• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

3.2. Desa Tugu Utara

3.2.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Tugu Utara merupakan salah satu desa di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur di sebelah timur dan memiliki sumber mata air yang merupakan hulu dari sungai Ciliwung. Luas wilayah Desa Tugu Utara sebesar 1.703 ha merupakan desa terluas kedua di Kecamatan Cisarua setelah Desa Tugu Selatan. Di sebelah selatan, Desa Tugu Utara dibatasi oleh areal perkebunan teh Gunung Emas dan jalan raya Puncak yang bersebelahan dengan Desa Tugu Selatan, sedangkan di sebelah utara merupakan kawasan hutan lindung yang berbatasan dengan Desa Jonggol dan di sebelah baratnya berbatasan dengan Desa Batu Layang. Waktu tempuh untuk mencapai Desa Tugu Utara adalah sekitar 45 menit dengan jarak 40 kilometer dari pusat kota Bogor, sedangkan untuk mencapai pusat ekonomi terdekat yaitu pasar Cisarua hanya memerlukan waktu 10 menit.

3.2.2. Biofisik dan hidrologi

Sebagaimana halnya kawasan Puncak pada umumnya, sebagian besar daerah Tugu Utara berupa perbukitan dengan ketinggian 800-1200 m dpl dan suhu udara rata-rata sekitar 180C dengan curah hujan sebesar 200-300 mm/bulan.

DAS Ciliwung terbagi menjadi tiga bagian : DAS Ciliwung Hulu, DAS Ciliwung Tengah dan DAS Ciliwung Hilir. DAS Ciliwung bagian hulu terbagi menjadi empat sub DAS yaitu : (1) sub DAS Ciesek seluas 3.745 ha dengan anak sungai Cinangka, Cirangrang, Ciguntur, Ciesek dan Cipaseban. (2) Sub- DAS Cibogo/Cisarua seluas 4.463 ha dengan anak sungai antara lain Citeko, Cisarua, Cijulang dan Cibogo. (3) Sub DAS Ciliwung hulu seluas 3.883 ha dengan anak sungai Cilembar, Cimandala, Cimegamendung, Cikoneng, Cicambana, Citameang, Cisampay, Ciliwung. (4) Sub DAS Ciseuseupan/Cisukabirus seluas 2.785 ha dengan anak sungai antara lain Cigadog, Cijambe, Ciseuseupan dan Cisukabirus. (Data Sub Balai RLKT Ciliwung-Ciujung, 1986).

Desa Tugu Utara berada dalam DAS Ciliwung Hulu. Bentuk DAS Ciliwung Hulu menyerupai bentuk setengah radial atau kipas, dengan anak-anak sungai yang berhulu di sekitar daerah Kecamatan Ciawi. Bentuk DAS Ciliwung di sekitar

Ciawi–Katulampa menyerupai corong dan menyempit membentuk bottleneck yang merupakan aliran ciliwung hulu menuju ke bagian tengah dan seterusnya ke hilir secara alami. Kondisi ini menyebabkan daerah Katulampa menjadi rawan banjir.

Kondisi torpografi seperti ini mengharuskan pengelolaan kawasan dengan tepat. Mempertahankan kondisi hutan lindung merupakan solusi terbaik untuk mencegah derasnya air pada musim hujan dan mencegah kekeringan pada musim kemarau, karena hutan dapat menyimpan cadangan air. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi menyebabkan fungsi lahan tidak sesuai dengan fungsi semula.

3.2.3. Kependudukan

Desa Tugu Utara termasuk desa dengan tingkat kepadatan sedang dan masih di bawah rata-rata Kecamatan Cisarua dengan tingkat pertumbuhan 0,039. Tahun 1998 jumlah penduduknya tercatat sebanyak 6.872 jiwa dari 1.489 KK. Pada tahun 2006 jumlah tersebut meningkat menjadi 10.129 jiwa (laki-laki sebanyak 5.336 orang dan perempuan 4.793 orang) dari 2.589 KK.

Dari penjelasan tersebut di atas diketahui bahwa Desa Tugu Utara paling kecil tingkat kepadatan penduduknya, sedangkan tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Cisarua cukup padat. Selain diakibatkan karena tingkat aksesibilitas, Cisarua juga merupakan pusat pemerintahan kecamatan.

Dilihat berdasarkan komposisi kelas umur, Desa Tugu Utara didominasi oleh penduduk jumlah produktif sehingga beban tanggungan bagi pekerja tidak terlalu tinggi. Selain bekerja di perkebunan teh, warga Desa Tugu Utara juga ada yang bermata pencaharian sebagai buruh tani dan bekerja di bidang perdagangan dan jasa. Perekonomian Desa Tugu Utara ditopang oleh adanya areal perekonomian teh PT. Sari Sumber Bumi Pakuan. Perkebunan tersebut menyediakan lapangan kerja, kurang lebih 800 karyawan bekerja diperusahaan teh tersebut dan sebagian besar merupakan warga setempat. Namun secara tidak langsung PT Sari Sumber Bumi Pakuan juga memberikan lahan garapan bagi masyarakat pada areal yang tidak produktif.

IV.  METODOLOGI PENELITIAN 

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2005 hingga Maret 2006 bertempat di laboratorium dan di lapangan. Penelitian lapangan dilakukan di kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara kabupaten Bogor dan overlay peta dilakukan di laboratorium analisa spasial lingkungan PPLH IPB. Penelitian ini secara umum dibagi menjadi dua tahap yaitu: (1) tahap persiapan dan pengumpulan data (2) tahap analisis data dan diagram alir penelitian yang disajikan pada Gambar 4.

4.2. Pengumpulan Data

Data terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data spasial yang berupa peta rupa bumi kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara, citra landsat ETM+ 1994 dan 2004, peta penggunaan lahan Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara, RTRW Kabupaten Bogor dan data statistik berupa NJOP untuk Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara serta kepustakaan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Data primer berupa data perubahan penggunaan lahan, data status penggunaan lahan dikumpulkan dengan cara overlay peta, sedangkan data primer yang berupa sebab-sebab perubahan lahan dikumpulkan dengan wawancara dan observasi di lapangan. Jenis data dan metode pengumpulannya akan dijelaskan dalam Tabel 2. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, mendalam (indepth interview) terhadap informan kunci (key informan) yang dipilih secara sengaja (purposive sampling) dalam jumlah yang tidak dibatasi (Bungin, 2003)

Penentuan informan kunci (key information) biasanya dilakukan dengan metode snowball sampling dengan menentukan informasi awal yang sangat terkait dengan fokus penelitian. Untuk selanjutnya ditentukan informan lanjutan guna memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi informasi yang mungkin ada. Pemilihan informasi lanjutan akan dihentikan bila tidak dijumpai lagi variasi informasi. Pada penelitian ini informan kunci yang diwawancarai antara lain:

1. Staf Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor serta Staf Dinas Cipta Karya.

2. Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor. 3. Kepala Bappeda Kabupaten Bogor.

4. Staf Dinas Cipta Karya Kabupaten Bogor. 5. Kepala Sat Pol. PP Kabupaten Bogor.

6. Pemerintah kecamatan dan desa, antara lain Camat Cisarua, Kepala Desa Tugu Utara dan Lurah Cisarua.

7. Beberapa informan kunci yang berasal dari dunia pendidikan dan LSM. 8. Masyarakat Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua.

Tabel 1. Jenis Data dan Metode Pengumpulannya

No Jenis Data Parameter Metode

A Data Sekunder 1 Data Spasial

a. Peta Topografi Kab. Bogor 2001 skala 1 : 300.000

b. Citra Landsat tahun 1994 c. Citra Landsat tahun 2001

Penggunaan lahan dan penutupan lahan

Studi literatur

2 RTRW Kabupaten Bogor Luas lahan Larakteristik lahan Jenis tanah

Studi literatur 3 Laporan penelitian yang terkait

dengan topik penelitian 4 Data statistik

a. PDRB dari aspek wisata tahun 2003

b. NJOP lahan di Kelurahan Cisarua dan Desa Tugu Utara c. Potensi desa Kabupaten Bogor

tahun 1999 dan tahun 2003 d. Kabupaten Bogor dalam angka e. Kelurahan Cisarua dalam angka f. Desa Tugu Utara dalam angka g. Geologi dan Geomorfologi h. Tingkat aksesibilitas lahan

Studi literatur

5 Produk perundang-undangan - Tupoksi

- Produk hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan penataan kawasan puncak

Studi literatur B Data Primer

Pengolahan data dan kuesioner - Data perubahan penggunaan lahan

- Data status penggunaan lahan

- Karakteristik penduduk umur, pendidikan dan pendapatan

- Sebab-sebab perubahan lahan

- Harga penjualan tanah

- Faktor-faktor penyebab perubahan lahan

- Mekanisme perizinan penggunaan lahan

- Kesesuaian antara perencanaan dan pemanfaatan lahan

- Institusi pemerintah dalam penataan kawasan puncak

- Batas yuridiksi penataan kawasan Interpretasi citra landsat Wawancara dan observasi 4.3. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis spasial dan analisis deskriptif. Analisis spasial dilakukan dengan menginterpretasi dan overlay peta landsat untuk mengetahui tipe penggunaan lahan yang berubah sedangkan analisis deskriptif untuk mengetahui penyebab perubahan fungsi lahan.

4.3.1. Analisis Spasial

Analisis spasial yang dilaksanakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Interpretasi Citra Landsat ETM+

Interpretasi citra dilakukan secara visual langsung pada monitor komputer dengan melakukan cropping atau pemotongan citra terlebih dahulu sesuai batas wilayah penelitian. Interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi dan bantuan peta rupa bumi. Unsur rona, warna, teratur, pola, situs dan asosiasi merupakan unsur interpretasi yang sangat membantu dalam mengenali objek-objek dalam citra satelit. Proses interpretasi dilakukan dengan membatasi daerah-daerah yang memiliki karakteristik unsur interpretasi yang berbeda, hal ini menunjukkan adanya peta penggunaan atau penutupan lahan.

2. Operasi tumpang tindih (overlay)

Operasi tumpang tindih dilakukan menggunakan data digital peta penggunaan atau penutupan lahan dengan bantuan Endas 8.4. Operasi tumpang tindih dilakukan antara peta penggunaan lahan tahun 1994 dengan 2004 untuk melihat arah dan pola pengolahan penggunaan lahan. Selain itu, operasi tumpang tindih juga dilakukan antara peta penggunaan lahan tahun 2004 dengan peta NJOP kedua desa untuk mendapatkan batas ZNT(Zona Nilai Tanah) pada status dan penggunaan tanah untuk masing-masing desa.

4.3.2. Analisis Deskriptif

Dalam penelitian kualitatif, logika yang digunakan adalah induktif abstraktif. Suatu logika yang bertitik tolak dari khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi dikembangkan atas dasar kejadian (incidence) yang diperoleh ketika kegiatan lapangan berlangsung. Teori yang memperlihatkan bagaimana hubungan antara kategori juga dikembangkan atas dasar data yang diperoleh ketika kegiatan lapangan berlangsung, sehingga kegiatan pengumpulan data analisis data tidak dapat dipisahkan keduanya berlangsung secara simultan. Hiberman dan Miles (Bungin, 2003) menggambarkan proses ini sebagai berikut :

Gambar 4. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif Gambar 5 memperlihatkan sifat interaktif koleksi data atau pengumpulan data dengan analisis data. Pengumpulan data ditempatkan sebagai komponen yang merupakan bagian integral dari analisis data.

Sumber : Janudianto (2003) DATA COLECTION DATA DISPLAY DATA REDUCTION CONCLUTION DRAWING & VERIFYING

Interpretasi Klasifikasi Citra Landsat 2004 Citra Landsat 1994

Klasifikasi Peta Rupa Bumi

Batas Adm Desa Tugu Utara + Kelurahan Cisarua

Cliping (di potong)

Landsat Desa Tugu Utara + Kelurahan Cisarua

Peta Perubahan Tutupan Lahan 1994

Overlay

Overlay Dengan Batas Status Lahan Data Perubahan Lahan

1994 - 2004 Sementara 2004 Sementara 1994 Koreksi Geometrik Peta Perubahan Tutupan Lahan 2004

Data Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Status Penggunaan Lahan 1994 - 2004

Data Perubahan Tutupan Lahan Berdasarkan Status Penggunaan Lahan 1994 - 2004 Diagram Alir Penelitian Lanjutan

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Analisis deskriptif perubahan

penggunaan lahan Permasalahan Institusi : - Batas Yuridiksi - Property Right - Aturan Representasi Kesimpulan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil penelitian dari Janudianto (2004) diketahui bahwa perubahan fungsi lahan Bopunjur dari tahun 1994 ke tahun 2001 (Tabel 2) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi pada seluruh tipe penggunaan lahan. Secara umum, perubahan penggunaan lahan ini akan mengancam keberlangsungan kawasan Bopunjur sebagai kawasan andalan dan kawasan tertentu. Lebih spesifik, penelitian ini dilakukan pada kelurahan Cisarua dan desa Tugu Utara yang merupakan wilayah Bopunjur, dan diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan terjadi pada seluruh tipe penggunaan lahan, yaitu : hutan, semak, kebun campuran, kebun teh, ladang atau lahan kering, sawah, lahan terbuka dan pemukiman. Perubahan tipe penggunaan lahan juga terjadi pada tanah berstatus HGU, hak milik dan kawasan hutan.

Tabel 2. Perubahan Fungsi Lahan Bopunjur

Tahun 1994 Tahun 2001 Perubahan

No. Penggunaan

Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %

1 Hutan Lebat 3.143,02 21,07 2.993,53 20,06 -149,49 -1,01 2 Hutan Semak / Belukar 512,06 3,43 278,69 1,87 -233,37 -1,56 3 Kebun Campuran 1.586,41 10,63 1.582,01 10,60 -4,40 -0,03 4 Kebun Karet 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 Kebun Teh 3.759,16 25,20 3.094,77 20,74 -664,39 -4,46 6 Ladang Terbuka 44,44 0,30 11,70 0,08 -32,74 -0,22 7 Pemukiman 3.016,01 20,21 3.954,88 26,51 938,87 6,30 8 Sawah 2.490,25 16,69 1.363,73 9,14 -1.126,52 -7,55 9 Tegalan / Ladang 368,77 2,47 1.640,83 11,00 1.272,06 8,53 Jumlah 14.920,12 100,00 14.920,14 100,00 0,02 0,00 Sumber : Janudianto, 2004

Gambaran perubahan fungsi lahan tahun 1994-2004 dapat dilihat pada gambar 7.

5.1.1. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kelurahan Cisarua

Data menunjukkan pada kelurahan Cisarua perubahan penggunaan lahan yang tertinggi terjadi pada tipe penggunaan lahan untuk pemukiman yang bertambah dari 43.135 hektar pada tahun 1994 menjadi 75.337 pada tahun 2004 (dapat dilihat pada Tabel 3). Perubahan ini terjadi sebagian besar pada status tanah adat (dapat dilihat pada lampiran 1). Penambahan pemukiman didapat dari perubahan tipe penutupan lahan berturut-turut dari semak 3.058 ha, kebun campuran 5.487 ha, ladang 13.942 ha, sawah 9.265 ha, dan lahan pemukiman sendiri yang bertambah di tahun 2004 menjadi 75.337. Hal ini dikarenakan kelurahan Cisarua merupakan pusat kecamatan yang memiliki fasilitas pendukung untuk pengembangan ekonomi masyarakat sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Suatu hal yang cukup menarik, penambahan luasan pemukiman disertai dengan meningkatnya luasan sawah sebesar 10.995 hektar, hal ini menandakan sebagian penduduk Kelurahan Cisarua masih mempertahankan tradisi bercocok tanam padi untuk kesinambungan pangan keluarga, walau perkembangan daerah cenderung menjadi sebuah kota baru, sedangkan kawasan hutan di kelurahan Cisarua dalam rentang waktu 10 tahun, tidak mengalami perubahan dengan luasan 0,989 hektar.

Tabel 3. Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di Kelurahan Cisarua Kabupaten Bogor

Tahun Tipe Penggunaan Lahan 1994 % 2004 % Perubahan (%) Hutan 0.989 0.493 0.989 0.493 0 0.000 Semak 13.852 6.898 0.000 0.000 -13.852 -6.898 Kebun campuran 21.117 10.516 29.959 14.919 8.842 4.403 Ladang/lahan kering 45.335 22.576 34.901 17.380 -10.434 -5.196 Sawah 48.447 24.170 59.442 29.646 10.995 5.475 Lahan terbuka 27.843 13.866 0.090 0.045 -27.753 -13.821 Pemukiman 43.135 21.481 75.337 37.517 32.202 16.036 Total 200.718 100 200.718 100 0 0

Sumber : Hasil overlay peta penutupan lahan Kelurahan Cisarua, 2006

Status penguasaan lahan pada Kelurahan Cisarua terdiri dari tanah instansi milik negara, tanah yang dikenai hak bangunan, hak pakai, hak adat dan hak milik. Tanah hak adat merupakan tanah yang dikuasai masyarakat secara turun temurun dan hak keperdataannya diakui serta dibuktikan keberadaannya.Tanah ini menduduki posisi tertinggi seluas 188.755 hektar, hal ini yang memicu percepatan alih fungsi lahan karena tanah adat umumnya dikuasai perseorangan.

Tabel 4.Rekapitulasi Data Perubahan Status Penguasaan Lahan Dari Tahun 1994 – 2004 di Kelurahan Cisarua

(Luas dalam HA) Tipe Penggunaan lahan Tanah Instansi Hak Guna Bangunan Tanah Hak/ Adat Hak Milik Total Hutan 0.000 0.000 0.989 0.000 0.989 Semak 0.630 0.090 12.413 0.720 13.853 Kebun Campuran 0.270 0.000 20.398 0.450 21.118 Ladang 0.900 0.450 42.996 0.987 45.333 Sawah 0.989 0.540 46.378 0.540 48.447 Lahan terbuka 0.180 1.259 25.954 0.450 27.843 Pemukiman 0.54 1.619 39.627 1.349 43.135 Total 3.509 3.958 188.755 4.496 200.718

Sumber : Hasil overlay peta penutupan lahan Kelurahan Cisarua, 2006

5.1.2. Analisa Perubahan Penggunaan Lahan di Desa Tugu Utara

Di Desa Tugu Utara perubahan lahan yang tertinggi terjadi pada tipe penggunaan lahan hutan, yang berkurang sebesar 123.447 Hektar yang diikuti dengan bertambahnya semak sebesar 113.474 dan pemukiman sebesar 69.440 hektar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6, dengan arah perubahan tipe penggunaan lahan dari tahun 1994 - 2004 yang dijelaskan pada Lampiran 2.

Kawasan hutan yang berubah menjadi semak terjadi pada status tanah negara dengan luasan 35.441 hektar, diikuti dengan tanah status HGU sebesar 25.906 hektar. Kemudian hutan yang berubah menjadi kebun campuran, yang berada pada tanah negara sebesar 3.868 hektar dan yang berada pada tanah berstatus HGU sebesar 7.016 hektar, sedangkan hutan yang berubah menjadi kebun teh di tanah berstatus HGU 3.328 hektar. Hutan tidak ada yang berubah menjadi sawah, sedangkan yang berubah menjadi lahan terbuka cukup besar

luasannya sekitar 9.175 hektar dan yang berubah menjadi pemukiman kurang lebih 1 hektar pada tanah berstatus HGU.

Tabel 5. Data Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2004 di Desa Tugu Utara Kabupaten Bogor

Tahun Tipe Penggunaan Lahan 1994 % 2004 % Perubahan % Hutan 836.964 49.133 713.517 41.886 -123.447 -7.247 Semak 144.205 8.465 257.679 15.127 113.474 6.661 Kebun Campuran 277.956 16.317 291.101 17.089 13.145 0.772 Kebun Teh 123.621 7.257 121.762 7.148 -1.859 -0.109 Ladang/Lahan 42.437 2.491 29.305 1.720 -13.132 -0.771 Sawah 23.367 1.372 32.603 1.914 9.236 0.542 Lahan terbuka 148.506 8.718 81.649 4.793 -66.857 -3.925 Pemukiman 106.421 6.247 175.861 10.324 69.440 4.076 Total 1,703.477 100,000 1703.477 100.000 0.000 0.000

Dari Tahun 1994 – 2004 di Desa Tugu Utara (Luas dalam HA)

Tipe Penggunaan l ahan Tanah Instansi Hak Guna Usaha Tanah Hak/ Adat Hak Pakai Hak Guna Bangunan Tanah Garapan Hak Milik TOTAL Hutan 514.578 189.161 25.285 11.850 1,610 91.347 3.452 837.282 Semak 58.519 73.470 2.235 2.646 0.460 5.976 0.898 144.205 Kebun Campuran 32.907 109.885 69.817 11.580 0.755 51.072 1.840 277.686 Kebun teh 31.384 87.659 0,000 0,000 0,000 4.564 0,000 123.596 Ladang 1.132 5.357 21.373 2.933 0.679 9.711 1.245 42.430 Sawah 0.691 0.000 13.692 1.266 0.460 6.672 0.576 23.357 Lahan terbuka 27.381 69.717 17.488 1.381 0.230 31.268 1.036 148.501 Pemukiman 2.531 10.240 39.461 2.531 1.151 47.860 2.646 106.420 669.123 545.489 189.351 34.187 1613.735 248.47 11.693 1703.477

Sumber: Hasil overlay peta penutupan lahan di Desa Tugu Utara, 2006

5.2. Analisis dan Identifikasi Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan 5.2.1. Kelurahan Cisarua

5.2.1.1. Pemerintahan

Pada tahun 2004 status desa Cisarua berubah menjadi kelurahan, perubahan status ini menjadikan wilayah ini tidak lagi dipimpin oleh seseorang kepala desa melainkan oleh seorang lurah yang diangkat oleh Bupati Kabupaten Bogor dengan Perda 41/2000. Dalam operasionalnya lurah dibantu beberapa kepala seksi antara lain kepala seksi pemerintahan, tramtib, ekonomi dan pembangunan serta kesejahteraan sosial. Dalam perannya seorang lurah dituntut dapat melaksanakan pemerintahan, menjaga wilayah dan lingkungannya serta mensejahterakan penduduknya.

Secara administrasi wilayah Kelurahan Cisarua dipahami sebagai wilayah yang dikembangkan dengan konsep pengembangan perkotaan, sehingga pembangunan diarahkan untuk memenuhi segala fasilitas atau infrastruktur khususnya di bidang pariwisata.

Dominasi wilayah terbangun berupa hotel, villa dan rumah peristirahatan menjadi bukti perwujudan konsep itu, sehingga penggunaan lahan ke arah itu terus terjadi dan mengurangi sumber daya lahan yang semestinya dipertahankan secara proporsional. Walau luas wilayahnya kurang lebih 200 hektar namun wilayah ini juga ikut memberikan sumbangan bagi pelestarian lingkungan di

kawasan Puncak sebagai kawasan lindung dan tata air. Kebijakan ini tidak terlepas dari wewenang pemerintah desa yang meluluskan beberapa peralihan kepemilikan lahan dengan begitu mudah.

PP No. 10/1961 diganti dengan PP 24/1997 memberi wewenang kepada lurah untuk menerbitkan surat keterangan tidak sengketa, riwayat tanah dan letter C sebagai syarat terbitnya SPPT oleh PBB (SPPT pengganti girik yang telah dihapus sejak 1994) sebagai bukti kepemilikan lahan. Begitu pula dalam proses pembuatan sertifikat, KTP sebagai syarat pengurusan sertifikat dapat dibuat ganda bagi setiap pembeli lahan yang akan melakukan transaksi walau berdomisili di luar wilayah kelurahan Cisarua.

Selain itu, lurah tidak memahami secara persis peraturan yang membatasi perorangan untuk dapat memiliki lahan di kelurahan Cisarua. KDB (Koefisien Dasar Bangunan) sebagai ukuran proporsi bangunan yang harus di penuhi untuk setiap bangunan di kawasan Puncak hanya dalam sosialisasi tanpa pengawasan.

Sekilas peran pemerintah desa dan PBB dalam menerbitkan SPPT sebagai bentuk pelayanan publik, namun hal tersebut memiliki dampak besar terhadap berkurangnya sumber daya lahan. Basuni (2003) menyatakan bahwa pelayanan kepala desa dan kantor PBB tersebut merupakan tindakan rent seeking (pencarian penyewa lahan).

Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lurah Sekretaris Kelurahan Kelurahan Jabatan Fungsional Pelaksana Kepala Seksi Pemerintah Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Kepala Seksi Trantib Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana

Keterangan : ______ garis instruksi --- garis koordinasi

Gambar 8. Susunan Organisasi Pemerintahan Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Gambar 9. Susunan Organisasi Kelurahan Cisarua Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

5.2.1.2. Status Kepemilikan Lahan (Property Right)

Pola penggunaan lahan tergantung pada property right atas lahan. Property right (hak pemilikan) atas asset terdiri dari hak, atau kekuasaan, untuk mengkonsumsi, mendapatkan pendapatan, serta melakukan transfer hak-haknya atas asset (Barzel, 1991 dalam Basuni 2003). Selanjutnya Kartodihardjo (1995) menjabarkan property right dalam lima hak antara lain : access, withdrawal, management, exclusion dan alienation. Hak dalam access adalah hak untuk memasuki suatu batas fisik sumberdaya yang telah ditetapkan, sedangkan withdrawal adalah hak untuk memanfaatkan produk dari sumberdaya yang telah ditentukan. Management adalah hak untuk mengatur pemanfaatan dan mengubah bentuk sumber daya menjadi produk tertentu. Exclusion diartikan sebagai hak

Ketua RT

Lurah

Kepala Bagian II Kepala Bagian I

Ketua RW 1 Ketua RW 2 Ketua RW 3 Ketua RW 4 Ketua RW 5

Ketua RT Ketua RT Ketua RT Ketua RT

RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 1 RT 2 RT 3 RT 4 RT 1 RT 2 RT 3 RT 1 RT 2 RT 3

untuk menentukan siapa yang akan mendapatkan akses dan bagaimana hak tersebut dapat dialihkan. Sedangkan alienation adalah hak untuk menjual atau menyewakan salah satu atau lebih hak-hak sebelumnya.

Property right (status kepemilikan lahan) di kawasan Puncak sangat beragam antara lain status tanah adat, tanah yang sudah terdaftar atau bersertifikat dengan jenis hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai.

Pengelompokan status lahan dan pengertiannya adalah sebagai berikut : a. Tanah Adat/Tanah sertifikat disingkat dengan TAS adalalah tanah yang diakui

dan dikuasai sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria :

- Tanah Milik/Adat adalah tanah yang dikuasai masyarakat secara turun temurun dan hak keperdataannya diakui serta dibuktikan keberadaannya. Tanah milik dapat dikuasai perorangan atau kelompok orang atau berupa tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat.

- Tanah Sertifikat adalah tanah yang telah terdaftar status hak atas tanahnya sesuai ketentuan dalam UUPA dan telah mempunyai legalitas hukum yang kuat berdasarkan bukti yang syah atas kepemilikan lahannya.

b. Tanah Negara dikuasai disingkat dengan TND adalah tanah negara yang penguasaanya berada pada pihak lain, yang dapat dikuasai secara :

- Legal, dimana pengelolaannya diserahkan kepada instansi, lembaga keagamaan (wakaf) atau badan hukum berupa izin lokasi.

- Tidak Legal atau ilegal, dimana penguasaan tanahnya dilakukan oleh orang atau kelompok orang tanpa izin.

c. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam hal ini dibedakan menjadi Tanah negara yang dikuasai dan tanah negara bebas.

d. Tanah Negara belum dilekati sesuai hak disingkat TNB. Hak menguasai negara atas tanah bukan berarti bahwa tanah seluruh wilayah Republik Indonesia adalah milik negara, akan tetapi disini berarti memberikan kewenangan bagi negara untuk mengatur dan memlihara tanah. Hak menguasai dari negara tersebut berlaku terhadap bidang tanah yang sudah

maupun yang belum ada haknya. Hak menguasai dari negara memberikan kewenangan untuk :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi air, dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi,air, dan ruang angkasa.

Property right (suatu kepemilikan lahan) di kelurahan Cisarua terdiri dari: a) Tanah negara (kawasan hutan), b) tanah hak guna bangunan dan c) Tanah

adat atau tanah milik yang dikuasai masyarakat secara turun temurun. Status kepemilikan lahan berikut luasannya dapat dilihat pada Tabel 7.

Dokumen terkait