• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Saran

13. Daya tarik strategis QSPM

FAKTOR PENENTU Bobot

Strategi Alternatif

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

Kekuatan

Prosedur dan syarat pengajuan kredit mudah dan ringan 0,045 4,000 0,180 4,000 0,180 3,750 0,168 2,000 0,090 4,000 0,180 3,250 0,146 2,250 0,101 Ada pendampingan kelompok 0,073 4,000 0,292 3,500 0,256 4,000 0,292 4,000 0,292 4,000 0,292 3,250 0,238 3,500 0,256 Pelaksanaan tanggung renteng berjalan baik 0,072 4,000 0,288 3,750 0,270 3,750 0,270 4,000 0,288 3,250 0,234 3,250 0,234 3,750 0,270 Musyawarah efektif memberikan informasi kepada masyarakat 0,040 4,000 0,158 3,500 0,139 3,750 0,149 4,000 0,158 4,000 0,158 2,500 0,099 2,500 0,099 Bantuan dana SPP sangat bermanfaat bagi anggota 0,045 4,000 0,178 3,500 0,156 4,000 0,178 3,000 0,134 1,000 0,045 1,000 0,045 2,750 0,122 UPK memiliki SDM berkualitas 0,058 4,000 0,234 4,000 0,234 4,000 0,234 4,000 0,234 4,000 0,234 3,250 0,190 3,500 0,204 Kontrol yang kuat dari masyarakat luas 0,065 4,000 0,261 4,000 0,261 3,250 0,212 3,250 0,212 2,500 0,163 1,500 0,098 2,500 0,163 Peran perempuan cukup dominan dalam pengelolaan usaha 0,036 2,500 0,091 2,250 0,082 2,500 0,091 2,500 0,091 3,250 0,118 1,250 0,045 2,250 0,082 Pemberlakuan reward and punishment 0,052 4,000 0,209 3,500 0,183 3,750 0,196 3,000 0,157 1,750 0,092 1,750 0,092 2,750 0,144 Pelayanan yang baik dari UPK 0,056 3,500 0,197 3,250 0,183 3,500 0,197 3,000 0,169 3,500 0,197 3,750 0,211 3,000 0,169

Kelemahan

Pengendapan dana cukup lama dengan jumlah besar 0,047 3,000 0,142 3,750 0,178 3,500 0,166 3,000 0,142 4,000 0,190 3,500 0,166 2,750 0,130 Proses pencairan relatif lama 0,051 3,250 0,167 3,250 0,167 3,750 0,193 3,000 0,154 4,000 0,206 3,500 0,180 3,250 0,167 Pemberdayaan ekonomi RTM belum dijalankan 0,063 2,750 0,172 3,250 0,203 2,750 0,172 4,000 0,250 3,250 0,203 2,750 0,172 3,500 0,219 Simpanan anggota tidak berkembang 0,046 3,250 0,150 2,500 0,115 3,000 0,138 4,000 0,185 3,250 0,150 2,750 0,127 4,000 0,185 Fasilitasi pengembangan usaha anggota masih lemah 0,076 3,500 0,265 3,000 0,227 3,250 0,246 4,000 0,302 4,000 0,302 3,500 0,265 4,000 0,302 Tim verifikasi belum diperankan secara maksimal 0,067 3,000 0,200 3,000 0,200 3,000 0,200 2,750 0,183 4,000 0,266 3,250 0,216 2,500 0,166 Adanya syarat agunan kepada RTM memberatkan 0,073 3,500 0,254 3,750 0,273 3,500 0,254 4,000 0,291 2,250 0,164 3,000 0,218 2,500 0,182 UPK belum memiliki legal lending 0,035 2,750 0,097 2,500 0,088 3,000 0,105 3,000 0,105 3,250 0,114 3,000 0,105 2,750 0,097

Peluang

Pasar kredit masih luas di luar perdagangan dan jasa 0,116 3,500 0,406 3,750 0,435 4,000 0,464 2,250 0,261 3,000 0,348 3,250 0,377 3,000 0,348 Banyak masyarakat miskin yang belum mengakses dana SPP 0,120 4,000 0,482 4,000 0,482 4,250 0,512 4,000 0,482 4,000 0,482 3,500 0,422 3,500 0,422 Peluang kerjasama pengembangan jaringan 0,073 3,500 0,255 3,750 0,273 3,500 0,255 3,000 0,218 3,500 0,255 3,750 0,273 3,250 0,236 Perekonomian yang sulit mendorong untuk berwirausaha 0,067 3,750 0,251 4,000 0,268 3,750 0,251 2,750 0,184 3,500 0,235 2,750 0,184 3,000 0,201 Masih banyak masyarakat terjerat rentenir 0,102 3,500 0,358 4,000 0,409 4,000 0,409 4,000 0,409 3,000 0,307 3,250 0,332 3,000 0,307 Kemajuan teknologi mempermudah pengelolaan keuangan 0,080 3,000 0,239 3,500 0,278 2,750 0,219 1,500 0,119 2,500 0,199 3,750 0,298 3,250 0,259

Ancaman

Persaingan dengan bank 0,089 1,500 0,133 2,000 0,177 4,000 0,355 2,000 0,177 3,750 0,332 3,750 0,332 2,500 0,222 Persaingan dengan lembaga keuangan non-bank 0,070 1,500 0,106 2,000 0,141 4,000 0,282 2,000 0,141 3,750 0,264 3,750 0,264 2,500 0,176 Perubahan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang bersifat dinamis 0,072 2,250 0,161 2,750 0,197 4,000 0,286 1,000 0,072 3,750 0,268 3,750 0,268 2,500 0,179 Ada kecenderungan ketergantungan terhadap dana SPP 0,107 3,000 0,320 1,000 0,107 4,000 0,427 4,000 0,427 4,000 0,427 4,000 0,427 3,000 0,320 Ancaman berkurangnya anggota kelompok pemanfaat 0,105 3,000 0,314 1,500 0,157 4,000 0,418 4,000 0,418 3,750 0,392 3,750 0,392 3,250 0,340

Total nilai daya tarik 5,925 6,053 6,494 5,501 5,997 5,598 5,408

iii

ABSTRACT

HAMDI. The Study of Women’s Savings and Loan Activity (a Case Study of Project Management Unit in Semparuk Sub-Distric Sambas Regency). Supervised by HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as committee Chairman, and H..AMIRUDDIN SALEH as member.

Women's savings and loan (SPP) activity is Indonesian government effort to develop rural savings and loan’s potency, access facility to micro scale enterprise funding, needs fulfill for funding basic social, institutional strengthening of woman activity, support poor households alleviation and create the employment. The objectives of this study were, to identify existing problems, to analyze strengths, weakness, opportunities and threats (SWOT) in the savings and borrowing activities from SPP groups and to improve strategies in the Project Management Unit (UPK) of Semparuk sub-district Sambas regency. The primary data were collected to fund user by observation and interviewed techniques, and secondary data obtained from literature studied. Interviews were conducted to 50 respondents whose used credit for three consecutive years and four program actors. The data explained descriptively and assessment strategies analyzed using internal factor evaluation matrix, external factor evaluation matrix, internal- external matrix, SWOT matrix and quantitative strategic planning matrix. The results show that the were identified problems: poor households’ economic empowerment had not done yet, group members’ savings fail to grow, credit disbursement process was relatively slow, program actors’ role fail to facilitate the groups particularly in members’ businesses development. Several alternative strategies that can be implemented by UPK are: improve the services, expanse the credit markets and marketing networking, maximize the program actors’ role, maintain the commitment to developing the SPP, increase the programs promotion, increase the assistance to SPP groups and diversification of deposit and loan products.

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha mikro dan kecil merupakan usaha yang paling banyak digeluti di Indonesia. Usaha ini terbukti mampu menopang perekonomian rumah tangga miskin dan bisa menjadi penyangga ekonomi nasional. Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BPS dan Kemenegkop UKM (2008) menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2007 tumbuh sebesar 6,3% terhadap tahun 2006. Bila dirinci menurut skala usaha, pertumbuhan PDB Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mencapai 6,4% dan Usaha Besar (UB) tumbuh 6,2%. Dibandingkan tahun 2006 pertumbuhan PDB UKM hanya 5,7%, dan PDB UB hanya 5,2%. Pada tahun 2007 total nilai PDB Indonesia mencapai 3.957,4 triliun rupiah, dimana UKM memberikan kontribusi sebesar 2.121,3 triliun rupiah atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB UKM tahun 2007 terjadi di semua sektor ekonomi. Jumlah populasi UKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia.

Besarnya peran UKM harus diikuti dengan adanya pembinaan kepada berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapinya. Salah satu permasalahan yang dihadapi UKM adalah terbatasnya akses UKM kepada sumber daya produktif. Akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Bappenas (2008), menemukan bahwa dalam hal pendanaan, produk jasa lembaga keuangan sebagian besar masih berupa kredit modal kerja, sedangkan untuk kredit investasi sangat terbatas. Bagi UKM keadaan ini sulit untuk meningkatkan kapasitas usaha ataupun mengembangkan produk-produk yang bersaing. Di samping persyaratan pinjamannya juga tidak mudah dipenuhi, seperti jumlah jaminan meskipun usahanya layak, maka dunia perbankan yang merupakan sumber pendanaan terbesar masih memandang UKM sebagai kegiatan yang beresiko tinggi. Pada tahun 2003, untuk skala pinjaman

2

dari perbankan sampai dengan jumlah 50 juta rupiah, terserap hanya sekitar 24% ke sektor produktif, selebihnya terserap ke sektor konsumtif.

Kegiatan Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) PNPM-MPd merupakan salah satu alternatif pemecahan permasalahan permodalan, bahkan sampai pada bantuan teknis, informasi, teknologi, manajemen, dan pasar. Kegiatan SPP mendapatkan alokasi dana maksimal 25% dari total dana BLM dalam PNPM- MPd. Pada tahun 2008 yang merupakan tahun pertama dilaksanakannya program PNPM-MPd di Kecamatan Semparuk, dana SPP teralokasi sebesar 625 juta rupiah tidak terserap habis. Dana yang terserap hanya 484 juta rupiah (setelah ditambah 5% untuk UPK dan TPK menjadi Rp.509.473.680) dengan konsekuensi sisanya (Rp 115.526.320) dijadikan dana untuk kegiatan sarana prasarana fisik yang habis terpakai. Untuk alokasi dana tahun 2009, SPP mendapatkan alokasi 500 juta rupiah terserap habis 475 juta rupiah untuk kelompok reguler (UPK Kecamatan Semparuk, 2010). Begitu juga dengan alokasi dana tahun 2010, alokasi dana SPP sebesar 562,5 juta rupiah (termasuk 5% untuk operasional) terserap habis.

Jika dilihat dari dana yang mengendap setelah cicilan berjalan, maka dana tersebut banyak yang mengendap, bahkan dari bulan pertama cicilan pengembalian simpanan oleh kelompok SPP. Hal ini terjadi setiap tahun meskipun jumlah dana pinjaman dan peminjam bertambah untuk kelompok reguler maupun kelompok perguliran. Dana mengendap di bulan kedua dan seterusnya sampai setahun lamanya. Jumlah kelompok reguler tahun anggaran 2010 sebanyak 17 kelompok dengan jumlah pinjaman sebesar.534,4 juta rupiah dan pinjaman untuk 27 kelompok perguliran sebesar Rp.1.547.462.000 tanpa daftar tunggu (UPK Kecamatan Semparuk, 2011a).

Dana yang tidak terserap habis secara kontinyu untuk kegiatan SPP menjadi hal yang disayangkan karena tidak bisa digulirkan di masyarakat sehingga secara manfaat akan berkurang. Dilihat dari laporan bulan Mei 2011, kas yang mengendap di rekening bank dan kas UPK Semparuk sebesar Rp.637.971.455,85 sedangkan tunggakan sebesar Rp 5.884.500. Surplus ditahan sebesar Rp.265.588.489,95 dengan surplus berjalan sebesar Rp.107.379.472,46 dan saldo pinjaman beredar Rp 1.304.293.000 (UPK Kecamatan Semparuk, 2011b). Untuk itu perlu ada usaha memaksimalkan pemanfaatan dana SPP ini bagi kelompok

3

masyarakat miskin. Selain itu, perlu juga dilihat apakah pembinaan terhadap kelompok SPP sudah berjalan dengan baik atau belum. Pembinaan tidak hanya terhadap penyusunan laporan keuangan kelompok, tetapi lebih diarahkan untuk bisa meningkatkan omset, aset, ataupun laba usaha dari setiap anggota serta bagaimana sebaiknya mengelola keuangan keluarga anggota kelompok.

Agar tujuan pelaksanaan program PNPM-MPd bisa tercapai, maka perlu dirancang strategi yang tepat berdasarkan kenyataan yang ada pada lembaga UPK, kelompok SPP, dan lingkungan yang berpengaruh bagi kegiatan SPP tersebut, sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin benar-benar bisa terwujud. Berdasarkan pemikiran di atas, maka dilakukan kajian tentang kegiatan SPP di UPK Kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas.

B. Rumusan Masalah

1. Masalah-masalah apa saja yang timbul pada kegiatan Simpan Pinjam khusus Perempuan di Kecamatan Semparuk?

2. Apa saja kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh UPK Kecamatan Semparuk yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan SPP?

3. Bagaimanakah bentuk strategi yang bisa dilaksanakan untuk perbaikan kegiatan simpan pinjam khusus perempuan di Kecamatan Semparuk?

C. Tujuan

1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul pada kegiatan SPP Kecamatan Semparuk.

2. Mengevaluasi dan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman agar dapat meningkatkan keberhasilan kegiatan kelompok SPP secara maksimal.

3. Menyusun strategi perbaikan kegiatan SPP dari program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh UPK Kecamatan Semparuk agar bisa mencapai tujuan program.

4

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari diadakannya kajian ini antara lain.

1. Bisa dijadikan acuan dalam peningkatan keberhasilan program PNPM-MPd khususnya kegiatan SPP, baik yang dilaksanakan di Kecamatan Semparuk maupun untuk kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Sambas.

2. Bagi peneliti dapat dijadikan pembelajaran “problem solving” dan perumusan

strategi untuk meningkatkan kinerja lembaga alternatif dalam pemberdayaan usaha mikro pada khususnya dan UKM pada umumnya.

5

II..TINJAUAN PUSTAKA

A. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Indonesia merupakan sebuah Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Dengan kondisi tersebut, pemerintah menyadari masih terjadi kesenjangan antara pencapaian dan sasaran dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini terbukti dari masih besarnya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia. Untuk menghambat meningkatnya tingkat pengangguran dan kemiskinan, pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan melalui berbagai program bantuan sosial antara lain Bantuan Langsung Tunai, Raskin, Jamkesmas, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan memperluas akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah melalui KUR. Menurut BPS (2009), persentase penduduk miskin di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 14,15%. Angka kemiskinan diproyeksikan akan terus menurun menjadi 12-13,5 persen pada tahun 2010 (Menkeu RI, 2009). Proyeksi tersebut terbukti dengan turunnya tingkat kemiskinan tahun 2010 menjadi 13,33% yang diikuti dengan turunnya indeks kedalaman kemiskinan nasional, yang pada tahun 2009 sebesar 2,5 menjadi 2,2 pada tahun 2010. Pemerintah berkomitmen untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan, yaitu menjadi 8-10% pada tahun 2014. Begitu juga tingkat pengangguran 7,41% pada tahun 2010 akan diturunkan menjadi 5-6% pada tahun 2014 (Bappenas, 2010a). Untuk terus menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran, dibutuhkan kerja keras pemerintah dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan.

Untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan PNPM Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan (TP PNPM Mandiri, 2007).

6

Ditambahkan oleh TP PNPM Mandiri (2007), pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di perdesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk mengintegrasikan pusat- pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya. PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah. Pelaksanaan PNPM Mandiri 2008 diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.

Dengan pengintegrasian berbagai program pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri, cakupan pembangunan diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir. Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan yang selama ini sering berduplikasi antar proyek diharapkan juga dapat diwujudkan. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalan dengan target waktu pencapaian tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target MDGs tersebut (TP PNPM Mandiri, 2007).

Pemerintah melanjutkan program penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan baik. PPK menjadi program yang dilanjutkan, karena pertama, program ini menjawab persoalan mendasar dari masyarakat yaitu menyediakan lapangan kerja bagi rakyat miskin (mengatasi masalah pengangguran) dan sekaligus menambah penghasilan bagi kelompok rakyat miskin (penanggulangan kemiskinan). Jenis kegiatan yang dipilih oleh masyarakat pada umumnya adalah pembangunan prasarana sosial dasar yang diharapkan memberikan dampak

7

langsung yang lebih besar pada manfaat yang dinikmati masyarakat miskin. Kedua, hasil evaluasi yang dilakukan secara independen menunjukkan program ini telah teruji baik dilihat dari pencapaian tujuannya maupun efisiensinya. Penghematan dari program rata-rata mencapai 55,82%, dan ketiga, berhasil mewujudkan model perencanaan dari bawah (bottom-up planning) atau lebih dikenal dengan perencanaan partisipatif, sehingga mendekatkan antara kebutuhan riil masyarakat dengan program pembangunan nasional. Dari analisa Economic Internal Rate of Returnmenghasilkan rate of return yang cukup bagus dengan hasil rata-rata di atas 52,7% untuk 113 proyek (Torrens, 2005).

Penelitian McLaughlin et al.,(2007) menyimpulkan di antaranya pertama, PPK memberikan dukungan kritis kepada kepala desa baru yang ingin menjadi lebih partisipatif dan transparan. Kedua, PPK menyediakan banyak keterampilan yang dibutuhkan seperti penulisan proposal dan manajemen proyek yang telah

meningkatkan kapasitas sebuah desa untuk memenuhi kebutuhan pembangunan secara mandiri.Ketiga, PPK menumbuhkan permintaan untuk pemerintahan yang baik meskipun tidak dapat menerjemahkan tuntutan tersebut ke dalam perubahan jangka panjang. Selain itu, PPK telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam mengurangi kemiskinan di tingkat desa meskipun tidak serta merta membantu semua penduduk desa. Oleh karena itu, PPK dilanjutkan dan diintegrasikan menjadi PNPM Mandiri. PNPM yang merupakan kelanjutan PPK disebut sebagai PNPM-PPK, dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan pemberdayakan masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan sebagaimana yang digunakan dalam PPK.

Upaya yang dilakukan untuk mendorong akselerasi penurunan kemiskinan selanjutnya adalah meningkatkan alokasi anggaran belanja nasional untuk penanggulangan kemiskinan secara signifikan. Presiden Republik Indonesia berpendapat bahwa kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat. Untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan upaya penajaman yang

8

meliputi penetapan sasaran, perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta efektivitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat nasional yang menangani penanggulangan kemiskinan. Untuk itu, ditetapkan Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (Bappenas, 2010b).

Berkaitan dengan hal tersebut, Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Pendukung Presiden Soesilo Bambang Yoedoyono, Aburizal Bakrie dalam diskusi di salah satu stasiun TV swasta nasional yang disiarkan tanggal 9 April 2011 antara lain menyatakan bahwa dalam pengurangan kemiskinan, Setgab mendorong dan mendukung pemerintah memberikan prioritas yang tinggi, dan menyediakan anggaran yang cukup besar untuk rakyat miskin melalui PNPM. Sebagai konsekuensi dari penerapan Perpres Nomor 15 Tahun 2010, banyak program yang diintegrasikan menjadi PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Untuk di Kabupaten Sambas, tahun 2009 ada enam kecamatan yang mendapatkan alokasi untuk kegiatan PNPM-MPd. Pada tahun 2011, semua kecamatan mendapatkan alokasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Dari 19 kecamatan, 18 kecamatan mendapatkan alokasi BLM (sejumlah 16,9 milyar rupiah) dari PNPM-MPd dan satu kecamatan mendapatkan alokasi BLM (sejumlah 2,15 milyar rupiah) dari PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM P2DTK mendapatkan 3,5 milyar rupiah (TNP2K, 2010).

Pelaksanaan PNPM-MPd telah memberi sumbangsih besar bagi kemajuan pembangunan di daerah Kabupaten Sambas, mampu menggerakkan partisipasi pemerintah daerah dan pemberdayaan masyarakat (Faskab Sambas, 2009). Program ini telah berjalan sembilan tahun, dari Tahun 2003 hingga 2011. Antusiasme masyarakat dalam berpartisipasi pada PPK II terlihat pada kegiatan- kegiatan yang dilaksanakan. Untuk partisipasi masyarakat dalam bentuk swadaya dan tenaga, swadaya tertinggi pada PPK fase II dan III ditunjukkan warga di Kecamatan Paloh yakni Rp 28.276.000 atau 10,58% dari BLM yang digunakan untuk membangun jalan rabat beton tahun 2005 dan Rp 25.386.500 atau 10% dari BLM yang digunakan untuk membangun jalan rabat beton tahun 2006. Pada PNPM-PPK/MPd 2007, swadaya tertinggi ditunjukkan warga di Kecamatan Sajingan Besar, sebesar Rp 22.377.500 (TK.PNPM-MPd Kab. Sambas, 2008).

9

1. Visi, Misi, Tujuan, dan Prinsip PNPM-MPd

Secara umum, visi PNPM-MPd adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM-MPd adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3).pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4).peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5).pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan (TK.PNPM-MPd, 2008a).

Tujuan Umum PNPM-MPd adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Tujuan khususnya meliputi:

a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan.

b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan

mendayagunakan sumber daya lokal.

c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa.

g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan (TK.PNPM-MPd, 2008a).

Pelaksanaan PNPM-MPd sebagai sebuah program pemberdayaan memiliki prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi demi tercapainya tujuan program dan keserasian dengan kearifan lokal dan tetap manusiawi dalam implementasinya.

10

Prinsip PNPM-MPd adalah nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatannya. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM-MPd. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) bertumpu pada pembangunan manusia, (b) otonomi, c).desentralisasi, (d) berorientasi pada masyarakat miskin, (e) partisipasi, (f).kesetaraan dan keadilan gender, (g) demokratis, (h).transparansi dan akuntabel, (i).prioritas, dan (j) keberlanjutan (TK PNPM-MPd, 2008a).

2. Pendanaan Program

Sumber dana berasal dari: (a) APBN (b) cost sharing pemerintah daerah (c).partisipasi dunia usaha; dan (d) swadaya masyarakat. Ketentuan tentang alokasi dana PNPM-MPd adalah: (1) Berdasarkan penetapan lokasi kecamatan, Bappenas dan Departemen Keuangan menerbitkan Dokumen Anggaran yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi dan (2) Alokasi dana PNPM-MPd dicatat pada Daftar Pembukuan Administrasi APBD Kabupaten (TK PNPM-MPd, 2008a).

Penyaluran dana diartikan sebagai proses penyaluran dana BLM dari KPKN dan/ atau kas daerah ke rekening kolektif BLM yang dikelola oleh UPK. Mekanisme penyaluran dana BLM sebagai berikut:

a. Pencairan dana yang berasal dari pemerintah pusat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kemenkeu.

b. Pencairan dana yang berasal dari Pemerintah Daerah, dilakukan melalui mekanisme APBD sesuai aturan yang berlaku di daerah.

c. Pengajuan pencairan dana BLM ke KPKN diatur dalam peraturan Dirjen PMD, Kemendagri.

d. Penerbitan SPP harus dilampiri dengan berita acara hasil pemeriksaan terhadap kesiapan lapangan yang dilakukan fasilitator kecamatan.

e. Dana yang berasal dari APBD harus dicairkan terlebih dahulu ke masyarakat, selanjutnya diikuti dengan pencairan dana yang berasal dari APBN.

f. Besaran dana BLM dari APBD yang dicairkan ke masyarakat harus utuh tidak termasuk pajak, retribusi atau biaya lainnya.

11

Pencairan dana adalah proses pencairan dari rekening kolektif BLM yang dikelola UPK kepada Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat desa. Mekanisme pencairan dana sebagai berikut: (1) pembuatan surat perjanjian pemberian bantuan antara UPK dengan TPK, (2) TPK menyiapkan rencana penggunaan dana sesuai kebutuhannya dilampiri dengan dokumen-dokumen proposal kegiatan, dan (3).untuk pencairan berikutnya dilengkapi dengan laporan penggunaan dana sebelumnya dan dilengkapi dengan bukti-bukti yang sah.

Untuk membiayai kebutuhan operasional kegiatan TPK/desa dan UPK pada prinsipnya bertumpu pada swadaya masyarakat. Namun untuk menumbuhkan keswadayaan tersebut diberikan bantuan stimulan dana dari PNPM-MPd. Dana operasional UPK sebesar maksimal dua persen dari dana bantuan PNPM-MPd yang dialokasikan di kecamatan tersebut. Dana operasional desa / TPK maksimal tiga persen dari dana PNPM-MPd yang dialokasikan untuk desa yang bersangkutan.

3. Mekanisme Usulan Kegiatan

Setiap desa dapat mengajukan tiga usulan untuk didanai. Setiap usulan harus merupakan satu jenis kegiatan/ satu paket kegiatan yang secara langsung saling berkaitan.

Tiga usulan dimaksud adalah:

a. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) atau peningkatan kapasitas/ keterampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan.

b. Usulan kegiatan simpan pinjam bagi kelompok perempuan (SPP) ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Alokasi dana kegiatan SPP ini maksimal 25% dari BLM kecamatan. Tidak ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok. c. Usulan kegiatan sarana prasarana dasar, kegiatan peningkatan kualitas hidup

masyarakat (kesehatan atau pendidikan) dan peningkatan kapasitas/ keterampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah