• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Study of Women’s Savings and Loan Activity (a Case Study of Project Management Unit in Semparuk Sub-Distric Sambas Regency)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Study of Women’s Savings and Loan Activity (a Case Study of Project Management Unit in Semparuk Sub-Distric Sambas Regency)"

Copied!
248
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS PEREMPUAN

(KASUS UNIT PENGELOLA KEGIATAN

KECAMATAN SEMPARUK KABUPATEN SAMBAS)

H A M D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa laporan akhir yang berjudul:

Kajian Kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan

(Kasus Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas)

merupakan hasil karya saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2011

Hamdi P054090185

(3)

iii

ABSTRACT

HAMDI. The Study of Women’s Savings and Loan Activity (a Case Study of Project Management Unit in Semparuk Sub-Distric Sambas Regency). Supervised by HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as committee Chairman, and H..AMIRUDDIN SALEH as member.

Women's savings and loan (SPP) activity is Indonesian government effort to

develop rural savings and loan’s potency, access facility to micro scale enterprise

funding, needs fulfill for funding basic social, institutional strengthening of woman activity, support poor households alleviation and create the employment. The objectives of this study were, to identify existing problems, to analyze strengths, weakness, opportunities and threats (SWOT) in the savings and borrowing activities from SPP groups and to improve strategies in the Project Management Unit (UPK) of Semparuk sub-district Sambas regency. The primary data were collected to fund user by observation and interviewed techniques, and secondary data obtained from literature studied. Interviews were conducted to 50 respondents whose used credit for three consecutive years and four program actors. The data explained descriptively and assessment strategies analyzed using internal factor evaluation matrix, external factor evaluation matrix, internal-external matrix, SWOT matrix and quantitative strategic planning matrix. The results show that the were identified problems: poor households’ economic empowerment had not done yet, group members’ savings fail to grow, credit

disbursement process was relatively slow, program actors’ role fail to facilitate the

groups particularly in members’ businesses development. Several alternative strategies that can be implemented by UPK are: improve the services, expanse the

credit markets and marketing networking, maximize the program actors’ role,

maintain the commitment to developing the SPP, increase the programs promotion, increase the assistance to SPP groups and diversification of deposit and loan products.

(4)

iv

RINGKASAN

HAMDI. Kajian Kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (Kasus Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas). Dibimbing oleh Hartrisari Hardjomidjojo sebagai Ketua dan H. Amiruddin Saleh sebagai Anggota.

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan UMKM dan koperasi yang telah mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Seringkali UMKM menghadapi permasalahan akses permodalan di samping masalah-masalah lainnya. Sebagai upaya untuk menyediakan akses permodalan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan memberikan bantuan dana dan pendampingan melalui kegiatan simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja.

Tujuan kajian ini adalah untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada kegiatan SPP serta menyusun strategi perbaikannya di unit pengelola kegiatan (UPK) Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara kepada anggota kelompok yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan menggunakan instrumen kuesioner, dan data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan 50 responden yang memanfaatkan kredit selama tiga tahun berturut-turut tanpa putus dan empat orang pelaku program yang terdiri dari satu orang fasilitator kecamatan, satu orang pendamping lokal, dan dua orang pengurus UPK. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dalam bentuk frekuensi, persentase, rataan skor, dan tabulasi silang serta kajian strategi dengan analisis matriks Internal Factor Evaluation, matriks External Factor Evaluation, matriks Internal Eksternal, analisis matriks Strengths, Weakness, Opportunities and Threats serta Quantitative Strategic PlanningMatrix (QSPM).

Masalah yang teridentifikasi pada kegiatan SPP antara lain: pemberdayaan ekonomi rumah tangga miskin (RTM) belum dilaksanakan, tabungan anggota tidak berkembang, proses pencairan kredit yang relatif lama, belum maksimalnya peran pelaku program dalam fasilitasi kelompok terutama dalam pengembangan usaha anggota dan fasilitasi pembuatan aturan-aturan kelompok.

Kekuatan yang dimiliki UPK antara lain: prosedur dan syarat pengajuan kredit mudah dan ringan, adanya pendampingan kelompok, pelaksanaan tanggung renteng berjalan baik, musyawarah program efektif memberikan informasi kepada masyarakat, bantuan dana SPP sangat bermanfaat bagi anggota, UPK memiliki SDM berkualitas, kontrol yang kuat dari masyarakat luas, peran perempuan cukup dominan dalam pengelolaan usaha, pemberlakuan reward and punishment dan

(5)

v

pelayanan yang baik dari UPK. Kelemahan UPK antara lain: pengendapan dana cukup lama dengan jumlah besar, proses pencairan relatif lama, pemberdayaan ekonomi RTM belum dijalankan, simpanan anggota tidak berkembang, fasilitasi pengembangan usaha anggota masih lemah, tim verifikasi belum diperankan secara maksimal, adanya syarat agunan kepada RTM memberatkan, UPK belum memiliki legal lending. Peluang yang bisa dimanfaatkan UPK pasar kredit masih luas di luar perdagangan dan jasa, banyak masyarakat miskin yang belum mengakses dana SPP, peluang kerjasama pengembangan jaringan, perekonomian yang sulit mendorong untuk berwirausaha, masih banyak masyarakat terjerat rentenir dan kemajuan teknologi mempermudah pengelolaan keuangan. Sedangkan ancaman bagi UPK adalah: persaingan dengan bank dan lembaga keuangan non-bank, perubahan kondisi sosial ekonomi dan politik yang bersifat dinamis, ada kecenderungan ketergantungan terhadap dana SPP dan ancaman berkurangnya anggota kelompok pemanfaat.

Beberapa alternatif strategi yang dapat dilaksanakan UPK Kecamatan Semparuk berdasarkan analisis SWOT dan QSPM secara urutan prioritas adalah: meningkatkan pelayanan, melakukan perluasan pasar dan jaringan pemasaran kredit, memaksimalkan peran pelaku program, mempertahankan komitmen terhadap pengembangan SPP, meningkatkan promosi program, meningkatkan pembinaan kelompok, dan pengembangan produk simpanan dan pinjaman.

(6)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

vii

KAJIAN KEGIATAN SIMPAN PINJAM KHUSUS PEREMPUAN

(KASUS UNIT PENGELOLA KEGIATAN

KECAMATAN SEMPARUK KABUPATEN SAMBAS)

H A M D I

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

viii

(9)

Judul Tugas Akhir

: Kajian Kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (Kasus Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas)

Nama : Hamdi

NIM : P054090185

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Dr.Ir. H. Amiruddin Saleh, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil dan Menengah

(10)
(11)

xi

PRAKATA

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa penulis panjatkan karena atas berkat rahmat-Nya pula tugas akhir ini bisa diselesaikan sesuai waktu yang tersedia. Tugas akhir yang berjudul Kajian Kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (Kasus Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas) ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Bapak Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam melakukan kajian dan penulisan tugas akhir ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA diucapkan terima kasih atas saran-saran perbaikannya pada ujian tugas akhir. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang telah membiayai studi sampai penyelesaian tugas akhir ini melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana - Double Degree Indonesia Perancis. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Program Studi MPI atas pelayanan dan bimbingannya dari awal hingga akhir studi penulis. Di samping itu, penghargaan disampaikan kepada teman-teman MPI angkatan ke-12 yang memberikan bantuan moril, Fasilitator Teknik, Pengurus UPK, dan Pendamping Lokal Semparuk, mantan Faskab PNPM-MPd Sambas yang membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri, anak, orang tua, mertua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga Tuhan yang Mahakuasa memberikan balasan atas kebaikan dan jasa-jasa yang diberikan kepada penulis. Penulis berharap tugas akhir ini bermanfaat bagi masyarakat miskin dan pihak yang membutuhkannya. Saran dan kritik diharapkan agar tugas akhir ini lebih sempurna dan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2011

(12)
(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semayang, Kabupaten Sambas Kalimantan Barat pada 15 Juni 1980 sebagai putra keempat dari sembilan bersaudara dari pasangan Hairi Djailani dan Mahrum Sja’rani.

Tahun 1999 penulis lulus SMU Negeri 1 Singkawang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tanjungpura Pontianak melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan pada program studi Agronomi. Pada tahun 2006 memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Setelah memperoleh gelar kesarjanaan, penulis bekerja di perusahaan konsultan bidang kehutanan dan pertanian sampai tahun 2010. Mulai awal tahun 2008 sampai Agustus 2009, penulis ikut aktif sebagai kader pemberdayaan masyarakat desa, pendamping lokal, dan ketua tim verifikasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas. Sejak September 2008 sampai sekarang penulis bekerja di Politeknik Terpikat Sambas sebagai tenaga pengajar.

(14)
(15)

xv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Manfaat ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan ... 5

B. SPP dan Unit Pengelola Kegiatan ... 12

C. Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam Hubungannya dengan SPP 15 D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kegiatan SPP ... 24

III. METODOLOGI... 31

A. Lokasi dan Waktu Kajian ... 31

B. Unit Kajian ... 31

C. Pengumpulan Data ... 32

D. Pengolahan dan Analisis Data ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Keadaan Umum Kegiatan SPP Kecamatan Semparuk ... 39

B. Profil Responden ... 46

C. Pengelolaan Usaha ... 57

D. Kendala dan Saran Anggota SPP ... 59

E. Analisis Kelembagaan UPK Kecamatan Semparuk ... 60

F. Perumusan Strategi Perbaikan ... 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(16)
(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jadwal kajian ... 31

2. Matriks IFE ... 35

3. Matriks EFE ... 36

4. Matriks QSP ... 38

5. Perkembangan kelompok SPP Kecamatan Semparuk ... 41

6. Perguliran dana SPP per 25 Mei 2011 ... 42

7. Karakteristik responden anggota kelompok SPP ... 47

8. Paradigma berpikir anggota ... 51

9. Persepsi terhadap pinjaman dana SPP ... 54

10. Kondisi fasilitasi pelaku program kepada kelompok ... 56

11. Kondisi fasilitasi pengelolaan usaha ... 57

12. Pengelola usaha anggota ... 58

13. Usaha anggota yang tergolong usaha kecil ... 59

14. Matriks IFE kegiatan SPP Kecamatan Semparuk ... 69

15. Matriks EFE kegiatan SPP Kecamatan Semparuk ... 70

16. Matriks SWOT kegiatan SPP ... 72

(18)
(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Alur kegiatan SPP ... 23

2. Matriks IE ... 37

3. Matriks SWOT ... 37

4. Struktur pelaku PNPM-MPd Kecamatan Semparuk ... 40

5. Sumber informasi pertama dana SPP ... 44

6. Besaran kredit pada bidang-bidang usaha anggota ... 48

7. Peningkatan pendapatan anggota ... 48

8. Kenaikan rata-rata pendapatan anggota ... 49

(20)
(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Panduan wawancara terstruktur kajian ... 86

2. Panduan wawancara dengan pengurus UPK/FK/PL ... 92

3. Jumlah dan persentase penduduk miskin Indonesia tahun 2009 ... 95

4. Perkembangan pembiayaan mikro kegiatan SPP per Desember 2009 (dalam satuan rupiah) ... 96

5. Neraca kegiatan microfinance UPK ... 97

6. Perkembangan kelompok SPP Kecamatan Semparuk ... 98

7. Peningkatan pendapatan anggota kelompok SPP ... 99

8. Kuesioner penelitian penilaian bobot dan rating faktor strategis internal dan eksternal kegiatan SPP Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas ... 100

9. Pembobotan terhadap kekuatan dan kelemahan ... 104

10.Pembobotan terhadap peluang dan ancaman ... 108

11.Rekapitulasi bobot faktor internal dan eksternal ... 110

12.Perhitungan rating bobot faktor internal dan eksternal ... 111

(22)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha mikro dan kecil merupakan usaha yang paling banyak digeluti di Indonesia. Usaha ini terbukti mampu menopang perekonomian rumah tangga miskin dan bisa menjadi penyangga ekonomi nasional. Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BPS dan Kemenegkop UKM (2008) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2007 tumbuh sebesar 6,3% terhadap tahun 2006. Bila dirinci menurut skala usaha, pertumbuhan PDB Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mencapai 6,4% dan Usaha Besar (UB) tumbuh 6,2%. Dibandingkan tahun 2006 pertumbuhan PDB UKM hanya 5,7%, dan PDB UB hanya 5,2%. Pada tahun 2007 total nilai PDB Indonesia mencapai 3.957,4 triliun rupiah, dimana UKM memberikan kontribusi sebesar 2.121,3 triliun rupiah atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB UKM tahun 2007 terjadi di semua sektor ekonomi. Jumlah populasi UKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia.

(23)

2

dari perbankan sampai dengan jumlah 50 juta rupiah, terserap hanya sekitar 24% ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.

Kegiatan Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) PNPM-MPd merupakan salah satu alternatif pemecahan permasalahan permodalan, bahkan sampai pada bantuan teknis, informasi, teknologi, manajemen, dan pasar. Kegiatan SPP mendapatkan alokasi dana maksimal 25% dari total dana BLM dalam PNPM-MPd. Pada tahun 2008 yang merupakan tahun pertama dilaksanakannya program PNPM-MPd di Kecamatan Semparuk, dana SPP teralokasi sebesar 625 juta rupiah tidak terserap habis. Dana yang terserap hanya 484 juta rupiah (setelah ditambah 5% untuk UPK dan TPK menjadi Rp.509.473.680) dengan konsekuensi sisanya (Rp 115.526.320) dijadikan dana untuk kegiatan sarana prasarana fisik yang habis terpakai. Untuk alokasi dana tahun 2009, SPP mendapatkan alokasi 500 juta rupiah terserap habis 475 juta rupiah untuk kelompok reguler (UPK Kecamatan Semparuk, 2010). Begitu juga dengan alokasi dana tahun 2010, alokasi dana SPP sebesar 562,5 juta rupiah (termasuk 5% untuk operasional) terserap habis.

Jika dilihat dari dana yang mengendap setelah cicilan berjalan, maka dana tersebut banyak yang mengendap, bahkan dari bulan pertama cicilan pengembalian simpanan oleh kelompok SPP. Hal ini terjadi setiap tahun meskipun jumlah dana pinjaman dan peminjam bertambah untuk kelompok reguler maupun kelompok perguliran. Dana mengendap di bulan kedua dan seterusnya sampai setahun lamanya. Jumlah kelompok reguler tahun anggaran 2010 sebanyak 17 kelompok dengan jumlah pinjaman sebesar.534,4 juta rupiah dan pinjaman untuk 27 kelompok perguliran sebesar Rp.1.547.462.000 tanpa daftar tunggu (UPK Kecamatan Semparuk, 2011a).

(24)

3

masyarakat miskin. Selain itu, perlu juga dilihat apakah pembinaan terhadap kelompok SPP sudah berjalan dengan baik atau belum. Pembinaan tidak hanya terhadap penyusunan laporan keuangan kelompok, tetapi lebih diarahkan untuk bisa meningkatkan omset, aset, ataupun laba usaha dari setiap anggota serta bagaimana sebaiknya mengelola keuangan keluarga anggota kelompok.

Agar tujuan pelaksanaan program PNPM-MPd bisa tercapai, maka perlu dirancang strategi yang tepat berdasarkan kenyataan yang ada pada lembaga UPK, kelompok SPP, dan lingkungan yang berpengaruh bagi kegiatan SPP tersebut, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin benar-benar bisa terwujud. Berdasarkan pemikiran di atas, maka dilakukan kajian tentang kegiatan SPP di UPK Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas.

B. Rumusan Masalah

1. Masalah-masalah apa saja yang timbul pada kegiatan Simpan Pinjam khusus Perempuan di Kecamatan Semparuk?

2. Apa saja kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh UPK Kecamatan Semparuk yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan SPP?

3. Bagaimanakah bentuk strategi yang bisa dilaksanakan untuk perbaikan kegiatan simpan pinjam khusus perempuan di Kecamatan Semparuk?

C. Tujuan

1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul pada kegiatan SPP Kecamatan Semparuk.

2. Mengevaluasi dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman agar dapat meningkatkan keberhasilan kegiatan kelompok SPP secara maksimal.

(25)

4

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari diadakannya kajian ini antara lain.

1. Bisa dijadikan acuan dalam peningkatan keberhasilan program PNPM-MPd khususnya kegiatan SPP, baik yang dilaksanakan di Kecamatan Semparuk maupun untuk kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Sambas.

2. Bagi peneliti dapat dijadikan pembelajaran “problem solving” dan perumusan strategi untuk meningkatkan kinerja lembaga alternatif dalam pemberdayaan usaha mikro pada khususnya dan UKM pada umumnya.

(26)

5

II.

.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Indonesia merupakan sebuah Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Dengan kondisi tersebut, pemerintah menyadari masih terjadi kesenjangan antara pencapaian dan sasaran dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini terbukti dari masih besarnya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Untuk menghambat meningkatnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan melalui berbagai program bantuan sosial antara lain Bantuan Langsung Tunai, Raskin, Jamkesmas, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan memperluas akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah melalui KUR. Menurut BPS (2009), persentase penduduk miskin di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 14,15%. Angka kemiskinan diproyeksikan akan terus menurun menjadi 12-13,5 persen pada tahun 2010 (Menkeu RI, 2009). Proyeksi tersebut terbukti dengan turunnya tingkat kemiskinan tahun 2010 menjadi 13,33% yang diikuti dengan turunnya indeks kedalaman kemiskinan nasional, yang pada tahun 2009 sebesar 2,5 menjadi 2,2 pada tahun 2010. Pemerintah berkomitmen untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan, yaitu menjadi 8-10% pada tahun 2014. Begitu juga tingkat pengangguran 7,41% pada tahun 2010 akan diturunkan menjadi 5-6% pada tahun 2014 (Bappenas, 2010a). Untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, dibutuhkan kerja keras pemerintah dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan.

(27)

6

Ditambahkan oleh TP PNPM Mandiri (2007), pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.

Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (TP PNPM Mandiri, 2007).

(28)

7

langsung yang lebih besar pada manfaat yang dinikmati masyarakat miskin. Kedua, hasil evaluasi yang dilakukan secara independen menunjukkan program ini telah teruji baik dilihat dari pencapaian tujuannya maupun efisiensinya. Penghematan dari program rata-rata mencapai 55,82%, dan ketiga, berhasil mewujudkan model perencanaan dari bawah (bottom-up planning) atau lebih dikenal dengan perencanaan partisipatif, sehingga mendekatkan antara kebutuhan riil masyarakat dengan program pembangunan nasional. Dari analisa Economic Internal Rate of Returnmenghasilkan rate of return yang cukup bagus dengan hasil

rata-rata di atas 52,7% untuk 113 proyek (Torrens, 2005).

Penelitian McLaughlin et al.,(2007) menyimpulkan di antaranya pertama, PPK memberikan dukungan kritis kepada kepala desa baru yang ingin menjadi lebih partisipatif dan transparan. Kedua, PPK menyediakan banyak keterampilan yang dibutuhkan seperti penulisan proposal dan manajemen proyek yang telah meningkatkan kapasitas sebuah desa untuk memenuhi kebutuhan pembangunan secara mandiri.Ketiga, PPK menumbuhkan permintaan untuk pemerintahan yang baik meskipun tidak dapat menerjemahkan tuntutan tersebut ke dalam perubahan jangka panjang. Selain itu, PPK telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam mengurangi kemiskinan di tingkat desa meskipun tidak serta merta membantu semua penduduk desa. Oleh karena itu, PPK dilanjutkan dan diintegrasikan menjadi PNPM Mandiri. PNPM yang merupakan kelanjutan PPK disebut sebagai PNPM-PPK, dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan pemberdayakan masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan sebagaimana yang digunakan dalam PPK.

(29)

8

meliputi penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektivitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat nasional yang menangani penanggulangan kemiskinan. Untuk itu, ditetapkan Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Bappenas, 2010b).

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Pendukung Presiden Soesilo Bambang Yoedoyono, Aburizal Bakrie dalam diskusi di salah satu stasiun TV swasta nasional yang disiarkan tanggal 9 April 2011 antara lain menyatakan bahwa dalam pengurangan kemiskinan, Setgab mendorong dan mendukung pemerintah memberikan prioritas yang tinggi, dan menyediakan anggaran yang cukup besar untuk rakyat miskin melalui PNPM. Sebagai konsekuensi dari penerapan Perpres Nomor 15 Tahun 2010, banyak program yang diintegrasikan menjadi PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Untuk di Kabupaten Sambas, tahun 2009 ada enam kecamatan yang mendapatkan alokasi untuk kegiatan PNPM-MPd. Pada tahun 2011, semua kecamatan mendapatkan alokasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dari 19 kecamatan, 18 kecamatan mendapatkan alokasi BLM (sejumlah 16,9 milyar rupiah) dari PNPM-MPd dan satu kecamatan mendapatkan alokasi BLM (sejumlah 2,15 milyar rupiah) dari PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM P2DTK mendapatkan 3,5 milyar rupiah (TNP2K, 2010).

(30)

9

1. Visi, Misi, Tujuan, dan Prinsip PNPM-MPd

Secara umum, visi PNPM-MPd adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM-MPd adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3).pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4).peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5).pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan (TK.PNPM-MPd, 2008a).

Tujuan Umum PNPM-MPd adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Tujuan khususnya meliputi:

a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.

b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal.

c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa.

g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan (TK.PNPM-MPd, 2008a).

(31)

10

Prinsip PNPM-MPd adalah nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatannya. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM-MPd. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) bertumpu pada pembangunan manusia, (b) otonomi, c).desentralisasi, (d) berorientasi pada masyarakat miskin, (e) partisipasi, (f).kesetaraan dan keadilan gender, (g) demokratis, (h).transparansi dan akuntabel, (i).prioritas, dan (j) keberlanjutan (TK PNPM-MPd, 2008a).

2. Pendanaan Program

Sumber dana berasal dari: (a) APBN (b) cost sharing pemerintah daerah (c).partisipasi dunia usaha; dan (d) swadaya masyarakat. Ketentuan tentang alokasi dana PNPM-MPd adalah: (1) Berdasarkan penetapan lokasi kecamatan, Bappenas dan Departemen Keuangan menerbitkan Dokumen Anggaran yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi dan (2) Alokasi dana PNPM-MPd dicatat pada Daftar Pembukuan Administrasi APBD Kabupaten (TK PNPM-MPd, 2008a).

Penyaluran dana diartikan sebagai proses penyaluran dana BLM dari KPKN dan/ atau kas daerah ke rekening kolektif BLM yang dikelola oleh UPK. Mekanisme penyaluran dana BLM sebagai berikut:

a. Pencairan dana yang berasal dari pemerintah pusat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kemenkeu.

b. Pencairan dana yang berasal dari Pemerintah Daerah, dilakukan melalui mekanisme APBD sesuai aturan yang berlaku di daerah.

c. Pengajuan pencairan dana BLM ke KPKN diatur dalam peraturan Dirjen PMD, Kemendagri.

d. Penerbitan SPP harus dilampiri dengan berita acara hasil pemeriksaan terhadap kesiapan lapangan yang dilakukan fasilitator kecamatan.

e. Dana yang berasal dari APBD harus dicairkan terlebih dahulu ke masyarakat, selanjutnya diikuti dengan pencairan dana yang berasal dari APBN.

(32)

11

Pencairan dana adalah proses pencairan dari rekening kolektif BLM yang dikelola UPK kepada Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat desa. Mekanisme pencairan dana sebagai berikut: (1) pembuatan surat perjanjian pemberian bantuan antara UPK dengan TPK, (2) TPK menyiapkan rencana penggunaan dana sesuai kebutuhannya dilampiri dengan dokumen-dokumen proposal kegiatan, dan (3).untuk pencairan berikutnya dilengkapi dengan laporan penggunaan dana sebelumnya dan dilengkapi dengan bukti-bukti yang sah.

Untuk membiayai kebutuhan operasional kegiatan TPK/desa dan UPK pada prinsipnya bertumpu pada swadaya masyarakat. Namun untuk menumbuhkan keswadayaan tersebut diberikan bantuan stimulan dana dari PNPM-MPd. Dana operasional UPK sebesar maksimal dua persen dari dana bantuan PNPM-MPd yang dialokasikan di kecamatan tersebut. Dana operasional desa / TPK maksimal tiga persen dari dana PNPM-MPd yang dialokasikan untuk desa yang bersangkutan.

3. Mekanisme Usulan Kegiatan

Setiap desa dapat mengajukan tiga usulan untuk didanai. Setiap usulan harus merupakan satu jenis kegiatan/ satu paket kegiatan yang secara langsung saling berkaitan.

Tiga usulan dimaksud adalah:

a. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) atau peningkatan kapasitas/ keterampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan.

b. Usulan kegiatan simpan pinjam bagi kelompok perempuan (SPP) ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Alokasi dana kegiatan SPP ini maksimal 25% dari BLM kecamatan. Tidak ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok. c. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar, kegiatan peningkatan kualitas hidup

(33)

12

Jika usulan non-SPP dari musyawarah khusus perempuan sama dengan usulan musyawarah desa campuran, maka kaum perempuan dapat mengajukan usulan pengganti, sehingga jumlah usulan kegiatan dari musyawarah desa perencanaan tetap tiga. Maksimal nilai satu usulan kegiatan yang dapat didanai BLM PNPM-MPd adalah sebesar 350 juta rupiah. Ketiga usulan kegiatan melibatkan perempuan untuk mendorong keterlibatan perempuan sebagai pelaksanaan prinsip keseteraan dan keadilan gender.

B. SPP dan Unit Pengelola Kegiatan

UPK adalah pengelola dana bergulir yang berasal dari program dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) atau Musyawarah Antar Desa (MAD) yang mengacu pada tujuan dan prinsip program. Dana bergulir merupakan seluruh dana program dan bersifat pinjaman dari UPK yang digunakan oleh masyarakat untuk mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompok-kelompok masyarakat. Sasaran jenis kelompok dalam kegiatan dana bergulir adalah: (1).Kelompok Simpan Pinjam (KSP): adalah kelompok yang mempunyai kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman dengan prioritas kelompok yang mempunyai anggota RTM; (2).Kelompok Usaha Bersama (KUB): adalah kelompok yang mempunyai kegiatan usaha yang dikelola secara bersama oleh anggota kelompok, dengan prioritas kelompok yang mempunyai anggota RTM; (3).Kelompok Aneka Usaha: adalah kelompok yang anggotanya RTM yang mempunyai usaha yang dikelola secara individu oleh anggota.

(34)

13

Dalam rencana kerja UPK, wajib disampaikan Perencanaan Keuangan termasuk perencanaan pendapatan dan biaya (TK PNPM-MPd, 2008b).

UPK merupakan lembaga pengelola kegiatan dan keuangan yang berbasis di setiap kecamatan lokasi program. UPK dikelola oleh masyarakat lokal, yang dipilih secara langsung melalui forum MAD di tingkat kecamatan. Pengelola/staf UPK bekerja secara volunteer dan berperan dalam pengelolaan/ pembinaan kelompok simpan pinjam di wilayahnya. Berdasarkan evaluasi pada 2007, sebanyak 88% UPK di lokasi program termasuk dalam kategori potensial: (1).memiliki kualitas pinjaman terhadap tunggakan yang baik; (2) produktif dan dapat mengelola dana jasa pinjaman dengan baik; (3) memiliki administrasi yang baik. UPK memiliki pengalaman mengelola dana program dalam jumlah relatif besar. Pada 2008 misalnya, setiap UPK mengelola dan menyalurkan dana BLM yang besarnya antara 1-3 miliar rupiah. UPK juga memiliki pengalaman mengelola dan menyalurkan pinjaman untuk kegiatan kelompok usaha mikro di perdesaan. Selama 1998-2008, UPK di seluruh tanah air telah mengelola dan menyalurkan block grant sebesar 1,8 triliun rupiah ke lebih dari 189.990 kelompok, dimana 100.567 di antaranya adalah kelompok SPP. Hingga Desember 2008, UPK di seluruh lokasi memiliki surplus ditahan mencapai 183 miliar rupiah dengan laba operasional lebih dari 151 miliar rupiah dan total surplus mencapai 335 miliar rupiah. Meski masih membutuhkan peningkatan kapasitas, unit ini telah mampu mengelola dan membina anggota kelompok. Salah satu buktinya, sejumlah anggota kelompok memperoleh penghargaan tingkat nasional Citi Micro-enterpreneurship Award (CMA) dari UKM Center, Universitas Indonesia (Ditjen PMD Kemdagri, 2008).

(35)

14

pengembaliannya bisa mencapai pokok sebesar Rp 45.233.492.639 dan bunga Rp.7.152.779.122 (KM Nasional PNPM-MPd, 2009). Dengan tingginya tingkat pengembalian pinjaman kelompok tersebut, maka potensi untuk pengembangannya akan selalu terbuka lebar. UPK mempunyai kewajiban untuk terus mendorong kelompok dalam pemanfaatan dana program, sedangkan fasilitator kecamatan juga berkewajiban untuk memfasilitasi kelompok dalam mengembangkan usaha yang dijalankan untuk mencapai tujuan program yaitu kemandirian ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

Kegiatan fasilitasi pengembangan kegiatan kelompok memegang peranan penting dalam PNPM-MPd. Fasilitasi pengembangan kegiatan/usaha kelompok adalah upaya yang dapat membantu pengembangan kegiatan kelompok berdasarkan pada jenis kelompok. Fasilitasi pengembangan kegiatan kelompok berdasarkan pada jenis kelompok yaitu KSP sebagai pengelola pinjaman (executing) dan KUB. Kelompok yang ada di wilayah binaan UPK Kecamatan Semparuk sampai tahun 2011 ini semuanya masih kelompok penyalur pinjaman (channeling), tetapi sudah memiliki dua kelompok cikal bakal menjadi kelompok pengelola pinjaman. Kelompok executing ini tidak diberikan secara langsung karena harus memenuhi berbagai kriteria yang harus dipenuhi.

Kegiatan fasilitasi dapat dilakukan sebagai berikut (TK PNPM-MPd, 2008b):

1. Kelompok Simpan Pinjam

a. Penguatan organisasi dengan fasilitasi pembuatan AD/ART, fasilitasi pembuatan SOP, dan sebagainya.

b. Penguatan pengelolaan keuangan dengan fasilitasi penguatan administrasi dan pelaporan keuangan, fasilitasi peningkatan permodalan dengan pengembangan jaringan, fasilitasi peningkatan simpanan anggota, dan sebagainya.

c. Penguatan pengelolaan pinjaman dengan fasilitasi pembuatan aturan dan mekanisme penyaluran pinjaman, fasilitasi penentuan persyaratan pinjaman, fasilitasi pengelolaan pinjaman bermasalah, dan sebagainya.

(36)

15

a. Penguatan organisasi/manajemen dengan melakukan fasilitasi peningkatan kapasitas pengurus dan anggota kelompok dalam wadah kelompok ataupun manajemen.

b. Penguatan pengelolaan usaha:

1) Aspek pemasaran yang mencakup kualitas produk, jaringan distribusi, strategi promosi, persaingan harga jual dan sebagainya.

2) Produksi/operasi yang mencakup masalah supply bahan baku, proses produksi (sistem, kapasitas sarana dan kapasitas sumber daya manusia) dan sebagainya.

3) Pengelolaan keuangan: (i)berupa administrasi dan pelaporan keuangan dan (ii) peningkatan permodalan yang mencakup permodalan untuk pengembangan sarana/prasarana maupun modal kerja.

3.\Pengembangan Jaringan

Fasilitasi pengembangan jaringan diarahkan pada pengembangan kegiatan atau usaha kelompok dengan penekanan pada penyediaan informasi-informasi kepada kelompok yang mendukung kegiatan/usaha yang mencakup informasi: a. Bantuan teknis misalnya: lembaga-lembaga pelatihan, instansi terkait

penyedia pelatihan, lembaga swadaya masyarakat.

b. Permodalan misalnya: bank, lembaga keuangan, program-program bantuan. c. Usaha misalnya: penyediaan bahan baku, jaringan pemasaran, diversifikasi

usaha.

(37)

16

perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (Kemenkum dan HAM, 2008).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tersebut, ciri-ciri usaha mikro: (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah, (c) milik warga negara Indonesia, (d) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan (e) berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Usaha kecil dicirikan dengan: (a) memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta rupiah sampai dengan paling banyak 500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (b) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta rupiah sampai dengan paling banyak 2,5 milyar rupiah, (c).milik warga negara Indonesia, (d) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar dan (e).berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Berdasarkan kriteria yang dijelaskan di atas, maka kelompok SPP merupakan bagian dari usaha mikro dan kecil yang berkembang di masyarakat yang dinaungi dalam PNPM-MPd.

(38)

17

kebijakan dan regulasi memadai, (g) tidak terorganisir dalam jaringan dan kerjasama, dan (h) sering tidak memenuhi standar.

Kelemahan-kelemahan seperti itu telah dicoba untuk diatasi pemerintah dengan menyediakan kegiatan SPP dalam PNPM-MPd. Kegiatan simpan pinjam khusus perempuan yang utama adalah menyimpan (menabung) dan meminjam (kredit). Kegiatan menyimpan dari anggota kelompok dilakukan secara intern ke dalam kelompok. Artinya, simpanan anggota akan dikumpulkan kepada pengurus kelompok SPP. Simpanan anggota ini berupa simpanan pokok, wajib, ataupun simpanan lainnya. Simpanan ini bisa dimanfaatkan lagi untuk dipinjamkan kepada anggota kelompok maupun orang lain di luar kelompok asalkan mendapat persetujuan dari kelompok. Untuk kegiatan meminjam, anggota kelompok bisa meminjam dari dana yang tersimpan di kas kelompok yang berasal dari simpanan anggota, bonus dari UPK, bunga pinjaman anggota/non-anggota, atau pinjaman yang didapat dari UPK.

Pinjaman kelompok SPP termasuk kredit mikro sebagaimana yang dikenal dari istilah umum. Kredit usaha mikro ataupun kecil merupakan kredit dengan karakteristik yang berbeda dengan kredit kepada usaha menengah dan korporasi. Menurut Triandaru dan Budisantoso (2007), kredit mikro dan kecil memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Memerlukan persyaratan penyerahan agunan yang lebih lunak. 2) Memerlukan metode monitoring kredit yang khusus.

3) Cenderung menimbulkan biaya pelayanan kredit yang relatif lebih tinggi. 4) Memerlukan persyaratan persetujuan kredit yang lebih sederhana.

(39)

18

1) Jasa-jasa keuangan dapat disediakan kepada golongan berpenghasilan rendah secara menguntungkan.

2) Tingkat suku bunga pinjaman harus dapat ditetapkan lebih tinggi dari yang biasanya ditetapkan oleh bank pada umumnya. Hal ini mencerminkan fakta bahwa menyalurkan banyak pinjaman kecil lebih mahal daripada memberikan lebih sedikit pinjaman yang jumlahnya lebih besar.

3) Tunggakan pinjaman dapat ditekan, terutama dengan pemilihan peminjam yang hati-hati. Selain itu juga karena para peminjam dimotivasi untuk membayar kembali dalam rangka membuka opsi agar dapat meminjam kembali ketika produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka.

4) Kegiatan institusional dibatasi seluruhnya hanya untuk jasa-jasa keuangan. Kegiatan SPP merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang mempunyai kegiatan simpan pinjam. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut (TK PNPM-MPd, 2008b).

1. Tujuan Simpan Pinjam

Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan Rumah Tangga Miskin (RTM) dan penciptaan lapangan kerja.

2. Ketentuan Dasar Simpan Pinjam

(40)

19

pengelolaan dana bergulir harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

3. Ketentuan Pendanaan Bantuan Langsung Masyarakat

Dana yang disediakan untuk mendanai kegiatan SPP per kecamatan maksimal 25% dari alokasi BLM. Sasaran program SPP adalah RTM yang produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada di masyarakat. Bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman. Bagi kelompok-kelompok perempuan yang ingin memanfaatkan dana SPP diberikan ketentuan-ketentuan.

Ketentuan kelompok SPP adalah: kelompok yang dikelola dan anggotanya perempuan, yang satu sama lain saling mengenal, memiliki kegiatan tertentu dan pertemuan rutin yang sudah berjalan sekurang-kurangnya satu tahun, mempunyai kegiatan simpan pinjam dengan aturan pengelolaan dana simpanan dan dana pinjaman yang telah disepakati. Kemudian telah mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota, kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik, dan mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana.

4. Mekanisme Pengelolaan

Mekanisme tetap mengacu pada alur kegiatan program, dengan beberapa penjelasan dalam tahapan sebagai berikut (TK.PNPM-MPd, 2008a).

a. Musyawarah Antar Desa Sosialisasi

Dalam Musyawarah Antar Desa (MAD) Sosialisasi, dilakukan sosialisasi ketentuan dan persyaratan untuk kegiatan SPP sehingga pelaku-pelaku tingkat desa yang berkumpul di kecamatan memahami adanya kegiatan SPP dan dapat memanfaatkannya.

b. Musyawarah Desa Sosialisasi

(41)

20

c. Musyawarah Dusun

Proses identifikasi kelompok melalui musyawarah di dusun/kampung dengan menyesuaikan ketentuan tersebut di atas termasuk kondisi anggota. Menyiapkan daftar pemanfaat setiap kelompok beserta jumlah kebutuhan dan daftar RTM yang akan menjadi pemanfaat. Kemudian RTM yang belum menjadi anggota kelompok agar dilakukan tawaran dan fasilitasi untuk menjadi anggota kelompok sehingga dapat menjadi pemanfaat. Untuk hasil musyawarah dusun, dituangkan dalam Berita Acara (BA).

d. Musyawarah Desa dan Musyawarah Khusus Perempuan

Musyawarah ini merupakan tahapan seleksi di tingkat desa. Penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP. Hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok yang diusulkan dalam paket usulan desa. Penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan.

e. Verifikasi

Verifikasi kegiatan SPP dibantu dengan formulir yang tersedia. Contoh format formulir masih harus disesuaikan dengan kondisi lokal namun tidak mengurangi prinsip dasar penilaian dengan model CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning dan Liquidity) yaitu: penilaian tentang permodalan, kualitas pinjaman, manajemen, pendapatan dan likuiditas.

(42)

21

Pembuatan BA Hasil Verifikasi sebagai tahap akhir proses verifikasi usulan, mencantumkan rekomendasi-rekomendasi termasuk jumlah usulan kelompok apakah sudah dalam kewajaran, keterlibatan RTM sebagai pemanfaat, dan kategorisasi perkembangan kelompok.

f. Musyawarah Antar Desa Prioritas Usulan

Tahapan ini merupakan tahapan evaluasi akhir dengan model prioritas kebutuhan dengan mempertimbangkan hasil verifikasi. Prioritas penilaian ditekankan pada kelompok yang lebih mengutamakan calon pemanfaat kategori RTM. Dalam tahapan prioritas kebutuhan ini menilai usulan-usulan kelompok yang tergabung dalam paket usulan desa. Penilaian dilakukan dengan basis usulan kelompok sehingga jika ada kelompok yang tidak layak maka tidak secara otomatis menggugurkan paket usulan desa tersebut, kelompok yang dianggap layak tetap mendapatkan pendanaan sampai jumlah kuota BLM terpenuhi.

Prioritas kebutuhan kelompok SPP mempertimbangkan keterlibatan RTM sebagai anggota dan pemanfaat, kategori tingkat perkembangan kelompok, hasil penilaian kelayakan kelompok pengusul yang dituangkan dalam BA Tim Verifikasi, dan pertimbangan lain yang mendukung pengurangan jumlah RTM dan peningkatan kesempatan kerja/usaha.

g. Musyawarah Antar Desa Penetapan Usulan

Pada tahapan ini diambil keputusan penentuan pendanaan usulan kelompok-kelompok yang memenuhi syarat pemeringkatan yang dapat didanai dengan dana BLM. Bagi kecamatan yang telah mengelola dana bergulir, maka pada MAD ini dapat juga dilakukan proses MAD Perguliran.

h. Penetapan Persyaratan

(43)

22

5. Pencairan Dana

Pencairan dana BLM dilakukan sekaligus (100%) pada setiap kelompok yang disertai penandatanganan perjanjian pinjaman antara kelompok dan UPK. Pada saat yang bersamaan, ketua TPK memberikan dana SPP setelah dikurangi operasional UPK dua persen (2%) dan operasional desa tiga persen (3%).

6. Pengelolaan Dokumen dan Administrasi di UPK

Pengelolaan dokumen UPK meliputi pengelolaan administrasi dan pengelolaan pelaporan keuangan seperti laporan realisasi penyaluran, laporan perkembangan pinjaman SPP, laporan kolektibilitas SPP, neraca dan laporan operasional. Hal-hal yang dikelola di tingkat kelompok meliputi: data-data peminjam, dokumen pendanaan/kuitansi di kelompok maupun pemanfaat, administrasi realisasi pengembalian pinjaman ke UPK, administrasi penyaluran dan pengembalian/kartu pinjaman pemanfaat dan administrasi pinjaman pemanfaat.

Usulan kegiatan kelompok SPP yang belum terdanai oleh BLM tetapi telah dianggap layak dapat didanai dengan dana bergulir. Jika dana bergulir tidak mencukupi, maka kelompok layak dapat ditetapkan sebagai kelompok tunggu yang dilaporkan dalam daftar tunggu kelompok. Daftar tunggu ini ditetapkan dengan BA. Selain menetapkan daftar tunggu, juga menetapkan mekanisme dan persyaratan dalam pendanaan kelompok yang termasuk daftar tunggu.

7. Pelestarian dan Pengembangan Kegiatan

Pelestarian kegiatan SPP mengacu pada ketentuan pengelolaan dana bergulir dengan mempertimbangkan ketentuan akses BLM yang telah disepakati dalam MAD yang mencakup pelestarian kegiatan dan pengembangan kelompok. Pelestarian kegiatan dilaksanakan dengan berpedoman pada adanya dana kegiatan SPP yang produktif dan bertambah jumlahnya untuk penyediaan kebutuhan pendanaan masyarakat miskin, pelestarian prinsip PNPM-MPd terutama keberpihakan kepada orang miskin dan transparansi, penguatan kelembagaan baik dalam aspek permodalan ataupun kelembagaan kelompok, pengembangan layanan kepada masyarakat, dan pengembangan permodalan.

(44)

23

minat kerjasama lembaga lain sebagai lembaga penyalur dan pengelola pinjaman. Pengembangan kelembagaan kelompok SPP, secara badan hukum dapat menjadi Koperasi Simpan Pinjam. Gambar 1 berikut ini adalah alur kegiatan SPP sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Gambar 1. Alur kegiatan SPP

D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kegiatan SPP ALUR KEGIATAN SPP

MAD Penyempurnaan dokumen usulan

(45)

24

Tujuan utama dari program kredit mikro adalah untuk mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan peminjam. Hasil penelitian Seibel dan Parhusip (1998), menyatakan bahwa dengan akses yang mudah RTM ke kelompok SPP bisa memfasilitasi orang miskin menabung untuk membangun keuangan dan modal fisik mereka, apalagi jika tabungan mereka bisa diberikan jasa/bunga dengan tingkat suku bunga lebih tinggi dari tingkat suku bunga tabungan di bank. Produk tabungan bisa dibedakan berdasarkan tingkat kematangan ekonomi, sesuai kondisi lapangan, ketersediaan insentif dan likuiditas nasabah.

Sasaran kegiatan kepada RTM memiliki alasan. Berdasarkan hasil penelitian Khandker (2000), angka pengembalian pinjaman orang miskin lebih tinggi dibandingkan bukan orang miskin. Juga bahwa suatu fasilitas dalam kredit dan simpanan yang disediakan bagi orang miskin telah membantu meningkatkan simpanan mereka (baik simpanan wajib maupun simpanan sukarela) dan mengurangi pinjaman dari sumber pemberi pinjaman informal.

Program pemberian kredit yang ditujukan kepada perempuan juga memiliki alasan yang kuat. Penelitian FAO (2000), menunjukkan bahwa kredit mikro yang ditargetkan bagi perempuan memiliki banyak pengaruh, baik dari sisi ekonomi maupun sosial. Efeknya antara lain:

1. Efek ekonomi

a. Peningkatan pendapatan

Bukti menunjukkan bahwa kredit mikro meningkatkan pendapatan peserta. Seiring dengan peningkatan pendapatan, perubahan sekunder dalam komposisi, jumlah dan waktu konsumsi, tabungan dan kepemilikan aset juga terjadi. Peminjam kadang menggunakan pinjaman kredit mikro untuk kebutuhan konsumsi langsung.

b. Diversifikasi pendapatan

(46)

25

c. Efek konsumsi

Sebagian dari pinjaman kredit mikro yang digunakan secara langsung untuk meningkatkan konsumsi. Perilaku konsumsi bisa segera berubah, sedangkan dampak lain mungkin muncul hanya dalam jangka panjang. Misalnya, pengurangan kerentanan melalui pembelian makanan meningkat dalam jangka pendek dapat mengubah hasil ekonomi jangka panjang bagi penduduk miskin perdesaan. Mengingat tingkat pendapatan peminjam kredit mikro rendah, kenaikan laba sering digunakan pada peningkatan makanan, tempat tinggal dan barang-barang dasar lainnya.

d. Efek tabungan

Baik melalui tabungan paksa, atau pengalihan dari peningkatan pendapatan, peminjam kredit mikro meningkatkan tabungan mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk memperlancar konsumsi, berinvestasi dalam kegiatan produktif dan persiapan keadaan darurat. Penelitian menunjukkan bahwa pinjaman kredit mikro yang digunakan sebagian besar untuk tujuan investasi (misalnya 80 persen dari kredit BRAC di Bangladesh), seperti investasi di bidang perumahan dan aset-aset produktif lainnya.

e. Efek produksi

Kredit memberikan kesempatan untuk memulai atau memperluas kegiatan baru non-pertanian, seperti agroprocessing, distribusi makanan, manufaktur skala kecil, memperbaiki peralatan dan penyewaan, pariwisata, pertambangan dan sektor jasa. Hal ini juga dapat mengubah metode produksi dalam pertanian dengan meningkatkan input produksi. Perubahan dalam produksi menimbulkan peluang-peluang kerja baru dan beranekaragam bagi peminjam dan masyarakat.

f. Tingkat diskonto

Kredit menyediakan cara untuk menggeser waktu konsumsi untuk mengurangi kerentanan, sehingga mengubah tingkat diskonto yang peminjam alokasikan sebagai pendapatan masa depan. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin sedikit mereka sibuk dengan memenuhi kebutuhan konsumsi saat ini.

2. Efek Sosial

(47)

26

Sebagai kelompok, LKM sangat fokus pada merekrut dan memperluas kredit untuk perempuan, terutama dibandingkan dengan penekanan pelepas uang lainnya. LKM lebih memilih untuk menargetkan perempuan. Perempuan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan terkenal sebagai resiko kredit yang lebih baik, lebih mudah untuk disiplin dan lebih cenderung menggunakan pendapatan yang mereka kontrol. Mereka memiliki lebih banyak kapasitas kewirausahaan yang belum terealisasi.

b. Tindakan kolektif

LKM-LKM melepaskan agunan tradisional dan sebagai gantinya, mengandalkan jaminan sosial peserta. Peserta mungkin diperlukan untuk meminjam dalam kelompok-kelompok, bertindak sebagai penjamin timbal balik atau menerima pinjaman yang bergantung pada orang lain dalam kelompok membayar pinjaman mereka kembali.

Suatu kajian gender dalam Proyek PNPM Mandiri(Tim KGPNPMM, 2010) menjelaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam perekonomian keluarga dan berbagai studi telah menunjukkan bahwa upaya meningkatkan pendapatan perempuan memiliki dampak yang lebih besar pada kesejahteraan keluarga daripada meningkatkan pendapatan laki-laki. Dengan demikian terdapat suatu pembenaran untuk menjadikan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai satu fokus dari PNPM. Namun demikian, mengingat temuan-temuan yang ada, baik dari kajian ini maupun dari kajian lainnya, mengenai lemahnya dampak dari pemberian bantuan dan dukungan bagi kelompok simpan pinjam dalam program-program pengembangan masyarakat, banyak yang masih perlu dilakukan untuk mengidentifikasi suatu desain yang efektif yang dapat meningkatkan efektivitas kegiatan-kegiatan, termasuk membangun hubungan dengan sumber-sumber dukungan lain seperti departemen-departemen teknis dan kelompok-kelompok masyarakat penyedia layanan pelatihan keahlian.

(48)

27

dibanding UEP yang beranggotakan para lelaki. Keberhasilan kaum perempuan ini disebabkan oleh group coordination yang baik. Alasan mendasarnya yaitu: pertama, kaum perempuan mempunyai tanggung jawab domestik yang lebih besar dibanding kaum laki-laki yang membuat mereka merasa mahal untuk berlama-lama meninggalkan rumahnya, apalagi meninggalkan desanya. Peran domestik ini memungkinkan kaum perempuan perdesaan untuk secara intens berinteraksi dengan kelompoknya, sedemikian rupa sehingga fungsi social coordination bisa lebih sering terjadi. Mereka akan sering bertemu dengan sesama perempuan, baik saat belanja di pasar, pengajian, atau saat silaturahmi biasa sehingga akan timbul perasaan malu jika kreditnya tidak dibayar dan ini bisa menimbulkan tekanan psikologis. Kedua, perempuan lebih tahu dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan domestiknya. Perasaan yang sensitif akan turun-temurun kepada anak cucunya dan sifat itu akan terbawa saat mereka berada di kelompoknya. Kontrol sesama anggota kelompok akan terjadi saat pertemuan-pertemuan yang mereka adakan sehingga bisa mengintimidasi perasaan dan mengakibatkan mereka harus berusaha membayar pinjamannya dengan lancar.

Selain alasan di atas, pembiayaan secara berkelompok sebagaimana yang sudah berjalan di SPP, pelayanan non-finansial dari lembaga keuangan (dalam hal ini UPK), dan insentif yang dinamis (jika pengembalian pinjaman dari kelompok lancar, akan ada pembagian 5% dari bunga yang diterima UPK kepada kelompok) berkontribusi terhadap meningkatnya kinerja pengembalian pinjaman kredit mikro (Godquin, 2004).

Contoh-contoh praktek yang baik dari pemberian bantuan dan dukungan bagi kelompok simpan pinjam masihlah sedikit dan jarang terjadi, namun ada tiga hal yang patut dicatat (Tim KGPNPMM, 2010):

(1) Bahwa permintaan kaum perempuan untuk mendapatkan bantuan bagi berbagai kegiatan ekonomi dan skema simpan pinjam mikro perlu didengar dan dipertimbangkan di dalam proses pengambilan keputusan.

(49)

28

(3) Jika kredit pinjaman diberikan melalui proyek, maka sistem, prosedur, dan modul pelatihan manajemen keuangan yang telah dikembangkan selama ini perlu ditingkatkan dan disesuaikan lebih lanjut.

Tim KGPNPMM (2010) melanjutkan, berdasarkan pengalaman dan hasil evaluasi terdahulu menemukan tiga masalah berikut:

1. kelompok-kelompok simpan pinjam jarang mengikutsertakan masyarakat miskin/ termiskin kecuali apabila hal ini merupakan aturan proyek;

2. tidak terbangun skala ekonomi melalui jejaring/kolaborasi yang semakin baik antar kelompok; dan

3. hanya sedikit jenis usaha yang dibiayai dan sebagian besar masih terbangun dari peran-peran tradisional perempuan (memasak, menjahit, membuka warung), dan bukan dengan membuka berbagai kesempatan baru. Singkat kata, program-program pengembangan masyarakat, dengan sedikit pengecualian, masih belum efektif dalam upaya mengentaskan kemiskinan melalui pemberian kredit pinjaman.

Sebuah contoh mengenai dampak positif adanya SPP. Sejak 2001 (Sigap, 2010), Kecamatan Talango berpartisipasi dalam PNPM Mandiri dengan dana bantuan pemerintah senilai 750 juta rupiah. Dalam kurun waktu sembilan tahun, dana tersebut digulirkan untuk membantu permodalan masyarakat hingga pada 2010 dana tersebut berkembang menjadi 2 miliar rupiah. Terlaksananya PNPM Mandiri membuat terkikisnya rentenir yang menyusahkan rakyat kecil.

(50)

29

kelompok. Keempat, dilihat dari pelaksanaan kegiatan SPP sebagian besar anggota membutuhkan waktu di atas dua tahun untuk dapat menunjukkan hasil.

Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil/Asppuk (2010) dalam penelitian yang dibiayai International Labor Organization menemukan bahwa: 1. Program PNPM saat ini baru sebatas penyaluran modal usaha bagi kelompok

perempuan yang memiliki atau ingin memulai usaha, sebagai strategi pengentasan kemiskinan namun belum mengarahkan kegiatan perempuan kepada pengembangan bisnis yang menguntungkan. Atas dasar itu, maka kondisi usaha responden belum layak secara ekonomi atau bisnis yang belum berorientasi pada keuntungan.

2. Kemampuan fasilitator PNPM-MPd dalam hal pembukuan baik dan berdampak positif pada pengelolaan administrasi simpan pinjam kelompok yang terkelola dengan baik. Namun begitu, tuntutan lapang menjadikan tugas fasilitator bukan hanya “pengaman” modal yang difasilitasi PNPM-MPd, tetapi berperan bagaimana penggunaan modal dalam pengembangan usaha dilakukan. Umumnya fasilitator belum pernah mengikuti pelatihan pengembangan usaha kelompok. Pelatihan Get A Head, merupakan satu-satunya peningkatan pengembangan usaha fasilitator yang fokus kepada pengembangan usaha dan keadilan gender.

3. Konteks relasi perempuan dengan pihak lain. Kondisi saat ini masih mencerminkan struktur masyarakat patriarkhis. Usaha yang dilakukan perempuan dipahami sebagai kegiatan sampingan dari pekerjaan laki-laki. Situasi tersebut terlihat dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha dan pembagian kerja usaha. Walaupun perempuan dan suami bekerja, perempuan masih mengerjakan tugas domestik. Akibatnya, perempuan menghadapi permasalahan ketidakadilan gender dan problem usaha seperti permodalan, pemasaran, manajemen produksi, akses bahan baku, dan sebagainya secara bersamaan.

(51)

30

relasi gender kelompok SPP dan pemahaman fasilitator seperti itu, maka sulit terjadi perubahan dalam pengembangan usaha yang responsif gender dan “memberdayakan” perempuan, bila tidak dilakukan langkah konkrit.

Wuriati (2008) dalam penelitiannya mengenai kelembagaan UPK secara nasional di antaranya menemukan bahwa:

1. Aset mempunyai hubungan yang cukup kuat dengan tingkat efisiensi, untuk itu dalam mengelola kredit mikro UPK perlu membuat target-target peningkatan aset.

2. Posisi outstanding mempunyai hubungan yang kuat dengan tingkat efisiensi, untuk itu UPK harus menjaga agar dana pengembalian yang masuk seminimal mungkin mengendap di kas atau bank tetapi harus secepat mungkin digulirkan kembali ke kelompok masyarakat yang membutuhkan dan layak mendapatkan kredit sesuai dengan kriteria yang ditetapkan program.

3. Modal mempunyai hubungan dengan tingkat efisiensi, namun tingkat hubungannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan modal yang besar saja tidak cukup bagi UPK untuk dapat berlanjut atau efisien. Namun justru yang perlu diperhatikan adalah bagaimana UPK mengelola modal yang ada sehingga berkembang menjadi aset yang besar dengan terus menggulirkan dananya ke masyarakat.

(52)

31

III.

.

METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Kajian

1. Lokasi Kajian

Kajian ini dilaksanakan di Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Lembaga yang menjadi subyek kajian ialah Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) Kecamatan Semparuk yang merupakan organisasi pelaksana kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Responden kelompok simpan pinjam perempuan berasal dari lima desa yaitu Desa Semparuk, Singaraya, Sepadu, Sepinggan dan Seburing sesuai dengan kelompok yang menjadi pemanfaat dana program untuk Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP).

2. Waktu Kajian

Pengumpulan dan analisis data dilaksanakan selama enam bulan, yaitu bulan Maret 2011 – Agustus 2011. Rincian waktu pelaksanaan kajian tugas akhir tersaji pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Jadwal kajian

No. Tahapan kajian Waktu pelaksanaan (tahun 2011)

Maret April Mei Juni Juli Agust

1. Studi pendahuluan x

2. Pengajuan judul x

3. Pengajuan proposal ke dosen pembimbing

x x

4. Sidang komisi I x

5. Kolokium x

6. Pengumpulan data x x x x x x x x x

7. Analisis data x x xxxxxx

8. Penyusunan laporan x x x x x x x x x x x xx

9. Sidang komisi II x

10. Seminar hasil x

11 Ujian tugas akhir x

12. Perbaikan tugas akhir xx

B. Unit Kajian

(53)

32

tersebut dari tahun 2008, 2009, dan 2010 tanpa putus-putus (telah beraktivitas dalam kelompok SPP selama tiga tahun). Jumlah pemanfaat yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 50 orang.

C. Pengumpulan Data

Dalam menganalisis dan membahas masalah pada kajian ini membutuhkan data yang terdiri dari dua sumber data, yaitu:

1. Data sekunder, merupakan data pendukung yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan data organisasi, antara lain jurnal penelitian, buletin, tesis, buku, Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM-MPd, laporan-laporan hasil kegiatan program, serta data kegiatan SPP reguler dan perguliran dana SPP. 2. Data primer, merupakan data utama yang diperoleh langsung dari lapangan.

Untuk mendapatkan data tersebut menggunakan kuesioner, dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut.

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur ini dilakukan untuk mendapatkan data primer langsung dari pelaku usaha mikro (anggota kelompok SPP), yakni kepada 50 responden terpilih dan empat orang pelaku program yang terdiri dari satu orang fasilitator kecamatan, satu orang pendamping lokal, dan dua orang pengurus UPK.

b. Observasi

Teknik ini digunakan untuk melakukan pencatatan secara teliti dan sistematis terhadap obyek kajian yang langsung diamati di lapangan guna melengkapi teknik wawancara.

D. Pengolahan dan Analisis Data

(54)

33

situasi lain. Hasil interpretasi juga bukan generalisasi dalam arti kuantitatif, karena gejala sosial terlampau banyak variabelnya dan terlampau terikat oleh konteks dimana penelitian dilakukan sehingga sukar digeneralisasi. Generalisasi di sini lebih bersifat hipotesis kerja yang senantiasa harus diuji kebenarannya dalam situasi lain. Sesungguhnya analisis dapat dibagi menjadi dua macam: kualitatif dan kuantitatif. Apabila data yang dikumpulkan oleh si peneliti hanya sedikit, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun ke dalam suatu struktur klasifikatoris), maka analisisnya pastilah analisis yang kualitatif (Priadana dan Muis, 2009).

Riset dengan metode studi kasus menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, menyeluruh atas obyek tertentu, termasuk lingkungannya. Periset, bersama-sama dengan pengambil keputusan manajemen (misalnya di dalam organisasi), harus berusaha menemukan hubungan faktor-faktor yang dominan atas permasalahan risetnya. Selain itu, periset dapat saja menemukan hubungan-hubungan yang tadinya tidak direncanakan atau terpikirkan. Keunggulan metode studi kasus antara lain adalah bahwa hasilnya dapat mendukung studi-studi yang lebih besar di kemudian hari, dapat memberikan hipotesis-hipotesis untuk riset lanjutan. Namun, di samping keunggulan tersebut, metode ini sebenarnya memiliki kelemahan, misalnya bahwa kajiannya menjadi relatif kurang luas, sulit digeneralisasikan dengan keadaan yang berlaku umum, dan cenderung subyektif karena obyek riset dapat mempengaruhi prosedur riset yang musti dilakukan (Umar, 2002).

1. Analisis Statistik Deskriptif

Gambar

Gambar 1. Alur kegiatan SPP
Gambar 2. Matriks IE
Tabel 4. Matriks QSP
Gambar 4. Struktur pelaku PNPM-MPd Kecamatan Semparuk
+7

Referensi

Dokumen terkait