• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DALAM

NEGERI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

SWASEMBADA BERAS DI INDONESIA

RETHNA HESSIE

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

RETHNA HESSIE, Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia. Dibimbing Oleh ADI HADIANTO

Pangan merupakan kebutuhan yang vital bagi manusia. Saat ini dunia sedang mengalami krisis pangan yang ditandai dengan meningkatnya harga-harga pangan, seperti beras yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat dunia. Permintaan impor bahan pangan dari negara-negara penghasil bahan pokok semakin meningkat. Produksi bahan pangan dunia pun sedang menurun akibat banyaknya bencana alam yang melanda darerah-daerah produktif serta alih fungsi lahan sawah ke non sawah.Untuk mencapai kondisi ketahanan pangan, Indonesia harus dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor, yang salah satu caranya ialah dengan melakukan swasembada beras, karena bagi sebagian besar bangsa Indonesia beras telah menjadi bahan pangan pokok yang sangat penting sejak berabad-abad yang lalu.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi dan konsumsi beras di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia, dan (3) memproyeksikan produksi dan konsumsi beras di Indonesia untuk lima tahun mendatang (2009-2013), serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data time series selama 38 tahun (1969-2006). Jawaban untuk tujuan pertama digunakan analisis deskriftif dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis persamaan simultan dengan metode pendugaan 2SLS (Two Stage Least Squares), sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga menggunakan parameter elastisitas yang diperoleh dari hasil pendugaan model untuk menghitung proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia dianalasis secara deskriptif. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft office Excel dan Eviews 5.0.

(3)

ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DALAM

NEGERI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

SWASEMBADA BERAS DI INDONESIA

RETHNA HESSIE H44052269

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(4)

Judul : Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia

Nama : Rethna Hessie

NRP : H44052269

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, SP NIP: 19790615 200501 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP: 19620421 198603 1 003

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DALAM NEGERI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP SWASEMBADA BERAS DI INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1987 di Bandung. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari keluarga Bapak Tarmizi dan

Ibu Mimi Kuswati.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Gunung Batu 01, pada

tahun 1993 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002

penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2002

penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun

2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Kemudian diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang perkembangan produksi dan konsumsi beras

di Indonesia. Skripsi ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia serta membahas

mengenai proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia tahun 2009-2013

serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

dengan petunjuk dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan segenap keluarga, serta

penghargaan pada berbagai pihak yang yang telah membantu dalam persiapan,

pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Adi Hadianto, SP. Selaku dosen pembimbing yang telah memberi

bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dosen penguji utama Bapak Ir. Nindyantoro, MSP dan dosen penguji wakil

departemen Bapak Novindra, SP. Terimakasih atas kritik dan masukannya

dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Adi Setyanto, terimakasih atas masukan dan bantuannya dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati departemen Ekonomi Sumberdaya

dan Lingkungan, FEM IPB. Terimakasih atas ilmu dan jasa yang telah

diberikan selama ini.

5. Teman-teman seperjuangan yang telah setia mendukung dan memberi

semangat dalam penyusunan skripsi ini Murti, Ratih, Tri, Rindra, Eva, Nani,

Sapto serta seluruh keluarga besar ESL 42 terimakasih atas kerjasama dan

kebersamaan yang pernah ada.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas

bantuan dan dukungannya. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas

(9)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Beras Sebagai Komoditas Pangan Pokok ... 9

2.2 Kebijakan Perberasan ... 10

2.3 Revitalisasi Pertanian ... 16

2.4 Konsep Produksi ... 17

2.5 Konsep Konsumsi ... 21

2.6 Model Persamaan Simultan ... 23

2.7 Penelitian Terdahulu ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 27

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 27

3.1.1 Penawaran Beras... 27

3.1.2 Permintaan Beras ... 30

3.1.3 Harga dan Intervensi Pemerintah... 31

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV. METODE PENELITIAN... 39

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2 Jenis dan Sumber Data... 39

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

4.3.1 Perumusan Model ... 40

(10)

4.3.1.2 Produktivitas Padi ... 43

4.3.1.3 Produksi Padi ... 44

4.3.1.4 Produksi Beras ... 44

. 4.3.1.5 Konsumsi Beras ... 44

4.3.1.4 Harga Beras ... 45

4.3.1.4 Surplus/Defisit Beras ... 46

4.3.2 Identifikasi Model ... 46

4.3.3 Evaluasi Model ... 49

4.3.3.1 Kesesuaian Model... 49

4.3.3.2 Uji-f ... 50

4.3.3.3 Uji-t ... 51

4.3.3.4 Uji Autokorelasi dan Heteroskedastisitas 52 4.3.4 Pengukuran Elastisitas ... 53

4.3.5 Validasi Model ... 55

4.3.6 Definisi Operasional ... 57

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 59

5.1 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia 59 5.1.1 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 1970-1979 ... 62

5.1.2 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 1980-1989 ... 64

5.1.3 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 1990-1999 ... 66

5.1.4 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 2000-2006 ... 68

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia ... 70

5.2.1 Dugaan Model Ekonometrika ... 71

5.2.1.1 Luas Areal Panen Tanaman Padi ... 71

5.2.1.2 Produktivitas Padi ... 73

5.2.1.3 Konsumsi Beras ... 75

5.2.1.4 Harga Beras ... 77

5.3 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras tahun 2009-2013 serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia 78 5.3.1 Hasil Validasi Model ... 78

5.3.2 Proyeksi Produksi Padi ... 79

5.3.3 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras ... 80

5.3.4 Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 87

DARTAR PUSTAKA... 89

(11)

ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DALAM

NEGERI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

SWASEMBADA BERAS DI INDONESIA

RETHNA HESSIE

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

RETHNA HESSIE, Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia. Dibimbing Oleh ADI HADIANTO

Pangan merupakan kebutuhan yang vital bagi manusia. Saat ini dunia sedang mengalami krisis pangan yang ditandai dengan meningkatnya harga-harga pangan, seperti beras yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat dunia. Permintaan impor bahan pangan dari negara-negara penghasil bahan pokok semakin meningkat. Produksi bahan pangan dunia pun sedang menurun akibat banyaknya bencana alam yang melanda darerah-daerah produktif serta alih fungsi lahan sawah ke non sawah.Untuk mencapai kondisi ketahanan pangan, Indonesia harus dapat mengurangi ketergantungannya terhadap impor, yang salah satu caranya ialah dengan melakukan swasembada beras, karena bagi sebagian besar bangsa Indonesia beras telah menjadi bahan pangan pokok yang sangat penting sejak berabad-abad yang lalu.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis produksi dan konsumsi beras di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia, dan (3) memproyeksikan produksi dan konsumsi beras di Indonesia untuk lima tahun mendatang (2009-2013), serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data time series selama 38 tahun (1969-2006). Jawaban untuk tujuan pertama digunakan analisis deskriftif dan untuk menjawab tujuan kedua digunakan analisis persamaan simultan dengan metode pendugaan 2SLS (Two Stage Least Squares), sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga menggunakan parameter elastisitas yang diperoleh dari hasil pendugaan model untuk menghitung proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia dianalasis secara deskriptif. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft office Excel dan Eviews 5.0.

(13)

ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DALAM

NEGERI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

SWASEMBADA BERAS DI INDONESIA

RETHNA HESSIE H44052269

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(14)

Judul : Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia

Nama : Rethna Hessie

NRP : H44052269

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, SP NIP: 19790615 200501 1 004

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc NIP: 19620421 198603 1 003

(15)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS DALAM NEGERI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP SWASEMBADA BERAS DI INDONESIA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2009

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1987 di Bandung. Penulis

merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari keluarga Bapak Tarmizi dan

Ibu Mimi Kuswati.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Gunung Batu 01, pada

tahun 1993 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002

penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2002

penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun

2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut

Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Kemudian diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa IPB penulis aktif

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi

Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang perkembangan produksi dan konsumsi beras

di Indonesia. Skripsi ini juga membahas mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia serta membahas

mengenai proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia tahun 2009-2013

serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

(18)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

dengan petunjuk dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan segenap keluarga, serta

penghargaan pada berbagai pihak yang yang telah membantu dalam persiapan,

pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Adi Hadianto, SP. Selaku dosen pembimbing yang telah memberi

bimbingan dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dosen penguji utama Bapak Ir. Nindyantoro, MSP dan dosen penguji wakil

departemen Bapak Novindra, SP. Terimakasih atas kritik dan masukannya

dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Adi Setyanto, terimakasih atas masukan dan bantuannya dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati departemen Ekonomi Sumberdaya

dan Lingkungan, FEM IPB. Terimakasih atas ilmu dan jasa yang telah

diberikan selama ini.

5. Teman-teman seperjuangan yang telah setia mendukung dan memberi

semangat dalam penyusunan skripsi ini Murti, Ratih, Tri, Rindra, Eva, Nani,

Sapto serta seluruh keluarga besar ESL 42 terimakasih atas kerjasama dan

kebersamaan yang pernah ada.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas

bantuan dan dukungannya. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas

(19)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Beras Sebagai Komoditas Pangan Pokok ... 9

2.2 Kebijakan Perberasan ... 10

2.3 Revitalisasi Pertanian ... 16

2.4 Konsep Produksi ... 17

2.5 Konsep Konsumsi ... 21

2.6 Model Persamaan Simultan ... 23

2.7 Penelitian Terdahulu ... 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 27

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 27

3.1.1 Penawaran Beras... 27

3.1.2 Permintaan Beras ... 30

3.1.3 Harga dan Intervensi Pemerintah... 31

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV. METODE PENELITIAN... 39

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2 Jenis dan Sumber Data... 39

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

4.3.1 Perumusan Model ... 40

(20)

4.3.1.2 Produktivitas Padi ... 43

4.3.1.3 Produksi Padi ... 44

4.3.1.4 Produksi Beras ... 44

. 4.3.1.5 Konsumsi Beras ... 44

4.3.1.4 Harga Beras ... 45

4.3.1.4 Surplus/Defisit Beras ... 46

4.3.2 Identifikasi Model ... 46

4.3.3 Evaluasi Model ... 49

4.3.3.1 Kesesuaian Model... 49

4.3.3.2 Uji-f ... 50

4.3.3.3 Uji-t ... 51

4.3.3.4 Uji Autokorelasi dan Heteroskedastisitas 52 4.3.4 Pengukuran Elastisitas ... 53

4.3.5 Validasi Model ... 55

4.3.6 Definisi Operasional ... 57

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 59

5.1 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia 59 5.1.1 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 1970-1979 ... 62

5.1.2 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 1980-1989 ... 64

5.1.3 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 1990-1999 ... 66

5.1.4 Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia Periode 2000-2006 ... 68

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia ... 70

5.2.1 Dugaan Model Ekonometrika ... 71

5.2.1.1 Luas Areal Panen Tanaman Padi ... 71

5.2.1.2 Produktivitas Padi ... 73

5.2.1.3 Konsumsi Beras ... 75

5.2.1.4 Harga Beras ... 77

5.3 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras tahun 2009-2013 serta Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia 78 5.3.1 Hasil Validasi Model ... 78

5.3.2 Proyeksi Produksi Padi ... 79

5.3.3 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras ... 80

5.3.4 Implikasinya terhadap Swasembada Beras di Indonesia ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 87

DARTAR PUSTAKA... 89

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Stok Pangan Dunia (Juta Ton) 2006-2007... 2

2. Posisi Indonesia dalam Impor Pangan di Tingkat Dunia Tahun 2001-2005 ... 3

3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (Ton) Tahun 2005-2008 ... 5

4. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran ... 11

5. Jenis dan Sumber Data Penelitian... 39

6. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia... 60

7. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1970- 1979... 63

8. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1980-1989... 64

9. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Periode 1990-1999... 67

10. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia Periode 2000- 2008 ... 68

11. Hasil Dugaan Parameter Luas Areal Panen Tanaman Padi ... 72

12. Hasil Dugaan Parameter Produktivitas Tanaman Padi ... 73

13. Hasil Dugaan Parameter Konsumsi Beras Domestik ... 75

14. Hasil Dugaan Parameter Harga Beras Domestik... 77

15. Proyeksi Luas Areal Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Padi ... 79

16. Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras ... 80

(22)

DARTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Elastisitas Produksi dan Daerah-Daerah Produksi ... 20 2. Kurva Indifferens... 22 3. Kuurva Penawaran Menurut Nilai Elastisitas Harga dari

Penawaran yang Berbeda ... 29 4. Permintaan dan Penawaran dengan Harga Dasar pada

saat Panen Raya ... 33 5. Permintaan dan Penawaran dengan Harga Atap pada

saat Paceklik ... 34 6. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 38 7. Bagan Kerangka Model Ekonometrika ... 41 8. Selisih Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia

Tahun 1970-1979 ... 62 9. Selisih Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia

Tahun 1980-1989... 65 10. Selisih Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia

Tahun 1990-1999... 66 11. Selisih Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari kebutuhan akan pangan, maka

urusan pangan menjadi suatu kebutuhan yang vital bagi manusia. Pangan adalah

segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak

diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain

yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan

makanan atau minuman (BKP- Departemen Pertanian, 2008).

FAO (2008) dalam Suryana (2008) menyatakan bahwa, pangan merupakan

kebutuhan dasar manuasia (HAM), pemerintah wajib menyediakan pangan yang

layak. Hal ini tertuang dalam Deklarasi Roma tahun 1996 pada KTT Pangan

Dunia dan Deklarasi Millenium (MDGs) tahun 2000 yang menyepakati penurunan

jumlah penduduk lapar hingga setengahnya pada tahun 2015, dan International

Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICOSOC) yang diratifikasi

dengan UU No. 11 Tahun 2005 yang berisi tentang; Pertama, Hak setiap orang

atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya atas pangan. Kedua,

Setiap orang harus bebas dari kelaparan. Pangan merupakan kebutuhan pokok

yang harus dipenuhi demi keberlangsungan hidup manusia. Jika terjadi

kelangkaan dalam kebutuhan vital ini maka keseimbangan dalam kehidupan

manusia juga akan terganggu.

Saat ini dunia sedang mengalami krisis pangan yang ditandai dengan

meningkatnya harga-harga sektor pangan, khususnya harga makanan pokok dunia.

Harga beras dan gandum kian melambung dengan permintaan atas komoditi

(25)

negara-negara penghasil bahan pokok pun semakin meningkat. Produksi bahan pangan

dunia pun sedang menurun akibat banyaknya bencana alam yang melanda

darerah-daerah produktif serta alih fungsi lahan produksi pangan menjadi lahan

produksi komoditi lain. Adapun stok pangan dunia pada tahun 2006-2007 dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Stok Pangan Dunia (Juta Ton) 2006-2007

No. Komoditi 2006/2007 2007/2008 ∆ (%)

1. Beras 105,5 105,0 -0,47

2. Jagung 119,4 103,0 -13,70

3. Kedelai 61,1 47,3 -22,57

4. Gandum 159,5 144,5 -9,40

5. Sawit 5,4 5,7 5,00

Sumber : FAO food outlook dalam Suryana (2008)

Keterangan : Stok jagung adalah perkiraan tahun 2008 dan ramalan tahun 2009. Berdasarkan Tabel 1 kita dapat melihat bahwa stok pangan dunia yang

terdiri dari beras, jagung, kedelai dan gandum mengalami penurunan pada tahun

2008. Untuk itu membangun ketahanan pangan harus menjadi prioritas utama

untuk mengatasi krisis pangan, karena kondisi krisis pangan mempunyai dampak

besar bagi suatu bangsa dan berimbas pada sektor-sektor lain. Sektor yang

berhubungan erat adalah sektor ekonomi. Krisis pangan akan menyebabakan

produktivitas rendah dan memicu krisis ekonomi, krisis pangan juga akan

mengakibatkan tingginya harga komoditas tersebut. Hal ini juga akan berakibat

pada kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia pada khususnya, karena akan

meningkatkan kemiskinan yang akhirnya memicu keresahan/kerusuhan. Selain itu

krisis pangan pun dapat mempengaruhi stabilitas politik suatu bangsa menjadi

instabil.

Semua negara di dunia memandang penting ketahan pangan dan gizi,

(26)

Gubernur, Bupati/Walikota pada berbagai dokumen pembangunan nasional

menyatakan bahwa ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan.

Karena membangun ketahanan pangan merupakan hal yang seharusnya dilakukan

oleh suatu negara, pembangunan ketahanan pangan memerlukan cakupan luas,

keterlibatan lintas sektor, multidisiplin, dan penekanan pada basis sumberdaya

lokal (impor pangan; the last resort). Adapun operasionalisasi ketahanan pangan pada berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia yaitu pada tingkat nasional

dilakukannya swasembada pada komoditas strategis, pada tingkat propinsi,

kabupaten/kota dan desa dengan melakukan pemanfaatan potensi lokal dan pada

tingkat masyarakat dilakukannya peningkatan kemampuan fisik, sosial, politik

dan ekonomi (BKP-Departemen Pertanian, 2008). Negara Indonesia dalam

memenuhi kebutuhan pangannya masih tergantung pada negara lain, seperti yang

terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Posisi Indonesia dalam Impor Pangan di Tingkat Dunia Tahun 2001- 2005

Daging sapi 13,60 33 USA

Gula 822,76 2 Belgium

Sumber : FAO dalam Suryana (2008)

Untuk mencapai kondisi ketahanan pangan, Indonesia harus dapat

mengurangi ketergantungannya terhadap impor, yang salah satunya yaitu melalui

pencapaian swasembada pangan, khususnya beras yang merupakan bahan pokok

yang sangat penting. Oleh karena itu, swasembada pangan yang dalam hal ini

adalah swasembada beras harus terwujud seiring dengan meningkatnya jumlah

(27)

Ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras dipengaruhi oleh budaya

dimana padi merupakan tanaman asli Asia. Selain itu sebagian besar masyarakat

Indonesia sangat percaya, bahwa padi adalah anugrah dari Yang Maha Pencipta

sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Membudidayakan

tanaman padi adalah wujud rasa syukur dan penghormatan kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

Dilihat dari sisi produksi, meskipun selama kurun waktu 37 tahun

mengalami trend meningkat, namun dengan terjadinya konversi lahan sawah ke

non sawah, banyaknya bencana alam dan perubahan iklim yang saat ini sering

terjadi akan berdampak terhadap produksi beras nasional. Analisis produksi dan

konsumsi beras sangat penting untuk melihat senjang (gap) yang terjadi, sehingga

dapat diambil langkah kebijakan yang tepat dalam rangka pencapaian

swasembada beras di Indonesia.

Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini akan dilihat perkembangan

produksi dan konsumsi beras yang telah terjadi di Indonesia selama 37 tahun

terakhir, sehingga diperoleh informasi yang dapat mendukung tercapainya

swasembada beras di Indonesia dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi dan konsumsi beras di Indonesia, sehingga dapat

diperkirakan bagaimana senjang antara produksi dan konsumsi beras di Indonesia

pada masa yang akan datang, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan yang tepat bagi pemerintah

untuk meraih swasembada beras di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Pada masa lalu Indonesia berhasil maningkatkan produksi padi dengan

(28)

negara yang swasembada beras pada tahun 1984, namun setelah itu kondisi

Indonesia mengalami kemunduran dibidang ketahanan pangan. Ketergantungan

terhadap beras sebagai pangan pokok menyebabkan pemenuhan kebutuhan akan

beras harus dipenuhi melalui impor beras.

Saat ini Indonesia kembali mengupayakan swasembada beras yang pada

masa lalu pernah dicapainya. Di saat dunia sedang mengalami krisis keuangan

global, Indonesia tidak mengalami krisis pangan sebagaimana yang dialami

sebagian negara-negara di dunia, karena menurut data yang diperoleh dari Badan

Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2008 Indonesia mencapai swasembada beras,

produksi tahun ini meningkat 3,12 juta ton gabah kering giling (GKG) atau

meningkat 5,46 persen dari tahun 2007.

Indikator swasembada beras juga ditunjukan pula dengan keberhasilan

Indonesia untuk tidak mengimpor beras selama tahun 2008 berlangsung. Bahkan

Indonesia secara tidak langsung telah berpartisipasi menurunkan harga beras

dunia akibat stok beras dunia tidak dibeli Indonesia. Dengan dijualnya cadangan

beras yang semula dicadangkan untuk Indonesia ke pasaran internasional, maka

harga beras dunia mulai menurun. Meningkatnya produksi padi nasional dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Ketersediaan dan Konsumsi Beras (Ton) Tahun 2005-2008

No Uraian 2005 2006 2007 2008

1. Produksi padi (GKG)

54.151.097 54.454.937 57.157.435 60.279.897

2. Ketersediaan beras 30.668.730 30.840.811 32.371.384 34.139.805 3. Konsumsi 30.592.434 30.995.189 31.398.084 31.799.017

4. Impor beras 189.000 437.889 1.293.980

-5. Stok akhir 2.035.324 2.318.835 4.586.114 6.926.902 Sumber : BPS, diolah BKP dalam Suryana (2008)

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada data empat tahun terakhir produksi

(29)

produksinya mencapai 54.151.097 Ton, maka pada tahun 2006, 2007, 2008

masing-masing produknya meningkat menjadi 54.454.937 Ton (0,56%),

57.157.435 Ton (4,96%), 60.279.897 Ton (5,46%).

Meskipun sudah diakui keberhasilan poduksi padi yang terus meningkat,

namun masih ada sejumlah kendala yang menjadi tantangan. Pertama, jumlah

pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan yang diusulkan

daerah. Kedua, masih ada penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi diluar

peruntukannya. Ketiga, pabrik pupuk masih beroperasi dibawah kapasitas

terpasang, karena keterbatasan pasokan bahan baku gas maupun non gas.

Keempat, belum optimalnya pelaksanaan pengawasan di daerah.

Dengan demikian yang menjadi pertanyaan adalah apakah kemajuan

produksi beras dapat dipertahankan dan apakah swasembada beras seperti yang

diinginkan akan tercapai secara berkelanjutan. Sedangkan masih banyak

faktor-faktor yang kurang mendukung dalam pencapaian swasembada beras diantaranya

yaitu keterbatasan lahan petani serta minimnya infrasrtruktur irigasi dan waduk.

Menurut Notohadiprawiro (1998) dalam Sisworo (2006) berdasarkan data yang

ada, di pulau Jawa setiap tahun terjadi alih guna lahan pertanian untuk

penggunaan non-pertanian seluas 15.000-20.000 Ha. Di Indonesia, kepemilikan

lahan hanya 358 m2 per orang jauh dibandingkan Thailand yang mencapai 1.500

m2 per orang. Sementara itu infrastruktur yang ada belum memadai, lebih dari

20% irigasi rusak dan sekitar 80% areal irigasi di propinsi sentra produksi

nasional rentan terhadap kekeringan (BKP-Departemen Pertanian, 2008). Selain

itu faktor lain yang tidak mendukung yaitu faktor perubahan iklim, anomali iklim

(30)

Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang ingin dijawab dalam

penelitian ini :

1. Bagaimana perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia?

2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras

di Indonesia?

3. Berdasrkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi

beras di Indonesia, berapa jumlah produksi dan konsumsi beras dalam lima

tahun mendatang (2009-2013), serta bagaimana implikasinya terhadap

swasembada beras di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi

beras di Indonesia.

3. Memproyeksikan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dalam lima

tahun mendatang (2009-2013), serta implikasinya terhadap swasembada

beras di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Bagi pemerintah, semoga dapat memberikan Informasi tambahan dalam

menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dimasa yang akan

datang dalam upaya mengatasi masalah beras.

2. Bagi pembaca, tulisan ini semoga bermanfaat sebagai referensi, penyedia

(31)

3. Bagi penulis sendiri, diharapkan penelitian ini dapat menambah

pengalaman dan pengembangan wawasan serta dapat dijadikan sebagai

aplikasi dari ilmu yang telah didapat selama menuntut ilmu di Institut

Pertanian Bogor.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi dan konsumsi beras

di Indonesia serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia. Data

yang digunakan merupakan data time-series tahun 1969-2006. Komoditi beras dalam penelitian ini adalah beras secara umum bukan beras dengan jenis atau

kualitas tertentu.

Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, namun tujuan penelitian

ini masih bisa dicapai dengan memanfaatkan data yang ada. Adapun keterbatasan

dari penelitian ini diantaranya; beberapa faktor seperti adanya kebijakan dan

non-kebijakan perberasan di Indonesia diasumsikan sama (cateris paribus) dan data

yang digunakan adalah data tahunan sehingga model yang dirumuskan tidak

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beras sebagai Komoditas Pangan Pokok

Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari,

mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar.

Sedangkan pangan pokok utama ialah pangan pokok yang dikonsumsi oleh

sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis

komoditas lain (Khumaidi, 1997).

Beras adalah hasil olahan dari produk pertanian yang disebut padi (Oryza

sativa). Beras merupakan komoditas pangan yang dijadikan makanan pokok bagi

bangsa Asia, khususnya Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Jepang, dan

Myanmar (Ambarinanti, 2007).

Beras merupakan komoditas unik, tidak saja bagi Indonesia tetapi juga

bagi sebagian besar negara Asia. Menurut Dawe (1997) dan Tsuji (1998) dalam

Amang dan Sawit (1999) karakteristik beras adalah sebagai berikut :

1) 90% produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia, hal ini berbeda dengan

gandum dan jagung yang diproduksi oleh banyak negara di dunia.

2) Beras yang di perdagangkan di pasar dunia tipis (thin market) yaitu antara

4%-5% total produksi, berbeda sekali dengan sejumlah komoditas lainnya seperti

gandum (20%), jagung (15%), dan kedelai (30%). Pada umumnya volume

beras yang diperdagangkan merupakan sisa konsumsi dalam negara. Semakin

tidak stabilnya harga beras dunia (atau harga beras dalam negeri suatu negara),

semakin besar tingkatself-sufficiency yang dianut oleh suatu negara, demikian juga rumah tangga tani di Asia.

3) Harga beras sangat tidak stabil dibandingkan komoditas pangan lainnya,

(33)

4) 80% perdagangan beras dikuasai oleh enam negara yaitu; Thailand, Amerika

Serikat, Vietnam, Pakistan, China, dan Myanmar. Oleh karena itu pasar beras

internasional tidak sempurna, harga beras akan ditentukan oleh kekuatan

oligopoli tersebut.

5) Indonesia merupakan negara net importir terbesar beras pada periode

1997-1998 yaitu sekitar 31% dari total beras yang diperdagangkan dunia.

6) Hampir banyak negara Asia, memperlakukan beras sebagai wage goods dan political goods. Pemerintah akan goncang apabila harga beras tidak stabil dan

tinggi.

2.2. Kebijakan Perberasan

Beras merupakan komoditas strategis, sehingga kebijakan perberasan

menjadi penentu kebijakan pangan nasional dalam pemenuhan hak pangan dan

kelangsungan hidup rakyat. Kebijakan perberasan juga merupakan bagian penting

kebudayaan serta penentu stabilitas ekonomi dan politik Indonesia. Hampir semua

pemerintah di dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju, selalu

melakukan kontrol dan intervensi terhadap komoditas pangan strategis seperti

beras untuk ketahanan pangan dan stabilitas politik. Adapun kebijakan perberasan

di Indonesia terdiri dari:

1) Kebijakan Peningkatan Produksi Padi/Beras

Untuk memenuhi kebutuhan akan beras maka pemerintah melakukan

berbagai upaya untuk meningkatkan produksi padi dalam negeri. Upaya

meningkatkan produksi padi telah dilakukan sejak awal kemerdekaan Indonesia.

Secara ringkas perubahan kebijakan peningkatan produksi padi dapat dilihat pada

(34)

Tabel 4. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran Program Tahun Hard Technology Soft Technology Evaluasi Padi Sentra 1959 Varietas Si gadis,

Jelita, Dara dan

(35)

Melalui berbagai kebijakan tersebut, produksi padi nasional terus

mengalami peningkatan akibat peningkatan produktivitas dan luas areal panen.

Peningkatan itu mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia

berswasembada beras.

2) Kebijakan Harga Beras

Harga-harga komoditas pertanian memegang peranan penting baik secara

ekonomi maupun politik karena mempunyai pengaruh yang besar bagi pendapatan

petani dan kesejahteraan konsumen. Telah banyak upaya dilakukan pemerintah

dalam meningkatkan produksi pertanian dan sekaligus memperbaiki tingkat

kesejahteraan petani melalui berbagai macam program intensifikasi dan

ekstensifikasi, namun berdasarkan pengalaman selama ini, bagaimanapun

bagusnya konsep-konsep yang mendasari semua program tersebut, selama harga

jual yang diterima petani tidak turut diperbaiki oleh pemerintah, usaha-usaha

pemerintah tersebut tidak akan membawa hasil yang optimal.

Rangsangan ekonomi dalam bentuk tingkat harga yang menguntungkan

merupakan faktor paling penting bagi petani untuk meningkatkan produksinya,

seperti juga yang berlaku bagi setiap produsen disektor lainnya. Petani pada

akhirnya akan merasa tidak ada untungnya memperluas lahan garapan,

menerapkan teknologi baru dan menggunakan pupuk berkualitas baik apabila

semua hal tersebut tidak menambah penghasilan netonya (Tambunan, 2003).

Untuk memberikan jaminan pada para petani bahwa hasil produksinya

akan dibeli pada harga yang ditetapkan pemerintah atau perusahaan yang telah

ditunjuk, pemerintah mengeluarkan kebijakan harga dasar gabah dan beras (floor

price). Kebijakan ini juga berfungsi sebagai insentif bagi petani untuk

(36)

Penetapan harga dasar gabah, sudah dilakukan sejak 1969. Pemerintah

menunjukan perhatian yang besar untuk dapat merangsang produksi. Dampak

positif ini terlihat bahwa kenaikan produksi beras selama tiga pelita dicapai karena

peran insentif harga dasar dan harga pupuk serta pestisida sebesar 40%.

Sedangkan faktor-faktor yang lain seperti benih unggul, irigasi dan pengetahuan

dari petani secara bersama-sama menyumbang sebesar 60% bagi kenaikan

produksi padi (Amang dan Sawit, 1999).

Melalui Impres No.9 Tahun 2002, pemerintah dengan sangat halus

merubah istilah Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Gabah

Pembelian Pemerintah (HDPG) atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian

Pemerintah (HPP). Perubahan ini sekilas tidak terlalu berbeda, akan tetapi

sebenarnya sangat mendasar. Dengan kebijakan HPP pemerintah hanya menjamin

harga gabah pada tingkat tertentu dilokasi yang telah ditetapkan, tidak lagi

menjamin harga gabah minimum di tingkat petani. HPP berlaku di gudang Bulog,

bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG, sehingga tidak lagi

memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi padi (Pratiwi,

2008).

Untuk melindungi konsumen, pemerintah (Bulog) menetapkan harga

eceran tertinggi lokal. Untuk memenuhi permintaan pada suatu saat dan pada

suatu tempat, Bulog melakukan penyebaran persediaan di seluruh Indonesia.

Orientasi Bulog dalam distribusi pangan adalah harga, sesuai dengan tugas pokok

Bulog untuk menstabilkan harga. Penyediaan persediaan pangan oleh Bulog

memiliki tujuan yaitu menjaga variasi harga antar musim dan antar tempat

(37)

Bentuk price policy yang lain pada beras yang masih berlaku hingga kini adalah Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK). OPM

merupakan bagian dari general price subsidy yang digunakan pada saat harga beras terlalu tinggi akibat excess demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara pemotongan harga sekitar 10% – 15% di bawah harga pasar. Sedangkan OPK

merupakan implementasi dari targeted price subsidy. Tujuan awal dari OPK adalah penyaluran bantuan pangan pada masyarakat miskin yang rawan pangan

saat krisis tahun 1998 akibat tidak efektifnya OPM. OPK masih terus dilakukan

Bulog hingga sekarang dengan target masyarakat miskin. Tahun 2002, OPK

diubah namanya menjadi Raskin ( Beras untuk Keluarga Miskin). Program Raskin

juga masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang

volumenya semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan

kenaikan harga beras di tingkat konsumen (Pratiwi, 2008).

3) Kebijakan Impor

Kebijakan impor bertujuan untuk menekan jumlah dan mengurangi tingkat

ketergantungan impor beras Indoesia. Kebijakan impor diimplementasikan

melalui dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan restriksi nontarif. Adanya

liberalisasi pertanian pada tahun 1998 diwujudkan dengan menghapus berbagai

instrumen kebijakan, diantaranya dengan pencabutan monopoli impor beras oleh

Bulog pada akhir tahun 1999 dan impor terbuka bagi siapa saja, serta adanya

pembebasan bea masuk impor, sehingga mendorong banjirnya impor beras. Hal

ini menyengsarakan petani Indonesia, terutama petani kecil.

Pada tahun 2000, pemerintah melakukan kebijakan protektif dengan

menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430/kg (30% ad volarem). Nilai tarif

(38)

40%, kacuali untuk berasbound rate (160%) dan gula (95%) untuk periode 1995-2004. Kemudian nilai tarif tersebut dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004

menjadi sebesar Rp 450/Kg yang berlaku mulai awal 2005. Ternyata pengenaan

tarif spesifik tersebut tidak efektif mengangkat harga beras dalam negeri dan

justru mendorong terjadinya penyelundupan beras ke Indonesia (Pratiwi, 2008).

Sebagai alternatif dari kebijakan tarif, pemerintah menerapkan kebijakan

pengaturan impor beras berdasarkan kepmen Perindag No. 9/MPP/Kep/1/2004

yang mengatur pelarangan impor beras satu bulan sebelum dan dua bulan setelah

panen raya, sehingga beras impor dilarang masuk ke wilayah Indonesia pada

bulan Januari-Juni, dan pada periode di luar panen raya beras impor dapat masuk

dengan pengaturan jumlah, tempat (pelabuhan), kualitas dan waktu. Proteksi non

tarif juga dilakukan melalui quota tarif dan pengawasan jalur perdagangan.

4) Kebijakan Distribusi

Kebijakan distribusi bertujuan untuk menjamin ketersediaan pangan

sepanjang tahun secara merata dan terjangkau di seluruh lapisan masyarakat.

Distribusi beras mutlak diperlukan dalam menjaga ketahanan pangan karena beras

memiliki ciri membutuhkan waktu dalam penyediaannya. Lag penyediaan beras

terjadi karena produksi padi sangat tergantung musim tanam. Karena itu pada

bulan-bulan tertentu, terutama pada musim panen raya (Februari-Mei), pasokan

beras melimpah. Sedangkan pada musim paceklik (Agustus-September) pasokan

beras cenderung berkurang, bahkan sering terjadi kerawanan pangan pada

daerah-daerah tertentu. Persediaan beras antar daerah-daerah tidak merata karena kemampuan

produksi antar wilayah tidak sama. Sehingga pengaturan distribusi pangan yang

(39)

Proses distribusi beras di Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu

melalui Bulog dan mekanisme pasar. Bulog hanya menguasai sekitar 10%market share beras, sedangkan sisanya melalui mekanisme pasar. Bulog hanya berperan sebagai stabilisator harga untuk pengadaan beras dalam negeri, bukan sebagai

penentu harga pasar beras secara keseluruhan. Pembelian gabah secara nasional

bertujuan memberikan harga yang wajar pada petani terutama pada saat panen

raya melalui HPP, sebagai sumber pengadaan dalam negeri. Kemudian gabah dan

beras hasil pengadaan dalam negeri akan menjadi persediaan yang tersimpan

dalam gudang-gudang (Divre) di seluruh tanah air sebagai Cadangan Beras

Pemerintah (CBP) sebesar 1-1,5 juta ton (buffer stock) yang dapat digunakan

pemerintah sebagai sumber bantuan sosial, operasi pasar, keperluan darurat dan

suplai pasar tertentu. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas CBP, pemerintah

menugaskan Bulog untuk mendistribisikannya kepada keluarga miskin melalui

Raskin. Dibandingkan dengan jumlah konsumsi total, besarnya CBP tersebut

belum merepresentasikan pengaruh Bulog terhadap distribusi beras dalam negeri.

Sebagian besar distribusi beras di Indonesia (lebih dari 90%) melalui mekanisme

pasar.

2.3. Revitalisasi Pertanian

Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan masyarakat, pemerintah

kabinet Indonesia Bersatu pimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

membangun strategi revitalisasi pertanian yang merupakan salah satu dari strategi

tiga jalur (triple-track strategy) yang berazas pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Selengkapnya, ketiga jalur strategi itu adalah: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5% per tahun melalui percepatan investasi dan

(40)

kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, (3) revitalisasi sektor pertanian dan

pedesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, sebagaimana disebut

sebelumnya (Arifin, 2007).

Strategi tersebut telah dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM). Selanjutnya masing-masing departemen atau lembaga

merumuskan secara spesifik program masing-masing sesuai tugas dan fungsinya

dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) dengan mengacu pada kedua dokumen

tersebut.

Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk

menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan

konstektual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan

kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional

dengan tidak mengabaikan sektor lain (Deptan, 2005).

2.4. Konsep Produksi

Model hubungan anatara masukan dan keluaran diformulasikan dengan

fungsi produksi yang berbentuk q = f(K, L, M....), dimana q mewakili keluaran

untuk suatu barang tertentu dalam satu periode, K mewakili penggunaan modal

selama periode tersebut, L mewakili jam masukan tenaga kerja. M mewakili

bahan mentah yang dipergunakan, dan notasi ini menunjukan kemungkinan

variabel-variabel lain mempengaruhi proses produksi. Menurut Nicholson, (1991)

juga mengatakan produk fisik marginal dari sebuah masukan adalah keluaran

tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari

(41)

Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan

produksi. Masukan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal, dan iklim yang

mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua masukan

yang dipakai dianalisis, hal ini tergantung penting tidaknya pengaruh masukan itu

terhadap produksi. Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi harga

dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi

masukan yang baik. Namun biasanya petani sulit melakukan kombinasi ini,

menurut Soekartawi, (1990) karena:

1) Adanya ketidaktentuan mengenai cuaca, hama, dan penyakit tanaman.

2) Data yang dipakai untuk melakkukan pendugaan fungsi produksi mungkin

tidak benar.

3) Pendugaan fungsi produksi tidak hanya diartikan sebagai gambaran rata-rata

suatu pengamatan.

4) Data harga dan biaya yang dikorbankan mungkin tidak dilakukan secara pasti.

5) Setiap petani dan usaha taninya mempunyai sifat yang khusus.

Oleh karena itu keputusan penggunaan faktor produksi baik dalam

kuantitas maupun kombinasi yang dibutuhkan dalam satu tingkat produksi

ditentukan oleh petani. Dalam suatu penelitian biasanya faktor-faktor yang relatif

dapat dikontrol dimasukan kedalam peubah bebas, sedangkan faktor-faktor yang

relatif kurang dapat dikontrol biasanya diperhitungkan sebagai galat.

Bentuk persamaan matematis dari fungsi produksi pada dasarnya

merupakan abstraksi dari proses produksi yang disederhanakan, sebab dengan

melakukan penyederhanaan kejadian-kejadian atau gejala-gejala alam yang

(42)

produksi dapat dilihat hubungan teknis antara faktor produksi dengan

produksinya, serta suatu gambaran dari semua metode produksi yang efisisen.

Secara matematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Y = f(X1, X2, X3,....Xn)

Dimana:

Y = Jumlah produksi

Xn = Faktor-faktor produksi

Pembagian daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi dibedakan

atas tiga daerah yaitu :

1) Daerah I (daerah rasional atau kenaikan hasil yang selalu bertambah). Daerah

dengan elastisitas produksi lebih besar dari satu, sehingga setiap penambahan

faktor produksi sebesar satu persen mengakibatkan penambahan produksi

lebih dari asatu persen. Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai

karena produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi

yang lebih banyak, dengan asumsi cukup tersedia faktor produksi.

2) Daerah II (daerah rasional atau kenaikan hasil tetap). Daerah dengan

elastisitas produksi antara 0 dan 1, sehingga setiap penambahan faktor

produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan produksi

paling tinggi satu persen dan paling rendah sebesar nol persen. Pada daerah ini

keuntungan maksimum akan tercapi karena faktor produksi telah digunakan

secara maksimum.

3) Daerah III (daerah irasional atau kenaikan hasil negatif). Daerah yang

elastisitas produksi lebih kecil dari nol, sehingga setiap penambahan faktor

(43)

nilai elastisitasnya. Pada daerah ini mencerminkan bahwa pemakaian faktor

produksi sudah tidak efisien.

Hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi dapat digambarkan

dalam suatu proses produksi seperrti yang tergambar dibawah ini :

Keterangan :

a : PM maksimum X : Hasil Produksi

b : e = 1, PR maksimum Y : Faktor Produksi

c : e = 0 PT : Produk Total

0-b : Daerah I (EP > 1) PR : Produk Rata-Rata b-c : Daerah II (0 < EP < 1) PM : Produk Marginal. c >> : Daerah III (EP < 1)

Sumber : Soekartawi, 1990

Gambar 1. Elastisitas Produksi dan Daerah-Daerah Produksi Y

a

b

c

X 0

Y

0 X

PT

PR

(44)

Menurut Soekartawi (1990), beberapa model fungsi produksi yang dikenal

antara lain model linier, Cobb douglas, dan transendental. Model linear berganda

dan model Cobb-Douglas merupakan model yang paling sederhana serta mudah

dianalisis.

2.5. Konsep Konsumsi

Konsumsi merupakan sejumlah barang yang digunakan langsung oleh

masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Keynes menyatakan bahwa konsumsi

sangat bergantung pada pendapatan sekarang. Karena itu para ekonom terbaru

menyatakan bahwa konsumen memahami kalau mereka menghadapi keputusan

antar waktu. Konsumen menatap sumberdaya dan kebutuhan masa depan mereka,

yang menunjukan fungsi konsumsi yang lebih komleks dibanding fungsi

konsumsi yang Keynes berikan. Keynes menyatakan bentuk fungsi konsumsi :

Konsumsi = f (pendapatan sekarang)

Sedangkan studi terbaru menyatakan :

Konsumsi = f (pendapatan sekarang, kekayaan, pendapatan masa depan

yang diharapkan, tingkat bunga)

Dengan kata lain pendapatan sekarang hanya merupakan salah satu determinan

dari konsumsi agregat (Mankiw, 2003).

Preferensi konsumen dapat ditunjukan oleh kurva indifferens, dimana

kurva ini menggambarkan tingkat kepuasan dua barang (jasa) yang disukai

konsumen. Semakin tinggi kurva indifferens semakin tinggi pula tingkat kepuasan

konsumen. Bentuk kurva ini cembung terhadap titik nol menunjukan kepuasan

yang didapat dari mengkonsumsi barang yang pertama. Konsumsi barang pertama

lebih disukai daripada tingkat konsumsi yang kedua. Kurva ini memiliki

(45)

1) Selera konsumen terhadap barang tertentu dianggap konsisten, akibat dari

asumsi ini adalah kurva indifferens tidak pernah bersinggungan dan

berpotongan satu sama lain.

2) Individu atau konsumen lebih menyukai barang dengan jumlah yang lebih

banyak daripada jumlah yang lebih sedikit, sehingga akibat dari asumsi ini

adalah kurva indiferens berslope negatif, yang merefleksikan prinsip umum

dimana individu akan mengorbankan barang untuk mendapatkan barang yang

mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

3) Kurva Indifferens menggambarkan efek subtitusi antara barang satu dengan

barang yang lainya. Misalnya X dan Y mempunyai efek subtitusi 1 : 2 maka

satu kenaikan barang X akan menyebabkan penurunan dua unit barang Y.

Sumber: Nicholson, 1991

Gambar 2. Kurva Indifferens

Pada Gambar 2, konsumen lebih memilih I3 daripada I2 dan lebih memilih

I2 daripada I1, tetapi tidak peduli pada posisi yang berada pada kurva indifferens.

Kemiringan (slope) dalam nilai absolut, dikenal dengan marginal rate of subtitution, menunjukan besaran dimana konsumen bersedia mengorbankan suatu barang untuk digantikan dengan suatu kelebihan yang lain. Pada kebanyakan

Good Y

(46)

barang angka marginal of subtitution tidak konstan sehingga kurva indifferens berbentuk melengkung. Kurva berbentuk cembung terhadap sumbu

menggambarkan efek subtitusi negatif. Bila harga naik sementara pendapatan

tetap, maka konsumen akan membeli sedikit barang yang mahal dengan

menggantinya pada kurva indiferens yang lebih rendah (Nicholson,1991).

2.6. Model Persamaan Simultan

Salah satu model ekonometrika yang sering digunakan dalam menganalisis

peubah-peubah ekonomi yang lebih kompleks, yaitu model persamaan simultan.

Menurut Gujarati (1997), persamaan simultan adalah model yang terdapat lebih

dari satu variabel tak bebas dan lebih dari satu persamaan. Suatu ciri unik dari

sistem persamaan simultan adalah bahwa variabel tak babas dalam satu persamaan

mungkin muncul sebagai variabel yang menjelaskan dalam persamaan lain dari

sistem.

Menurut Pyndick dan Rubinfeld (1998), Sistem persamaan simultan dapat

memberikan gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan

model persamaan tunggal. Hal ini disebabkan karena peubah-peubah dalam

persamaan satu dengan yang lainnya dalam model dapat berinteraksi satu sama

lain. Suatu model ekonomi biasanya mengandung beberapa hubungan yang

merupakan sebuah sistem persamaan simultan. Karena itu dalam sistem

persamaan simultan ada kalanya tidak mudah membedakan antara peubah bebas

dengan peubah tak bebas dalam setiap persamaan.

2.7. Penelitian Terdahulu

Pratiwi (2008) dalam studinya mengenai efektifitas dan perumusan strategi

kebijakan beras nasional, memperoleh hasil bahwa prioritas pertama peningkatan

(47)

Pemda terkait. Hal ini karena masih tingginya potensi peningkatan produksi di

masa mendatang tetapi ketersediaan sarana irigasi sangat terbatas. Prioritas kedua

adalah mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya

lokal dan yang terakhir adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan

pemberian insentif bagi pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan pertanian

dapat dikurangi.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sari (2007), mengenai analisis

dampak kenaikan harga beras terhadap pola konsumsi beras rumah tangga, studi

kasus di Cipinang Jakarta Timur. Menyimpulkan bahwa beras merupakan

makanan pokok penduduk Indonesia dan belum ada bahan pangan lain yang

menggantikannya, sehingga setinggi apapun harga beras, rumah tangga akan tetap

berusaha untuk memenuhi kebutuhannya terhadap beras.

Farihah (2005) dalam penelitiannya, memperoleh hasil ramalan produksi

dan konsumsi beras dengan menggunakan data BPS menunjukan Indonesia dapat

mencapai swasembada beras untuk enam tahun yang akan datang (2006-2011).

Sedangkan dengan menggunakan deret data modifikasi Indonesia belum dapat

mencapai swasembada beras.

Malian dkk (2004) dalam studinya yang bertujuan untuk menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras, serta perubahan

harga beras domestik dan indeks harga bahan makanan. Dengan menggunakan

data sekunder yang bersumber dari BPS, Deptan dan Bulog yang diananlisis

dengan menggunakan model ekonometrika. Hasil analisis menunjukan bahwa

kebijakan harga dasar gabah tidak akan efektif apabila tidak diikuti kebijakan

perberasan lainnya. Faktor determinan yang teridentifikasi memberikan pengaruh

(48)

impor beras, harga pupuk urea, nilai tukar riil dan harga beras dipasar domestik.

(2) Konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras dipasar

domestik, impor beras tahun sebelumnya, harga jagung pipilan di pasar domestik,

dan nilai tukar riil. (3) Harga beras di pasar domestik dipengaruhi oleh nilai tukar

riil, harga jagung pipilan dipasar domestik dan harga dasar gabah.

Adnyana (!999) berdasasrkan studinya mengenai penerapan model

penyesuaian Nerlove dalam proyeksi produksi dan konsumsi beras, diperoleh

hasil proyeksi luas areal panen padi cenderung menurun dalam 14 tahun kedepan

(2000-2014) sebesar 0,013% per tahun, namun produksi padi cenderung

meningkat karena persentase peningkatan produktivitas lebih besar dari

penurunan luas areal panen. Dalam periode yang sama, konsumsi beras per kapita

diperkirakan menurun 0,014% per tahun. Bila tidak ada upaya khusus dalam

meningkatkan produksi padi dalam 14 tahun kedepan maka Indonesia

diperkirakan akan mengalami peningkatan defisit rata-rata 7,628% per tahun.

Mulyana (1998) menemukan bukti empirirs dari hasil penelitiannya,

bahwa ada beberapa respon dari para petani Jawa dan Bali dengan para petani

diluar Jawa dan Bali (Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Lainnya) dalam

meningkatkan areal panen. Untuk Jawa dan Bali harga gabah mempunyai

pengaruh posotif terhadap areal dalam bentuk rasio terhadap harga pupuk.

Sedangkan di luar Jawa dan Bali, yang berpengaruh positif terhadap areal panen

hanya harga gabah secara tunggal. Selain itu konversi lahan yang terjadi di Jawa

dan Bali berpengaruh negatif terhadap perluasan areal panen. Elastisitas rasio

harga gabah terhadap harga pupuk dalam jangka pendek di Jawa dan Bali sebesar

0,006 dan dalam jangka panjang sebesar 0,011. Sedangkan di Sumatra

(49)

Kalimantan dan Sulawesi masing-masing untuk jangka pendek sebesar 0,188 dan

0,137 dan untuk jangka panjang sebesar 1,944 dan 0,759.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyana (1998), menunjukan hasil

evaluasi dengan simulasi diketahui bahwa dalam periode 1984-1996 swasembada

beras sebenarnya dapat dipertahankan apabila diterapkan kebijakan tunggal

menaikan haga dasar gabah 15,38%, menambah areal irigasi 3,61%, areal

intensifikasi 5,25% atau mendevaluasi rupiah 100% dari kecenderungan

perubahannya. Kebijakan harga dasar atau devaluasi rupiah akan meningkatkan

kesejahteraan petani, namun mengurangi kesejahteraan konsumen. Sebaliknya

kebijakan penambahan areal irigasi dan intensifikasi lebih berpihak kepada

konsumen dan akan merugikan petani karena bertambahnya produksi padi tidak

diiringi dengan peningkatan pengadaan secara proporsional sehingga harganya

turun.

Tabor et all (1989) dalam Ritonga (2004), mengungkapkan bahwa rendahnya elastisitas harga beras memberikan petunjuk bahwa usaha

mempertahankan harga beras tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan

beras. Permintaan beras lebih ditentukan oleh pertumbuhan penduduk dan

peningkatan pendapatan daripada perubahan harga.

Respon areal panen yang diteliti oleh Lokollo (1986) dengan

menggunakan data series Indonesia 1969-1983 menemukan hasil bahwa

faktor-faktor yang signifikan dalam areal panen adalah penggunaan varietas unggul,

harga pupuk dengan koefisisen elastisitas input masing-masing 0,3952 dan

-1,5434. Sedangkan dalam respon hasil produktivitasnya ditemukan tiga peubah

yang signifikan, yaitu: harga padi (0,127), penggunaan varietas unggul (0,463)

(50)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Pada bagian ini akan dijelaskan teori yang berhubungan dengan penelitian

antara lain mengenai penawaran beras, permintaan beras, serta harga dan

intervensi pemerintah.

3.1.1. Penawaran Beras

Penawaran disektor pertanian adalah banyaknya komoditas pertaian yang

diproduksi/ditawarkan oleh para petani/produsen. Dalam hukum penawaran

dinyatakan bahwa semakin tinggi harga dari suatu barang semakin banyak jumlah

barang tersebut yang ditawarkan oleh produsen, karena rangsangan ekonominya

tinggi. Sebaliknya, semakin rendah harganya semakin sedikit jumlah yang

ditawarkan dengan sayarat bahwa faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi

penawaran, seperti luas tanah, cuaca, dan sebagainya tidak berubah (cateris

paribus) (Tambunan, 2003).

Produksi suatu komoditas pertanian (Qg) dalam model agregat merupakan

fungsi dari masukan utama lahan (A), modal (K) tenaga kerja (L) dan masukan

lainnya (Z), yaitu :

Qg = p(A, K, L, Z) ... (1)

Penentuan keputusan produksi itu didasarkan atas pilihan (1)

meminimumkan biaya, (2) memaksimumkan produksi pada ketersediaan tertentu.

Kedua pilihan itu ditujukan untuk mencapai keuntungan maksimum dan hasil

pemecahannya akan sama (Handerson dan Quand, 1980 dalam Mulyana, 1998),

maka fungsi keuntungan produsen dapat dirumuskan sebagai berikut:

(51)

Dimana Pg adalah harga komoditi (dalam penelitian ini adalah gabah), Pa harga

masukan A, Pk harga masukan K, PLharga masukan L, Pz harga masukan Z dan

Btadalah biaya tetap.

Dengan melakukan penurunan secra prosedur matematika, sehingga dari

persamaan akan dihasilkan:

NPMi = Pi ... (3)

NPMi nilai produksi marjinal dari masukan i, dan i adalah A, K, L, Z,

sementara Pi adalah harga masukan i. Kemudian dari persamaan (3) dapat

diturunkan fungsi permintaan masing-masing masukannya yaitu:

A = a(Pa, Pg, Pk, PL,Pz) ... (4)

K = k(Pk, Pa, Pg, PL,Pz) ... (5)

L = l(PL, Pa, Pg, Pk, Pz) ... (6)

Z = z(Pz, Pa, Pg, Pk, PL) ... (7)

Dengan mensubtitusikan persamaan (4) hingga (7) ke persamaan (1) maka

menurut pendekatan masukan produksi akan diperoleh persamaan penawaran

sebagai berikut:

Qg = g(Pg, Pa, Pk, PL,Pz) ... (8)

Jadi penawaran merupakan fungsi dari harga gabah (Pg) dan harga faktor produksi

(Pa, Pk, PL,dan Pz).

Besar kecilnya pengaruh harga komoditas pertanian terhadap jumlah yang

diproduksi tergantung pada nilai elastisitas harga dari penawaran. Semakin besar

niali elastisitasnya, semakin besar perubahan penawaran atau lebih besar daripada

perubahan (Gambar 3A). Sebaliknya, jika nilai elastisitasnya semakin kecil,

perubahan jumlah barang yang ditawarkan juga semakin kecil, atau persentase

(52)

yang ditawarkan tidak berubah sama sekali jika nilai elastisitasnya nol (Gambar

3B) (Tambunan, 2003).

Sumber : Tambunan (2003)

Gambar 3. Kuurva Penawaran Menurut Nilai Elastisitas Harga dari Penawaran yang Berbeda.

Produksi padi dipengaruhi oleh luas areal panen dan produktivitas. Faktor

–faktor yang mempengaruhi luas areal panen selain harga gabah (Pg) adalah harga

masukan (Pi), upah tenaga kerja (W) luas areal irigasi (I). Maka fungsi luas areal

panen tersebut, sebagai berikut:

At= a( Pgt, Pit, Wt, It) ... (9)

Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi produktivityas padi

adalah harganya sendiri (Pg), upah tenaga kerja (W), jumlah penggunaan masukan

(M), dan Luas areal intensifikasi (N). Dengan demikian fungsi Produktivitas dapat

dituliskan sebagai berikut :

Yt = y(Pgt, Wt, Mt, Nt) ... (10)

Karena itu pula produksi padi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Qgt = At*Yt... (11) P0

P1 P

S

Q0 Q1

P

Q

(53)

Produksi beras merupakan hasil pengolahan (penggilingan) gabah, yaitu produksi

padi/gabah dikalikan dengan suatu faktor konversi (K), yang nilainya sebesar 0,63

sesuai dengan angka yang berlaku saat ini.

Qbt = Kt*Qgt ... (12)

3.1.2. Permintaan Beras

Permintaan suatu komoditi pertanian adalah banyaknya komoditi pertanian

yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen (Soekartawi, 2002). Menurut

Koutsoyiannis (1977) secara konseptual, permintaan merupakan suatu fungsi yang

dipengaruhi oleh banyak peubah (multivariate), faktor-faktor terpenting yang

mempengaruhi permintaan adalah harga barang yang bersangkutan, harga barang

lain, pendapatan serta selera.

Fungsi permintaan beras diturunkan dari fungsi utilitas konsumen. Fungsi

utilitas dapat dirumuskan sebgagai berikut:

U = u (Qd, Qn) ... (13)

dengan kendala:

Y = Pb*Qd + Pn*Qn ………. (14)

dimana :

U = Tingkat utilitas konsumen

Qd = Jumlah konsumsi beras

Qn = Jumlah konsumsi non beras

Y = Tingkat pendapatan

Pb = Harga beras

Pn = Harga konsumsi non beras

Dari persamaan (13) dan (14) dapat dirumuskan fungsi kepuasan yang

Gambar

Tabel 1. Stok Pangan Dunia (Juta Ton) 2006-2007
Tabel 2. Posisi Indonesia dalam Impor Pangan di Tingkat Dunia Tahun2001- 2005
Tabel 3.  Ketersediaan dan Konsumsi Beras (Ton) Tahun 2005-2008
Tabel 4. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak Batang Brotowali terhadap penurunan kadar asam urat serum darah pada tikus putih jantan galur Wistar hiperurisemia.. Pada

Secara konsep Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilaksanakan BUMN tidak jauh berbeda dengan kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan

Diberikan beberapa kasus dalam bentuk project yang harus diselesaikan mahasiswa yang dikerjakan sesuai jadwal yang diberikan. Metode/ cara pengerjaan, acuan yang

Peneliti dan guru mendiskusikan RPP pada tema la vie scolaire yang akan diterapkan dalam penelitian, guru menerima RPP tersebut dan menyarankan agar tetap menggunakan buku ajar

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap enam bank yang terdaftar di BEI dan sudah menggunakan internet banking, dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh

Hasil penelitian menyatakan bahwa variabel leverage berpengaruh positif terhadap risiko sistematis (beta), sedangkan variabel likuiditas (LDR) tidak berpengaruh signifikan

Usaha pembesaran yang akan dilakukan adalah pembesaran ikan lele, dengan menghasilkan ikan lele yang berkualitas baik yang tentunya akan mencoba memenuhi