• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Juvenil Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Dipelihara pada Media Air Hijau, Wadah Gelap dan Transparan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Juvenil Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Dipelihara pada Media Air Hijau, Wadah Gelap dan Transparan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN JUVENIL

IKAN KAKAP PUTIH (

Lates calcarifer

) DIPELIHARA PADA

MEDIA AIR HIJAU, WADAH GELAP DAN TRANSPARAN

YEYEN HARDAYANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Juvenil Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Dipelihara pada Media Air Hijau, Wadah Gelap dan Transparan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YEYEN HARDAYANI. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) dipelihara pada media air hijau, wadah gelap dan transparan. Dibimbing oleh IRZAL EFFENDI dan MIA SETIAWATI.

Usaha budidaya ikan kakap putih masih terkendala dengan ketersediaan benih yang belum mencukupi kebutuhan produksi budidaya. Benih ikan kakap putih ukuran 1-2 cm memiliki risiko kematian yang lebih besar. Sebagian besar kematian disebabkan kanibalisme yang diduga karena kondisi media pemeliharaan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil ikan kakap putih, pada media air hijau, wadah gelap dan transparan. Ikan kakap putih ukuran 1-2 cm dan bobot rata-rata 0,24±0,08 g dipelihara dengan padat penebaran 1000 ekor/m3. Selama pemeliharaan ikan tersebut diberi pakan crumble secara at satiation dengan frekuensi 3 kali/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan media air hijau, wadah gelap dan transparan memiliki kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, dan jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata, tetapi memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak. Perlakuan paling baik pada air hijau dan wadah transparan. Kadar glukosa darah ikan kakap putih cenderung meningkat pada 10 hari pertama dan tingkat konsumsi oksigen selama 30 hari pemeliharaan terus menurun pada semua perlakuan.

Kata kunci: Kanibalisme ikan, kakap putih, air hijau, wadah gelap, transparan

ABSTRACT

YEYEN HARDAYANI. Survival and growth rate of the barramundi’s juvenile (Lates calcarifer) in green water system, dark condition and transparent containers cultivation. Supervised by IRZAL EFFENDI and MIA SETIAWATI.

Barramundi’s cultivation is still constrained by the insufficient of barramundi’s fry for aquaculture production. Size 1-2 cm of barramundi’s fry has a greater risk of mortality than the other size. Most of the deaths are caused by cannibalism. The aims of this research were to examine the survival and growth rate of barramundi’s juvenile as fry with green water system, dark condition and transparent containers treatment. The size of the barramundi’s juveniles that used in this research were 1-2 cm and the average of weight were about 0.24±0.08 g, the density for each treatment was 1.000 fish/m3. The barramundi was feed by at satiation method for 3 times/day with crumble feed. The results showed that the green water system, dark condition and transparent containers treatment have survival rate, growth rate, feed conversion ratio, and the amount of consume feed did not differ significantly, but the absolute growth length was differ significantly for each treatment. The best treatment in this reseach was the green water system and transparent containers treatment. Glucose levels of barramundi’s blood tend to increased in the first 10 days and oxygen consumption rate in the 30 days was continues to decline in all treatments.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN JUVENIL

IKAN KAKAP PUTIH (

Lates calcarifer

) DIPELIHARA PADA

MEDIA AIR HIJAU, WADAH GELAP DAN TRANSPARAN

YEYEN HARDAYANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Juvenil Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Dipelihara pada Media Air Hijau, Wadah Gelap dan Transparan

Nama : Yeyen Hardayani

NIM : C14090027

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Ir Irzal Effendi, MSi Pembimbing I

Dr Ir Mia Setiawati, MSi Pembimbing II

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Juvenil Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Dipelihara pada Media Air Hijau, Wadah Gelap dan Transparan”. Penelitian ini dilakukan pada April sampai dengan Juni 2013 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir Irzal Effendi, MSi, Ibu Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Ibu Maya Meiyana, MSi selaku Pembimbing Lapangan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung yang telah banyak memberikan bimbingan selama pengerjaan penelitian ini. 2. Bapak Prof Dr Daniel Djokosetiyanto selaku Dosen Pembimbing

Akademik dan Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc selaku Dosen Penguji Tamu yang telah banyak memberikan masukan, semangat, dan motivatasi. 3. Bapak Ir Badrudin, MSi selaku Kepala Balai Besar Pengambangan

Budidaya Laut, Lampung yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian ini.

4. Bapak Sunaryat, Bapak Winarto Budi, Ibu Ana, Mas Wahyu, dan Mas Tri yang telah banyak membantu penulis melakukan pengujian dan kegiatan pendukung lainnya selama melakukan penelitian di Balai Besar Pengambangan Budidaya Laut, Lampung.

5. Keluargaku tercinta terutama ayah, ibu dan kedua adik (Mahendra Raga Kusuma dan Faris Doni Ramadhan) beserta keluarga besar yang telah banyak memberikan motivasi dan semangat serta bantuan dana penelitian kepada penulis.

6. Teman-teman terbaikku di BDP 46 (Renni, Aya, Soya, Ichan, Arlina, Chandra, Nendi, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu) yang telah banyak memberikan bantuan pada persiapan penelitian, pengalaman dan kisah yang sangat berharga.

Penulis berharap hasil penelitian yang dituliskan dalam skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat sesuai dengan yang diharapkan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

BAHAN DAN METODE ... 2

Rancangan Percobaan ... 2

Teknik Pemeliharaan ... 3

Pengamatan dan Pengolahan Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Hasil... 7

Pembahasan ... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

Kesimpulan ... 15

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 18

(10)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Alat dan metode pengukuran kualitas air ... 7 2 Kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, pertumbuhan panjang

mutlak, dan rasio konversi pakan pada akhir pemeliharaan juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)... 10 3 Kualitas air dan media pemeliharaan juvenil ikan kakap putih (Lates

calcarifer) ... 11

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)yang dipelihara selama 30 hari dalam air hijau, wadah gelap dan transparan ... 7 2 Bobot rata-rata juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)yang

dipelihara selama 30 hari dalam air hijau, wadah gelap dan transparan ... 8 3 Panjang rata-rata juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)yang

dipelihara selama 30 hari dalam air hijau, wadah gelap dan transparan ... 9 4 Tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan kakap putih (Lates

calcarifer)yang dipelihara selama 30 hari dalam air hijau, wadah gelap dan transparan ... 9 5 Kadar glukosa darah juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)yang

dipelihara selama 30 hari dalam air hijau, wadah gelap dan transparan ... 10 6 Grafik kualitas air media pemeliharaan juvenil ikan kakap putih (Lates

calcarifer) selama 30 hari pada air hijau, wadah gelap dan transparan : (a) amoniak, (b) nitrit ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1

Data penelitian pendahuluan kepadatan plankton... 18 2 Cara mengukur kepadatan Nannochloropsis sp. setiap 7 hari sekali

selama 30 hari pemeliharaan ... 18 3 Data kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)

selama 30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap, dan transparan ... 18 4 Data pertumbuhan bobot juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)

(11)

5 Data pertumbuhan panjang juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama 30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap, dan transparan ... 19 6 Data tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan kakap putih (Lates

calcarifer) selama 30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap, dan transparan ... 19 7 Data kadar glukosa juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama

30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap, dan transparan ... 19 8 Analisis statistik dan uji homogenisitas kelangsungan hidup (SR), rasio

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan air laut yang banyak diminati masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Permintaan ikan kakap putih terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pasar ikan kakap putih cukup luas, mulai dari pasar tradisional, rumah makan, restoran, hotel, pasar swalayan, hingga ekspor. Jakarta setiap bulan membutuhkan sekitar 70 ton ikan kakap (ikan kakap putih dan ikan kakap merah) dan Bali membutuhkan sekitar 30 ton per bulan. Di luar negeri, Singapura membutuhkan ikan kakap hidup dan segar sekitar 60 ribu ton/tahun, sedangkan Hongkong membutuhkan sekitar 250 ribu ton/tahun. Ekspor ikan kakap Indonesia ke Singapura baru mencapai 3000 ton/tahun ikan kakap segar dan 80 ton/tahun ikan kakap hidup (KKP 2012). Usaha budidaya ikan kakap putih masih terkendala dengan ketersediaan benih yang belum mencukupi kebutuhan produksi budidaya ikan kakap putih (Tragistina 2011).

Perkembangan dan kelangsungan hidup benih ikan kakap putih sangat tergantung pada parameter lingkungan pemeliharaan seperti intensitas cahaya, DO, suhu, dan salinitas. Faktor intensitas cahaya dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan pada ikan. Menurut Mukai dan Lim (2012) ikan kakap putih berumur 10 hari belum memiliki respons visual terhadap pakan, setelah 13-26 hari ikan kakap putih sudah mulai mengandalkan penglihatannya untuk mendapatkan makanan. Menurut Gardner dan Maguire (1998) cahaya dapat memberikan pengaruh visual pada ikan untuk mendapatkan makanan, cahaya yang gelap menyebabkan ikan mengalami kesulitan mendapatkan pakan yang diberikan (pelet) sehingga lebih menyukai memangsa sejenisnya yang bergerak atau kanibal. Hal ini diduga dapat menyebabkan rendahnya nilai kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan. Pada masa peralihan dari larva ke juvenil dan dari juvenil ke benih, ikan kakap putih mempunyai sifat kanibalisme karena pada masa peralihan ini ikan kakap putih mulai mencari makan secara visual (Mukai dan Lim 2012). Juvenil ikan kakap putih ukuran 1-2 cm memiliki risiko kematian yang lebih besar (Putra 2006). Menurut Barlow et al. (1995) nilai kelangsungan hidup juvenil kakap putih sebesar 66%, sebagian besar kematian disebabkan oleh kanibalisme.

(14)

2

penelitian dengan perlakuan wadah putih dan wadah biru. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada wadah putih ikan jundia memiliki cortisol yang tetap tinggi selama 24 jam setelah diberi stressor, sedangkan pada wadah biru cortisol menurun selama 12 jam. Setiap jenis ikan diduga memiliki respons yang berbeda-beda terhadap warna wadah dan kecerahan media.

Menurut Sugama et al. (2003) pemeliharaan benih kerapu dapat dilakukan dengan menggunakan metode green water untuk cahaya redup. Alga yang digunakan adalah Nannochloropsis sp. karena mikroalga ini sering dijumpai di perairan laut dan mudah dalam penanganannya (Aliabbas 2002). Oleh karena itu dilakukan penelitian pemeliharaan kakap putih dengan menggunakan teknik pemeliharaan media air hijau, wadah gelap dan transparan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan melalui pengamatan kadar glukosa darah sebagai pendugaan tingkat stres ikan dan tingkat konsumsi oksigen ikan kakap putih sebagai pendugaan laju metabolisme.

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil ikan kakap putih yang dipelihara pada media air hijau, wadah gelap, dan wadah transparan. Sebagai data pendukung diukur pula kadar glukosa darah dan tingkat konsumsi oksigen.

BAHAN DAN METODE

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan kondisi lingkungan media yang berbeda yaitu media air hijau, wadah gelap dan transparan serta masing-masing 3 ulangan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan padat penebaran 1000 ekor/m3. Ikan dipelihara dalam akuarium dengan volume 38 liter. Pemeliharaan dilakukan selama 30 hari dengan dilakukan 3 kali sampling setiap 10 hari sekali. Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 cm dengan bobot rata-rata 0,24±0,08 g.

Kondisi Air Hijau

Perlakuan media air hijau dilakukan dengan menggunakan penambahan fitoplankton Nannochloropsis sp. sebanyak 15% dari total volume air laut yang digunakan. Kepadatan fitoplankton yang digunakan mengacu pada hasil penelitian pendahuluan (Lampiran 1) berkisar antara 400-700 sel/ml.

(15)

3 Kultur Nannochloropsis sp. secara masal menggunakan bak fiber berbentuk bundar dengan kapasitas 1 m3. Setelah dikultur pada bak fiber, dilanjutkan ke bak starter berbentuk persegi panjang dengan kapasitas 30 m3. Setelah itu Nannochloropsis sp. dikultur masal pada bak beton yang berkapasitas 100 m3. Kultur dilakukan dengan sterilisasi wadah menggunakan kaporit 20-30 ppm. Dosis pupuk yang digunakan berupa urea 10 ppm, TSP 30 ppm, dan ZA 50 ppm. Inokulan yang digunakan sebanyak 1/10 bagian volume media kultur. Pemanenan dilakukan secara parsial yaitu ½ dari volume kultur kemudian bak ditambahkanair laut dan sisa fitoplankton digunakan sebagai inokulan. Pemanenan dilakukan setiap 3-4 hari sekali.

Kondisi Wadah Gelap

Pemeliharaan wadah gelap dilakukan dengan menutup seluruh sisi wadah menggunakan plastik hitam dengan tujuan untuk mengurangi cahaya yang masuk pada media. Penutupan wadah dilakukan pada bagian sisi kanan, kiri, depan, belakang, dan bagian bawah. Sedangkan bagian atas tidak diberi tutup. Menurut Said et al. (2005) penutupan sisi akuarium dengan menggunakan plastik berwarna hitam dapat menghasilkan cahaya sebanyak 180 lux.

Kondisi Wadah Transparan

Perlakuan dengan menggunakan dinding transparan dilakukan dengan menggunakan akuarium yang semua sisinya tidak tertutup sehingga cahaya dapat masuk pada media pemeliharaan dari segala arah. Menurut Said et al. (2005) akuarium yang dibiarkan terbuka sehingga bebas mendapatkan cahaya menghasilkan cahaya 300 lux.

Teknik Pemeliharaan

Persiapan wadah perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan diawali melalui pembersihan wadah dengan air tawar lalu dibilas dengan air laut, dan dilakukan pemasangan aerasi. Ikan diadaptasi pada akuarium selama 2 hari, setelah itu ikan diberi perlakuan dengan lingkungan air hijau, wadah gelap dan transparan.

Ikan diberi pakan berupa pakan komersial (crumble) dengan kandungan protein 48%. Pemberian pakan dilakukan menggunakan sistem at satiation. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pagi (08.00), siang (13.00), dan sore (16.00).

Pengolahan kualitas air di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dilakukan dengan menggunakan filter fisik, kimia, dan biologi. Filter fisik menggunakan pasir dan karang yang berfungsi menurunkan kandungan bahan organik atau zat beracun dalam air. Filter biologi menggunakan lumut atau tanaman air yang bertujuan untuk menjernihkan air. Filter kimia merupakan proses penyaringan menggunakan bahan flokulan sebagai penyaring. Filter kimia digunakan saat kondisi perairan di sekitar lokasi mempunyai tingkat kekeruhan yang tinggi.

(16)

4

Pengamatan dan Pengelolaan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, pertumbuhan panjang mutlak, jumlah konsumsi pakan, rasio konversi pakan, tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah, dan nilai kualitas air selama proses pemeliharaan seperti, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman (pH), salinitas, amoniak, nitrit, dan suhu.

Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup pada ikan merupakan perbandingan antara jumlah individu yang hidup pada akhir pemeliharaan dengan individu yang hidup pada awal penebaran. Jumlah ikan yang mati selama pemeliharaan dicatat jumlah dan bobotnya. Perhitungan sintasan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :

Keterangan : SR= Kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan saat panen (ekor) No= Jumlah ikan saat tebar (ekor) Laju Pertumbuhan Harian (LPH)

Bobot ikan kakap putih diukur pada saat awal pemeliharaan dan saat sampling. Sampling dilakukan pada pagi hari sebelum ikan diberi pakan. Ikan diambil dari akuarium dengan menggunakan seser sebanyak 10 ekor/akuarium kemudian ikan diukur menggunakan penggaris lalu ikan dipisahkan pada baskom yang sudah diberi air dan diaerasi. Ikan yang sudah dukur dan dipisahkan pada baskom ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital dengan cara memasukkan ikan pada wadah di atas timbangan yang sudah ditera. Setelah itu dengan formulasi sebagai berikut dapat dihitung laju pertumbuhan harian (Huisman 1987), yaitu :

Keterangan : LPH= Laju pertumbuhan bobot harian (%) Wt = Bobot rata-rata akhir (g hari ke-t) Wo = Bobot rata-rata awal (g hari ke-t) Jumlah Konsumsi Pakan

(17)

5 pakan sisa ditimbang yang akan digunakan sebagai pengurang dari pakan awal untuk mendapatkan jumlah pakan yang termakan. Jumlah konsumsi pakan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Zonneveld et al. 1991) :

∑ pakan = Pa +Pt + .... +Pn

Keterangan : Pa = jumlah pakan yang termakan (g)

Pt = jumlah pakan yang diberikan pada hari ke-t (g)

Pn = jumlah pakan yang iberikan pada akhir pemeliharaan (g) Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan merupakan jumlah pakan yang habis termakan oleh ikan selama pemeliharaan. Rasio konversi pakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Zonneveld et al. 1991) :

Keterangan : Pa = Jumlah pakan yang diberikan (g) Bi = Biomassa ikan pada hari ke-i (g) Bo = Biomassa ikan pada hari ke-o (g) Bm = Biomassa ikan yang mati (g) FCR = Konversi pakan

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak ikan kakap putih dilakukan pada saat awal pemeliharaan dan saat sampling. Sampel ikan yang digunakan sebanyak 10 ekor/akuarium atau pengulangan. Pengukuran dilakukan dengan mengukur panjang total ikan mulai dari pangkal mulut hingga ujung ekor yang dilakukan dengan menggunakan penggaris kemudian dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997):

Keterangan : ∆P = Pertumbuhan panjang (cm)

Pi = Pertumbuhan panjang pada hari ke-i (cm) Po = Pertumbuhan panjang pada hari ke-o (cm) t = periode pengamatan (hari)

Tingkat Konsumsi Oksigen

Tingkat konsumsi oksigen diukur secara tidak langsung dengan menentukan oksigen yang digunakan dalam proses oksidasi untuk memperoleh energi, termasuk energi untuk osmoregulasi dan pertumbuhan. Pengukuran

∆P =��−��

FCR= ��

(18)

6

konsumsi oksigen dilakukan dengan sistem tertutup, ikan ditempatkan pada wadah berisi air bervolume satu liter (Watanabe et al. 2008).

Air dalam wadah tersebut terlebih dahulu diaerasi hingga kandungan oksigen pada air menjadi jenuh, kurang lebih selama 15 menit, selanjutnya oksigen terlarut diukur dan ditetapkan sebagai oksigen awal. Ikan yang diuji sebanyak 1 ekor/liter dimasukkan ke dalam wadah tersebut melalui lubang yang sudah disediakan pada penutup yang menggunakan styrofoam dan ukurannya disesuaikan diameter permukaan wadah. Kemudian seluruh bagian sisi permukaan gelas ukur yang ditutup dengan styrofoam direkatkan dengan lakban untuk menghindari wadah difusi dari udara luar. Setelah satu jam oksigen media diukur kembali dan ditetapkan sebagai oksigen akhir. Setelah itu, ikan diambil kembali dan bobot ikan ditimbang. Oksigen diukur dengan menggunakan alat DO meter dengan cara memasukkan probe DO meter pada lubang yang sama saat memasukkan ikan. Berikut ini merupakan rumus perhitungan jumlah oksigen yang dikonsumsi ikan:

Glukosa darah merupakan suatu parameter yang dapat menggambarkan respons fisiologis pada hewan pada saat mempertahankan homeostasis pada suatu perubahan yang terjadi (Bratawijaya 2006). Parameter glukosa darah diuji dengan menggunakan Blood Glucose Test Meter. Pengujian dilakukan dengan menutup bagian kepala ikan menggunakan tisu basah dengan tujuan menghindari pengaruh stres dari luar, kemudian ikan dipotong pada bagian pangkal ekor dengan menggunakan gunting. Ikan yang digunakan sebanyak 1 ekor/uji. Setelah itu darah ikan diambil sebanyak ± 4µ l dimasukkan dalam kit/strip uji yang sudah disetting berdasarkan aturan pemakaian alat (Eames et al. 2010). Setelah 11 detik Blood Glucose Test Meter menunjukkan nilai kadar glukosa darah yang terkandung dalam darah ikan kakap putih.

Parameter Kualitas Air

(19)

7 dan salinitas dilakukan langsung pada wadah pemeliharaan. Pada pengukuran DO dan suhu alat dimasukkan dalam media pemeliharaan sedangkan pada pengukuran salinitas diambil 1 tetes air sampel untuk diukur menggunakan refraktometer. Tabel 1 Alat dan Metode Pengukuran Kualitas Air

No Parameter Alat Metode

Analisis data dilakukan menggunakan Microsoft Exel 2010 dan SPSS 17.0 (ANOVA dan uji lanjut Duncan) pada selang kepercayaan 95% untuk parameter kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian (LPH), pertumbuhan panjang mutlak (PPM), rasio konversi pakan (FCR), dan jumlah pakan. Analisis data bobot rata-rata, panjang rata-rata, tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah, dan kualitas air dilakukan dengan cara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih setelah dipelihara selama 30 hari pada perlakuan air hijau, wadah gelap, dan wadah transparan terus menurun selama pemeliharaan (Lampiran 3). Juvenil ikan kakap putih banyak mengalami kematian pada 10 hari pertama pada semua perlakuan (Gambar 1). Pada perlakuan wadah gelap memiliki kelangsungan hidup paling rendah yaitu 76,32±6,96% sedangkan pada air hijau memiliki kelangsungan hidup 85,96±5,48% dan wadah transparan 85,96±8,04% (Tabel 2).

(20)

8

Pertumbuhan Bobot

Pertumbuhan bobot rata-rata juvenil ikan kakap putih selama dipelihara 30 hari pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan terus mengalami peningkatan (Lampiran 4). Pertumbuhan bobot rata-rata paling cepat terjadi pada perlakuan air hijau yaitu meningkat 16,58 kali lipat dari bobot awal, sedangkan pertumbuhan bobot rata-rata paling lambat terjadi pada wadah gelap yaitu hanya meningkat 9,25 kali lipat dari bobot awal (Gambar 2).

Gambar 2 Pertumbuhan bobot juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang dipelihara selama 30 hari pada air hijau, wadah gelap dan transparan Pertumbuhan Panjang

Panjang rata-rata juvenil ikan kakap putih selama dipelihara 30 hari pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan terus meningkat pada masing-masing perlakuan (Lampiran 5). Pertumbuhan panjang paling cepat terlihat pada perlakuan wadah transparan yaitu meningkat 2,86 kali lipat dari panjang awal, sedangkan pertumbuhan panjang juvenil ikan kakap putih paling lambat terjadi pada perlakuan wadah gelap yaitu hanya meningkat 2,26 kali lipat dari panjang awal selama 30 hari pemeliharaan (Gambar 3).

Gambar 3 Panjang rata-rata juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang dipelihara selama 30 hari pada air hijau, wadah gelap dan transparan

(21)

9 Tingkat Konsumsi Oksigen

Tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan kakap putih selama dipelihara 30 hari pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan semakin hari semakin menurun seiring dengan bertambahnya bobot ikan (Gambar 4). Pada perlakuan air hijau tingkat konsumsi oksigen menurun 0,99 mg O2/g jam dan pada perlakuan

wadah gelap menurun 0,95 mg O2/g jam serta pada perlakuan dinding transparan

menurun 1,01 mg O2/g jam (Lampiran 6). Pada hari ke-10 konsumsi oksigen

juvenil ikan kakap putih paling tinggi pada perlakuan wadah gelap yaitu 1,15±0,42 mg O2/g jam dan terendah pada perlakuan wadah transparan yaitu

0,68±0,39 mg O2/g jam. Pada hari ke-20 tingkat konsumsi oksigen tertinggi pada

perlakuan air hijau yaitu 0,98±0,52 mg O2/g jam sedangkan tingkat oksigen

terendah pada perlakuan wadah transparan yaitu 0,65±0,39 mg O2/g jam. Pada

hari ke-30 tingkat konsumsi oksigen relatif sama antar perlakuan berkisar antara 0,31-0,37 mg O2/g jam.

Gambar 4 Tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) setelah dipelihara selama 30 hari pada air hijau, wadah gelap dan transparan

Glukosa Darah

Kadar glukosa darah juvenil ikan kakap putih yang dipelihara pada perlakuan air hijau dan wadah gelap pada 10 hari pertama mengalami peningkatan yang tinggi yaitu 45,8% dan 65,97%, sedangkan pada perlakuan wadah transparan kadar glukosa darah mulai naik pada hari ke-5, namun pada 10 hari pertama mulai stabil yaitu pada hari ke-0 nilai kadar glukosa darah yaitu 48±20,07 mg/dl dan pada hari ke 10 yaitu 48±16,09 mg/dl (Gambar 5). Setelah hari ke 30 kadar glukosa darah memiliki nilai yang lebih stabil pada masing-masing perlakuan. Pada hari ke-5 kadar glukosa darah tertinggi terjadi pada perlakuan wadah transparan yaitu 84±20,07 mg/dl sedangkan kadar glukosa darah terendah terjadi pada perlakuan wadah gelap yaitu 54±9,29 mg/dl. Pada hari ke-10 kadar glukosa darah tertinggi terjadi pada perlakuan wadah gelap yaitu 80±15,50 mg/dl sedangkan nilai terendah terjadi pada perlakuan wadah transparan yaitu 48±16,09 mg/dl. Pada saat akhir pemeliharaan di hari ke-30 kadar glukosa darah tertinggi pada wadah transparan yaitu 66±21,03 dan kadar glukosa darah terendah pada perlakuan wadah gelap yaitu 47±7,81 mg/dl (Lampiran 7).

(22)

10

Gambar 5 Kadar glukosa darah juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) setelah dipelihara selama 30 hari pada air hijau, wadah gelap, dan wadah transparan

Berdasarkan uji nonparametrik nilai kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, jumlah konsumsi pakan, rasio konversi pakan tersebar normal (Lampiran 8). Tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian (LPH), jumlah konsumsi pakan, rasio konversi pakan (FCR) benih ikan kakap putih pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan memiliki tingkat kelangsungan hidup berkisar 76,32-85,96%, LPH berkisar antara 7,88-10,10%, jumlah konsumsi pakan berkisar antara 30,92-42,82 g dan FCR berkisar antara 0,89-1,44, tidak berbeda nyata pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan (Tabel 2). Namun, pada parameter uji pertumbuhan panjang mutlak diketahui bahwa perlakuan wadah gelap menunjukkan pertumbuhan panjang mutlak paling rendah dibandingkan dengan perlakuan air hijau dan wadah transparan (p<0,05), sedangkan pada perlakuan air hijau dan wadah transparan tidak menunjukkan perbedaan pertumbuhan panjang mutlak (p>0,05).

Tabel 2 Kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian (LPH), pertumbuhan panjang mutlak (PPM), jumlah konsumsi pakan, dan rasio konversi pakan (FCR) pada akhir pemeliharaan juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer)

Parameter Uji Perlakuan

Air Hijau Wadah Gelap Wadah Transparan

Kelangsungan Hidup (%) 85,96 ± 5,48a 76,32 ± 6,96a 85,96 ± 8,04a

LPH (%) 10,10 ± 3,87a 7,88 ± 1,50a 9,63 ± 1.12a

PPM (cm) 1,24 ± 0,46a 0,92 ± 0,20b 1,35 ± 0,33a

FCR 0,89 ± 0,30a 1,44 ± 0,22a 1,25 ± 0,52a

Jumlah Pakan (g) 36,64±13,48a 30,92±1,90a 42,82±14,46a

Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

(23)

11 pemeliharaan sesuai dengan SNI (1999) kecuali pada amonia rata-rata ≥ 0,01 mg/l dan nitrit pada perlakuan air hijau setelah hari ke-10 ≥ 1 mg/l serta pada perlakuan dinding tertutup pada hari ke-20 ≥ 1 mg/l.

Gambar 6 Grafik kualitas air media pemeliharaan juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama 30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap dan transparan : (a) amoniak, (b) nitrit.

Tabel 3 Kualitas air media pemeliharaan juvenil ikan kakap putih setelah dipelihara selama 30 hari pada air hijau, wadah gelap dan transparan

Perlakuan Nitrit

Air Hijau 0,03-1,73 0,06-0,49 7,90-8,35 4,89-5,16

32,31-34,07 29,35 30,73

Transparan 0,03-0,20 0,06-0,25 8,01-8,33 4,84-5,05

32,60-Nilai kelangsungan hidup merupakan kunci utama dalam kegiatan budidaya ikan karena jumlah ikan yang hidup dapat mempengaruhi nilai produksi budidaya. Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih berukuran 1-2 cm berkisar antara 76,32-85,96% (p>0,05). Nilai

(24)

12

kelangsungan hidup pada penelitian ini diukur setelah dilakukan pemeliharaan selama 30 hari. Banyak faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup seperti kondisi lingkungan, kanibalisme, dan kualitas air. Kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan karakteristik ikan dapat menyebabkan ikan mengalami stres hingga menyebabkan kematian. Parameter lingkungan perairan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan seperti intensitas cahaya, DO, suhu, dan salinitas. Tingkat kematian ikan banyak terjadi pada 10 hari pertama (Gambar 1) karena pada 10 hari pertama diduga ikan masih dalam tahap adaptasi terhadap lingkungan. Juvenil ikan kakap putih diduga akan mengalami stres saat mengalami perubahan sistem pemeliharaan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Kondisi stres pada juvenil ikan kakap putih ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa darah pada 10 hari pertama. Hal ini sesuai dengan Barcellos et al. (2010) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar glukosa darah dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan hormon cortisol yang dapat mengakibatkan stres pada ikan. Berdasarkan uji statistik tingkat kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini diduga bahwa kondisi cahaya pada masing-masing perlakuan tidak mempengaruhi kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih. Menurut Barlow et al. (1995) larva ikan kakap putih tumbuh semakin cepat di bawah kondisi 8, 16, dan 24 jam cahaya setiap hari dengan tingkat kelangsungan hidup tidak berbeda.

Laju pertumbuhan harian juvenil ikan kakap putih berkisar antara 7,88-10,10% (p>0,05). Pertumbuhan panjang mutlak juvenil ikan kakap putih berkisar antara 0,92-1,35cm (p<0,05). Pada kondisi wadah gelap maka cahaya cenderung diserap oleh wadah, sedangkan pada warna terang (wadah transparan) maka sebagian besar cahaya dipantulkan kembali dan tidak diserap oleh wadah. Boeuf dan Bail (1999) menyatakan bahwa lamanya pencahayaan dapat meningkatkan kualitas komoditas, karena pengaruh yang seimbang antara ketersediaan makanan dengan lamanya penyinaran. Hal tersebut mengakibatkan semakin lama penyinaran maka larva dapat mencari dan memangsa makanan dalam waktu yang lebih lama. Jumlah konsumsi pakan juvenil ikan kakap putih pada air hijau yaitu 36,64±13,48 g, pada wadah gelap 30,92±1,90 g, dan pada wadah transparan 42,82±14,46 g. Konversi pakan juvenil ikan kakap putih pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan berkisar antara 0,89-1,44 (Tabel 1). Ikan yang mendapatkan asupan pakan lebih banyak memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan ikan yang kurang mendapatkan pakan, baik itu penambahan bobot ataupun penambahan panjang. Menurut Effendi (2003) pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu internal genetik, umur, dan ketahanan penyakit serta faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kualitas air, makanan, suhu, dan cahaya.

oksigen tertinggi pada perlakuan air hijau yaitu 0,98±0,52 mg O2/g jam sedangkan

(25)

13 O2/g jam. Pada hari ke-30 tingkat konsumsi oksigen tertinggi terjadi pada

perlakuan wadah gelap yaitu 0,37±0,09 mg O2/g jam sedangkan tingkat konsumsi

oksigen terendah pada perlakuan wadah transparan yaitu 0,31±0,05 mg O2/g jam.

Tingkat konsumsi oksigen pada juvenil ikan kakap putih semakin hari semakin menurun (Gambar 4). Hal tersebut diduga juvenil ikan kakap putih terus melakukan proses adaptasi. Kondisi adaptasi dapat ditunjukkan pada hari ke-30 tingkat konsumsi oksigen sudah berada pada titik yang lebih stabil (Gambar 4) dan nilai kadar glukosa darah pada hari ke-30 cenderung menurun dan memiliki nilai yang hampir sama dengan kadar glukosa sebelum diberi perlakuan (Gambar 5). Selain itu, tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan kakap putih semakin hari semakin menurun diduga karena adanya bertambahnya bobot ikan. Ikan yang memiliki bobot lebih besar memiliki intensitas metabolisme yang lebih sedikit sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Selain itu menurunnya tingkat konsumsi oksigen pada juvenil ikan kakap putih dipengaruhi dengan kondisi cahaya pada media pemeliharaan. Semakin terang kondisi media pemeliharaan menyebabkan pertumbuhan bobot semakin besar (Gambar 2). Hal tersebut sesuai dengan Karyawati et al. (2004) bahwa konsumsi oksigen tripang pada kondisi air statis terjadi penurunan yang lebih signifikan pada bobot tripang yang lebih besar, serta Moles et al. (1998) menyatakan bahwa pada kondisi cahaya terang menyebabkan konsumsi oksigen semakin menurun. Jumlah oksigen akan mempengaruhi jumlah bahan bakar yang akan digunakan untuk aktifitas biota. Kandungan oksigen pada air laut yang rendah akan mengakibatkan laju metabolisme yang rendah sehingga aktivitas hidup juga akan terbatas.

(26)

14

disebabkan oleh beberapa faktor. Respons dari stres dapat berupa menurunnya volume darah, jumlah leukosit, penurunan glikogen hati, dan terjadinya peningkatan glukosa darah (Affandi dan Tang 2002). Glukosa darah merupakan sumber pasokan bahan bakar utama serta substrat esensial yang akan digunakan untuk sel otak (Hastuti et al. 2003). Warna wadah dan media akan mempengaruhi intensitas cahaya dan panjang gelombang yang akan dipantulkan kembali. Keberadaan cahaya yang terlalu intensif dapat menyebabkan beberapa jenis organisme akuatik mengalami stres dan mati (Boeuf dan Bail 1999).

Perlakuan warna wadah dan media pemeliharaan pada juvenil ikan kakap putih tidak mempengaruhi kualitas air seperti suhu, salinitas, pH, dan DO. Hal ini diduga karena sistem pengelolaan air pada pemeliharaan menggunakan sistem ganti air sebanyak 70% sebanyak dua kali sehari sehingga kondisi air selalu terbarukan. Suhu pada perlakuan air hijau, wadah gelap dan transparan berkisar antara 29,33-30,99˚C (Tabel 3). Suhu air media pemeliharaan cukup stabil dan berada pada kisaran standar. Menurut Bermudes et al. (2010) suhu perairan mampu mempengaruhi pertumbuhan, kebutuhan energi dari ikan kakap putih. Salinitas air laut pada wadah pemeliharaan pada kisaran standar yaitu 31,93-34,34 ppt (Tabel 3). Berdasarkan SNI (1999) salinitas untuk juvenil ikan kakap putih yang dipelihara pada bak berkisar antara 28-35 ppt. Salinitas adalah konsentrasi ion yang terdapat di perairan. Toleransi terhadap salinitas tergantung dari umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, kelangsungan hidup, dan orientasi migrasi (Effendi 2003). Nilai pH pada wadah pemeliharaan berada pada kisaran standar yaitu berkisar antara 8,087- 8,134. Hal tersebut sesuai dengan kisaran SNI (1999) bahwa kisaran pH pembenihan ikan kakap putih antara 7,8-8,5. Derajat keasaman menunjukkan aktifitas ion hidrogen dalam larutan. Konsentrasi pH dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena dapat mempengaruhi kehidupan dari jasat renik. Nilai pH air laut relatif lebih konstan dibandingkan dengan pH air tawar karena adanya penyangga dari hasil keseimbangan karbondioksida, asam karbonat, karbonat, dan bikarbonat yang disebut buffer. Nilai pH biasanya dipengaruhi oleh proses fotosintesis, buangan industri, dan limbah rumah tangga (Sastrawijaya 2000). Kondisi oksigen terlarut pada pemeliharaan air hijau, dinding tertutup, dan transparan masih berkisar pada konsisi normal yaitu 4,97-5,21 ppm. Hal tersebut sesuai dengan SNI (1999)

bahwa oksigen terlarut pembenihan kakap putih ≥5 ppm. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua kepentingan yaitu untuk kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Kadar oksigen terlarut berfluktuatif secara harian, musiman, pencampuran masa air, aktifitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke perairan (Effendi 2003).

(27)

15 (Tabel 3) selama pemeliharaan sesuai dengan SNI (1999) kecuali pada amonia rata-rata ≥ 0,01 mg/l dan nitrit pada perlakuan air hijau setelah hari ke-10 ≥ 1 mg/l serta pada perlakuan. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan air hijau terdapat penambahan biota lain yaitu fitoplankton yang juga melakukan kegiatan metabolisme sehingga tumpukan bahan organik bukan hanya berasal dari ikan tetapi dari fitoplankton yang mati. Pada perlakuan wadah gelap menyebabkan kondisi perairan menjadi gelap, diduga dapat menghambat cahaya masuk ke dalam perairan sehingga pertumbuhan bakteri penguraian amonia menjadi terhambat. Menurut Effendi (2003) warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses nitrifikasi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan media air hijau, wadah gelap dan wadah transparan memiliki kelangsungan hidup sebesar 85,96±5,48%, 76,32±6,96%, dan 85,96±8,04%, serta memiliki pertumbuhan sebesar 10,10±3,87%, 7,88±1,50%, dan 9,63±1,12%. Perlakuan media air hijau, wadah gelap, dan wadah transparan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak dan perlakuan paling baik pada air hijau dan wadah transparan.

Saran

Pemeliharaan juvenil kakap putih lebih baik dilakukan pada media air hijau atau wadah transparan. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kelangsungan hidup dan pertumbuhan juvenil ikan kakap putih pada media air hijau, wadah gelap dan wadah transparan dengan penambahan parameter uji yaitu pengukuran intensitas cahaya dan pengamatan isi lambung ikan pada media air hijau.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID) : Unri Pers

Aliabbas A. 2002. Kualitas Nannochloropsis sp. akibat lama penyimpanan nata de nanno. Program Studi Budidaya Perairan. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Balinda D. 2012. Penggunaan daya hantar listrik (DHL) sebagai indikator isoosmotik untuk kinerja pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius sp.). [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(28)

16

Barcellos LJG, Marqueze A, Trapp M, Quevedo RM, Ferreira D. 2010. The effectc off fasting on cortisol, blood glucose and liver and muscle glycogen in adult jundia Rhamdia quelen. Aquaculture. 300:231-236.

Barlow CG, Pearce MG, Rodgers LJ, Clyton P. 1995. Effect of photoperiod on growth, survival and feeding periodicity of larva and juvenil barramundi Lates calcarifer (Bloch). Aquaculture. 138: 159-168.

Bermudes M, Glencross B, Austen K., Hawkins W. 2010. The effects of temperature and size on the growth, energy budget and waste outputs of barramundi (Lates calcarifer). Aquaculture. 306: 160-166.

Boeuf G, Bail PYL. 1999. Does light have an influence on fish growth?. Journal of Aquaculture. 177: 129-152.

Bratawijaya. 2006. Immunologi Dasar. Edisi 7. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Coutteau P. 1996. Manual on the production and use of live food for aquaculture. Fisheris Technical Paper. 361:7-48

Davis TLO. 1985. The food of barramundi, Lates calcarifer (Bloch), in coastal and inland waters of van diemen gulf and the gulf of Carpentaria, Australia. Jurnal of Fish Biology. 26(6):669-682

Eames SC, Philipson LH, Prince VE, Kinker MD. 2010. Blood sugar measurement in zebrafish reveals dynamics of glucose homeostasis. Molecular Metabolism and Nutrition. (7)2: 205-213

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Erlangga

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara

Gardner C, Maguire GB. 1998. Effect of photoperiod and light intensity on survival, development and cannibalism of larvae of the Australian giant crab Pseudocarcinus gigas (Lamarck). Aquaculture. 165: 51-63.

Hastuti S, Supriyono E, Mokoginta I, Subandio. 2003. Respon glukosa darah ikan gurame (Osphronemus gouramy, LAC.) terhadap stres perubahan suhu dan lingkungan. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(2): 73-77.

Huisman EA. 1987. The Principles of Fish Culture Production. Netherland (NL): Departemen of Aquaculture. Wageningen University.

Karyawati T, Hartati R, Rudiana E, 2004. Konsumsi oksigen tripang hitam (Holothuria atra) pada sistem statis dan sistem dinamis. Ilmu Kelautan. 9(3) :169-173.

(29)

17 Moles MLF, Tisler TB, Sagredo JP, Cervantes OC, Rio LFR. 1998. Effect of variation in photoperiod and light intensityon oxygen consumtion, lactate concentration and behavior in Crayfish Procambarus clarkii and Procambarus digueti. Biochem. 119A(1): 263-269.

Moria SBS, Darmansyah, Arfah R, Sugama K. 1996. Pengaruh frekuensi pemberian pakan berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan hidup larva teripang pasir Holothura scabra. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 11(2):42-47

Mukai Y, Lim LS. 2012. Visual thresholds for feeding and optimum light intensity for larval rearing of Asian seabass, Lates calcarifer (Bloch). Aquaculture Research. DOI: 10.1111/j.1365-2109.2012.03213.x

Okelsrud A, Pearson RG. 2007. Acute and postexposur effect of ammonia toxicity in juvenile barramundi (Lates calcarifer [Bloch]). Marine and Tropical Biology. 53(4):624-31.

Putra AE. 2006. [ringkasan]. Teknik Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) di UD. Kakap mandiri Desa Banyupoh Kecamatan Grokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.

Said DS, Supyawati WD, Noortiningsih. 2005. Pengaruh jenis dan kondisi cahaya terhadap penampilan warna ikan pelangi merah Glossolepis incius Jantan. Jurnal Iktiologi Indonesia. 3(2):61-67.

Sastrawijaya AT. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta (ID): Penerbit Rineka Cipta.

[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 1999. Produksi Benih Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) Kelas Benih Sebar, SNI 01-614.

Sugama KS, Ismi S, Kawahara, Rimmer M. 2003. Improvement of Larva Reariing Technique for Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). Aquacultur Asia Megezine Juli-September 2003. NACA. Bangkok. Thailand. Page 34-37 Tragistina, VN. 2011. Permintaan Kakap Putih Meningkat. [internet]. [diunduh 27

Juli 2013]. Tersedia di : http://industri.kontan.co.id/news/kkp-targetkan-produksi-ikan-kakap-sebanyak-5.500-ton-tahun-ini-1

Watanabe S, Ahmed F, Segawa S, Yokota M. 2008. Effect of light on oxigen consumption and ammonia excretion in Haliotis discus discus, H. Gigantea, H. Madaka and their hybrids. Aquaculture. 279:160-165.

(30)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data penelitian pendahuluan kepadatan fitoplankton Nannochloropsis sp.

Kepadatan Plankton (sel/ml) Sintasan Juvenil Ikan Kakap Putih

20 000 0 %

6000 18 %

1800 45%

540 90 %

Lampiran 2 Cara mengukur kepadata Nannochloropsis sp.

Kepadatan Nannochloropsis sp. dihitung dengan menggunakan hoemacytometer. Perhitungan dilakukan dengan menghitung jumlah Nannochloropsis sp. pada kotak yang terlihat pada hemacytometer. Perhitungan jumlah kepadatan dapat dilakuan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Coutteau 1996) :

Keterangan :

A = rata-rata populasi terhitung dari 5 kotak sampel 25 = jumlah kotak total

1 = volume pengencer 0,1 = luas hemacytometer

Lampiran 3 Data kelangsungan hidup juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama 30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap dan transparan

Hari ke- Perlakuan

Air Hijau Wadah Gelap Wadah Transparan

0 100% 100% 100%

10 94,74% 81,58% 95,61%

20 92,98% 80,70% 90,35%

30 85,96% 76,32% 85,96%

Lampiran 4 Data pertumbuhan bobot juvenil ikan kakap putih (Lates calcarifer) selama 30 hari pemeliharaan pada air hijau, wadah gelap dan transparan

Hari ke- Perlakuan

Air Hijau Wadah Gelap Wadah Transparan

0 0,24 g 0,24 g 0,24 g

10 0,65 g 0,55 g 0,64 g

20 1,20 g 1,01 g 1,45 g

30 3,98 g 2,22 g 3,57 g

(31)

19

Air Hijau Wadah Gelap Wadah Transparan

0 2,18 cm 2,18 cm 2,18 cm

Air Hijau Wadah Gelap Wadah Transparan

0 1,32±0,49 mg O2/g jam 1,32±0,49 mg O2/g jam 1,32±0,49 mg O2/g jam

Air Hijau Wadah Gelap Wadah Transparan

0 48,00±18,20 mg/dl 48,00±18,20 mg/dl 48,00±18,20 mg/dl

5 62,67±12,60 mg/dl 53,67±9,30 mg/dl 84,00±20,10 mg/dl

10 70,00±7,00 mg/dl 79,67±15,50 mg/dl 48,00±16,10 mg/dl

30 56,00±31,20 mg/dl 47,00±7,80 mg/dl 66,33±21,00 mg/dl

Lampiran 8 Analisis statistik dan uji homogenisitas kelangsungan hidup (SR), rasio konversi pakan (FCR), laju pertumbuhan harian (LPH), pertumbuhan panjang mutlak (PPM), jumlah konsumsi pakan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Kelangsungan Hidup Residual tidak standar

N 9

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 7.68232427

Most Extreme Differences Absolute .202

(32)

20

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

FCR Residual tidak standar

N 9

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .35432251

Most Extreme Differences Absolute .234

Positive .139

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 1.38795413

Most Extreme Differences Absolute .208

Positive .208

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .20613675

Most Extreme Differences Absolute .232

Positive .169

Jumlah Konsumsi Pakan Residual tidak standar

N 9

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 10.86285289

Most Extreme Differences Absolute .239

(33)

21

ANOVA

Jumlah Nilai df Nilai rata-rata F Sig.

SR Antar Kelompok 186.052 2 93.026 1.951 .222

Dalam Kelompok 286.093 6 47.682

Total 472.145 8

FCR Antar Kelompok .456 2 .228 1.861 .235

Dalam Kelompok .735 6 .123

Total 1.192 8

LPH Antar Kelompok 8.247 2 4.123 3.303 .108

Dalam Kelompok 7.491 6 1.249

Total 15.738 8

PPM Antar Kelompok .309 2 .155 19.104 .002

Dalam Kelompok .049 6 .008

Total .358 8

JlmPakan Antar Kelompok 212.406 2 106.203 .808 .489

Dalam Kelompok 788.957 6 131.493

Total 1001.363 8

PPM Duncana

Perlakuan N alfa = 0.05

1 2

2.00 3 .9167

1.00 3 1.2433

3.00 3 1.3533

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanggulangin, 5 April 1991 dari Ayah Dadan Darmansyah dan Ibu Suparmi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMA Negeri 1 Kotagajah dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Teknologi dan Manejemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara mengambil komoditas pembesaran udang vaname, Balai Besar Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang mengambil komoditas pembesaran udang vaname, dan Praktek Lapang Akuakultur di Balai Budidaya Laut Lombok mengambil komoditas budidaya tiram mutiara. Penulis juga pernah menjadi Asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan semester ganjil tahun ajaran 2011/2012. Selain itu penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2010/2011 dan 2011/2012. Tugas akhir dalam pendidikan terakhir diselesaikan

Gambar

Gambar 3 Panjang rata-rata juvenil ikan kakap putih ( Lates calcarifer) yang
Gambar 5 Kadar glukosa darah juvenil ikan kakap putih ( Lates calcarifer) setelah
Tabel 3 Kualitas air media pemeliharaan juvenil ikan kakap putih setelah

Referensi

Dokumen terkait

Bahan untuk analisis proksimat, asam lemak, asam amino, total karotenoid, dan α-tokoferol meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H 2 SO 4 pekat (merck), NaOH (merck),

Permodalan Dan Unit Usaha Koperasi Perkembangan anggota koperasi pada KPRI Agro Sejahtera, KopKar Aroma, KUD Rama yang dikelola kaum laki-laki dan Kopwan Sekar

Santri Story adalah game petualangan yang menarik dan menyenangkan serta cocok untuk pembelajaran pengenalan huruf hijaiyah dibuktikan dengan hasil survei kepada responden yang

7.2.5 Membuat laporan berkala dan laporan khusus Instalasi Rawat Jalan dengan menganalisa data pelaksanaan, informasi, dokumen dan laporan yang di buat oleh bawahan untuk

Dalam hal jadwal keberangkatan dari Perusahaan Penerbangan di mana Tertanggung telah check-ln dan diatur untuk melakukan perjalanan ternyata ditunda

Berdasarkan tinjauan tersebut, maka penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, walaupun penelitian kedua lebih cenderung memiliki persamaan, namun fokus

Berdasarkan angket dari berbagai kompetensi, penguasaan metode pembelajaran yang mendidik adalah kompetensi yang paling banyak tidak diajarkan dalam PPL, sebagian besar