• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANALISIS KEADAAN RUMAH IBU BALITA, KEBIASAAN

MAKAN BALITA,STATUS GIZIBALITA DAN STATUS

KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI,

KABUPATEN BOGOR

DESTI SAGITA PUTRI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

DESTI SAGITA PUTRI. Analysis study of underfives mother house condition, eating habits, nutritional status and health status of underfive children in Tamansari subdistrict, Bogor district. Supervised by DADANG SUKANDAR.

This study analyzes house condition, eating habits, nutrition nutritional status and health status of underfive children in Tamansari, Bogor. This research is part of the research entitlet “A Multi-Approach Intervention to Empower and Posyandu Nutritional Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas” was conducted on February 2012 using cross sectional study design. Sample of this study were 120 mother and underfive children selected by purposive sampling with criterias (1) family who have underfive children (boy and girl 0-60 month), (2) registered as posyandu participant, (3) ready for interviewed. Data used was is primary data including characteristics of the sample and family such as number of family member, family income, age, education, and occupation, underfive children characteristics (gender and age), home conditions, eating habits, nutritional status and health status.Secondary data including overview of location research. The analysis was carried out by Structural Equation Modeling (SEM). Based on SEM analysis, the house condition had significant effect on nutritional status (T-value= 2.533). eating habitshad significant effect on nutritional status(T-value=-2.0798). nutritional status had significant influence to health status (T-value= 8.4189).

(3)

RINGKASAN

Desti Sagita Putri.Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Dadang Sukandar

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu 1) Mengidentifikasi karakteristik balita dan keluarga balita. 2) Mengidentifikasi keadaan rumah ibu balita. 3) Mengidentifikasi kebiasaan makan balita. 4) Mengidentifikasi status gizi balita. 5) Mengidentifikasi status kesehatan balita. 6) Menganalisi hubungan antara keadaan rumah, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan balita. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilakukan pada bulan Februari 2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita dan yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Jenis Data yang digunakan adalah primer data termasuk karakteristik sampel keluarga dan individu (besar keluarga, pendapatan keluarga, usia, pendidikan, dan pekerjaan) karakteristik anak balita (jenis kelamin dan usia), keadaan rumah, kebiasaan makan, status gizi dan status kesehatan. Data sekunder termasuk gambar umum dari lokasi penelitian. Analisis dilakukan dengan Structural Equation Modeling (SEM).

Rata-rata jumlah anggota keluarga balita adalah 5 orang. Rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur ibu balita berada pada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan ibu balita berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar ibu balita berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase Jenis kelamin balita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%).

Rata – rata luas rumah balita 63,7 m2 termasuk dalam kategori kurang jika luas ruangan <7 m2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar luas rumah ibu balita termasuk dalam kategori baik (58%), cukup (25%), dan kurang (18%).

Untuk frekuensi makan telur per minggu Sebagian balita (19,2%) dengan frekuensi 7-14 kali/minggu. Selain itu, susu yang dikonsumsi ≥1δ kali/minggu dengan persentase (14,4%). Sebanyak 14,3% balita mengonsumsi tempe 7-14 kali/minggu. Sebesar 9,1% balita mengonsumsi tahu 7-14 kali/minggu. Sebagian besar balita (45%) dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Sebagian besar pepaya (76%) dikonsumsi contoh dengan frekuensi 1-3kali/minggu. Makanan tabu Terdapat beberapa makanan yang ditabukan oleh balita yaitu jantung pisang, pisang ambon, ikan asin, jamur payung, dsb.

(4)

memiliki status gizi normal menurut TB/U, 32.5% balita yang pendek,12.5% yang sangat pendek dan balita yang memiliki tubuh tinggi hanya sebanyak 4.2%. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB,14.2% yang memiliki badan gemuk, dan 2.5% balita yang memiliki badan kurus. Berdasarkan kategori lama sakit dapat dilihat lama sakit selama 1-3 hari Diare 67% dan ISPA 64%. Untuk frekuensi sakit frekuensi sakit 1kali/bulan. 77% untuk diare, (75%) dan untuk ISPA.

(5)

STUDI ANALISIS KEADAAN RUMAH IBU BALITA, KEBIASAAN

MAKAN BALITA,STATUS GIZIBALITA DAN STATUS

KESEHATAN BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI,

KABUPATEN BOGOR

DESTI SAGITA PUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar dari program studi ilmu gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul : Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

Nama : Desti Sagita Putri NIM : I14080003

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. DadangSukandar,M.Sc NIP. 19590725 198609 1 001

Mengetahui: Ketua

Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi wabarakaatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Analisis Keadaan Rumah Ibu Balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor” sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc selaku dosen pembimbing yang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis.

3. Katrin Roosita, Sp, M.Si selaku dosen pembimbingyang senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan arahannya kepada penulis dalam akademik

4. Kepada orang tua terhebat Ibu Kustini Lapake dan adik Julinar Dwi Saputri. Terima kasih atas segala kasih sayang, doa, dukungan, mental, moril, dan material, semangat serta kesediaannya menerima segala keluh kesah penulisan skripsi ini. Tak lupa kepada seluruh keluarga besar (Alm) Tina Sina atas segala doa dan semangatnya selama ini.

5. Teman-teman GM 45 atas segala cerita yang terukir selama 4 tahun bersama.

6. Sahabat - sahabatku : Dyan Fajar, Viga, Nur indah, Rahayu, Megah Stefani, Gian , Dheanni, Ayu Sekar, Euis, Tagor, Novfitri, Nazhif, Defriana rakebsa, Anti Karim, Hilda, kak Wahyu, Mitha, Ika,Tri, Asti, dan dr. Vanya, Islah, Febri, Dea, Icha, Isti, Wina, Raya, Ina, Restu, dan Encang atas dukungan dan doa kepada penulis.

(8)

8. Para pengajar serta staf laboratorium dan tata usaha atas segala bantuannya dalam memfasilitasi penyelesaian skripsi ini.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap supaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Bogor, Februari 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kendari pada tanggal 05 Desember 1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Rahman B dan Ibu Kustini Lapake. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 29 Poasia kendari pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 249 Jakarta Barat dan lulus tahun 2005. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 1 Kendari dan lulus pada tahun 2008.

Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil diterima pada Program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus pada BEM FEMA periode 2009-2010 yaitu sebagai anggota divisi SOSLING (Sosial Lingkungan) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2010-2011 anggota divisi PSDM (Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Kulinari dan Gizi periode 2012.

(10)

DAFTAR ISI

Karakteristik Orang tua Contoh ... 4

Pendidikan ... 4

Pekerjaan ... 4

Pendapatan ... 4

Besar keluarga ... 5

Umur... 5

Karakteristik Fisik Lingkungan Rumah ... 5

Kondisi Rumah ... 6

Desain, Waktu, dan Tempat ... 18

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengambilan Data ... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... 19

Pengolahan data ... 19

Analisis data ... 21

Definisi Operasional ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26

(11)

Status Gizi Balita ... 38

Status Kesehatan Balita ... 40

Gejala dan Jenis Penyakit ... 40

Lama dan Frekuensi Sakit ... 41

Analisis Hubungan Keadaan rumah ibu balita, Kebiasaan Makan Balita, Status Gizi Balita dan Status Kesehatan ... 42

Uji kecocokan model ... 43

Uji hubungan antar variabel ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data primer dan cara pengumpulannya ... 18

2 Luas tanah dan pola pemanfaatannya ... 26

3 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin ... 27

4 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011 ... 29

5 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga ... 30

6 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga ... 31

7 Sebaran ibu balita berdasarkan umur ... 31

8 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan ... 32

9 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan ... 33

10 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin ... 34

11 Sebaran balita berdasarkan umur ... 34

12 Sebaran rumah ibu balita berdasarkan keadaan rumah. ... 35

13 Sebaran pangan pokok menurut frekuensi konsumsi pangan balita ... 36

14 Daftar tabu makanan,kelompok yang tabu makanan dan Alasannya. ... 38

15 Status Gizi Balita ... 39

16 Sebaran status gizi balita menurut TB/U ... 39

17 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB ... 40

18 Sebaran Gejala/ Tanda/ Jenis Penyakit infeksi yang diderita balita sebulan terakhir. ... 41

19 Sebaran lama dan frekuensi sakit yang diderita balita sebulan terakhir. ... 41

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka model keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Henrik L. Blum diacu dalam Masang (2005), derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lingkungan (30%), perilaku hidup sehat (40%), pelayanan kesehatan (10%), dan keturunan (20%). Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan dan perilaku hidup sehat sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Anonymous (2000) diacu dalam Sari (2004) menyatakan bahwa yang termasuk lingkungan adalah keadaan pemukiman atau perumahan, tempat kerja, sekolah dan tempat umum, serta air dan udara yang bersih. Contoh perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.Pengukuran status kesehatan bisa dilakukan dengan dua jenis indikator, yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Subandriyo 1993).Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status kesehatan tersebut adalah status gizi.

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan (Sunarti 2004). Status gizi dapat dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi akibat infeksi penyakit dari parasit.Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi lainnya, kelebihan atau kekurangan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan.

Kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dapat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Makanan tertentu mungkin dikonsumsi oleh satu kelompok tetapi tidak pada kelompok lain. Adanya perbedaan dalam hal kebiasaan makan ini dapat dihasilkan dari komponen budaya yang ada di masyarakat (Suhardjo 1989). Kebiasaan makan pada masyarakat ini memiliki peran penting dalam pembentukan kebiasaan makan individu dan rumah tangga.

(16)

menyusui, dan balita. Hal ini dapat mempengaruhi distribusi pangan dalam keluarga.

Salah satu faktor lingkungan yang diduga juga berpengaruh dengan status gizi adalah keadaan rumah. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded. Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas yang kurang memadai, penularan penyakit yang cepat jika ada anggota keluarga yang sakit dan privacy anggota keluarga akan terganggu (Sukarni 1994). Jika dilihat dari pendapatan per kapita, sebagian besar keluarga balita berada diatas garis kemiskinan. Akan tetapi, ini bukanlah suatu jaminan bahwa mereka akan memiliki rumah yang sesuai dengan standar dan sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ditinggali didalamnya. Karena pendapatan yang mereka miliki lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Anak balita merupakan kelompok penduduk yang paling rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Beberapa alasan yang memperkuat pernyataan tersebut yaitu status imunisasi, diet dan psikologi anak belum matang atau masih dalam taraf perkembangan yang pesat dan kelangsungan hidup anak balita sangat tergantung pada penduduk dewasa terutama keluarga dan ibunya (Sukarni 1989). Masa anak balita merupakan masa yang sangat ideal untuk mulai menanamkan pada anak tentang perilaku-perilaku gaya hidup sehat. Dalam hal ini, orang tua dan guru harus mulai menstimulasi kesadaran anak mengenai isu-isu lingkungan (Marotz et al. 2005). Berdasarkan fakta-fakta yang telah disebutkan, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut studi analisis keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan.

Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah karakteristik balita dan keluarga balita yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatann, dan besar keluarga ?

2. Bagaimanakah keadaan rumah balita? 3. Bagaimanakah kebiasaan makan balita ? 4. Bagaimanakah status gizi balita?

(17)

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik ibu balita dan balita. 2. Mengidentifikasi keadaan rumah ibu balita. 3. Mengidentifikasi kebiasaan makan balita 4. Mengidentifikasi status gizi balita

5. Mengidentifikasi status kesehatan balita.

6. Menganalisi hubungan antara keadaan rumah, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan balita di Kecematan Tamansari, kabupaten Bogor.

Hipotesis

Terdapat hubungan yang signifikan antara keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan, balita status gizi dan status kesehatan.

Kegunaan Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Orang tua Contoh Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi keluarga, terutama anaknya dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Pendidikan juga umumnya akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tapi kandungan gizinya tinggi, sesuai jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil, sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suharjo 1996). Berg (1986) mengatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik.

Pekerjaan

Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang (Hardinsyah & Suhardjo 1987). Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Bila mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah. Jenis pekerjaan yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga karena berhubungan dengan pendapatan dan penghasilan keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan pendidikan anak.

Pendapatan

Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan, maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Seiring dengan meningkatnya pendapatan perorangan, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanannya (Suhardjo 1989). Pendapatan biasanya identik dengan mutu sumberdaya manusia. Sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula (Guhardja dkk 1992).

(19)

seseorang, sehingga akan berpengaruh terhadap semakin beragam dan semakin banyaknya pangan yang dikonsumsi (Sukandar 2008).Menurut Taylor (1977) dalam Hardinsyah (1997) pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dll yang dapat mempengaruhi status gizi. Jika anak hidup dalam keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah maka kebutuhan anak akan konsumsi menjadi kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajarnya juga terganggu. Sebaliknya, anak dari keluarga golongan ekonomi tinggi memiliki kecenderungan dimanja oleh orang tua. Anak hanya bersenang-senang sehingga kurang dapat memusatkan perhatian pada kegiatan belajar.

Besar keluarga

Besar keluarga diartikan sebagai jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumber daya yang sama. Besar keluarga dapat mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas dan kuantitas pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga 10 dan individu. Semakin banyak anggota keluarga, maka makanan untuk setiap orang akan berkurang (Suhardjo 1996). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982).

Umur

Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (> (40-60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991) mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru.

Karakteristik Fisik Lingkungan Rumah

(20)

lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan makro. Keduanya masing-masing terdiri dari lingkungan fisik dan sosial.

Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan lingkungan di Indonesia mencakup: (1) penyediaan air bersih yang cukup kualitas dan kuantitasnya; (2) program sanitasi dasar bagi masyarakat yang meliputi pembuangan air kotor dan tinja manusia, pengelolaan sampah, pengawasan makanan, pengawasan pencemaran udara, pengawasan pencemaran vektor penyakit, dan penataan perumahan atau pemukiman; dan (3) program-program pelengkap, seperti kebersihan tempat umum, pencegahan kecelakaan dan bencana, pencegahan bahaya radiasi dan sebagainya (Atmodjo 1993).

Kondisi Rumah

Rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia yang berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Aspek kenyamanan dan keamanan tentunya menjadi prioritas dalam menentukan pemilihan rumah. Depkes (1993) memberi beberapa persyaratan rumah sehat, yaitu (1) tersedianya air bersih, ada penampungan air bekas, ada tempat sampah, jamban, saluran pembuangan air hujan, (2) halaman rumah harus selalu dibersihkan, pekarangan ditanami tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat, (3) ruangan rumah harus cukup luas dan tidak padat penghuninya, (4) kamar harus berjendela, ada lubang angin dan sinar matahari dapat masuk ke ruangan rumah, ada jalan keluar untuk asap dapur melalui lubang langit-langit, (5) dinding dan lantai harus kering, tidak lembab, (6) dimanapun tidak terdapat jentik nyamuk, kecoa, ataupun tikus.

Winslow dan Entjang (2000) menyatakan bahwa rumah yang sehat adalah rumah yang memenuhi kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, menghindari terjadinya kecelakaan, dan menghindari terjadinya penyakit.

1. Kebutuhan fisiologis rumah yang sehat adalah rumah dengan suhu ruangan relatif konstan (18-20°C). Suhu ruangan tergantung pada suhu udara luar, pergeseran udara, kelembaban udara, dan suhu benda disekitarnya. Ruangan dalam rumah juga harus cukup mendapat sinar matahari dan penerangan yang cukup. Selain itu, harus ada ventilasi untuk pertukaran udara sehingga ruangan tetap segar karena cukup oksigen dan harus cukup mempunyai isolasi udara.

(21)

kebiasaan hidup sehari-hari merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan erat dengan kebahagiaan ataupun perbuatan salah satu anggota keluarga lain. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus memiliki syarat: cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan, ada jaminan kebebasan setiap anggota keluarga, ruangan anggota keluarga yang telah dewasa harus sendiri-sendiri sehingga tidak terganggu privasinya, harus ada tempat berkumpul keluarga dan ada ruang tamu untuk bermasyarakat.

3. Konstruksi bahan bangunan yang kuat, tidak mudah terbakar, dan tersedia alat pemadam kebakaran harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya kecelakaan di dalam rumah.

4. Penyakit yang dapat dihindari dengan penyediaan sumber air yang sehat, cukup kualitas dan kuantitasnya. Di sekitar rumah juga harus disediakan tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik, dan dapat mencegah perkembangan vektor penyakit. Selain itu, ruangan harus cukup luas. Luas ruangan per orang dikatakan kurang jika luas ruangan kurang dari 7 m2/orang, dikatakan cukup baik jika memiliki luas 7-10 m2/orang dan baik jika memiliki luas lebih dari 10 m2/orang (Sukarni 1994).

Kebiasaan Makan

(22)

budaya yang ada di masyarakat ( Suhardjo 1989). Kebiasaan makan pada masyarakat ini memiliki peran penting dalam pembentukan kebiasaan makan individu dan rumahtangga.

Salah satu penyebab kebiasaan makan adalah kesukaan terhadap makanan, seperti dijelaskan oleh sanjur (1982) yang menyatakan bahwa tingkat kesukaan yang diperoleh seseorang dari pengalamannya dalam mencicipi makanan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap tingkat kesukaa. Ideologi manusia atau sistem nilai mereka juga mempengaruhi apa yang telah mereka alami dan apa yang mereka alami. Individu atau kelompok memiliki karakteristik sosial budaya yang berpengaruh terhadap ideologi mereka mengenai makanan.

Tradisi yang terkait dengan kebiasaan makan merupakan manifestasi tingkah laku berdasarkan budaya pada setiap suku atau wilayah. kebiasaan makan juga mengadung arti simbolik dalam penyajian atau konsumsi pangan pada upacara tertentu. Secara tradisional, kebiasaan makan mengandung berbagai macam simbol yang benar-benar menyertai aktivitas makan mereka sendiri. Setiap aspek yang berhubungan dengan makanan dari waktu ke waktu pada setiap komunitas akan terus berkembang sesuai dengan perubahan di masyarakat. Di indonesia beberapa masyarakat mempunyai tingkat perkembangan yang tinggi. Namun yang lainnya mempunyai tingkat perkembangan yang rendah. Pada masyarakat dengan tingkat perkembangan yang tinggi, kebiasaan makan mempunyai peran yang komplek dengan peralatan makan yang lebih baik. Sebaliknya, pada masyarakat yang sederhana pola makan dan peran cenderung lebih sederhana begitu pun dengan alat makan mereka.

(23)

Status Gizi Balita

Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001).

Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan.

Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan Jellife 1989).Gibson (2005) menyatakan bahwapengukuran antropometri digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama apabila terjadi ketidakseimbangan kronis antara intake energi dan protein. Selain itu juga dapat mendeteksi tingkat masalah gizi yang dialami. Pada anak-anak indeks antropometriyang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badanmenurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeksantropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil atau persen terhadap median dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006 (Depkes 2009). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat inikarena mudah berubah. Namun, indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.

Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB

Indikator Status gizi Keterangan

(24)

Indikator Status gizi Keterangan

Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari. Status kesehatan anak balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi status gizi (BPS 2011).

Pengukuran status kesehatan bisa dilakukan dengan dua jenis indikator, yaitu angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Subandriyo 1993). Morbiditas adalah jumlah kejadian suatu penyakit yang dirumuskan sebagai jumlah anak yang sakit pada setiap 1000 populasi anak. Angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan berhubungan dengan berbagai faktor lingkungan, yaitu perumahan, air minum dan kebersihan, serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi dan pelayanan kesehatan di daerah tersebut (Beaglehole 1997). Angka kesakitan sangat sensitif dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat pendidikan ibu, tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak, kondisi kesehatan lingkungan, status gizi, dan perkembangan ekonomi (Subandriyo 1993).

Penyakit Infeksi

(25)

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan suatu jenis penyakit infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernafasan bagian bawah. Baik di negara berkembang maupun negara maju, penyakit ISPA masih sangat populer terutama di kalangan anak-anak. Tidak sedikit dari pasien ISPA anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena keparahan penyakitnya. Jika tidak ditangani secara baik, maka penyakit-penyakit saluran pernafasan pada masa bayi dan anak-anak dapat menyebabkan kecacatan hingga dewasa (Rasmaliah 2004).

Menurut Sukarni 1989 dalam Fitriyani 2008, penyakit yang termasuk ISPA meliputi pilek, tonsilitis, pharyngitis, otitis media, laryngitis, bronchitis, dan pneumonia. ISPA masih dianggap sebagai masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian pada bayi dan balita yang cukup tinggi hingga mencapai 20-30%. Sebagian besar kematian tersebut dikarenakan penyakit pneumonia yang kebanyakan diderita bayi yang berumur kurang dari 2 bulan (Rasmaliah 2004).Istilah ISPA sendiri sebenarnya mencakup tiga unsur yaitu :

a. Infeksi yatu masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran pernafasan yaitu organ mulai dari hidung hingga alveoli. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adenoksa saluran pernafasan (sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura).

c. Infeksi akut yaitu infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang digolongkan dalam ISPA. Proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes 2004 dalam Fitiriyani 2008).

a. Pilek dan Influenza

Pilek adalah penyakit yang disebabkan disebabkan oleh adenovirus. Gejala dari penyakit ini adalah hidung tersumbat, bersin, batuk, dan sakit tenggorokan (Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Pilek yang lebih berat akan disertai dengan demam dan biasanya terdapat infeksi bakteri lain yang menyebabkan lendir menjadi lebih kental dan suhu badan naik.

(26)

oleh virus influensa tipe A dan tipe B. Pilek dan influenza cenderung memiliki gejala yang sama, hanya jenis virus yang menyerang yang berbeda. Influenza mudah menular terutama melalui bersin dan batuk. Influensa terjadi hampir setiap tahun terutama pada saat cuaca dingin di daerah beriklim sedang.

b. Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu jenis penyakit ISPA yang sifatnya kronik dan disebabkan oleh virus Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru (Shulman et al 1994 dalam Fitriyani 2008). Gejala awal yang biasa dirasakan penderita TB yaitu lesu, demam yang tidak terlalu tinggi, berat badan tidak naik, berkeringat di malam hari, dan batuk-batuk. Jika pernyakit bertambah berat, maka akan timbul gejala seperti penderita menjadi semakin kurus, pucat, lemah, hingga batuk berdarah (Entjang 2000 dalam Fitriyani 2008). Di Indonesia sendiri, kasus TB telah terjadi sebanyak 583 kasus dengan kematian berjumlah 130 penderita tuberkulosis positif pada dahaknya. Hasil survei kesehatan rumah tangga tahun 1995 menunjukkan bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan usia. Kebanyakan kasus TB terjadi pada kelompok masyarakat yang berada di golongan sosial ekonomi rendah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan oleh daya tahan tubuh, status gizi, kebersihan diri individu, dan kepadatan tempat tinggal (Hiswani 2004).

c. Bronchitis

Bronchitis merupakan peradangan pada saluran masuknya udara (bronchi) pada paru-paru. Gejala bronchitis meliputi batuk yang mengeluarkan mucus, nafas yang pendek, dan sakit pada dada. Bronchitis dapat bersifat akut dan kronis. Bronchitis akut disebabkan oleh virus parainfluenza (PIV) sedangkan bronchitis kronis merupakan salah satu dari jenis Chronic Obstructive Pulmonay Disease (COPD). Bronchitis kronik biasanya disebabkan oleh rokok, udara yang

kotor, dan debu (American Academy of Family Physcians 2006). Infeksi Saluran Pencernaan

a. Diare

(27)

diantaranya adalah buang air besar encer terus menerus (lebih dari tiga kali sehari), kadang disertai muntah dan panas, nafsu makan berkurang dan merasa selalu haus serta badan lesu dan lemas (Latifah et al. 2002).

Secara umum, diare ada dua jenis yaitu diare akut dan kronis. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya sedangkan diare akut adalah diare yang timbul secara tiba-tiba dan berlangsung selama beberapa hari. Biasanya, diare akut lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar. Prevalensi diare di negara berkembang cenderung lebih tinggi dikarenakan kontaminasi dari sumber air yang tercemar dan defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan

tubuh (Suharyono dalam As’Ad β00β).

Diare akut dapat menyebabkan seseorang menderita dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ini bisa berupa dehidrasi ringan, sedang, hingga berat dan dapat mengenai semua jenis usia, mulai dari bayi hingga lansia. Jika dehidrasi ini terlambat ditanggulangi, maka akan menyebabkan komplikasi yang lebih lanjut. Pencegahan diare sendiri dapat dilakukan dengan mulai membiasakan diri menggunakan air bersih dan sehat, baik untuk minum, mencuci bahan makanan dan peralatan memasak, serta mencuci tangan setelah buang air besar (Latifah et al. 2002).

b. Disentri

Disentri adalah salah satu jenis penyakit yang menyerang saluran cerna yang biasanya disertai dengan kram perut dan adanya darah dalam tinja (Shulman et al. 1994 dalam Fitriyani 2008). Disentri biasanya bersifat akut. Berdasarkan penyebabnya, disentri dibedakan menjadi dua yaitu disentri amoeba dan disentri basiller. Disentri amoeba disebabkan oleh Entamoeba histolyca sedangkan disentri basiller disebabkan oleh infeksi bakteri golongan Shigella (Hembing 2006). Perbedaan lain disentri amoeba dengan basiller yaitu disentri amoeba biasanya disertai dengan dehidrasi sedangkan disentri basiller tidak (Slamet 1996).

c. Gastritis

(28)

juga bisa terjadi karena kelebihan asam lambung akibat merokok, mengonsumsi alkohol, kafein, makanan yang asam dan pedas, penggunaan aspirin, non-steroid, dan anti peradangan serta akibat stres (Severance 2001 dalam Fitriyani 2008).

d. Hepatitis

Hepatitis merupakan salah satu penyakit pada saluran pencernaan yang menyerang hati. Gejala utama hepatitis yaitu demam yang akut, perasaan mual, muntah, hati membengkak, dan sklera mata kekuningan (ikterus). Gejala penyakit ini akan muncul setelah 1-2 bulan terjadinya infeksi dalam tubuh. Penyakit ini dapat menyebar secara langsung melalui air, makanan yang terkontaminasi, virus, dan melalui udara (Fitriyani 2008).

Penyakit Kulit a. Cacar Air

Cacar air merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang menular. Penularan ini bisa melalui batuk, bersin, ataupun sentuhan langsung dengan cairan lepuh cacar air. Penyakit ini disebabkan oleh virus Varisela zoster. Jika cacar air terjadi pada anak-anak biasanya akan terjadi dalam waktu yang singkat, sebaliknya jika terjadi saat dewasa umumnya akan mengalami gejala yang lebih parah. Sekitar 75% dari masyarakat menderita infeksi cacar air sebelum usia 12 tahun (State Goverment of Victoria 2006).

Penderita cacar air biasanya akan mengalami masa inkubasi 10-12 hari, kemudian akan muncul ruam berupa bintik-bintik merah, yang nantinya akan melepuh dalam beberapa jam. Bintik-bintik merah ini dapat muncul di hampir semua bagian tubuh. Gejala umum yang akan dialami penderita cacar air adalah demam, merasa kurang sehat, dan rasa gatal (State Goverment of Victoria 2006).

b. Bisul

(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

Morbiditas atau angka kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (Depkes 2008). Menurut Subandrio (1993), angka kesakitan lebih mencerminkan keadaan kesehatan sesungguhnya, sebab kejadian kesakitan mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai faktor lingkungan, seperti perumahan, air minum dan kebersihan serta faktor kemiskinan, kekurangan gizi, serta pelayanan kesehatan di daerah tersebut.

Rumah merupakan bagian dari kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia yang berfungsi sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Aspek kenyamanan dan keamanan tentunya menjadi prioritas dalam menentukan pemilihan rumah. Lingkungan fisik yang bersih dan sehat, tentunya akan menentukan kesehatan manusia yang hidup di dalamnya. Lingkungan fisik tersebut mencakup kondisi sanitasi, kondisi lingkungan rumah, sumber air, dan pembuangan limbah. Lingkungan yang kotor dan tidak sehat tentunya akan menjadi sasaran empuk bibit penyakit untuk menyebarkan penyakit yang mereka bawa, baik melalui air, udara, ataupun hewan vektor.

Kebiasaan makan seseorang merupakan kebiasaan makan keluarga, karena individu tersebut selama tinggal didalam rumah keluarganya terus mengalami proses belajar seumur hidupnya dari keluarga tersebut (suhardjo 1989). Proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan terjadi seumur hidup sejak anak lahir sampai menjadi dewasa dan masih terus berlangsung selama hidupnya (Soedioetama 1989). Kebiasaan makan anak dipengaruhi oleh peranan orang tua terutama ibu. Untuk memperhatikan kebiasaan makan agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat terawasi dengan baik (Suhardjo 1989). Faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Dimana kebiasaan makan yang salah dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan berimplikasi terhadap status gizi anak balita.

(30)

tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan (Riyadi 2001). Status gizi akan dipengaruhi oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi, serta keadaan tubuh seseorang yang dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi akibat infeksi penyakit dari parasit.

(31)

Keterangan :

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Alur variabel yang diteliti Alur variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka model keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita status gizi dan status kesehatan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

.

Karakteristik Orang Tua Balita

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Besar keluarga

Sanitasi Rumah

Status gizi balita Kebiasaan makan

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di DesaSukaluyuh, Sukaresmi, Sukajadi dan Sukajaya,, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memenuhi syarat dari penelitian ini, yaitu adanya ibu balita, dan balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2012.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) bersedia untuk diwawancarai. Masing-masing desa diambil 30 orang, sehingga secara keseluruhan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Penentuan jumlah contoh pada masing-masing desa berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam mengkoordinir contoh pada saat pengambilan data serta sulitnya mencari contoh yang mau berpartisipasi pada penelitian ini.

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah keluarga), keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita, status gizi dan status kesehatan. Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan dan puskesmas. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian.

Tabel 1 Data primer dan cara pengumpulannya

No Data Variabel Cara pengumpulan data

1 Karakteristik keluarga 1. Umur

(33)

No Data Variabel Cara pengumpulan data

3 Kebiasaan makan 1. frekuensi makan

protein hewani,

5 Status kesehatan 1. Lama terkena

penyakit,

Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data yang dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 forwindows,dan Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan statistik inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Data karakteristik keluarga meliputi besar dan pendapatan keluarga.

Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil (≤ δ orang), sedang (ε-7

orang), besar (≥ 8 orang) (Hurlock 199γ). Pendapatan keluarga diperoleh dengan

menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama, maupun pekerjaan tambahan selama satu bulan, yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan dinyatakan dalam satuan Rp/kapita/bulan. Hasil tersebut kemudian di kategorikan menjadi dua kategori berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011) yaitu miskin(<Rp214.338/kapita/bulan)

dan tidak miskin (≥Rpβ1δ.γγ8/kapita/bulan).

(34)

dikelompokkan menjadi ibu rumah tangga, wiraswasta, PNS dan swasta, serta lain-lain.

Data karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin. Umur balita dikelompokkan menjadi kelompok umur 12-24 bulan, 25-36 bulan, dan 37-60 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.

Data keadaan rumah yang dipakai untuk analisis SEM yaitu luas rumah per orang, skor total yang diperoleh yaitu dengan cara membagi luas rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tersebut.

Penilaian kebiasaan makan yang dipakai untuk analisis SEM yaitu menggunakan kuesioner food frequency. Pertanyaan kuesioner meliputi frekuensi makan pangan hewani (telur dan susu) per minggu, frekuensi makan pangan nabati (tempe dan tahu) per minggu , frekuensi makan sayuran (bayam) per minggu , frekuensi makan buah-buahan (pepaya) per minggu dan seberapa banyak balita memliki makanan tabu.

Untuk mengukur status gizi anak dibawah umur lima tahun dan anak

Bbu = Berat Badan menurut umur

BBr = Berat Badan standar pada umur yang sesuai menurut WHO SDr = Standar deviasi pada umur dan jenis kelamin yang sesuai.

Jika nilai Z-skor BB/U yang diperoleh diantara -2 sampai +2 maka dikategorikan normal, apabila dibawah -2 dikategorikan underweight dan apabila diatas +2 maka dikategorikan Overweight. Jika nilai Z-skor BB/TB yang diperoleh diantara -2 sampai +2 maka dikategorikan normal, apabila dibawah -2 dikategorikan kurus (wasted) dan apabila diatas +2 dikategorikan lebih. Jika nilai Z-skor TB/U yang diperoleh diantara -2 sampai +2 akan dikategorikan normal, apabila dibawah -2 dikatsegorikan pendek (stunted) dan apabila diatas +2 dikategorikan lebih.

(35)

kategori 1-3 hari, 4 – 6 hari, 8 – 14 hari, >14 hari. Sedangkan untuk frekuensi sakit yaitu kategori 1kali/bulan, 2kali/bulan, γkali/bulan, ≥δ kali/bulan.

Analisis data

Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Wijayanto (2008) model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks, baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model.

SEM memiliki dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana setiap variabel eksogen selalu independen. Variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen. Berikut adalah model SEM yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian

(36)

Berikut adalah notasi matematik dari model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian.

PersamaanPengukuran :

x1= λx11 ξ1 + 11 xβ= λxβ1ξ1 + β1 xγ= λxγ1 ξ1 + γ1 xδ= λxδ1ξ1+ δ1 xε= λxε1ξ1+ ε1 x6= λx61ξ1+ 61 x7= λx7ξ1+ 71 x8= λx8βξβ+ 8β y1= λy11 1 + 11 yβ= λyβ1 1 + β1 yγ= λyγ1 1 + γ1 yδ= λyδβ 1 + δβ yε= λyεβ β + εβ y6= λy6β β+ 6β y7= λy7β β + 7β

Model struktural:

1= 21 1+ 1

2= 11ξβ+ 21ξβ + β Keterangan:

Variabel laten eksogen:

ξ1 (KSI1) = kebiasaan makan ξβ (KSIβ) = keadaan rumah

Variabel laten endogen:

1(ETA1) = Status Kesehatan β (ETAβ)= Status Gizi

Manifest laten eksogen:

X1= Frekuensi makan telur per minggu

(37)

X3= Frekuensi makan tahu per minggu x4= Frekuensi makan tempe per minggu

x5 = Frekuensi makan bayam per minggu x6= Frekuensi makan pepaya per minggu

x7= Tabu makanan

x8 = Luas rumah

Manifest laten endogen:

y1 = Lama sakit diare y2 = Lama sakit ISPA

y3 = Frekuensi Sakit Diare y4 = Frekuensi sakit ISPA

y5 = BBU y6 = TBU

(38)

Definisi Operasional

Ibu balita adalah ibu yang mempunyai anak balita yang terdafar sebagai peserta Posyandu.

Balita adalah anak yang berusia 12-60 bulan yang tinggal bersama kedua orang tuanya.

Besar keluarga adalah jumlah/banyaknya orang yang tinggal dalam satu keluarga dan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan dalam bentuk uang dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga yang dinyatakan dalam rupiah perkapita perbulan.

Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan hingga diwawancarai.

Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh ibu balita yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi.

Pekerjaan ibu adalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dikelompokkan menjadi ibu rumah tangga, wiraswasta, PNS dan swasta, dan lain-lain.

Food frequency questionnaire adalah salah satu metode penilaian konsumsi pangan untuk mengetahui kebiasaan konsumsi pangan dari individu dalam jangka waktu tertentu.

Keadaan rumah adalah keadaan lingkungan rumah yang diperkirakan akan mempengaruhi status gizi balita, meliputi luas rumah.

Kebiasaan makanan anak balita adalah cara contoh memilih dan mengkonsumsi makanan pada anak sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, dan budaya, serta pola asuh makan yang dinilai berdasarkan frekuensi makan,dan seberapa banyak tabu makan balita. Makanan pantangan adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis

makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap orang yang melanggarnya.

(39)
(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis

Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas 2.630.936 Ha. Kecamatan taman sari terdiri dari 8 desa, 25 lingkungan/dusun, 91 RW, 360 RT, dengan jumlah penduduk laki-laki 44.075 jiwa dan perempuan 41.803 jiwa. Secara administrasi Kecamatan Taman Sari mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kec. Ciomas dan Bogor selatan; sebelah barat berbatasan dengan Gunung Salak; sebelah selatan berbatasan dengan Kec.Tenjolaya dan Kec. Dramaga; sebelah timur berbatasan dengan Kec. Cijeruk. Kecamatan Taman Sari beriklim sejuk dengan temperatur suhu rata-rata 25ºC pada siang hari dan 30ºC pada malam hari, dengan ketinggian antara 700 meter di atas permukaan laut, yang merupakan kawasan berbukit di bawah kaki Gunung Salak.

Berdasarkan karakteristik wilayah dan pola interaksi dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional, Kecamatan Taman Sari termasuk ke dalam pembangunanwilayah Kabupaten Bogor Selatan yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon).Sebagai wilayah pengembangan pertanian dan wisata, Kecamatan Taman sari yang menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan sayur-sayuran.Di samping itu juga sebagai sentra tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa local, regional, dan mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industrI sedang berjumlah 27 buah dengan tenaga kerja 77 orang, kecil 400 buah dengan pekerja 1200 orang, dan home industry 74 buah dengan pekerja 400 orang. Untuk pengembangan pariwisata ada Kampung Budaya Sindang Barang, Bumi Perkemahan, Curug Nangka, dan Wisata Situs yang tersebar di Desa Pasireurih, Sukamantri, dan tamansari.

Tabel 2 Luas tanah dan pola pemanfaatannya

(41)

No Pemanfaatan Luas (Ha)

6 Rawa/Situ 35.00

7 Hutan -

8 Lapangan olahraga 8.60

Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2011 Kondisi Demografis

Penduduk Kecamatan Tamansari sampai dengan bulan Desember 2011 berjumlah 85,878 jiwa terdiri dari 44,075 jiwa laki-laki dan 41,803 jiwa perempuan. Total jumlah penduduk yang ada tersebar di delapan desa yang terdapat di Kecamatan Tamansari dengan jumlah yang berbeda-beda. Desa yang paling padat penduduknya adalah Desa Sukamantri, sedangkan jumlah yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Desa Sukajadi.

Tabel 3 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin

No Desa Laki-laki Perempuan Total

Kecamatan Tamansari dikenal sebagai bagian dari wisata Curug Nangka, Bumi Perkemahan Sukamantri, Gunung Salak Endah dan Pura.Setiap hari libur terjadi kemacetan lalu lintas kenderaan, terutama di sekitar wilayah yang dapat memicu kemacetan sebagai akibat dari tidak disiplinnyapengemudi angkut dan para pedagang yang sebagian berjualan di badan jalan.

(42)

Kondisi Ekonomi

Denyut nadi perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh sarana dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah dan pengikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perkotaan, diantaranya adalah keterbatasan transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan pemukiman.

1. Jaringan Transportasi

Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh kenderaan beroda empat sepanjang tahun.

2. Jaringan air bersih/irigasi

Pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Tamansari dan sebagian warga masyarakat memanfaatkan air bawah tanah berupa sumur gali, pembuatan jet pump, dan lain-lain. Untuk mandi cuci kakus (MCK) sebagian besar mempergunakan air bawah tanah.

3. Jaringan listrik

(43)

4. Perekonomian masyarakat

Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian masyarakat telah banyak dilakukan.Di bidang pendidikan program BOS, KBBS dari provinsi Jawa Barat, pemberdayaan PLS, pemberian beasiswa, dan lain-lain. Pada bidang kesehatan ada pemberian Askes Gakin, Raksa Desa Kesehatan, Pemberdayaan Posyandu, penanganan KLB, dan bidang peningkatan kemampuan day beli penciptaan lapangan kerja baru. Sejalan dengan itu, untuk mengantisipasi naik turunnya denyut nadi perekonomian di Kecamatan Tamansari maka pembangunan perekonomian pada setiap bidang pembagunan penyebarannya diarahkan merata.Perencanaan pembangunan yang ditetapkan dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan dengan konsep pengembangan potensi yang dimilki wilayah. Sebagai ibu balita adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya akan mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di bidang pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari dengan luas 2.4 Ha dan Situ Jadi di desa Sukajadi dengan luas 1.5 Ha.

Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai pekerjaan yang beraneka ragam, namun secara garis besar sebagian besar penduduk adalah bekerja sebagai petani, peternak, pengusaha, wiraswasta, karyawan swasta, PNS, Polri, dan lainnya.

Tabel 4 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011

Sumber: Seksi Ekbang Kecamatan Tamansari tahun 2011 Karakteristik Ibu balita Besar Keluarga

(44)

kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ δ orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 5

Tabel 5 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga n %

Berdasarkan tabel sebaran besar keluarga diatas jumlah anggota keluarga terkecil dalam penelitian ini adalah sebanyak 3 orang, sedangkan jumlah jumlah anggota keluarga terbesar sebanyak 14 orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang. Sebagian besar 59.2% keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga kecil, sedangkan 30.8 % keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga sedang, dan sisanya 10% berada dalam kategori besar.

Pendapatan Keluarga

Kondisi ekonomi keluarga adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan keluarga lainnya, diantaranya pendidikan keluarga,kesehatan dan gizi balita, serta kualitas tumbuh kembang anak balita (Gunarsa &Gunarsa 1995). Pendapatan berhubungan dengan tingkat kesejahteraankeluarga. Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurangdapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh.Dengan demikian, kondisi ini menyebabkan keanekaragaman bahan makanankurang terjamin, karena dengan keterbatasan uang itu menyebabkan tidakbanyaknya pemilihan dalam hal makanan (Madihah 2002).Oleh sebab itu, pada penelitian ini pendapatan keluarga yang dimaksud yaitu penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh oleh ayah, ibu, dan keluarga lain dalam satu atap per bulannya.

(45)

pendapatan ini berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011). Keluarga yang termasuk dalam kategori miskin jika pendapatan keluarga kurang dari Rp.214.338 perkapita/bulan dan yang termasuk dalam kategori miskin jika pendapatan keluarga kurang dari lebih besar sama dengan Rp.214.338 perkapita/bulan. Bedasarkan pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan, terutama bagi warga kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah 1997).

Tabel 6 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga

(Rp/kap/bln) n %

Miskin (<Rp214.338) 26 21.7

Tidak miskin (≥β1δ.γγ8) 94 78.3 persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (> (40-60 tahun) (Hurlock 1980). Sebaran ibu balita berdasarkan umur disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran ibu balita berdasarkan umur

Umur Suami Ibu balita

(46)

dengan rata-rata 26.6 tahun. Kebanyakan umur ibu balita berada pada kategori dewasas dini (92.5%), kemudian sisanya berada pada kategori dewasa madya (7.5%).

Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu sarana untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Hardinsyah (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan memiliki akses yang mudah dalam memperoleh informasi mengenai gizi dan kesehatan sehingga akan memiliki pengetahuan gizi yang tinggi pula. Pada penelitian ini tingkat pendidikan ibu balita dan suami dibagi ke dalam lima kategori, yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Suami Ibu balita

N % n %

Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar tingkat pendidikan tertinggi suami adalah SD/sederajat (54.2%). Sementara itu, sebanyak 35% suami tidak tamat SD. Sebagian besar pendidikan tertinggi ibu balita adalah SMP/sederajat (47.5%). Sementara itu, ibu balita yang tidak tamat SD hanya sebesar 0.8%, dapat dilihat sangat jauh dibawah persentase tidak tamat SD pada suami (35%). Secara umum, persentase tingkat pendidikan ibu balita lebih baik dibandingkan tingkat pendidikan suami.

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).

(47)

Dengan demikian, informasi tentang masalah kesehatan dapat lebih mudah diterima oleh keluarga ataumasyarakat (Sukarni 1989). Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena dengan tingkat pendidikan tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik (Berg 1986).

Pekerjaan

Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang (Hardinsyah & Suhardjo 1987). Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Bila mereka bekerja maka akan diupah lebih tinggi dibanding dengan orang yang berpendidikan rendah. Jenis pekerjaan yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterimanya. Pekerjaan orang tua akan mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga karena berhubungan dengan pendapatan dan penghasilan keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga erat kaitannya dengan pendidikan anak.Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan

Pekerjaan Suami Ibu balita

n % n %

(48)

pedagang (5.8%), petani (1.7%), jasa (1.7%), buruh tani (0.8%), dan buruh non-tani (0.8%).

Karakteristik Balita

Jenis kelamin

Karakteristik balita dalam penelitian ini adalah karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin. sebaran jenis kelamin balita disajikan pada tabel 10.

Tabel 10 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin n %

Laki-laki 61 50.8

Perempuan 59 49.2

Total 120 100.0

Berdasarkan tabel 10, terlihat bahwa persentase jumlah jenis kelamin anak laki-laki dan perempuan cenderung hampir sama. Walaupun balita yang berjenis kelamin laki-laki cenderung lebih banyak di banding dengan balita berjenis kelamin perempuan yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan.

Umur

Usia balita merupakan masa yang paling ideal untuk mulai memperkenalkan kepada anak tentang perilaku-perilaku dasar yang berhubungan dengan gaya hidup sehat. Orang tua harus dapat memanfaatkan rasa ingin tahu anak dan menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan masalah kesehatan, keselamatan dan gizi. Orang tua harus dapat meningkatkan kesadaran anak-anak mengenai isu lingkungan yang kompleks serta pengaruh pengaruhnya (Marotz et al. 2005). Umur balita pada penelitian ini dibagi ke dalam

lima kategori berdasarkan Riskesdas (β010), yaitu ≤ε bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Sebaran ibu balita berdasarkan umur balita disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran balita berdasarkan umur

(49)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat terdapat umur terendah pada balita adalah 1 bulan, sedangkan umur balita yang tertinggi adalah 46 bulan dengan rata-rata 20.1 ± 11.0 bulan. Sebesar 32.5% balita berada pada golongan umur 12-23 bulan dan sebanyak 30.8% balita yang berumur 24-35 bulan.

Keadaan Rumah Ibu Balita

Rumah merupakan salah satu yang mempengaruhi kehidupan manusia dan sebagian besar kehidupan manusia dihabiskan dirumah. Rata – rata luas rumah balita 63,7 m2. Luas rumah kemudian akan dibandingkan dengan jumlah penghuni dirumah untuk mengetahui tingkat kepadatan suatu rumah. Menurut sukarni (1994), luas ruangan per orang yang dianggap baik adalah >10 m2/orang, cukup jika luas ruangan 7-10 m2/orang. Dan kurang jika luas ruangan < 7 m2. Luas bangunan rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarganya akan menyebabkan overcrowded. Rumah yang terlalu padat bisa menyebabkan tingginya angka kejadian penyakit karena kebersihan rumah yang kurang, fasilitas yang kurang memadai, penularan penyakit yang cepat jika ada anggota keluarga yang sakit dan privacy anggota keluarga akan terganggu (Sukarni 1994). Jika dilihat dari pendapatan per kapita, sebagian besar keluarga balita berada diatas garis kemiskinan. Akan tetapi, ini bukanlah suatu jaminan bahwa mereka akan memiliki rumah yang sesuai dengan standar dan sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ditinggali didalamnya. Karena pendapatan yang mereka miliki lebih diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat padaSebaran rumah ibu balita berdasarkan kondisi rumah disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran rumah ibu balita berdasarkan keadaan rumah.

(50)

Kebiasaan Makan Balita

Kebiasaan makan bersama dalam keluarga, menurut Tan, et al. (1979) adalah sebuah kebiasaan yang sangat penting untuk dilakukan karena banyak keuntungan yaitu mereka dapat mengkonsumsi makanan yang sama secara bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga dan setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk berkomunikasi satu sama lain. Data kebiasaan makan yang diamati dalam penelitian ini meliputi : food frequencydan makanan tabu untuk balita.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Pangan merupakan sumber utama pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral untuk kesehatan tubuh (Purnawijayanti 2001). Frekuensi makan dapat diukur dengan jumlah konsumsi suatu jenis pangan dalam satuan hari, minggu, maupun bulan

Selain jumlah konsumsi pangan dengan metode recall dan perhitungan terhadap TKE, penilaian konsumsi pangan juga dilakukan terhadap frekuensi konsumsi pangan yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner food frequency questionnaire (FFQ). Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi.

Konsumsi kualitatif digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui kebiasaan konsumsi balita. Data konsumsi kualitatif yang diambil meliputi kebiasaan makan, kebiasaan konsumsi makanan pokok, kebiasaan konsumsi pangan hewani, konsumsi pangan nabati, kebiasaan konsumsi sayur, dan kebiasaan konsumsi buah. Frekuensi kelompok pangan dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu setiap hari (> 14 kali/minggu), sering (7-14 kali/ minggu), jarang (4-6 kali/minggu), dan sangat jarang (1 -3 kali/minggu). Berikut disajikan sebaran bahan pangan yang biasa dikonsumsi oleh balita.

Tabel 13 Sebaran pangan pokok menurut frekuensi konsumsi pangan balita

Gambar

Gambar 1 Kerangka model keadaan rumah ibu balita, kebiasaan makan balita
Tabel 1 Data primer dan cara pengumpulannya
Gambar 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian
Tabel 13 Sebaran  pangan pokok menurut frekuensi konsumsi pangan balita
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi pangan keluarga. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi. Data dari WHO pada tahun 2002 sampai 2005 terjadi

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh konsumsi pangan keluarga. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi. Data dari WHO pada tahun 2002 sampai 2005 terjadi

Disebabkan karena status gizi tidak hanya dipengaruhi oleh adanya infeksi pada balita tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan baik dan kebiasaan buruk dari kehidupan sehari-hari yang

Untuk menganalisis hubungan pendidikan formal dengan status gizi balita. Untuk menganalisis hubungan keadaan sanitasi lingkungan dengan

Faktor yang dapat mempengaruhi status gizi pada balita adalah asupan makanan pada anak dan penyakit infeksi yang merupakan penyebab langsung, sedangkan penyebab

Status gizi adalah keadaan gizi seseorang, dalam hal ini dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu dengan mengukur ukuran tubuh, misalnya berat badan (BB),

Status gizi pada anak banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor sosial budaya, keadaan ekonomi, asupan makan, pola konsumsi pangan, penyakit infeksi, dan