• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM KOMPLEKSITAS PENATAAN KAWASAN PUNCAK

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Oleh :

EMI MARSUSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul :

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi

dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

(3)

ABSTRAK

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua

dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Emi Marsusanti, Hadi S. Alikodra, Hariadi Kartodihardjo

Menurunnya kualitas lingkungan akibat perubahan fungsi lahan dari areal konservasi/hutan menjadi pemukiman di kawasan Puncak Bogor merupakan akibat dari lemahnya fungsi institusi dalam mengendalikan kawasan Puncak. Penelitian ini bertujuan untuk pertama mengungkapkan penyebab terjadinya perubahan lahan di kawasan Puncak Bogor, kedua mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan-permasalahan institusi menyangkut batas yurisdiksi, property right dan aturan representasi dalam penataan kawasan Puncak Bogor.

(4)

ABSTRACT

Identification and Analysis of Institution’s Problem in Puncak Area Managing Complexity (Case Study : Kelurahan Cisarua and Tugu Utara

Village, Bogor District)

Emi Marsusanti, Hadi S. Alikodra, Hariadi Kartodihardjo

Declining of environment’s quality caused by land function transforming from conservation or woods area to housing complex at Bogor Puncak area, is the result of the institution’s function weakness in managing Puncak area. This research attempts to first reveal the grounds of land transforming at Bogor Puncak area, second, identify and analyze the institution’s problems including the jurisdiction’s border, property right and representation’s rule in transforming Puncak area.

The method of this research is quantitative-qualitative by using questionnaire, interview and map overlay in data collecting process.

(5)

ANALISA DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN INSTITUSI

DALAM KOMPLEKSITAS PENATAAN KAWASAN PUNCAK

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

EMI MARSUSANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Tesis : Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor) Nama Mahasiswa : Emi Marsusanti, S. Hut

Nomor Pokok : P10500047

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Hadi S. Alikodra, MS Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Plh Ketua Program Studi Pengelolaan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Etty Riani, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

RABB

ku, sebagai bentuk pertanggungjawaban akademisku.

Ayah dan emak serta seluruh keluarga di Pontianak, Abati dan ibu serta seluruh keluarga di Palembang dengan doa dan segenap

harapan

Suamiku, sahabatku bang ifan

bersama doa, semangat, dukungan, cinta dan kasih sayang

Anak-anakku Nadia, Ulfa dan Bintang , semoga dapat mewariskan budaya keilmuan pada generasimu.

Yun, Bi Cik Ita, D’ Ta, Dani, Sopi HD, Yudi PPLH, Eti PSL, Bu Ade dan Pak

Ujang di Desa Tugu Utara, Pak Khairul di Cisarua, Hermin dan Evi Bojong,

Guru-guru TPA Masjid Almuhairi, Mas eko rental Computer Blem dan mas

wiwid Prima printing. Trimakasih untuk segala bantuan

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak kemudahan dalam setiap proses penyelesaian tugas akhir Pasca Sarjana ini. Tesis ini berjudul Analisa dan Identifikasi Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr H Hadi S Alikodra, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku anggota komisi dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis dalam merumuskan hasil penelitian ini. Kepada semua pihak yang telah membantu selama penulisan tesis ini penulis berikan penghargaan atas segala bantuan dan kerjasamanya.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Emi Marsusanti, dilahirkan pada tanggal 4 September 1969 di Pontianak Kalimantan Barat. Ibu bernama Fatimah dan ayah bernama H. Abdul Madjid. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ... 6

II. TINJAUAN

PUSTAKA

2.1. Institusi ... 8

2.2. Penataan Ruang ... 10

2.3. Permasalahan dalam Manajemen Kawasan ... 11

2.4. Penggunaan Lahan ... 13

2.5. Alih Fungsi atau Perubahan Penggunaan Lahan ... 14

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kelurahan Cisarua ... 17

3.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 17

3.1.2. Biofisik dan Hidrologi ... 17

3.1.3. Kependudukan ... 17

3.2. Desa Tugu Utara ... 19

3.2.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 19

3.2.2. Biofisik dan Hidrologi ... 19

(11)

DALAM KOMPLEKSITAS PENATAAN KAWASAN PUNCAK

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Oleh :

EMI MARSUSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul :

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi

dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

(13)

ABSTRAK

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua

dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Emi Marsusanti, Hadi S. Alikodra, Hariadi Kartodihardjo

Menurunnya kualitas lingkungan akibat perubahan fungsi lahan dari areal konservasi/hutan menjadi pemukiman di kawasan Puncak Bogor merupakan akibat dari lemahnya fungsi institusi dalam mengendalikan kawasan Puncak. Penelitian ini bertujuan untuk pertama mengungkapkan penyebab terjadinya perubahan lahan di kawasan Puncak Bogor, kedua mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan-permasalahan institusi menyangkut batas yurisdiksi, property right dan aturan representasi dalam penataan kawasan Puncak Bogor.

(14)

ABSTRACT

Identification and Analysis of Institution’s Problem in Puncak Area Managing Complexity (Case Study : Kelurahan Cisarua and Tugu Utara

Village, Bogor District)

Emi Marsusanti, Hadi S. Alikodra, Hariadi Kartodihardjo

Declining of environment’s quality caused by land function transforming from conservation or woods area to housing complex at Bogor Puncak area, is the result of the institution’s function weakness in managing Puncak area. This research attempts to first reveal the grounds of land transforming at Bogor Puncak area, second, identify and analyze the institution’s problems including the jurisdiction’s border, property right and representation’s rule in transforming Puncak area.

The method of this research is quantitative-qualitative by using questionnaire, interview and map overlay in data collecting process.

(15)

ANALISA DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN INSTITUSI

DALAM KOMPLEKSITAS PENATAAN KAWASAN PUNCAK

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

EMI MARSUSANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(16)

Judul Tesis : Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor) Nama Mahasiswa : Emi Marsusanti, S. Hut

Nomor Pokok : P10500047

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Hadi S. Alikodra, MS Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Plh Ketua Program Studi Pengelolaan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Etty Riani, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(17)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

RABB

ku, sebagai bentuk pertanggungjawaban akademisku.

Ayah dan emak serta seluruh keluarga di Pontianak, Abati dan ibu serta seluruh keluarga di Palembang dengan doa dan segenap

harapan

Suamiku, sahabatku bang ifan

bersama doa, semangat, dukungan, cinta dan kasih sayang

Anak-anakku Nadia, Ulfa dan Bintang , semoga dapat mewariskan budaya keilmuan pada generasimu.

Yun, Bi Cik Ita, D’ Ta, Dani, Sopi HD, Yudi PPLH, Eti PSL, Bu Ade dan Pak

Ujang di Desa Tugu Utara, Pak Khairul di Cisarua, Hermin dan Evi Bojong,

Guru-guru TPA Masjid Almuhairi, Mas eko rental Computer Blem dan mas

wiwid Prima printing. Trimakasih untuk segala bantuan

(18)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak kemudahan dalam setiap proses penyelesaian tugas akhir Pasca Sarjana ini. Tesis ini berjudul Analisa dan Identifikasi Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr H Hadi S Alikodra, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku anggota komisi dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis dalam merumuskan hasil penelitian ini. Kepada semua pihak yang telah membantu selama penulisan tesis ini penulis berikan penghargaan atas segala bantuan dan kerjasamanya.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

(19)

RIWAYAT HIDUP

Emi Marsusanti, dilahirkan pada tanggal 4 September 1969 di Pontianak Kalimantan Barat. Ibu bernama Fatimah dan ayah bernama H. Abdul Madjid. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara.

(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ... 6

II. TINJAUAN

PUSTAKA

2.1. Institusi ... 8

2.2. Penataan Ruang ... 10

2.3. Permasalahan dalam Manajemen Kawasan ... 11

2.4. Penggunaan Lahan ... 13

2.5. Alih Fungsi atau Perubahan Penggunaan Lahan ... 14

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kelurahan Cisarua ... 17

3.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 17

3.1.2. Biofisik dan Hidrologi ... 17

3.1.3. Kependudukan ... 17

3.2. Desa Tugu Utara ... 19

3.2.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 19

3.2.2. Biofisik dan Hidrologi ... 19

(21)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.2. Pengumpulan Data ... 21

4.3. Analisis Data ... 23

4.3.1. Analisis Spasial ... 24

4.3.2. Analisis Deskriptif ... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 28

5.1.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kelurahan Cisarua ... 30

5.1.2. Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Desa Tugu Utara ... 31

5.2. Analisis dan Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 32 5.2.1. Kelurahan Cisarua ... 32

5.2.1.1. Pemerintahan ... 32

5.2.1.2. Status Kepemilikan Lahan (Property Right) ... 34

5.2.1.3. Kawasan Hutan ... 37

5.2.2. Desa Tugu Utara ... 38

5.2.2.1. Pemerintahan ... 38

5.2.2.2. Status Kepemilikan Lahan (Property right) ... 41

5.2.2.3. Kawasan Hutan ... 41

5.2.2.4. Status Tanah Hak Guna Usaha ... 43

5.3. Aturan Representasi ... 46

5.4. Sistem Pengendalian Pembangunan di Kawasan Puncak Bogor ... 49

5.5. Nilai Jual Objek Pajak ... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan Saran ... 52

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Identifikasi Permasalahan

Institusi dalam kompleksitas Penataan Kawasan Puncak ... 7 Gambar 2 Struktur Aktivitas Sosial Ekonomi dengan Penggunaan atau

Penutupan lahan ... ... 16 Gambar 3. Peta Kecamatan Cisarua ... 18 Gambar 4. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ... 25 Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian ... 25 Gambar 6. Diagram Alir Penelitian ... 26 Gambar 7. Perbandingan Perubahan Lahan tahun 1994-2004 ... 29 Gambar 8. Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cisarua

Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor ... 34 Gambar 9. Susunan Organisasi Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya ... 23 Tabel 2. Perubahan Fungsi Lahan Bopunjur ... 27 Tabel 3. Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di

Kelurahan Cisarua Kabupaten Bogor... 30 Tabel 4. Rekapitulasi Data Perubahan Status Penguasaan Lahan Dari

Tahun 1994 – 2004 di Kelurahan Cisarua ... 31 Tabel 5 Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di Desa

Tugu Utara Kabupaten Bogor ... .. 32 Tabel 6 Rekapitulasi Data Perubahan Status Penguasaan Lahan Dari

Tahun 1994 – 2004 di Desa Tugu Utara ... 32 Tabel 7 Status penguasaan lahan di Kelurahan Cisarua Kabupaten ... 37 Tabel 8 Status penguasaan lahan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor ... 41 Tabel 9 Jumlah Bangunan Fisik di Desa Tugu Utara s.d. tahun 2006 ... 45 Tabel 10 Jumlah dan tingkat personil Sat Pol PP Kabupaten Bogor ... 50 Tabel 11 NJOP Lahan pada Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara... 51 Tabel 12 Deskripsi Singkat Permasalahan Institusi dalam Pengelolaan

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data Distribusi Perubahan Penggunaan Lahan Kelurahan Cisarua ... 61 2. Data Distribusi Perubahan Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara... 63 3. Skema Masalah Pertanahan PT. Sari Sumber Bumi Pakuan

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Puncak merupakan bagian dari kawasan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor. Kawasan ini memiliki beragam fungsi strategis, antara lain sebagai kawasan lindung dan tata air, sumber plasma nutfah, kawasan penyangga dan budidaya pertanian dan non pertanian. Dikarenakan posisi geografis yang signifikan dari kawasan ini, kawasan Puncak juga dianggap sebagai kawasan hinter land yang menjaga kehidupan penduduk di sekitarnya seperti Depok, Bogor dan Ibukota negara DKI Jakarta. Eksistensi kawasan ini sangat diperhitungkan karena dampak permasalahan di dalamnya mempengaruhi kawasan-kawasan penting lainnya.

Selain itu kawasan ini memiliki keindahan alam dan udara yang sejuk karena didominasi oleh pegunungan dengan hamparan perkebunan teh yang terletak pada ketinggian 1000 meter dari permukaan laut sehingga menjadi andalan wisata Jawa Barat dan trade mark bagi Bangsa Indonesia di forum pariwisata internasional.

Beberapa keunggulan diatas, menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik yang cukup tinggi sehingga banyak pihak yang memanfaatkannya tidak hanya sebagai alternatif tempat pariwisata untuk menikmati keindahan alam di akhir pekan, tetapi lebih pada keinginan untuk menguasai lahan dan tempat investasi, mulai dari investasi skala kecil hingga skala besar, sehingga jumlah penduduk di kawasan ini meningkat pesat dan membawa konsekuensi pada penggunaan lahan yang meningkat pula. Menurut sensus penduduk pada tahun 1980 dan 2000 terjadi peningkatan jumlah penduduk dari 5,7 menjadi 11,7 juta jiwa (Alihar, 2002).

(26)

industri. Akibat dari perubahan fungsi ini bermunculan persoalan-persoalan lingkungan yang memiliki dampak ekologis seperti banjir, erosi dan lain-lain, yang tidak saja terjadi di kawasan Puncak Kabupaten Bogor tapi juga pada kawasan-kawasan di sekitarnya.

Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah memperketat aturan main (perundang-undangan) di kawasan Puncak. Melalui Keppres 114/1999, pemerintah menetapkan kawasan Puncak sebagai kawasan konservasi dengan pembangunan terkendali dan terkontrol di dalamnya. Sebelumnya, telah terbit PP no 13/1963, Keppres 48/1983, Keppres no 79/1985 dan PP no 47/1997, yang dijadikan sebagai landasan operasional penataan di Kawasan Puncak, namun semuanya dianggap tidak relevan dengan dinamika pembangunan di lapangan, karena peraturan yang ada tidak menggambarkan kondisi rill di lapangan. Hingga saat ini Keppres 114/1999 masih diberlakukan. (Pemda kabupaten Bogor, 2000).

Meskipun aturan hukum telah tersedia, permasalahan-permasalahan di kawasan Puncak belum dapat terselesaikan. Permasalahan-permasalahan khusus dalam upaya mempertahankan fungsi Kawasan Bogor Puncak Cianjur, yang diidentifikasi oleh Bappeda Pemda Kabupaten Bogor dan disampaikan dalam Forum Sosialisasi Keppres Nomor 114 Tahun 1999 antara lain adalah :

1. Menurunnya kualitas lingkungan yang berdampak pada tata air di kawasan Bopunjur, khususnya pada Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Mega Mendung sebagai “Kawasan Prioritas”.

2. Kurangnya pemahaman akan fungsi kawasan dan penanganannya oleh pemerintah pusat dan swasta.

3. Rendahnya komitmen untuk mematuhi peraturan/ketentuan dalam pengendalian pembangunan di kawasan Bopunjur baik di tingkat pusat maupun daerah.

4. Masih tingginya permintaan penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan, pariwisata, dan industri.

5. Rendahnya dukungan dana sektoral untuk penataan ruang.

(27)

atas tanah negara (ex HGU).

Di samping hal-hal di atas, pengelolaan di kawasan Puncak semakin kompleks dikarenakan sifat kepemilikan lahan yang dikuasai secara turun temurun yaitu sebagai tanah adat, yang memiliki kelemahan dalam kontrol penggunaannya. Dewasa ini, kepemilikan lahan secara adat dikarenakan alasan ekonomi dialihkan kepada pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan keuangan. Mutasi kepemilikan ini menyebabkan pemerintah sulit menghentikan pihak yang menguasai lahan tersebut dalam merubah lahan milik mereka menjadi perumahan (pemukiman) dan industri dikarenakan peruntukannya lebih menguntungkan secara ekonomi (Barlowe, 1986). Interdependensi dalam penggunaan sumber daya alam berupa lahan tidak hanya menjadi masalah individu. Lahan-lahan milik negara pun memiliki konsekuensi terjadinya perubahan fungsi lahan karena berbagai kepentingan sektor-sektor pembangunan lainnya dalam kepemilikan (ownership) lahan yang telah ada.

Dari uraian tersebut diketahui bahwa, munculnya permasalahan dalam penggunaan lahan di Kawasan Puncak didominasi oleh faktor kelembagaan. Sejalan dengan itu Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (2003) mengungkapkan bahwa faktor kelembagaan (institusi) berpengaruh 70% terhadap perubahan fungsi lahan sedangkan non kelembagaan hanya berperan 30%. Dalam hal ini institusi dipahami sebagai instrument yang mengatur hubungan orang atau kelompok masyarakat melalui hak dan kewajiban dalam pemanfaatan sumber daya (Basuni, 2003).

Suatu institusi dicirikan oleh tiga hal penting yaitu, batas yurisdiksi, property right, dan aturan representasi. Oleh karena itu penelitian ini ditinjau dari tiga aspek tersebut, untuk mengungkapkan permasalahan-permasalahan institusi dalam penataan Kawasan Puncak Bogor.

(28)

1.2. Perumusan Masalah

Kawasan pariwisata Puncak yang memiliki luas 18.298,918 ha terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Cisarua (7.460,565 ha), Kecamatan Megamendung (6.012,430 ha) dan Kecamatan Ciawi (4.825,923 ha), yang semula peruntukannya adalah sebagai kawasan non budidaya, diperuntukkan bagi pengaturan air, pencegahan erosi dan banjir, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah (Dinas Tata Ruang, 2004). Akan tetapi, pada saat ini cenderung menjadi kawasan dengan fungsi pengembangan perkotaan, dengan meningkatnya berbagai macam pembangunan.

Pesatnya pembangunan di kawasan ini menyebabkan berkurangnya kawasan hutan lindung dan meningkatnya luas kawasan lahan kritis. Dari wilayah Kabupaten Bogor dengan 11 kecamatan yang masuk wilayah Bopuncur terdapat 1.733,13 ha lahan kritis dan hutan lindung yang tergerus sebesar 4.475 ha (Natsir, 2005). Perkembangannya, kawasan-kawasan ini mengalami perubahan fungsi lahan yang mengarah pada perusakan lingkungan yang berdampak secara ekologis seperti banjir, erosi dan lain-lain, yang tidak saja terjadi di kawasan Puncak Kabupaten Bogor tapi juga pada kawasan-kawasan di sekitarnya.

Berbagai aturan telah banyak diterbitkan, seminar, lokakarya, dan rapat-rapat telah banyak dilakukan, namun tiga unsur pengendalian penataan ruang yakni perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tidaklah efektif. Selain itu penegakan hukum yang lemah, serta koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar lembaga yang masih rendah, menyebabkan kawasan Puncak sulit dikendalikan. Dapat dikatakan kebijakan dalam pengelolaan kawasan Puncak selama ini belum sepenuhnya berhasil, terbukti dari masih sulitnya pengendalian pendirian bangunan yang semakin hari semakin bertambah. Permasalahan institusi dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Pengelolaan kawasan Puncak merupakan upaya untuk mengendalikan penggunaan lahan agar lebih kompatibel dengan fungsi peruntukan semula. Kenyataan yang ada penyimpangan penggunaan lahan untuk pemukiman, industri dan budidaya terus terjadi.

(29)

ada. Kenyataannya, alokasi pemanfaatan lahan tidak dapat efisien karena struktur kepemilikan lahan yang berubah-ubah.

3. Efektifitas pengelolaan kawasan Puncak dapat terwujud ketika setiap kelembagaan yang terlibat dapat konsisten dan tegas dalam mengejawantahkan berbagai kebijakan baik produk pemerintah pusat maupun kelembagaan daerah kemudian secara bersama-sama memiliki komitmen dalam kelestarian kawasan. Kenyataannya kebijakan hanya bersifat parsial dan komitmen pelestarian hanya milik lembaga tertentu.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan menganalisis perubahan penggunaan lahan di kawasan Puncak kabupaten Bogor.

2. Mengetahui dan menganalisis penyebab terjadinya perubahan fungsi lahan di kawasan Puncak.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan-permasalahan institusi (batas yurisdiksi, property right, aturan representasi) yang dihadapi dalam melaksanakan pengelolaan kawasan Puncak.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Pemerintah daerah, dalam memetakan tata ruang Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor sehingga memiliki cukup informasi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan di lapangan.

2. Dunia akademis, sebagai referensi bagi penelitian sejenis atau penelitian lanjutan yang berkaitan dengan penataan kawasan Puncak di kabupaten Bogor.

3. Perkembangan ilmu pengetahuan, semoga dapat memberikan sumbangsih khususnya bagi manajemen tata ruang Indonesia.

1.5. Kerangka Pemikiran

(30)

pengukuhan Kawasan Puncak Bogor sebagai kawasan yang memiliki berbagai fungsi strategis seperti fungsi lindung atau konservasi, tata air, budidaya pertanian maupun budidaya non pertanian. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara, yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Cisarua. Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan sumber daya alam yaitu sumber daya alam (natural capital), sumber daya manusia (human capital), sumber daya buatan manusia (man made capital) serta pranata institusi formal maupun informal masyarakat (social capital) (Kartodihardjo dkk, 2000). Pengelolaan sebuah kawasan tidak akan efektif jika faktor institusi tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan pada Kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara telah terjadi pola panggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukkannya. Hal ini disebabkan individu, kelompok masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan sangat ditentukan oleh gugus kesempatan yang tersedia yang oleh Nort, (1991) gugus kesempatan tersebut sangat tergantung pada aturan main baik formal maupun informal. Aturan main ini merupakan bentuk institusi yang menentukan interdependensi antar individu dan kelompok masyarakat yang terlibat, dan institusi pula yang mengatur apa yang dilarang untuk dikerjakan dan dalam kondisi bagaimana seseorang dapat mengerjakan sesuatu.

(31)
[image:31.612.160.487.99.447.2]

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Identifikasi Permasalahan Institusi dalam kompleksitas Penataan Kawasan Puncak

Fungsi- fungsi Kawasan Puncak : 1. Fungsi Lindung/ Konservasi 2. Fungsi Penyangga Tat a Air 3. Fungsi Budidaya Pert anian 4. Fungsi Budidaya Non Pert anian

Kaw asan Puncak Kabupat en Bogor ( Kel Cisarua & Desa Tugu Ut ara)

Perat ur an Per undang- undangan

Perubahan Penggunaan Lahan

Perm asalahan I nst it usi : - Bat as Yurisdiksi - Propert y Right - At uran Represent asi

Pengendalian Penggunaan Lahan

I nst it usi Form al I nst it usi Non

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Institusi

Pengertian lembaga atau institusi dapat ditelusuri melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan bahasa, budaya, dan negara (state).

1. Pendekatan Bahasa.

Lembaga merupakan terjemahan dari dua istilah atau kata yaitu : institute dan institution. Keduanya mempunyai arti yang berbeda. Institute merupakan wujud kongkrit atau nyata dari sebuah lembaga. Sedangkan institution merupakan wujud abstrak dari suatu lembaga sebab merupakan sekumpulan norma-norma pengatur prilaku dalam aktifitas hidup tertentu.

2. Pendekatan Budaya.

Lembaga dapat diartikan sebagai tingkah laku (behavior) orang-orang. Pengertian ini dipertegas oleh John Lewis Gillin & John Philip Gillin yang dikutip oleh Kolopaking dan Tommy (1994) sebagai social institution yang merupakan suatu konfigurasi fungsional daripada pola-pola kebudayaan berupa perbuatan ide, sikap dan perlengkapannya serta perabotan kebudayaan yang permanen untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Batasan lembaga menurut John R. Commons adalah : collective action in control of individual action. Inti lembaga adalah aksi atau tindakan positif berbuat sesuatu yang dibenarkan atau tidak berbuat sesuatu, yaitu menahan diri, mengekang diri untuk tidak berbuat sesuatu yang dilarang. Collective action diartikan sebagai pengawasan; lembaga dapat pula berarti peraturan yang mengendalikan atau mengawasi tindakan bersama-sama. In control artinya mengawasi. Prinsip umum adalah pengawasan, pengendalian, pembatasan perbuatan perseorangan atau tindakan kolektif dengan pemberian sanksi bagi orang yang melanggar.

3. Pendekatan State atau Negara

(33)

Institution=institusi=pranata dan institute=lembaga=organisasi. Selanjutnya Bertrand yang dikutip oleh Sitorus dan Utomo (1998) mengartikan kelembagaan (institution) sebagai abstraksi yang lebih tinggi dari grup organisasi dan sistem sosial lainnya.

Shaffier yang dikutip oleh Kolopaking dan Tommy (1994) lebih melihat kelembagaan sebagai sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Dalam hal ini dipandang sebagai bagian dari individu, kelembagaan merupakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktifitasnya. Suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama, yaitu:

1. Batas yuridiksi 2. Property right

3. dan Aturan-aturan representasi

Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan atau batas kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung kedua makna tersebut. Penentuan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu masyarakat ditentukan oleh batas yurisdiksi. Dalam istilah pemerintah pusat atau pemerintah daerah, misalnya terkandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan dalaam mengatur alokasi sumber daya. Perubahan batas yurisdiksi dan bagaimana dampaknya terhadap kinerja yang diharapkan ditentukan oleh perasaan sebagai satu masyarakat (sense of community), eksternalitas, homogenitas dan skala ekonomis (Shaffer dan Schmid, 1979 yang dikutip Pakpahan, 1989).

Konsep aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan jenis keputusan yang dibuat. Oleh karena itu, aturan representasi menentukan alokasi dan distribusi sumber daya (Pakpahan, 1989).

(34)

tersebut dapat dialihkan. Sedangkan alienation adalah hak untuk menjual atau menyewakan salah satu atau lebih hak-hak sebelumnya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya milik negara seperti tanah dan hutan.

2.2. Penataan Ruang

Tata ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang, baik di rencanakan maupun tidak direncanakan. Sedangkan rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang, yaitu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Ruang merupakan sesuatu yang sangat penting dalam perencanaan pembangunan wilayah, dimana wilayah perencanaan merupakan kesatuan geografis, beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif atau aspek fungsional.

Wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif disebut wilayah pemerintahan, sedangkan wilayah yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional dikategorikan menjadi dua kawasan yaitu : (1) kawasan atau wilayah yang fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan termasuk di dalamnya sumber daya alam dan sumber daya lingkungannya, untuk kemudian disebut kawasan lindung, (2) kawasan atau wilayah yang tetap dengan fungsi utamanya untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia dan potensi hutan disebut kawasan budidaya (Rustiadi, 2003).

(35)

Pokok-pokok kebijakan Penataan Ruang Kawasan Bopunjur dalam Keppres RI No.114/1999, meliputi : perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Penyimpangan tata ruang yang sering terjadi di lapangan antara lain :

a. Perencanaan tata ruang yang pola penyusunannya tidak mengikuti kaidah yang semestinya, sehingga produk tata ruang tidak berhasil guna (blue print planning).

b. Pemanfaatan tata ruang yang tidak mengacu pada perencanaan ruang yang telah dirumuskan (banyak penyimpangan).

c. Pengendalian tata ruang yang dianggap belum berjalan dan belum berkembang.

Penataan ruang yang berjalan selama ini banyak mengalami

penyimpangan, dan sejauh ini kita lebih terpaku pada upaya perbaikan pola, konsep dan struktur penataan ruang sendiri, padahal walaupun kebijakan tata ruang itu sendiri belum sempurna. Namun pada dasarnya rumusan penataan ruang telah mengarah pada keinginan terwujudnya pembangunan yang terpadu, seimbang dan berkelanjutan. Sehingga dari sisi ini kita memang perlu

menemukan kembali rumusan penataan ruang yang ideal dan applicable (Kementrian Lingkungan Hidup, 2001).

2.3. Permasalahan dalam Manajemen Kawasan

Kawasan Puncak merupakan salah satu kawasan konservasi yang akan dipertahankan guna fungsi hidrologi bagi kelangsungan hidup manusia. Permasalahan yang muncul dalam manajemen kawasan ini dibagi tiga, yaitu : 1. Pertimbangan-pertimbangan biologi, yaitu menempatkan kawasan konservasi

(36)

kawasan konservasi serta ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh penggunaan lahan di sekitar kawasan.

2. Pertimbangan pengaruh-pengaruh antropologis. Diharapkan manajemen kawasan konservasi tidak mengganggu budaya lokal, tidak menghalangi pemanfaatan tradisional yang berkelanjutan dari masyarakat setempat. Dukungan sosial dari penduduk lokal terhadap kawasan konservasi serta kesediaan membayar bagi masyarakat umum yang berkunjung secara signifikan membuka peluang berhasilnya manajemen kawasan konservasi. 3. Manajemen kawasan konservasi perlu bekerja dalam kendala-kendala

keterbatasan lahan. Lahan dan produknya merupakan sumber daya terbatas bagi populasi manusia yang terus bertambah. Biasanya ada trade-off antara pemenuhan akan konservasi alam dengan pembangunan. Disamping itu manajemen kawasan konservasi harus menghadapi berbagai kepentingan atas lahan dan pertentangan beberapa kelompok yang berbeda dalam penggunaan lahan Basuni (2003).

Dalam hal manajemen institusi, Ramdan et al (2003) menyatakan suatu kebijakan (institusi) harus cocok dengan permasalahan yang dihadapi dan harus efektif dalam mencapai tujuannya. Kecocokan suatu kebijakan ditentukan oleh sifat-sifat : workability, efisiensi, derajat kepastian hasil, keluwesan, konsistensi dan ketepatan waktu. Kelemahan yang sering terjadi adalah dalam sifat workability. Dalam konteks ini, suatu kebijakan tidak akan efektif jika badan yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya tidak mampu.

(37)

2.4. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) didefinisikan sebagai setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi materi maupun spiritual (Arsyad, 2000).

Penggunaan lahan secara umum dibagi dalam dua hal :

1. Penggunaan lahan pedesaan, dengan menitik beratkan pada produksi pertanian, termasuk pengelolaan Sumber Daya Alam dan kehutanan. 2. Penggunaan lahan perkotaan, dengan menitik beratkan pada tempat tinggal

sentra ekonomi, jasa & pemerintahan.

Dari pembagian penggunaan lahan di atas, maka Janudianto (2004) mengklasifikasikan penggunaan lahan menjadi sembilan kategori, diantaranya, hutan lebat, hutan semak/belukar, kebun campuran, pemukiman, sawah. Lebih jauh Barlowe (1978) yang dikutip Saefulhakim et al (2003) menjelaskan, penggunaan lahan tidak terlepas dari pemahaman dinamika sosial ekonomi dan kelembagaan yang berkembang dalam tatanan kehidupan masyarakat. Selanjutnya Barlowe menjelaskan ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan lahan yaitu :

1. Kesesuaian Bio-fisik (bio-physical suitability)

2. Kelayakan sosio-ekonomi (socio-economical feasibility) 3. Kelayakan kelembagaan (institutional acceptability)

2.5 Alih Fungsi atau Perubahan Penggunaan Lahan

Wahyunto et al (2001) menerangkan bahwa alih fungsi atau penggunaan lahan adalah bertambahnya sesuatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain yang diikuti dengan berkurangnya penggunaan lahan yang lain pada suatu waktu ke waktu berikutnya atau berubahnya fungsi lahan pada suatu daerah pada kurun waktu yang berbeda. Berdasarkan hasil studi di tujuh propinsi di Indonesia yang dikemukakan oleh Lembaga Penelitian IPB (1996) secara umum terdapat dua faktor penting yang berperan dalam perubahan penggunaan lahan yaitu :

(38)

Faktor kelembagaan yang berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah, memberikan pengaruh 70% dalam mendorong alih guna lahan. Sedangkan faktor non kelembagaan termasuk di dalamnya kualitas sumber daya lahan hanya berperan 30%, sehingga bobot kebijakan pemerintah dalam mempengaruhi proses alih guna lahan sangat besar. Struktur yang berkaitan langsung dengan perubahan penggunaan lahan yaitu :

1. Struktur permintaan 2. Struktur penawaran

3. Struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktifitas sumber daya lahan.

Pemahaman ketiga struktur utama yang berkaitan langsung dengan pembahasan penggunaan lahan tersebut merupakan syarat perlu (necessary condition) yang dapat memodelkan perubahan penggunaan lahan secara utuh. Agar lebih mendalam ketiga struktur tersebut dijabarkan dalam suatu sistem yang saling terkait dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya (dapat dilihat pada Gambar 2).

Permintaan akan lahan di dalam aktivitas masyarakat antara lain untuk menunjang ketersediaan pangan sandang, papan dan fasilitas kehidupan dasar lainnya dalam kuantitas, kualitas dan tingkat keragaman tertentu. Kebutuhan akan lahan ini meningkat dari waktu ke waktu dipicu oleh pertumbuhan penduduk, perkembangan struktur masyarakat dan perekonomian sebagai konsekuensi logis dari hasil pembangunan. Permintaan terhadap sumber daya lahan menjadi faktor pendorong proses perubahan penggunaan lahan yang dibagi dalam tiga kelompok utama :

1. Deforestasi baik ke arah pertanian intensif maupun non pertanian 2. Konversi lahan terutama ke non pertanian.

3. Penelantaran lahan

Ketiga kelompok utama permintaan penggunaan lahan tersebut merupakan gambaran permasalahan penggunaan lahan yang mengakibatkan konflik sesuai ekonomi dan kelembagaan serta politis (Saefulhakim et al, 2003).

(39)
(40)

Perkembangan Kesejahteraan Perkembangan

Demand terhadap Barang dan Jasa

Perkembangan Demand terhadap Penggunaan lahan

l h h

Perkembangan Penduduk Perkembangan Kinerja Aktifitas Sosial Ekonomi Perubahan Kualitas Lingkungan Perkembangan Supply Penggunaan lahan h Elastisitas Supply Penggunaan Lahan Luas Lahan Konstan Variasi dan Persebaran Spasial Kualitas Alamiah h R&D POLICY Struktur Harga-Harga Inovasi Manajemen Inovasi Teknologi Inovasi Institusional Konservasi Pengendalian Konversi Rehabilitasi Reklamasi Intensifikasi Konsolidasi Tata Kepemilikan Tata Ruang DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

[image:40.612.115.497.76.620.2]

Sumber : Saefulhakim et al, 2003

(41)

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kelurahan Cisarua

3.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Kelurahan Cisarua merupakan salah satu dari sepuluh desa yang ada di Kecamatan Cisarua di Kabupaten Bogor. Batas wilayah Kelurahan Cisarua adalah sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Desa Leuwimalang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cibeureum, sebelah barat berbatasan dengan jalan raya Puncak dan Desa Citeko serta sebelah timur berbatasan dengan Desa Jogjogan dan Desa Batu Layang. Sedangkan luas wilayah kelurahan Cisarua sekitar 200 hektar dengan jarak dari Kabupaten Bogor 36 kilometer.

3.1.2. Biofisik dan Hidrologi

Secara geografis Kelurahan Cisarua merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian dari permukaan laut 800 meter dan memiliki suhu maksimum rata-rata 26°C dan suhu minimum 14 °C. Jumlah hari dengan curah hujan cukup banyak dalam sebulan sejumlah 22 hari.

3.1.2. Kependudukan

Jumlah penduduk Kelurahan Cisarua hingga pendataan tahun 2004 berjumlah 6.848 orang dengan kepadatan penduduk 3.424 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang cukup tinggi ini dikarenakan posisi wilayah yang merupakan pusat kota. Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk Kelurahan Cisarua tercatat 2.465 orang tidak sekolah, 80 orang tidak tamat SD atau sederajat, 409 orang tamat SD, 2.636 orang tamat SLTP, 1.228 orang tamat SLTA, serta yang mencapai jenjang universitas dan akademi sebanyak 30 orang.

(42)

bertumpu pada bidang pertanian atau perkebunan. Dari 6.848 jumlah penduduk, 898 bekerja di bidang hotel dan restoran, 235 bekerja di bidang angkutan, 5.396 bekerja di bidang jasa, 2.591 bekerja di bidang pertanian dan 40 orang bekerja di bidang industri.

[image:42.612.111.510.325.655.2]

Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non-pertanian membuka kawasan Puncak lebih berkembang menjadi sebuah kota baru. Masyarakat desa yang bermata pencaharian sebagai petani beralih ke mata pencaharian lain yang lebih menjanjikan dari segi pendapatan. Pekerjaan di bidang jasa mendominasi pekerjaan masyarakat di kelurahan Cisarua. Hal ini bisa dipahami karena sebagian lahan pertanian perkebunan mereka sudah berubah menjadi pemukiman dan bukan milik si petani lagi. Profesi di bidang jasa merupakan gambaran nyata bahwa masyarakat lebih memilih berusaha di luar bidang sektor pertanian.

(43)

3.2. Desa Tugu Utara

3.2.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Tugu Utara merupakan salah satu desa di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur di sebelah timur dan memiliki sumber mata air yang merupakan hulu dari sungai Ciliwung. Luas wilayah Desa Tugu Utara sebesar 1.703 ha merupakan desa terluas kedua di Kecamatan Cisarua setelah Desa Tugu Selatan. Di sebelah selatan, Desa Tugu Utara dibatasi oleh areal perkebunan teh Gunung Emas dan jalan raya Puncak yang bersebelahan dengan Desa Tugu Selatan, sedangkan di sebelah utara merupakan kawasan hutan lindung yang berbatasan dengan Desa Jonggol dan di sebelah baratnya berbatasan dengan Desa Batu Layang. Waktu tempuh untuk mencapai Desa Tugu Utara adalah sekitar 45 menit dengan jarak 40 kilometer dari pusat kota Bogor, sedangkan untuk mencapai pusat ekonomi terdekat yaitu pasar Cisarua hanya memerlukan waktu 10 menit.

3.2.2. Biofisik dan hidrologi

Sebagaimana halnya kawasan Puncak pada umumnya, sebagian besar daerah Tugu Utara berupa perbukitan dengan ketinggian 800-1200 m dpl dan suhu udara rata-rata sekitar 180C dengan curah hujan sebesar 200-300 mm/bulan.

DAS Ciliwung terbagi menjadi tiga bagian : DAS Ciliwung Hulu, DAS Ciliwung Tengah dan DAS Ciliwung Hilir. DAS Ciliwung bagian hulu terbagi menjadi empat sub DAS yaitu : (1) sub DAS Ciesek seluas 3.745 ha dengan anak sungai Cinangka, Cirangrang, Ciguntur, Ciesek dan Cipaseban. (2) Sub- DAS Cibogo/Cisarua seluas 4.463 ha dengan anak sungai antara lain Citeko, Cisarua, Cijulang dan Cibogo. (3) Sub DAS Ciliwung hulu seluas 3.883 ha dengan anak sungai Cilembar, Cimandala, Cimegamendung, Cikoneng, Cicambana, Citameang, Cisampay, Ciliwung. (4) Sub DAS Ciseuseupan/Cisukabirus seluas 2.785 ha dengan anak sungai antara lain Cigadog, Cijambe, Ciseuseupan dan Cisukabirus. (Data Sub Balai RLKT Ciliwung-Ciujung, 1986).

(44)

Ciawi–Katulampa menyerupai corong dan menyempit membentuk bottleneck yang merupakan aliran ciliwung hulu menuju ke bagian tengah dan seterusnya ke hilir secara alami. Kondisi ini menyebabkan daerah Katulampa menjadi rawan banjir.

Kondisi torpografi seperti ini mengharuskan pengelolaan kawasan dengan tepat. Mempertahankan kondisi hutan lindung merupakan solusi terbaik untuk mencegah derasnya air pada musim hujan dan mencegah kekeringan pada musim kemarau, karena hutan dapat menyimpan cadangan air. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi menyebabkan fungsi lahan tidak sesuai dengan fungsi semula.

3.2.3. Kependudukan

Desa Tugu Utara termasuk desa dengan tingkat kepadatan sedang dan masih di bawah rata-rata Kecamatan Cisarua dengan tingkat pertumbuhan 0,039. Tahun 1998 jumlah penduduknya tercatat sebanyak 6.872 jiwa dari 1.489 KK. Pada tahun 2006 jumlah tersebut meningkat menjadi 10.129 jiwa (laki-laki sebanyak 5.336 orang dan perempuan 4.793 orang) dari 2.589 KK.

Dari penjelasan tersebut di atas diketahui bahwa Desa Tugu Utara paling kecil tingkat kepadatan penduduknya, sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Cisarua cukup padat. Selain diakibatkan karena tingkat aksesibilitas, Cisarua juga merupakan pusat pemerintahan kecamatan.

(45)

IV.

  

METODOLOGI

 

PENELITIAN

 

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2005 hingga Maret 2006 bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian lapangan dilakukan di kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara kabupaten Bogor dan overlay peta dilakukan di laboratorium analisa spasial lingkungan PPLH IPB. Penelitian ini secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu: (1) tahap persiapan dan pengumpulan data (2) tahap analisis data dan diagram alir penelitian yang disajikan pada Gambar 4.

4.2. Pengumpulan Data

Data terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data spasial yang berupa peta rupa bumi kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara, citra landsat ETM+ 1994 dan 2004, peta penggunaan lahan Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara, RTRW Kabupaten Bogor dan data statistik berupa NJOP untuk Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara serta kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Data primer berupa data perubahan penggunaan lahan, data status penggunaan lahan dikumpulkan dengan cara overlay peta, sedangkan data primer yang berupa sebab-sebab perubahan lahan dikumpulkan dengan wawancara dan observasi di lapangan. Jenis data dan metode pengumpulannya akan dijelaskan dalam Tabel 2. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, mendalam (indepth interview) terhadap informan kunci (key informan) yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) dalam jumlah yang tidak dibatasi (Bungin, 2003)

(46)

1. Staf Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor serta Staf Dinas Cipta Karya.

2. Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor. 3. Kepala Bappeda Kabupaten Bogor.

4. Staf Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor. 5. Kepala Sat Pol. PP Kabupaten Bogor.

6. Pemerintah kecamatan dan desa, antara lain Camat Cisarua, Kepala Desa Tugu Utara dan Lurah Cisarua.

(47)
[image:47.612.149.497.101.582.2]

Tabel 1. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya

No Jenis Data Parameter Metode

A Data Sekunder 1 Data Spasial

a. Peta Topografi Kab. Bogor 2001 skala 1 : 300.000

b. Citra Landsat tahun 1994 c. Citra Landsat tahun 2001

Penggunaan lahan dan penutupan lahan

Studi literatur

2 RTRW Kabupaten Bogor Luas lahan Larakteristik lahan Jenis tanah

Studi literatur

3 Laporan penelitian yang terkait dengan topik penelitian 4 Data statistik

a. PDRB dari aspek wisata tahun 2003

b. NJOP lahan di Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara c. Potensi desa Kabupaten Bogor

tahun 1999 dan tahun 2003 d. Kabupaten Bogor dalam angka e. Kelurahan Cisarua dalam angka f. Desa Tugu Utara dalam angka g. Geologi dan Geomorfologi h. Tingkat aksesibilitas lahan

Studi literatur

5 Produk perundang-undangan - Tupoksi

- Produk hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan penataan kawasan puncak

Studi literatur

B Data Primer

Pengolahan data dan kuesioner - Data perubahan penggunaan lahan

- Data status penggunaan lahan

- Karakteristik penduduk umur, pendidikan dan pendapatan

- Sebab-sebab perubahan lahan

- Harga penjualan tanah

- Faktor-faktor penyebab perubahan lahan

- Mekanisme perizinan penggunaan lahan

- Kesesuaian antara perencanaan dan pemanfaatan lahan

- Institusi pemerintah dalam penataan kawasan puncak

- Batas yuridiksi penataan kawasan

Interpretasi citra landsat

Wawancara dan observasi

4.3. Analisis Data

(48)

4.3.1. Analisis Spasial

Analisis spasial yang dilaksanakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Interpretasi Citra Landsat ETM+

Interpretasi citra dilakukan secara visual langsung pada monitor komputer dengan melakukan cropping atau pemotongan citra terlebih dahulu sesuai batas wilayah penelitian. Interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi dan bantuan peta rupa bumi. Unsur rona, warna, teratur, pola, situs dan asosiasi merupakan unsur interpretasi yang sangat membantu dalam mengenali objek-objek dalam citra satelit. Proses interpretasi dilakukan dengan membatasi daerah-daerah yang memiliki karakteristik unsur interpretasi yang berbeda, hal ini menunjukkan adanya peta penggunaan atau penutupan lahan.

2. Operasi tumpang tindih (overlay)

Operasi tumpang tindih dilakukan menggunakan data digital peta penggunaan atau penutupan lahan dengan bantuan Endas 8.4. Operasi tumpang tindih dilakukan antara peta penggunaan lahan tahun 1994 dengan 2004 untuk melihat arah dan pola pengolahan penggunaan lahan. Selain itu, operasi tumpang tindih juga dilakukan antara peta penggunaan lahan tahun 2004 dengan peta NJOP kedua desa untuk mendapatkan batas ZNT(Zona Nilai Tanah) pada status dan penggunaan tanah untuk masing-masing desa.

4.3.2. Analisis Deskriptif

(49)

[image:49.612.166.466.86.243.2]

Gambar 4. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif Gambar 5 memperlihatkan sifat interaktif koleksi data atau pengumpulan data dengan analisis data. Pengumpulan data ditempatkan sebagai komponen yang merupakan bagian integral dari analisis data.

Sumber : Janudianto (2003) DATA COLECTION

DATA DISPLAY

DATA REDUCTION

CONCLUTION DRAWING &

VERIFYING

[image:49.612.139.501.352.610.2]
(50)

Interpretasi Klasifikasi Citra Landsat

2004 Citra Landsat

1994

Klasifikasi Peta Rupa Bumi

Batas Adm Desa Tugu Utara + Kelurahan Cisarua

Cliping (di potong)

Landsat Desa Tugu Utara + Kelurahan Cisarua

Peta Perubahan Tutupan Lahan 1994

Overlay

Overlay Dengan Batas Status Lahan Data Perubahan Lahan

1994 - 2004 Sementara

2004 Sementara

1994 Koreksi Geometrik

Peta Perubahan Tutupan Lahan 2004

Data Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Status Penggunaan Lahan 1994 - 2004

(51)

Data Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Status Penggunaan Lahan 1994 - 2004 Diagram Alir Penelitian Lanjutan

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Analisis deskriptif perubahan

penggunaan lahan

Permasalahan Institusi : - Batas Yuridiksi - Property Right - Aturan Representasi

(52)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

[image:52.612.133.509.391.699.2]

Berdasarkan hasil penelitian dari Janudianto (2004) diketahui bahwa perubahan fungsi lahan Bopunjur dari tahun 1994 ke tahun 2001 (Tabel 2) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi pada seluruh tipe penggunaan lahan. Secara umum, perubahan penggunaan lahan ini akan mengancam keberlangsungan kawasan Bopunjur sebagai kawasan andalan dan kawasan tertentu. Lebih spesifik, penelitian ini dilakukan pada kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara yang merupakan wilayah Bopunjur, dan diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi pada seluruh tipe penggunaan lahan, yaitu : hutan, semak, kebun campuran, kebun teh, ladang atau lahan kering, sawah, lahan terbuka dan pemukiman. Perubahan tipe penggunaan lahan juga terjadi pada tanah berstatus HGU, hak milik dan kawasan hutan.

Tabel 2. Perubahan Fungsi Lahan Bopunjur

Tahun 1994 Tahun 2001 Perubahan

No. Penggunaan

Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

1 Hutan Lebat 3.143,02 21,07 2.993,53 20,06 -149,49 -1,01

2 Hutan Semak /

Belukar 512,06 3,43 278,69 1,87 -233,37 -1,56

3 Kebun

Campuran 1.586,41 10,63 1.582,01 10,60 -4,40 -0,03

4 Kebun Karet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

5 Kebun Teh 3.759,16 25,20 3.094,77 20,74 -664,39 -4,46

6 Ladang Terbuka 44,44 0,30 11,70 0,08 -32,74 -0,22

7 Pemukiman 3.016,01 20,21 3.954,88 26,51 938,87 6,30

8 Sawah 2.490,25 16,69 1.363,73 9,14 -1.126,52 -7,55

9 Tegalan /

Ladang 368,77 2,47 1.640,83 11,00 1.272,06 8,53

Jumlah 14.920,12 100,00 14.920,14 100,00 0,02 0,00

(53)
[image:53.612.122.544.110.667.2]

Gambaran perubahan fungsi lahan tahun 1994-2004 dapat dilihat pada gambar 7.

(54)

5.1.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kelurahan Cisarua

Data menunjukkan pada kelurahan Cisarua perubahan penggunaan lahan yang tertinggi terjadi pada tipe penggunaan lahan untuk pemukiman yang bertambah dari 43.135 hektar pada tahun 1994 menjadi 75.337 pada tahun 2004 (dapat dilihat pada Tabel 3). Perubahan ini terjadi sebagian besar pada status tanah adat (dapat dilihat pada lampiran 1). Penambahan pemukiman didapat dari perubahan tipe penutupan lahan berturut-turut dari semak 3.058 ha, kebun campuran 5.487 ha, ladang 13.942 ha, sawah 9.265 ha, dan lahan pemukiman sendiri yang bertambah di tahun 2004 menjadi 75.337. Hal ini dikarenakan kelurahan Cisarua merupakan pusat kecamatan yang memiliki fasilitas pendukung untuk pengembangan ekonomi masyarakat sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Suatu hal yang cukup menarik, penambahan luasan pemukiman disertai dengan meningkatnya luasan sawah sebesar 10.995 hektar, hal ini menandakan sebagian penduduk Kelurahan Cisarua masih mempertahankan tradisi bercocok tanam padi untuk kesinambungan pangan keluarga, walau perkembangan daerah cenderung menjadi sebuah kota baru, sedangkan kawasan hutan di kelurahan Cisarua dalam rentang waktu 10 tahun, tidak mengalami perubahan dengan luasan 0,989 hektar.

Tabel 3. Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di Kelurahan Cisarua Kabupaten Bogor

Tahun Tipe

Penggunaan

Lahan 1994 % 2004 %

Perubahan (%)

Hutan 0.989 0.493 0.989 0.493 0 0.000

Semak 13.852 6.898 0.000 0.000 -13.852 -6.898

Kebun campuran 21.117 10.516 29.959 14.919 8.842 4.403

Ladang/lahan

kering 45.335 22.576 34.901 17.380 -10.434 -5.196

Sawah 48.447 24.170 59.442 29.646 10.995 5.475

Lahan terbuka 27.843 13.866 0.090 0.045 -27.753 -13.821

Pemukiman 43.135 21.481 75.337 37.517 32.202 16.036

Total 200.718 100 200.718 100 0 0

(55)

Status penguasaan lahan pada Kelurahan Cisarua terdiri dari tanah instansi milik negara, tanah yang dikenai hak bangunan, hak pakai, hak adat dan hak milik. Tanah hak adat merupakan tanah yang dikuasai masyarakat secara turun temurun dan hak keperdataannya diakui serta dibuktikan keberadaannya.Tanah ini menduduki posisi tertinggi seluas 188.755 hektar, hal ini yang memicu percepatan alih fungsi lahan karena tanah adat umumnya dikuasai perseorangan.

Tabel 4.Rekapitulasi Data Perubahan Status Penguasaan Lahan Dari Tahun 1994 – 2004 di Kelurahan Cisarua

(Luas dalam HA) Tipe Penggunaan

lahan Tanah

Instansi

Hak Guna Bangunan

Tanah Hak/ Adat

Hak Milik

Total

Hutan 0.000 0.000 0.989 0.000 0.989

Semak 0.630 0.090 12.413 0.720 13.853

Kebun Campuran 0.270 0.000 20.398 0.450 21.118

Ladang 0.900 0.450 42.996 0.987 45.333

Sawah 0.989 0.540 46.378 0.540 48.447

Lahan terbuka 0.180 1.259 25.954 0.450 27.843

Pemukiman 0.54 1.619 39.627 1.349 43.135

Total 3.509 3.958 188.755 4.496 200.718

Sumber : Hasil overlay peta penutupan lahan Kelurahan Cisarua, 2006

5.1.2. Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Desa Tugu Utara

Di Desa Tugu Utara perubahan lahan yang tertinggi terjadi pada tipe penggunaan lahan hutan, yang berkurang sebesar 123.447 Hektar yang diikuti dengan bertambahnya semak sebesar 113.474 dan pemukiman sebesar 69.440 hektar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6, dengan arah perubahan tipe penggunaan lahan dari tahun 1994 - 2004 yang dijelaskan pada Lampiran 2.

(56)
[image:56.612.135.507.153.308.2]

luasannya sekitar 9.175 hektar dan yang berubah menjadi pemukiman kurang lebih 1 hektar pada tanah berstatus HGU.

Tabel 5. Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor

Tahun Tipe Penggunaan

Lahan 1994 % 2004 % Perubahan %

Hutan 836.964 49.133 713.517 41.886 -123.447 -7.247

Semak 144.205 8.465 257.679 15.127 113.474 6.661

Kebun Campuran 277.956 16.317 291.101 17.089 13.145 0.772

Kebun Teh 123.621 7.257 121.762 7.148 -1.859 -0.109

Ladang/Lahan 42.437 2.491 29.305 1.720 -13.132 -0.771

Sawah 23.367 1.372 32.603 1.914 9.236 0.542

Lahan terbuka 148.506 8.718 81.649 4.793 -66.857 -3.925

Pemukiman 106.421 6.247 175.861 10.324 69.440 4.076

Total 1,703.477 100,000 1703.477 100.000 0.000 0.000

(57)

Dari Tahun 1994 – 2004 di Desa Tugu Utara

(Luas dalam HA) Tipe

Penggunaan

l ahan Tanah Instansi Hak Guna Usaha Tanah Hak/ Adat Hak Pakai Hak Guna Bangunan Tanah Garapan Hak

Milik TOTAL Hutan 514.578 189.161 25.285 11.850 1,610 91.347 3.452 837.282 Semak 58.519 73.470 2.235 2.646 0.460 5.976 0.898 144.205 Kebun

Campuran 32.907 109.885 69.817 11.580 0.755 51.072 1.840 277.686 Kebun teh 31.384 87.659 0,000 0,000 0,000 4.564 0,000 123.596 Ladang 1.132 5.357 21.373 2.933 0.679 9.711 1.245 42.430 Sawah 0.691 0.000 13.692 1.266 0.460 6.672 0.576 23.357 Lahan terbuka 27.381 69.717 17.488 1.381 0.230 31.268 1.036 148.501 Pemukiman 2.531 10.240 39.461 2.531 1.151 47.860 2.646 106.420

669.123 545.489 189.351

34.187 1613.735 248.47 11.693 1703.477

Sumber: Hasil overlay peta penutupan lahan di Desa Tugu Utara, 2006

5.2. Analisis dan Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 5.2.1. Kelurahan Cisarua

5.2.1.1. Pemerintahan

Pada tahun 2004 status desa Cisarua berubah menjadi kelurahan, perubahan status ini menjadikan wilayah ini tidak lagi dipimpin oleh seseorang kepala desa melainkan oleh seorang lurah yang diangkat oleh Bupati Kabupaten Bogor dengan Perda 41/2000. Dalam operasionalnya lurah dibantu beberapa kepala seksi antara lain kepala seksi pemerintahan, tramtib, ekonomi dan pembangunan serta kesejahteraan sosial. Dalam perannya seorang lurah dituntut dapat melaksanakan pemerintahan, menjaga wilayah dan lingkungannya serta mensejahterakan penduduknya.

Secara administrasi wilayah Kelurahan Cisarua dipahami sebagai wilayah yang dikembangkan dengan konsep pengembangan perkotaan, sehingga pembangunan diarahkan untuk memenuhi segala fasilitas atau infrastruktur khususnya di bidang pariwisata.

[image:57.612.99.542.120.279.2]
(58)

kawasan Puncak sebagai kawasan lindung dan tata air. Kebijakan ini tidak terlepas dari wewenang pemerintah desa yang meluluskan beberapa peralihan kepemilikan lahan dengan begitu mudah.

PP No. 10/1961 diganti dengan PP 24/1997 memberi wewenang kepada lurah untuk menerbitkan surat keterangan tidak sengketa, riwayat tanah dan letter C sebagai syarat terbitnya SPPT oleh PBB (SPPT pengganti girik yang telah dihapus sejak 1994) sebagai bukti kepemilikan lahan. Begitu pula dalam proses pembuatan sertifikat, KTP sebagai syarat pengurusan sertifikat dapat dibuat ganda bagi setiap pembeli lahan yang akan melakukan transaksi walau berdomisili di luar wilayah kelurahan Cisarua.

Selain itu, lurah tidak memahami secara persis peraturan yang membatasi perorangan untuk dapat memiliki lahan di kelurahan Cisarua. KDB (Koefisien Dasar Bangunan) sebagai ukuran proporsi bangunan yang harus di penuhi untuk setiap bangunan di kawasan Puncak hanya dalam sosialisasi tanpa pengawasan.

Sekilas peran pemerintah desa dan PBB dalam menerbitkan SPPT sebagai bentuk pelayanan publik, namun hal tersebut memiliki dampak besar terhadap berkurangnya sumber daya lahan. Basuni (2003) menyatakan bahwa pelayanan kepala desa dan kantor PBB tersebut merupakan tindakan rent seeking (pencarian penyewa lahan).

Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lurah

Sekretaris Kelurahan Kelurahan Jabatan

Fungsional Pelaksana

Kepala Seksi Pemerintah

Kepala Seksi Kesejahteraan

Sosial Kepala Seksi

Trantib

Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Pelaksana Pelaksana

(59)

Keterangan : ______ garis instruksi --- garis koordinasi

Gambar 8. Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Gambar 9. Susunan Organisasi Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

5.2.1.2. Status Kepemilikan Lahan (Property Right)

Pola penggunaan lahan tergantung pada property right atas lahan. Property right (hak pemilikan) atas asset terdiri dari hak, atau kekuasaan, untuk mengkonsumsi, mendapatkan pendapatan, serta melakukan transfer hak-haknya atas asset (Barzel, 1991 dalam Basuni 2003). Selanjutnya Kartodihardjo (1995) menjabarkan property right dalam lima hak antara lain : access, withdrawal, management, exclusion dan alienation. Hak dalam access adalah hak untuk memasuki suatu batas fisik sumberdaya yang telah ditetapkan, sedangkan withdrawal adalah hak untuk memanfaatkan produk dari sumberdaya yang telah ditentukan. Management adalah hak untuk mengatur pemanfaatan dan mengubah bentuk sumber daya menjadi produk tertentu. Exclusion diartikan sebagai hak

Ketua RT

Lurah

Kepala Bagian II Kepala Bagian I

Ketua RW 1 Ketua RW 2 Ketua RW 3 Ketua RW 4 Ketua RW 5

Ketua RT Ketua RT Ketua RT Ketua RT

RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 1

RT 2 RT 3 RT 4 RT 1

RT 2 RT 3 RT 4

RT 1 RT 2 RT 3 RT 1

[image:59.612.116.535.193.444.2]
(60)

untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan akses dan bagaimana hak tersebut dapat dialihkan. Sedangkan alienation adalah hak untuk menjual atau menyewakan salah satu atau lebih hak-hak sebelumnya.

Property right (status kepemilikan lahan) di kawasan Puncak sangat beragam antara lain status tanah adat, tanah yang sudah terdaftar atau bersertifikat dengan jenis hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

Pengelompokan status lahan dan pengertiannya adalah sebagai berikut : a. Tanah Adat/Tanah sertifikat disingkat dengan TAS adalalah tanah yang diakui

dan dikuasai sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria :

- Tanah Milik/Adat adalah tanah yang dikuasai masyarakat secara turun temurun dan hak keperdataannya diakui serta dibuktikan keberadaannya. Tanah milik dapat dikuasai perorangan atau kelompok orang atau berupa tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat.

- Tanah Sertifikat adalah tanah yang telah terdaftar status hak atas tanahnya sesuai ketentuan dalam UUPA dan telah mempunyai legalitas hukum yang kuat berdasarkan bukti yang syah atas kepemilikan lahannya.

b. Tanah Negara dikuasai disingkat dengan TND adalah tanah negara yang penguasaanya berada pada pihak lain, yang dapat dikuasai secara :

- Legal, dimana pengelolaannya diserahkan kepada instansi, lembaga keagamaan (wakaf) atau badan hukum berupa izin lokasi.

- Tidak Legal atau ilegal, dimana penguasaan tanahnya dilakukan oleh orang atau kelompok orang tanpa izin.

c. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam hal ini dibedakan menjadi Tanah negara yang dikuasai dan tanah negara bebas.

(61)

maupun yang belum ada haknya. Hak menguasai dari negara memberikan kewenangan untuk :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi air, dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi,air, dan ruang angkasa.

Property right (suatu kepemilikan lahan) di kelurahan Cisarua terdiri dari: a) Tanah negara (kawasan hutan), b) tanah hak guna bangunan dan c) Tanah

adat atau tanah milik yang dikuasai masyarakat secara turun temurun. Status kepemilikan lahan berikut luasannya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Cisarua Kabupaten Bogor

Status lahan Luas (Ha)

Tanah Negara 8,724

Hak Guna Bangunan 3,191

Hak Adat 190,515

Hak Milik 3,563

Total 205,993 Sumber : Kantor Kelurahan Cisarua, 2004

5.2.1.3. Kawasan Hutan

(62)

ini dimiliki masyarakat setempat dan dipertahankan oleh pemiliknya, bahkan untuk beberapa tempat merupakan hutan dengan vegetasi yang tumbuh liar. Sebaran hutan-hutan kecil di Kelurahan Cisarua dapat dilihat pada Gambar 10.

[image:62.612.159.544.146.463.2]

Gambar 10. Sebaran Hutan di Kelurahan Cisarua

5.2.2. Desa Tugu Utara 5.2.2.1. Pemerintahan

Desa Tugu Utara dalam pemerintahan desanya dipimpin oleh kepala desa yang dibantu oleh sekretaris desa dan para kaur (kepala urusan) serta kepala wilayah dusun, RW dan RT. Perangkat desa yang berperan dalam pemerintahan desa adalah Badan Perwakilan Desa (BPD) yang terdiri dari 9-15 orang tokoh masyarakat. BPD berperan dalam mengesahkan peraturan desa yang menjadi acuan bagi kepala desa dalam menjalankan program programnya. Berbeda dengan kelurahan Cisarua, desa Tugu Utara bertanggung jawab kepada BPD dalam

(63)

kondisi seperti ini. Rakyat desa semestinya dapat menjadi kontrol bagi kinerja pemerintahan desa.

Desa Tugu Utara merupakan desa terbesar di Kecamatan Cisarua dan merupakan desa yang ditetapkan sebagai kawasan lindung dan tata air, serta kawasan budidaya pertanian, namun dalam perkembangannya desa ini mengarah kepada kawasan pengembangan perkotaan karena pemukiman yang semakin bertambah.

Perubahan fungsi lahan yang cukup tinggi di desa ini tidak terlepas dari peran kepala desa. Seperti kelurahan Cisarua, dalam proses jual beli tanah dan penetapan status tanah, kepala desa mengeluarkan surat keterangan tidak sengketa, riwayat tanah dan letter C yang akan diajukan ke PBB, namun di wilayah yang memiliki areal kebun teh cukup luas ini proses peralihan lahan tidak saja terjadi di tanah status hak adat atau hak milik tetapi juga di tanah berstatus HGU yang notabene milik negara. Lewat Surat Pelepasan Hak (SPH) rakyat dapat memiliki lahan walau di tanah berstatus milik negara atau HGU dan melalui mekanisme yang tidak rumit, kepala desa mempermudah proses tersebut. Hal ini yang membuat semakin banyaknya bangunan di kawasan ini, karena lahan yang telah terjual digunakan untuk peruntukan yang tidak mendukung pelestarian kawasan.

Kasus dibawah ini menunjukkan lemahnya proses pengendalian dan mekanisme kontrol penggunaan lahan di Kawasan Puncak. Berdasarkan hasil rapat Interdept tanggal 31 Juli 1989 telah diputuskan : “Bahwa bangunan yang terdapat dalam areal HGU PT. Sumber Sari Bumi Pakuan harus dilakukan penertiban melalui pembongkaran dan mengembalikan peruntukan lahannya untuk perkebunan dengan komoditi teh.” Sebagai tindak lanjut Keputusan rapat Interdept tersebut, Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat melalui suratnya Nomor 593.4/6382/Binprod tertanggal 21 September 1989 memerintahkan Bupati KDH Tingkat II Bogor untuk melaksanakan penertiban bangunan/villa di atas areal HGU PT. Sumber Sari Bumi Pakuan melalui pembongkaran.

(64)

bahwa setiap bangunan harus memiliki Ijin Mendirikan Bangunan dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor. b. Bangunan Tanpa Ijin mendirikan Bangunan dapat dibongkar.

Pemerintah Kabupaten DT. II Bogor yang dalam hal ini Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor secara terkoordinasi dengan Dinas/Instansi terkait akan melaksanakan penertiban bangunan di Kawasan Puncak sebanyak 51 bangunan yang dimiliki oleh 41 orang pemilik. Dari 51 bangunan tersebut, 23 diantaranya telah diterbitkan melalui pembongkaran.

Bersamaan dengan pelaksanaan penertiban (pembongkaran) timbul beberapa gugatan dari pemilik bangunan kepada Bupati KDH tingkat II Kabupaten Bogor melalui Pengadilan Negeri Bogor.

Gugatan yang diajukan oleh para penggugat tersebut, saat ini sedang dalam pemeriksaan Mahkamah Agung (Lembaga Yudikatif), bahkan saat ini untuk perkara Nomor 110/Pdt/G/1989/Pn.Bgr, 04/Pdt/G/1990/Pn.Bgr, Nomor 05/Pdt/G/1990/Pn. Bogor telah mendapatkan Putusan Mahkamah Agung RI yang salah satu amarnya menyatakan : “Bupati KDH Tingkat II Bogor telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad).

Dengan adanya Putusan Mahkamah Agung RI di atas, maka :

b. Kecenderungan manjamurnya bangunan-bangunan di Kawasan Puncak akan semakin tinggi dan hal ini tidak menutup kemungkinan rusaknya lingkungan yang lebih luas dan berubahnya fungsi Kawasan.

c. Menurunnya kewibawaan pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten DT. II Bogor dalam melaksanakan dan mengamankan berbagai Peraturan Perundangan yang berlaku/kebijaksanaan Pemerintah.

(65)

5.2.2.2. Status Kepemilikan Lahan (Property right)

[image:65.612.181.472.256.459.2]

Di Desa Tugu Utara status kepemilikan lahan (property right) terdiri dari (a) tanah negara atau kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani (b) tanah

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Identifikasi Permasalahan Institusi dalam kompleksitas Penataan Kawasan Puncak
Gambar 2. Struktur Aktivitas Sosial Ekonomi dengan Penggunaan atau Penutupan Lahan
Gambar 3.  Peta Kecamatan Cisarua
Tabel 1.  Jenis Data dan Metode Pengumpulannya
+7

Referensi

Dokumen terkait