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
(2) Flora mangrove sejati minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu
membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan
dalam struktur komunitas, contohnya Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera,
Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis,
Osbornia dan Pelliciera. (3) Mangrove asosiasi, contohnya adalah Cerbera,
Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat
Sebagian besar bagian dari tumbuhan mangrove bermanfaat sebagai bahan
obat . Ekstrak dan bahan mentah dari mangrove telah banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat pesisir untuk keperluan obat-obatan alamiah. Campuran senyawa
kimia bahan alam oleh para ahli kimia dikenal sebagai pharmacopoeia. Sejumlah
tumbuhan mangrove dan tumbuhan asosiasinya digunakan pula sebagai bahan
tradisional insektisida dan pestisida (Purnobasuki, 2004).
Mangrove kaya akan senyawa steroid, saponin, flavonoid dan tannin.
Penggunaan saponin sebagai deterjen alam dan racun ikan telah dikenal oleh
masyarakat tradisional (Correl, et al. 1955). Manfaat lain dari saponin adalah
sebagai spermisida (obat kontrasepsi laki-laki); antimikrobia, anti peradangan, dan
aktivitas sitotoksik (Mahato et al., 1988). Salah satu tumbuhan mangrove
penghasil saponin steroid dan sapogenin adalah Avicennia officinalis yang banyak
tumbuh di pesisir Indonesia (Purnobasuki, 2004).
Untuk kepentingan analgesik (pembiusan), senyawa dari
Acanthus illicifolius, Avicennia marina, dan Excoecarcia agallhocha mempunyai
khasiat bius namun efektivitasnya masih sedikit di bawah khasiat morfin.
Di Thailand dan pulau Jawa, daun dan akar dari Pluchea indica (nama daerah:
beluntas) dilaporkan berkhasiat astringent dan antipiretik dan juga sebagai obat
penurun panas. Daun segarnya digunakan sebagai obat borok dan bisul. Rokok
yang terbuat dari kulit batangnya dimanfaatkan sebagai pengurang sakit sinusitis.
Di Indo-China, daun dan tunas muda yang ditumbuk dan dicampur alkohol
Terdapat kandungan alkaloid, saponin, glikosida dalam jumlah yang cukup
tinggi dalam semua jaringan tumbuhan tersebut. Tannin terdapat pada daun, biji
(buah ) ,dan kulit biji, serta jumlah yang rendah di batang, getah dan akar.
Flavonoid terdapat dalam jumlah besar di kulit biji, kulit batang dan biji (buah),
batang dan akar. Meskipun demikian, flavonoid terdapat dalam jumlah yang lebih
kecil pada daun dan getah. Triterpenoid terdapat pada semua jaringan tanaman
tersebut. Dapat disimpulkan bahwa daun berpotensi sebagai pakan, sedang biji
(buah) berpotensi sebagai bahan pangan bagi manusia (Wibowo, dkk, 2009).
Seluruh bagian tanaman memiliki kandungan alkaloid, saponin, dan
glikosida yang cukup tinggi. Kandungan tannin terdapat pada daun, biji dan kulit
serta sedikit pada batang, getah dan akar. Flavonoid banyak terdapat pada kulit,
biji, batang dan akar. Tetapi flavonoid pada daun dan getah berada dalam jumlah
yang sedikit. Triterpenoid terdapat pada semua bagian, terutama pada daun dan
akar. Dilain pihak, seluruh bagian tanaman tidak mengandung steroid
(Wibowo, dkk, 2009).
Senyawa aktif yang ditemukan pada daun Api – api adalah 1,2 propadiene,
naftalen, dimetiletrametil suksinat, lucidol, isofilokladen, dan nafto yang
umumnya bersifat toksik pada dosis tertentu serta memiliki sifat antibiotic dan
anti serangga. Senyawa aktif pada berbagai jaringan tanaman Api – api yaitu
alkaloid, flavonoid, tannin, dan saponin merupakan senyawa potensial yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku industry obat-obatan. Karena itu jaringan
tanaman Api – api berpotensi sebagai antibiotic untuk membantu
Taksonomi dan Morfologi Excoecaria agallocha L.
Mangrove minor jenis Excoecaria agallocha L. pohon merangas kecil
dengan ketinggian mencapai 15 meter. Kulit kayu berwarna abu-abu, halus, tetapi
memiliki bintil. Akar menjalar di sepanjang permukaan tanah, seringkali
berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel. Batang, dahan dan daun memiliki getah
(warna putih dan lengket) yang dapat mengganggu kulit dan mata.
Buta-buta (Excoecaria agallocha L.) mempunyai taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Excoecaria
Spesies : Excoecaria agallocha L.
Daun: Hijau tua dan akan berubah menjadi merah bata sebelum rontok,
pinggiran bergerigi halus, ada 2 kelenjar pada pangkal daun. Unit & Letak:
sederhana, bersilangan. Bentuk: elips. Ujung: meruncing. Ukuran: 6,5-10,5 x
3,5-5 cm. Memiliki bunga jantan atau betina saja, tidak pernah keduanya. Bunga
jantan (tanpa gagang) lebih kecil dari betina, dan menyebar di sepanjang tandan.
Tandan bunga jantan berbau, tersebar, berwarna hijau dan panjangnya mencapai
11 cm. Letak: di ketiak daun. Formasi: bulir. Daun mahkota: hijau & putih.
Kelopak bunga: hijau kekuningan. Benang sari: 3; kuning. Perbungaan terjadi
sepanjang tahun. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, khususnya lebah. Hal ini
nektar yang memproduksi kelenjar pada ujung pinak daun di bawah bunga.
Bentuk seperti bola dengan 3 tonjolan, warna hijau, permukaan seperti kulit, berisi
biji berwarna coklat tua. Ukuran: diameter 5-7 mm.
Tumbuhan ini sepanjang tahun memerlukan masukan air tawar dalam
jumlah besar. Umumnya ditemukan pada bagian pinggir mangrove di bagian
daratan, atau kadang-kadang di atas batas air pasang. Jenis ini juga ditemukan
tumbuh di sepanjang pinggiran danau asin (90% air laut) di pulau vulkanis
Satonda, sebelah utara Sumbawa. Mereka umum ditemukan sebagai jenis yang
tumbuh kemudian pada beberapa hutan yang telah ditebang, misalnya di Suaka
Margasatwa. Karang-Gading Langkat Timur Laut, dekat Medan, Sumatera Utara.
Tumbuh di sebagian besar wilayah Asia Tropis, termasuk di Indonesia, dan
di Australia. Akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi dan
pembengkakan. Kayu digunakan untuk bahan ukiran. Kayu tidak bisa digunakan
sebagai kayu bakar karena bau wanginya tidak sedap bagi masakan. Kayu dapat
digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang bermutu baik. Getah digunakan
untuk membunuh ikan. Kayunya kadang-kadang dijual karena wanginya, akan
tetapi wanginya akan hilang beberapa tahun kemudian. Getah putihnya beracun
dan dapat menyebabkan kebutaan sementara, sesuai dengan namanya, yaitu
buta-buta. (Gaharuku, 2012).
Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove Cahaya
Cahaya merupakan satu faktor yang penting dalam proses
fotosintesisdalam melakukan pertumbuhan tumbuhan hijau. Umumnya tumbuhan
Suhu
Suhu penting dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi.
Pada Rhizophora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp., dan Lumnitzera spp., laju
tertinggi produksi daun baru adalah pada suhu 26-28 ºC, untuk bruguiera spp
adalah 27ºC dan Avicennia marina memproduksi daun baru pada suhu 18-20 ºC
(Hutchings dan Saenger, 1987).
Tanah
Jenis tanah yang mendominasi kawasan mangrove biasanya adalah fraksi
lempeng berdebu, akibat rapatnya bentuk perakaran-perakaran yang ada. Nilai pH
tanah dikawasan mangrove berbeda-beda, tergantung pada tingkat kerapatan
vegetasi yang tumbuh dikawasan tersebut. Jika kerapatan rendah, tanah akan
mempunyai nilai pH yang tinggi (Noor et al., 2006). Tanahnya selalu basah,
mengandung garam, mempunyai sedikit oksigen dan kaya akan bahan organik.
Biasanya tanah mangrove kurang membentuk lumpur berlempung dan warnanya
bervariasi dari abu-abu muda sampai hitam (Soeroyo, 1993).
Salinitas
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis
mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Adaptasi
terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk membuang kelebihan
garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke
dalam jaringan . Tumbuhan mangrove dapat mencegah lebih dari 90% masuknya
garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan cepat
diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan
Acanthus dan Aegiceras memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam
cairan biasanya tinggi, sekitar 10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan
melalui kelenjar garam selanjutnya diuapkan angin atau hujan (Soeroyo, 1993).
Pasang surut
Salinitas air menjadi sangat tinggi pada saat pasang naik dan menurun selama
pasang surut. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu
faktor yang membatasi distribusi jenis mangrove. Pada areal yang selalu
tergenang hanya Rhizophora mucronata yang tumbuh baik, sedangkan
Bruguiera spp dan Xylocarpus spp jarang mendominasi daerah yang sering
tergenang. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa antara air
tawar dengan air laut, dan oleh karenanya mempengaruhi organisme mangrove
(Ansori, 1998).
Potensi Excoecaria agallocha sebagai bahan obat obatan alami
Ekstrak daun E. agallocha yang berkloroform menunjukan aktivitas yang
menghambat kuat terhadap seluruh pathogen yang diuji yaitu sub Tilus bactilis,
diikuti oleh Aeromonas hydrophyla, Vibrio parahaemolyticus, V. harveyi, dan
Serratia sp., hal ini karena Ekstrak daun E. agallocha L., mengandung senyawa
yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit ( Ravikumar,dkk, 2010).
Mangrove jenis E. agallocha L., telah digunakan secara tradisional dalam
hal pengobatan penyakit seperti akibat sengatan mahluk laut, obat muntah, dan
pencahar perut. Asap kulit kayu ini digunakan untuk mengobati penyakit lepra
mangrove jenis E. agallocha L., potensial untuk dikembangkan secara klinis
dalam obat-obatan berbagai penyakit (Patil,et al, 2011).
Potensi triterpenoid pada tanaman mangrove
Mangrove terkenal kaya sebagai sumber senyawa triterpenoid dan fitosterol
(isoprenoid) (Koch et al, 2003; Basyuni et al, 2007a). Karena memiliki berbagai
aktivitas biologis, isoprenoidnya dianggap penting sebagai sumber alam yang
potensial untuk senyawa obat (Sparg et al., 2004). Beberapa aktivitas biologi dari
triterpenoid di mangrove telah dilaporkan. Misalnya, ekstrak dari
Rhizophora apiculata telah digunakan sebagai obat tradisional dan biologi
senyawa aktifnya diindentifikasi sebagai triterpenoid (Kokpol et al., 1990).
Triterpenoid (isoprenoid) dari Acanthus illicifolius telah dilaporkan memiliki
aktivitas anti-leukimia (Kokpol et al., 1986).
Selain fungsi mereka terhadap stres garam, triterpenoid juga dianggap
memainkan peran defensif terhadap herbivora serangga. Triterpenoid dari
Rhizophora mangle dapat berfungsi sebagai zat pertahanan kimia karena
menunjukkan aktivitas insektisida (William, 1999). Selain itu, publikasi
sebelumnya telah menunjukkan bahwa ekspresi PgTPS terpenoid syntase
meningkat oleh stres garam dalam Panax ginseng (Kim et al, 2008). Tingkat
ekspresi gen triterpenoid synthase dari tiga pohon mangrove: K. candel,
B. gymnorrhiza dan Rhizophora stylosa ditingkatkan oleh salinitas
(Basyuni et al., 2009; Basyuni et al., 2011).
Penelitian sebelumnya menyarankan bahwa triterpenoid mungkin terlibat
telah dilaporkan bahwa sintesis triterpen dari Arabidopsis thaliana menunjukkan
tanggapan positif terhadap salinitas (Zwenger dan Basu, 2007).
Potensi Triterpenoid sebagai sumber bahan fitokimia
Pentasiklik lupane-jenis triterpen dicontohkan oleh lupeol
[Lup-20 (29)-en-3b-ol], terutama ditemukan pada tanaman buah umum seperti
zaitun, mangga, ara, dan lain-lain. Meskipun, lupeol diketahui memiliki berbagai
aktivitas biologis seperti aktivitas anti-inflamasi, anti rematik, anti-mutagenik dan
anti-malaria baik secara in vitro maupun in vivo, eksplorasi yang luas dalam hal
untuk menetapkan perannya sebagai senyawa kemopreventif dilakukan secara
besar-besaran. Ketertarikan dalam mengembangkan lupeol yang berpotensi
sebagai agen anti-neoplastik, telah menyebabkan penemuan yang sangat aktif
menunjukkan potensi yang lebih besar. Tinjauan ini menegaskan potensi pada
kemopreventif dari lupeol (Pranav et al, 2008).
Saponin triterpenoid yang diisolasi dari akar Acanthus illicifolius
menunjukkan aktivitas anti-leukemia (Kokpol dan Chittawong, 1986). Ekstrak
dari Rhizophora apiculata di Thailand digunakan sebagai bahan obat tradisional,
dan senyawa biologis aktifnya telah diidentifikasi sebagai triterpenoid
(Kokpol dan Chavasiri, 1990).
Di negara barat, sebanyak 250 mg per hari triterpen (bagian dari fitosterol)
dikonsumsi oleh manusia yang sebagian besar berasal dari sayuran, sereal, dan
buah buahan. Saat ini, penemuan yang belum pernah ada sebelumnya menyatakan
bahwah triterpen berguna untuk menurunkan kolesterol dan telah terbukti
dan 10 studi yang telah dikomersilkan dalam bentuk produk triterpen di seluruh
dunia. Lupeol bagian dari triterpen yang ditemukan pada kubis putih, paprika
hijau, stroberi, zaitun, mangga, dan anggur yang dilaporkan memiliki efek
menguntungkan sebagai agen terapi dan preventif untuak berbagai gangguan
penyakit. Selama 15 tahun terakhir telah terlihat upaya luar biasa yang dilakukan
para peneliti di seluruh dunia dalam mengembangkan senyawa ini untuk
pengobatan (penggunaan klinis) berbagai gangguan kesehatan (Saleem, 2009).
Studi ini juga memberikan wawasan tentang mekanisme kerjanya dan
menunjukan bahwa lupeol adalah agen multi-target dengan besar potensi anti
inflamasi menargetkan kunci molekul jalur yang melibatkan factor nuklir kappa
B (NFjB), cFLIP, Fas, Kras, phosphatidylinositol-3-kinase (PI3 K) / Akt dan
Wnt / b-catenin dalam berbagai sel. Perlu dicatat lupeol pada dosis efektif untuk
terapi menunjukkan toksisitas pada sel normal dan jaringan. Kajian ini
menyediakan detail dari studi praklinis dilakukan untuk menentukan kegunaan
lupeol sebagai agen terapeutik dan chemopreventif untuk pengobatan peradangan
METODE PENELITIAN
Pengambilan sampel, lokasi dan waktu penelitian
Pengambilan sampel mangrove jenis sejati minor yaitu Excoecaria agallocha L.,
yang dikoleksi dari Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai pada
bulan April 2012 sampai dengan Agustus 2012, dan analisis isoprenoid
dilaksanakan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Farmasi, Universita Sumatera
Utara.
Kondisi Umum Lokasi Pengambilan Sampel
Percut Sei Tuan merupakan ibukota Kecamatan (IKK) dari kecamatan
Percut Sei Tuan yang merupakan bagian dari kabupaten Deli Serdang propinsi
Sumatera Utara. Batas-batas administrasi kota Percut sei Tuan adalah Sebelah
Utara : Selat Malaka, Sebelah Selatan : Kecamatan Lubuk Pakam, Sebelah Timur
: Kecamatan Pantaicermin, Sebelah Barat : Kecamatan, Tanjung Merawan.
Kecamatan Percut Sei Tuan adalah salah satu dari 22 kecamatan di Kabupaten
Deli Serdang, Sumatera Utara memiliki luas 2.394,62 km2 meliputi hampir 4,3%
dari seluruh luas kabupaten Seli Serdang dengan letak Geografis diantara 2057’-
3016’ LU – 98033’ – 99027’ BT. Kecamatan Percut Sei Tuan memiliki iklim tropis,
keadaan tanah memiliki jenis tanah alluvial sehingga tanahnya subur dan cocok
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun dan akar mangrove
yang berasal jenis Excoecaria agallocha L., Sedangkan bahan kimia dan bahan
lainnya yang digunakan adalah nitrogen cair, klorofom, methanol, hexane, KOH,
ethanol, cholesterol, aluminium foil, kertas tisu.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi untuk
mengekstrak daun dan akar tanaman mangrove, rak kultur untuk tempat peletakan
tabung reaksi yang digunakan dalam pengekstrakan, Eyela Evaporator, waterbath,
kertas filtrasi No. 2 (Advantec, Tokyo, Jepang), Gas Chromatograph Mass
Spectrometry (GC-MS, Shimidzu) untuk mengidentifikasi struktur kimia dari
Isoprenoid khususnya triterpenoid fitosterol.
Prosedur Kerja
Diambil sampel daun dan akar mangrove E. agallocha L., dengan lokasi
pengambilan sampel di Percut Sei Tuan, Langkat Sumatera Utara pada tanggal 14
April 2012. Dipilih daun dan akar mangrove yang masih segar dan sehat dengan
tingkat umur daun dan akar tidak terlalu tua ataupun muda. Dibersihkan sampel
daun dan akar mangrove yang telah dipilih dengan air bersih kemudian
dimasukkan ke kantong plastik bening masing-masing daun dan akar yang sejenis.
Diberi label nama pada kantong sampel sesuai jenis yang berada di dalamnya
untuk memudahkan peneliti mengambil sampel yang ditandai untuk proses
penelitian. Dimasukkan sampel sampel tersebut ke dalam tupper ware agar mudah
menemukannya saat akan digunakan. Dimasukkan sampel ke dalam lemari es
Ekstraksi Lipid
Daun E. agallocha sebanyak 5-6 lembar atau 6-10 gram akar digerus
dengan Nitrogen cair, kemudian di ekstrak dengan chloroform-methanol 2:1
(CM21), dinding sel yang berisi kotoran yang tidak larut dalam CM21 disaring
dengan kertas saring No. 2 (Advantec, Tokyo, Jepang) dan yang tersisa adalah
lipid ekstrak di dalam chloroform. Sebagian ekstrak dimurnikan untuk dianalisis
kandungan lipidnya seperti yang digambarkan sebelumnya (Folch et al., 1957;
Oku et al., 2003). Cairan ekstrak yang pekat dikeringkan kemudian ditimbang dan
di dapatkan berat lipidnya. Secara langsung dapat diketahui kandungan total
lipid/tissue (mg/g tissue).
Analisis NSL (Nonsaponifieble Lipids)
Lipid ekstrak di dalam chloroform (yang telah diketahui berat total
lipidnya) dikeringkan kemudian ditambahkan 2ml KOH 20% dalam Ethanol 50%
di refluxed selama 10 menit dengan suhu 90º C, ditambahkan 2 ml Hexane (NSL)
kemudian diaduk. Lapisan Hexane dipindahkan kedalam tube yang telah
diketahui beratnya, kemudian cairan di keringkan dengan Nitrogen stream,
kemudian dikeringkan di bawah vakum selama 10 menit,selanjutnya ditimbang
berat NSLnya. Secara langsung dapat diketahui kandungan NSL/tissue
(mg/g tissue) atau kandungan NSL/total lipid (mg/mg total lipid)
(Basyuni et al., 2007)
Prosedur Kerja gas chropmatograph Mass Spectrometry
Hubungkan alat ke sumber listrik dengan meletakkan kartu lock. Pastikan
kolom yang digunakan telah terpasang dengan benar dan kolom yang sesuai
diameter : 0.25 mm ID, d. partikel : 0.25 umdf.Buka aliran gas Helium ( 60 psi /4
bar ).Hidupkan GC, Hidupkan MS yaitu dengan MS EI (Electron Impact),
Hidupkan PC, Klik icon GC MS Real Time Analysis lalu klik Ok, Klik Icon
Vacuum Control, Klik icon Auto Startup, Tunggu hingga proses startup selesai
(muncul status completed), Klik close, Tunggu selama ± 15 menit.
Uji Kebocoran
Klik icon tuning, Klik icon peak monitoring view, Pada kolom monitor
group (1) pilih water Air, Klik icon filament On/Off (2) untuk menghidupkan
filament, Perhatikan intensitas peak m/z 18 dan peak m/z 28, pastikan tinggi peak
m/z 28 (Nitrogen) tidak lebih dari 2 kali tinggi peak m/z 18 (Air). Jika tidak, maka
kemungkinan ada akumulasi N2 dalam sistem atau memang ada laboratorium di
sistem GC MS, Jika sudah dipastikan tidak ada kebocoran, matikan filament
dengan mengklik icon filament On/Off (5), Tutup tampilan menu tuning jika ada
pertanyaan klik No, Tunggu hingga kondisi vacuum selesai, low Vacuum < 2.0 Pa
dan high vacuum <1.5 e – 3 Pa. Umumnya kondisi vacuum sudah tercapai dalam
waktu satu jam.
Pengaturan Instrumentasi :
Klik icon Data Acquisition, klik file New Methode File, Atur parameter
instrument ( injector dan Mode Split, Kolom, detektor) sesuai dengan metode
yang akan dijalankan, klik download. Tunggu hingga status alat ready, Injeksikan
sampel dengan mengklik icon sampel Info, atur data sampel, klik icon standby,
Shut down GC MS
Klik file, open methode file, download file conditioning, tunggu hingga
± 30 menit, klik icon vacuum control, klik shut down, tunggu hingga proses
shutdown selesai (muncul status completed), matikan GC MS, tutup aliran gas.
METODE GC MS
- Column Oven Temperatur : 3000 C (isotermal)
- Injection Temp : 300 0 C
- Injection Mode : Split
- Flow rate : 0.65 Ml/min
- Split ratio : 50
- Gas : Helium
- Analysis time : 15 min
- Column : Rtx 1 MS <
: 100 % dimethyl polysiloxan
- Ukuran column : panjang : 30 m, diameter : 0.25 mm ID, d.
partikel : 0.25 umdf
- MS : EI (Electron Impact)
- Scan MS m/z : 40-600
- Interface temperature : 2850 C
Analisa Data
Analisis data dilakukan deskriptif kuantitatif terhadap
komposisi isoprenoid baik di daun maupun akar mangrove
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Lipid dan Kandungan NSL (Nonsaponifiable Lipid) E. agallocha L.
Ekstrak lipid dan NSL dianalisis dari daun dan akar mangrove yang telah
matang dari hutan mangrove Percut Sei Tuan, yang datanya disajikan sebagai
berikut.
Tabel 1. Ekstrak lipid pada mangrove jenis E. agallocha L.
Jenis Jaringan
Pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa total lipid E. Agallocha L. di daun
sebesar 7,20 sedangkan di akar yaitu sebesar 5,70. Total lipid di daun memiliki
proporsi yang lebih banyak dibanding di akar. Tidak jauh berbeda dengan
penelitian sebelumnya kandungan total lipid dari daun Rhizopora stylosa juga
yaitu 7,49 mg/tissue (Basyuni et al, 2007). NSL pada daun juga memiliki
proporsi lebih besar yaitu 1,20 dibanding di akar yang hanya sebesar 1,00 saja.
Total lipid/tissue pada daun memiliki proporsi 1,76 dan di akar hanya 1,20. Hal
ini menunjukkan bahwa total lipid/tissue memiliki proporsi lipid yang lebih
banyak daripada di akar. Begitu pula dengan NSL/tissue pada daun juga memiliki
proporsi lebih besar yaitu 0,29 dan di akar hanya sebesar 1,20. Sedangkan
NSL/total lipid pada daun justru memiliki proporsi lebih kecil yaitu 0,16
dibandingkan dengan di akar yang memiliki proporsi lebih besar sekitar 0,18.
Kadar NSL lebih banyak di daun daripada di akar. Hal ini sesuai dengan studi
Total lipid dan kandungan NSL lebih banyak terdapat di daun bisa saja
disebabkan proses physiologi dari tanaman mangrove jenis non sekresi yang
menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa lipid khususnya NSL agar
dapat mempertahankan diri dari faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik.
Hal ini sesuai dengan studi Sudhan and Ravishankar (2002) yang melaporkan
faktor biotik dan abiotik meningkatkan hasil metabolit sekunder yang mana
digunakan dalam interaksi dengan lingkungan, perkembangan terakhir resisten
terhadap berbagai macam stress lingkungan maupun serangan dari luar. Dengan
demikian, lipid hasil metabolit sekunder pada membran sel memiliki peranan yang
penting dalam adaptasi tanaman terhadap lingkungan.
Tabel 2. Komposisi NSL (%) dari daun dan akar jenis mangrove
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa komposisi lipid non- saponifiable
pada daun jenis mangrove E. agallocha L. terdiri dari phytol, squalen,
stigmasterol, β - Sitosterol, Cycloartenol, dan lupeol dimana phytol dengan
proporsi terbanyak diantara komponen yang lain yaitu bekisar 74,5.
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dalam (Basyuni,dkk, 2007)
lain pada jenis ini. Dari Keenam komponen tersebut yang memiliki jumlah konten
yang berbeda – beda mulai dari yang terendah yaitu 0,5 sampai 74,5 pada konten
tertinggi. Stigmasterol memiliki jumlah konten terendah yaitu 2,2, sesuai dengan
penelitian sebelumnya dalam (Basyuni,dkk, 2007) melaporkan bahwa K. candel
dan A. marina memiliki proporsi paling rendah diantara komposisi NSL pada
jenis tersebut yang hanya memiliki proposi sebesar 0,6 dan 1,5 saja.Komposisi
NSL pada β- Sitiosterol sebesar 2,9 sedangkan cycloarterol yaitu 5,9 dan lupeol
sebesar 8,4. Hasil analisis komposisi NSL kelompok Pythosterol terbanyak pada
daun, hal ini sesuai dengan studi (Oku,et al, 2003) melaporkan bahwa lipid
mangrove terdapat phytosterol sebagai kelompok komponen lipid. Hasil ini
menunjukan bahwa phytosterol memainkan peranan lebih dominan dibandingkan
triterpenoid di dalam daun pada tingkat pohon mangrove jenis E. agallocha L.
Komposisi nonsaponifiable lipid pada akar yaitu Squalen, Campesterol,
Stigmasterol, β - Sitosterol, Cycloarterol, Taraxerol, β - amyrin, Germanicol,
Lupenone, Betulin, Lupeol,dan α- amyrin dimana stigmasterol dengan konten
tertinggi yaitu 13,2 dan squalen dengan konten terendah yaitu 2,1 Komposisi
NSL jenis mangrove ini pada akar lebih banyak komponen senyawa kimia
daripada komponen di daun. Hal ini terlihat dari ke 12 komponen semuanya
memiliki konten yang berbeda-beda jumlahnya mulai dari 0,6 sampai 13,2.
Campesterol memiliki proporsi sebesar 11,7, β – Sitosterol sebesar 6,8,
Cycloarterol yaitu 5,3, Taraxerol yaitu 12,5, β - amyrin sebesar 12,5, Germanicol
yaitu 9,6, Lupenone 7,2, Betulin sebesar 10,8, Lupeol yaitu 6,2, dan α- amyrin
sebesar 3,9. Hasil analisis komposisi Non Saponifiable Lipid (NSL) dari daun
menunjukan adanya NSL phytosterol dan triterpenoid. Phytosterol yang terdiri
dari phytol, squalene, cycloaerterol, campesterol, stigmaserol, dan β-sitosterol
sedangkan konten isoprenoid terdiri dari cholesterol, taraxerol, β-amyrin,
germanicol, lupenone, betulin, lupeol, dan α-amyrin.Komposisi NSL terbanyak
terdapat di akar mangrove jenis ini termasuk ke dalam terpenoid. Hasil ini
menunjukan bahwa terpenoid memainkan peranan lebih dominan dibandingkan
phytosterol di akar pada tingkat pohon mangrove jenis E. agallocha L.
Pembahasan
Penelitian ini menggambarkan tentang komposisi NSL pada daun dan
akar jenis mangrove E. agallocha L. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
komposisi lipid di daun dan akar berbeda, namun komponen terbanyak terdapat
pada akar mangrove jenis ini. Pada komposisi NSL di daun maupun di akar
mangrove jenis ini . memperlihatkan bahwa terdapat keanekaragaman komposisi
nonsaponifiable lipid. Kekayaan komposisi ini dapat dikembangkan dalam
pemanfaatan senyawa isopren sebagai bahan maupun tambahan senyawa
obat-obatan alami dalam (Patil, 2012) melaporkan bahwa ekstrak dalam batang E.
agallocha L . mengindikasi kuat terhadap anti HIV dan anti kanker. Hal ini berarti
bahwa mangrove jenis E. agallocha L . mampu mengobati penyakit berat
sekalipun seperti HIV dan kanker.
Hasil analisis pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa komposisi lipid Non-
Saponiable pada daun mangrove jenis E. agallocha L . terdapat phytosterol lebih
besar seperti lupeol dengan kisaran konten ± 4,4 sampai 8,4. Lupeol memiliki
potensi dalam manfaatnya sebagai senyawa yang digunakan sebagai obat berbagai
terapeutik dan chemopreventive untuk pengobatan peradangan. Berbagai
komposisi nonsaponifiable lipid ini terdapat pada tumbuhan mangrove baik
mayor, minor maupun asosiasi yang tersebar luas di kawasan hutan mangrove
Sumatera Utara memiliki nilai manfaat luar biasa tidak hanya dalam bidang
ekologi namun juga memiliki banyak manfaat dalam dunia kesehatan.
Tabel 2 memperlihatkan bahwa komposisi nonsaponifiable lipid sebagian
besar masuk ke dalam terpenoid. Hasil analisis pada tabel diatas juga
menunjukkan bahwa komposisi nonsaponifiable lipid lebih banyak berada di
bagian akar. Phytosterol lebih sedikit keberadaanya di bagian akar daripada
terpenoid namun perbedaan tersebut hanya berbeda tipis saja.Hal ini sesuai
dengan studi (Oku et al,2003) bahwa persentase kandungan lipid paling besar
berada di bagian akar. Konsentrasi tri-terpenoid ditunjukkan proporsi lebih besar
pada bagian luar akar daripada bagian dalam akar. Konsentrasi tingkat stres garam
berkorelasi baik terhadap kandungan isopren pada mangrove.
Senyawa isopren telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber senyawa obat
alami yang telah diuji secara klinis oleh para ahli dunia medis seperti taraxerol.
Hasil analisis dala penelitian ini memperlihatkan bahwa taraxerol memiliki konten
mulai 2,9 sampai 12,5 %. Persentasi ini cukup tinggi diantara komposisi lain di bagian
akar mangrove jenis ini. William,(1999) melaporkan bahwa senyawa taraxerol
memiliki kemampuan dalam menghambat aktivitas insekta. Taraxerol berpotensi
sebagai insektisida alami sebagai salah satu kekayaan hutan mangrove.
Berdasarkan data hasil analisis pada Tabel 2 diatas, kita dapat
mengasumsikan bahwa hutan mangrove sangat kaya akan senyawa kimia yang
dimanfaatkan dan dikembangkan guna memenuhi kebutuhan manusia akan
kesehatan fisiknya. Telah banyak studi meneliti dan mengembangkan kekayaan
akan hutan mangrove serta mengaplikasikan dalam bentuk telah menciptakan
produk yang dikomersilkan ke berbagai negara di belahan dunia.
Penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa ekstrak daun mangrove
jenis E. agallocha L. berpotensi sebagai anti oksidan alami, insectisida, anti
kanker, anti leukemia dan sebagainya. Hal ini berarti potensi ini layak untuk
dikembangkan sebagai sumber senyawa obat-obatan dalam dunia medis. (Ahmed
and Kumar, 2012) melaporkan bahwa mangrove E. agallocha L. dianalisis dengan
GC MS dan teridentifikasi empat komponen aktiv, komponen ini terdapat
KESIMPULAN DAN SARAN
1. komposisi NSL pada daun jenis mangrove E. agallocha L. terdiri dari phytol, squalen, stigmasterol, β - sitosterol, cycloartenol,
dan lupeol
2. Konten komposisi NSL pada daun diatas berkisar antara 0,5 sampai 74,5 %.
3. Komposisi NSL pada akar jenis mangrove E. agallocha L. yaitu
squalen, campesterol, stigmasterol, β - sitosterol, Cycloarterol, taraxerol, β - amyrin, germanicol, lupenone, betulin, lupeol, dan α- amyrin.
4. Konten komposisi NSL pada akar diatas berkisar antara 0,6 sampai 13,2 %.
5. Komposisi NSL terbanyak terdapat pada bagian akar mangrove jenis E. agallocha L.
6. Total lipid E. Agallocha L. di daun sebesar 7,20 sedangkan di akar yaitu sebesar 5,70. Total lipid di daun memiliki proporsi yang
lebih banyak dibanding di akar.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam mengeksplorasi fungsi masing –
masing komposisi NSL ini guna mengetahui masing- masing manfaatnya dan
mengaplikasikannya dalam dunia medis pada hutan mangrove yang ada di
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed S., and Kumar P. 2012. GC-MS Study Of The Exoecaria agallocha L. Leaf Extract From Pitchavaram Tamil Tandu India.
4(6).
Ansori, S. 1998. Studi Sifat Fisik dan Pasang Surut Air Laut Terhadap Penyebaran Jenis Rhizophora Hutan Mangrove Pantai Tempora Jatim. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Malang. Malang.
Bandaranayake, W.M., 1998. Traditional and medicinal uses of mangroves. Mang. Salt Marshes 2, 133-148.
Bandarnayake, W.M. 202. Bioaktivities, Bioaktive Compounds and Chemical Constituents Of Mangrove Plants.Wetlands Ecology and Management 10:
421–452. © 2002 Kluwer Academic Publishers.Netherlands.
Basyuni, M., Oku, H., Baba, S., Takara, K., Iwasaki, and Oku, H., 2007. Isoprenoids of Okinawan mangroves as lipid input into estuarine ecosystem. J. Oceanogr.63, 601-608.
Basyuni, M., Baba, S., Inafuku, M., Iwasaki, H., Kinjo, K., Oku, H., 2009. Expression of terpenoid synthase mRNA and terpenoid content in salt stressed mangrove. J. Plant Physiol. 166, 1786-1800.
Basyuni, M., Kinjo, Y., Baba, S., Shinzato, N., Iwasaki, H., Siregar, E.B.M., Oku, H., 2011. Isolation of Salt Stress Tolerance Genes from Roots of Mangrove Plant, Rhizophora stylosa Griff., using PCR-based Suppression Subtractive Hybridization. Plant Mol. Biol. Rep. 29, 533-543.
Clough, B. (1998): Mangrove forest productivity and biomass accumulation in Hichinbrook Channel, Australia. Mang. Salt Marsh., 2, 191–198.
Correll, D.S., B.G.Schubert, H.S. Gentry and W.D. Hawley. 1955. The search for plant precursors of cortisone. Economic Botany 52: 307-375.
Clough, B., Tan, D.T., Phuong, D.X., Buu, D.C., 2000. Canopy leaf area index and litter fall in stands of the mangrove Rhizophora apiculata of different age in the Mekong Delta, Vietnam. Aquat. Bot. 66, 311-320.
FAO. 2007. The World’s Mangroves 1980–2005. Forest Resources Assessment Working Paper No. 153. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.
Gaharuku. 2012. Exoecaria agallocha L. Agarwood(Gaharu) Nurseri And Supplier From Indonesia. Http:/gaharuku.com/
Kathiresan, K. and B. L. Bingham. 2001. Biology of mangrove and mangrove ecosystem. Adv. Mar. Biol. 40, 81-151.
Kim, Y.J., Ham, A.R., Shim, J.S., Lee, J.H., Jung, D.Y., In J.G., Lee, B.S.,Yang, D.C., 2008. Isolation and characterization of terpene synthase gene from Panax ginseng. J. Ginseng Res. 32,114–119.
Koch, B.P., Rullkotter, J., Lara, R.J., 2003. Evaluation of triterpenoids and sterols as organic matter biomarkers in a mangrove ecosystem in northen Brazil. Wetl. Ecol. Manag. 11, 257-263.
Kokpol, U., Chavasiri, W., Chittawong, V., Miles, D.H., 1990. Taraxeryl cis-p-hydroxycinnamate, a novel taraxeryl from Rhizophora mucronata J. Nat. Prod. 53, 953-955.
Kokpol, U., Chittawong, V., Miles, D.H., 1986. Chemical constituents of the roots of Acanthus illicifolius J. Nat. Prod. 49, 355-356.
Mac Nae, W. 1968.A general account of the fauna and flora of mangrove swamps and forests in the Indo-West-Pacific region.Advances in Marine Biology 6: 73-270.
Mahato, S.B., S.K. Sarkar and G. Poddar. 1988. Triterpenoid saponin. Phytochemistry 27: 3037-3067.
Noor, Y, R., M. Khazali, I. N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.
Oku, H., Baba, S., Koga, H., Takara, K., Iwasaki, H., 2003. Lipid composition of
mangroves and its relevance to salt tolerance. J. Plant Res. 116, 37-45.
Parida, A.K., Das, A.B., 2005. Salt tolerance and salinity effects on plants: a review. Ecotoxicol. Environ. Saf. 60, 324-349.
Patil R.C., Manohar S.M., Upadhye M.V., Katchi V.I., Rao A.J., Mulerand A.M., Moghe A.S.2011. Anti Reserve Transcriptase And Anticancer Activity of
Stem Ethanol Extracts Of Excoecaria agallocha (Euphorbiaceae). Ceylon
Journal Of Science ( Bio. Sci.) 40 (2): 147-155.
Pranav K., Chaturvedi, KulpreetBhui, Yogeshwer Shukla.2008. Lupeol:Connotations for chemoprevention. CancerLetters. 263, 1–13.
Purnobasuki, H. 2004. Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. Staf Pengajar Biologi FMIPA Universitas Airlangga, Jl. Mulyorejo (Kampus C UNAIR) Surabaya – 60115,
Telp./Fax. 031 5926804.http://www.irwantoshut.com/.Biota . IX (2)
Terhadap Ikan Terpilih. Departemen Oseanografi, Fakultas Ilmu Kelautan, Universitas Alagappa, Thondi kampus, Thondi, India. © M axwell Ilmiah Organisasi Asian Journal of Medical Sciences 2 (5): 211-213, 2010 ISSN: 2040-8773.
Saleem, M.2009. Lupeol, a novel anti-inflammatory and anti-cancer dietary triterpene. School of Medicine and Public Health, 1300 University Avenue, MSC-4385, University of Wisconsin-Madison, Madison, WI
53719, USA. journal homepage:
Letters 285 (2009) 109–115
Soeroyo.1992. Sifat, Fungsi Dan Peranan Hutan Mangrove. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.Jakarta.
Soeroyo, 1993. Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahannya. Buletin Ilmiah INSTIPER. Yogyakarta.
Sparg, S.G., Light, M.E., van Staden, J., 2004. Biological activities and distribution of plant saponins. J. Ethnopharmacol. 94, 219-243.
Subhan N., Alam A., Ahmed F., Awal M.A., Nahar L., Sarker S.D.2008. In Vitro Antioxidant Property Of The Extract Of Excoecaria agallocha
(Euphorbiaceae). Http:// journa.turms.ac..ir/ DARU 16 (3) 149-154.
Sudha, G., Ravishankar, G.A. 2002. Involvement and interaction of various signaling compounds on the plant metabolic events during defense response, resistance to stress factors, formation of secondary metabolites and their molecular aspects.Plant Cell Tissue Organ Cult. 71, 181–212.
Takaishi Y, Wariishi N, Tateishi H, Kawajoe K, Nakano K, Ono Y, Tokuda H, Nishimo H, Iwashima A (1997) Triterpenoid inhibi-tors of interleukin-1 secretion and tumour-promotion from Triptergium wilfordii varRegelii. Phytochemistry 45:969–974.
Tomlinson P.B., 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press; 1986.
Wafar, S., A. G. Untawale and M. Wafar (1997): Litter fall and energy flux in a mangrove ecosystem. Estuar. Coast. Shelf Sci., 44, 111–124.
Wibowo,C., Kusmana, C., Suryani A., Hartati, Y., dan Oktadiyani, P. 2009. Pemanfaatan Pohon Mangrove Api – Api (Avicennia spp.) Sebagai Bahan Pangan dan Obat.Dep. Silvikultur, Fak. Kehutanan IPB. Prosiding Seminar Hasil – Hasil Penelitian IPB.
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1. Daun mangrove jenis E. agallocha L.