• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM

KABUPATEN BOGOR

JAMALUDIN 109092000023

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

i ANALISIS PENDAPATAN USAHA PEMBESARAN IKAN LELE

SANGKURIANG (CLARIAS GARIEPINUS) DI BOJONG FARM KABUPATEN BOGOR

JAMALUDIN 109092000023

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Juni 2015

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Jamaludin

Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempat, Tanggal

Lahir

: Tangerang, 7 Januari 1992

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Villa Mutiara Blok W No.8 Sawah Baru - Ciputat No. HP : 0896 359 359 92

Email : jamaludinskywave@gmail.com

2006-2008 : Anggota WEB Design SMA Negeri 2 Ciputat

2010-2011 : Staff Divisi Inforrmasi dan Komunikasi BEM Jurusan Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1997-2003 : SD Negeri Sawah Baru 2 2003-2006 : SMP Negeri 3 Ciputat 2006-2009 : SMA Negeri 2 Ciputat

2009-2015 : Strata I Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Data Diri

Riwayat Pendidikan

(6)

RINGKASAN

Jamaludin. 109092000023. Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbingan Siti Rochaeni dan Armaeni Dwi Humaerah)

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan ikan lele mudah untuk dibudidayakan, tidak banyak memerlukan air untuk hidup, dan harga relatif murah. Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga menjadikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan. Salah satu jenis ikan lele yang dibudidayakan petani adalah ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus). Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah

sebagai kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011. Usaha pembesaran ikan lele khususnya ikan lele sangkuriang yang ada di

Kabupaten Bogor, salah satunya adalah Bojong Farm. Usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm tergolong baru. Dalam perkembangannya, permintaan ikan lele sangkuriang untuk para pedagang sayur dan warung tenda pecel lele terus meningkat, namun permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm adalah belum bisa memenuhi permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan produksi ikan lele di Bojong Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan lele sangkuriang siap konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena banyaknya permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin memperbesar bisnis usaha pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus meningkatkan produksi ikan lele agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk para pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele. Usaha pembesaran ikan lele membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Risiko usaha pada kegiatan pembesaran ikan lele juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu perhitungan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel yang cenderung meningkat menyebabkan adanya perubahan yang terjadi pada biaya produksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1). Mengetahui biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm. 2). Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break Event Point dan Payback Period. 3). Menganalisis kenaikan biaya variabel pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm yang dapat ditorelansi.

(7)

vi yang telah dikumpulkan dianalisis secara kuantitatif yang diolah dengan Microsoft Excel 2010. Analisis kuantitatif dilakukan dalam menilai kelayakan usaha. Penilaian kelayakan usaha dilakukan dengan melakukan perhitungan R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback Period. Selain itu, dilakukan juga analisis switching value untuk menilai sensitivitas kelayakan usaha terhadap perubahan kenaikan biaya variabel dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm.

Hasil penelitian ini yaitu: 1) Total Biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp23.530.537. Total biaya usaha pembesaran ikan lele sangkuring di Bojong Farm yang dihasilkan dari penjumlahan biaya tetap dan biaya varibel. Dan Total Pendapatan usaha

pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm sebesar Rp6.469.427.

Hasil tersebut dihasilkan dari total penerimaan dikurangi total biaya. 2). Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm

menghasilkan R/C Rasio sebesar 1,27, B/C Rasio sebesar 0,27, break event point (BEP) terbagi menjadi 2, yaitu BEP produksi/volume dan BEP harga. BEP produksi/volume mendapatkan nilai sebesar 1.177 Kg, Sedangkan BEP harga

mendapatkan nilai Rp15.687. dan payback period (PP) dalam jangka waktu 1 tahun 10 bulan 25 hari (8 Periode). 3) Berdasarkan hasil analisis sensitivitas dan

switching value, kenaikan biaya variabel sebesar 7% masih bisa ditoleransi, namun kenaikan biaya variabel sebesar 31% maka Bojong Farm akan mengalami kerugian.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia,

dan hidayah-Nya, shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada junjungan

kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabat-Nya yang telah

membawa umat manusia menuju jalan kebaikan sehingga penyusunan skripsi

yang berjudul “Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang

(Clarias Gariepinus) di Bojong Farm Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan

dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah

ikut membantu serta menjadi motivasi penulis, yaitu kepada:

1. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si, selaku dosen pembimbing I atas waktu, tenaga,

bimbingan, saran, dan motivasi yang konstruktif dalam penyusunan skripsi

ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk ibu. Aamiin.

2. Ibu Armaeni Dwi Humaerah, M.Si, selaku dosen pembimbing II atas

bimbingan, saran, motivasi, waktu, tenaga, dan pemikiran hingga

selesainya skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan untuk

(9)

viii 3. Bapak Mursali dan Ibu Ety yang telah mencurahkan cinta dan kasih

sayang yang tiada henti, perhatian, dukungan moril maupun materil,

nasihat yang tak ternilai, serta doa yang tak pernah putus bagi penulis.

Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik dan semoga selalu

diberikan berkah kesehatan, kasih sayang, dan perlindungan dari Allah

SWT. Aamiin.

4. Keluraga besar Bapak Mursali yaitu Abang Dani, Abang Didin dan Kakak

Umi, berserta RCM (Rombongan Cucu Mursali) yaitu para keponakan

penulis sendiri diantaranya Zidan, Rara, Adzki, Afika, Nadifa semoga

kalian diberi umur panjang, menjadi anak yang sholeh dan sholeha dapat

berguna dan membanggakan keluarga dan semoga kalian memiliki

cita-cita yang tinggi dan dapat menggapainya. Aamiin

5. Segenap keluarga besar Bojong Farm yang telah bersedia menjadi lokasi

usahanya sebagai tempat penelitian, terimakasih telah membantu penulis

memperoleh pengalaman serta pengetahuan lebih mengenai usaha

pembesaran ikan lele, sekali lagi terimakasih banyak untuk Bapak Sigeg,

Bapak Sartono dan Istri, dan Bapak Ari, Semoga Allah selalu memberikan

keberkahan untuk bapak dan ibu. Aamiin.

6. Bapak Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si, selaku dosen penguji I atas waktu

yang telah dicurahkan dan masukan yang positif dalam rangka

penyempurnaan skripsi bagi penulis. Semoga Allah selalu memberikan

keberkahan untuk bapak. Aamiin.

7. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku dosen penguji II atas waktu yang

(10)

ix dan motivasi yang konstruktif bagi penulis. Semoga Allah selalu

memberikan keberkahan untuk bapak. Aamiin.

8. Ibu Dr. Elpawati, MM selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak

Ahmad Mahbubi Mufti, MM, selaku sekretaris Program Studi Agribisnis,

Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Semoga ibu dan bapak senantiasa dalam

perlindungan Allah SWT dan selalu dimudahkan segala urusannya.

Aamiin.

9. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Dian, Bim-Bim, Ade, Eriza, Azzam, Mas Slamet dan seluruh

kawan-kawan Agribisnis 2009 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu. Terima kasih atas perhatian, solidaritas, motivasi, bantuan dan

doanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan kalian, selalu di

dalam perlindunganNya, diberi nikmat sehat. Aamiin.

11.Seluruh rekan rekan LKLG diantaranya Avi, Azri, Iki, Ade Gendut, Bege,

Aby, Akbar dan lain lain, terimakasih kebersamaannya selama ini, selalu

tertawa dan ceria.

12.Seluruh keluarga besar PT Batu Putih Properti, Bapak Khemal, Bapak

Hendy, Bapak Iwe, Ibu Julia telah memberikan izin untuk menyelesaikan

skripsi penulis sampai selesai, dan tak lupa rekan kantor di PT Batu Putih

Properti diantarnya Elis, Silvi, Rina, Nindi, Syifa, Dony, Mas Kardi,

(11)

x 13.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tanpa

mengurangi rasa hormat. Semoga Allah SWT membalas Segala kebaikan

kalian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan

saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan

datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

maupun semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr Wb

Jakarta, Juni 2015

Jamaludin

(12)

DAFTAR ISI

2.2 Prospek Pasar Ikan Lele Sangkuriang 12

2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele 14

2.4 Biaya 19

2.5 Penerimaan 20

2.6 Pendapatan 20

2.7 Analisis Kelayakan Usaha 21

2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 22 2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 22 2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP) 23 2.7.4 Analisis Payback Period (PP) 24 2.8 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 25

2.9 Penelitian Terdahulu 27

2.10 Kerangka Pemikiran 29

(13)

xii

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 31

3.2 Data dan Sumber Data 31

3.3 Metode Pengumpulan Data 32

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 32

3.4.1 Biaya Usaha 33

3.5 Analisis Sensitivitas dan Switchig Value 36

3.6 Definisi Operasional 38

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 41

4.1.Gambaran Umum Desa Kedung Waringin 41

4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 41 4.1.2 Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi 42

4.1.3 Lahan dan Jenis Penggunaannya 42

4.1.4 Keadaan Sarana dan Prasarana 43

4.2.Gambaran Umum Bojong Farm 44

4.2.1 Sejarah Bojong Farm 45

4.2.2 Sarana dan Prasarana Perusahaan 47

4.2.3 Keadaan di Bojong Farm 49

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 51

5.1 Biaya dan Pendapatan di Bojong Fam 51

5.1.1 Biaya Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 51 5.1.2 Pendapatan Pembesaran Ikan lele di Bojong Farm 58

5.2 Analisis Kelayakan Usaha di Bojong Farm 59

5.2.1 R/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.2 B/C Ratio Pembesaran Ikan Lele di Bojong Far 60 5.2.3 BEP Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 60 5.2.4 Payback Periode Pembersaran Ikan Lele di Bojong

Farm 61

5.3 Analisis Sensitivitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pada Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 62

(14)

xiii

6.1 Kesimpulan 66

6.2 Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68

(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) 9

2. Kerangka pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang Intensif Pada Kolam Terpal di Bojong Farm 30

3. Kolam Pembesaran dan Kolam Penampungan Ikan Lele di Bojong Farm menggunakan kolam terpal dengan rangka baja ringan 49

4. Pemberian Pakan pada Ikan lele di Bojong Farm 50

(16)

xv DAFTAR TABEL

Halaman 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan Indonesia 2014 1

2. Sentra Produsen Lele di Indonesia Tahun 2013 3

3. Peruntukan lahan pada Kelurahan Kedung Waringin pada

Tahun 2015 42

4. Peralatan penunjang produksi pembesaran ikan lele di Bojong Farm 48

5. Biaya Tetap dan Biaya Variable dalam satu periode di Bojong Farm 51

6. Total Pendapatan Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 58

7. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele di Bojong Farm dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP)

dan Payback Period (PP) 59

8. Analisis Sensitvitas dan Switching Value Kenaikan Biaya Variabel

(17)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Layout Bojong Farm 72

2. Rincian Nilai Investasi dan Penyusutan Usaha Pembesaran Ikan Lele

di Bojong Farm 73

3. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variable Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm dalam satu periode (3 Bulan) 74

4. Rincian Penerimaan Usaha Pembesaran ikan lele di Bojong Farm

dalam satu periode (3 Bulan) 75

5. Laporan Laba Rugi Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm

dalam Satu Periode (3 Bulan) 75

6. Analisis R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event Point dan Payback

Period Usaha Pembesaran Ikan Lele di Bojong Farm 76

7. Screenshoot Inflasi Nasional pada Periode November 2014 Sampai Januari 2015 yang diakses di www.bi.go.id 77

8. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable

Sebesar 7% 78

9. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable

Sebesar 30% 79

10. Analisis Sensitivitas dengan Kenaikan Total Biaya Variable

Sebesar 31% 80

11. Proses Kegiatan Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

Yang dilakukan di Bojong Farm 81

12. Foto Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

di Bojong Farm 82

13. Peta Lokasi Bojong Farm, Kelurahan Kedung Waringin, Kecamatan

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekayaan Indonesia mempunyai potensi besar di dalam menyukseskan

pembangunan khususnya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Cita- cita itu tidak akan mungkin dicapai tanpa adanya usaha atau kerja keras dan

pengorbanan dari seluruh rakyat, yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai

warga negara. Kekayaan potensi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dan

dikelola dengan baik agar dapat menghasilkan nilai tambah dalam sektor

ekonomi, guna meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat.

Perkembangan pembangunan perikanan di Indonesia sebagai bagian integral

pembangunan nasional telah menampakkan hasil yang cukup baik. Hal ini terlihat

pada Tabel 1 dimana nilai PDB perikanan di Indonesia terus meningkat.

Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.

(19)

2 Salah satu produk perikanan adalah ikan lele. Ikan lele mudah

dibudidayakan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dan dapat

dibudidayakan di kawasan marjinal dan hemat air. Ikan lele memiliki

pertumbuhan yang cepat, sehingga dalam waktu 2 – 3 bulan sudah dapat dipanen.

Pertumbuhan yang cepat ini menjadikan peternak mudah mengatur aliran kas.

Ikan lele juga kaya kandungan gizi, jumlah proteinnya mencapai 20%. Dalam

setiap 100 gram ikan lele, kandungan lemaknya hanya dua gram, jauh lebih

rendah dibandingkan daging sapi atau ayam selain itu harga ikan lele relatif lebih

terjangkau.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) juga

menjadikan ikan lele sebagai salah satu komoditas unggulan.

Persyaratan komoditas unggulan adalah teknologi berkembang dan dikuasai

masyarakat, peluang pasar ekspor tinggi, serapan pasar dalam negeri cukup besar,

permodalan relatif rendah, dan hemat bahan bakar minyak. Dirjen Perikanan

Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menargetkan pertambahan

luas areal budidaya ikan lele sebesar 38,19 % per tahun. Sehingga diharapkan oleh

pemerintah pada tahun 2014 target produksi ikan lele mencapai 900.000 ton

(Amri dan Khairuman, 2013).

Sentra produsen ikan lele terbesar pada tahun 2013 berada di Jawa Barat

dengan produksi 197.783 ton. Jawa Timur berada diurutan dua dengan produksi

79.927 ton. Jawa Tengah diurutan tiga dengan produksi 75.236 ton.

Sentra produsen dan produksi ikan lele di Indonesia tahun 2013 dapat dilihat pada

(20)

3 Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014.

Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki kontribusi terbesar

penghasil ikan lele yang kedua di Jawa Barat setelah Indramayu. Kabupaten

Bogor merupakan salah satu Kabupaten yang ditetapkan pemerintah sebagai

kawasan percontohan minapolitan ikan lele sejak tahun 2011. Daerah ini cukup

strategis dan didukung dengan sumber daya lahan dan air yang memadai, akses

jalan yang cepat dan jangkauan pasar yang cukup luas. Jika dibandingkan dengan

Indramayu, posisi kabupaten bogor yang wilayahnya berbatasan langsung dengan

DKI Jakarta memberi keuntungan lebih dalam upaya membantu ketersediaan

sumber daya ikan lele untuk kawasan DKI Jakarta dan sekitarnya dimana

konsumsi terbesar nasional berada pada daerah tersebut (Andika, 2012).

Tingkat konsumsi ikan mengalamai kenaikan dari tahun ke tahun.

Lele 197,78 79,927 75,236 29,205 27,128 26,258 24,328 19,291 10,816 9,979 0

(21)

4 Departemen Keluatan dan Perikanan, tingkat konsumsi ikan masyarakat indonesia

pada tahun 2010 sampai 2012 rata-rata naik hingga 5,44% kg/kapita dan pada

tahun 2011 sebesar 32,25 kg/ kapita. Tahun 2012, tingkat konsumsi ikan

mencapai 33,89 kg/kapita. Dan pada tahun 2013 ditargetkan tingkat konsumsi

ikan masyrakat naik hingga 35,14 kg/kapita.

Kondisi permintaan ikan lele diperkirakan akan selalu meningkat di

wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) permintaan

setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan Suryanto (dalam

Rochaeni, 2009). Jika diakumulasi dalam satu tahun. Permintaan ikan lele untuk

daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menjadi

27.000 ton/tahun, Sedangkan Dinas Perikanan Jawa Barat menyatakan bahwa

produksi ikan lele di Kabupaten Bogor hanya 18.313 ton/tahun artinya walaupun

Kabupaten Bogor ditetapkan sebagai daerah minapolitan ikan lele, tetapi masih

belum mampu memenuhi permintan ikan lele untuk wilayah Jakarta, Depok,

Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Salah satu jenis ikan lele yang

banyak dibudidayakan di Kabupaten Bogor karena memiliki banyak peminat

mulai dari pedagang pecel lele pinggir jalan hingga pedagang sayur eceran yaitu

ikan lele sangkuriang.

Bojong Farm yang berlokasi di Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan

Bojong Gede Kabupaten Bogor merupakan salah satu lokasi pembesaran ikan lele

sangkuriang (clarias gariepinus) secara intensif di kolam terpal yang baru berdiri

pada tanggal 22 November 2013. Bojong Farm telah dapat menyuplai ikan lele

sangkuriang (clarias gariepinus) siap konsumsi untuk pedagang sayur eceran dan

(22)

5 tersebut. Dalam perkembangannya, permintaan ikan lele sangkuriang untuk para

pedagang sayur dan warung tenda pecel lele terus meningkat, namun

permasalahan yang dialami oleh Bojong Farm adalah belum bisa memenuhi

permintaan dari konsumen tersebut dikarenakan produksi ikan lele di Bojong

Farm belum bisa maksimal untuk memproduksi ikan lele sangkuriang siap

konsumsi. Melihat peluang pangsa pasar terbuka luas karena banyaknya

permintaan ikan lele sangkuriang di kawasan lokasi usaha pembesaran ikan lele di

Bojong Farm dan sekitarnya, Bojong Farm ingin memperbesar bisnis usaha

pembesaran ikan lele sangkuriang dan ingin terus meningkatkan produksi ikan

lele ditempat tersebut agar dapat memenuhi permintaan ikan lele untuk para

pedagang sayur maupun pedagang warung tenda pecel lele.

Usaha pembesaran ikan lele tersebut membutuhkan dana yang tidak

sedikit untuk membiayai investasi dalam jangka panjang. Resiko usaha pada

kegiatan pembesaran ikan lele juga cukup besar. Untuk mengurangi risiko

tersebut perlu perhitungan yang tepat agar dana yang diinvestasikan dapat

memberikan keuntungan. Selain itu, biaya variabel seperti harga pakan, bibit,

obat-obatan dan multivitamin ikan lele yang cenderung meningkat menyebabkan

adanya perubahan yang terjadi pada biaya produksi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk mengetahui biaya dan

pendapatan dari usaha yang dijalankan masih menguntungkan atau sebaliknya,

selain itu menganalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut

dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini

menganalisis sensitivitas yang terjadi jika ada perubahan-perubahan biaya

(23)

6 (Clarias gariepinus) di Bojong Farm. Penelitian dapat dijadikan acuan dalam

pengambilan keputusan untuk menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan

usaha dan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan

usaha tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Dalam usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di

Bojong Farm masih terdapat berbagai kendala baik dari segi biaya variabel.

keberhasilan produksi ikan lele dipengaruhi oleh biaya variabel seperti biaya

pakan, biaya obat-obatan dan multivitamin, dengan adanya kenaikan harga Bahan

Bakar Minyak pada tahun 2014 yang secara langsung berdampak kepada kenaikan

harga seluruh biaya variabel. Hal tersebut menjadi pertimbangan bagi Bojong

Farm sebagai salah satu usaha pembersaran ikan lele yang baru berjalan satu

tahun ini untuk meneruskan usahanya.

Bojong Farm sebagai lokasi usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

(clarias gariepinus) sudah banyak mengeluarkan biaya, namun belum pernah

dilakukan perhitungan mengenai jumlah biaya yang telah dikeluarkan.

Semua biaya yang diperlukan dalam kegiatan usaha baik berjumlah besar ataupun

kecil akan diperhitungkan. Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besar seluruh

biaya yang telah dikeluarkan dan seberapa besar penerimaan yang dicapai. Selain

itu juga perlu dianalisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut

dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Kemudian dalam penelitian ini juga

dianalisis sensitivitas yang terjadi jika ada kenaikan biaya variabel yang terjadi

(24)

7 penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk

menyusun alternatif-alternatif demi kemajuan usaha dan memberikan keuntungan

bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha tersebut. Berdasarkan latar

belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pemasalahan sebagai

berikut:

1. Berapa besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

(clarias gariepinus) di Bojong Farm ?

2. Apakah usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) di

Bojong Farm layak dijalankan dengan melihat R/C Rasio, B/C Rasio, Break

Even Point (BEP) dan Payback Period (PP) ?

3. Berapa besar kenaikan biaya variabel yang dapat ditoleransi pada usaha

pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias gariepinus) agar Bojong Farm tidak

mengalami kerugian ?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Mengetahui besar biaya dan pendapatan usaha pembesaran ikan lele

sangkuriang (clarias gariepinus) di Bojong Farm.

2. Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang (clarias

gariepinus) di Bojong Farm dilihat dari R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even

Point (BEP) dan Payback Period (PP).

3. Menganalisis kenaikan biaya variabel pada usaha pembesaran ikan lele

(25)

8 1.3Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat ataupun tambahan

pengetahuan antara lain:

1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang

berkepentingan.

2. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk

pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat melatih kemampuan dalam menganalisis

masalah dan memberikan pemecahannya. Selain itu penilitian ini ditujukan

untuk menyelesaikan skripsi yang merupakan prasyarat untuk mendapatkan

gelar sarjana.

4. Bagi pembaca, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan informasi mengenai usaha ikan lele serta sebagai referensi bagi

penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan hanya pada usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

(clarias gariepinus) di Bojong Farm.

2. Obyek yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan serta

menganilisis tingkat sensitivitas kenaikan biaya variabel yang terjadi dalam

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Sangkuriang

Menurut Lukito (2002) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias

gariepinus) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidea

Family : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

Pada tahun 2002, pemerintah lewat Balai Besar Pengembangan Budidaya

Air Tawar (BBPBAT) melakukan penelitian untuk meningkatkan kembali kualitas

ikan lele dumbo. Dengan menggunakan metode silang balik (back cross) ternyata

ikan lele dumbo bisa diperbaiki kualitasnya. Kawin silang balik yang dilakukan

(27)

10 indukan betina generasi ke-2 atau biasa disebut F2 dari ikan lele dumbo yang

pertama kali didatangkan pada tahun 1985, dengan indukan jantan ikan lele

dumbo F6. Perkawinannya melalui dua tahap, pertama mengawinkan indukan

betina F2 dengan indukan jantan F2, sehingga dihasilkan ikan lele dumbo jantan

F2-6. Kemudian ikan lele dumbo F2-6 jantan ini dikawinkan lagi dengan indukan

F2 sehingga dihasilkan ikan lele sangkuriang. Proses penelitian ikan lele

sangkuriang memakan waktu yang cukup lama. Dua tahun setelah itu benih ikan

lele sangkuriang baru diperkenalkan secara terbatas. Pengujian dilakukan pada

tahun 2002-2004 di daerah Bogor dan Yogyakarta. Baru pada tahun 2004,

dikeluarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang pelepasan varietas

ikan lele sangkuriang nomor 26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004.

Perbandingan yang paling mencolok antara ikan lele dumbo dengan ikan

lele Sangkuriang antara lain, adalah kemampuan bertelur (fekunditas) ikan lele

sangkuriang yang mencapai 40.000-60.000 per kg induk betina dibanding lele

dumbo yang hanya 20.000-30.000, derajat penetasan telur dari ikan lele

sangkuriang lebih dari 90% sedangkan ikan lele dumbo lebih dari 80%. Dilihat

dari pertumbuhannya, pembesaran harian ikan lele sangkuriang bisa mencapai

3,53% sedangkan ikan lele dumbo hanya 2,73% dan konversi pakan atau FCR

(Food Convertion Ratio) ikan lele sangkuriang mencapai 0,8-1 sementara ikan

lele dumbo lebih besar sama dengan 1. FCR (Food Convertion Ratio) merupakan

nisbah antara berat pakan yang diberikan dengan berat pertumbuhan daging ikan.

Semakin kecil nisbah FCR (Food Convertion Ratio) semakin ekonomis ikan lele

dipelihara. Penamaan ikan lele sangkuriang mengambil nama seorang anak dari

(28)

11 Sangkuriang yang berhasrat mengawini ibunya sendiri. karena hal itulah nama

ikan lele sangkuriang menjadi nama varietas ikan lele hasil silang balik.

Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak

perbedaan dengan ikan lele Dumbo. Hal tersebut terjadi karena ikan lele

sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk lele dumbo. Tubuh ikan

lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir,

dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut yang

relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang memiliki

tiga sirip tunggal yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu

sirip yang berpasangan ada dua yaitu sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada

terdapat sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakaan untuk

mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan

dipermukaan tanah. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat

pernapasan tambahan yang berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan

kapiler-kapiler darah.

Menurut Lukito (2002), ikan lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan

yang kualitas airnya sangat jelek. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu

kandungan oksigen sekitar 6 ppm, karbondioksida kurang dari 12 ppm, suhu

antara 24°C-26°C, NH3 kurang dari 1 ppm dan cahaya tembus matahari ke dalam

air maksimum 30 cm. Ikan lele dikenal aktif pada malam hari. Pada siang hari,

ikan lele lebih suka berdiam di dalam lubang atau tempat yang tenang dan aliran

air tidak terlalu keras. Ikan lele memiliki kebiasaan mengaduk-aduk lumpur dasar

(29)

12 2.2 Prospek Pasar Lele Sangkuriang

Ikan lele sangkuriang merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar

yang penting dalam rangka pemenuhan dan peningkatan gizi masyarakat.

Komoditas perikanan ini mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat. Pasar utama ikan lele sangkuriang adalah pedagang

sayur dan warung warung tenda pecel lele. Warung tenda pecel lele sebagai menu

utama telah menjamur. Selain di pasar tradisional maupun warung kaki lima,

menu ikan lele dalam berbagai variasi juga mudah dijumpai di restoran,

supermarket dan industri olahan. Beberapa menu makanan yang umum dijumpai

adalah pecel lele, lele goreng, lele kremes atau lele bakar.

Usaha ikan lele sangkuriang tidak pernah ada matinya. Permintaan ikan

lele baik untuk konsumsi maupun benih terus meningkat. Bahkan hingga kini

permintaan ikan lele untuk pasar lokal saja belum dapat terpenuhi khususnya

pedagang pecel dan restoran padang. Permintaan ikan lele konsumsi cukup besar,

Untuk pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek)

permintaan setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulan

(Suryanto dalam Rochaeni, 2009)

Pasokan ikan lele di Jabodetabek berasal dari berbagai daerah diantaranya

Kabupaten Bogor dan Indramayu. Jika produksi ikan lele masih kurang, pasokan

ikan lele didatangkan dari sentra prosuksi lain seperti Tulungagung, Jombang

(Jawa Timur), Sleman, Kulonprogo, Boyolali dan Perbaungan.

A. Peluang Pasar Ekspor

Menurut Amri dan Khairuman (2013), ekspor ikan lele belum marak seperti

(30)

13 masih bertumpu pada pemenuhan kebutuhan pasar lokal. Vietnam sebagai pesaing

utama eksportir ikan lele masih mendominasi dan menguasai pangsa pasar ekspor

lele dunia. Akan tetapi, pada tahun 2008 Provinsi Jawa Timur sudah berhasil

mengekspor ikan lele ke mancanegara antara lain Cina, Vietnam, Korea Selatan

dan Uni Eropa (Khairuman dan Amri, 2011)

Sejak Tahun 2009, Kementrian Kelautan dan Perikanan sudah merintis

ekspor lele asap ke negara negara Timur Tengah untuk memenuhi kebutuhan

Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Sebelumnya, Indonesia sudah berhasil

mengekspor ikan lele asap ke Singapura dan Malaysia dalam jumlah yang kecil,

yaitu kurang dari 1 ton per Bulan. Ekspor ikan lele asap ini dicukupi dari

produsen di Bogor. Namun, produsen tersebut masih mendapat bahan bakunya

dari Boyolali dan Yogyakarta.

Negara-negara tujuan ekspor ikan lele potensial lainnya adalah Taiwan,

Hongkong, Jepang, Belanda, Italia, Spanyol dan Amerika Serikat. Negara-negara

ini membutuhkan jenis olahan ikan lele berupa surimi semua ukuran dan fillet

ikan lele ukuran 300-700 gram/ekor. Untuk masuk ekspor ini, penyuplai biasanya

diharuskan memiliki stok yang berkelanjutan dengan kualitas yang terjamin.

Ekspor ikan lele juga terbuka untuk produk olahan seperti abon. Salah satu

negara peminat abon ikan lele adalah Belanda. Sejak pertengahan tahun 2009,

produsen abon ikan lele di Cilacap sudah merintis pengiriman ke Belanda melalui

distributor makanan di Jakarta dan mendapat sambutan baik di negara tujuan.

(31)

14 2.3 Usaha Pembesaran Ikan Lele

Menurut Amri dan Khairuman (2013), usaha Pembesaran ikan lele pantas

dilirik, tidak hanya oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele yang sudah

berpengelaman, tetapi juga oleh pemula karena kemudahan dan peluangnya yang

besar, yang dimaksud dengan usaha pembesaran ikan lele adalah kegiatan

produksi ikan lele dari pemeliharaan ikan lele dari ukuran bibit sampai ukuran

siap konsumsi. Ikan lele yang dipanen kemudian dijual ke konsumen atau pasar.

Sebelumnya orang-orang beranggapan bahwa memelihara ikan lele

memerlukan lahan yang luas dan air yang banyak. Anggapan tersebut kini sudah

tidak berlaku karena terbukti ikan lele dapat dipelihara dilahan dan air yang

terbatas.

Ikan lele dapat dipelihara dan dibesarkan di berbagai wadah atau media. Bagi

calon pelaku usaha pembesaran ikan lele yang berdomisili di pedesaan, ikan lele

dapat dipelihara di kolam tanah. Masyarakat yang memiliki lahan terbatas atau

tinggal di perkotaan, pemeliharaan ikan lele bisa di kolam terpal atau di kolam

tembok. Teknik pembesarannya bisa dengan menfaatkan teknologi atau

disesuaikan dengan pola tanam. Untuk pembesaran yang dilakukan secara

semiintensif, gunakan kolam tanah, sementara itu untuk pembesaran yang intensif,

kolam terpal dapat dijadikan wadah untuk pembesaran ikan lele, di bawah ini

beberapa alasan untuk memilih usaha pembesaran ikan lele, antara lain :

a. Pasar terbuka luas

Pasar ikan lele sangat luas dan potensial sehingga berapapun ikan lele yang

(32)

15 Belum pernah terdapat pelaku usaha pembesaran ikan lele kesulitan menjual ikan

lele hasil pemeliharaannya.

b. Sarana dan prasarana mudah didapat

Untuk menunjang usaha pembesaran ikan lele diperlukan sarana dan prasarana

penunjang. Saat ini semua peralatan utama maupun penunjang sudah mudah

diperoleh, baik di kota-kota besar maupun di pasar tradisional di daerah. Pakan,

obat-obatan dan multivitamin, alat alat perikanan (alat tangkap, plastik terpal dan

lain-lain) saat ini mudah didapat dimana saja.

c. Teknologi mudah dilakukan dan dikuasai serta mudah didapat.

Teknologi pembesaran ikan lele mudah dilakukan, termasuk bagi calon pelaku

usaha pembesaran ikan lele yang masih pemula. Teknologi hasil penelitian

tersebut sudah tersedia, mudah diakses dan dapat diaplikasikan tanpa harus kursus

atau pelatihan.

d. Dapat dilakukan di lahan dan air yang terbatas.

Ikan lele dapat dipelihara di lahan yang terbatas seperti di samping dan di

belakang rumah atau di kebun-kebun pekarangan rumah. Usaha ini bisa didirikan

di mana saja, baik di pedesaan maupun perkotaan. Media air yang digunakan

tidak sebanyak kebutuhan air untuk membudidayakan ikan-ikan jenis lain.

Ikan lele dapat hidup dengan air terbatas dari berbagai sumber air, seperti air

irigasi, air pompa, sumur timba, air hujan atau air dari Perusahaan Daerah Air

Minum (PDAM).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya terdapat dua cara untuk melakukan

usaha pembesaran ikan lele yaitu semiintensif di kolam tanah dan dengan cara

(33)

16 oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele saat ini adalah dengan cara intensif, yaitu

dengan melakukan pemeliharaan ikan lele di kolam terpal sebagai wadah untuk

pembesaran ikan lele.

A. Pembesaran Secara Intensif di Kolam Terpal

Menurut Amri dan Khairuman (2013), Kolam terpal adalah salah satu

alternatif wadah untuk melakukan pembesaran ikan lele. Ada beberapa

keuntungan yang didapat bila membesarkan ikan lele di kolam terpal. Berikut ini

adalah keuntungan keuntungan bagi pelaku usaha pembesaran ikan lele dengan

menggunakan kolam terpal :

1) Panen lebih mudah

Ikan lele yang dipelahara di kolam terpal jauh lebih mudah untuk dipanen

bila dibandingnkan dengan ikan lele yang dipelihara di kolam tanah. Dalam

beberapa menit saja air media dapat dibuang menggunakan selang atau pompa air

sehingga ikan lele terkumpul di dasar kolam. Kemudian ikan lele ditangkap

menggunakan alat tangkap dan langsung diangkut untuk dijual ke pasar atau

pengumpul.

2) Hemat air

Selama ini orang-orang selalu beranggapan bahwa membudidayakan ikan

lele membutuhkan banyak air, lokasinya harus dekat dengan sungai atau saluran

irigasi dan airnya harus senantiasa mengalir. Ternyata, pembesaran ikan lele yang

dilakukan oleh pelaku usaha pembesaran ikan lele di berbagai daerah

membuktikan bahwa memelihara ikan lele di kolam terpal tidak memerlukan air

dalam jumlah banyak. Air yang digunakan untuk pembesaran ikan lele di kolam

(34)

17 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penggunaan air sangat terbatas dan

hanya digunakan sesuai kebutuhan. Bahkan, air bekas pemeliharaan pun dapat

digunakan kembali dengan cara diendapkan terlebih dahulu lalu dipompa kembali.

3) Terhindar dari hama

Kegiatan pembesaran ikan lele yang dilakukan di kolam terpal jauh lebih

aman dan lebih terkontrol dibandingkan di kolam tanah. Ikan lele dapat terhindar

dari serangan hama seperti ular, biawak dan hama lainnya. Hal ini karena kolam

terpal pada umumnya di tempatkan di kebun kebun atau di pekarangan rumah

yang bersih dari rumput-rumputan yang biasanya jadi termpat bersarangnya

berbagai jenis hama

4) Lebih Terkontrol.

Sampai saat ini belum pernah terdengar bahwa ikan lele yang dipelihara di

kolam terpal terserang penyakit secara masal. Pada kenyataannya, ikan lele yang

dipelihara di kolam terpal lebih sehat dan relatif bebas penyakit. Pada kolam

terpal, ikan lele yang dipelihara akan lebih terkontrol sehingga dapat terhindar

dari penyakit ikan, sebab antara satu kolam yang satu dengan satu kolam yang

lainnya tidak saling berhubungan, jika ikan lele ada yang terserang penyakit

dalam satu kolam, maka lebih mudah diisolasi atau diobati dan tidak akan

menyebar ke kolam terpal yang lain.

5) Berbagai skala usaha

Pembesaran ikan lele di kolam terpal cocok untuk berbagai skala usaha

(usaha kecil, menegah atau besar) tergantung dari ketersediaannya dana. Besar

kecilnya usaha ditentukan oleh target produksi, modal usaha yang dimiliki dan

(35)

18 dimiliki hanya beberapa . untuk skala usaha sedang dan besar dapat mencapai

lebih dari 30 kolam terpal.

Berikut ini dijelaskan urutan pemeliharaan ikan lele jika dibesarkan pada kolam

terpal :

a. Persiapan kolam

Sama seperti pemeliharaan di kolam tanah, yang pertama kali dilakukan

sebelum memelihara ikan lele di kolam terpal adalah mempersiapkan

kolam. Kolam dikeringkan selama 2-3 hari untuk membunuh bibit-bibit

penyakit. Kemudian, kolam diisi air setinggi 75-100 cm dengan air irigasi,

air pompa atau sumber air lainnya. Tambahkan probiotik sesuai petunjuk

dan dosis yang ada di label probiotik dan biarkan selama 4-5 hari.

b. Penebaran benih

Penebaran benih dilakukan setelah persiapan kolam selesai yaitu pada hari

ke lima atau keenam. Benih ikan lele yang ditebarkan sebaiknya berukuran

7-9 cm. benih yang ditebar harus sehat, tidak cacat berukuran sama besar

dan sama panjang. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat

suhu rendah untuk menghindari ikan lele mengalami stress.

c. Pemeliharaan

Selama pemeliharaan, ikan lele harus diberi makanan tambahan berupa

pelet sebanyak 3-5% per hari dari berat ikan lele. Pakan diberikan 3-5 kali

sehari yaitu pagi, sore dan malam hari selama ikan lele masih mau makan.

Selain pemberian pakan, setiap 10 hari sekali kolam terpal juga perlu

diberikan probiotik. Dosis dan cara penggunaannya terdapat pada label

(36)

19 tergantung kebutuhan, bila ketinggian air berkurang maka perlu

ditambahkan air baru sampai ketinggiannya sama seperti awal penebaran

benih.

d. Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah ikan lele berukuran 100-125 gram/ekor atau

8-10 ekor/kg atau usia 2-3 Bulan. Panen dilakukan pada pagi atau sore hari

dengan cara mengeringkan air kolam agar ikan lele terkumpul di bagian

yang paling dalam . kemudian tangkap menggunakan alat tangkap seperti

sair atau seser. Sebelum diangkut dan dijual ke pasar, sebaiknya ikan lele

dipuasakan selama beberapa jam untuk membuang kotoran-kotorannya.

Usahakan ikan-ikan yang dipasarkan berukuran sama dengan cara disortir

terlebih dahulu, agar dapat diterima oleh pasaran.

2.4 Biaya

Pengertian biaya dalam usahatani adalah sejumlah uang yang dibayarkan

untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani. Biaya usahatani

merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalan mengelola usahanya

dalam mendapatkan hasil yang maksimal Soekartawi (dalam Mia, 2014).

Selanjutnya Menurut Hermanto (dalam Fahmi, 2011) biaya dalam usahatani dapat

dibedakan berdasarkan atas jumlah output yang dihasilkan terdiri dari :

1) Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada

besar kecilnya produksi, seperti : penyusutan alat-alat bangunan pertanian,

(37)

20 2) Biaya Variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah

produksi, seperti : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pakan ternak,

pupuk, obat-obatan dan multivitamin.

Selanjutnya menurut Supari (2001), berbagai kehidupan bisnis maupun

kehidupan pribadi sehari-hari, biaya-biaya merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam upaya mempertahankan kualitas hidup. Biaya-biaya itu ada yang sifatnya

tetap, ada yang berubah-ubah tergantung pada prestasi yang diciptakan.

Kelompok yang pertama disebut biaya tetap dan yang kedua disebut biaya

variabel.

2.5Penerimaan

Menurut Soekartawi (dalam Mia, 2014) penerimaan usahatani adalah

perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua

pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani

adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani.

2.6Pendapatan

Pendapatan adalah kenaikan ekuitas pemilik sebagai hasil dari penjualan

produk atau jasa kepada pelanggan (Warren, 2005). Sedangkan menurut

Soekartawi (2006), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan

semua biaya. Analisis pendapatan usahatani dapat dipakai sebagai ukuran untuk

melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa

(38)

21 Menurut Niswonger (dalam Mia, 2014) pendapatan dari penjualan adalah

seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai

maupun kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi

yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha merupakan pendapatan

yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan, sedangkan pendapatan diluar

usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan.

2.7 Analisis Kelayakan Usaha

Menurut Soekartawi, (2006) untuk mengalisis kelayakan usaha diperlukan

dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka

waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah

produksi total dan harga satuan. Penerimaan adalah total nilai produk yang

dijalankan yang merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik intput dengan

harga atau nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani tersebut.

Penerimaan usaha yaitu penerimaan dari semua sumber usaha. Sedangkan biaya

atau pengeluaran yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi dan

lain lain yang dikeluarkan dalam proses produksi. Menurut Soeharjo dan Patong

(dalam Fahmi, 2011) analisis kelayakan dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat pendapatan yang sesungguhnya diperoleh oleh pengusaha dan

untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha.

Permintaan ikan lele yang semakin meningkat setiap periodenya membuat

orang berlomba-lomba membesarkan ikan lele, namun sebelum memulainya para

pelaku bisnis pembesaran ikan lele harus mempersiapkan segala sesuatunya

(39)

22 mengukur apakah usaha pada saat itu berhasil atau tidak. untuk menganalisis

kelayakan pada umumnya disertai dengan analisis seperti analisis R/C Ratio

(penerimaan atas biaya), B/C Ratio (analisis rasio keuntungan atas biaya), Break

Even Point (analisis titik impas) dan Payback Period (PP)

2.7.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio penerimaan atas biaya

(R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio dan nisbah) antara penerimaan

(revenue) dan biaya (cost).

Sedangkan menurut Soeharjo dan Patong (dalam Mia, 2014) rasio

penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan

diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani.

Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat

keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas

biaya tersebut dapat diketahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak.

2.7.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)

Menurut Soeharto (dalam Fahmi 2011) B/C Rasio merupakan metode

yang dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk

satu satuan mata uang (dalam hal ini rupiah) yang dikeluarkan. B/C Rasio adalah

suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari suatu usaha

dengan biaya yang dikeluarkan.

Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) adalah perbandingan

(40)

23 Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila analisis rasio

keuntungan atas biaya (B/C rasio) lebih besar dari nol. Semakin besar nilai rasio

keuntungan atas biaya (B/C rasio), maka semakin besar pula manfaat yang akan

diperoleh dari usaha tersebut (Rahardi dan Hartono, 2003).

Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis rasio keuntungan atas biaya

(B/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara manfaat (benefit)

dan biaya (cost). Analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio) pada prinsipnya

sama saja dengan analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio), hanya saja

pada analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C ratio) yang dipentingkan adalah

besarnya manfaat.

2.7.3 Analisis Break Event Point (BEP)

Analisa Break Even Point (BEP) atau titik impas atau sering juga disebut

titik pulang pokok adalah suatu metode yang mempelajari hubungan antara biaya,

keuntungan, dan volume penjualan atau produksi. Hubungan tersebut juga dikenal

dengan analisa C.B.V. (Cost-Profit-Volume) untuk mengetahui tingkat kegiatan

minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak

mengalami keuntungan maupun kerugian (Harmaizar dan Rosidayanti, 2003).

Menurut Kuswadi (dalam Mia, 2014) break even tidak lain adalah kembali

pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah tidak untung dan tidak rugi.

Titik pulang pokok atau Break Even Point (BEP) atau titik impas adalah suatu

titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan (produksi) tertentu dengan harga

(41)

24 kembali pokok artinya seluruh penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang

telah dikeluarkan.

2.7.4 Analisis Payback Period (PP)

Payback periode adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup

kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2009).

Payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)

pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari

perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan

penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan (dengan catatan

investasi menggunakan 100% modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar,2009).

Ada 2 macam model perhitungan yang akan digunakan dalam menghitung

masa pengembalian investasi, pertama perhitungan apabila kas bersih setiap tahun

sama, maka menggunakan rumus perbandingan investasi dengan kas bersih yang

dikalikan 12 bulan didapatlah nilai payback period dalam jangka beberapa bulan.

Cara kedua adalah apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka Payback Period

dihitung dengan cara pengurangan nilai investasi dengan kas bersih pertahun

sampai di temukan nilai Payback Period-nya.

Untuk menilai apakah usaha layak diterima atau tidak dari segi Payback

Period, maka hasil perhitungan tersebut haruslah sebagai berikut :

1. Payback period sekarang lebih kecil dari nilai investasi

2. Dengan membandingkan rata-rata industri usaha sejenis

(42)

25 Perhitungan kelayakan dari segi payback period memiliki kelemahan.

Perhitungan yang dilakukan mengabaikan time value of money dan tidak

mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah pengembalian (Kasmir dan

Jakfar, 2009).

2.8 Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Menurut Umar (2009), pada saat kita menganalisis arus kas dimasa daang,

kita berhadapan dengan ketidak pastian. Akibatnya, hasil perhitungan di atas

kertas itu dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu dapat

menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam beroperasi

untuk menghasilkan laba bagi perusahaan.untuk dapat melakukan analisis

sensitivitas kita dapat merujuk pada bagian pemasaran dan bagian produksi.

Mereka disuruh untuk memberikan taksiran yang optimistik dan pesimistik.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), terkadang dalam praktiknya sekalipun

telah dilakukan studi secara baik dan benar faktor kegagalan suatu usaha tetap

ada, apalagi yang dilalui tanpa studi sebelumnya. Hal ini disebabkan untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan banyak sekali hambatan yang akan dihadapi dan

resiko yang mungkin timbul setelah usaha berjalan. Oleh sebab itu, untuk

menghindari kegagalan ini perlu dilakukan studi sebelum proyek itu dijalankan,

salah satu tujuan dilakukan analisis sensitivitas adalah untuk mencari jalan keluar

agar dapat meminimalkan hambatan dan resiko yang mungkin timbul di masa

yang akan datang.

Ketidakpastian di masa yang akan mendatang dapat terjadi di berbagai

(43)

26 budaya, perilaku, dan perubahan lingkungan masyarakat. Semua ketidakpastian

ini akan mengakibatkan apa yang sudah direncanakan menjadi meleset dan tidak

tercapai sehingga resiko kerugian tidak akan terelakan. Sebagai contoh

ketidakpastian di bidang ekonomi akan menyebabkan harga yang tidak stabil,

bahkan kecenderungan kenaikan biaya produksi akan sangat mungkin meningkat.

Akibatnya harga jual produk juga meningkat sehingga menyulitkan perusahaan

untuk menjualnya ke pasar. Sementara itu justru daya beli masyarakat menurun,

sehingga sudah dapat dipastikan produk tersebut tidak laku di pasaran.

Kemudian tidak stabilnya tingkat suku bunga perbankan juga akan

berdampak pada sektor riil, terutama dalam hal penyediaan dana. Pihak

perbankan enggan untuk menyalurkan dana dengan berbagai sebab, sehingga

mengakibatkan langkanya dana untuk mebiayai sektor riil. Langkanya kegiatan di

sektor riil menyebabkan penyediaan barang dan jasa menjadi berkurang,

akibatnya barang tersedia juga menjadi langka. Pengaruh lain dari sektor moneter

terhadap sektor riil akan dapat menurunkan pendapatan masyarakat yang pada

akhirnya akan dapat menurunkan daya beli masyarakat secara umum.

Analisis sensitivitas harus dilakukan untuk mengindentifikasi masalah di

masa yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya

hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi, dimana analisis sensitivitas akan

memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi

yang akan dijalankan, dan dapat dijadikan pedoman atau arahan kepada usaha

yang akan dijalankan. Selain itu menurut Gittinger (2008), suatu variasi pada

(44)

27 merupakan kegiatan analisis yang mencoba melihat seberapa besar perubahan

maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha.

2.9 Penelitian Terdahulu

Lestari (2011) melakukan penelitian kelayakan usaha pembenihan pada

komoditi ikan lele Sangkuriang di usaha Bapak Endang, Desa Gadog Kecamatan

Megamendung Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dari hasil analisis finansial

didapatkan bahwa usaha Bapak Ending menghasilkan nilai NPV sebesar

Rp 364.446.022,00, IRR sebesar 32,25 persen, Net B/C sebesar 2,20 dan payback

period selama 3,97 tahun. Kemudian dilakukan analisis pengembangan dengan

menggunakan lahan sewa dan modal sendiri menghasilkan nilai NPV sebesar

Rp 861.543.234,00, IRR sebesar 78,78 persen, Net B/C sebesar 4,20 dan payback

period selama 1,89 tahun.

Andika (2012) Analisis Kelayakan Usaha Pembenihan Dan Pembesaran

Ikan Lele Sangkuriang (Studi Kasus Perusahaan Parakbada Kelurahan Katulampa

Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) Hasil dari penelitian ini adalah 1). Dari aspek

finansial, usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang yang

dilakukan oleh Perusahaan Parakbada layak untuk dijalankan. 2). Berdasarkan

hasil perhitungan analisis kelayakan finansial usaha, usaha pembenihan ikan lele

merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan. 4). Dilihat dari hasil

perhitungan analisis switching value dengan parameter perubahan penurunan

harga jual output, penurunan produksi dan kenaikan total biaya pakan, usaha

pembesaran ikan lele merupakan usaha yang paling sensitif terhadap perubahan

(45)

28 Wiwit Rahayu (2011) yang berjudul Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran

Ikan Nila Merah, dari penelitian yang telah dilakukannya terdapat kesimpulan

bahwa , Rata-rata biaya total usaha pembesaran ikan nila merah di kolam air deras

di Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten selama satu kali proses pembesaran

ikan (Juni-Oktober 2009) dengan luas kolam rata-rata 257 m2 sebesar

Rp 49.059.430,00 rata penerimaan sebesar Rp 51.461.465,83 sehingga

rata-rata pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 2.402.035,83. Nilai R/C rasio 1,05.

Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan selama proses

pembesaran ikan nila merah di kolam air deras memberikan penerimaan sebesar

1,05 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.

Dwi Rosalina (2013) Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Lele di

Kolam Terpal di Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah. Hasil dari penelitian

ini adalah investasi sebesar Rp. 8.680.000 (belum termasuk biaya operasional

yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel) maka nilai rasio penerimaan

dengan biaya atau (R/C) dalam usaha budidaya lele diperoleh sebesar 1,78.

Waktu pengembalian investasi atau Payback Period (PP) selama 0,53 tahun, BEP

produksi ikan lele pada tahun pertama 844 kg, Penjualan ikan lele pada tahun

kedua sampai dengan tahun kelima akan mencapai BEP sebesar 1.012 kg/tahun.

Nilai NPV sebesar Rp 33,482,143,00 dan nilai IRR sebesar 62 %. Kesimpulan

dalam penelitian ini adalah potensi pembenihan ikan lele dumbo di Bangka

Belitung ini dipandang baik untuk dikembangkan terlebih provinsi Bangka

Belitung memiliki sumber daya alam yang melimpah yang siap mendukung

(46)

29 Indah Sulistyo Rahayu (2003) Analisis Kelayakan Usahatani Ikan Sistim

Karamba di Kabupaten Sukoharjo. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini Pada

usahatani ikan nila sistim karamba, dalam satu kali masa produksi (5 bulan)

rata-rata biaya mengusahakan sebesar Rp806.977 per karamba/mp. Rata-rata-rata

penerimaan sebesar Rp1.101.000 per karamba/mp. Rata-rata pendapatan sebesar

Rp294.022 per karamba /mp. Sehingga rata-rata pendapatan per bulan sebesar

Rp58.804. Pada usahatani ikan patin sistim karamba, dalam satu kali masa

produksi (8 bulan) rata-rata biaya mengusahakan sebesar Rp 1.056.936 per

karamba/mp. rata penerimaan sebesar Rp 1.725.000 per karamba/mp.

Rata-rata pendapatan sebesar Rp 534.400,71 per karamba/mp. Sehingga Rata-rata-Rata-rata

pendapatan per bulan Rp83.500. Pendapatan pada usahatani ikan patin sistim

karamba (Rp83.500,11 per karamba/bulan) lebih besar daripada pendapatan

usahatani ikan nila sistim karamba (Rp58.804 per karamba/bulan). Nilai R/C rasio

usahatani ikan nila sistim karamba sebesar 1,4. Nilai R/C rasio usahatani ikan

patin sistim karamba sebesar 1,6 sehingga usahatani ikan patin sistim karamba

lebih efisien dibandingkan usahatani ikan nila.

2.10 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui biaya dan pendapatan usaha

pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Selain itu dalam penelitian ini

mengalanisis kelayakan usaha untuk meyakinkan bahwa usaha tersebut dapat

dikatakan layak untuk dijalankan. sehingga dapat dilihat usaha ikan lele di Bojong

Farm ini layak untuk dilaksanakan atau tidak, Kemudian dalam penelitian ini

(47)

30 variable yang terjadi dalam menjalankan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

(clarias gariepinus) di Bojong Farm. Analisis kelayakan usaha pembesaran ikan

lele ini menggunakan R/C rasio, B/C rasio, dan Break Even Point (BEP) dan

Payback Period. Selanjutnya analisis sensitivitas kenaikan biaya variabel dalam

usaha pembesaran ikan lele sangkuriang di Bojong Farm. Berdasarkan uraian

diatas maka gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan Usaha Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Bojong Farm

Evaluasi Usaha

Layak Tidak Layak

1. Biaya Tetap 2. Biaya Variable

Jumlah Produksi Total Penerimaan

1. Total Biaya dan Total Pendapatan 2. Analisis Kelayakan Usaha

(R/C Rasio,B/C Rasio,BEP,PP)

3. Analisis Sensitivitas dan Switching Value Bojong Farm

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan

Januari 2015 dan penelitian pendapatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang

dilakukan di Bojong Farm, Desa Kedung Waringin, Kecamatan Bojong Gede,

Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa usaha pembesaran ikan lele pada perusahaan Bojong Farm

menggunakan cara intensif di kolam terpal dan baru berdiri 1 Tahun.

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden

yakni pemilik, pengelola dan pekerja Bojong Farm serta dengan pengamatan

langsung di lapangan.Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka hasil

riset terdahulu dan berbagai literatur seperti buku, internet yang berkaitan, dan

instansi-instansi yag terkait seperti Kelurahan Kedung Waringin Kecamatan

Bojong Gede. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bogor, Balai Riset

Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar, artikel, hasil riset, dan bahan pustaka yang

(49)

32 3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di Bojong Farm Desa Kedung Waringin

Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor dan instansipemerintah yakni Dinas

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor. Teknik pengumpulan data (data

kualitatif dan kuantitatif) dengan metode wawancara dengan pemilik dan

pengelola Bojong Farm. Wawancara yakni pengumpulan data dengan langsung

mengadakan tanya jawab kepada objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah

pemilik dan pengelola di Bojong Farm.

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif akan dianalisis secara deskriptif,

sedangkan analisis data kuantitatif dilakukan untuk mengetahui biaya usaha dan

penerimaan sehingga dapat diketahui tingkat pendapatan dari usaha pembesaran

ikan lele di Bojong Farm dalam satu periode. Selain itu menganalisis kelayakan

usaha untuk melihat sejauh mana suatu kegiatan usaha dapat dikatakan memiliki

manfaat dan layak untuk dikembangkan dilihat dari analisis rasio penerimaan atas

biaya (R/C rasio), analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C rasio), break even

point (BEP), dan payback period (PP), selanjutnya untuk mengindentifikasi

masalah di masa yang akan datang dan meminimalisir kegagalan dari hasil yang

ingin dicapai dalam suatu investasi dan mencoba melihat seberapa besar

perubahan maksimum yang dapat mempengaruhi kelayakan suatu usaha

(50)

33 kuantitatif ini menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan software komputer

melalui program Microsoft Excel 2010.

3.4.1 Biaya Usaha

Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) menjelaskan bahwa total biaya atau

total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak

tetap atau variable cost (VC). Pernyataan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut

TC = FC + VC

Dimana:

TC : total biaya (total cost)

FC : biaya tetap (fixed cost)

VC : biaya tidak tetap (variable cost)

3.4.2 Penerimaan

Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual (Rahim dan Hastuti, 2007). Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus

sebagai berikut:

TR = P x Q

Dimana:

TR : total penerimaan (total revenue)

Q : produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

(51)

34 3.4.3 Pendapatan

Menurut Soekartawi, (2006) pendapatan usaha adalah selisih antara

penerimaan dan seluruh biaya. Hal tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai

berikut:

π= TR – TC

Dimana:

π : pendapatan usahatani

TR : total penerimaan (total revenue)

TC : total biaya (total cost)

Menurut Soekartawi, (2006) dalam banyak hal jumlah TC atau total biaya ini

selalu lebih besar bila analisis ekonomi yang dipakai dan selalu lebih kecil bila

analisis finansial yang dipakai.

3.4.4 Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)

Menurut Rahim dan Hastuti, (2007) analisis rasio penerimaan atas biaya

(R/C rasio) merupakan perbandingan (rasio atau nisbah) antara penerimaan

(revenue) dan biaya (cost). Analisis ini digunakan untuk melihat perbandingan

total penerimaan dengan total biaya usaha, dengan kriteria hasil :

1. R/C > 1 berarti usaha layak untuk dijalankan.

2. R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas.

3. R/C ratio < 1 usaha tidak menguntungkan dan tidak layak.

Secara sistematis R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Bruto Perikanan Indonesia 2014
Tabel 2.
Tabel 2. Sentra Produsen dan Produksi Ikan Lele di Indonesia Tahun 2013
Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai aspek-aspek yang dijejaki dalam usaha pembesaran lele sangkuriang Yoyok Fish Farm meliputi aspek pasar, aspek

Peningkatan biaya variabel seperti harga pakan masuk dalam permasalahan karena biaya variabel (pakan) merupakan biaya utama yang dikeluarkan dalam Usaha lele ini. Kenaikan harga

Oleh karena factor-faktor tersebut menimbulkan minat kami dalam mengambil peluang usaha pembenihan ikan lele sangkuriang yang sangat dibutuhkan untuk

Ikan lele sangkuriang ( Clarias sp ) menjadi salah satu komoditi hasil perikanan yang sangat digemari oleh masyarakat Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk

Dengan adanya permasalahan yang sedang dihadapi oleh petani pembesaran tersebut perlu dilakukan perbandingan analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pertumbuhan, konversi pakan, sintasan, retensi pro- tein, retensi karbohidrat, retensi lemak, dan analisis usaha pada ikan

Hasil analisis kelayakan teknis usaha budidaya ikan lele di Kabupaten Bengkulu Utara khususnya Kecamatan Padang Jaya dan Arga Makmur, untuk pembesaran sistem

Desa Pandau Jaya telah memiliki unit Pembenihan Ikan Alaskobar Farm yang bergerak di bidang pembenihan ikan lele. Unit pembenihan ikan Alaskobar menerapkan pemijahan alami ikan