• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi Deret Waktu Secara Ensemble

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi Deret Waktu Secara Ensemble"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI POLA PERGERAKAN HARGA BERAS MELALUI

DEKOMPOSISI DERET WAKTU SECARA

ENSEMBLE

CASIA NURSYIFA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi Deret Waktu Secara Ensemble adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

CASIA NURSYIFA. Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi Deret Waktu Secara Ensemble. Dibimbing oleh HARI WIJAYANTO dan BAGUS SARTONO.

Harga beras merupakan salah satu indikator yang penting untuk mengetahui ketersediaan beras. Metode Ensemble Empirical Mode Decomposition (Ensemble EMD) merupakan pendekatan alternatif analisis perilaku dari fluktuasi harga beras melalui proses dekomposisi data menjadi beberapa intrinsic mode functions (IMFs) dan residu. Metode EMD mampu bekerja pada kondisi data yang bersifat tak linear dan tak stasioner sehingga sesuai dengan karakteristik harga beras yang tidak stabil antar musim dan tahun. Konsep ensemble dibutuhkan agar karakteristik skala yang dihasilkan dalam IMF menjadi lebih optimal dengan menambahkan serangkaian white noise pada data. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pola deret waktu dari perkembangan harga beras bulanan dan mingguan di Kota Jakarta dengan Ensemble EMD. Pendekatan Ensemble EMD ini menghasilkan tiga IMF yang memiliki kontribusi terbesar terhadap volatilitas harga. beras bulananan. Ketiga IMF tersebut memiliki rataan periode 1.1, 2.8 dan 5.6 tahun. Sementara itu, hasil dekomposisi data harga beras mingguan menunjukkan kontribusi yang tinggi untuk IMF dengan rataan periode masing-masing sebesar 0.5, 1.0, dan 3.4 tahun. Komponen tren memberikan kontribusi dominan terhadap perubahan harga beras. Hal tersebut dapat dilihat melalui kontribusi tren sebesar 92.40% untuk data harga bulanan dan 96.34% untuk data harga mingguan. Selanjutnya hasil rekonstruksi fine-to-coarse data harga mingguan memperlihatkan bahwa semua IMF yang dihasilkan dari dekomposisi data mingguan termasuk dalam komponen berfrekuensi tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa proses ketidakseimbangan permintaan dan penawaran pasar serta faktor cuaca mempengaruhi stabilitas harga beras.

Kata kunci: empirical mode decomposition, ensemble, harga beras

ABSTRACT

CASIA NURSYIFA. Identification of The Time Series Pattern of Rice Price Using Ensemble Decomposition. Supervised by HARI WIJAYANTO and BAGUS SARTONO.

(5)

optimalize the characteristic scale of the IMF by adding a series of white noise in the data. This research was carried out on the identification of the time series pattern of monthly and weekly rice price in Jakarta using Ensemble EMD. Our Ensemble EMD approach resulted three IMFs which have large contribution to volatility of monthly rice price. Those are IMFs whose mean periods of 1.1, 2.8 and 5.6 years respectively. Meanwhile, from the weekly dataset, Ensemble EMD revealed three high contribution IMFs, whose mean period of 0.5, 1.0, and 3.4 years. Trend component contributes dominantly to the price level change. It could be seen by its contribution as long as 92.40% for monthly data and 96.34% for weekly data. Furthermore, the reconstruction of fine-to-coarse for weekly price data shows that all IMFs produced by decomposition weekly rice price are included in the high frequency component. It indicates that the imbalance of supply and demand market and the weather factor still affect the stability of rice prices in Jakarta.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

IDENTIFIKASI POLA PERGERAKAN HARGA BERAS MELALUI

DEKOMPOSISI DERET WAKTU SECARA

ENSEMBLE

CASIA NURSYIFA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi

Deret Waktu Secara Ensemble

Nama : Casia Nursyifa

NIM : G14090002

Disetujui oleh

Dr Ir Han Wijayanto, MSi Dr B us Sartono MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

,><", I\; -,

(10)

Judul Skripsi : Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi Deret Waktu Secara Ensemble

Nama : Casia Nursyifa NIM : G14090002

Disetujui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi Pembimbing I

Dr Bagus Sartono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ialah analisis perilaku harga beras, dengan judul Identifikasi Pola Pergerakan Harga Beras Melalui Dekomposisi Deret Waktu Secara Ensemble.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hari Wijayanto, MSi dan Bapak Dr Bagus Sartono, MSi selaku pembimbing serta Bapak Dr Farit M. Afendi, MSi selaku penguji yang telah banyak memberi saran. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada pihak BOPTN IPB yang telah membantu mendanai penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Lely Pelitasari dan Bapak Gandhi Prarista dari Divisi Analisis Harga dan Pasar, Perum BULOG serta Bapak Bambang Wisnubrata dan Bapak Bonny Y.A. Hasudungan dari Bapokstra Kemendag yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ama, Bunda, Teh Angi, De Adam, Aki Wawan dan Nenek Etih atas segala support, doa dan kasih sayangnya. Lusi, Bibah, Marco, Toro, Indah, Bodro, Rossi, Fajri, Ka Nurul, Ka Dewi dan seluruh teman-teman statistika 46 dan 47 yang mendukung penuh proses penulisan skripsi ini. Ibu Markonah, Ibu Tri, Pak Iyan, Mang Iyus, Mang Iqbal serta semua kru Departemen Statistika IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Empirical Mode Decomposition (EMD) 2 Ensemble Empirical Mode Decomposition (Ensemble EMD) 3

Rekonstruksi Fine to Coarse 4

METODE 5

Data 5

Metode 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Deskripsi Harga Beras 6

Dekomposisi 7

Evaluasi Dekomposisi 10

Komposisi 13

SIMPULAN 13

SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 19

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rataan Periode, Korelasi, dan Ragam IMF dan Tren Harga Beras 9 2 Rataan Periode, Korelasi, dan Ragam IMF dan Tren Harga Beras

Mingguan 10

3 Perbandingan Hasil Perhitungan Rataan Periode IMF Mingguan dengan

Metode 1 dan Metode 2 11

4 Jumlah IMF yang Hasil Dekomposisi Data Bulanan dan Mingguan 12 5 Rataan, Standar Deviasi dan P-Value dari Statistik Uji-t 13

DAFTAR GAMBAR

1 Pergerakan Harga Beras Bulanan 1985-2012 di Kota Jakarta 6 2 Pergerakan Harga Beras Mingguan Januari 2002- Agustus 2013 6 3 Hasil Dekomposisi Ensemble EMD Harga Beras Bulanan 7 4 Hasil Dekomposisi Ensemble EMD Harga Beras Mingguan 8

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan komoditas vital bagi masyarakat Indonesia dengan angka konsumsi beras per kapita per minggu rata-rata mencapai 1.7 kg (BPS 2012). Kontribusi beras dalam sumbangan konsumsi kelompok padi-padian pun tetap dominan yakni 80.7% dari total energi padi-padian(1.2 kkal/kapita/hari) pada tahun 2010 (Direktorat Tanaman Pangan 2012). Sebagai komoditas yang strategis, ketersediaan beras penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait erat dengan upaya pemenuhan kebutuhan beras domestik baik itu melalui produksi dalam negeri ataupun kebijakan izin impor beras. Salah satu indikator ketersediaan beras adalah harga beras itu sendiri.

Pada kenyataannya, kondisi harga beras di Indonesia terus berubah (tidak stabil). Ketidakstabilan ini menurut Sawit (2001) dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Pertama, ketidakstabilan harga beras antar musim yaitu musim panen dan musim paceklik. Kedua, ketidakstabilan antar tahun karena pengaruh iklim seperti kekeringan atau kebanjiran serta fluktuasi harga beras di pasar internasional.

Metode Empirical Mode Decomposition (EMD) diperkenalkan oleh Huang et al. (1998). Metode ini banyak digunakan pada bidang ilmu geofisika dan biomedis. EMD ialah teknik analisis yang empiris dan adaptif terhadap pemrosesan data, khususnya yang bersifat tak linear dan tak stasioner. Hal ini sesuai dengan karakteristik harga beras yang memiliki ketidakstabilan antar musim dan tahun. Zhang et al. (2008) mengemukaan bahwa prinsip EMD ialah menguraikan data runtun waktu menjadi sejumlah intrinsic mode functions (IMFs) yang independen dan cenderung periodik berdasarkan skala karakteristik lokal. Skala karakteristik lokal itu sendiri didefinisikan sebagai jarak antara dua nilai ekstrim lokal secara berurutan dalam EMD sehingga IMF yang dihasilkan dapat lebih mudah diinterpretasikan. Kemudian Wu dan Huang (2005) mengembangkan EMD melalui konsep ensemble agar skala karakteristik yang dihasilkan dalam IMF menjadi lebih natural dengan menambahkan serangkaian white noise pada data.

(15)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ialah mengetahui perilaku harga beras bulanan dan harga beras mingguan di Kota Jakarta.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan mampu menguraikan secara lebih menyeluruh siklus dari naik turunnya harga beras bulanan dan mingguan di Kota Jakarta.

TINJAUAN PUSTAKA

Empirical Mode Decomposition (EMD)

Empirical Mode Decomposition (EMD) yang diperkenalkan oleh Huang et al. (1998) merupakan suatu metode adaptif yang dirancang untuk merepresentasikan sinyal tak stasioner dan tak linear dengan asumsi bahwa sinyal tersebut tersusun atas osilasi sederhana lokal yang berbeda-beda. EMD bertujuan untuk memisahkan sinyal menjadi beberapa subsinyal. Tiap-tiap subsinyal inilah yang dinamakan intrinsic mode function (IMF). Keseluruhan tahapan metode EMD merupakan proses iteratif untuk mengekstrak sinyal terhadap komponen lokalnya dalam rentang frekuensi tertinggi. Secara lengkap algoritma EMD ialah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi semua nilai ektstrim lokal, maksimum dan minimum dari data input deret waktu, x dengan 1 < t < n. Suatu nilai lokal maksimum pada periode ke-t dapat diketahui jika x > x( - ) dan x > x . Sebaliknya, nilai lokal minimum periode ke-t ditentukan apabila < x(- ) dan x t < .

2. Membuat tepi atas, dan tepi bawah, , melalui titik-titik ekstrim lokal maksimum dan minimum yang dihubungkan dengan interpolasi cubic spline

3. Menghitung rataan / 2.

4. Mengekstrak detail sebagai bakal IMF, - . 5. Menganalisis keterpenuhan detail sebagai syarat suatu IMF yakni:

a. Fungsi memiliki jumlah zero-crossings dan ekstrim yang sama banyak atau berbeda satu saja. Suatu zero-crossing dapat diidentifikasi apabila

< 0 < ( - )atau > 0 > ( - ).

b. Fungsi bersifat simetri terhadap rataan nol lokal (local zero mean) Apabila detail bukan merupakan suatu IMF maka ulangi langkah 1-5, subsequent sifting, dengan menetapkan sebagai pada iterasi selanjutnya:

Proses ini terus dilakukan hingga memenuhi kriteria pembentukan suatu IMF. Apabila detail merupakan suatu IMF setelah k iterasi,

(16)

3

maka IMF ke-1diperoleh melalui persamaan = . 6. Mengekstrak residu, - .

7. Mengecek residu sebagai suatu fungsi monoton (tidak memiliki nilai ekstrim). Jika residu bukan fungsi monoton maka ulangi langkah 1 – 7 (sifting) sebanyak i iterasi. Jika residu termasuk fungsi monoton maka proses sifting dihentikan:

r - - dengan

Pada proses sifting di atas, IMF pertama, , memiliki skala terbaik. Residu yang dihasilkan setelah mengekstrak memiliki variasi periode yang lebih panjang. Oleh karena itu, IMF diekstrak mulai dari frekuensi tinggi hingga frekuensi rendah.

Berkaitan dengan kriteria henti untuk mengekstrak sebuah IMF (algoritma EMD langkah ke 1-5), Huang et al. (1998) menentukan kriteria henti berdasarkan selisih kuadrat yang telah dinormalkan antara dua subsequent sifting yang berurutan, dengan ketentuan apabila persamaan (1) lebih kecil dari nilai yang telah ditentukan sebelumnya (predetermined value):

. (1)

Kriteria henti yang lain juga diusulkan oleh Huang et al. (1998) untuk mengurangi dependensi terhadap pengaruh nilai amplitudo lokal dengan persamaan (2) berikut:

. (2)

Akan tetapi kedua kriteria tersebut susah untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, Huang et al. (2003) menentukan kriteria henti berdasarkan jumlah zero-crossings dan ekstrim. Keduanya harus berjumlah sama atau berbeda hanya satu saja. Saat kondisi tersebut dapat tercapai secara berturut-turut sebanyak S kali, maka proses sifting dihentikan. Metode ini disebut kriteria penghentian S (S stoppage). Nilai S dapat ditentukan antara 3-8.

Sementara itu keseluruhan tahap sifting juga dapat dihentikan dengan beberapa cara. Salah satu diantaranya ialah menentukan nilai konsekuensi substansial yang harus dicapai komponen ataupun residu Kriteria lainnya adalah melakukan sifting hingga residu menjadi suatu fungsi monoton sehingga tidak ada lagi IMF yang dapat diekstrak. Alur umum proses EMD dapat dilihat pada Lampiran 1. Selanjutnya, sinyal awal dapat diekspresikan sebagai penjumlahan semua IMF dan residu sebagai berikut:

x

dengan M adalah total IMF yang dihasilkan dan rataan dari tren atau sebuah konstan.

Ensemble Empirical Mode Decomposition (Ensemble EMD)

(17)

4

IMF yang berbeda. Untuk itu, Wu dan Huang (2004) mendefinisikan komponen IMF sebagai rataan dari suatu ensemble yang dilakukan, dengan penambahan white noise beramplitudo tetap terhadap data awal terlebih dahulu di masing-masing perulangan. Pemberian white noise dalam ensemble ini mampu memisahkan skala secara natural (Wu dan Huang 2004). Prosedur Ensemble EMD ialah sebagai berikut:

1. Penambahan serangkaian white noise pada data target.

2. Mendekomposisi data yang telah diberikan white noise menjadi beberapa IMF.

3. Mengulangi langkah 1-2 secara iteratif sebanyak N, tetapi dengan white noise yang berbeda di tiap iterasinya.

4. Menghitung IMF dan residual (ditetapkan sebagai tren) dari rataan ensemble dengan persamaan:

Pada dasarnya, penambahan white noise ini akan membentuk frame ruang waktu-frekuensi yang seragam untuk pembentukan suatu IMF dari sinyal dengan skala yang beragam. Karena penambahan white noise yang berbeda di tiap-tiap iterasi, maka hasilnya pun masih kotor (noisy result). Akan tetapi, dengan menghitung rataan seluruh hasil ensemble maka akan memberikan efek saling

“ e bers hk ”

Secara matematis, besarnya pengaruh pemberian white noise dapat diketahui melalui persamaan berikut (Wu dan Huang 2004):

฀,

dengan N adalah jumlah anggota ensemble, ฀ adalah amplitudo dari white noise yang diberikan dan ฀ sebagai hasil akhir standar deviasi dari error yang didefinisikan sebagai selisih antara data awal dengan IMF yang bersesuaian. Jumlah anggota ensemble dapat ditentukan sebanyak 100 percobaan (Zhang et al. 2010) dengan standar deviasi white noise antara 0.1 atau 0.2 (Zhang et al. 2008). Skema tahapan Ensemble EEMD dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 2.

Rekonstruksi Fine to Coarse

Agar memudahkan interpretasi dari formasi data yang telah dihasilkan algoritma Ensemble EMD, Zhang et al. (2008) mengusulkan suatu perspektif baru melalui penggunaan proses rekonstruksi fine-to-coarse. Metode ini mampu menyusun serangkaian IMF yang terbentuk menjadi dua kelompok utama, pertama adalah bagian dengan proses fluktuasi (a fluctuating process) berfrekuensi tinggi dan kedua ialah bagian dengan perubahan lambat (slowly varying part) berfrekuensi rendah. Sementara residu ditetapkan sebagai tren yang mencerminkan perubahan di sepanjang rataan periode yang panjang.

Berikut algoritma yang digunakan:

1. Menghitung deret waktu yang merupakan gabungan K buah IMF pertama atau

̂ ∑ ,

(18)

5

2. Menguji apakah rata-rata ̂ berbeda signifikan terhadap nol atau tidak. 3. Menetapkan bagian dengan perubahan lambat yang didefinisikan sebagai

rekonstruksi parsial IMF dari indeks K yang teridentifikasi sebagai titik perubahan signifikan hingga indeks akhir. Sisanya ditentukan sebagai bagian dengan proses fluktuasi.

METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Perum BULOG dan Kementerian Perdagangan Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis. Karakteristik data yang diperoleh merupakan data deret waktu berupa data harga beras bulanan periode 1985 hingga 2012 serta data harga beras harian periode Januari 2002 hingga Agustus 2013. Cara pengumpulan data untuk harga beras berasal dari rekapitulasi hasil penarikan sampel dari beberapa pedagang berdasarkan harga final di beberapa pasar tradisional yang relatif besar. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ms. Excel 2010 dan R.3.0.1

Metode

Persiapan data yang dilakukan sebelum analisis ialah pemeriksaan data deret waktu yang akan digunakan agar tidak terdapat komponen data yang kosong melalui penanganan missing value. Missing value diisi dengan menggunakan asumsi harga beras sama dengan periode sebelumnya. Selanjutnya, data harga beras harian diubah menjadi data mingguan. Selengkapnya metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Membuat plot data input harga beras bulanan dan mingguan.

2. Mengekstrak sekumpulan IMF dan residu berdasarkan algoritma Ensemble EMD

3. Mengetahui kontribusi masing-masing IMF yang dihasilkan terhadap data input dengan menggunakan rataan periode, korelasi Pearson dan persentase rasio ragam. Rataan periode ditentukan melalui tahapan sebagai perikut: a. Menentukan keutuhan puncak atau lembah di kedua ujung IMF. Jika

terdapat bagian yang tidak utuh, maka data akan dipangkas hingga titik poin yang membentuk zero-crossing.

b. Menghitung jumlah puncak dan lembah. Jika jumlah keduanya sama maka rataan peride dapat langsung dihitung dengan ketentuan jumlah data dibagi dengan jumlah lembah/puncak. Apabila tidak sama, maka rataan periode dihitung dari jumlah data dibagi rata-rata jumlah puncak dan lembah.

4. Melakukan rekonstruksi fine-to-coarse.

(19)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Harga Beras

Data pertama yang digunakan ialah data harga beras bulanan periode 1985-2012. Dari total sebanyak 336 poin, harga beras memperlihatkan tren untuk terus naik. Harga beras memperlihatkan tren untuk terus naik. Akan tetapi, harga cenderung stabil di harga kurang dari Rp 1000/kg hingga memasuki tahun 1998. Tahun 1998 terjadi kenaikan paling tajam selama tujuh bulan berturut-turut yakni bulan Maret hingga September 1998 dengan harga beras berada di kisaran Rp 3402 per kilogram. Kenaikan ini merupakan akibat dari krisis ekonomi moneter yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997. Upaya pemerintah untuk menurunkan beras dapat terlihat dari turunnya harga beras hingga ke titik Rp 2.461,00 pada penghujung tahun 2000. Selanjutnya perilaku harga beras mulai bergerak dengan fluktuasi relatif kecil.

Gambar 1 Pergerakan Harga Beras Bulanan 1985-2012 di Kota Jakarta Sementara itu, data kedua pada Gambar 2 memiliki interval waktu yang lebih pendek dan jumlah observasi yang lebih banyak, berupa harga beras mingguan untuk periode 2002 - 2013. Secara keseluruhan pola pergerakan harga beras mingguan ini relatif stabil pada tahun 2002 hingga tahun 2005. Akan tetapi, kenaikan harga beras paling besar terjadi pada awal tahun 2002. Hal ini disebabkan oleh tingginya laju inflasi karena kenaikan bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik (BPPN 2002). Pada periode selanjutnya, pergerakan harga beras berada pada kisaran umum 0 – 8% dari harga beras minggu sebelumnya.

Gambar 2 Pergerakan Harga Beras Mingguan Januari 2002- Agustus 2013

(20)

7

Dekomposisi

Pembentukan IMF pada metode EMD dilakukan secara bertahap, dimulai dari dekomposisi data dengan frekuensi tertinggi hingga frekuensi terendah. Hasil akhir dari proses ini merupakan residu dengan frekuensi paling rendah. Proses sifting yang dilakukan menghasilkan 6 IMF dan residu untuk data bulanan (Gambar 3) serta 7 IMF dan residu untuk data mingguan (Gambar 4).

Gambar 3 Hasil Dekomposisi Ensemble EMD Harga Beras Bulanan

Pola yang cukup menarik terdapat pada Gambar 3. Seluruh IMF tidak memperlihatkan fluktuasi berarti hingga memasuki bulan ke 150 atau pertengahan tahun 1998. Harga beras masih bergerak di sekitar harga Rp 1.000,00/kg. Kondisi ini menunjukkan bahwa kestabilan harga beras dapat dipertahankan pada level musiman dan tahunan.

Selanjutnya, dampak dari krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 hingga 1998 memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap harga beras. Besarnya perubahan harga dapat dilihat melalui Gambar 3 pada wilayah arsiran pertama. Wilayah ini menandai penurunan nilai tukar rupiah yang merosot tajam dari rata-rata Rp 2.450,00 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513,00 akhir Januari 1998 hingga akhirnya dapat menguat kembali di angka sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999 (Tarmidi 1998). Kemudian wilayah arsiran kedua mengidentifikasi kenaikan harga beras sebagai pengaruh dari naiknya harga bahan bakar minyak pada awal tahun 2002 (BPPN 2002). Wilayah arsiran ketiga menandai perubahan BULOG menjadi Perum Bulog, tepatnya sejak tanggal 20 Januari 2003 (Bulog 2007). Dengan demikian tugas pokok BULOG adalah melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras

-250 0 250 -250 0 250 500 -60 -30 0 30 60 0 2000 4000 6000 8000 im f4 im f5 im f6 re s id u

Jan '86 Jan '90 Jan '94 Jan '98 Jan '02 Jan '06 Jan '10

bulan ke-0 2500 5000 7500 -300 -200 -100 0 100 200 -200 0 200 -200 0 200 s in y a l im f1 im f2 im f3

Jan '86 Jan '90 Jan '94 Jan '98 Jan '02 Jan '06 Jan '10

(21)

ke-8

(mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah – HPP), serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Bulog 2010).

Gambar 4 menyajikan hasil dekomposisi untuk harga beras mingguan. Wilayah arsiran pertama menandakan adanya kenaikan harga beras yang cukup besar Kenaikan ini diduga terjadi karena adanya masalah pada pasokan distribusi (Ariyani dan Raswa 2006). Akibatnya, inflasi pada periode ini, Desember 2006, berada di angka 1.21% (Kurniasih 2007). Sementara itu, wilayah arsiran kedua mengidentifikasi kenaikan harga beras di bulan Februari 2012 sebagai puncak dari masa paceklik dari tahun 2011 (Prihtiyani 2012).

Gambar 4 Hasil Dekomposisi Ensemble EMD Harga Beras Mingguan Berdasarkan syarat terbentuknya IMF yang merupakan fungsi simetri terhadap rataan lokal dengan jumlah zero-crossing dan ekstrim yang sama, maka rataan periode IMF dapat ditentukan berdasarkan jumlah puncak (maksima) data. Tabel.1 dan Tabel 2 menyajikan jumlah puncak, jumlah lembah dan rataan periode IMF untuk kedua data. Pola yang menarik dapat dilihat dari rataan periode yang terdapat pada tiap-tiap IMF secara berurutan. Rataan periode IMF untuk data bulanan secara berurutan sebesar 3, 7, 13, 34, 67 dan 117. Hal ini menunjukkan bahwa EMD merupakan dyadic filter (Flandarin et al. 2003). Rataan periode IMF untuk data mingguan yang terbentuk juga mengikuti faktor dua atau lebih.

Selanjutnya, hubungan dari tiap-tiap IMF dapat ditinjau berdasarkan korelasi terhadap data input, ragam, dan persentase rasio ragam terhadap data input. Prah dan Okine (2010) menjelaskan bahwa secara cepat dan sederhana koefisien korelasi mampu mencerminkan relevansi IMF terhadap data input. Secara umum, semakin tinggi rataan periode suatu IMF maka semakin tinggi korelasi IMF tersebut terhadap data observasi. Berdasarkan Tabel 1 IMF yang memiliki korelasi di atas 0.1 ialah IMF 4, IMF 5 dan IMF 6. Sementara untuk data mingguan, hanya IMF 6 dan IMF 7 yang memiliki korelasi di atas 0.1.

-200 0 200 -200 -100 0 100 -2.5 0.0 2.5 5.0 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 im f5 im f6 im f7 re s id u

M1'03 M1'05 M1'07 M1'09 M1'11 M1'13

minggu ke-4000 6000 8000 -200 -100 0 100 200 -100 0 100 -200 -100 0 100 200 -200 -1000 100 200 300 s in y a l im f1 im f2 im f3 im f4

M1'03 M1'05 M1'07 M1'09 M1'11 M1'13

(22)

ke-9

Pola ini mencerminkan bahwa IMF dengan indeks relatif tinggi memiliki pergerakan harga beras (naik ataupun turun) yang bertahan untuk waktu yang lama sebelum arah pergerakannya berubah sehingga cukup erat hubungannya dengan kondisi data awal dengan perubahan besar lebih dipengaruhi oleh efek kejadian-kejadian insidentil di tahun-tahun tertentu. Sementara itu, IMF dengan indeks kecil yang memiliki rataan periode pendek cenderung sangat fluktuatif dan berlawanan dengan arah gerak harga secara umum. Oleh karena itu, golongan IMF ini memiliki tidak memiliki hubungan yang erat. Selanjutnya residual memiliki korelasi tertinggi dengan data. Hubungan yang erat antara residu dan data awal disebabkan oleh arah pergerakan residu yang monoton naik. Hal ini sesuai dengan arah data awal di sebagian besar observasinya.

Tabel 1 Rataan Periode, Korelasi, dan Ragam IMF dan Tren Harga Beras Bulanan Jumlah Puncak Jumlah Lembah Rataan Periode (bulan) Rataan Periode (tahun) Korelasi

Pearson Ragam

Persentase Rasio Ragam

Data awal 6218503.0

IMF 1 111 111 3 0.3 0.04 3683.8 0.06%

IMF 2 51 51 7 0.6 0.04 8719.9 0.14%

IMF 3 25 26 13 1.1 0.12 9385.6 0.15%

IMF 4 10 9 34 2.8 0.23 24867.8 0.40%

IMF 5 4 5 67 5.6 0.32 34373.7 0.55%

IMF 6 2 3 117 9.8 0.26 867.3 0.01%

Residu 0.99 5745709.0 92.40%

Jumlah 93.71%

Sifat IMF yang saling ortogonal terhadap IMF lainnya, mendasari kemungkinan penjumlahan dari ragam dan persentasinya untuk menjelaskan kontribusi tiap-tiap IMF terhadap volatilitas data input (Zhang et al. 2008). Tabel 1 menyajikan masing-masing kontribusi IMF terhadap data input bulanan. IMF 1, IMF 2, dan IMF 3 hanya memberikan kontribusi yang relatif kecil dibandingkan IMF 4 dan IMF 5. Ini mengindikasikan bahwa kejadian-kejadian periode 2.8 tahunan dan 5.6 tahunan lebih besar memberikan pengaruh terhapan perubahan harga beras dibandingkan dengan siklus 0.6 tahunan dan 1.1 tahunan. Sementara itu, 92.40% sumber volatilitas harga bulanan beras ini berasal dari residual. Hal ini menjelaskan bahwa residual dapat dilihat sebagai tren pergerakan harga residual beras untuk jangka waktu yang panjang.

(23)

10

Tabel 2 Rataan Periode, Korelasi, dan Ragam IMF dan Tren Harga Beras Mingguan Jumlah puncak Jumlah lembah Rataan periode (minggu) Rataan periode (tahun) Korelasi

Pearson Ragam

Persentase Rasio Ragam Data

input 3810096.0

IMF 1 198 197 3 0.1 0.03 1120.0 0.03%

IMF 2 96 95 6 0.1 0.03 1475.6 0.04%

IMF 3 41 40 15 0.3 0.06 5777.1 0.15%

IMF 4 23 23 26 0.5 0.08 10291.1 0.27%

IMF 5 11 11 54 1.0 0.04 15410.4 0.40%

IMF 6 4 3 179 3.4 0.34 9744.3 0.26%

IMF 7 3 2 226 4.3 0.41 5.4 0.00%

Residu 0.99 3671258.0 96.34%

Jumlah 97.48%

Secara umum, hasil dekomposisi pada data mingguan dan bulanan mengindikasikan kontribusi yang besar dari IMF berperiode setengah tahunan, satu tahunan dan tiga tahunan. Berdasarkan hasil tersebut, kenaikan harga beras diduga besar dipengaruhi oleh periode musim panen, faktor cuaca (musim hujan dan musim kemarau) serta siklus tahunan lainnya seperti perayaan hari raya agama. Selain itu, berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, total ragam yang mampu dijelaskan oleh semua IMF dan residu hanya 93.71% dan 97.48% saja. Keduanya belum mampu menjelaskan seluruh ragam data input. Fenomena ini dijelaskan oleh Peel et al.(2005) sebagai akibat dari adanya kombinasi dari kesalahan pembulatan, nonlinearitas dari data input dan ragam yang ditimbulkan proses interpolasi cubic spline.

Evaluasi Dekomposisi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa hal yang masih menjadi kelemahan dalam metode dekomposisi ini yakni penentuan rataan periode IMF dan penentuan jumlah IMF hasil ensemble yang selengkapnya diuraikan sebagai berikut:

Penentuan Rataan Periode IMF

(24)

11

Apabila jumlah puncak tidak sama dengan jumlah lembah atau bentukan puncak dan lembah tidak utuh pada kedua ujung IMF, rataan periode IMF yang dihasilkan akan menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, kondisi tersebut penting untuk diperhatikan. Sebagai perbandingan, Tabel 3 menampilkan hasil perhitungan rataan periode antara metode 1 yang diajukan Wu dan Huang (2004) dan metode 2 yang digunakan pada penelitian ini pada data harga beras mingguan. Tabel 3 Perbandingan Hasil Perhitungan Rataan Periode IMF Mingguan dengan

Metode 1 dan Metode 2 IMF ke- Jumlah Puncak Jumlah Lembah Rataan Periode (minggu) Metode 1 Rataan Periode (minggu) Metode 2

1 198 197 3.14 3.07

2 96 95 6.31 6.34

3 41 40 14.78 15.03

4 23 23 26.34 26.21

5 11 11 55.09 54.00

6 4 3 151.50 179.00

7 3 2 202.00 226.00

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat perbedaan hasil yang cukup besar terjadi pada IMF dengan periode yang panjang. Hal ini disebabkan jumlah puncak atau lembah yang semakin sedikit pada periode yang lebih panjang sehingga sangat mempengaruhi hasil rataan periode di kedua metode tersebut.

Penentuan Banyaknya IMF Hasil Ensemble EMD

Konsep ensemble yang digunakan pada proses EMD menghasilkan dekomposisi yang bebas dari mode mixing. Akan tetapi, ada suatu kecenderungan IMF yang memiliki periode terpanjang juga memberikan kontribusi yang terkecil. Sebagai contoh, hasil dekomposisi data mingguan menghasilkan tujuh buah IMF. Secara umum, pola ketujuh IMF tersebut akan memiliki kontribusi yang semakin besar seiring dengan semakin panjang periodenya. Akan tetapi, IMF 7 yang memiliki periode paling panjang justru hanya memberikan kontribusi yang paling kecil bahkan cenderung tidak memberikan kontribusi. Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 100 ulangan yang dilakukan, hanya 1 ulangan saja yang menguraikan data harga beras mingguan sebanyak tujuh IMF. Hal ini diduga timbul sebagai efek ditambahkannya white noise pada data.

(25)

12

iterasi memiliki karakter yang sama pada IMF ke-(k + 1) atau IMF ke-(k-1) pada iterasi lainnya.

Perbedaan banyaknya IMF hasil dekomposisi dengan Ensemble EMD di kedua data selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Sebanyak 72 iterasi pada data harga beras bulanan menghasilkan 5 IMF, 17 iterasi lainnya menghasilkan 4 IMF dan sisanya sebanyak 6 IMF. Sementara itu, perbedaan yang serupa juga terdapat pada hasil dekomposisi data harga beras mingguan. Sebanyak 73 iterasi menghasilkan 6 IMF, 26 iterasi menghasilkan 5 IMF dan hanya satu iterasi saja yang membentuk 7 IMF.

Tabel 4. Jumlah IMF yang Hasil Dekomposisi Data Bulanan dan Mingguan

Komposisi

Selanjutnya untuk memperjelas kontribusi IMF terhadap pergerakan harga dalam kerangka ekonomi, Zhang et al. (2008) menerapkan proses komposisi ulang IMF dengan metode rekonstruksi fine-to-coarse. Metode ini akan memisahkan IMF-IMF berdasarkan dua komponen utama yakni bagian dengan proses fluktuasi (berfrekuensi tinggi) dan bagian dengan perubahan lambat (berfrekuensi rendah). Sementara residu ditetapkan sebagai tren yang mencerminkan perubahan di sepanjang rataan periode yang panjang. Hasil dekomposisi yang digunakan hanya pada data harga beras mingguan karena memiliki interval waktu yang lebih pendek dan jumlah observasi yang lebih banyak sehingga informasi yang diberikan pun lebih besar.

Rataan hasil komposisi dengan rekonstruksi fine-to-coarse dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji-t dapat diketahui bahwa tidak ada indeks K yang berbeda secara signifikan dengan nol pada taraf nyata 0.05. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa seluruh komponen IMF yang dihasilkan dari proses dekomposisi data harga mingguan beras di Kota Jakarta termasuk dalam bagian dengan proses fluktuasi yang berfrekuensi tinggi. Hal ini menandakan bahwa pengaruh ketidakseimbangan permintaan dan penawaran pasar serta faktor cuaca sangat besar terhadap stabilitas harga beras mingguan di Kota Jakarta. Sementara itu, komponen berfrekuensi rendah yang tidak teridentifikasi secara nyata memperlihatkan bahwa kejadian-kejadian yang bersifat insidentil tidak banyak mempengaruhi perubahan harga beras.

Data Banyak IMF Jumlah Iterasi harga beras bulanan

4 17

5 72

6 11

harga beras mingguan

5 26

6 73

(26)

13

Tabel 5 Rataan, Standar Deviasi dan P-Value dari Statistik Uji-t

SIMPULAN

Berdasarkan hasil Ensemble EMD tiga IMF yang memiliki kontribusi terbesar terhadap volatilitas harga beras bulanan ialah IMF dengan rataan periode 1.1, 2.8 dan 5.6 tahun serta IMF dengan rataan periode 0.5, 1.0 dan 3.4 tahun untuk harga beras mingguan. Komponen tren memberikan kontribusi dominan dengan nilai masing-masing 92.40% untuk data harga bulanan dan 96.34% untuk data harga mingguan. Selanjutnya hasil rekonstruksi fine-to-coarse data harga mingguan memperlihatkan bahwa semua IMF yang dihasilkan dari dekomposisi data mingguan termasuk dalam komponen berfrekuensi tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa proses ketidakseimbangan permintaan dan penawaran pasar serta faktor cuaca mempengaruhi stabilitas harga beras.

SARAN

Penelitian selanjutnya dapat mengkaji kembali metode untuk menghitung rataan periode yang tepat. Selain itu, banyak IMF yang dihasilkan dalam Ensemble EMD penting untuk diperhatikan, terutama apabila terdapat perbedaan banyak IMF pada setiap iterasinya.

Indeks K Rataan Standar Deviasi P-value

1 -0.23 33.54 0.86

2 -0.32 57.26 0.89

3 -0.52 105.30 0.90

4 -4.72 169.64 0.49

5 -8.52 244.37 0.39

6 3.78 270.14 0.73

(27)

14

DAFTAR PUSTAKA

Ariyani RR dan Raswa E. 2006 Desember 29. Harga Beras 2006 Naik 14 Persen. Tempo. [Internet]. Rubrik Bisnis. [diunduh 4 September 2013]. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/news/2006/12/29/05690251/Harga-Beras-2006-Naik-14-Persen

[BPPN] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2002. Perkembangan Ekonomi Makro Sampai Dengan Bulan Januari 2002. [Internet]. Tersedia pada: http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/1732/

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2012. Jakarta (ID): BPS.

[BULOG] Badan Urusan Logistik. 2007. BULOG Sebelum menjadi Perum. [Internet]. [diunduh 2 September 2013]. Tersedia pada:http://www.bulog.co.id/Divre/Jatim/sejarah.php

[BULOG] Badan Urusan Logistik. 2010. Profil Perusahaan. [Internet]. [diunduh 2 September 2013]. Tersedia pada: http://www.bulog.co.id/sejarah_v2.php Direktorat Tanaman Pangan. 2012. Roadmap Peningkatan Produksi Beras

Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton pada Tahun 2014. [Internet]. [diunduh 2013 Juli 24]. Tersedia pada : http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/44_BAB%20I%20dan%20II .pdf

Huang NE, Shen Z, Long SR, Wu MC, Shih HH, Zheng Q, Yen NC, Tung CC, dan Liu HH. 1998. The empirical mode decomposition and the Hilbert spectrum for nonlinear and nonstationary time series analysis. Proc. Roy. Soc. Lond., A(454):903–995.

Kurniasih. 2007 Januari 02. Kenaikan Harga Beras Dominasi Inflasi 2006. Tempo. [Internet]. Rubrik Bisnis. [diunduh pada 30 Agustus 2013]. Tersedia pada : http://www.tempo.co/read/news/2007/01/02/05690480/Kenaikan-Harga-Beras-Dominasi-Inflasi-2006

Peel MC, Amirthanathan GE, Pegram GGS, McMahon TA dan Chiew FHS. 2005. Issues with the application of empirical mode decomposition analysis. International Congress on Modelling and Simulation. December 2005. hlm. 1681 – 1687.

Prihtiyani E. 2012 Januari 25. Harga Beras Naik Tinggi. Harian Kompas. [Internet]. Berita Regional. [diunduh pada 30 Agustus 2013]. Tersedia pada:

http://regional.kompas.com/read/2012/01/25/02463161/Harga.Beras.Naik.Ti nggi

Sawit MH. 2001. Kebijakan Harga Beras : Periode Orba dan Reformasi. Bunga Rampai Ekonomi Beras. hlm 123-150. Jakarta (ID) :Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI).

(28)

15

Wu Z dan Huang NE. 2004. A study of the characteristics of white noise using the empirical mode decomposition method. Proc. Roy. Soc. Lond., A(460):1597-1611.

Zhang J, Yan R, Gao RX dan Feng Z. 2010. Performance enhancement of ensemble empirical mode decomposition. Mechanical System and Signal Processing. 24: 2104-2123.

(29)

16

Lampiran 1 Algoritma Empirical Mode Decomposition (EMD)

Y T

Y T

Ekstraksi detail, d(t) = x(t) - m(t)

Proses dihentikann Konstruksi Envelope Atas

dan Bawah

Ekstraksi Residu, Ekstraksi Rataan Envelop,

m (t)

Ekstraksi Maksima dan Minima Lokal

Cek detail sbg IMF

(30)

17

Lampiran 2 Algoritma Ensemble Empirical Mode Decomposition (Ensemble EMD)

data awal

penambahan

white noise 1

data awal

data awal

……

data baru ke-1

data baru ke-2

data baru ke-

n

penambahan

white noise 2

penambahan

white noise

n

……

EMD

EMD

……

EMD

IMF1 = ∑ I F

IMF2 = ∑ I F2

IMFk = ∑ I F

Ensemble

EMD

IMF11

IMF12

… IMF1k

IMF21

IMF22

… IMF2k

IMFn1

IMFn2

(31)

18

Lampiran 3 Scatter Plot IMF Hasil Dekomposisi Data Harga Beras Bulanan

Lampiran 4 Scatter Plot IMF Hasil Dekomposisi Data Harga Beras Mingguan 200

0

- 200 -400 0 400 - 50 0 50

200 0 -200 200 0 -200 200 0 -200 400 0 -400 500 0 -500 200 0 -200 50 0 -50 200 0

-200 -500 0 500

im f1 im f2 im f3 im f4 im f5 imf1 im f6

imf2 imf3 imf4 imf5 imf6

200 0 -200

200 0

-200 -200 0 200 -200 0 200

200 0 -200 200 0 -200 200 0 -200 200 0 -200 200 0 -200 200 0 -200 5 0 -5 200 0

-200 -200 0 200 -5 0 5

im f 1 im f2 im f 3 im f4 im f5 im f6 imf1 im f7

(32)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 16 Januari 1991 dari pasangan Bapak Tantan Roswana dan Ibu Nani Nuriyatin. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SDN 5 Kota Bengkulu, kemudian melanjutkan studi di SMPN 1 Kota Bengkulu hingga tahun 2005 dan menamatkannya di SMPN 4 Kota Bogor tahun 2006. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Kota Bogor hingga lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Setelah satu tahun menjalani perkuliahan di TPB, pada tahun 2010 penulis mulai menjalani pendidikan di Departemen Statistika, FMIPA IPB dengan mayor Statistika dan minor Manajemen Fungsional.

Gambar

Gambar 1 Pergerakan Harga Beras Bulanan 1985-2012 di Kota Jakarta
Gambar 3  Hasil Dekomposisi Ensemble EMD Harga Beras Bulanan
Gambar 4 Hasil Dekomposisi Ensemble EMD Harga Beras Mingguan
Tabel 3 Perbandingan Hasil Perhitungan Rataan Periode IMF Mingguan dengan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat-Nya lah saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan skripsi saya ini dengan judul: “TANGGUNG JAWAB PELAKU

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang pedoman periklanan, obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika,

[r]

Penetasan dengan mesin tetas juga dapat meningkatkan skala produksi dan daya tetas telur karena aspek lingkungan yang dibutuhkan dalam proses penetasan seperti

g.The Attention Seeker (17%): ingin menarik perhatian, senang membeli barang baru untuk menarik perhatian orang lain, impulsif dan tidak rasional.. Mudah dibujuk

[r]

Dalam periode Agustus 2016 sampai dengan Januari 2017, DPPM telah melaksanakan berbagai kegiatan yang meliputi: (1) Partisipasi aktif dalam program Pemerintah; (2) Program

Sesuai dengan pokok masalah di atas maka tujuan penelitian ini dilakukan untuk: (I) Unruk mengetahui ada atau tidaknya pengaruhcash conversion cycle terhadap