• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perubahan penggunaan lahan terjadi pada seluruh tipe penggunaan lahan (hutan, sawah, pemukiman, kebun campuran, lahan terbuka dan ladang). Begitu pula pada status penggunaan lahan seperti kawasan hutan, tanah HGU, hak milik dan tanah adat.

2. Pada Kelurahan Cisarua perubahan penggunaan lahan yang tertinggi terjadi pada tipe penggunaan lahan untuk pemukiman dari 43,135 hektar pada tahun 1994 menjadi 75,337 hektar pada tahun 2004. Sedangkan di Desa Tugu Utara perubahan penggunaan lahan terjadi pada berkurangnya areal hutan seluas 123,447 hektar.

3. Kejelasan hak pada satu kawasan sangat menentukan pola pengelolaan sehingga mempengaruhi keberlanjutan kawasan tersebut.

4. Penerbitan surat keterangan tidak sengketa, riwayat tanah dan letter C sebagai syarat penerbitan SPPT oleh lurah dan kepala Desa, mempercepat proses alih guna lahan.

5. Surat Pelepasan Hak (SPH) yang dikeluarkan oleh PT Sari Sumber Bumi Pakuan sebagai penyerahan wewenang pengelolaan kepada masyarakat yang menggarap lahan tidak produktif, merupakan tindakan yang melemahkan property right atas lahan dan bertindak diluar otoritas pengelolaannya.

6. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk lahan-lahan di Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara masih sangat rendah. Hal ini memicu peningkatan daya beli lahan. Sejatinya nilai eksklusif lahan di kawasan ini, tak terukur dengan nominal finansial.

6.2. Saran

Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat diberikan, antara lain :

1. Pengendalian tata ruang hendaknya menyentuh pemanfaatan ruang hingga di tingkat masyarakat.

2 Untuk mengembalikan fungsi kawasan hendaknya pemerintah daerah melakukan relokasi terhadap penduduk yang menempati kawasan lindung atau resapan air.

3 Dalam konteks kekinian, hendaknya wacana megapolitan dapat dikaji secara mendalam baik secara yurisdis maupun teknis, agar tercipta pengelolaan kawasan yang terintegrasi.

4. Memfungsikan kembali TKPR dan BKTRN sebagai badan koordinasi lintas sektor dalam pemanfaatan ruang.

DAFTAR PUSTAKA

Alihar, F. 2002. Rencana Tata Ruang Kawasan Bopuncur: Sebuah Tinjauan Aspek Demografi. Makalah Pada Workshop Pengembangan Konsep Bioregional sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Berkelanjutan. Caringin Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan ketiga. IPB Press.Bogor.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2000. Bahan Masukan Propenas. Rapat Kerja Teknis Lingkungan Hidup Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup RI. Jakarta.

Bapeda Pemda Kabupaten Bogor. 2001. Pengalaman Pemerintah Kabupaten Bogor dalam Upaya Penanganan Masalah di Kawasan Bopuncur. Disampaikan dalam sosialisasi Keppres nomor 114/1999. Bogor.

Barlowe, R. 1972. Land Resource Economic: the Economic of Real Estate. Prenti Hall Inc.New Jersey.

Basuni, S. 2003. Inovasi Institusi Untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan konservasi (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Disertasi Program Pasca Sarjana S3 IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.

Bungin,B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Bekerja sama dengan Ikatan Ahli Perenanaan Indonesia.1997. Kamus Tata Ruang Edisi I.Jakarta.

Hardjosoemantri, K. 1993. Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Gajahmada University Press. Yogyakarta.

Janudianto. 2004. Analisis Perubahan penggunaan/Penutupan Lahan dan

Pengaruhnya terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub Das Ciliwung Hulu. Skripsi Program Studi Ilmu Tanah S1 Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB.Bogor. Tidak dipublikasikan.

Kartodihardjo, H. 1998. Peningkatan Kinerja Pengusahaan hutan Produksi

Melalui Kebijaksanaan Penataan Institusi. Disertasi Program Pascasarjana, Institut Poertanian Bogor, Bogor.

Kartodihardjo, H.,K. Murtilaksono, Hadi S.P, U. Sudadi dan Nunung, N. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. Kelompok Pengkajian Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan (K3SB). Bogor.

Kartodihardjo, H. 2006. Ekonomi dan Institusi Pengelolaan Hutan: Telaah lanjut kebijakan usaha kehutanan. Ideals. Bogor.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2000. Agenda 21 Sektoral Agenda Pemukiman untuk pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan. Kementrian Lingkungan Hidup RI. Jakarta.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Himpunan Peraturan di Bidang

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penegakan Hukum Lingkungan RI. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2001. Harmonisasi Tata Ruang Sumberdaya Alam dan Penggunaan Lahan. Kementrian Lingkungan Hidup RI. Jakarta

Kolopaking, L. , M dan F. Tommy. 1994. Aspek Kelembagaan dan Partisipasi dalam pengelolaan DAS secara Terpadu. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor.

Lembaga Penelitian IPB.1996. Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Lembaga penelitian IPB. Bogor.

Lembaga Penelitian UI.1997. Studi Pengendalian Pemilikan Tanah dengan Instrumen Perpajakan. Embaga Peneitian UI Jakarta.

Maulana, L., H. 2003. Analisis Daya Dukung Lahan terhadap Faktor-faktor Pendukungnya di Kawasan Puncak. Disertasi Program Pasca Sarjana S3 IPB. Bogor.Tidak dipubikasikan

Natsir,I. 2005. Bopunjur Makin kritis Pikiran Rakyat. Jakarta.

Nasir. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pakpahan, A. 1989. Kerangka Analitik Untuk Penelitian Rekayasa Sosial: Perspektif Ekonomi Institusi dalam Prosiding Patanas : Evolusi

Kelembagaan Pedesaan di tengah Perkembangan Tekhnologi Pertanian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi Badan Litbang Pertanian, Bogor.

Ramdan, H., Yusran, dan D. Darusman. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah: Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Penerbit Alqa Print. Sumedang.

Saefulhakim, S. Dyah, R.P., E. Rustiadi. Dan Dyah. T.S. 2003. Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktifitas Sistem Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Jurnal Penelitian Fakultas Pertanian Jurusan Tanah Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rustiadi. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah Konsep Dasar dan Teori. Laboratorium Perencanaan Wilayah Jurusan Tanah . Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Rohmad, Z. 1998. Peran Pemuda dalam Pembangunan Masyarakat Pedesaan. Disertasi Program Pascasarjana S3 IPB. Bogor.

Sitorus, M.T.F dan B.S. Utomo. 1998. Sosiologi Umum. Diktat Mata Kuliah Sosiologi Umum. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor.

Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Soemarwoto, O. 2001. “Atur-Diri-Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan

Lingkungan Hidup” dalam Pembangunan Ramah Lingkungan: Berpihak Pada Rakyat, Ekonomis Berkelanjutan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sugiono. 1993. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sugiyanto. 2002. Lembaga Sosial. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wahyunto, M. Zainal Abidin, A. Priyono dan Sunaryo. 2001. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Garang, Jawa Tengah. Seminar Nasional multifungsi Lahan Sawah. ASEAN Secretariat- MAAF Japan-Puslitbang Tanah dan Agroklimat.Bogor.

DALAM KOMPLEKSITAS PENATAAN KAWASAN PUNCAK

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Oleh :

EMI MARSUSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul :

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

Emi Marsusanti, S. Hut NRP : P10500047

ABSTRAK

Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua

dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

Emi Marsusanti, Hadi S. Alikodra, Hariadi Kartodihardjo

Menurunnya kualitas lingkungan akibat perubahan fungsi lahan dari areal konservasi/hutan menjadi pemukiman di kawasan Puncak Bogor merupakan akibat dari lemahnya fungsi institusi dalam mengendalikan kawasan Puncak. Penelitian ini bertujuan untuk pertama mengungkapkan penyebab terjadinya perubahan lahan di kawasan Puncak Bogor, kedua mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan-permasalahan institusi menyangkut batas yurisdiksi, property right dan aturan representasi dalam penataan kawasan Puncak Bogor.

Metode penelitian ini bersifat kuantitatif-kualitatif dengan menggunakan kuesioner, wawancara serta overlay peta dalam proses pengumpulan data-datanya. Hasil penelitian menunjukan bahwa institusi yang diharapkan dalam pengelolaan kawasan puncak Bogor merupakan institusi yang mampu mengendalikan penggunaan lahan di kawasan ini. Pemerintah kabupaten Bogor seharusnya diberikan wewenang penuh dalam mengelola kawasan Puncak Bogor berikut komitmen finansial sehingga aturan representasi lebih efisien karena dibuat melalui proses dan mekanisme internal. Penegasan akan kepemilikan lahan (property right) akan menurunkan tekanan perubahan lahan ke fungsi lahan lainnya sehingga penciptaan ruang yang seimbang dan serasi dapat segera terpenuhi

ABSTRACT

Identification and Analysis of Institution’s Problem in Puncak Area Managing Complexity (Case Study : Kelurahan Cisarua and Tugu Utara

Village, Bogor District)

Emi Marsusanti, Hadi S. Alikodra, Hariadi Kartodihardjo

Declining of environment’s quality caused by land function transforming from conservation or woods area to housing complex at Bogor Puncak area, is the result of the institution’s function weakness in managing Puncak area. This research attempts to first reveal the grounds of land transforming at Bogor Puncak area, second, identify and analyze the institution’s problems including the jurisdiction’s border, property right and representation’s rule in transforming Puncak area.

The method of this research is quantitative-qualitative by using questionnaire, interview and map overlay in data collecting process.

The research shows that institution which has big role and is really expected to restructure Puncak area is an affordable institution which can direct the use of land in Puncak area. Government’s of Bogor district should be given full authority in managing Puncak area includes the financial commitment so that representation’ rule run effectively as it is made through process and internal mechanism. Affirmation of land’s property rights will descend the pressure of land transforming to others functions. Therefore, the creating of balance and harmony area can be accomplished quickly.

ANALISA DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN INSTITUSI

DALAM KOMPLEKSITAS PENATAAN KAWASAN PUNCAK

(Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor)

EMI MARSUSANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Judul Tesis : Identifikasi dan Analisis Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor) Nama Mahasiswa : Emi Marsusanti, S. Hut

Nomor Pokok : P10500047

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Hadi S. Alikodra, MS Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Plh Ketua Program Studi Pengelolaan 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Etty Riani, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk :

RABB

ku, sebagai bentuk pertanggungjawaban akademisku.

Ayah dan emak serta seluruh keluarga di Pontianak, Abati dan ibu serta seluruh keluarga di Palembang dengan doa dan segenap

harapan

Suamiku, sahabatku bang ifan

bersama doa, semangat, dukungan, cinta dan kasih sayang

Anak-anakku Nadia, Ulfa dan Bintang , semoga dapat mewariskan budaya keilmuan pada generasimu.

Yun, Bi Cik Ita, D’ Ta, Dani, Sopi HD, Yudi PPLH, Eti PSL, Bu Ade dan Pak Ujang di Desa Tugu Utara, Pak Khairul di Cisarua, Hermin dan Evi Bojong,

Guru-guru TPA Masjid Almuhairi, Mas eko rental Computer Blem dan mas wiwid Prima printing. Trimakasih untuk segala bantuan

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak kemudahan dalam setiap proses penyelesaian tugas akhir Pasca Sarjana ini. Tesis ini berjudul Analisa dan Identifikasi Permasalahan Institusi dalam Kompleksitas Penataan Kawasan Puncak (Studi Kasus Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr H Hadi S Alikodra, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku anggota komisi dan Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis dalam merumuskan hasil penelitian ini. Kepada semua pihak yang telah membantu selama penulisan tesis ini penulis berikan penghargaan atas segala bantuan dan kerjasamanya.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis ini. Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

RIWAYAT HIDUP

Emi Marsusanti, dilahirkan pada tanggal 4 September 1969 di Pontianak Kalimantan Barat. Ibu bernama Fatimah dan ayah bernama H. Abdul Madjid. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara.

Penulis menamatkan sekolah dasar di Madrasah Ibtida’iyah pada tahun 1982 kemudian meneruskan ketingkat sekolah menengah pertama di Muhammadiyah Pontianak pada tahun 1985, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan ke SMAN 2 Pontianak. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Tanjungpura di Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan dan selesai pada tahun 1994. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan Pasca Sarjana di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR ... vii DAFTAR TABEL... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 5 1.5. Kerangka Pemikiran ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Institusi ... 8 2.2. Penataan Ruang ... 10 2.3. Permasalahan dalam Manajemen Kawasan ... 11 2.4. Penggunaan Lahan ... 13 2.5. Alih Fungsi atau Perubahan Penggunaan Lahan ... 14

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.1. Kelurahan Cisarua ... 17 3.1.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 17 3.1.2. Biofisik dan Hidrologi ... 17 3.1.3. Kependudukan ... 17 3.2. Desa Tugu Utara ... 19

3.2.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah ... 19 3.2.2. Biofisik dan Hidrologi ... 19 3.2.3. Kependudukan ... 20

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21 4.2. Pengumpulan Data ... 21 4.3. Analisis Data ... 23

4.3.1. Analisis Spasial ... 24 4.3.2. Analisis Deskriptif ... 24

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan ... 28 5.1.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

di Kelurahan Cisarua ... 30 5.1.2. Analisa Perubahan Penggunaan Lahan

di Desa Tugu Utara ... 31 5.2. Analisis dan Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 32

5.2.1. Kelurahan Cisarua ... 32 5.2.1.1. Pemerintahan ... 32 5.2.1.2. Status Kepemilikan Lahan (Property Right) ... 34 5.2.1.3. Kawasan Hutan ... 37 5.2.2. Desa Tugu Utara ... 38 5.2.2.1. Pemerintahan ... 38 5.2.2.2. Status Kepemilikan Lahan (Property right) ... 41 5.2.2.3. Kawasan Hutan ... 41 5.2.2.4. Status Tanah Hak Guna Usaha ... 43 5.3. Aturan Representasi ... 46 5.4. Sistem Pengendalian Pembangunan di Kawasan

Puncak Bogor ... 49 5.5. Nilai Jual Objek Pajak ... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 54

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Identifikasi Permasalahan

Institusi dalam kompleksitas Penataan Kawasan Puncak ... 7 Gambar 2 Struktur Aktivitas Sosial Ekonomi dengan Penggunaan atau

Penutupan lahan ... ... 16 Gambar 3. Peta Kecamatan Cisarua ... 18 Gambar 4. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ... 25 Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian ... 25 Gambar 6. Diagram Alir Penelitian ... 26 Gambar 7. Perbandingan Perubahan Lahan tahun 1994-2004 ... 29 Gambar 8. Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cisarua

Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor ... 34 Gambar 9. Susunan Organisasi Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua

Kabupaten Bogor ... 35 Gambar 10. Sebaran Hutan di Kelurahan Cisarua ... 38 Gambar 10. Peta Wilayah Desa Tugu Utara ... 44 Gambar 11. Skema Penataan Ruang ... 48

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya ... 23 Tabel 2. Perubahan Fungsi Lahan Bopunjur ... 27 Tabel 3. Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di

Kelurahan Cisarua Kabupaten Bogor... 30 Tabel 4. Rekapitulasi Data Perubahan Status Penguasaan Lahan Dari

Tahun 1994 – 2004 di Kelurahan Cisarua ... 31 Tabel 5 Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di Desa

Tugu Utara Kabupaten Bogor ... .. 32 Tabel 6 Rekapitulasi Data Perubahan Status Penguasaan Lahan Dari

Tahun 1994 – 2004 di Desa Tugu Utara ... 32 Tabel 7 Status penguasaan lahan di Kelurahan Cisarua Kabupaten ... 37 Tabel 8 Status penguasaan lahan Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor ... 41 Tabel 9 Jumlah Bangunan Fisik di Desa Tugu Utara s.d. tahun 2006 ... 45 Tabel 10 Jumlah dan tingkat personil Sat Pol PP Kabupaten Bogor ... 50 Tabel 11 NJOP Lahan pada Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara... 51 Tabel 12 Deskripsi Singkat Permasalahan Institusi dalam Pengelolaan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data Distribusi Perubahan Penggunaan Lahan Kelurahan Cisarua ... 61 2. Data Distribusi Perubahan Penggunaan Lahan Desa Tugu Utara... 63 3. Skema Masalah Pertanahan PT. Sari Sumber Bumi Pakuan

(Desa Tugu Utara-Kecamatan Cisarua) ... 65 4. Peta NJOP Kelurahan Cisarua ... 66 5. Peta NJOP Desa Tugu Utara ... 67 6. NJOP Kelurahan Cisarua ... 69 7. NJOP Desa Tugu Utara ... 70 8. Surat Keterangan Tidak Sengketa... 72 9. Surat keterangan Riwayat Tanah ... 73 10. Letter C ... 74 12. Kantor Desa Tugu Utara ... 75 13. Beberapa Villa di Desa Tugu Utara ... 76

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Puncak merupakan bagian dari kawasan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor. Kawasan ini memiliki beragam fungsi strategis, antara lain sebagai kawasan lindung dan tata air, sumber plasma nutfah, kawasan penyangga dan budidaya pertanian dan non pertanian. Dikarenakan posisi geografis yang signifikan dari kawasan ini, kawasan Puncak juga dianggap sebagai kawasan hinter land yang menjaga kehidupan penduduk di sekitarnya seperti Depok, Bogor dan Ibukota negara DKI Jakarta. Eksistensi kawasan ini sangat diperhitungkan karena dampak permasalahan di dalamnya mempengaruhi kawasan-kawasan penting lainnya.

Selain itu kawasan ini memiliki keindahan alam dan udara yang sejuk karena didominasi oleh pegunungan dengan hamparan perkebunan teh yang terletak pada ketinggian 1000 meter dari permukaan laut sehingga menjadi andalan wisata Jawa Barat dan trade mark bagi Bangsa Indonesia di forum pariwisata internasional.

Beberapa keunggulan diatas, menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik yang cukup tinggi sehingga banyak pihak yang memanfaatkannya tidak hanya sebagai alternatif tempat pariwisata untuk menikmati keindahan alam di akhir pekan, tetapi lebih pada keinginan untuk menguasai lahan dan tempat investasi, mulai dari investasi skala kecil hingga skala besar, sehingga jumlah penduduk di kawasan ini meningkat pesat dan membawa konsekuensi pada penggunaan lahan yang meningkat pula. Menurut sensus penduduk pada tahun 1980 dan 2000 terjadi peningkatan jumlah penduduk dari 5,7 menjadi 11,7 juta jiwa (Alihar, 2002).

Apalagi sejak tahun 1960, dengan terbukanya jalur intensif Jakarta- Bandung, perkembangan pembangunan di kawasan ini sulit dikendalikan. Dominasi pemanfaatan ruang dan penggunaan lahan telah menyebabkan perubahan perkembangan fisik dan kehidupan sosial yang pesat dan terkadang destruktif. Kondisi ini mengakibatkan perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai dengan fungsi peruntukannya. Sebagai contoh, kawasan hutan, daerah pertanian, dan daerah resapan air telah berubah menjadi kawasan perumahan bahkan untuk

industri. Akibat dari perubahan fungsi ini bermunculan persoalan-persoalan lingkungan yang memiliki dampak ekologis seperti banjir, erosi dan lain-lain, yang tidak saja terjadi di kawasan Puncak Kabupaten Bogor tapi juga pada kawasan-kawasan di sekitarnya.

Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi masalah ini adalah memperketat aturan main (perundang-undangan) di kawasan Puncak. Melalui Keppres 114/1999, pemerintah menetapkan kawasan Puncak sebagai kawasan konservasi dengan pembangunan terkendali dan terkontrol di dalamnya. Sebelumnya, telah terbit PP no 13/1963, Keppres 48/1983, Keppres no 79/1985 dan PP no 47/1997, yang dijadikan sebagai landasan operasional penataan di Kawasan Puncak, namun semuanya dianggap tidak relevan dengan dinamika pembangunan di lapangan, karena peraturan yang ada tidak menggambarkan kondisi rill di lapangan. Hingga saat ini Keppres 114/1999 masih diberlakukan. (Pemda kabupaten Bogor, 2000).

Meskipun aturan hukum telah tersedia, permasalahan-permasalahan di kawasan Puncak belum dapat terselesaikan. Permasalahan-permasalahan khusus dalam upaya mempertahankan fungsi Kawasan Bogor Puncak Cianjur, yang diidentifikasi oleh Bappeda Pemda Kabupaten Bogor dan disampaikan dalam Forum Sosialisasi Keppres Nomor 114 Tahun 1999 antara lain adalah :

1. Menurunnya kualitas lingkungan yang berdampak pada tata air di kawasan Bopunjur, khususnya pada Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Mega Mendung sebagai “Kawasan Prioritas”.

2. Kurangnya pemahaman akan fungsi kawasan dan penanganannya oleh pemerintah pusat dan swasta.

3. Rendahnya komitmen untuk mematuhi peraturan/ketentuan dalam pengendalian pembangunan di kawasan Bopunjur baik di tingkat pusat maupun daerah.

4. Masih tingginya permintaan penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan, pariwisata, dan industri.

5. Rendahnya dukungan dana sektoral untuk penataan ruang.

6. Adanya permohonan hak atas tanah terhadap tanah-tanah negara yang HGU- nya telah habis masa berlakunya. Selain itu, terjadinya mutasi tanah garapan

atas tanah negara (ex HGU).

Di samping hal-hal di atas, pengelolaan di kawasan Puncak semakin kompleks dikarenakan sifat kepemilikan lahan yang dikuasai secara turun temurun yaitu sebagai tanah adat, yang memiliki kelemahan dalam kontrol penggunaannya. Dewasa ini, kepemilikan lahan secara adat dikarenakan alasan ekonomi dialihkan kepada pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dan keuangan. Mutasi kepemilikan ini menyebabkan pemerintah sulit menghentikan pihak yang menguasai lahan tersebut dalam merubah lahan milik mereka menjadi perumahan (pemukiman) dan industri dikarenakan peruntukannya lebih menguntungkan secara ekonomi (Barlowe, 1986). Interdependensi dalam penggunaan sumber daya alam berupa lahan tidak hanya menjadi masalah individu. Lahan-lahan milik negara pun memiliki konsekuensi terjadinya perubahan fungsi lahan karena berbagai kepentingan sektor-sektor pembangunan lainnya dalam kepemilikan (ownership) lahan yang telah ada.

Dari uraian tersebut diketahui bahwa, munculnya permasalahan dalam penggunaan lahan di Kawasan Puncak didominasi oleh faktor kelembagaan. Sejalan dengan itu Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (2003) mengungkapkan bahwa faktor kelembagaan (institusi) berpengaruh 70% terhadap perubahan fungsi lahan sedangkan non kelembagaan hanya berperan 30%. Dalam hal ini institusi dipahami sebagai instrument yang mengatur hubungan orang atau kelompok masyarakat melalui hak dan kewajiban dalam pemanfaatan sumber daya (Basuni, 2003).

Suatu institusi dicirikan oleh tiga hal penting yaitu, batas yurisdiksi, property right, dan aturan representasi. Oleh karena itu penelitian ini ditinjau dari tiga aspek tersebut, untuk mengungkapkan permasalahan-permasalahan institusi dalam penataan Kawasan Puncak Bogor.

Penelitian dilakukan di dua desa di kawasan puncak Bogor yaitu Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara. Kelurahan Cisarua mewakili pusat kota dari Kecamatan Cisarua dengan dinamika masyarakat yang cukup tinggi sedangkan Desa Tugu Utara mewakili wilayah yang memiliki beragam fungsi kawasan.

1.2. Perumusan Masalah

Kawasan pariwisata Puncak yang memiliki luas 18.298,918 ha terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Cisarua (7.460,565 ha), Kecamatan Megamendung (6.012,430 ha) dan Kecamatan Ciawi (4.825,923 ha), yang semula peruntukannya adalah sebagai kawasan non budidaya, diperuntukkan bagi pengaturan air, pencegahan erosi dan banjir, serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah (Dinas Tata Ruang, 2004). Akan tetapi, pada saat ini cenderung menjadi kawasan dengan fungsi pengembangan perkotaan, dengan meningkatnya berbagai macam pembangunan.

Pesatnya pembangunan di kawasan ini menyebabkan berkurangnya kawasan

Dokumen terkait