• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan The United Nations Office On Drugs And Crime (Unodc) Dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba Dengan Negara-Negara Di Asean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan The United Nations Office On Drugs And Crime (Unodc) Dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba Dengan Negara-Negara Di Asean"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

99

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A. Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional/Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 2000

Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara : Teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan” Pustaka Pelajar, Jakarata 2010.

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 2011

Chris Brown. Understanding International Relations. MacMillan, Basingstoke: 1997.

Citra Hennida, Rezim dan Organisasi Internasional : Interaksi Negara, Kedaulatan, dan Institusi Multilateral, Intra Publishing, Malang, 2015

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negri R.I,”Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan lintas negara, Khususnya Penyalahgunaan Narkotika dan Obat Berbahaya dan Obat Berbahaya”. Jakarta. 2000

Eugenia Liliawati Muljono, Peraturan Perundang-Undangan Narkotika dan Psikotropika, Harvarindo, Jakarta, 2006

J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Neil Boister, Transnational Criminal Law. European Journal of International Law. 2003.

Margaret P Karns, International Organizationz: The Politics and The Process of Global Governance, Lynne Rienner, London, 2004

Mc Nair, The Law Of Trreaties, The Claredon Press, Oxford, 1961

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bina Cipta, Bandung 1982

Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997,

(2)

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 1990

Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, UI Press, Jakarta, 2004 B. Jurnal.

AKP. Mochtar. “ASEAN dan Agenda Keamanan Nonkonvensional”, CSES Jakarta, 1999.

Alan Dupont, “Transnational Crime, Drugs And Security in East Asia”. Dalam jurnal Asian Survey Vol. XXXXIX No. 3 May/June, 1999.

Anjan Pramuka Putra, Strategi Peningkatan Kerjasama Penanggulangan Kejahatan Narkoba Internasional Guna Mengakselerasi Grand Strategi Polri Dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Keamanan Nasional, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Sekolah Pimpinan Tingkat Tinggi, Lembang, 2010

ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jenderal kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia 2008.

ASEAN Selayang Payang 2000, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri RI, Jakarta 2000.

ASEAN Three-Year Plan of Action on Drug Abuse Control”. ASEAN Sekretariat, Januari 1996 Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN

Selayang Pandang, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, 2008

Elvira Febrian Palimbongan,, Jurnal Hubungan Internasional, Upaya ASEAN Dalam Menananggulangi Perdaganagan Dan Peredaran Narkotika Illegal Di Kawasan Asia Tenggara, Jakarta, 2013

Fredy B. L. tobing. “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Politik Internasional, Vol 5 No 1 November 2002 Kerjasama Asean-Deplu, “Dalam Membahas Masalah Perdagangan Ilegal Narkotika Dan

Obat-Obatan Barbahaya, Jakarta, 2000.

Mattalitti Abdurrachman, Kerjasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2001

(3)

101 Thomson Siagian, Peranan Kejaksanaan Agung dalam Rangka Pencegahan dan

Penanggulangan Kejahatan Transnasional, Jakarta, 2008

Yasmin Sungkar, Dewi Fortuna Anwar, Lidya Cristin S, Ratna Shofi, dan Tri Nuke Pudjiastuti, Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN, LIPI Press. Jakarta, 2008

C. Internet

Arman Depari, Kerjasama Internasional dalam Pemberantasan Narkotika, Naskah Akhir Strategi Perorangan, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

Asal Muasal Opium. http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/print/features/2. diakses diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

Asean Secretariat, http://www.aseansec.org/3819.html, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

Frontline“Opium Throughout History, Fronline the Opium King”. Diakses dari http://pbs.org/wgbh/pages/frontline/shoves/heroin/history., diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

Humas BNN, Sejarah Singkat Narkoba ” , diakses dari http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2011/10/31/189/sejarah-singkat-narkoba, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

http://www.aseansec.org/9922.htm, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

https://en.wikipedia.org/wiki/Golden_Triangle diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

http://asean.org/?static_post=asod-drugs-and-narcotics diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

http://asean.org/?static_post=asean-declaration-of-principles-to-combat-the-abuse-of-narcotics-drugs-manila-26-june-1976 diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

Indradi Thanos dalam konferensi pers pertemuan ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) di Hotel Borobudur, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

I Nyoman Nurjana, Penanggulangan Kejahatan Narkotika: Eksekusi Hak Perspektif Sosiologi Hukum, http///www.google.com, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

Kompasiana. Dependency Theory and Indonesia, 26 Juni 2009 dalam

(4)

A. Perdagangan Narkotika di Asia Tenggara.

Dalam era globalisasi ini, peredaran gelap narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas dan bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.

Peningkatan serta meluasnya perdagangan dan peredaran gelap narkotika tersebut tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang transportasi dan telematika yang memungkinkan arus perpindahan dan lalu lintas uang, orang dan barang secara cepat, sehingga ruang,jarak dan waktu sudah tidak menjadi hambatan lagi. Dampak dan implikasi batas-batas negara menjadi kabur sehingga membuka peluang meluasnya jaringan bisnis perdagangan gelap narkotika yang dilakukan secara terorganisir, meliputi jaringan yang sangat luas, melibatkan lebih dari satu negara, mobilitas tinggi serta modus operandi yang cenderung berganti-ganti dan semakin sulit untuk dilacak.

(5)

47

setelah “Bulan Sabit Emas” (Afganistan, India, Pakistan) dan Colombia. Sebutan “Segitiga Emas” atau The Golden Triangle yang merupakan daerah perbatasan Thailand, Myanmar dan Laos merupakan penghasil 60 persen produksi Opium dan Heroin di dunia.65 Jaringan Golden Triangle yang beroperasi di Myanmar, Burma, Thailand, Amerika Selatan dengan pusatnya Bangkok, Thailand, memiliki keterlibatan dengan kelompok jaringan internasional Golden Crescent yang beroperasi di Iran, Pakistan dan Afghanistan dengan pusatnya di Pakistan.66

65

Fredy B. L. tobing. “Aktifitas Drugs Trafficking Sebagai Isu Keamanan yang Mengancam Stabilitas Negara”, dalam Jurnal Politik Internasional, Vol 5 No 1 November 2002 h. 17

66

Humas BNN, Sejarah Singkat Narkoba ” , diakses dari http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2011/10/31/189/sejarah-singkat-narkoba, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

(6)

Menurut data United Nations Office on Drug and Crime ( UNODC), tercatat antara 155 dan 250 juta, 3,5% sampai 5,7% dari penduduk di dunia yang berusia 15-64 mengkonsumsi narkotika setidaknya sekali di tahun 2009.96 Afganistan merupakan negara penghasil opium terbesar di dunia, dimana pada tahun 1992 sampai 1993 saja produksinya diperkirakan mencapai antara 1500 sampai 2000 ton, sedangkan untuk jenis kokain, 75 % suplai kokain berasal dari Kolombia.97 Di tingkat regional, negara-negara segitiga emas yaitu Thailand, Laos dan Myanmar merupakan pemasok opium terbesar kedua di dunia setelah Afganistan.67

ASEAN merupakan kawasan yang tingkat frekuensi kejahatan lintas negara cukup tinggi. Kejahatan lintas negara yang berkembang di kawasan ASEAN meliputi terorisme, perdagangan senjata, perdagangan manusia terutama perempuan dan anak-anak, dan permasalahan narkotika yang lebih dikenal industri narkotika.68

67

World Drug Report UNODC 2010 68

Asean Secretariat, http://www.aseansec.org/3819.html, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

(7)

49

Terbentuknya ASOD juga merupakan hasil dari keadaan dimana hubungan antara negara-negara yang disebabkan adanya saling keterikatan ataupun ketergantungan. Sehingga kompleksitas dari problematika permasalahan industri narkotika akan sedikit berkurang dengan adanya kerjasama, interaksi, serta integrasi yang solid antar negara-negara ASEAN. Di kawasan Asia Tenggara sendiri isu mengenai industri narkotika merupakan masalah internasional yang mendapat perhatian serius. Sebagai lembaga yang mewadahi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya, ASOD memiliki peran dan tugas sebagai berikut:69

1. Melaksanakan ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs.

2. Menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika dan cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN

3. Mengkonsolidasikan serta memperkuat upaya bersama, terutama dalam masalah penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya prevensif melalui pendidikan, penerangan kepada masyarakat, perawatan dan rehabilitasi, riset dan penenlitian, kerjasama internasional, pengawasan atas penanaman narkotika serta peningkatan partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah.

4. Melaksanakan ASEAN Policy and Strategies on Drug Abuse Control sebagaimana telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug Experts ke-4 di Jakarta tahun 1984.

69

(8)

5. Melaksnakan pedoman mengenai bahaya narkotika yang telah ditetapkan oleh “International Conference on Drugs on Drug Abuse and illicit Trafficking” dimana negara-negara anggota ASEAN telah berpartisipasi secara aktif.

6. Merancang, melaksanakan, dan memonitor, serta mengevaluasi semua program penanggulangan masalah narkotika ASEAN.

7. Mendorong partisipasi dan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika.

8. Meningkatkan upaya ke arah tercapainya ratifikasi, aksesi, dan pelaksanaan semua ketentuan PBB yang berkaitan dengan masalah bahaya narkotika.

ASOD (ASEAN Senior Official on Drugs Matter) merupakan pilar ASEAN dalam hal menanggulangi industri narkotika. ASOD berdiri pada tahun 1984 yang mana sebelumnya merupakan pertemuan rutin yang berada dibawah koordinasi komite pembangunan sosial (COSD). Agenda ASOD sendiri mencakup mandat dalam peningkatan pelaksanaan Deklarasi Prinsip-prinsip ASEAN untuk memerangi masalah narkotika yang sudah dicetuskan sejak tahun 1976. Mengkonsolidasi dan memperkuat upaya-upaya bersama dalam pengendalian dan pencegahan masalah narkotika di kawasan ASEAN dan merancang, melaksanakan, memonitor, serta mengevaluasi semua program ASEAN terkait tindakan dalam hal kontrol serta pencegahan pengembangan industri narkotika.

(9)

51

kepada individu (manusia). Apabila di lihat dari skala dimensi ancaman yang ditimbulkan dari perkembangan industri narkotika terhadap stabilitas kawasan bisa di kategorikan sebagai kejahatan lintas negara karena aktifitas dari perindustrian dan peredaran narkotika dikawasan ASEAN juga dilakukan melalui organisasi atau kelompok criminal (mafia) yang sangat terorganisir seperti Chinese Triads, Japan Yakuza, dan Vietnam Gangs fenomena inilah yang melatarbelakangi meningkatnya aktifitas industri narkotika dikawasan Segitiga Emas secara drastis pada awal tahun 1990-an.70

Industri narkotika merupakan bisnis yang menjanjikan keuntungan yang sangat besar sehingga dapat menggiurkan para pejabat maupun aktor-aktor internasional lainnya yang menyalahgunakan kedudukannya demi mendapatkan

Terjadinya peningkatan aktifitas industri narkotika adalah bukti lemahnya institusi pemerintahan dan lembaga hukum di negara-negara ASEAN ataupun anggota The Golden Triangle. Kelemahan dari institusi pemerintah dan lembaga hukum inilah yang menjadi alasan dari mafia, kelompok saparatis, ataupun oknum pemerintah mampu dan leluasa memandatkan kondisi sebuah negara dan kondisi regional menjadi peluang yang menguntungkan bagi peredaran narkotika. Dampak dari peredaran narkotika ini semakin meluas dan meningkat hampir disetiap negara berkembang. Pelaku dari industri narkotika internasional seakan tidak kehabisan lahan untuk meningkatkan peredaran, produksi distribusi serta penyalahgunaan narkotika dikawasan ASEAN karena masih banyak negara-negara korup yang institusinya lemah.

70

(10)

keuntungan dari bisnis haram ini.71 Industri ini menjadi sangat menguntungkan karena harganya mampu berlipat ganda terlebih lagi apabila mampu diedarkan semakin jauh dari wilayah asalnya. Contohnya, harga satu kilogram heroin di Myanmar berkisar antara US $ 1.200 – 1.400. harga ini akan meningkat menjadi dua kali lipat bila komoditi heroin memasuki kota tempat pengapalannya di Chiangmai, Thailand dan bahkan menjadi tiga kali lipat begitu memasuki Bangkok, sebagai exit-point menuju kawasan lain di luar ASEAN, apabila berhasil menjangkau pasaran New York, harganya bisa menjadi US $ 20.000 hingga US $ 60.000 per kilogram.72

The golden triangle sebagai daerah yang dikenal sebagai pusat industri narkotika dikawasan ASEAN. The golden triangle beranggotakan Thailand, Myanmar, dan Laos. Ketiga negara ini menjadi salah satu pusat produksi serta penyuplai ATS (Amphetamine Type Stimulant), heroin maupun opium terbesar di dunia pada dekade terakhir ini.73

71

Suara Merdeka, “Thailand Menumpas bandar narkotika http://www.suaramerdeka.com/harian/.htm, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

72

Ibid.

73

Ibid.

(11)

53

Fakta inilah yang menjadi faktor utama mengapa Thailand pernah menjadi negara dengan tingkat pengguna narkotika tertinggi di dunia, sedangkan Phonm Penh, Kamboja merupakan pusat money laundering (pencuci uang) dari keuntungan perdagangan narkotika dan kejahatan lintas negara lainnya seperti penyelundupan senja illegal, perdagangan manusia, cyber crime, dan lain sebagainya.74

Menurut Issues for Engagement: Asian Perspectives on Transnational Security Challenges, bahwa obat terlarang memasuki Kamboja dari daerah Segitiga Emas di sepanjang perbatasan-perbatasan Thailand, Laos dan Birma, lalu dari Kamboja kemudian menuju Thailand dan Vietnam untuk diekspor. Negara-negara Segitiga Emas telah matang dalam membuat dan mengedarkan obat terlarang, melalui laboratorium tersembunyi yang ditunjang oleh sindikat kejahatan yang teratur membuat obat-obat terlarang di daerah-daerah Kamboja yang jarang penduduknya, serta adanya perbatasan-perbatasan yang bercelah memancing para penyelundup untuk melewati hutan-hutannya yang terpencil.75

Myanmar merupakan exit point dari the golden triangle dalam mendistribusikan opium keseluruh dunia. Myanmar bukan lagi hanya sebagai negara transit atau persinggahan perdagangan narkotika, tapi menjadi salah satu negara terbesar yang menjadi penghasil narkotika. Selama ratusan tahun, propinsi Shan dari Myanmar (yang sebelah timur berbatasan langsung dengan Tiongkok, sisi selatan berbatasan dengan Thailand dimana kota Mae Sai berada) menjadi tempat ladang opium yang paling utama karena selain tanah dan iklimnya cocok,

74

Ibid

75

(12)

lokasinya juga strategis karena terisolasi.76 Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang sebenarnya sudah sejak lama berlangsung dikawasan ASEAN khususnya wilayah segitiga emas. Perdagangan opium diwilayah ini dimonopoli oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada saat itu pemerintah kolonial Inggris mengimpor sejumlah besar opium dari India, dan tidak lama setelah itu produksi opium meningkat di dataran tinggi ASEAN.77

Pengaruh opium di Asia sangat besar. Opium, yang sering disebut “emas hitam,” begitu berharganya sehingga seringkali orang menggunakan emas sebagai pengganti uang dalam perdagangannya. Di akhir tahun 1900-an, perdagangan yang sama menciptakan apa yang kemudian dikenal sebagai segitiga emas. Wilayah itu, yang dinamai oleh para pedagang opium, meliputi bagian dari tiga negara, yaitu Thailand bagian utara, Laos bagian barat dan Myanmar bagian

Peningkatan opium inilah yang melatarbelakangi kenapa kawasan Segitiga Emas terkenal dengan peredaran opium yang sangat tinggi dimana perdagangan opium juga dilakukan secara ilegal oleh para penyelundup-penyelundup yang berasal dari daerah koloni lain. Perkembangan wilayah Segitiga Emas tidak lagi hanya menjadi daerah penanam opium saja, tetapi sudah mampu menghasilkan heroin bersamaan dengan jenis narkotika dan obat-obatan lainnya seperti amphetamine, methamphetamine, dan Ya‟ba. Kelima jenis narkotika dan obat -obatan inilah yang paling banyak diproduksi dan beredar dikawasan Segitiga Emas.

76

The Golden Triangle-Mae Sai Thailand. http://smulya.multiplay.com/journal/item/46 diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

77

(13)

55

Timur, yang meliputi lebih dari 100.000 kilometer persegi pegunungan dan membentuk sebuah segitiga.78

Pada dasarnya masalah narotika dan obat-obatan berbahaya, khususnya di wilayah Asia, dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu :79

1. Masalah pemberantasan tanaman dan perkebunan yang menghasilkan bahan baku narkotika seperti opium dan cannabis. Disamping itu, masuk dalam kategori yang sama adalah masalah manufaktur barang haram tersebut.

2. Masalah peredaran dan perdagangan Pertama, masalah pemberantasan tanaman dan perkebunan yang menghasilkan bahan baku narkotika seperti opium dan cannabis. Disamping itu, masuk dalam kategori yang sama adalah masalah manufaktur barang haram tersebut.

3. Masalah peredaran dan perdagangan. Kawasan disekitar “Segitiga Emas” selain menghadapi masalah produksi juga menghadapi masalah peredaran dan perdagangan obat-obatan berbahaya. Meliputi segenap permasalahan yang berkaitan yang penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya khususnya para pengguna barang haram tersebut.

Ketiga hal tersebut diatas merupakan sasaran utama ASOD dalam menanggulangi masalah narkotika yang harus ditangani secara terpadu dan menyeluruh.

78

Asal Muasal Opium. http://apdforum.com/id/article/rmiap/articles/print/features/2. diakses diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

79

(14)

B. Peran ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Perdagangan Narkotika

Segala upaya yang ditempuh oleh masyarakat internasional dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika dikarenakan peredaran dan perdagangan narkotika secara ilegal telah melibatkan lebih dari satu negara. Peredaran gelap narkotika selalu melibatkan negara produsen, negara transit dan negara pemasaran narkotika. Bukanlah hal yang tidak mungkin mengingat perkembangan teknologi, informasi dan transportasi, suatu jenis narkotika diproduksi di negara A ,didistribusikan melalui negara B yang kemudian dijual ke negara C. Oleh karena itu, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu negara tetapi banyak negara di dunia. Untuk dapat memberantas peredaran gelap narkotika secara lebih efektif, maka negara-negara di dunia harus mau untuk bekerja sama. Apalagi peredaran dan perdagangan gelap narkotika tidak hanya dilakukan oleh invidu saja, tapi sudah dilakukan oleh sekelompok orang yang bekerja secara terorganisasi yang mana kelompok- kelompok ini tersebar di negara-negara. Kelompok-kelompok sindikat ini telah memiliki sumber pendanaan yang membiayai kegiatan ilegal mereka.

(15)

57

narkotika di kawasan Asia Tenggara.80

Pertemuan ini menghasilkan ASEAN Declaration on Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs bertempat di Singapura yang kemudian disepakati oleh para menteri luar negeri negara anggota ASEAN.

Agenda ASEAN Experts Group Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse sendiri ditindaklanjuti pada Bali Concord tahun 1976 dengan seruan dari negara anggota ASEAN maupun badan-badan internasional yang berkaitan untuk mengupayakan pencegahan dan pemberantasan terhadap perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.

81

Pertemuan ASEAN Drugs Experts Meeting ke-8 tahun 1984 ditegaskan perlunya pendekatan secara regional dalam upaya pengendalian penyalahgunaan narkotika dengan menerapkan kebijakan ASEAN Regional Policy and Strategy in the Prevention and Control of Drugs Abuse and Illicit Trafficking. Pelaksanaan kebijakan ini membutuhkan keselarasan dan kesepahaman dalam strategi maupun Deklarasi ini menghasilkan rumusan kerangka kerja untuk merealisasikan program dalam kerja sama untuk memerangi penyalahgunaan narkotika. Kerangka kerja tersebut memiliki empat bidang utama, yaitu penegakan hukum dan perundang-undangan, pengobatan dan rehabilitasi, pencegahan dan informasi, pelatihan dan penelitian. Agenda ASEAN Expert Group Meeting on the Prevention and Control of Drugs Abuse sendiri juga merumuskan strategi untuk dapat saling meningkatkan kerjasama dalam pelaksanaan ASEAN Declaration on Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs.

80

Kejahatan Lintas Negara. dari Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia: http://www.deplu.go.id/Pages/IIssueDisplay. diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

81

(16)

sistem kontrol hukum bersama secara terkoordinasi di tingkat nasional, regional maupun tingkat internasional dalam upaya memerangi bahaya narkotika.82

Untuk penanganan kejahatan lintas negara dibidang narkoba, dibahas didalam Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD), selain itu juga terdapat Senior Official Meeting on Transnasional Crime (SOMTC), ASEAN and China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs (ACCORD) serta ASEAN-EU Sub-Committe on Nartics. Dalam hal ini penulis memperkecil ruang lingkup pembahasan pada Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD). Secara umum, mekanisme kerja ASOD adalah membuat agenda, merencanakan proyek kerjasama terkait penanggulangan masalah narkoba, serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi dari hasil working group yang diwadahi oleh ASOD sendiri.83 Tugas ASOD adalah menyelaraskan pandangan, pendekatan dan strategi dalam menanggulangi masalah narkoba, melalui konsolidasi. Selain dari pada itu, memperkuat upaya bersama di bidang penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya preventif, kerjasama internasional dan peningkatan partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah, seperti LSM-LSM terkait yang memiliki akar yang kuat dalam masyarakat.84

82

http://www.aseansec.org/9922.htm, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib 83

ASEAN Selayang Pandang, edisi 2008. Direktorat Jenderal kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia 2008. hal 79.

84

Ibid, hal.173

(17)

59

Drugs trafficking menjadi ancaman yang serius bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan keberadaan The Golden Triangle (Segitiga Emas) yang beranggotakan Thailand, Laos, dan Myanmar yang merupakan pusat produksi, peredaran, serta distribusi narkoba khususnya di kawasan Asia Tenggara. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan kawasan yang bebas drugs tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab ASEAN tetapi juga menjadi dibutuhkan partisipasi setiap negara anggota ASEAN.

Drugs trafficking atau peredaran narkoba secara umum berdampak negatif bagi stabilitas kawasan, memberikan ancaman terhadap sebuah negara dan berorientasi memberikan ancaman individu (kemanusiaan). Dalam skala ataupun dimensi ancaman terhadap stabilitas kawasan, drugs trafficking dapat dikategorikan sebagai kejahatan pada level transnasional karena aktifitas dari peredaran narkoba dilakukan oleh organisasi atau kelompok kriminal (mafia) yang sangat terorganisir.

(18)

keamanan ASEAN. Masalah akan menjadi tantangan besar bagi perkembangan ASEAN dimasa mendatang, yang disebabkan beberapa faktor:85

1. Hakekat dari masalah keamanan non konvensional itu sendiri, yaitu sukar untuk dirumuskan, bahkan sering muncul sebagai masalah “baru”. Beberapa masalah keamanan nonkonvensional seperti; migrasi gelap ataupun perdagangan narkoba, sudah mendapatkan perhatian baik oleh maupun pemerintah. Selain itu, sumber dan ragam dari masalah tantangan keamanan nonkonvensional tersebut juga diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan tren yang sedang dan terus berlangsung di dunia internasional, seperti pelaksanaan demokrasi, hak asasi manusia serta sistem perdagangan dan moneter yang bebas dan terbuka.

2. Hal yang membuat penanganan keamanan konvensional menjadi sulit adalah kecenderungannya sebagai isu lintas negara (inter state). Misalnya; kasus-kasus imigran gelap, perdagangan narkotika, ancaman terhadap lingkungan hidup atau menipisnya sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Dampak yang ditimbulkan oleh masalah nonkonvensional tersebut pada umumnya tidak terbatas pada suatu negara, tetapi cenderung melibatkan negara lain.

Masalah drugs trafficking sebagai bagian dari kejahatan transnasional (transnational crime) dilihat sebagai isu keamanan. Menurut Alan Dupont, hal ini didasarkan atas empat proposisi diantaranya:86

85

AKP. Mochtar. “ASEAN dan Agenda Keamanan Nonkonvensional”, CSES Jakarta, 1999. hal 46.

86

Alan Dupont, “Transnational Crime, Drugs And Security in East Asia”. Dalam jurnal

(19)

61

1. Kegiatan-kegiatan kejahatan transnasional dapat menjadi ancaman langsung terhadap kedaulatan politik suatu negara karena kapasitas dari kegiatan-kegiatan tersebut mampu melemahkan otoritas dan legitimasi pemerintahan di suatu negara.

2. Legitimasi dan otoritas negara tersebut akan menyebabkan maraknya tindakan korupsi yang merupakan bagian dari strategi aktor-aktor kejahatan transnasional untuk mempertahankan bisnis ilegal mereka. Hal ini pada akhirnya menimbulkan ancaman di bidang ekonomi. Ketiga, meningkatnya kekuatan koersif dari sindikat kejahatan tersebut. Pada tingkat internasional dapat mengancam norma-norma dan berbagai institusi yang berperan untuk menjaga tatanan global. Keempat, kejahatan transnasional tersebut juga dapat menghadirkan ancaman yang bersifat militer terutama jika berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dari berbagai kelompok pemberontakan internal di dalam negara.

ASOD merupakan elemen utama dari kerangka ASEAN yang dibentuk khusus untuk menangani masalah kejahatan transnasional drug trafficking. ASOD memiliki mandat untuk meningkatkan implementasi ASEAN Declaration of Principle to Combat the Drug Problem of 1976, mengkonsolidasikan usaha kolaboratif dalam mengawasi dan mencegah permasalahan narkoba di kawasan, membasmi dan mengevaluasi semua program ASEAN mengenai pengawasan dan pencegahan penyelahgunaan narkoba.87

Secara umum, peran ASOD tertuang dalam ”ASEAN Regional Policy and Strategy in the Prevention and Control of Drug Abuse and Illicit Trafficking

87

(20)

yang berisikan tiga variabel utama yaitu; kebijakan, pendekatan, dan strategi. Kebijakan merupakan komponen yang mendorong Negara-negara ASEAN untuk dapat menyelaraskan pandangan, pendekatan, strategi, dan koordinasi yang lebih efektif pada tingkat nasional, regional, dan internasional, serta memberdayakan LSM, NGO, dan organisasi terkait. Pendekatan menjadi komponen yang mendorong negara-negara ASEAN untuk segera menerapkan pendekatan keamanan dan kesejahteraan secara seimbang (a balance security and prosperity approach) di dalam mengatasi masalah narkoba yang selanjutnya harus tercermin pada implementasi program-program dan kegiatan-kegiatannya. Sedangkan strategi merupakan komponen ketiga yang tujuannya merekomendasikan berbagai langkah strategis untuk mengurangi persediaan atau peredaran (supply) dan permintaan (demand) serta mempertegas sistem pengawasan legalnya.88

Sebuah rezim dibentuk untuk mencapai keefektifan sebuah kerjasama melalui pengambilan keputusan yang diwadahi oleh rezim tersebut. Sejauh ini, peran ASOD hanya sebatas membangun kerjasama eksternal, memfasilitasi, mewadahi, serta memberikan rekomendasi terkait penanggulangan drugs trafficking. Namun, untuk implementasi program, kebijakan, dan strategi dikembalikan kepada negara- negara anggota. Dengan kata lain, ASOD tidak berperan untuk terjun langsung ke lapangan dalam bentuk aksi. Akan tetapi, dengan adanya ASOD tentunya juga memberi manfaat bagi negara-negara ASEAN karena dapat menyelaraskan pandangan, strategi, dan kebijakan sehingga dapat menunjang kerjasama yang efektif. Selain itu, melalui pertukaran informasi

88

(21)

63

serta expertise yang diwadahi ASOD, negara-negara anggota ASEAN akan mampu menyelesaikan permasalahan dalam skala nasional.

ASOD memiliki empat kelompok kerja, yaitu: pendidikan pencegahan, perawatandan rehabilitasi, penegakan hukum dan penelitian. Program-program ini dilengkapi dengan dibentuknya empat pusat pelatihan terkait bidang prioritas dikawasan antara lain:89

1. AseanTraining Centre for Narcotics Law Enforcement di Bangkok. Bidang penegakan hukum ini dicetuskan setelah pertemuan Asean Drug Expertske-4 pada tahun 1979 yang merekomendasikan bahwa negara-negara Asean membutuhkan pelatihan khusus untuk meningkatkan pengamanan nasional danmemperkuat jaringan kerja regional akan penegakan hukum dibidang narkoitkadan obat-obatan terlarang. Kegiatan utamanya yang diambil ditingkat pusatadalah: mengatur semua pelatihan penegakan hukum anti narkoba dan obat-obatanterlarang yang diikuti oleh semua negara anggota dengan bantuan dari pemerintah AS dan mempersiapkan proyek pelatihan tiga tahun untuk memenuhi kebutuhan Asean akan proyek jangka panjang dengan dukungan UNDP. Pelatihan bagi pejabat menengah penegak hukum narkotika dan obat-obatanterlarang dan lokakarya bagi pejabat senior penegak hukum narkotika dan obat-obatan terlarang telah diadakan tiap tahunnya, dengan memfokuskan pada satu masalah utama yaitu, lokakarya dan pelatihan tentang investigasi keuangan danpenyitaan asset-aset, pengumpulan data intelejen, analisa dan penyebaran informasi, serta pengantaran yang diawasi juga telah dilaksanakan.

89

(22)

2. Asean Training Centre for Preventive Drug Education di Manila. Bidang ini dibentuk dengan tujuan spesifik yaitu untuk melindungi anak-anak dan generasi muda dari penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang melalui program pencegahan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang yang sama dan terus menerus.

3. Asean Training Centre for Treatment and RehabilitationTraining Centre for Treatment and Rehabilitation memiliki tugas dalam halpengembangan, pertukaran informasi tentang metode perawatan dan rehabilitasi bagi para pecandu narkoba.

(23)

65

C. Kebijakan ASEAN dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Perdagangan Narkotika.

Meluasnya jalur peredaran narkoba di kawasan dunia, tidak terlepas dari dampak globalisasi, di mana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat khususnya di bidang transportasi dan komunikasi serta informasi telah menjadikan dunia tanpa batas. Semakin canggihnya sistem komunikasi dan transportasi telah mengakibatkan lajunya peredaran manusia maupun barang, termasuk narkoba antar batas negara. Keprihatinan terhadap masalah peredaran dan perdagangan narkoba merupakan keprihatinan dunia internasional karena korbannya ada di seluruh negara, baik maju maupun berkembang.

Sidang khusus ke-17 pada bulan Februari 1990,PBB mencanangkan tahun 1991-2000 sebagai The United Nations Decade Against Drug Abuse dengan membentuk The United Nations Drug Control Programme (UNDCP). Badan ini secara khusus bertugas untuk melakukan koordinasi atas semua kegiatan internasional di bidang pengawasan peredaran narkotika di negara-negara anggota PBB. Dalam rangka penanggulangan kejahatan narkotika yang bersifat transnasional, PBB menyelenggarakan Kongres VIII tentang Prevention of Crime and the Treatment of Offenders pada tahun 1990 di Havana, Kuba. Resolusi ke-13 dari kongres ini menyatakan bahwa untuk menanggulangi kejahatan narkotika dilakukan antara lain:90

1. Meningkatkan kesadaran keluarga dan masyarakat terhadap bahaya narkotika melalui penyuluhan-penyuluhan dengan mengikutsertakan pihak sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan dalam pencegahan bahaya narkotika.

90

(24)

2. Program pembinaan pelaku tindak pidana narkotika dengan memilah antara pelaku pemakai/pengguna narkotika (drug users) dan pelaku bukan pengguna (drug-dealers) melalui pendekatan medis, psikologis, psikiatris, maupun pendekatan hukum dalam rangka pencegahan.

Kebijakan penanggulangan penyalahgunaan narkotika di tingkat regional Asia Tenggara disepakati dalam ASEAN Drugs Experts Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse yang diselenggarakan pada tahun 1972 di Manila, Filipina. Tindak lanjut dari pertemuan di atas adalah ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs, yang ditanda tangani oleh para Menteri Luar Negeri negara-negara anggota ASEAN pada tahun 1976. Contoh kerjasama yang telah dilakukan ASEAN adalah dengan Republik Korea melalui pembangunan sistem informasi seaport dan airport interdiction di Indonesia, Kamboja, Vietnam dan Filipina.

Merujuk pada pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN tahun 1976, telah menghasilkan Rencana Aksi ASEAN terhadap pengendalian penyalahgunaan narkotika dan disepakati untuk memfokuskan Rencana Aksi tersebut ke dalam empat bidang prioritas, yaitu : pendidikan pencegahan, terapi dan rehabilitasi, penegakan hukum, serta penelitian. Isi dari deklarasi regional ASEAN meliputi kegiatan-kegiatan bersama untuk meningkatkan:91

1. Kesamaan cara pandang dan pendekatan serta strategi penanggulangan kejahatan narkotika.

2. Keseragaman peraturan perundang-undangan di bidang narkotika

91

(25)

67

3. Membentuk badan koordinasi di tingkat nasional

4. Kerja sama antar negara-negara ASEAN secara bilateral, regional, dan internasional.

Selanjutnya, untuk menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan tersebut, pada tahun 1984 telah dibentuk ASEAN Senior Officials on Drugs Matters (ASOD).92 Tonggak pertama kinerja ASOD dalam memberantas masalah narkotika adalah disahkan pilarya “ASEAN Declaration of Principles to Combat The Abuse of Narcotics Drugs” pada tahun 1976 oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN. Deklarasi tersebut memberikan kerangka kerja (framework) bagi disahkannya suatu program aksi dalam konteks pemberantasan masalah narkotika. Sebagai respon terhadap deklarasi tersebut adalah diselenggarakannya pertemuan pertama para ahli obat-obatan berbahaya ASEAN di Singapura pada tahun yang sama topik utama yang dibahas antara lain:93

1. Merumuskan sebuah rekomendasi mengenai empat bidang utama, yaitu; a. Hukum dan penegekan hukum

b. Perawatan dan rehabitasi

c. Pencegahan dan (penyebaran) informasi d. Pelatihan dan pendidikan.

2. Merumuskan berbagai strategi guna memperkuat kerjasama timbal-balik untuk mengimplementasikan “The ASEAN Declaration of Principles”.

3. Mempresentasikan berbagai perangkat hukum dari negara-negara anggota ASEAN yang terkait dengan masalah narkotika.

92

Indradi Thanos dalam konferensi pers pertemuan ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) di Hotel Borobudur, diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib

93

(26)

ASEAN Regional Policy and Strategy in the Prevention and Control of

Drug Abuse and Illicit Trafficking” pada dasarnya berisikan tiga komponen utama, yakni:94

1. Kebijakan (policy):

Komponen ini mendorong negara-negara ASEAN untuk dapat menyelaraskan pandang, pendekatan, strategi dan koordinasi yang lebih efektif pada tingkat nasional, regional, dan internasional, serta memberdayakan Lemabaga Swadaya Masyarakat (LSM) di dalam upaya untuk mengatasi masalah narkotika.

2. Pendekatan (approach):

Komponen kedua ini dimaksudkan untuk mendorong negara-negara ASEAN untuk segera menerapkan pendekatan keamanan dan kesejahteraan secara seimbang (a balanced security and prosperity approach) di dalam mengatasi masalah narkotika yang selanjutnya harus tercermin di dalam implementasi program-program dan kegitan-kegiatannya.

3. Strategi (strategies)

Komponen ketiga ini merekomendasikan untuk menempuh berbagai langkah terpadu untuk mengurangi persediaan atau peredaran (supply) dan permintaan (demand) serta mempertegas system pengawasan legalnya.

Pada tahun 1992 dicetuskan Deklarasi Singapura dalam ASEAN Summit IV yang menegaskan kembali peningkatan kerjasama ASEAN dalam penegakan hukum terhadap kejahatan narkotika dan lalu-lintas perdagangan narkotika ilegal

94

(27)

69

pada tingkatan nasional, regional, maupun internasional.Kendati demikian, kenyataan memperlihatkan bahwa kuantitas kejahatan di bidang penyalahgunaan narkotika terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan semakin meningkatnya aktifitas peredaran narkotika secara ilegal melalui jaringan sindikat internasional ke negara-negara sedang berkembang. Adapun pengaturan menyangkut kerjasama dalam penanggulangan peredaran gelap narkotika yang terorganisir sebagai kejahatan transnasionaltercantum dalam ASEAN Declaration on Transnational Crime, Manila, 20 December 1997.

Pada awalnya Indonesia, Filipina, Thailand, Malaysia dan Papua New-Guinea, hanya dijadikan sebagai negara-negara persinggahan (transit states) oleh jaringan sindikat internasional untuk melakukan perdagangan gelap narkotika. Tetapi kemudian sejak akhir tahun 1993, wilayah Indonesia mulai dijadikan sebagai negara tujuan transit (point of transit) perdagangan narkotika ilegal ke Australia dan Amereka Serikat dari pusat produksi dan distribusi narkotika di wilayah segi tiga emas (the golden triangle) yang terletak didaerah perbatasan antara Thailand, Laos dan Kamboja.95

Seiring dengan pesatnya perkembangan arus informasi dan teknologi, muncul pula tatanan kehidupan yang baru dalam berbagai dimensi. Transisi yang terjadi dari sistem bipolar ke sistem multipolar dunia kemudian menjadi salah satu yang mewarnai konstalasi kehidupan global.Ini disadari atau tidak telah membawa pengaruh yang sangat besar dalam hubungan yang terjalin antar negara kemudian.Namun perkembangan globalisasi tak selamanya membawa keuntungan

95

(28)

tapi justru menjadi celah dan peluang yang dimanfaatkan untuk melakukan kejahatan transnasional dengan kemudahan yang ditawarkan oleh arus informasi, teknologi, dan transportasi yang bisa diperoleh dengan mudah.Beberapa faktor yang menunjang kompleksitas perkembangan kejahatan lintas batas negara antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Keadaan ekonomi dan politik global yang tidak stabil juga berperan menambah kompleksitas tersebut.

Dampak sosial yang ditimbulkan pasca krisis multidimensional pada tahun 1997-1998 khususnya di Asia Tenggara ternyata juga menjadi faktor pendorong munculnya masalah keamanan baru berupa kasi-aksi kejahatan transnasional atau melintasi batas Negara. Bentuk dan aksi kejahatan transnasional yang banyak terjadi khusunya di wilayah Asia Tenggara antara lain perdagangan atau penyelundupan manusia, baik perempuan dan anak-anak, narkotika dan obat-obatan terlarang, pembajakan kapal di perairan Asia Tenggara, money laudering, terorisme, serta perdagangan gelap persenjataan ringan.96

Kejahatan yang melintasi batas-batas negara ini ternyata disadari memberikan ancaman bagi stabilitas suatu Negara dan kawasan bahkan dunia.Ini dianggap sebagai ancaman keamanan non-konvensional karena kejahatan transnasional dapat mengancam segala aspek kehidupan termasuk pembangunan kehidupan sosial kemasyarakatan dalam sebuah Negara. Lantas dengan maraknya serangkaian kejahatan transnasional yang terjadi tidak serta merta sebuah Negara

96

(29)

71

mampu menanganinya sendiri karena kejahatan seperti ini melibatkan lebih dari satu Negara yang memiliki regulasi dan aturan yang berbeda-beda dalam menangani kasus ini dalam hukum nasional masing-masing Negara sehingga butuh kerjasama yang efektif guna menanggulangi kejahatan transnasional, khususnya kerjasama bilateral antar dua Negara di tataran negara-negara ASEAN.

Dalam pertemuan ke-2 ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime dio Yangoon, bulan Juni 1999 telah ditetapkan Rencana Aksi ASEAN untuk memerangi kejahatan transnasional. Dan dalam ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crimes (ASEAN-PACTC) tahun 2002 juga menyebutkan 6(enam) jenis kejahatan lintas negara dalam lingkup kerjasama ASEAN yaitu:

1. Perdagangan gelap narkoba.

Dalam era globalisasi ini, peredaran gelap narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas dan bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional.

2. Perdagangan manusia yaitu segal

Menurut meliputi: perikritan, perekrutan, pengiriman, pemindah-tanganan, penampungan atau penerimaan orang

3. Penyelundupan senjata adalah perbuatan membawa barang atau orang secara ilegal dan tersembunyi, seperti keluar dari sebuah bangunan, ke dalam dengan undang-undang atau peraturan lain

4. Pencucian uang adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal.

(30)

6. International economic crime dan cyber crime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet.97 Asia Tenggara dikenal sebagai wilayah penghasil obat-obatan terlarang terbesar di dunia, atau bersama-sama dengan “Golden Crescent” (Afghanistan, Pakistan, dan Iran), dan Kolombia, melalui keberadaan segitiga emas di Perbatasan Thailand, Myanmar, dan Laos. Perlu diketahui bahwa Golden triangle merupakan penghasil 60% opium dan heroin dunia.Namun bukan hanya menjadi pemasok opium yang besar tapi dengan jumlah populasi Asia Tenggara yang cukup besar, maka Kawasan ini juga menjadi pasar yang sangat potensial.98 Hal inilah yang mendasari perlunya kerjasama bilateral dengan Negara-negara yang rentan terjadinya peredaran gelap Narkotika. Adapun kerjasama bilateral yang telah dilakukan oleh Indonesia antara lainterjalinnya kerjasama secara bilateral seperti U.S Department of Justice Drug Enforcement Administration (DEA), AFP (Kepolisian Australia), PDRM (Kepolisian Malaysia) dan CNB (Badan Narkoba Singapura). Kerjasama tersebut menghasilkan : 99

1. Pertukaran informasi melalui contact person/pegawai perhubungan negara masing-masing.

2. Memberi kemudahan penyediaan Communication Data Record (CDR)/Telephone Billing dan kemudahan proses penyelidikan/penyiasatan dan peninjauan/lawatan ke Clandestine Lab yang berhasil diungkap/dibongkar. 3. Meneruskan dan meningkatkan kerjasama pertukaran informasi dan intelijen

tentang DPO/orang yang dikehendaki kasus/kes Narkoba/Dadah dan sindiket Narkoba.

97

Ibid.

98

Ibid

99

(31)

BAB IV

PERANAN THE UNITED NATIONS ON DRUGS AND CRIME (UNODC) DALAM KERJASAMA PENANGANAN KASUS NARKOBA

DENGAN NEGARA-NEGARA DI ASEAN

A. Latar Belakang Terjadinya Kasus Narkoba Pada Negara-Negara di ASEAN

(32)

kejahatan transnasional untuk mengembangkan pengaruhnya.Selain itu, negara-negara dikawasan Asia Tenggara cenderung memiliki institusi dan lembaga pemerintahan yang lemah serta korup.Hal ini menjadi faktor pendorong peningkatan kejahatan transnasional.Salah satu dari kejahatan internasional adalah perdagangan narkotika ilegal.

Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang tingkat kejahatan transnasionalnya relatif tinggi khususnya perdagangan narkotika .Hal ini disebabkan karena kejahatan transnasional marak terjadi di kawasan dimana negara negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup dan lembaga pemerintahan yang lemah.Faktor tersebut merupakan latar belakang tingginya tingkat kejahatan transnasional khususnya peredaran narkotika di Asia Tenggara.

(33)

75

internasional selalu melibatkan warga negara asing dan berdampak terhadap teritorial dua negara atau lebih serta selalu didahului persiapan atau perencanaan yang dilakukan diluar batas teritorial negara tertentu. Semakin canggih teknologi telah dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan narkotika ilegal untuk menyelundupkan narkotika illegal dari suatu negara ke negara lain seperti penggunaan kapal selam dan pesawat terbang. Adapun modus lain dari pengedar narkotika adalah menggunakan wanita sebagai kurir. Penggunaan wanita sebagai kurir narkotika dianggap sebagai cara aman dan tidak dicurigai oleh pihak keamanan suatu negara. Berkaitan dengan perdagangan narkotika ilegal ada tiga elemen penting didalamnya yaitu daerah yang menjadi pemasok, orang atau organisasi yang mendistribusikan narkotika serta pengguna atau pemakai narkotika.

(34)

keterlibatan dengan kelompok jaringan internasional Golden Crescent yang beroperasi di Iran, Pakistan dan Afghanistan dengan pusatnya di Pakistan

Perdagangan narkotika tidak lepas dari peranan kelompok sindikat perdagangan narkotika internasional yang berperan sebagai drug dealer dalam menyelundupkan narkotika ke kawasan Asia Tenggara. Munculnya berbagai masalah dan hambatan yang ditimbulkan olehpenyalahgunaan dan perdagangan narkotika ilegal ini membuat keberadaan suatuorganisasi yang dapat menanggulangi masalah tersebut dirasakan sangat perlu. Kerjasama antar negara dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika harus dikembangkan karena tidak mungkin suatu negara dapat memberantas peredaran gelap narkotika berdimensi internasional.

Dalam mengangkat pembahasan mengenai perjalanan perdagangan narkotika Asia Tenggara dinilai cukup tinggi hal ini dibuktikan dengan adanya Golden Triangle atau segitiga emas negara pusat produksi, penyelundupan dan perdagangan narkotika terbesar di Asia Tenggara. Golden Triangle beranggotakan Thailand, Myanmar dan Laos dimana Myanmar sebagai salah satu opium terbesar di dunia sementara Laos sebagai negara penghasil opium terbesar kedua dan Thailand mendominasi produksi narkotika jenis ekstasi, sabu sabu dan narkotika cair lainnya di Asia Tenggara. Fakta inilah yang menjadi faktor utama mengapa Thailand pernah menjadi negara dengan tingkat pengguna narkotika tertinggi di dunia, sementara Phnom Penh Kamboja100

100

www.voaindonesia.com/a/perdagangan-obat-terlarang diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

(35)

77

transnasional lainnya seperti penyelundupan senjata ilegal, perdagangan manusia, cyber crime, dan lain sebagainya101

Myanmar merupakan poin penting dalam Golden Triangle karena Myanmar bertugas sebagai distributor opium ke seluruh dunia, Myanmar bukan lagi sebagai negara transit dari narkotika namun sebagai negara pembuat narkotika nomor satu. Selama ratusan tahun, provinsi Shan dari Myanmar yang sebelah timurnya berbatasan dengan Cina, sebelah baratnya berbatasan dengan Thailand dimana kota Maesai berada menjadi tempat ladang opium yang paling utama karena selain tanah dan iklimnya cocok, lokasinya juga strategis karena terisolir.

.

102

Berbeda dengan Kolombia atau kawasan Amerika Latin lainnya yang lebih didominasi oleh peredaran dan perdagangan kokain, Asia Tenggara merupakan kawasan pusat produksi heroin, opium dan sejenisnya yang merupakan olahan dari tanaman opium poppy. Di kawasan The Golden Triangle, heroine di distribusikan ke Thailand melalui rute khusus perdagangan gelap narkoba.Narkotika lainnya masuk ke provinsi Yunnan-Cina dan tujuan akhirnya adalah Guangdong, Hongkong dan Macau. Disamping itu Ho Chi Minh City, Manila dan Phnom Penh juga menjadi komponen penting dalam hal distribusi drugs ke pasar internasional, karena tujuan distribusi yang berbeda membuat narkotika tersebut harus melewati tempat atau negara transit untuk memberika supply terhadap pasar domestik dan pasar internasional.103

101

Zarina Othman, Myanmar,Illicit Drug Trafficking and Security implication. diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib..

102

The Golden Triangle-Maesai Thailand. http://smulya.multiply.com/journal/ item/46 diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

103

(36)
(37)

79

Sementara itu di Thailand yang juga merupakan negara anggota dari Golden Triangle yang juga menjadi negara transit narkotika ke pasar internasional, jenis narkotika yang banyak disini adalah ya’ba.Dan Vietnam juga merupakan negara yang sukses menanggulangi peredaran narkotika di negaranya dan jenis narkotika yang sempat beredar disana adalah heroin104

B. Peranan Hukum dalam Penanganan Kasus Narkoba di ASEAN .

Konvensi internasional pertama yang mengatur tentang narkotika adalah The Hague Opium Convention 1912, dan selanjutnya berturut-turut adalah The Geneva Internasional Opium Convention 1925, The Geneva Convention for Limiting the Manufacture and Regulating the Distribution of Narcotic Drugs 1931, The Convention for the Suppression of the Illicit Traffic in Dangerous Drugs 1936, Single Convention on Narcotic Drugs 1961, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Protokol 1972 dan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Subtances 1988 atau yang dikenal dengan Konvensi Wina 1988.105

Uraian perkembangan Konvensi Internasional Narkotika dibatasi pada Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988, karena kedua konvensi ini, merupakan resultante dari konvensi terdahulu mengenai narkotika dan psikotropika serta merupakan konvensi terpenting dalam sejarah pengaturan internasional di bidang narkotika dan psikotropika, setelah berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa.106

104

https://en.wikipedia.org/wiki/Golden_Triangle diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

105

Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 52

106

(38)

Konvensi Tunggal Narkotika 1961 merupakan hasil konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diselenggarakan di New York, tanggal 24 – 25 Maret 1961, dan setelah konvensi tersebut berlaku efektif selama 11 tahun, pada tanggal 6 – 24 Maret 1972 di Jenewa, telah diselenggarakan konferensi, United Nations Conference to Consider Amendments to the Single Convention on Narcotic Drugs 1961 yang menghasilkan Protokol yang mengubah Konvensi Tunggal 1961.107

107

Ibid

Konvensi Tunggal Narkotika 1961 menitikberatkan kepada aspek pengaturan dan pengawasan sedangkan Konvensi Wina 1988 menitikberatkan kepada aspek penegakan hukum. Konvensi Wina 1988 merupakan pembaharuan secara mendasar terhadap konvensi internasional narkotika pada umumnya, dan terhadap Konvensi Tunggal Narkotika 1961 khususnya, karena strategi Konvensi Wina 1988 ditujukan untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika. Kedua konvensi internasional ini memiliki perbedaan mendasar sejalan dengan perkembangan tindak pidana narkotika pada masanya. Perbedaan-perbedaan ini meliputi Perbedaan-perbedaan dari segi tujuan maupun dari substansinya.

(39)

81

Tujuan dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 tersebut dijabarkan dalam enam sub tujuan yaitu :108

1. Kodifikasi perjanjian multilateral tentang narkotika yang telah ada 2. Menyederhanakan mekanisme pengawasan internasional.

3. Memperluas sistem pengawasan atas penanaman obat-obatan alamiah narkotika lain sebagai pelengkap candu dan yang menghasilkan akibat ketergantungan seperti ganja atau daun koka.

4. Membatasi perdagangan dan impor narkotika 5. Mengawasi perdagangan narkotika illegal

6. Mengambil tindakan-tindakan yang layak untuk perlakuan dan rehabilitasi bagi pecandu-pecandu narkotika.

Lingkup, sasaran dan tujuan Konvensi Wina 1988 adalah meningkatkan kerjasama penegakan hukum di antara negara peserta terhadap lalu lintas perdagangan narkotika dan psikotropika ilegal, baik dari aspek legislatif, administratif maupun aspek teknis operasional. Di dalam menjalankan kewajiban tersebut diharapkan agar peserta konvensi mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu sesuai dengan hukum nasional masing-masing Negara.

Perwujudan lingkup, sasaran dan tujuan tersebut di atas, tampak dari beberapa ketentuan yang dimuat dalam Konvensi Wina 1988, antara lain:109

1. Pasal 3, mengatur tentang kejahatan-kejahatan dan sanksi 2. Pasal 4, mengatur tentang yurisdiksi

108

Ibid, hal.55 109

(40)

3. Pasal 5, mengatur tentang penyitaan atau confiscation.110 4. Pasal 6, mengatur tentang ekstradisi

5. Pasal 7, mengatur tentang perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana;

6. Pasal 8, mengatur tentang alih prosedur atau transfer of proceedings.111 7. Pasal 9, mengatur tentang bentuk-bentuk lain dan pelatihan.

8. Pasal 10, mengatur tentang kerjasama internasional dan bantuan untuk negara transit.

9. Pasal 11, mengatur tentang penyerahan yang diawasi atau controlled delivery. Sembilan ketentuan tersebut di atas, merupakan ciri utama yang membedakan Konvensi Wina 1988 dari konvensi-konvensi internasional narkotika sebelumnya, sehingga konvensi tersebut merupakan konvensi narkotika yang bersifat represif atau suppresive convention. Selain itu terdapat konvensi narkotika lain yang memiliki tujuan yang sama, sekalipun belum semaju dan selengkap Konvensi Wina 1988 yaitu The Convention for The Suppression of the Illicit Traffic in Dangerous Drugs 1936. Inisiatif pertama untuk melahirkan suatu konvensi narkotika yang bersifat represif, berasal dari International Criminal Police Organization (ICPO) atau Interpol yang berpendapat bahwa diperlukan suatu konvensi khusus yang bertujuan menetapkan langkah-langkah preventif dan

110

Penyitaan dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP dirumuskan sebagai serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah pengawasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Siklus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal 9

111

(41)

83

represif terhadap peredaran gelap narkotika internasional sehingga diharapkan dapat mengatasi kesenjangan antara ketentuan konvensi-konvensi sebelumnya.112

Perbedaan lain dan relevan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika berdimensi internasional adalah ketentuan mengenai yurisdiksi kriminal. Konvensi Tunggal Narkotika 1961, tidak mengatur secara khusus masalah ini, sedangkan Konvensi Wina 1988 telah mengatur dan menetapkan kemungkinan bagi setiap negara peserta untuk memperluas yurisdiksi kriminal terhadap tindak pidana narkotika internasional.113

Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, ketentuan Pasal 2 Konvensi Wina 1988, telah menetapkan antara lain sebagai berikut:

Negara peserta Konvensi Wina 1988 menyadari bahwa apabila penegakan hukum terhadap lalu lintas perdagangan narkotika tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan hukum internasional, dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yurisdiksi antar negara-negara tersebut.

114

1. Para pihak harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan konvensi ini dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dan integritas wilayah negara dan tidak mencampuri urusan dalam negeri dari negara lain.

2. Salah satu pihak tidak akan mengambil tindakan dalam wilayah pihak lain untuk menerapkan yurisdiksi dan kekuasaannya yang secara khusus dimiliki oleh pejabat berwenang dari pihak lain berdasarkan hukum nasionalnya.

112

Romli Atmasasmita, Op. Cit., hal 57 113

Ibid, hal. 59. 114

(42)

Wujud penegakan hukum yang sejalan dengan ketentuan tersebut di atas, ialah pembentukan perjanjian kerjasama antara negara-negara yang berkepentingan. Di dalam Pasal 17 ayat 1 Konvensi Wina 1988 yang mengatur tentang perdagangan obat-obatan terlarang, ditetapkan bahwa, setiap peserta konvensi berkewajiban untuk bekerjasama semaksimal mungkin menanggulangi lalu lintas perdagangan narkotika ilegal melalui laut sesuai dengan hukum laut internasional.

Kerjasama yang diharapkan dalam konvensi dimaksud ternyata tidak hanya semata-mata kerjasama dalam bentuk suatu penandatanganan perjanjian bilateral ataupun multilateral, melainkan suatu bentuk kerjasama yang lebih nyata dalam upaya menanggulangi atau memberantas lalu lintas perdagangan narkotika ilegal melalui jalur pelayaran di laut.115

Didukung oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya produksi, permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta kenyataan bahwa anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan psikotropika secara gelap, serta sebagai sasaran produksi, distribusi dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika, telah mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988.116

Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran antara lain, sebagai berikut:117

115

Ibid, hal. 60. 116

Penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Subtances 1988

117

(43)

85

1. Masyarakat internasional di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

2. Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang perlu ditangani secara bersama pula.

3. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol 1972 tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan memberantas perdaran gelap narkotika dan psikotropika.

4. Perlunya memperkuat dan meningkatkan saran hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional di bidang pidana untuk memberantas organisasi kejahatan transnasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika.

Dengan lahirnya Konvensi Wina 1988 yang bertujuan untuk memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika, maka semakin berkembanglah penegakan hukum kejahatan transnasional peredaran gelap narkotika. Jika dilihat dari segi substansi dalam konvensi ini, telah muncul embrio dari upaya internasional yang antara lain dapat diidentifikasikan dengan aturan-aturan yang menyangkut ekstradisi, bantuan timbal balik, penanganan perdagangan gelap narkotika melalui laut, controlled delivery, dan penguatan rezim anti pencucian uang (termasuk masalah penyitaan dan perampasan hasil kejahatan tindak pidana narkotika).

(44)

Desember 1997 di Manila, dimana ASEAN juga menetapkan kejahatan yang termasuk dalam Transnational Crime, yaitu :118

1. Illicit Drug Trafficking ( perdagangan gelap narkotika) 2. Money Laundering (pencucian uang)

3. Terorism (terorisme)

4. Arm Smuggling (penyelundupan senjata api) 5. Trafficking in persons ( perdagangan orang) 6. Sea Piracy (pembajakan di paut)

7. Economic Crime and Currency Counterfeiting (kejahatan di bidang ekonomi dan pemalsuan uang)

8. Cyber Crime (kejahatan di dunia maya).

Dengan ditetapkannya jenis-jenis kejahatan lintas negara yang harus mendapatkan prioritas dalam penanggulangannya, maka dalam hal pemberantasan peredaran gelap narkotika, ASEAN membentuk ASOD ( ASEAN Senior Official on Drugs), yaitu forum kerjasama ASEAN di bidang pencegahan, terapi dan rehabilitasi, penegakan hukum dan penelitian penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.119

118

Thomson Siagian, Peranan Kejaksanaan Agung dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan Transnasional, Jakarta, 2008, hal. 1.

119

www.bnn.go.id, Pertemuan ASEAN Senior Official on Drug Matters dalam hal kerjasama Pengendalian narkoba dan obat-obatan , diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib..

(45)

87

C. Peranan The United Nations On Drugs and Crime (UNODC) dalam Kerjasama Penanganan Kasus Narkoba dengan Negara-Negara di ASEAN

Kejahatan merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang (deviant behavior) yang selalu ada dan melekat (inherent) dalam setiap bentukmasyarakat, karena itu kejahatan merupakan fenomena sosial yang bersifat universal (a univerted social phenomenon) dalam kehidupan manusia, dan bahkan dikatakan telah menjadi the oldest social problem of human kind.120

Selain memiliki dimensi lokal, nasional dan regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih, modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional (transnational crime).121

Kejahatan transnasional bukan hanya dianggap kejahatan yang mengancam kedaulatan suatu negara namun juga kejahatan yang mengancam masyarakat internasional di dunia. Asia Tenggara sendiri merupakan salah satu kawasan dengan kejahatan transnasional yang tinggi. Negara negara Asia Tenggara melalaui ASEAN122

120

Romli Atmasasmita, Op.Cit, hal. 45 121

Ibid, hal.46 122

ASEAN (Association of SouthEast Asian Nation) merupakan suatu organinasasi regional dikawasan Asia Tenggara yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1967, di Bangkok, Thailand. Dimana pembentukan organisasi regional ini diperkarasai oleh 5 negara yaitu Thailand, Malaysia, Indonesia, Singapore dan Filipina.

(46)

Transnational Crimes (ASEAN-PACTC) tahun 2002 yang menyebutkan delapan jenis kejahatan lintas negara dalam lingkup kerjasama ASEAN yaitu: drugs trafficking, human trafficking, arms traffickin, money loundering, terorism, seapiracy, international economic crime, dan cyber crim.

Salah satu wujud dari kejahatan trasnasional yang krusial karena menyangkut masa depan generasi suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda negeri ini adalah kejahatan dibidang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.123

Tekad ASEAN sendiri dalam menangani permasalahan narkotika telah ada sejak tahun 1972 dengan diadakannya ASEAN Experts Group Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse, dengan harapan dapat memerangi bahaya dari ancaman narkotika di kawasan Asia Tenggara. Agenda ASEAN Experts Group Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse sendiri di tindaklanjuti pada Bali Concord tahun 1976 dengan seruan dari negara anggota ASEAN maupun badan-badan internasional yang berkaitan untuk mengupayakan Asean merupakan salah satu kawasan yang tingkat kejahatan transnasionalnya relatif tinggi, khususnya drugs trafficking. Hal ini dikarenakan, kejahatan transnasional atau kejahatan lintas batas cenderung marak terjadi di sebuah kawasan yang negara-negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup dan memiliki institusi serta lembaga pemerintahan yang lemah. Beberapa faktor inilah yang melatarbelakangi tingginya tingkat kejahatan lintas batas khususnya drugs trafficking (peredaran narkotika) di kawasan Asia Tenggara.

123

(47)

89

pencegahan dan pemberantasan terhadap perdagangan dan penyalahgunaan narkotika. Pada pertemuan ini menghasilkan ASEAN Declaration on Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs bertempat di Singapura yang kemudian disepakati oleh para menteri luar negeri negara anggota ASEAN Deklarasi ini menghasilkan rumusan kerangka kerja untuk merealisasikan program dalam kaitan kerja sama untuk memerangi penyalahgunaan narkotika. Terdapat empat bidang utama yang menjadi rekomendasi dari kerangka kerja ini yaitu, penegakan hukum dan perundang-undangan, pengobatan dan rehabilitasi, pencegahan dan informasi, pelatihan dan penelitian. Agenda ASEAN Experts Group Meeting on the Prevention and Control of Drug Abuse sendiri juga merumuskan strategi untuk dapat saling meningkatkan kerjasama dalam pelaksanaan ASEAN Declaration on Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs.

Penanganan kejahatan lintas negara dibidang narkoba dibahas didalam Asean Senior Officiasl on Drugs Matters (ASOD), selain itu juga ada Senior Official Meeting on Transnational Crime (SOMTC), ASEAN and China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs (ACCORD), serta ASEAN-EU Sub-Committe on Narctics. Secara umum, mekanisme kerja ASOD adalah membuat agenda, merencanakan proyek kerjasama terkait penanggulangan masalah drugs, serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi dari hasil working group yang diwadahi oleh ASOD sendiri.

(48)

negara-negara yang disebabkan adanya saling keterikatan dan interdependensi ataupun ketergantungan Sehingga kompleksitas dari problematika permasalahan drugs trafficking akan sedikit berkurang dengan adanya kerjasama, interaksi, serta integrasi yang solid antar negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, kerjasama dengan negara-negara non-ASEAN serta mitra wicara lainnya juga bermanfaat untuk menutup kekurangan dana, pertukaran informasi, program-program, serta keahlian agar konsep yang dirumuskan ASOD lebih maksimal jika dibandingkan dengan kerjasama di satu region/kawasan saja.

Di kawasan Asia Tenggara isu drugs trafficking merupakan masalah internasional yang mendapat perhatian serius. Hal ini dikarenakan ASEAN kini tidak lagi hanya menjadi daerah transit, tetapi sudah menjadi kawasan sasaran pengguna dan produksi. Sebagai salah satu bentuk kejahatan lintas negara, permasalahan Drugs Trafficking dinilai sebagai masalah yang dapat menjadi ancaman bagi stabilitas regional, baik untuk saat ini maupun masa mendatang. Oleh karena itu, ASOD sebagai pilar utama ASEAN dalam menanggulangi permasalahan drugs trafficking harus lebih berperan aktif secara intensif dan komprehensif baik dalam hal melakukan kerjasama, perumusan strategi dan kebijakan, serta implementasi yang konkrit terkait pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkotika di kawasan Asia Tenggara.

Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD)124

124

Asean Senior Official on Drugs Matters (ASOD) merupakan sebuah organisasi yang berfokus kepada penyalahgunaan narkoba di negara anggotanya di kawasan Asia Tenggara

(49)

91

di Asia Tenggara. ASOD merupakan sarana berkumpulnya pejabat Asean untuk saling bertukar informasi dan berdiskusi tentang permasalahan narkotika. ASOD dalam perkembangannya telah memberikan banyak kontribusi bagi penanggulangan masalah narkoba.

Sebagai lembaga yang mewadahi negara-negara Asean untuk bekerjasama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya, ASOD memiliki peran dan tugas sebagai berikut:125

7. Melaksanakan Asean Declaration of Principles to Combat theAbuse of Narcotics Drugs.

8. Menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika dan cara memberantas peredarannya di wilayah Asean. 9. Mengkonsolidasikan serta memperkuat upaya bersama, terutama dalam

masalah penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya preventif melalui pendidikan, penerangan kepada masyarakat, perawatan dan rehabilitasi, riset dan pelatihan, kerjasama internasional, pengawasan atas penanaman narkotika serta peningkatan partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah,

10.Melaksanakan Asean Policy and Strategies on Drug Abuse Control sebagaimana telah disetujui dalam pertemuan Asean Drug Experts ke-4 di Jakarta tahun 1984.

11.Melaksanakan pedoman mengenai bahaya narkotika yang telah ditetapkan oleh “International Conference on Drugs on Drug Abuse and Illicit

125

(50)

Trafficking” dimana negara-negara anggota Asean telah berpartisipasi secara aktif

12.Merancang, melaksanakan, dan memonitor, serta mengevaluasi semua program penanggulangan masalah narkotika Asean.

13.Mendorong partisipasi dan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika

14.Meningkatkan upaya ke arah tercapainya ratifikasi, aksesi, dan pelaksanaan semua ketentuan PBB yang berkaitan dengan masalah bahaya narkotika

Tonggak pertama kinerja ASOD dalam memberantas masalah narkoba adalah dengan disahkannya “Asean Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs126

Asean Senior Officials on Drug Matters (ASOD) yang merupakan sebuah badan komite yang dibentuk ASEAN untuk menangani masalah drugs trafficking, dalam melakukan tugasnya ASOD sendiri berada dalam wewenang ASEAN. Wewenang dan tugas ASOD sendiri telah dirumuskan di dalam Piagam ASEAN pasal tujuh. Peran ASOD dalam menanggulangi permasalahan drugs trafficking sangat diperlukan. Upaya ASOD dalam penanggulangan drugs trafficking dilakukan dengan empat langkah penting yaitu :

pada tahun 1976 oleh para Menteri Luar Negeri Asean. Deklarasi tersebut memberikan kerangka kerja (framework) bagi disahkannya suatu program aksi dalam konteks pemberantasan masalah narkoba.

127

1. ASOD adalah memberntuk traning centre yang didirikan di negara-negara di Asia Tenggara. ASEAN Training Centre for Narcotics Law Enforcement di Bangkok, Thailand; ASEAN Training Centre for Preventive Drug Education

126

http://asean.org/?static_post=asean-declaration-of-principles-to-combat-the-abuse-of-narcotics-drugs-manila-26-june-1976 diakses tanggal 02 Pebruari 2017 Pukul 20.00 Wib.

127

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian ini adalah para konsumen Garuda Indonesia Airlines kelas ekonomi baik wanita ataupun laki-laki yang telah menggunakan Jasa pernerbangan

[r]

Pembuatan Aplikasi promosi ikan hias ini merupakan salah satu usaha yang digunakan oleh penulis untuk memasarkan dan mempromosikan ikan hias kepada pihak yang dikenal dengan

Ennis (2013) menyatakan apabila berpikir kritis menyertakan setiap konsep untuk terlibat dalam membuat keputusan tentang apa yang harus dipercaya atau dilakukan, maka

Quality assurance system is an important component of primary health care services. Countries have reported integrating supervision and monitoring of NCDs through routine

Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2017 tentang Tata.. Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral

Manifestasi pada orbit eyelid berupa proptosis dan squamous cell carcinoma masing-masing terjadi pada satu orang.. Kesimpulan : manifestasi okular yang terjadi

• Terdapat di paru-paru kanan dan kiri • Terdiri dari lempengan tulang rawan • Dinding tersusun dari otot halus. • Cabang bronkus= bronkiolus