• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Anatomi Daun Delapan Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Anatomi Daun Delapan Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES

Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS

HUBUNGAN KEKERABATANNYA

ALDI RAHMAN HAKIM

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ALDI RAHMAN HAKIM. Karakteristik Anatomi Daun Delapan Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya. Dibimbing oleh DORLY dan SRI RAHAYU.

Hoya spp. merupakan tumbuhan epifit atau litofit yang memiliki bentuk mahkota bunga menyerupai bintang, biasanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan bahan obat tradisional. Hoya umumnya hidup di lingkungan yang lembab seperti hutan sekunder, rawa, dan tepian sungai. Hoya memiliki dua tipe daun yaitu sukulen dan non sukulen. Struktur anatomi daun Hoya spp. belum banyak dipelajari, terutama yang bertipe daun non sukulen. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi keragaman serta hubungan kekerabatan delapan spesies Hoya non sukulen berdasarkan keragaman karakter anatomi daunnya. Anatomi daun diamati dari sediaan sayatan paradermal dan transversal daun. Data karakter anatomi dianalisis menggunakan program IBM SPSS versi 19. Berdasarkan pengamatan sayatan paradermal daun ditemukan daun dengan stomata tunggal dan tunggal berkelompok. Pada umumnya s tomata hanya ditemukan pada permukaan bawah daun (hipostomatik) dengan tipe stomata cyclocytic, kecuali pada H. densifolia yang memiliki stomata di permukaan atas dan bawah daun (ampistomatik). H. campanulata memiliki ukuran stomata terkecil (21,6 x 17,2 µm), sedangkan H. bandaensis memiliki ukuran stomata terbesar (28,5 x 28,5 µm). Kerapatan stomata terkecil dan terbesar masing -masing terdapat pada H. cilliata (64,6/mm2) dan H. coriacea (136,7/mm2). Sayatan transversal daun menunjukkan H. densifolia memiliki tebal daun terkecil (357,8 µm), sedangkan H. bandaensis memiliki tebal daun terbesar (1075,8 µm). Berdasarkan data karakter anatomi, didapatkan dendogram hubungan kekerabatan yang berbeda. Pada skala jarak 19, didapatkan 4 kelompok kekerabatan. Setiap kelompok memiliki karakter khusus tertentu. Kelompok pertama memiliki trikoma di kedua sisi permukaan daunnya. Kelompok kedua memiliki stomata ampistomatik. Kelompok ketiga memiliki tebal daun antara 357-536 µm. Kelompok keempat memiliki lebar stomata abaksial antara 26-28 µm.

Kata kunci: Anatomi daun, Hoya spp., non sukulen, kemiripan, keragaman, SPSS, euclidean.

ABSTRACT

ALDI RAHMAN HAKIM. Leaf Anatomical Characters of Eight Species Hoya spp. with Non Succulent Leaf Type and Its Hierarchical Cluster Analysis . Supervised by DORLY and SRI RAHAYU.

Hoya spp. is epiphyte or lithophyte plant which has corolla shape like a star, usually used as ornamental plants and traditional medications . Commonly, Hoya grows in humid environment such as secondary forest, swamp, and river side. Hoya has two types of leaves in example succulent and non succulent. Leaf anatomical structure of Hoya spp. has not been widely studied, especially for the non succulent type. The aims of this research were to explore the diversity and hierarchical relationship of eight non succulent Hoya species based on leaf anatomical characters. Leaf anatomical characters were observed on the paradermal and transversal section. Anatomical data characters were analyzed using IBM SPSS version 19 program. There were individual and cluster individual stomatal, with cyclocytic type. Stomatal found at abaxial surface only (hypostomatic). Among of those, H. densifolia is the only species recorded to have adaxial and abaxial stomatal (amphistomatic). H. campanulata had the smallest stomatal size (21,6 x 17,2 µm), while H. bandaensis had the largest (28,5 x 28,5 µm).H. cilliata had the lowest stomatal density (64,6/mm2), while H. coriacea had the largest (136,7/mm2). Observation on transversal section showed that H. densifolia had the smallest leaf thickness (357,8 µm), while H. bandaensis had the largest (1075,8 µm). Based on the anatomical characters, obtained dendogram which has different hierarchychal relationship. At a distance scale of 19, showed 4 groups of kinship. Each group has specific characters. The first group has trichomes on both sides of the leaf surface. The second group has amphistomatic stomatal. The third group has between 357-536 μm thick leaves. The fourth group has between 26-28 µm abaxial stomatal width.

(3)

KARAKTERISTIK ANATOMI DAUN DELAPAN SPESIES

Hoya spp. BERTIPE DAUN NON SUKULEN SERTA ANALISIS

HUBUNGAN KEKERABATANNYA

ALDI RAHMAN HAKIM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Karakteristik Anatomi Daun Delapan Spesies

Hoya

spp. Bertipe Daun

Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya

Nama : Aldi Rahman Hakim

NRP : G34080015

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Dorly, M.Si.

Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si.

NIP 19640416 199103 2 002

NIP 19680930 199403 2 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

NIP 19641002 198903 1 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Karakteristik Anatomi Daun Beberapa Spesies Hoya spp. Bertipe Daun Non Sukulen serta Analisis Hubungan Kekerabatannya”. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan cahaya kehidupan bagi umatnya. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi, FMIPA, IPB pada bulan Maret sampai September 2012.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Dorly, M.Si. selaku pembimbing pertama yang telah memberikan banyak pengarahan dan bimbingan selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Rahayu, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan banyak saran dan masukkan yang bermanfaat serta telah mendonasikan dana penelitian dan keperluan bahan-bahan kimia untuk penulis . Terima kasih pula kepada Ibu Dr. Ir. R.R. Dyah Perwitasari, M.Sc. selaku penguji dari wakil Komisi Pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini, serta kepada seluruh pihak di Kebun Raya Bogor yang telah memberikan izin penelitian dan tanaman koleksinya untuk keperluan penelitian penulis .

Ungkapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, terutama kedua orang tua yang telah memberikan doa, dukungan, semangat, serta kasih sayang dan pengorbanannya yang begitu besar. Terima kasih kepada Ibu Tini, Mba Ani, Ibu Retno, Ibu Eti, Pak Joni, Pak Naryo, dan semua pihak yang telah membantu. Terima kasih kepada teman -teman di Laboratorium Mikroteknik ka Henny, ka Nisful, ka Rita, Puspa, Hafiz, Evi, Rani, Ririn, Amar, Azizah, Sinta, Agus, Raka, Abdi, serta kepada seluruh teman-teman tersayang di Biologi angkatan 45 dan di Wisma Nusa Indah Putra yang selalu memberikan semangat.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, 13 Desember 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang pada tanggal 10 Juli 1990, putra dari Bapak Nunu Tjarnudin Sastraatmadja dan Ibu Nuraeni Maftuh. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SDN Sarimulya V Cikampek pada tahun 2002 dan lulus dari SMPS Pupuk Kujang Cikampek pada tahun 2005. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cikampek dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, serta Mikroteknik. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai anggota OMDA Panatayudha Karawang pe riode 2008-2010, anggota badan semi otonom “Bioworld” di Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) IPB periode 2011-2012, serta menjadi ketua pelaksana acara “Biology on Science and Application (Bionic)” pada tahun 2011.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAM BAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

PENDAHULUAN... 1

Latar Be la kang... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DA N M ETODE ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Bahan dan Alat ... 2

Metode Penelitian... 2

Pengambilan Sa mpe l ... 2

Pe mbuatan dan Pengamatan Preparat Sayatan Paraderma l ... 2

Pe mbuatan dan Pengamatan Preparat Sayatan Transversal... 2

Analisis Hubungan Kekerabatan Hoya ... 2

HASIL DA N PEM BAHASA N... 3

Pengamatan Preparat Sayatan Paraderma l... 3

Keberadaan, Distribusi, dan Tipe Sto mata ... 3

Kerapatan Stomata ... 3

Indeks Stomata ... 3

Ukuran Sto mata... 4

Keberadaan, Kerapatan, dan Tipe Triko ma ... 4

Ukuran Triko ma ... 6

Pengamatan Preparat Sayatan Transversal ... 6

Kutiku la Daun ... 6

Ep idermis Daun... 6

Jaringan Mesofil Daun ... 7

Tebal Daun ... 7

Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Ka rakter Anatomi Daun ... 8

SIMPULAN... 10

SARAN ... 10

DAFTAR PUSTA KA ... 13

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerapatan stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 3

2 Indeks stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 4

3 Ukuran stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 4

4 Kerapatan trikoma 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 4

5 Stomata abaksial 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 5

6 Tipe stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 5

7 Ukuran trikoma 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 6

8 Tebal lapisan kutikula 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 6

9 Trikoma abaksial Hoya bertipe daun non sukulen... 6

10 Tebal lapisan epidermis 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 7

11 Tebal jaringan mesofil 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 7

12 Tebal daun 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 8

13 Sayatan transversal daun Hoya bertipe daun non sukulen... 9

14 Dendogram hubungan kekerabatan 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen berdasarkan karakter anatomi daun... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Klasifikasi tanaman Hoya spp... 14

2 Karakteristik 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 14

3 Komposisi larutan seri Johansen... ... 14

4 Komposisi larutan Gifford... 14

5 Metode pembuatan preparat sayatan paradermal... 14

6 Metode pembuatan preparat sayatan transversal... 15

7 Deskripsi tipe stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 16

8 Data cluster membership dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen ... 16

9 Data proximity matrix dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen... 16

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya minat masyarakat terhadap tanaman hias menjadi daya tarik tersendiri untuk mencari serta mengembangkan spesies dan varietas tumbuhan baru yang berpotensi dijadikan tanaman hias. Popularitas tanaman hias di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun sayangnya tanaman hias yang berkembang pesat dan memiliki popularitas tinggi umumnya adalah spesies tanaman hias pendatang. Padahal banyak tanaman hias di Indonesia yang masih tumbuh liar dan belum dimanfaatkan. Salah satu contoh adalah dari marga Hoya (Apocynaceae: Asclepiadoideae) (Rahayu 1997). Hoya mulai populer di kalangan masyarakat Eropa dan Amerika Serikat sekitar tahun 1970an, ditandai dengan adanya asosiasi-asosiasi Hoya yang salah satunya adalah The Hoyan Society International yang berdiri sejak tahun 1979 dan berkedudukan di Florida, Amerika Serikat (Hodgkiss 1997). Kepopuleran Hoya sebagai tanaman hias di Eropa dan Amerika Serikat, belum banyak disadari oleh masyarakat di daerah asal tumbuhan tersebut ditemukan. Pemanfaatan utama Hoya oleh masyarakat setempat umumnya adalah sebagai obat tradisional atau makanan. Diantaranya H. diversifolia sebagai obat rematik, H. coriacea sebagai obat asma, H. latifolia sebagai obat sakit perut, dan pucuk daun H. sussuella sebagai sayuran (Heyne 1979).

Hoya merupakan salah satu dari 499 genus yang terdapat dalam famili Apocynaceae: Asclepiadoideae (Endress & Stevens 2001) (Lampiran 1). Tumbuhan Hoya secara alami terdapat di daerah Asia Tenggara dan sekitarnya, mulai dari Sri Lanka, India (Himalaya), Cina, Jepang Selatan, Indocina, kawasan Malesia, kepulauan Fiji dan Samoa, serta daerah tropis Australia (Albers & Meve 2002). Diperkirakan terdapat sekitar 150-200 spesies Hoya di dunia dan 50-60 spesies diantaranya terdapat di Indonesia (Rahayu 2006).

Hoya spp. merupakan tumbuhan epifit atau litofit. Sebagai epifit, Hoya tumbuh menumpang pada pepohonan lain dan sebagai litofit Hoya tumbuh menumpang pada bebatuan yang mengandung humus (Rahayu 1997). Pada umumnya Hoya dapat dijumpai pada tempat-tempat yang memiliki

kelembaban tinggi dan mendapat cukup sinar matahari (Rintz 1980; Rahayu 1997). Beberapa contohnya adalah bukit kapur dekat pantai atau danau, hutan kerangas, pantai, hutan rawa gambut, pinggiran sungai, dan danau. Berdasarkan ketinggian tempat, Hoya dapat dijumpai dari 0-2000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Menurut Rintz (1978) keanekaragaman tertinggi akan dijumpai pada daerah dataran rendah (suhu cenderung hangat). Sangat sedikit Hoya yang dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian di atas 1000 mdpl, baik spesies maupun kelimpahannya. Hal ini diduga berhubungan erat dengan keberadaan serangga penyerbuk. Hoya memiliki tipe daun sukulen dan non sukulen (Rahayu 2010). Berdasarkan lingkungan hidupnya, daun tanaman Hoya bertipe non sukulen memiliki beberapa karakter khusus, yaitu ukurannya lebar, tidak berdaging, dan memiliki kutikula yang tipis (Fahn 1995).

Menurut Metcalfe & Chalk (1950) salah satu tujuan mempelajari karakter anatomi tumbuhan adalah untuk menentukan klasifikasi taksonomi serta hubungan kekerabatan suatu tumbuhan berdasarkan struktur dan karakter khusus yang terdapat pada tumbuhan tersebut, terutama organ vegetatif di dalamnya. Sebagai tumbuhan yang memiliki prospek cerah dalam pengembangan hortikultura, Hoya memiliki peluang untuk dikawinsilangkan antar sesamanya. Hal itu akan lebih mudah dilakukan apabila sudah diketahui hubungan kekerabatannya. Diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi untuk penelitian lanjutan di bidang lain seperti fisiologi, taksonomi, dan ekologi. Oleh karena itu diperlukan studi anatomi daun hoya bertipe non sukulen sebagai pendekatan dasar untuk memahami dan mempelajari bidang-bidang ilmu tersebut.

Tujuan

(10)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai September 2012 di rumah kaca hoya dan Laboratotium Treub Kebun Raya Bogor, serta Laboratorium Mikroteknik, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah sampel daun dari 8 spesies Hoya bertipe non sukulen (H. densifolia, H. bandaensis, H. coriacea, H. campanulata, H. cilliata, H. multiflora, H. coronaria, H. chlorantha) (Lampiran 2) berusia 3 bulan yang merupakan tanaman koleksi Kebun Raya Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol teknis, alkohol absolut, larutan FAA (formaldehid: asam asetat glasial: alkohol 70% = 5:5:90), larutan HNO3 50%, larutan seri Johansen I-VII (Lampiran 3), larutan Gifford (Lampiran 4), kloroks, pewarna safranin 1% (aquosa), gliserin 30%, TBA (Tertier Butil Alk ohol), parafin, albumin-gliserin, pewarna safranin 2%, pewarna fast green 0,5%, dan entellan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah botol film, pipet tetes, pinset, silet, cutter, counter, cawan petri, gelas piala, holder, mikrotom Yamato RV-240, gelas objek, gelas penutup, hotplate, oven, kertas label, alat tulis, mikroskop cahaya Olympus CH20, kamera digital Olympus VG 120.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel. Sampel daun diambil dari rumah kaca hoya, Kebun Raya Bogor. Daun berusia 3 bulan diambil dari masing-masing spesies dengan 3 ulangan tanaman pada setiap spesiesnya. Daun ke empat dari pucuk diambil untuk pembuatan sayatan paradermal, kemudian daun difiksasi dalam alkohol 70%. Daun ke tiga dari pucuk diambil untuk pembuatan sayatan transversal, kemudian daun dipotong dengan ukuran 1 cm x 0,8 cm. Daun dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi larutan FAA dan difiksasi selama 2 hari. Setelah 2 hari daun dicuci dengan alkohol 70%.

Pembuatan dan Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal. Pembuatan sayatan paradermal menggunakan metode whole mount (Sass 1951) (Lampiran 5). Daun yang telah difiksasi dalam alkohol 70% dicuci dengan akuades dan direndam dalam asam nitrat 50%. Kemudian daun dibilas dengan akuades, dilanjutkan dengan pengerikan bagian adaksial dan abaksial daun

menggunakan silet. Hasil sayatan direndam dalam kloroks 3-5 menit agar jernih, dibilas dengan akuades kembali, lalu diwarnai dengan safranin 1% 3-5 menit, kemudian sampel diletakkan di gelas objek yang telah berisi gliserin 30% dan ditutup gelas penutup. Parameter yang diamati adalah stomata (kerapatan, indeks, ukuran, tipe) dan trikoma (ukuran dan kerapatan). Setiap parameter diamati pada lima bidang pandang yang berbeda. Menurut Willmer (1983), penentuan indeks stomata (IS) dan kerapatan stomata (KS) didapat dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IS = ∑

∑ ∑ x 100

KS = ∑

Rumus pada kerapatan stomata digunakan juga untuk menentukan kerapatan trikoma.

Pembuatan dan Pengamatan Preparat Sayatan Transversal. Metode yang digunakan dalam pembuatan sayatan transversal adalah metode parafin (Johansen 1940) (Lampiran 6). Daun ke-3 dari tanaman difiksasi dalam larutan FAA. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dan penjernihan dalam larutan seri Johansen I-VII. Proses selanjutnya adalah infiltrasi parafin dan dilanjutkan penanaman sampel dalam blok parafin (embedding). Blok parafin yang berisi sampel, dilunakkan dengan larutan Gifford selama 3 bulan. Sampel yang telah lunak, dipotong menggunakan mikrotom putar dengan tebal 10 m. Hasil pita parafin diwarnai dengan pewarna ganda safranin 2% dan fast green 0,5% lalu ditutup dengan media entellan.

Parameter yang diamati adalah tebal daun, kutikula bagian adaksial dan abaksial, epidermis bagian adaksial dan abaksial, serta jaringan palisade dan bunga karang. Pengamatan dilakukan pada enam bidang pandang yang berbeda.

Analisis Hubungan Kekerabatan Hoya.

(11)

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 140,0 160,0 K e r a p a ta n s to m a ta ( ju m la h /m m ²) Jenis tanaman Abaksial Adaksial

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Preparat Sayatan Paradermal

Keberadaan, Distribusi, dan Tipe Stomata

Stomata umumnya hanya ditemukan pada permukaan bawah daun (abaksial) untuk ketujuh spesies tanaman Hoya yang diteliti (Gambar 5b-5h), kecuali pada H. densifolia, stomata dapat ditemukan di permukaan bawah (Gambar 5a) dan atas daun (Gambar 5i). Pola distribusi stomata yang terlihat umumnya bertipe tunggal untuk ketujuh spesies tanaman Hoya yang diteliti, kecuali untuk spesies H. coriacea dimana terlihat pola distribusi stomata tunggal dan berkelompok yang terdiri atas dua stomata yang letaknya berdekatan dalam satu kelompok. Menurut Hoover (1986) yang meneliti karakteristik stomata dua spesies Begonia yang tumbuh pada habitat berbeda, menemukan ukuran stomata berkelompok lebih besar dan lebih banyak ditemukan pada tumbuhan yang tumbuh pada bebatuan di dekat perairan dibandingkan dengan tumbuhan yang tumbuh di tanah. Stomata berkelompok dengan ukuran yang lebih besar diduga berperan dalam konservasi air. Hal ini sesuai dengan habitat H. coriacea yang umumnya terdapat di tepian sungai (Rahayu 1997). Croxdale (2000) melaporkan bahwa pola distribusi stomata yang berbeda merupakan hasil dari proses interaktif yang terjadi selama pertumbuhan daun dan mungkin disebabkan oleh adanya interaksi seluler. Bukti adanya komunikasi seluler tersebut, sejauh ini masih terbatas pada pola pembelahan sel yang berfungsi untuk memisahkan stomata satu dengan lainnya.

Tipe stomata yang umum ditemukan pada semua spesies tanaman Hoya yang diteliti (Gambar 6) (Lampiran 7) adalah cyclocytic, sel tetangga membentuk 1-2 lapis cincin yang melingkari sel penjaga. Sel tetangga tersebut berjumlah antara 4-8 sel (Metcalfe & Chalk 1979). Selain tipe cyclocytic ditemukan juga stomata bertipe anisocytic (H. bandaensis, H. coriacea, H. campanulata, H. cilliata, H. coronaria, H . chlorantha), hexacytic (H. campanulata, H. cilliata, H. multiflora), serta cyclocytic dan tetracytic (H. densifolia, H. coriacea, H. cilliata). Korelasi antar karakter anatomi suatu tumbuhan akan memberikan dasar yang kuat dalam menetapkan tingkatan taksonomi tumbuhan tersebut. Keragaman stomata merupakan salah satu karakter anatomi tumbuhan yang penting untuk dianalisis karena memiliki manfaat untuk menentukan tingkatan taksonomi, hubungan kekerabatan, dan proses

identifikasi dari suatu tumbuhan (Perveen et al. 2007; Ahmad et al. 2009).

Kerapatan Stomata

Kerapatan stomata adalah karakter penting yang mempengaruhi pertukaran gas. Kerapatan stomata memiliki variabilitas yang tinggi diantara spesies dan area daun (Willmer 1983). Nilai kerapatan stomata abaksial tertinggi terdapat pada H. coriacea yaitu sebesar 136,7/mm2, sedangkan nilai terendah terdapat pada H. cilliata sebesar 64,6/mm2. Nilai kerapatan stomata adaksial hanya terdapat pada H. densifolia yaitu sebesar 23/mm2 (Gambar 1). Nilai kerapatan stomata dipengaruhi oleh besarnya ukuran stomata, semakin kecil ukuran stomata semakin besar nilai kerapatannya. Selain itu, tipe distribusi stomata juga dapat mempengaruhi nilai kerapatan stomata. Stomata berkelompok akan memiliki nilai kerapatan yang lebih besar daripada stomata tunggal (Willmer 1983).

Gambar 1 Kerapatan stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.

Indeks Stomata

(12)

0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 In d e k s s to m a ta Jenis tanaman Abaksial Adaksial 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 U k u r a n s to m a ta m ) Jenis tanaman Panjang stomata abaksial Lebar stomata abaksial Panjang stomata adaksial Lebar stomata adaksial 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 K e r a p a ta n tr ik o m a (j u m la h /m m ²)

Jenis tanaman Adaksial

Abaksial

menghasilkan indeks stomata yang tinggi (Mulyani 2006). Nilai indeks stomata abaksial tertinggi terdapat pada H. bandaensis yaitu sebesar 7,7, sedangkan nilai terendah terdapat pada H. densifolia sebesar 3,3. Nilai indeks stomata adaksial hanya terdapat pada H. densifolia yaitu sebesar 1,4 (Gambar 2).

Gambar 2 Indeks stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.

Ukuran Stomata

Stomata 8 spesies Hoya yang diteliti memiliki panjang berkisar antara 21-30 µm dan lebar 17-29 µm. Ukuran stomata abaksial terbesar terdapat pada H. bandaensis dengan panjang 28,5 µm dan lebar 28,5 µm. Ukuran stomata terkecil terdapat pada H. campanulata dengan panjang 21,6 µm dan lebar 17,2 µm. Pada sisi adaksial ukuran stomata hanya ditemukan pada H. densifolia dengan panjang 26,8 µm dan lebar 27,2 µm (Gambar 3). Ukuran sel penjaga akan menentukan ukuran sel stomata yang besar dan kecilnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya matahari, CO2, dan kadar air. Banyaknya cahaya matahari, CO2, dan kadar air yang terdapat pada lingkungan akan memperbesar ukuran sel penjaga yang juga memperbesar ukuran sel stomata. Stomata tunggal umumnya memiliki ukuran lebih besar dibandingkan stomata berkelompok (Willmer 1983).

Keberadaan, Kerapatan, dan Tipe Trikoma

Trikoma dapat ditemukan pada H. cilliata dan H. coronaria (Gambar 9a dan 9b) di sisi

adaksial dan abaksial. Trikoma pada daun memiliki manfaat yang sangat besar dalam menyeimbangkan jumlah air yang diterima dan ditranspirasikan oleh tumbuhan, menjaga dari paparan sinar ultaraviolet, serta merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri terhadap herbivora (Agrawal & Spiller 2004; Radwan 2007). Keragaman trikoma juga memiliki manfaat untuk menentukan tingkatan taksonomi, hubungan kekerabatan, dan proses identifikasi dari suatu tumbuhan (Adedeji et al. 2007). Kerapatan trikoma abaksial dan adaksial tertinggi terdapat pada H. coronaria yaitu masing-masing sebesar 5,9/mm2 dan 6,0/mm2, sedangkan nilai terendah terdapat pada H. cilliata masing-masing sebesar 2,9/mm2 dan 2,1/mm2 (Gambar 4). Trikoma yang ditemukan pada kedua spesies Hoya tersebut tergolong trikoma non kelenjar dan bertipe simple (unbranched), long, thick ened (shaggy) (Metcalfe & Chalk 1979).

Gambar 3 Ukuran stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.

[image:12.596.109.295.177.432.2] [image:12.596.314.555.357.540.2] [image:12.596.320.518.580.724.2]
(13)
(14)
(15)

0,0 100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 T e b a l ja r in g a n m e s o fi l m ) Jenis tanaman Parenkim palisade Parenkim bunga karang 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 T e b a l la p is a n e p id e r m is m ) Jenis tanaman Epidermis atas Epidermis bawah

Gambar 10 Tebal lapisan epidermis 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.

Jaringan Mesofil Daun

Berdasarkan pengamatan struktur anatomi pada sayatan transversal (Gambar 13) menunjukkan bahwa jaringan mesofil pada seluruh spesies daun Hoya yang diteliti terdiferensiasi menjadi parenkim palisade dan parenkim bunga karang. Tebal jaringan palisade terbesar terdapat pada H. bandaensis yaitu 417,8 µm, sedangkan yang terkecil terdapat pada H. campanulata yaitu 55,3 µm. Tebal jaringan bunga karang terbesar terdapat pada H. bandaensis yaitu 558,9 µm, sedangkan yang terkecil terdapat pada H. campanulata yaitu 171,9 µm (Gambar 11). Benda ergastik berupa garam kalsium oksalat yang berbentuk kristal druss (Gambar 13a2) ditemukan pada seluruh spesies sampel daun Hoya yang diteliti. Benda ergastik adalah bahan non protoplasma, baik organik maupun anorganik, sebagai hasil metabolisme yang berfungsi untuk pertahanan, pemeliharaan struktur sel, dan juga sebagai penyimpanan cadangan makanan, terletak di bagian sitoplasma, dinding sel, maupun di vakuola (Fahn 1995).

Jaringan palisade pada seluruh spesies Hoya yang diamati hanya terdapat pada bagian atas daun. Menurut Mulyani (2006) daun yang hanya memiliki jaringan palisade pada satu sisi dan di sisi yang lain terdapat parenkim bunga karang disebut daun bifasial atau dorsiventral. Jaringan palisade umumnya berbentuk silindris. Sel palisade dengan bentuk membulat ditemukan pada H. multiflora dan H. coronaria. Jaringan palisade tersusun begitu kompak dan rapat, sedangkan jaringan bunga karang terlihat lebih tebal dibandingkan jaringan palisade (Esau 1977). Jumlah lapisan jaringan palisade pada daun

Hoya yang diamati bervariasi antara 3-6 lapis sel, dimana pada lapisan yang lebih rendah jaringan palisade memiliki ukuran yang lebih tipis. Hal ini disebabkan oleh perbedaan lingkungan antara daun yang terpapar s inar matahari dan yang ternaungi oleh daun lainnya (Fitter & Hay 1991). Menurut Radwan (2007) yang meneliti karakteristik fotosintesis dan anatomi daun Balanites aegyptiaca (L.) terhadap cekaman kekeringan menyatakan bahwa kekhususan jaringan palisade adalah untuk fotosintesis karena sebagian besar kloroplas terdapat pada dinding sel jaringan palisade yang letaknya menghadap ruang antar sel. Faktor penting lainnya yang mempengaruhi efisiensi fotosintesis adalah adanya perkembangan ruang antar sel yang baik di dalam mesofil, yang membantu cepatnya pertukaran gas. Susunan sel di dalam mesofil memungkinkan daerah permukaan sel yang berhubungan langsung dengan sinar dan udara menjadi lebih luas (Mulyani 2006).

Gambar 11 Tebal jaringan mesofil 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.

Tebal Daun

(16)

0,0 200,0 400,0 600,0 800,0 1000,0 1200,0 1400,0 T e b a l d a u n m ) Jenis tanaman

habitat tumbuhnya. Intensitas cahaya yang rendah menyebabkan area daun menjadi lebih luas dan daun menjadi lebih tipis (Allard & Nelson 1991). Radwan (2007) melaporkan bahwa cekaman air menurunkan ketebalan daun dikarenakan berkurangnya perkembangan dan pembelahan sel. Selain itu, cekaman air juga menyebabkan terjadinya pengurangan proporsi sel-sel epidermis yang membentuk stomata dan meningkatkan jumlah pembentukan sel-sel trikoma.

Gambar 12 Tebal daun 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.

Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Anatomi Daun

Analisis hubungan kekerabatan dilakukan menggunakan teknik hierarchical cluster analysis, yaitu mengelompokkan obyek-obyek berdasarkan kesamaan karakteristik yang terdapat di antara obyek-obyek tersebut. Obyek tersebut diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih cluster (kelompok) sehingga obyek-obyek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain (Santoso 2002). Teknik cluster analysis tersebut diterapkan pada data hasil pengamatan 26 karakter anatomi daun dari 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen yang diteliti (Lampiran 10), sehingga didapatkan hubungan kekerabatan kedelapan spesies Hoya tersebut. Berdasarkan dendogram yang terbentuk (Gambar 14) didapatkan dua kelompok, tiga kelompok, dan empat kelompok hubungan kekerabatan (Lampiran 8) pada skala jarak kekerabatan (euclidean distance scale) 19, 22, dan 24. Semakin kecil jarak euclidean antara beberapa objek yang dianalisis, maka semakin dekat hubungan kekerabatan objek tersebut dan semakin

banyak kesamaan karakter yang dimilikinya (Santoso 2002).

Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan karakter anatomi daun pada skala jarak 24 menunjukkan adanya dua kelompok (Lampiran 8) kekerabatan tanaman (Gambar 14). Kelompok pertama terdiri atas dua spesies Hoya yaitu H. cilliata dan H. coronaria. Kelompok pertama disatukan oleh karakter khusus, yaitu keberadaan trikoma pada sisi adaksial dan abaksial daun. Kelompok kedua terdiri atas enam spesies Hoya yaitu H. densifolia, H. campanulata, H. multiflora, H. coriacea, H. chlorantha, dan H. bandaensis. Kelompok kedua disatukan oleh karakter khusus, yaitu ketiadaan trikoma baik pada sisi adaksial maupun abaksial daun.

Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan karakter anatomi daun pada skala jarak 22 menunjukkan adanya tiga kelompok (Lampiran 8) kekerabatan tanaman (Gambar 14). Kelompok pertama terdiri atas dua spesies Hoya yaitu H. cilliata dan H. coronaria. Kelompok pertama disatukan oleh karakter khusus, yaitu keberadaan trikoma pada sisi adaksial dan abaksial daun. Kelompok kedua hanya terdiri atas 1 spesies Hoya yaitu H. densifolia. Spesies ini memiliki jarak euclidean yang cukup besar saat dibandingkan dengan ketujuh spesies Hoya lainnya. Salah satu karakter khusus yang hanya dimiliki H. densifolia dan tidak dimiliki oleh spesies Hoya lainnya yang diteliti adalah keberadaan stomata di sisi adaksial dan abaksial daun (ampistomatik). Karakter khusus inilah yang menyebabkan H. densifolia terpisah sendiri dari kelompok lainnya dan memiliki jarak euclidean yang cukup besar (Lampiran 9).

Kelompok ketiga terdiri atas 5 spesies Hoya yaitu H. campanulata, H. multiflora, H. coriacea, H. chlorantha, dan H. bandaensis. Kelompok ketiga disatukan oleh karakter khusus, yaitu memiliki indeks stomata abaksial berkisar antara 5-8 µm.

Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan karakter anatomi daun pada skala jarak 19 menunjukkan adanya empat kelompok (Lampiran 8) kekerabatan tanaman (Gambar 14). Kelompok pertama dan kedua memiliki anggota spesies Hoya dan karakter pemersatu yang sama seperti analisis yang dilakukan pada skala jarak 22.

(17)
(18)
(19)

DAFTAR PUSTAKA

Adedeji O, Ajuwon OY, Babawale OO. 2007. Foliar epidermal studies, organographic distribution, and taxonomic importance of trichomes in the family solanaceae. Int J Bot.3(3): 276-282.

Agrawal AA, Spiller DA. 2004. Polymorphic buttonwood: effects of disturbance on resistance to herbivores in green and silver morphs of a Bahamian shrub. Americ J of Bot. 91(12): 1990-1997.

Ahmad K et al. 2009. Taxonomic diversity of stomata in dicot flora of a district tank (n.w.f.p) in Pakistan. Afric J of Biotech. 8(6): 1052-1055.

Albers F, Meve U. 2002. Illustrated Handbook of Succulent Plants: Asclepiadaceae. Berlin: Springer.

Ali I et al. 2009. Leaf anatomical adaptations in some exotic species of Eucalyptus l’her. (Myrtaceae). Pak J Bot. 41(6): 2717-2727. Allard G, Nelson CJ. 1991. Shade effects on

growth of tall fescue: i. Leaf anatomy and dry matter partitioning. Crop Sci. 31:163-167.

Croxdale JL. 2000. Stomatal patterning in angiosperms. Americ J of Bot. 87(8): 1069-1080.

Endress ME, Stevens WD. 2001. The renaissance of the Apocynaceae s.l.: recent advances in systematic, phylogeny, and evolution. Ann Missouri Bot Gard. 88: 517-522.

Esau K. 1977. Anatomy of Seed Plants. New York: J Willey.

Fahn A. 1995. Anatomi Tumbuhan. Soediarto A, Koesoemaningrat T, Natasaputra M, Akmal H, penerjemah; Tjitrosomo SS, editor. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Plant Anatomy.

Fitter AH, Hay RKM. 1991. Fisiologi Lingk ungan Tanaman. Andani S, Purbayanti, penerjemah; Srigandono, editor. Yogyakarta: UGM Pr. Terjemahan dari: Enviromental Physiology of Plants.

Heyne K. 1979. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta: Koperasi Dep. Kehutan RI.

Hodgkiss J. 1997. The hoya society international [terhubung berkala]. http://www.international-hoya.org [16 Oktober 2012].

Hoover WS. 1986. Stomata and stomatal cluster in Begonia: Ecological response in two Mexican species. Biotropica 18: 16-21.

Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York: Mc-Graw-Hillbook Company, Inc.

Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Anatomy of the Dicotyledons:Leaf, Steam, and Wood in Relation Taxonomy with Notes on Economic Uses . Oxford: Clarendon Pr. Metcalfe CR, Chalk L. 1979. Anatomy of the

Dicotyledons, Volume 1: Systematic Anatomy of Leaf and Steam, with a Brief History of the Subject. Oxford: Clarendon Pr.

Mulyani SES. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Perveen A, Abid R, Fatima R. 2007. Stomatal types of some dicots within flora of Karachi, Pakistan. Pak J Bot. 39(4): 1017-1023.

Radwan UAA. 2007. Photosyntetic and leaf anatomical characteristics of the drought-resistant Balanites aegyptiaca (L.) del. seedlings. Am-Euras J Agric & Environ Sci. 2(6): 680-688.

Rahayu S. 1997. Eksplorasi dan pembudidayaan Hoya (Asclepiadaceae) dalam rangka konservasi plasma nutfah. Prosiding Seminar Nasional Konservasi Flora Nusantara; UPT BP Kebun Raya-LIPI Bogor, 2-3 Juli 1997. hlm 294-303. Rahayu S. 2006. Keanekaragaman spesies

(20)

Rahayu S. 2010. Sebaran dan keragaman genetik populasi Hoya multiflora Blume (Asclepiadaceae) di taman Sukamantri Taman Nasional Gunung Halimun Salak. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rintz RE. 1978. The peninsular Malaysian species of Hoya (Asclepiadaceae). Malay Nat. 30(3/4): 467-522.

Rintz RE. 1980. The biology and cultivation of hoyas. Asclepiadaceae 19: 9-17.

Santoso S. 2002. Buk u Latihan SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa: The Iowa State College Press. Willmer CM. 1983. Stomata. London:

Longman Group Limited.

(21)
(22)

Lampiran 1 Klasifikasi tanaman Hoya spp. Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Gentianales Famili : Apocynaceae Sub famili : Asclepiadoideae Genus : Hoya

Spesies : Hoya spp.

Lampiran 2 Karakteristik 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen

Jenis Asal Habitat Distribusi Ketinggian (mdpl)

H. densifolia Turcz Jawa Pantai Jawa, Filipina 0-100 H. b andaensis

Schlechter Maluku Pantai Maluku, Papua, Australia 0-100

H. coriacea Blume Kalimantan Tepi sungai

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Semenanjung Malaysia, Thailand

80-180

H. campanulata

Blume Riau

Hutan kerangas

Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Semenanjung Malaysia 100-200

H. cilliata Elmer Maluku Pantai Maluku 0-200

H. multiflora Blume Jawa Bukit

Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Thailand, India, Indocina, Filipina, Papua

50-1500

H. coronaria Blume Sumatera Tepi sungai

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaysia, Thailand

80-500

H. chlorantha

Rechinger Maluku Pantai Samoa, Maluku, Papua 0-200

Lampiran 3 Komposisi larutan seri Johansen

Komposisi Larutan Johansen

I II III IV V VI VII

Air 50% 30% 15% - - - -

Etanol 95% 40% 50% 50% 45% - - -

Etanol 100% - - - - 25% - -

Tertier butil alkohol 10% 20% 35% 55% 75% 100% 50% Minyak parafin - - - 50%

Lampiran 4 Komposisi larutan Gifford

Komposisi Volume (ml)

Alkohol 60% 80

Asam asetat glacial 20

Gliserin 5

Lampiran 5 Metode pembuatan preparat sayatan paradermal. 1. Fiksasi: daun ke-4 dari pucuk difiksasi dalam alkohol 70%.

2. Pencucian: larutan fiksatif dibuang, kemudian diganti dengan akuades beberapa kali.

3. Pelunakkan jaringan: daun dilunakkan dengan merendamnya di dalam larutan HNO3 50% selama 2-5 hari (tergantung ketebalan daunnya).

(23)

5. Penyayatan: daun disayat tipis di bagian adaksial dan abaksial daun dengan menggunakan silet, kemudian hasil sayatan dicuci dengan akuades.

6. Penjernihan: hasil sayatan direndam dalam kloroks 3-5 menit, kemudian dibilas dengan akuades.

7. Pewarnaan: hasil sayatan diwarnai dengan safranin 1% 3-5 menit, kemudian dibilas dengan akuades.

8. Perekatan: sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi gliserin 30%. 9. Penutupan: sayatan ditutup dengan gelas penutup.

Lampiran 6 Metode pembuatan preparat sayatan transversal.

1. Fiksasi: daun ke-3 dari pucuk tanaman difiksasi selama 48 jam dalam larutan FAA dengan komposisi sebagai berikut:

 Etanol 70%... 90 bagian  Asam asetat glasial... 5 bagian  Formaldehyde... 5 bagian

2. Pencucian: larutan fiksatif dibuang dan dicuci dengan alkohol 70% sebanyak 2 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 1 jam. Pencucian dilanjutkan dengan alkohol 50% sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing -masing selama 1 jam.

3. Dehidrasi dan penjernihan: dilakukan secara bertahap dengan merendam bahan dalam larutan seri Johansen I-VII. Waktu perendaman untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut:  Johansen I... 2 jam

 Johansen II... 24 jam  Johansen III... 2 jam  Johansen IV... 2 jam  Johansen V... 2 jam  Johansen VI... 24 jam  Johansen VI... 2 jam  Johansen VI... 2 jam  Johansen VI... 2 jam

 Johansen VII dalam botol yang berisi 1/3 bagian parafin beku.

4. Infiltrasi: wadah berisi sampel daun dan campuran TBA, minyak parafin, serta 1/3 bagian parafin disimpan pada:

 suhu kamar selama 4 jam (tutup dibuka)

 dalam oven (58oC) selama 12 jam (tutup dibuka)

 tuang seluruh parafin, ganti dengan parafin cair baru , kemudian disimpan dalam oven dengan suhu 58oC

 dilakukan 4 kali penggantian parafin, dengan durasi masing-masing: a. Parafin I... 5 jam

b. Parafin II... 5 jam c. Parafin III... 24 jam d. Parafin IV... 7,5 jam

5. Penanaman (blok): tuang semua cairan parafin beserta sampel daun ke dalam cetakan blok berbentuk kubus .

6. Penyayatan: blok yang sudah dirapikan membentuk trapesium ditempel pada holder dan disayat dengan mikrotom putar setebal 10 µm.

7. Perekatan: sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin -gliserin dan ditetesi air. Gelas obyek berisi pita parafin dipanaskan pada hot plate dengan suhu 45oC selama 24 jam.

8. Pewarnaan: dilakukan pewarnaan ganda safranin 2% dan fastgreen 0,5% dalam etanol 95%. Berturut-turut gelas obyek direndam ke dalam larutan berikut:

(24)

 Etanol 50%... 3 menit  Etanol 30%... 3 menit  Aquades... 3 kali celup  Safranin... 48 jam  Aquades... 3 kali celup  Etanol 30%... 3 menit  Etanol 50%... 3 menit  Etanol 70%... 3 menit  Etanol 95%... 3 menit  Fast green... 7-10 menit  Etanol absolut... 3 menit  Etanol absolut... 3 menit  Xilol 1... 10-15 menit  Xilol 2... 10-15 menit

9. Penutupan: bahan diberi media entellan dan ditutup dengan gelas penutu p 10. Pemberian label: label ditempel pada sisi kiri gelas obyek.

Lampiran 7 Deskripsi tipe stomata 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen .

a. Cyclocytic: Sel tetangga membentuk 1-2 lapis cincin yang melingkari sel penjaga, jumlah sel tetangga minimal 4 dengan orientasi saling bersebrangan secara diagonal.

b.Anisocytic: sel penjaga dikelilingi oleh 3 sel tetangga, dimana 1 sel tetangga memiliki ukuran yang berbeda dibandingkan 2 sel tetangga lainnya.

c. Cylocytic and tetracytic: Modifikasi dari cyclocytic, namun orientasi sel tetangganya saling berhadapan.

d. Hexacytic: Modifikasi dari tetracytic dengan tambahan sepasang sel tetangga di kedua sisi kiri dan kanan sel penjaga.

Lampiran 8 Data cluster membership dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen Case 4 Clusters 3 Clusters 2 Clusters

H. densifolia 1 1 1

H. bandaensis 2 2 1

H. coriacea 3 2 1

H. campanulata 3 2 1

H. cilliata 4 3 2

H. multiflora 3 2 1

H. coronaria 4 3 2

H. chlorantha 2 2 1

Lampiran 9 Data proximity matrix dendogram 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen

Case

Chi-square between sets of frequencies H.

densi H. bandae

H. coria

H. campa

H. cillia

H. multi

H. corona

(25)

Lampiran 10 Data matriks karakter anatomi 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen Spesies Kerapatan stomata abaksial (Jumlah/mm²) Indeks stomata abaksial Ukuran stomata

abaksial (µm) Distribusi stomata Keberadaan stomata Kerapatan stomata adaksial (Jumlah/mm²) Indeks stomata adaksial Ukuran stomata adaksial (µm)

Panjang Lebar Panjang Lebar

Hoya densifolia 0 1 2 3 0 0 1 1 1 1 Hoya bandaensis 3 3 3 3 0 1 0 0 0 0

Hoya coriacea 3 3 1 1 1 1 0 0 0 0

Hoya campanulata 2 2 0 0 0 1 0 0 0 0

Hoya cilliata 0 1 3 1 0 1 0 0 0 0

Hoya multiflora 3 3 2 1 0 1 0 0 0 0

Hoya coronaria 3 3 2 1 0 1 0 0 0 0

Hoya chlorantha 2 3 2 3 0 1 0 0 0 0

(Lanjutan. . .)

Keberadaan trikoma Kerapatan trikoma adaksial (Jumlah/mm²) Kerapatan trikoma abaksial (Jumlah/mm²) Ukuran trikoma adaksial (µm) Ukuran trikoma

abaksial (µm) Tebal daun (µm) Tebal epidermis adaksial daun (µm) Tebal epidermis abaksial daun (µm) Tebal kutikula adaksial daun (µm) Tebal kutikula abaksial daun (µm) Panjang Lebar Panjang Lebar

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 3 3 2 1 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

1 1 1 1 1 1 1 2 0 1 3 2

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 2

1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1

0 0 0 0 0 0 0 2 0 1 2 2

1

(26)

(Lanjutan. . .)

Keterangan karakter anatomi:

1. Kerapatan stomata abaksial (0 = 64-82/mm²; 1 = 83-101/mm²; 2= 102-120/mm²; 3=121-139/ mm²) 2. Indeks stomata abaksial (0 = 1-2 µm; 1 = 3-4 µm; 2 = 5-6 µm; 3= 7-8 µm)

3. Panjang stomata abaksial (0 = 22-23 µm; 1 = 24-25 µm; 2 = 26-27 µm; 3 = 28-29 µm) 4. Lebar stomata abaksial (0 = 17-19 µm; 1 = 20-22 µm; 2 = 23-25 µm; 3 = 26-28 µm)

5. Distribusi stomata (0 = Stomata tunggal; 1 = Stomata tunggal dan berkelompok; 2 = Stomata berkelompok) 6. Keberadaan stomata (0 = Sisi adaksial dan abaksial; 1 = Sisi abaksial; 2 = Sisi adaksial)

7. Kerapatan stomata adaksial (0 = 0; 1 = 22-24 µm) 8. Indeks stomata adaksial (0 = 0; 1 = 1-3 µm) 9. Panjang stomata adaksial (0 = 0; 1 = 25-27 µm) 10. Lebar stomata adaksial (0 = 0; 1 = 26-28 µm)

11. Keberadaan trikoma (0 = tidak ada; 1 = sisi adaksial dan abaksial; 2 = sisi adaksial; 3 = sisi abaksial) 12. Kerapatan trikoma adaksial (0 = 0; 1 = 2-7 µm)

13. Kerapatan trikoma abaksial (0 = 0; 1 = 2-7 µm) 14. Panjang trikoma adaksial (0 = 0; 1 = 200-500 µm) 15. Lebar trikoma adaksial (0 = 0; 1 = 18-21 µm)

Tebal jaringan mesofil daun

(µm)

Diferensiasi

mesofil Tipe trikoma Tipe stomata

0 1 0 1

3 1 0 0

0 1 0 2

0 1 0 3

2 1 1 4

0 1 0 5

0 1 1 0

2 1 0 0

1

(27)

16. Panjang trikoma abaksial (0 = 0; 1 = 300-600 µm) 17. Lebar trikoma abaksial (0 = 0; 1 = 16-19 µm)

18. Tebal daun (0 = 357-536 µm; 1 = 537-716 µm; 2 = 717-896 µm; 3 = 897-1076 µm) 19. Tebal epidermis adaksial daun (0 = 15-17 µm; 1 = 18-20 µm; 2 = 21-23 µm; 3 = 24-26 µm) 20. Tebal epidermis abaksial daun (0 = 13-14 µm; 1 = 15-16 µm; 2 = 17-18 µm; 3 = 19-20 µm) 21. Tebal kutikula adaksial daun (0 = 2-3 µm; 1 = 4-5 µm; 2 = 6-7 µm; 3 = 8-9 µm )

22. Tebal kutikula abaksial daun (0 = 2-3 µm; 1 = 4-5 µm; 2 = 6-7 µm; 3 = 8-9 µm)

23. Tebal jaringan mesofil daun (0 = 227-424 µm; 1 = 425-622 µm; 2 = 623-820 µm; 3 = 821-1018 µm)

24. Diferensiasi mesofil (0 = tidak terdiferensiasi; 1 = terdiferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang)

25. Tipe trikoma (0= tidak ada trikoma; 1 = simple long shaggy; 2 = simple short thin; 3 = simple short thin; 4 = simple short thin & thin capitate form)

26. Tipe stomata (0 = (anisocytic), (cyclocytic); 1 = (cyclocytic), (cyclocytic and tetracytic); 2 = (cyclocytic), (cyclocytic and tetracytic), (anisocytic); 3 = (Cyclocitic), (Hexacytic), (anisocytic); 4 = (Cyclocytic and tetracytic), (hexacytic), (anisocytic); 5 = (cyclocytic), (hexacytic)).

Gambar

Gambar 1 Kerapatan stomata 8 spesies Hoya         bertipe daun non sukulen.
Gambar 2 Indeks stomata 8 spesies Hoya
Gambar 11 Tebal jaringan mesofil 8 spesies Hoya bertipe daun non sukulen.
Gambar 12 Tebal daun 8 spesies Hoya bertipe

Referensi

Dokumen terkait

Cukup  rasional  bahwa  pH  tanah  yang  lebih  tinggi  diduga  ikut  berperan  pada  kesupresifan  tanah  di  Tawangmangu.  Banyak  laporan  penelitian 

Setelah melalui Proses Pelelangan Penunjukan Langsung yang dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Bidang Penataan Ruang, Bangunan dan Lingkungan dan Bidang Perumahan

Mohon ma’af bila terdapat kesalahan nama, alamat

Sebagai PERDA baru di Indonesia, PERDA Kawasan Tanpa Rokok diupayakan tidak menciptakan sistem dengan struktur baru yang akan membebani daerah, tetapi diintegrasikan

Berikut ini adalah proses pembuatan miniatur kapal kayu mulai dari tahap persiapan yang meliputi 1) mencari ide, 2) memilih contoh gambar yang akan dibuat miniaturnya, 3)

Oleh yang demikian, dengan adanya projek ini secara tidak langsung menggambarkan bahawa masyarakat Pulau Tuba telah menerima arus perubahan yang baik dan berpotensi menjadi

Dewasa ini, penutur bahasa Indonesia cenderung memandang bahwa kata majemuk dengan unsur morfem unik bukanlah bentuk majemuk lagi karena ben- tuk yang semula dianggap

Dari Gambar 2 diperoleh juga bahwa dengan penambahan agregat dari benda uji pasta ke mortar dan kemudian ke beton maka superplasticizer yang digunakan juga