• Tidak ada hasil yang ditemukan

Development of Mangosteen Maturity Classification Model on Color Based Using Fuzzy Neural Network.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Development of Mangosteen Maturity Classification Model on Color Based Using Fuzzy Neural Network."

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI

KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA

MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK

RETNO NUGROHO WHIDHIASIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2012

(4)
(5)

ABSTRACT

RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Development of Mangosteen Maturity Classification Model on Color Based Using Fuzzy Neural Network.

Under direction of SUGI GURITMAN and PRAPTO TRI SUPRIYO.

Fuzzy Neural Network (FNN) has a capability to classify a pattern located within two different classes where a classical Neural Network (NN) is failed to do so. The fuzzy pattern classification is using membership degree on output of neuron as learning target. Objective of this research is to develop an artificial intelligence system model for non-destructive classification of fresh mangosteen using Fuzzy Neural Network. Component of color result in from image processing that influential against level of mangosteen’s maturity is used as input parameter. Percentage accuracy ratio of FNN model compare to NN for five, three, and two classification classes is 70:40, 86:65 and 90:90 respectively. The best result of FNN modeling is achieved on three class target classification (unripe, export and local) with green color index, value, a* u*, v*, entropy, contrast, energy and homogeinity as predictor parameters and 15 neurons hidden layer. Comparison of percentage capability of FNN against NN to identify the class is 100:0, 100:87 and 63:75.

(6)
(7)

RINGKASAN

RETNO NUGROHO WHIDHIASIH. Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network. Dibimbing oleh SUGI GURITMAN dan PRAPTO TRI SUPRIYO.

Fuzzy Neural Network (FNN) memiliki kemampuan untuk melakukan klasifikasi terhadap suatu pola yang berada di dalam dua kelas, yang tidak dapat diklasifikasi menggunakan model klasifikasi klasik Neural Network (NN). Klasifikasi pola secara fuzzy ini menggunakan derajat keanggotaan pada neuron output sebagai target pembelajaran. Klasifikasi fuzzy ini memungkinkan untuk digunakan dalam mengklasifikasi buah manggis dimana banyak terdapat pola yang terletak diantara dua kelas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sistem kecerdasan buatan untuk mengklasifikasi buah manggis segar secara non-destruktif berdasarkan warna menggunakan FNN berdasarkan Standar Prosedur Operasi

(8)

Klasifikasi menjadi kelas buah mentah, ekspor dan lokal dalam penelitian ini mendapatkan model FNN terbaik menggunakan parameter input g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Model FNN backpropatation 9-15-3 ini memberikan akurasi sebesar 85%, sedangkan NN dengan struktur yang sama memberikan akurasi sebesar 65%, dengan perbandingan prosentase kemampuan model FNN dengan model NN dalam mengenali kelas buah mentah adalah 100:0, kelas buah ekspor adalah 100:87 dan kelas buah lokal adalah 63:75.

Perbandingan akurasi model FNN dan NN dalam penelitian ini menunjukkan bahwa FNN mampu mengatasi pola yang berada diantara dua kelas dengan lebih baik sehingga menghasilkan klasifikasi yang lebih baik.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB

(10)
(11)
(12)
(13)

PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN

BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA

MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK

RETNO NUGROHO WHIDHIASIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Magister Komputer pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(14)
(15)

Judul Tesis : PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS

BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK

Nama : Retno Nugroho Whidhiasih

NIM : G651090131

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Sugi Guritman Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana, Ilmu Komputer

Dr. Yani Nurhadryani, S.Si., M.T. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(16)
(17)
(18)
(19)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecerdasan komputasional, dengan judul Pengembangan Model Klasifikasi Tahap Kematangan Buah Manggis berdasarkan Warna menggunakan Fuzzy Neural Network.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Sugi Guritman, selaku ketua komisi pembimbing, Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom, selaku anggota komisi pembimbing, yang telah berkenan untuk membimbing sejak awal pemilihan tema penelitian hingga selesainya karya ilmiah ini. Prof. Dr. Ir. Roni Kastaman, MT dosen Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran Bandung, yang telah berkenan membantu dalam pengumpulan data.

Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada semua pihak atas doa dan dukungannya, terutama dosen Program Studi Ilmu Komputer Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah memberi wawasan pengetahuan bagi penulis. Kepada seluruh teman Pascasarjana Ilmu Komputer IPB dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya.

Semoga penelitian ini bermanfaat. Kritik, saran dan masukan sangat penulis harapkan demi sempurnanya penelitian ini di kemudian hari.

Bogor, Februari 2012

(20)
(21)
(22)
(23)

RIWAYAT HIDUP

(24)
(25)
(26)
(27)

xvii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xix DAFTAR GAMBAR ... xx LAMPIRAN ... xxii BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Tujuan ... 3 1.2 Ruang Lingkup ... 3 1.3 Manfaat ... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn) ... 5 2.2 Pengolahan Citra ... 7 2.3 Model Warna ... 8 2.4 Analisis Tekstur ... 12 2.5 Transformasi Data ... 15 2.6 Koefisien Determinasi ... 15 2.7 Klasifikasi ... 16 2.8 Neural Network (NN) ... 17 2.8.1 Arsitektur Backpropagation ... 18 2.8.2 Fungsi Aktivasi ... 19 2.8.3 Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt ... 20 2.8.4 Proses Pembelajaran Backpropagation ... 21 2.9 Logika Fuzzy ... 24 2.9.1 Fungsi Keanggotaan (membership function) ... 25 2.10 Fuzzy Neural Network (FNN) ... 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

(28)

xviii

3.2 Kebutuhan Alat Penelitian ... 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Pengumpulan dan Praproses Data ... 37 4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah ... 38 4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah ... 39 4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah ... 40 4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah ... 42 4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah ... 43 4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis ... 44 4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis ... 45 4.9 Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis ... 46 4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN ... 47 4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding ... 53 4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi ... 56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

(29)

xix

DAFTAR TABEL

(30)

xx

DAFTAR GAMBAR

1 Kubus warna ... 8 2 Nilai hue, saturasi dan value ... 9 3 Model warna CIELab ... 10 4 Model warna CIELuv ... 11 5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas

(31)
(32)

xxii

LAMPIRAN

(33)

BAB I

PENDAHULUAN

Teknologi pasca panen sangat diperlukan untuk pemenuhan supply & demand, mempertahankan mutu dan meningkatkan daya saing di pasaran. Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan berdasarkan indeks warna. Klasifikasi kematangan buah manggis hasil panen sesuai dengan tingkat kematangannya sangat diperlukan untuk menentukan manggis keperluan ekspor maupun untuk konsumsi lokal, mengingat terbatasnya umur konsumsi manggis karena pengaruh lingkungan (klimakterik) dan pesatnya peningkatan volume ekspor manggis dari tahun ke tahun (deptan 2004).

Penggunaan metode klasifikasi yang kurang tepat akan mengakibatkan terjadinya salah klasifikasi. Kesalahan klasifikasi yang dapat terjadi adalah kesalahan dalam pengelompokan tahap kematangan. Tingkat kematangan tahap 4 merupakan buah untuk keperluan ekspor sedangkan tingkat kematangan tahap 5 merupakan buah untuk keperluan lokal/domestik. Bila terjadi salah klasifikasi sehingga manggis dengan tingkat kematangan 5 dikirim untuk diekspor, maka buah manggis akan dalam kondisi busuk pada saat masih dalam perjalanan. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian terhadap produsen maupun konsumen untuk keperluan ekspor maupun keperluan lokal (Kastaman et al. 2008)

Beberapa penelitian menggunakan pengolahan citra berdasarkan warna telah banyak dilakukan, namun dalam implementasinya, interpretasi kematangan buah manggis yang dimaksud belum memasukkan unsur standarisasi kematangan buah yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertanian sebagaimana tercantum dalam dalam Standar Prosedur Operasi (SPO) manggis yang ada saat ini, sehingga penelitian yang dilakukan saat ini lebih menekankan pada upaya justifikasi kematangan buah manggis yang sesuai dengan SPO yang ada.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu sistem untuk melakukan klasifikasi dengan ketepatan tinggi berdasarkan Standar Prosedur

(34)

Operasional (SPO) yang berlaku. Tingkat kematangan buah manggis dapat diklasifikasikan secara non destruktif berdasarkan komponen kualitas eksternal, yaitu warna kulit buahnya. Warna dianggap sebagai properti fisik dasar produk pertanian dan makanan, yang berkorelasi dengan baik terhadap sifat fisik lainnya, kimia dan indikator panca indera kualitas produk. Bahkan warna mempunyai peran utama dalam penilaian mutu eksternal dalam industri makanan dan penelitian (Segnini et al. 1999; Abdullah et al. 2009).

Ruang warna yang disarankan untuk kuantifikasi makanan dengan permukaan melengkung adalah CIELab dikarenakan intensitas cahaya dalam ruang warna L*a*b* kurang terpengaruh oleh bayang-bayang pada daerah kilau pada permukaan obyek, dan HSV dikarenakan komponen V merupakan komponen yang paling dipengaruhi oleh permukaan yang melengkung (Mendoza et al. 2006). Warna komponen a*/b* buah manggis dari ruang warna CIELab meningkat sedikit pada tahap kematangan 1-3 dan meningkat tajam sampai tahap kematangan 6. Hal ini menunjukkan bahwa nilai a*/b* berkorelasi baik dengan pembentukan warna buah (Palapol et al. 2009). Peningkatan ketuaan pada buah belimbing dapat ditunjukkan oleh peningkatan komponen u* pada CIELuv (Irmansyah, 2009). Tekstur kulit buah digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra, yaitu menggunakan fitur entropi, kontras, energi dan homogenitas.

(35)

Perception Features (Murquia 2002), menggunakan FNN untuk melakukan klasifikasi dokumen image resolusi rendah menggunakan analisis tekstur, hasil penelitian memberikan akurasi 95,7%.. Fuzzy Backpropagation Untuk Klasifikasi Pola (Kusumadewi 2006), melakukan klasifikasi fuzzy terhadap kualitas produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FNN memberikan hasil lebih baik dibandingkan jaringan probabilistik, dengan akurasi 100%. Pengembangan Pemutuan Buah Manggis Untuk Ekspor Secara Non Destruktif Dengan Jaringan

Syaraf Tiruan (Sandra 2007), menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) manggis sebagai dasar klasifikasi dan menghasilkan akurasi 91,6%. Penelitian-penelitian tersebut mampu melakukan pengenalan dengan baik.

Penelitian ini melakukan proses klasifikasi tingkat kematangan buah manggis Padang menggunakan Fuzzy Neural Network (FNN) berdasarkan citra, menggunakan ruang warna RGB, HSV, CIELab dan CIELuv serta fitur tekstur yang meliputi fitur energi, kontras, homogenitas dan entropi. Pemodelan yang dikembangkan merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya. Kebaruan yang dimaksud adalah berkenaan dengan teknik klasifikasi yang digunakan dan acuan klasifikasi yg dilakukan. Teknik yang digunakan dalam pemodelan ini adalah klasifikasi fuzzy menggunakan FNN untuk mengatasi pola yang berada dalam batas-batas kelas yang tumpang tindih atau suatu pola menjadi anggota lebih dari satu kelas, yang tidak bisa dilakukan menggunakan klasifikasi klasik.

1.1

Klasifikasi yang dilakukan mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO) komoditi manggis deptan 2004.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model klasifikasi kematangan buah manggis sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004 berdasarkan warna menggunakan FNN.

Tujuan

1.2 Ruang Lingkup

Model klasifikasi buah manggis berdasar warna menggunakan FNN yang dikembangkan mempunyai ruang lingkup sebagai berikut :

(36)

2. Menggunakan RGB, HSV, L*u*v*, L*a*b* dan fitur tektur yang meliputi energi, kontras, homogenitas dan entropi sebagai parameter penduga.

3. Menggunakan teknik klasifikasi FNN dengan algoritma pembelajaran backpropagation dan NN sebagai pembanding akurasinya.

4. Dasar klasifikasi yang digunakan adalah SPO komoditi manggis deptan 2004.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan sebuah model klasifikasi kematangan buah manggis berdasarkan warna menggunakan FNN,

2. Dapat digunakan sebagai solusi atau referensi terhadap klasifikasi buah manggis yang dilakukan sebelumnya,

(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manggis (Garcinia Mangostana Linn)

Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara. Sentra produksi manggis di Indonesia antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat dan Nagroe Aceh Darussalam. Manggis di Indonesia disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat) (Kastaman et al. 2008).

Buah manggis berbentuk bulat, terdiri dari bagian perikarp (kulit luar) dan daging buah yang menyelimuti biji. Pada bagian pangkal buah terdapat calyx (daun buah) dan pada bagian ujung terdapat 4 – 8 tonjolan berbentuk segitiga (triangle), mencirikan jumlah daging buah. Daging buah berwarna putih susu, diameter buah berkisar antara 3,4 – 7,5 cm. Biji buah kadang-kadang tidak seluruhnya didapati pada daging buah. Daging buah ini berukuran panjang 2,5 cm dan lebar 1,6 cm, berbentuk oval. Pada buah berumur muda daging buah berasa asam, semakin matang berasa manis. Buah manggis termasuk rendah kalori, protein, lemak dan vitamin, namun jumlah seratnya termasuk cukup tinggi. Kadar gula total (sukrosa, glukosa, fruktosa) sebesar 16,42 – 16,82 % dari total karbohidrat. Selain itu, terdapat pula senyawa tanin dan resin sebesar 7 – 14 %, polyhydroxy-xanthone, dan mangostin (Morton J 1987). Manggis bermanfaat sebagai antioksidan dan berbagai obat, diantaranya sariawan, wasir, luka, anti peradangan dan nyeri, mencegah alzheimer dan arthritis, memperbaiki sistem pernafasan, mendukung tulang rawan dan sendi, serta menjaga pencernaan.

(38)

ekspor manggis Indonesia dari tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan dari 6.9 ribu ton pada tahun 2002 meningkat menjadi 7.2 ribu ton pada tahun 2003. Dengan pangsa pasar utama adalah Taiwan dan Hongkong (Departemen Pertanian 2004). Volume ekspor Manggis Indonesia meningkat nyata pada dua bulan pertama tahun 2011, hampir sama dengan volume ekspor sepanjang tahun 2009.

Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang selama masa penyimpanannya. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin 1980). Pemanenan umumnya dilakukan setelah buah berumur 104 hari dihitung mulai bunga mekar, saat itu warna kulit buah manggis masih berwarna hijau dengan sedikit ungu muda pada permukaan kulit buahnya. Enam hari setelah dipanen warna kulit buah menjadi ungu tua (Suyanti et al. 1999a.). Buah yang dipanen saat buah berwarna merah tua (114 hari) menyebabkan daya simpannya lebih singkat dan tidak dapat memenuhi persyaratan mutu manggis untuk ekspor.

Perubahan warna buah dari hijau menjadi ungu hitam setelah panen yang mencerminkan perkembangan warna kematangan tahap 1 sampai tahap 6 digunakan sebagai panduan kualitas bagi petani dan konsumen. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kualitas buah pada buah manggis yang dipanen pada salah satu tahap dari tahap yang ditetapkan (tahap 1-6), sehingga matang pada tahap 6 untuk masing-masing (Palapol et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pemeraman buah manggis yang dipetik pada salah satu tahap untuk kebutuhan ekspor tidak memiliki efek merugikan pada kualitas buah akhir.

(39)
[image:39.595.155.528.256.541.2]

Mutu buah manggis ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah parameter tingkat ketuaan dan kematangan (indeks warna) serta ukuran (Deptan 2004). Proses grading dalam SPO komoditas manggis 2004, merupakan suatu pengelompokan buah berdasarkan kriteria/kelas dan indek kematangan manggis untuk mendapatkan ukuran, warna buah dan tingkat kematangan yang seragam. Tingkat kematangan manggis berdasarkan indek warna berdasarkan SPO manggis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna

2.2 Pengolahan Citra

Berbagai aplikasi pengolahan citra secara garis besar digunakan untuk memperbaiki kualitas suatu citra (gambar) sehingga lebih mudah diinterpretasikan oleh manusia dan mengolah informasi yang terdapat pada citra (gambar) untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis.

(40)

Persilangan antara baris dan kolom tertentu disebut dengan piksel. Contohnya adalah gambar/titik diskrit pada baris n dan kolom m disebut dengan piksel[n,m].

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) yaitu fungsi intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Fungsi ini berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dalam sistem koordinat piksel, dan amplitudo f di titik koordinat (x,y). Jika nilai x, y, dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah cira digital. Matrik citra digital direpresentasikan dalam suatu koordinat piksel, yang tidak mempunyai nilai x dan y negatif.

Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut :

Masing-masing elemen dalam matriks disebut dengan elemen citra atau piksel, f(x,y) merupakan intensitas citra, sedangkan x dan y

2.3 Model Warna

merupakan posisi piksel dalam citra.

Model warna RGB (Red, Green, Blue) mendefinisikan warna berdasarkan tingkat intensitas komponen warna merah, hijau dan biru atau RGB, yang disajikan dalam bentuk koordinat tiga dimensi yang disebut kubus warna, disajikan pada Gambar 1.

(41)

Jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 0, maka warna yang terjadi adalah hitam, sedangkan jika ketiga intensitas warna tersebut bernilai 1, maka warna yang terjadi adalah putih. Nilai RGB didapatkan dari rata-rata keseluruhan piksel. Proses konversi dari model warna RGB ke model warna lain sebelumnya dilakukan menormalisasi nilai RGB menjadi rgb dengan membaginya dengan 255. Konsep Model Warna RGB berorientasi pada hardware dan kita jumpai di peralatan seperti : monitor computer, LCD proyektor, scanner, kamera video dan kamera digital.

[image:41.595.109.507.66.843.2]

Model HSV (Hue, Saturation dan Value) menunjukkan ruang warna dalam bentuk tiga komponen utama, yaitu hue, saturation, dan value atau disebut juga brightness, disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Nilai hue, saturasi dan value

Hue adalah sudut dari 0 sampai 360 derajat yang menunjukkan jenis warna (seperti merah, biru atau kuning) atau corak warna yaitu tempat warna tersebut ditemukan dalam spektrum warna (Putra, 2010). Saturation (saturasi) dari suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut, yang bernilai antara 0 sampai 1 (atau 0 sampai 100%) dan menunjukkan nilai keabu-abuan warna (Putra, 2010). Value disebut juga intensitas yaitu ukuran seberapa besar kecerahan dari suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Value dapat bernilai 0 sampai 100%. Nilai HSV didapatkan dengan mengkonversi nilai rgb dengan persamaan (Putra, 2010) :

� = max( , ,�) ………. …… (1)

=�

0 , ����� = 0

� −min⁡( , ,�)

� , ����� > 0

(42)

�= �

0 , ���� = 0

60∗( −�)

∗� , ����� =

……….. (3)

�= �

60∗ �2 +(�− )

∗� �, ����� =

60∗ �4 +( − )

∗� �, ����� =�

.……….. (4)

[image:42.595.64.484.49.835.2]

�= �+ 360, ����� < 0 ………. (5) Model warna CIE L*a*b* bekerja berdasar pada persepsi manusia atas warna, yaitu lightness A (Green-red axis) dan lightness B (Blue-yellow Axis). Model ini terdiri dari besaran Lightness/Luminance (L*), dimensi a (a*), dan dimensi b (b*), disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Model warna CIELab

Nilai skala untuk Lightness/Luminance berkisar 0 sampai 100, yaitu dari warna hitam sampai warna putih (L* = 100 untuk warna putih dan L* = 0 untuk warna hitam). Dimensi a* dan b* menyimpan informasi komponen kromatik warna hijau sampai merah dan warna biru sampai kuning. Angka negatif a* mengindikasikan warna hijau dan sebaliknya a* positif mengindikasikan warna merah, sedangkan angka negatif b* mengindikasikan warna biru dan sebaliknya CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning. Nilai L*a*b* didapatkan dengan mengkonversi nilai rgb dengan persamaan :

x ≤ 0,0γ9β8; ( ) =

12,92 ………. (6)

x ≥ 0,γ9β8; ( ) =� +0,055

1,055 � 2,4

(43)

� � =�

0,4124 0,3576 0,1805 0,2126 0,7152 0,0722 0,0193 0,1192 0,9505

� � �� ��

.……….. (8)

Untuk menghitung nilai L*a*b* dari CIE XYZ menggunakan persamaan :

= 116 � � − 16 …..………. (9)

�∗ = 500∗ � � � − � �� ……….…… (10)

�∗ = 200∗ � � � − � �� ………...… (11)

dengan f(τ) =��

1

3 �����> 0,008856

7,7867 �+ 16

116 ����� ≤0,008856

Nilai Xn, Yn dan Zn adalah nilai XYZ dengan observer 2o dan illuminant D65 (easyrgb.com 2011).

[image:43.595.98.499.140.791.2]

CIELuv (L*u*v*) merupakan model warna yang sebanding dengan persepsi mata manusia yang didefinisikan dengan menggambarkan 3 koordinat geometrik L*, u* dan v*, disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Model warna CIELuv

CIE_ L* merupakan lightness atau kecerahan warna. CIE_u* merupakan kuat warna pada sumbu merah – hijau. CIE_v* merupakan kuat warna pada sumbu kuning – biru. Konversi dari sistem X, Y, Z ke sistem L*u*v* menggunakan persamaan (Lu G & Phillips J, 1998) :

L∗ = 116�

0�13−16

untuk

(44)

= 903,3

0� untuk 0 ≤ 0,008856 ... (13)

u* = 13L* (u' – u'0) ... (14) v* = 13L* (v' – v'0) ... (15) dengan :

u′ = 4

( +15 +3 )= 4

−2 +12 +3 ... (16)

v′ = 9

( +15 +3 )= 9

−2 +12 +3 ... (17) 0′ =

4 0

0+15 0+3 0

... (18)

0′ =

9 0

0+15 0+3 0

... (19) Dimana x0, y0 dan z0 adalah x, y dan z dengan observer 2o dan illuminant D65 (easyrgb.com 2011).

2.4 Analisis Tekstur

Salah satu cara untuk mengenali suatu citra adalah dengan membedakan tekstur yang merupakan komponen dasar pembentuk citra dan dapat dimanfaatkan sebagai dasar klasifikasi citra. Tekstur citra dapat dibedakan berdasar kerapatan, keseragaman, keteraturan, kekasaran dan lain-lain. Untuk mengetahui pola suatu citra digital berdasarkan ciri yang diperoleh secara matematis digunakan analisis tekstur. Ciri atau karakteristik suatu tekstur diperoleh melalui proses ekstraksi ciri. Salah satu metode untuk mendapatkan ciri atau karakteristik suatu tekstur adalah metode co-occurrence.

(45)

Metode co-occurrence bekerja dengan membentuk sebuah matriks kookurensi dari data citra dan menentukan ciri sebagai fungsi dari matriks tersebut. Matriks kookurensi dibentuk dari suatu citra greyscale dengan melihat pada piksel-piksel yang berpasangan yang memiliki intensitas tertentu. Penggunaan metode ini berdasar pada hipotesis bahwa dalam suatu tekstur akan terjadi perulangan pola-pola primitif. Misalkan d didefinisikan sebagai jarak antara dua posisi piksel (x1, y1) dan (x2, y2), dan didefinisikan sebagai sudut diantara keduanya, maka matriks kookurensi didefinisikan sebagai matriks yang menyatakan distribusi spasial antara dua piksel yang bertetangga yang memiliki intensitas i dan j, yang memiliki jarak d dan sudut diantara keduanya. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel. Matriks kookurensi dinyatakan sebagai Pd (i,j).

Matriks kookurensi didapatkan melalui tiga tahap, yaitu : (1) mengubah citra RGB menjadi citra grayscale, (2) menghitung kookurensi matrik dalam 4 arah, masing-masing 0o, 45o, 90o dan 135o, (3) menentukan nilai untuk setiap ciri tekstur dengan merata-rata nilai dari keempat arah sudut tersebut. Langkah untuk membuat matriks kookurensi simetris ternormalisasi yaitu : (1) membuat area kerja matriks, (2) menentukan hubungan spasial antara piksel referensi dengan piksel tetangga, berapa nilai sudut dan jarak d, (3) menghitung jumlah kookurensi dan mengisikannya pada area kerja, (4) menjumlahkan matriks kookurensi dengan transposenya untuk menjadikannya simetris, dan (5) normalisasi matriks untuk mengubahna ke bentuk probabilitas. Pembuatan matriks kookurensi ditunjukkan oleh Gambar 5.

(46)
[image:46.595.111.463.83.386.2]

Gambar 5 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi, (a) Citra masukan, (b) Nilai intensitas citra masukan, (c) Hasil matriks kookurensi 0°, (d) Hasil matriks kookurensi 45°, (e) Hasil matriks kookurensi 90°, (f) Hasil matriks kookurensi 135°.

(47)

Komponen pengukuran tekstur yang meliputi energi, kontras, homogenitas dan entropy dapat diambil menggunakan persamaan :

� � �=∑=1=1�2(�,�) ... (20)

� � � = ∑=1=1(� − �)2�(�,�) ... (21)

�� � � ��� =∑ ∑ �(�,�)

1+|�−�| �=1

�=1 ... (22)

� � ���=− ∑=1=1�(�,�) log�(�,�) ... (23) Dengan i dan j adalah intensitas dari resolusi 2 piksel yang berdekatan. Sedangkan P(i, j) adalah frekuensi relatif matrik dari resolusi 2 piksel yang berdekatan.

2.5 Transformasi Data

Sebelum menggunakan data dengan metode atau teknik tertentu perlu dilakukan praproses terhadap data dengan maksud agar data dapat dikenali dengan lebih baik. Salah satu praproses yang sering dipakai adalah transformasi data. Transformasi data dilakukan untuk mengubah data ke dalam rentang nilai tertentu. Rentang nilai ditentukan berdasarkan kasus dan keperluan terntentu. Sebagai misal penggunaan fungsi aktivasi sigmoid pada jaringan FNN. Untuk keperluan tersebut maka data mesti ditransformasi sehingga semua data memiliki range yang sama dengan range keluaran fungsi aktivasi sigmoid yang dipakai, yaitu [0, 1]. Data dapat ditransformasi ke interval [0,1]. Namun akan lebih baik jika ditransformasikan ke interval yang lebih kecil, misal pada interval [0.1 0.9]. Hal ini mengingat bahwa fungsi sigmoid merupakan fungsi asimtotik yang nilainya tidak pernah mencapai nilai 0 maupun 1.

Berikut adalah transformasi linier yang dipakai untuk mentrasformasikan data ke interval [0.1 0.9] jika a adalah data minimum dan b adalah data maksimum.

=0.8( −�)

�−� + 0.1 ... (24)

2.6 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi pada regresi linier sering diartikan sebagai seberapa

(48)

terikatnya. Secara sederhana koefisien determinasi dihitung dengan

mengkuadratkan Koefisien Korelasi (R). Sebagai contoh, jika nilai R adalah

sebesar 0,80 maka koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 0,80 x 0,80 = 0,64. Berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians dari variabel

terikatnya adalah sebesar 64,0%. Berarti terdapat 36% (100%-64%) varians

variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain. Berdasarkan interpretasi tersebut,

maka tampak bahwa nilai R Square adalah antara 0 sampai dengan 1.

Berikut adalah penetapan dan interpretasi koefisien korelasi dan koefisien determinasi pada regresi linier sederhana.

=

∑�=1 � �−�∑�=1 ���∑�=1 ��

�� ∑�=1 12−�∑�=1 �� 2

�� ∑�=1 12−�∑�=1 �� 2

� = 2 ... (25) Berikut adalah koefisien determinasi untuk regresi linier berganda.

2.12

= 1

( −1) 2 ... (26)

Dimana JKG adalah jumlah kuadrat galat sedangkan sy2 adalah jumlah kuadrat y dengan definisi sebagai berikut :

2

=

∑ 2−(∑ )2 ( −1)

� = ∑ 2− � ∑ − �11 − �22

2.7 Klasifikasi

(49)

Pendekatan umum yang digunakan dalam klasifikasi adalah adanya training set yang berisi record berlabel kelas, digunakan untuk membangun model klasifikasi. Selanjutnya model klasifikasi diaplikasikan ke test set yang berisi record tanpa label kelas. Hal ini merupakan proses pengenalan kembali suatu objek berdasarkan pola yang telah dikenal (Duda, Hart & Stork 1997). Teknik klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi fuzzy menggunakan neural network yang dikenal dengan fuzzyneural network.

2.8 Neural Network (NN)

Neural Network (NN) atau Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologi di dalam otak (Fausett 1994). NN didasari oleh kemampuan otak manusia dalam mengorganisasikan sel-sel penyusunnya yang disebut neuron, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu khususnya pengenalan pola dengan efektifitas yang tinggi. Pengetahuan diperoleh jaringan melalui proses belajar dan kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang dikenal sebagai bobot-bobot sinaptik digunakan untuk menyimpan pengetahuan (Haykin & Simon, 1994). Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi.

NN adalah pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik kinerja tertentu seperti jaringan neural biologis, yang berdasarkan pada asumsi (Siang 2009) : (1) pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron, (2) sinyal diberikan antara neuron lewat jalinan koneksi, (3) setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang ditransmisikan, (4) setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasannya non linier) terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya.

NN dicirikan oleh (Fauset 1994) : (1) pola hubungan antara neuron-neuron-nya, yang disebut arsitektur, (2) metode penentuan bobot (weight) pada hubungan, yang disebut pelatihan (training), pembelajaran (learning) atau algoritma (3) fungsi aktivasinya.

(50)

koneksi yang berkaitan dengan bobot. Bobot mewakili informasi yang diterima jaringan dan dijadikan sebagian nilai untuk menyelesaikan masalah. Gambar 6 memperlihatkan model tiruan sebuah neuron.

Gambar 6 Model Neuron (Hermawan, 2006).

Sebuah neuron menerima sejumlah n masukan, yaitu 1, 2, … , . Setiap

masukan dimodifikasi oleh bobot sinapsis 1, 2, … , sehingga masukan ke

dalam neuron adalah = � �, dimana �= 1,2, … , . Kemudian neuron akan menghitung hasil penjumlahan seluruh masukan, dan fungsi aktivasi akan menentukan keluaran neuron :

�� = 1 1+ 2 2+⋯+ atau ��=∑=1 � � ... (27)

Dengan mengasumsikan suatu black box yang tidak tahu isinya, neural network akan menemukan pola hubungan antara input dan output melalui fasa training. Neural network masuk dalam kategori supervised learning. Dalam kategori ini suatu network dilatih untuk menemukan parameter model yaitu w dan b yang terbaik.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain suatu neural network adalah tipe jaringan, jumlah layer, banyaknya simpul/node di tiap layer, fungsi transfer atau activation function dalam setiap layer dan jumlah epoch/iterasi yang digunakan untuk training (Santosa 2007).

2.8.1 Arsitektur Backpropagation

(51)

tersembunyi, sedangkan pada jaringan lapis banyak memiliki minimal satu lapisan tersembunyi (Kusumadewi, 2003).

Lapisan-lapisan penyusun neural network terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan output (output layer). Gambar 7 menunjukkan arsitektur backpropagation dengan n buah masukan (dengan sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (dengan sebuah bias) serta m unit keluaran. Vji merupakan bobot garis dari unit masukan xi ke unit layar tersembunyi zj (vjo merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke layar tersembunyi zj). wkj merupakan bobot dari layar tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran zk).

Gambar 7 Arsitektur backpropagation (Siang, 2009).

2.8.2 Fungsi Aktivasi

(52)

Fungsi aktivasi yang sering digunakan pada backpropagation neural network adalah sigmoid biner dan sigmoid bipolar. Sigmoid biner adalah fungsi biner yang memiliki rentang 0 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 25 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 8.

( ) = 1

1+exp⁡(− ) ... (28)

dengan turunan ′( ) = ( )(1− ( ))

Gambar 8 Fungsi aktivasi sigmoid biner (Kusumadewi, 2003). Sigmoid bipolar adalah fungsi yang memiliki rentang -1 s/d 1 dengan rumus fungsi pada persamaan 26 dan mempunyai grafik fungsi seperti pada Gambar 9.

( ) = 2

1+exp⁡(− )−1 ... (29)

dengan turunan ′( ) =�1+ ( )�(1− ( ))

2

Gambar 9 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar (Kusumadewi, 2003).

2.8.3 Algoritma Pelatihan Lavenberg-Marquadt

(53)

matriks hessian untuk mencari bobot-bobot dan bias koneksi (Budi & Sumiyati 2007).

Matriks hessian adalah matriks yang setiap elemennya terbentuk dari turunan kedua dari fungsi kinerja terhadap setiap komponen bobot dan bias. Untuk memudahkan komputasi, matriks hessian diubah dengan pendekatan iteratif pada setiap epoch selama algoritma berjalan. Proses pengubahannya dilakukan menggunakan fungsi gradien. Berikut adalah estimasi matriks hessian jika fungsi kinerja yang digunakan berbentuk jumlah kuadrat error (SSE).

� = + �� ... (30) Dimana merupakan parameter marquadt, I merupakan matriks identitas dan J adalah matriks jacobian yang terdiri dari turunan pertama error jaringan terhadap masing-masing komponen bobot bias.

Nilai parameter marquadt ( ) dapat berubah pada setiap epoch. Jika setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih kecil, nilai akan dibagi oleh faktor τ. Bobot dan bias baru yang diperoleh akan dipertahankan dan pelatihan dapat dilanjutkan ke epoch berikutnya. Sebaliknya jika setelah berjalan satu epoch nilai fungsi error menjadi lebih besar maka nilai akan dikalikan faktor τ. Nilai perubahan bobot dan bias dihitung kembali sehingga menghasilkan nilai yang baru.

2.8.4 Proses Pembelajaran Backpropagation

Proses pembelajaran merupakan proses perubahan bobot-bobot yang ada pada jaringan dengan tujuan untuk meminimalkan mean square error (mse) atau toleransi galat antara keluaran yang dihasilkan dengan keluaran yang diinginkan (target). Perubahan ini dapat berkurang atau bertambah sesuai dengan informasi yang diberikan oleh neuron yang bersangkutan. Perubahan ini akan berhenti jika bobot-bobot pada jaringan sudah cukup seimbang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap input telah berhubungan dengan output yang diharapkan.

(54)

Jika terjadi perbedaan pola output hasil pembelajaran dengan pola target, maka akan muncul galat. Jika nilai galat ini masih cukup besar, maka perlu iterasi pembelajaran yang berikutnya (Kusumadewi, 2003). Ilustrasi supervised learning dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Supervised Learning (Rios).

Backpropagation adalah salah satu algoritma yang menggunakan metode supervised learning. Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju atau propagasi maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur atau propagasi mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, mulai garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Berikut proses selengkapnya yang terjadi pada setiap fase (Siang 2009).

Fase I : Propagasi maju

(55)

jaringan (yk) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (tk). Selisih dari tk terhadap yk yaitu tk-yk adalah kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang ditentukan, maka iterasi dihentikan. Tetapi apabila kesalahan masih lebih besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan dimodifikasi untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.

Fase II : Propagasi Mundur

Berdasarkan kesalahan tk-yk, dihitung faktor δk (k = 1, 2, …, m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. Faktor δk juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δj (j = 1, 2, …, m) di setiap unit di lapisan tersembunyi di layar bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.

Fase III : Perubahan Bobot

Setelah semua faktor δ dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan. Perubahan bobot satu garis didasarkan atas faktor δ neuron di lapisan atasnya. Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju lapisan keluaran didasarkan atas δk yang ada di unit keluaran.

Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi dihentikan jika jumlah iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan. Setelah pelatihan selesai dilakukan, jaringan dapat dipakai untuk pengenalan pola. Dalam hal ini hanya propagasi maju saja yang digunakan untuk menentukan keluaran jaringan. Algoritma selengkapnya disajikan pada Lampiran 1.

Berikut fungsi kinerja yang digunakan oleh backpropagation, yaitu Mean Square Error (MSE) yang didapatkan dari nilai rata-rata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan (yk) dan target (tk).

� = 1 � (tk−yk)2

(56)

2.9 Logika Fuzzy

Teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari himpunan klasik (crisp). Pada teori himpunan crisp keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A hanya akan mempunyai dua kemungkinan nilai keanggotaan atau derajat keanggotaan, yaitu menjadi anggota A (�( ) = 1) atau tidak menjadi anggota A (�( ) = 0) (Chak et al. 1998), Sehingga akan mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup bermakna dengan himpunan klasik. Himpunan crisp diilustrasikan menggunakan Gambar 11. Pada teori himpunan fuzzy yang diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan A akan mempunyai derajat keanggotaan antara 0 dan 1. Hal ini banyak digunakan untuk membuat suatu klasifikasi sebagai solusi terhadap suatu pola yang berada diantara dua kelas yang tidak dapat diselesaikan oleh klasifikasi klasik.

Gambar 11 Himpunan klasik.

Pada himpunan fuzzy seseorang akan dapat masuk dalam 2 himpunan yang berbeda. Seseorang dengan umur 40 tahun masuk dalam himpunan usia muda dengan derajat keanggotaan 0.25 dan sekaligus masuk dalam himpunan usia parobaya dengan derajat keanggotaan 0.5, hal ini diilustrasikan pada Gambar 12.

(57)

Beberapa hal yang berhubungan dengan sistem fuzzy adalah variabel fuzzy, himpunan fuzzy, semesta pembicaraan dan domain. Variabel fuzzy merupakan variabel yang akan dibahas di dalam fuzzy, misalnya umur, permintaan, temperatur dan sebagainya. Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili kondisi tertentu dalam variabel fuzzy, misalnya variabel umur dibagi menjadi muda, parobaya dan tua. Semesta pembicaraan adalah seluruh nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy, misalnya semesta pembicaraan variabel umur adalah 0 sampai 100. Domain adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam himpunan fuzzy, misalnya domain umur muda 20-45, domain umur parobaya 25-65 dan domain umur tua 45-70.

2.9.1 Fungsi Keanggotaan (membership function)

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaan yang memiliki interval antara 0 - 1. Ada beberapa fungsi keanggotaan yang digunakan untuk mendapatkan fungsi keanggotaan antara lain representasi kurva sigmoid, triangular dan trapezoid.

Metode popular untuk menentukan fuzzy set adalah menggunakan fungsi keanggotaan bell (lonceng), karena kehalusan dan keringkasannya (mathwork 2011).

Fungsi keanggotaan : �( ; , ) = 1

1+� − �2

... (32) Terdapat tiga kurva berbentuk bell (lonceng) yaitu PI, beta dan Gauss, dengan perbedaan terletak pada gradien-nya. Kurva beta sama halnya dengan PI hanya saja kurva beta lebih rapat. Kurva beta didefinisikan dengan dua parameter, yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva ( ) dan setengah lebar kurva ( ), seperti terlihat pada Gambar 13.

(58)

Gambar 13 Karakteristik fungsional kurva beta (Cox, 1994).

2.10 Fuzzy Neural Network (FNN)

Fuzzy neural network (FNN) merupakan suatu model yang dilatih menggunakan jaringan syaraf, namun struktur jaringannya diinterpretasikan dengan sekelompok aturan fuzzy (Kasabow 2002). Pada FNN parameter-parameter yang dimiliki oleh neuron dan bobot-bobot penghubung yang biasanya disajikan secara numeris, dapat diganti menggunakan parameter fuzzy. Adakalanya input dan bobot bernilai crisp, sedangkan output-nya bernilai fuzzy. Terdapat tujuh tipe FNN dengan variasi jenis nilai bobot, input dan output-nya (Mashinchi & Shamsuddin, 2009), seperti dalam Tabel 2.

Tabel 2 Tipe-tipe Fuzzy Neural Network (FNN)

Type weights inputs outputs

Case 0 of ANNs : crisp value crisp value crisp value Case 1 of FNNs : crisp value fuzzy crisp value Case 2 of FNNs : crisp value fuzzy fuzzy Case 3 of FNNs : fuzzy crisp value fuzzy

Case 4 of FNNs : fuzzy fuzzy fuzzy

Case 5 of FNNs : crisp value crisp value fuzzy Case 6 of FNNs : fuzzy crisp value crisp value

Case 7 of FNNs : fuzzy fuzzy crisp value

(59)

konsep winner take all. Namun adakalanya, suatu pola berada pada batas kelas yang tumpang tindih, sehingga berada diantara 2 kelas. Apabila hal ini terjadi, maka tidak akan bisa diselesaikan menggunakan klasifikasi klasik (Pal & Mitra, 1992).

Pal dan Mitra (1992) memperkenalkan klasifikasi pola secara fuzzy menggunakan algoritma pembelajaran backpropagation. Konsep data dari model ini adalah menggunakan derajat keanggotaan pada neuron output sebagai target pembelajaran. Penghitungan derajat keanggotaan diawali dengan penghitungan jarak terbobot pola terhadap target output. Berdasar jarak terbobot tersebut selanjutnya dihitung derajat keanggotaan.

Penghitungan jarak terbobot terhadap sekelompok pola xk = {x1, x2, …, xn} yang terdiri dari p kelas akan menghasilkan sejumlah p neuron pada lapisan output. Jarak terbobot dengan nilai terkecil pada tiap pola menunjukkan kelas target. Jarak terbobot pola pelatihan ke-k dari xk terhadap kelas target ke-k, dihitung sebagai berikut (Sarkar et al. 1998) :

��

=

�∑

��−�� ��

2

�=1

;

= 1, … ,

... ... (33)

Dengan mk dan vk adalah mean dan deviasi standar dari kelas ke-k, xij adalah nilai komponen ke-j dari pola ke-i.

Derajat keanggotaan pola ke-i pada kelas ck dapat dihitung sebagai (Sarkar, 1998) :

(

) =

1

1+� ��

��

;

= 1, … ,

... (34)

Dengan fd dan fe adalah konstanta yang akan mengendalikan tingkat kekaburan pada himpunan keanggotaan kelas tersebut. Dari sini didapatkan p vector derajat keanggotaan ��1( 1),�2( 2), … ,���. Pada kasus paling fuzzy, akan digunakan operator INT (intensified) (Sarkar et al. 1998) :

��� � =�2[�� �]

2; 0 (

�) ≤ 0,5

(60)

sehingga pola input ke-i, xi akan memiliki target output ke-k (Sarkar et al. 1998) :

�� =���� (�)

( ); � ��� �� �

�� � ; � �� �

(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

[image:61.595.87.488.265.722.2]

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan FNN, pembandingan akurasi terhadap NN dan desain model aplikasi FNN.

(62)

3.1.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dari rangkaian penelitian yang dilakukan. Dalam tahap ini dilakukan beberapa kegiatan, yaitu identifikasi masalah, menetapkan tujuan penelitian, studi literatur dan menentukan ruang lingkup penelitian.

3.1.2 Pengumpulan dan Praproses Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data sekunder berupa citra buah manggis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra buah manggis Padang berukuran 640x480 piksel, hasil dari pengambilan didalam kotak instrument tertutup yang diberi pelapis kain warna hitam, menggunakan kamera Change Couple Device (CCD) Telview tipe ST205 color, dua buah lampu PL Philips warna putih 11 watt dan bidang dasar pemotretan berwarna putih, dengan jarak rekam 30 cm dan posisi sudut pencahayaan 45. Data sekunder tersebut penulis dapatkan dari laboratorium sistem dan manajeman keteknikan pertanian Universitas Padjajaran Bandung.

Populasi manggis bersifat homogen, yaitu mempunyai karakteristik yang sama, sehingga dianggap cukup menggunakan citra sampel buah manggis sebanyak 125 buah, yaitu citra buah manggis yang berada pada tahap kematangan 2 sampai 6, dengan 25 citra manggis di setiap tahap kematangan.

Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah manggis.

(63)

homogenitas. Langkah terakhir dalam pengolahan data ini adalah mentransformasi nilai-nilai fitur tersebut ke dalam rentang 0 sampai 1 menggunakan persamaan 24. Selanjutnya data tersebut dibagi menjadi dua kelompok data yang saling asing, yaitu data yang digunakan untuk training atau pelatihan pembentukan model dan data yang digunakan untuk testing atau pengujian. Data pelatihan diambil kurang lebih 85% disetiap tahap kematangan, yaitu berjumlah 21 data dan data yang digunakan untuk pengujian kurang lebih15% di setiap tahap kematangan, yaitu berjumlah 4. Total jumlah data pelatihan adalah 21 x 5 = 105 dan total jumlah data pengujian adalah 4 x 5 = 20. Hal ini dianggap cukup mengingat populasi bersifat homogen dengan mengambil tingkat presisi 20%.

3.1.3 Desain Model FNN

1) Penentuan Variabel Input atau masukan

Variabel input ditentukan berdasarkan fitur penduga yang paling layak digunakan sebagai penduga kematangan buah manggis, yaitu hasil analisis dari fitur rgb, hsv, l*u*v*, l*a*b*, entropi, kontras energi dan homogenitas. Analisa dilakukan berdasarkan sebaran data tiap kelasnya dan nilai koefisien determinasi yang dicari menggunakan persamaan 25 dan 26.

2) Penentuan Pola OutputFuzzy

Variasi FNN yang dipakai dalam penelitina ini adalah input bernilai crisp, sedangkan output bernilai fuzzy sesuai dengan model FNN tipe 5 (Mashinchi & Shamsuddin 2009). Pola pelatihan awal klasifikasi fuzzy ini berupa matriks, berisi pasangan nilai fitur-fitur penentu kematangan manggis yang merupakan nilai input dan target yang semuanya bernilai crisp. Sehingga pola pelatihan yang dibaca berupa matriks seperti pada Gambar 15.

(64)

fuzzy dari data target yang awalnya bernilai crisp. Pola pelatihan ini yang kemudian di training oleh jaringan, pola pelatihan seperti disajikan di Gambar 16.

x1 x2 …. xn T

0.7822 0.7822 …. 0.1525 1 0.7287 0.7453 …. 0.4760 1

…. …. …. …. ….

0.771 0.7773 …. 0.303711 2 0.7635 0.7749 …. 0.414242 2

.... …. …. …. ….

0.7342 0.7502 …. 0.4693 3

0.7749 0.7823 …. 0.3162 3

Gambar 15 Pola pelatihan awal

x1 x2 …. xn T1 T2 T3

0.7822 0.7822 …. 0.1525 0.9734 0.9457 0.8849 0.7287 0.7453 …. 0.4760 0.9852 0.9542 0.8756

…. …. …. …. …. …. ….

0.771 0.7773 …. 0.303711 0.9722 0.9958 0.9871 0.7635 0.7749 …. 0.414242 0.9665 0.9928 0.9834

.... …. …. …. …. …. ….

0.7342 0.7502 …. 0.4693 0.9403 0.9661 0.9825 0.7749 0.7823 …. 0.3162 0.9183 0.9594 0.9952

Gambar 16 Pola pelatihan yang di training oleh jaringan

Nilai pola output fuzzy T1, T2 dan T3 yang merupakan target pelatihan menunjukkan derajat keanggotaan dari pola input. Nilai derajat keanggotaan sangat dekat satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan nilai ambiguitas yang tinggi jika dilakukan menggunakan klasifikasi klasik.

3) Arsitektur FNN

(65)

neuron pada layar tersembunyi yang optimal. Suatu formula yang bisa digunakan untuk memperkirakan jumlah neuron pada layar tersembunyi adalah akar dari jumlah variabel pola masukan dikali jumlah neuron pada layar keluaran (Suyanto 2007). Dalam penelitian ini dicoba variasi neuron di lapisan tersembunyi sejumlah 2, 5, 10, 15, 20 dan 25 untuk mendapatkan model yang optimum. Jumlah neuron pada lapisan keluaran adalah 3, sesuai dengan jumlah klasifikasi yang dilakukan.

Sebagai kondisi berhenti adalah nilai ambang Mean Square Error (MSE) atau nilai toleransi minimum sebesar 10-6 atau maksimum iterasi sebesar 5000 epoch dengan learning rate (laju pembelajaran) 1.

4) Metode Pelatihan dan Pengujian

Proses pelatihan dan pengujian dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan model FNN yang optimum. Prosedur pelatihan dilakukan dengan melakukan variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi dan variasi kombinasi parameter input. Kinerja dari FNN diukur dengan melihat error hasil pelatihan, validasi dan testing terhadap sekumpulan data.

Pelatihan FNN dilakukan menggunakan algoritma supervised backpropagation. Algoritma ini telah digunakan oleh Pal & Mitra (1992), Sarkar et. a.l. (1997) dan Kusumadewi (2006), dalam mengatasi pola yang berada diantara dua kelas. Pada proses pelatihan atau training program akan memanggil data masukan dan data target yang berupa nilai-nilai penduga kematangan manggis dan pola output fuzzy yang telah terbentuk. Kemudian pola tersebut dilatih oleh FNN dengan tujuan agar FNN memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengenali pola-pola kematangan manggis. Pada proses pelatihan ini diperoleh matrik bobot yang digunakan untuk menyimpan pengetahuan.

Proses validasi akan dilakukan untuk menguji kinerja jaringan terhadap data yang telah diberikan selama proses pelatihan, dengan menggunakan 100% data input yang diberikan selama proses pelatihan. Kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan nilai MSE.

(66)

selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah pengujian, proses ini dilakukan dengan memasukkan nilai data input untuk mendapatkan nilai output, yaitu pendugaan tahap kematangan. Pada proses pengujian FNN dilakukan proses pengambilan matriks bobot yang tersimpan sebelumnya, kemudian setelah dihitung dengan matrik input pola dapat diketahui apakah pola tersebut dapat dikenali atau tidak, yaitu berdasarkan nilai terbesar dari setiap baris matriks yang didapatkan. Struktur FNN disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Struktur FNN

Karakteristik Spesifikasi

Arsitektur Multilayer Perceptron

Hidden Neuron 2, 5, 10, 15, 20, 25

Output Neuron 3

Fungsi aktivasi Sigmoid biner

Training Function Trainlm (default

Matlab)

Maksimum Epoch 3000

Learning rate 1

5) Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dilakukan dengan mengambil nilai yang terbesar dari vektor baris yang didapatkan. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom pertama maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 1. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom kedua maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 2. Jika nilai terbesar dari keluaran berada di kolom ketiga maka berarti pola tersebut merupakan anggota dari kelas target 3.

3.1.4 Pembandingan Akurasi Terhadap NN

Pada tahap ini dilakukan pembandingan akurasi FNN hasil pelatihan terbaik terhadap akurasi NN yang dilatih dengan struktur yang sama, sehingga dapat dilihat tingkat kelayakan dari model FNN yang terbentuk.

3.1.5 Desain Aplikasi FNN

(67)

Bobot-bobot jaringan digunakan untuk menyimpan pengetahuan hasil dari proses belajar.

3.2 Kebutuhan Alat Penelitian

(68)
(69)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan dan Praproses Data

Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa citra buah manggis Padang dengan tingkat ketuaan atau kematangan tahap 2, 3, 4, 5 dan 6. Jumlah dari masing-masing tahap kematangan sejumlah 25 citra, sehingga jumlah data citra keseluruhan adalah 125 citra buah manggis. Citra buah manggis ini merupakan hasil capture buah manggis pada tiap tahap kematangan, yang diambil dengan perlakuan yang sama, dari buah manggis kematangan tahap 2 yang dikembangkan sampai tahap 5. Citra yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2.

Penentuan tahap kematangan atau tingkat ketuaan yang dimaksud pada penelitian ini adalah tingkat ketuaan berdasarkan Ditjen tanaman buah dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004. Tahap kematangan pada SPO manggis tersebut dimulai dari kematangan tahap 0 sampai kematangan tahap 6. Ciri perubahan pada tiap tahap kematangannya adalah perubahan warna kulit manggis, yaitu perubahan dari warna kuning kehijauan yang merupakan warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 0, berangsur-angsur berubah warna pada tiap tahap kematangannya ke warna ungu kehitaman yang merupakan warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 6. Hal ini disajikan pada Tabel 1.

(70)

Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah manggis.

Citra buah manggis yang berjumlah 125 diolah menggunakan Matlab R2009a sehingga didapatkan nilai-nilai RGB dari rata-rata semua piksel, yang disajikan pada

Lampiran 3. Nilai-nilai RGB tersebut diolah kembali untuk mendapatkan parameter-parameter yang digunakan sebagai variabel penentu tahap kematangan buah manggis, yaitu HSV, L*u*v* dan L*a*b*. Dilakukan juga ekstraksi ciri pada citra buah manggis tersebut menggunakan metode gray-level co-occurrence matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur yang meliputi entropi, kontras, energi dan homogenitas. Ekstraksi ciri dilakukan menggunakan orientasi sudut 0o dan level keabuan 8. Selanjutnya data ini dibagi menjadi dua kelompok data yang saling asing, yaitu data pelatihan/training sebanyak 105 data atau 85% dan data uji/testing sebanyak 20 data atau 15%, setelah sebelumnya dilakukan transformasi nilai-nilai tersebut kedalam selang 0 sampai 1.

4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah

Berdasarkan data penelitian, perkembangan warna R, G dan B pada tiap tahap kematangan tidak mempunyai pola yang teratur. Tidak ada pola yang jelas untuk naik atau turunnya nilai RGB pada tiap perkembangan tahap kematangan. Pada tahap perkembangan yang sama suatu data ada yang nilai RGB naik, sebagian data yang lain nilainya turun, demikian juga terjadi pada tahap-tahap perkembangan yang lain. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 17.

(71)

Gambar 17 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan

Gambar 18 Rata-rata nilai RGB

Indek warna RGB mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 5. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan tahap kematangan adalah model regresi menurut warna g (hijau). Nilai R2 warna g sebesar 0.4548 mengindikasikan bahwa sebesar 45% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan warna g.

4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah

Berdasarkan data penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 19, perkembangan nilai H naik turun tidak berpola pada tiap tahap kematangannya dan nilai S mempunyai nilai yang mirip pada tiap tahap kematanganannya, sehingga nilai H dan S tidak dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis. 0.6500 0.7000 0.7500 0.8000 N ila i

Merah Hijau Biru

Fitur Penduga Tahap Kematangan

0.7200 0.7400 0.7600 0.7800

1 2 3 4 5 6 7

(72)
[image:72.595.85.471.61.843.2]

Gambar 19 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan

Nilai rata-rata V menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 20 dan Lampiran 6. Sebaran nilai V overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 7. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model regresi menurut nilai value. Nilai R2 sebesar 0.4062 mengindikasikan bahwa sebesar 40% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai value.

Gambar 20 Rata-rata nilai HSV

Menurunnya nilai value menunjukkan menurunnya tingkat kecerahan manggis, yang mengakibatkan perubahan warna dari merah kearah hitam. Hal ini menjelaskan perubahan warna dari kuning kemerahan ke warna ungu kehitaman pada buah manggis.

4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah

Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai L* (luminance/lightness) menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis,

-0.1000 0.1000 0.3000 0.5000 0.7000 0.9000 1.1000 N ila i

H S V Fitur Penduga Tahap Kematangan

0.0000 0.5000 1.0000

1 2 3 4 5 6 7

(73)

nilai a* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, dan nilai b* tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tahap ketuaan buah manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 21, Gambar 22 dan Lampiran 8.

Menurunnya nilai L* menunjukkan perubahan warna dari terang ke warna gelap, yaitu dari warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Meningkatnya nilai a* menunjukkan terjadi perubahan kadar warna merah yaitu warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Secara umum perubahan warna L*a*b* seiring dengan tingkat ketuaan buah menunjukkan perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.

Gambar 21 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan

Gambar 22 Nilai rata-rata L*a*b*

Nilai L* dan a* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 9. model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*a*b* dengan kematangan

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 N ila i

L* a* b* Fitur Penduga Tahap Kematangan

0.0000 0.5000 1.0000

1 2 3 4 5 6 7

(74)

adalah model regresi menurut nilai a*. Nilai R2 sebesar 0.4808 mengindikasikan bahwa sebesar 48% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai a*.

4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah

Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai u* dan v* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 23, Gambar 24 dan Lampiran 10.

Gambar 23 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan

Gambar 24 Nilai rata-rata u*v*

Meningkatnya nilai u* dan v* menunjukkan bahwa terjadi perubahan kuat warna merah ke hijau oleh nilai u* dan terjadi perubahan kuat warna kuning ke biru oleh nilai v*. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna darikuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman.

Nilai u* dan v* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 11. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*u*v* dengan kematangan adalah

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 N ila i

u* v* Fitur Penduga Tahap Kematangan

0.2400 0.4400

1 2 3 4 5 6 7

(75)

model regresi menurut nilai u*v*. Nilai R2 sebesar 0.5856 mengindikasikan bahwa sebesar 59% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai u*v*.

4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah

[image:75.595.110.495.7.843.2]

Berdasarkan data penelitian, nilai entropi (keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dari sebuah citra) semakin kecil seiring dengan bertambahnya tahap kematangan, nilai kontras dan keragamannya meningkat seiring dengan ketuaan buah manggis, nilai energi dan homogenitas tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tiap tahap kematangan, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 25, Gambar 26 dan Lampiran 12.

Gambar 25 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan

Gambar 26 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas

Hal ini menunjukkan manggis yang lebih muda permukaan kulitnya mempunyai warna yang hampir seragam (homogen) sehingga intensitas warna yang diterima kamera lebih tinggi. Menurut Ahmad (2005) dan Harlick et al.

0.0500 0.2500 0.4500 0.6500 0.8500 N ila i

entropi kontras energi homogenitas Fitur Penduga Tahap Kematangan

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000

1 2 3 4 5 6 7

(76)

(1973) kontras merupakan fitur tekstur yang digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra.

Nilai entropi dan kontras mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R2) seperti pada Lampiran 13. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model regresi menurut fitur entropi. Nilai R2 sebesar 0.3189 mengindikasikan bahwa sebesar 32% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai entropi.

4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis

Parameter yang digunakan untuk menentukan tahap kematangan manggis dalam penelitian ini adalah warna kulit manggis. Sebelum membangun sistem untuk menentukan tahap kematangan buah manggis, terlebih dahulu dicari variabel yang mempunyai korelasi dengan tingkat ketuaan atau tahap kematangan buah manggis. Variabel ini selanjutnya digunakan sebagai variabel penduga dalam penentuan tahap kematangan. Variabel-variabel yang diuji adalah RGB, HSV, l*a*b*, l*u*v* dan entropi, energi, kontras serta homogenitas. Berdasar hasil analisis, variabel penduga yang digunakan dalam penentuan tahap kematangan buah manggis adalah nilai RGB, V, a*, u*, v*, entropi, energi, kontras dan homogenitas.

(77)

Tabel 4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis Model R G B V a* u* v* entropi energi kontras homogenitas

FNN1 √ √ √ √ √ √

FNN2 √ √ √ √ √ √ √ √

FNN3 √ √ √ √ √ √ √ √ √

FNN4 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis

Parameter output yang digunakan sebagai target pembelajaran dalam penelitian ini adalah tahap kematangan manggis. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah manggis kedalam kelas buah mentah atau belum matang untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 2, kelas buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan kelas buah lokal/domestik untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6.

Nilai output yang digunakan adalah 1 untuk kelas manggis yang belum matang, 2 untuk kelas manggis ekspor dan 3 untuk kelas manggis lokal/domestik, disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis

Output Tahap kematangan Keterangan

1 2 mentah/belum matang

2 3 ekspor

4

3 5 domestik

6

Gambar

Tabel 1 Tingkat/Tahap kematangan manggis berdasarkan warna
Gambar 2 Nilai hue, saturasi dan value
Gambar 3 Model warna CIELab
Gambar 4 Model warna CIELuv
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang dialami oleh Millenium Penata Futures dalam pelaksanaan Pasal 1 Surat Keputusan BAPPEBTI Nomor 99/BAPPEBTI/PER/11/2012 Tentang Penerimaan Nasabah

Serta juga halangan utama yang menyebabkan Posbakum di Pengadilan Agama Palangka Raya terhambat perkembangannya disebabkan oleh beberapa faktor yang sangat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non formal (0,632) dan pengaruh orang lain yang dianggap penting (0,559)

Sedangkan menurut Sutabri dalam (Kuswara &amp; Kusmana, 2017) mengatakan bahwa, “Suatu sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen,

Melalui model pembelajaran Discovery Learning ( Pembelajaran Penenmuan ) dengan metode kegiatan penemuan terbimbing dan diskusi kelompok, peserta didik diharapkan

Hasil analisis menunjukkan gambaran mahasiswa akhir UIN Sunan Ampel Surabaya memiliki minat yang sedang terhadap entrepreneurship.. Dimana hasil uji analisis

Lestari (2011) dalam penelitiannya menyebutkan ukuran dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan karena komisaris independen merupakan