PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor perairan Indonesia tidak terlepas dari salah satu sumberdaya hayati
yang terkandung di dalamnya, yaitu sumber daya perikanan. Sektor perikanan
Indonesia memiliki potensi produksi yang cukup besar. Hal tersebut karena
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang luas. Sehingga
sektor perikanan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Namun
potensi yang besar selama ini belum dimanfaatkan dengan baik, sehingga
produksi perikanan Indonesia belum mampu mencukupi permintaan ikan
domestik maupun luar negeri.
Produksi perikanan di Indonesia masih di dominasi perikanan tangkap di
perairan laut di bandingkan dengan budidaya air tawar. Namun sekarang ini
produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama telah banyak di dominasi
perikanan budidaya air tawar. Pada Tabel 1 menunjukkan data produksi perikanan
menurut komoditas utama.
Tabel 1. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Komoditas Utama Tahun 2005- 2009 (Ton)
Jenis Ikan Tahun
Laju (%/Tahun)
2005 2006 2007 2008 2009*
Patin 32.575 31.490 36.755 102.021 132.600 55,23
Rumput laut 910.636 1.374.462 1.728.475 2.145.060 2.574.000 30.20
Nila 148.249 169.390 206.904 291.037 378.300 26,76
Gurame 25.442 28.710 35.708 36.636 38.500 11,23
Bandeng 254.067 212.883 263.139 277.471 291.300 4,46
Lele 69.386 77.272 91.735 114.371 200.000 32,41
Kerapu 6.493 4.021 8.035 5.005 5.300 7,48
Ikan mas 216,920 247.633 264.349 242.322 254.400 4,39
Udang 280,629 327.610 358.925 409.590 348.100 6,35
Kakap 2,935 2.183 4.418 4.371 4.600 20,23
Lainnya 216.342 260.942 195.122 227.317 553.000 37,43
Total 2.163.674 2.682.596 3.193.565 3.855.200 4.780.100 21,39
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 2010.
Tabel 1 menunjukkan bahwa lele (Clarias sp) merupakan salah satu
komoditas perikanan air tawar yang mengalami peningkatan produksi tertinggi
setelah patin. Hal tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan produksi ikan lele
jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat
Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele saat ini banyak ditemui di
propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jawa Barat merupakan daerah yang
memiliki prospek yang cukup baik untuk pengembangan produksi ikan, hal
tersebut dikarenakan daerah Jawa Barat memiliki curah hujan yang cukup tinggi
sehingga dapat memicu ikan untuk berkembang biak dengan baik. Seperti yang
diketahui untuk Jawa Barat, biasanya pembudidayaan perikanan banyak
ditemukan di Tasikmalaya, Indramayu, Sukabumi dan Bogor.
Perkembangan produksi perikanan di Kabupaten Bogor dari tahun 2008
hingga 2009 mengalami peningkatan hingga 87.37 persen. Namun hal tersebut
belum mampu memenuhi kebutuhan akan ikan konsumsi di Kabupaten Bogor.
Perkembangan produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun 2008 hingga
2009 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2009
No
Jenis Ikan Produksi (Ton) Perubahan
(%) 2008 2009
1 Lele 9,774.80 18,315.02 87.37
2 Mas 8,124.35 3,859.62 -52.49
3 Gurame 1,854.82 1,946.43 4.94
4 Nila 3,494.96 1,842.17 -47.29
5 Bawal 904.91 2,026.14 123.91
6 Patin 571.76 584.84 2.29
7 Tawes 278.80 75.76 -72.83
8 Tambakan 48.50 33.67 -30.58
9 Mujair 29.21 31.68 8.46
10 Nilem 8.23 2.10 -74.46
11 Lain-lain 26.95 25.30 -6.14
Total 25,087.29 28,742.72 14.57
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010.
Menurut Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, saat ini
kebutuhan akan ikan konsumsi di Kabupten Bogor belum terpenuhi, sehingga
kebutuhan akan ikan konsumsi di Kabupaten Bogor masih dipasok dari luar
daerah yaitu Cianjur, Bandung, Sukabumi, Tasikmalaya dan sebagian dari Jawa
tengah. Bahkan lele, gurame dan ikan hias yang menjadi komoditas andalan di
Dengan adanya pengembangan usaha perikanan khususnya budidaya
pembesaran lele di Kabupaten Bogor di harapkan mampu memenuhi kebutuhan
akan ikan konsumsi. Karena setiap tahunnya kebutuhan akan ikan konsumsi
mengalami peningkatan di Kabupaten Bogor. Perkembangan Konsumsi Ikan di
Kabupaten Bogor dari tahun 2000 hingga tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan Konsumsi Ikan di Kabupaten Bogor Tahun 2000-2008
Tahun
Konsumsi Ikan (kg/kapita/tahun)
Persentase Perubahan
2000 14,49 -
2001 15,15 4,6
2002 15,99 5,5
2003 19,49 3,1
2004 17,40 4,9
2005 18,44 6,5
2006 19,82 7,4
2007 22,36 12,8
2008 24,04 7,5
Laju Rata-rata (%/tahun) 6.5
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010.
Perkembangan konsumsi ikan di Kabupaten Bogor mendorong
peningkatan produksi lele untuk kebutuhan akan ikan konsumsi pada masa
mendatang dan diperkirakan akan terus mengalami perkembangan seiring dengan
bertambahnya penduduk, perkembangan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat
akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak.
Ikan lele merupakan salah satu ikan konsumsi yang kini mulai banyak
digemari karena rasa daging yang khas dan lezat. Selain itu, kandungan gizi pada
setiap ekornya cukup tinggi, yaitu protein 17 hingga 37 persen; lemak 4,8 persen;
mineral 1,2 persen yang terdiri dari garam fosfat, kalsium, besi, tembaga dan
yodium; vitamin 1,2 persen yaitu vitamin B kompleks yang larut dalam air dan
vitamin A, D dan E yang larut dalam lemak (Khairuman dan Amri, 2006).
Bogor merupakan tempat yang strategis dalam budidaya pembesaran lele
sangkuriang karena Kabupaten Bogor memiliki curah hujan yang tinggi yang
dapat mempercepat pertumbuhan ikan lele sehingga proses budidaya lebih cepat.
Selain itu, Bogor meerupakan kabupaten yang berdekatan dengan Jakarta yang
yang merupakan balai besar pengembangan budidaya air tawar. Sebagai upaya
perbaikan mutu ikan lele, BBPBAT sukabumi kini telah berhasil melakukan
rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama
lele Sangkuriang. Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele
Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, lele
dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca
sebagai makanannya. Selain itu lele sangkuriang memiliki daya tahan hidup pada
kondisi air yang kurang baik dan tidak sulit untuk dibudidayakan, sehingga dapat
mengurangi resiko kegagagalan dalam pengusahaannya.
Ikan lele sangkuriang memiliki keunggulan, antara lain konversi pakannya
memiliki FCR (Food Convertion Ratio) 1:1 yang artinya, satu kilogram pakan
yang diberikan kepada Ikan lele menghasilkan satu kilogram daging. Ikan Lele
yang bergerak sangat lincah menyebabkan korelasi positif dengan rasa dagingnya.
Membuat dagingnya terasa lebih enak dan gurih karena lemak yang terkandung
dalam Ikan Lele lebih sedikit. Selain itu, Ikan Lele dalam pertumbuhannya lebih
cepat, dan lebih tahan terhadap penyakit. Survival Rate (SR/tingkat kelangsungan
hidup) Ikan Lele dapat mencapai 90 persen (Departemen Kelautan dan
Perikanan 2007).
Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik,
artinya dengan penggunaan teknologi yang cukup memadai dengan pengaturan
suhu air yang baik. Budidaya lele sangkuriang dapat dilakukan pada lahan yang
memiliki ketinggian > 800 m dpl. Lele mempunyai kelebihan dari jenis ikan air
tawar lainnya yaitu daya tahan terhadap hama penyakit, mampu bertahan hidup
pada kondisi air yang kurang baik dan tidak sulit untuk dibudidayakan, sehingga
dapat mengurangi resiko kegagagalan dalam pengusahaannya.
1.2 Perumusan Masalah
Budidaya lele sangkuriang ada dua jenis usaha yang bisa diusahakan, yaitu
pembenihan dan pembesaran. Usaha pembenihan merupakan kegiatan budidaya
untuk menghasilkan benih lele yang siap untuk di tebar. Sedangkan pembesaran
adalah kegiatan lanjutan dari pembenihan untuk menghasilkan lele konsumsi.
membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat yaitu 2,5 hingga 3 bulan, sehingga
dalam setahun proses produksi dapat dilakukan empat kali.
Dalam budidaya pembesaran lele sangkuriang, penggunaan kolam terpal
sebagai wadah atau media budidaya menjadi solusi bagi pembudidaya lele
sangkuriang. Dalam proses pembuatan dan pemasangan kolam terpal tidak begitu
sulit dan dapat dibongkar pasang disesuaikan dengan luasan lahan yang dimiliki.
Selain itu kolam terpal memiliki keunggulan diantaranya bisa dibuat dilahan
berpasir (tepi pantai), lahan rata tapi tidak terpakai misalnya pekarangan rumah
atau lain sebagainya.
Penggunaan terpal sebagai media budiadaya, sekarang telah banyak
diterapkan di Kabupaten Bogor. Salah satu pembudidaya yang menerapkan kolam
terpal adalah Yoyok Fish Farm. Usaha yang dijalankan adalah usaha pembesaran
lele sangkuriang kolam terpal. Usaha Yoyok Fish Farm terletak di Kecamatan
Mega Mendung, Desa Pasir Angin. Dari hasil pengamatan dan wawancara yang
dilakukan dengan Pak Yoyok selaku Pemilik usaha Yoyok Fish Farm, kebutuhan
akan lele konsumsi di Jabodetabek termasuk masih tinggi.
Pada tahun 2010, kebutuhan akan lele konsumsi untuk kawasan
Jabodetabek mencapai ± 75 ton per hari. Pemenuhan kebutuhan lele dikawasan
Jabodetabek belum dapat terpenuhi oleh pembudidaya lele yang ada di kawasan
Jabodetabek khususnya Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan dari ± 75 ton
kebutuhan lele per hari untuk kawasan Jabodetabek hanya di pasok sekitar 15 ton
per hari dari produsen wilayah Kabupaten Bogor. Produksi lele kawasan
Jabodetabek khususnya Kabupaten Bogor sebesar 15 ton per hari belum mampu
memenuhi pasar untuk Jabodetabek, sehingga untuk memenuhi pasar Jabodetabek
biasanya dipasok dari pembudidaya lele yang berasal dari kawasan-kawasan lain
di luar Jabodetabek diantaranya Subang, Indramayu, Tasikmalaya dan Jawa
Tengah.1
Kebutuhan ikan lele konsumsi yang dipasok dari luar Jabodetabek selama
ini tidak menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan lele konsumsi. Hal tersebut
dikarenakan pasokan lele konsumsi ke Jabodetabek yang sering mengalami
1
keterlambatan pasokan dan harga yang tergolong lebih tinggi karena distribusi
yang jauh dari luar. Untuk Kabupaten Bogor khususnya, kebutuhan akan ikan
konsumsi cenderung mengalami peningkatan (Tabel 3). Jika dilihat dari
perkembangan produksi ikan konsumsi, lele merupakan ikan konsumsi mengalami
peningkatan produksi paling tinggi dari ikan konsumsi lain di Kabupaten Bogor
(Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa ikan lele merupakan ikan konsumsi
yang banyak diminati oleh masyarakat Kabupaten Bogor. Sehingga pengusahaan
pembesaran lele masih memiliki peluang untuk diusahakan dikawasan Bogor
melihat pasar yang masih tergolong tinggi baik di Bogor, Jakarta, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010).
Yoyok Fish Farm sebagai salah satu pengusaha pembesaran lele sangkuriang yang letaknya berada di Kabupaten Bogor, berencana akan
mengembangkan skala usaha dengan menambah jumlah kolam terpal. Upaya
penenambahan jumlah kolam terpal ini diharapkan mampu memenuhi sebagian
besar permintaan akan lele konsumsi. Untuk menambah jumlah kolam tersebut,
memerlukan investasi yang cukup besar. Oleh karena itu diperlukan analisis
kelayakan investasi untuk mengetahui apakah dengan penambahan kolam terpal
akan meningkatkan keuntungan dalam pengusahaan pembesaran lele sangkuriang.
Adapun kelayakan usaha akan dikaji pada usaha pembesaran Yoyok Fish
Farm meliputi aspek non finansial yang meliputi aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek pasar. Kemudian
dilakukan analisis finansial dan faktor-faktor usaha yang dianggap berpengaruh
terhadap kelayakan untuk mengetahui kelayakan usaha pembesaran lele
sangkuriang kolam terpal Yoyok Fish Farm.
Berdasarkan hal-hal di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini :
a. Bagaimana kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal
pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial
dan lingkungan, dan aspek finansial?
b. Bagaimana kelayakan usaha pembesaran lele sangkuriang, apabila terjadi
perubahan suatu komponen pada faktor-faktor usaha yang dianggap
1.3 Tujuan Penelitian
a. Menganalisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal
pada aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek finansial.
b. Menganalisis jika terjadi perubahan suatu komponen yang dianggap
berpengaruh pada kelayakan usaha pembesaran lele sangkuriang.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan
masukan-masukan yang bermanfaat bagi investor atau pengusaha yang ingin menjalankan
usaha pembesaran lele sangkuriang dengan penggunaan kolam terpal. Bagi
penulis, untuk mengaplikasikan ilmu yang dipelajari selama masa perkuliahan dan
sebagai sarana informasi dunia usaha di subsektor perikanan secara nyata. Bagi
pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau
rujukan sebagai informasi pengusahaan pembesaran lele sangkuriang dalam
pengambil keputusan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian analisis kelayakan usaha pembesaran lele sangkuriang kolam
terpal mengkaji aspek yang berkepentingan langsung dengan petani yang
menjalankan usaha pembesaran lele sangkuriang, sehingga penelitian ini
mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial lingkungan
dan aspek finansial. Kriteria kelayakan untuk aspek pasar ditinjau dari komponen
potensi pasar dan bauran pemasaran yang dijalankan perusahaan. Kriteria
kelayakan untuk aspek teknis ditinjau dari komponen lokasi usaha, luas produksi
dan pengembangan usaha, dan proses budidaya. Kriteria kelayakan untuk aspek
manajemen ditinjau dari komponen manajemen sumberdaya manusia dan
manajemen organisasi perusahaan. Kriteria aspek sosial dan lingkungan ditinjau
dari manfaat bagi perusahaan dan lingkungan sekitar perusahaan. Sedangkan
untuk kriteria investasi yang dapat dilakukan dalam pembesaran lele sangkuriang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang
Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah
masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele
dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih
banyak dan lebih tahan terhadap penyakit. Sebagai upaya perbaikan mutu ikan
lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk
menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele Sangkuriang (Ditjen
Perikanan Budidaya 2006).
Untuk menghasilkan lele sangkuriang dilakukan perbaikan genetik melalui
cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai
Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo
yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6
merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk
dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk
betina generasi kedua atau F2 dengan induk jantan hasil silang balik tahap
pertama atau F6 (Gunawan 2009).
Usaha pembesaran lele sangkuriang merupakan kegiatan lanjutan dari
pembesaran benih lele sangkuriang yang bertujuan untuk menghasilkan lele
konsumsi dengan ukuran 8 sampai 10 ekor per kg. Kesuksesan pembesaran lele
sangat bergantung pada kualitas benih. Mutu benih yang rendah dapat
mengakibatkan hasil panen yang tidak maksimal (Gunawan 2009).
Dalam menjalankan usaha pembesaran lele, sekarang ini tidak hanya
dilakukan dalam skala besar dengan lahan yang luas, namun dengan pemanfatan
lahan sempit dan modal yang relatif terjangkau juga dapat menjalankan usaha
pembesaran lele sangkuriang. Penggunaan kolam terpal sebagai tempat wadah
atau media budidaya pembesaran lele sangkuriang merupakan solusi dari
penggunaan lahan sempit. Proses pembuatannya relatif cepat, kemudahan dalam
pembuatannya, dan minimnya modal untuk membuat kolam terpal. Kolam terpal
2.2 Penelitian Mengenai Studi Kelayakan
Dari beberapa penelitian mengenai studi kelayakan yang berhubungan
degan ikan lele sangkuriang masih terbatas terutama mengenai kelayakan
pembesaran lele sangkuriang. Berikut ini ada beberapa studi kelayakan yang
berhubungan dengan perikanan.
Rohmawati (2010) dengan judul penelitian ”Analisis Kelayakan
Pengembangan Usaha Ikan Hias pada Arifin Fish Farm desa Ciluar, Kecamatan
Bogor Utara, Kabupaten Bogor”. Dari hasil penelitian dilihat dari aspek non
finansial antara lain aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, usaha Ikan Hias layak untuk diusahakan dan
dikembangkan.
Hasil analisis finansial diperoleh dengan nilai NPV sebesar Rp
2.039.639.749,00, Sedangkan nilai Net B/C sebesar 4,08 lebih besar dari satu
yang artinya, dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek
mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 4,08 rupiah dan usaha ini layak
untuk dijalankan. Nilai IRR sebesar 60 persen lebih besar dari tingkat suku bunga
pinjaman sebesar 10,25 persen. Artinya investasi di usaha ini menguntungkan.
Berdasarkan kriteria IRR, usaha ini layak untuk dijalankan. Payback Period yang
diperoleh adalah selama 2,03 tahun, yang artinya perusahaan dapat
mengembalikan modal dalam jangka dua tahun tiga hari atau tingkat
pengembalian modal lebih kecil dari pada umur proyek. Artinya perusahaan
dilihat dari Payback Period usaha ini layak karena pengembalian modal tercapai
sebelum proyek berakhir.
Berdasarkan perhitungan sensitivitas yang terjadi penurunan harga jual
ikan sebesar 20 persen per tahun dan sebesar 30 persen per tahun. Dengan kondisi
seperti ini, usaha masih layak untuk dikembangkan. Dari hasil penelitian yang
dilakukan diketahui bahwa dengan penurunan harga jual ikan hias sebesar 20
persen dan 30 persen per tahun. Nilai NPV dengan penurunan harga sebesar 20
persen sebesar Rp 1.125.203.260,00 yang berarti bahwa pada tingkat suku bunga
10,25 persen, nilai saat ini dari keuntungan (Net B/C) yang diperoleh selama umur
proyek 10 tahun di masa yang akan datang adalah sebesar Rp 1.125.203.260,00.
penurunan harga. Nilai tersebut menurun sebesar 26 persen setelah terjadi
penurunan harga jual 20 persen, dengan demikian diperoleh nilai IRR sebesar 34
persen. Sedangkan penurunan harga jual ikan hias sebesar 30 persen per tahun
nilai NPV yang diperoleh adalah sebesar Rp 667.985.016,00 dengan Net B/C
sebesar 1,79 berarti nilai tersebut lebih besar dari satu dan nilai IRR sebesar 24
persen. Sehingga pada kedua penurunan harga tersebut usaha yang akan
dikembangkann oleh Arifin Fish Farm masih layak untuk dijalankan.
Surahmat (2009), yang meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha
Pembenihan Larva Ikan Bawal Air Tawar Ben’s Fish Farm Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Berdasarkan dari hasil analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek
sumberdaya perusahaan, aspek manajemen, dan aspek sosial, usaha ini layak
untuk diusahakan dan dikembangkan.
Penilaian terhadap rencana pengembangan usaha ini juga menggunakan
analisis kelayakan finansial. Penilaian rencana pengembangan bisnis ini
menggunakan dua skenario. Skenario I dengan menggunakan modal sendiri dan
skenario II dengan modal pinjaman. Hasil dari perhitungan cashflow didapatkan
nilai NPV untuk skenario I yaitu sebesar Rp 587.596.184,05, nilai Net B/C adalah
4,15; IRR mencapai 61 persen, dan PP adalah 2 tahun 3 bulan. Sedangkan pada
skenario II nilai NPV mencapai sebesar Rp 9.501.982,34; nilai Net B/C adalah
3,9; IRR mencapai 21 persen, dan PP adalah > 10 tahun.
Dari hasil switching value Skenario I, penurunan harga jual larva yang
masih dapat di tolerir sebesar 7,04 persen yaitu harga Rp 8 per ekor menjadi
Rp 7,43 per ekor. Pengusahaan pembenihan larva ikan bawal masih layak untuk
diusahakan apabila penurunan jumlah produksi tidak melebihi 4,21 persen, yaitu
dari 29.030.400 ekor menjadi 16.810.661 ekor. Sedangkan untuk peningkatan
harga variable agar usaha tersebut masih layak diusahakan sampai 95,89 persen.
Hasil analisis switching value Skenario II dengan modal pinjaman, tidak
dilakukan switching value karena dengan modal pinjaman usaha tidak layak untuk
dilaksanakan berdasarkan waktu pengembalian modal investasi yang lebih besar
dari umur proyek. Sehingga apabila usaha pembenihan Larva Ikan Bawal Air
memperhatikan suku bunga modal pinjaman yang berlaku. Karena pada suku
bunga modal pinjaman 14 persen usaha tidak layak untuk dilaksanakan.
Simanjuntak (2008) dalam penelitian Analisis Kelayakan Pembesaran Ikan
Aqua Kultur Empang Sari Mukti di Desa Situ Daun Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitiannya menjelaskan aspek non finansial yaitu
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan
lingkungan. Untuk aspek pasar menjelaskan bahwa permintaan, penawaran dan
strategi pemasaran pengusahaan pembesaran ikan ini layak untuk diusahakan. Hal
ini dikarenakan besarnya potensi pasar dilihat dari sisi permintaan, penawaran,
dan persaingan. Dari aspek teknis dinyatakan bahwa pembesaran ikan yang
dilakukan oleh Aqua Kultur Empang Sari Mukti adalah layak untuk dijalankan.
Hal tersebut dilihat dari lokasi usaha, skala usaha dan proses produksi. Tidak ada
masalah yang dapat menghambat jalannya kegiatan usaha pembesaran ikan Aqua
Kultur Empang Sari Mukti. Aspek manajemen dari penelitian Richard,
menjelaskan bahwa organisasi lebih sederhana karena jumlah tenaga kerja yang
relatif sedikit sehingga tidak menyulitkan pengelola dalam melakukan kontrol
tugas dari masing-masing pekerja. Untuk aspek hukum Aqua Kultur Empang Sari
Mukti Sebagai perusahaan baru, belum menentukan bentuk badan hukum apa
yang akan digunakan. Modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha
pembesaran ikan ini seluruhnya berasal dari pemilik perusahaan. Dan aspek sosial
dan lingkungan Aqua Kultur Empang Sari Mukti tidak memberikan dampak
buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar usaha. Dampak positif bagi
masyarakat sekitar karena usaha ini mendatangkan sebagian tenaga kerjanya dari
masyarakat sekitar. Selain itu usaha ini juga memberikan keuntungan bagi
usaha-usaha pembenihan ikan yang kebanyakan diusaha-usahakan dalam skala kecil.
Untuk aspek Finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria
penilaian investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of
Returm (IRR), dan Payback Periode. Membandingkan dua pola usaha pada Aqua Kultur Empang Sari Mukti memang layak untuk dijalankan. Perbandingan hasil
kelayakan finansial kedua pola usaha adalah Pola Usaha I NPV Rp
1.808.276.749, nilai Net B/C adalah 2.5894, IRR mencapai 36 persen, dan PP
4.9464, IRR mencapai 72 persen dan PP adalah 2.3960. Dari kedua pola tersebut
menunjukkan bahwa pola usaha kedua yakni usaha pembenihan ikan mas,
pembesaran ikan mas, dan pembesaran ikan bawal air tawar merupakan pola
usaha yang memberikan keuntungan yang paling besar dibandingkan dengan pola
usaha pembesaran ikan mas dan ikan bawal air tawar. Berdasarkan hasil analisis
finansial, nilai NPV pola usaha kedua lebih besar dari pola usaha pertama.
Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, pola usaha kedua menghasilkan
Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua pola yang pertama. Sedangkan
masa pengembalian biaya investasi (payback periode) pola usaha kedua jauh lebih
cepat dibanding pola usaha yang pertama.
Untuk melihat perbandingan tingkat sensitivitas pada kedua pola usaha,
dilihat dari hasil analisis switching value. Dari hasil analisis switching value di
dapat pola usaha pertama merupakan pola usaha yang paling sensitif terhadap
perubahan. Batas maksimal perubahan terhadap harga jual dan produksi yang
masih memberikan keuntungan pada pola usaha pertama hanya sebesar 10,68
persen. Sedangkan untuk pola usaha kedua adalah sebesar 26,55 persen. Demikian
pula dengan perubahan kenaikan harga pakan (input) berupa pelet. Perbedaan
persentase antara kenaikan harga pakan pada masing-masing pola sangat besar
perbedaannya. Besarnya kenaikan harga pakan yang masih mendatangkan
keuntungan pada pola usaha pertama adalah sebesar 23,98 persen, sedangkan pada
pola usaha kedua adalah sebesar 59,64 persen. Pengaruh kenaikan harga benih
ikan pada pola usaha pertama dan pola usaha kedua berbeda jauh yakni
masing-masing sebesar 30,10 persen dan 140,17 persen. Hal ini disebabkan pada pola
usaha kedua, Aqua Kultur Empang Sari Mukti mulai tahun kedua sudah
mengusahakan usaha pembenihan ikan mas sendiri. Sehingga biaya pembelian
benih ikan yang dikeluarkan hanya untuk membeli benih ikan bawal air tawar.
Jadi pola usaha yang paling menguntungkan untuk diusahakan dan
memiliki tingkat sensitivitas yang kecil terhadap perubahan adalah pola usaha
kedua yaitu pola usaha pembenihan ikan mas, pembesaran ikan mas, dan
pembesaran ikan bawal air tawar.
Nugroho (2008) dalam penelitian yang berjudul Analisis Finansial Ikan
Ciomas, Kabupaten Bogor menjelaskan dari hasil penelitian menunjukan Heru
Fish Farm merupakan salah satu dari banyak pembudidaya yang masuk dalam
anggota pembudidaya ikan hias air tawar “Mina Tangkar” pada tahun 2006
mendapatkan gelar juara pertama se-Kabupaten dan juara II tingkat Propisi Jawa
Barat.
Tenaga kerja yang terdapat pada usaha Heru Fish Farm terdiri dari atas
tenaga kerja tetap. Heru Fish Farm dikelola oleh empat orang yang terdiri atas
satu orang pemimpin Heru Fish Farm, satu orang Manajer dan dua orang
karyawan produksi. Alur kegiatan usaha ikan hias air tawar Heru Fish Farm
dengan melakukan pemijahan, pendederan, pembesaran. Hasil analisis dari
usaha ikan hias air tawar Heru Fish Farm setelah dilakukan pengembangan
(perluasan lahan). Nilai R/C diperoleh sebesar 4,64, payback period sebesar 0,44
tahun, BEP nilai produksi tercapai pada saat hasil produksi sebesar Rp
83.608.057,90 serta ROI sebesar 228,05 persen. Total biaya, penerimaan dan
keuntungan yang diperoleh Heru Fish Farm yaitu sebesar Rp 122.712.850,37,
penerimaan yang diperoleh Rp 569.600.000,00 sehingga besarnya keuntungan
yang diperoleh adalah Rp 446.887.149,63. Tambahan biaya sebesar Rp
74.750.000,00 diperoleh dengan melakukan pinjaman dari bank.
Analisis kriteria investasi Heru Fish Farm dilakukan dengan dua skenario,
dimana skenario pertama modal yang digunakan adalah modal sendiri dan
skenario kedua modal berasal dari pinjaman bank sebesar Rp. 74.750.000,00
dengan tingkat suku bunga sebesar 10,8 persen per tahun.
Penelitian mengenai Kelayakan Finansial Pembenihan dan Pendederan
Ikan Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari Desa Tanjungsari,
Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta oleh Irianni (2006) bertujuan
menganalisis Keuntungan usaha, menganalisis kelayakan investasi yang
ditanamkan dan menganalisis sensitivitas usaha terhadap perubahan harga faktor
produksi, dalam hal ini adalah pakan. Kelayakan usaha dan sensitivitas dinilai
berdasarkan kriteria investasi yang terdiri adri NPV, Net B/C, dan IRR.
Hasil analisis yang diperoleh bahwa niali NPV sebesar Rp 225.116.401,83,
nilai B/C diperoleh sebesar 19,38 dan niali IRR sebesar 707 persen. Hasil analisis
dijalankan dengan adanya peningkatan harga pakan sampai batas kenaikan sebesar
800,91 persen, karena nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama dengan 1,
sedangkan IRR sama dengan tingkat suku bunga.
Dari penelitian-penelitian terdahulu merupakan acuan bagi penelitian
terutama dalam pemetaan permasalahan yang terjadi pada latar belakang
permasalahan dalam topik penelitian analisis perencanaan pengembangan usaha.
Pada umumnya penelitian tentang analisis kelayakan pengembangan usaha yang
akan dijalankan mengangkat permasalahan meningkatkan produksi untuk
memenuhi permintaan dari konsumen yang semakin meningkat dan mengingat
adanya kemudahan dalam fasilitas diberikan oleh investor yang ingin membuka
usaha. Adapun tujuannya merupakan wacana agar diketahui biaya yang harus
dikeluarkan oleh investor dalam melakukan atau menjalankan usaha. Untuk itu,
maka diperlukan analisis kelayakan investasi untuk mengetahui apakah usaha
yang akan dijalankan ini layak atau tidak untuk dilakukan atau dilaksanakan.
Perbedaan penelitian ini adalah tempat perusahaan, jenis komoditas dan
dari sisi permodalan yang digunakan untuk pengembangan usaha. Dari penelitian
tersebut untuk penelitian Nugroho (2008) pada komoditi Ikan Hias air tawar dan
Iriani (2006) pada komoditi Ikan Nila terdapat perbedaan analisis penelitian yang
mana dalam analisis kelayakan yang dilakukan dilihat dari aspek finasial dan
sensivitas usaha sedangkan dari aspek nonfinasial tidak dilakukan analisis.
Rohmawati (2010), Surahmat (2009), dan Simanjuntak (2008) sama dengan
penulis lakukan, analisis kelayakan dilihat dari aspek non Finansial, Finansial dan
sensitivitas usaha. Namun pada penelitian Surahmat (2009) analisis kriteria
investasi yang teliti dilakukan dengan dua skenario yaitu skenario pertama dengan
modal sendiri dan skenario modal berasal dari pinjaman bank. Pada penelitian
Simanjuntak (2008), menganalisis dua pola usaha yaitu pola pertama terdiri dari
usaha pembenihan ikan mas, pembesaran ikan mas, dan pembesaran ikan bawal,
sedangkan pola usaha kedua terdiri dari usaha Pembesaran ikan mas dan ikan
bawal air tawar.
Dari hasil penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kelayakan
suatu usaha dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek non finansial dan aspek
penentu layak atau tidak suatu usaha dijalankan. Adapun aspek tersebut adalah
aspek pasar, aspek tehnis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial
lingkungan. Pada aspek pasar yang perlu dikaji adalah permintaan pasar,
penawaran dan strategi pemasaran. Untuk aspek tehnis yang dikaji adalah lokasi
usaha dan luas produksi. Aspek manajemen yang perlu dikaji adalah struktur
organisasi yang ada atau yang diterapkan didalam menjalankan usaha. Aspek
hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang digunakan. Untuk aspek
sosial dan lingkungan menjelaskan apakah dengan adanya usaha memberikan
dampak buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar usaha karena adanya limbah
yang berasal dari usaha. Dengan kata lain apakah dengan adanya usaha
memberikan dampak negatif atau dampak positif karena dengan adanya usaha,
membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di sekitar usaha. Selain itu,
dengan adanya usaha apakah memberikan keuntungan bagi usaha-usaha ada
disekitar usaha.
Pada aspek finansial yang menjadi alat analisis kriteria untuk menetukan
suatu usaha tersebut layak atu tidak dilihat dari Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net Benefit – Cost Ratio ( Net B/C), Payback Period (PP), dan Switching Value. Untuk menganalisis keenam analisis criteria investasi untuk
menentukan usaha layak atau tidaknya, digunakan arus kas (Casflow) untuk
mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan.
Penentuan umur usaha tersebut berdasarkan umur ekonomis dari aset terbesar dan
terpenting dalam menjalankan usaha.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis
Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan
melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha
investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa
ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang menafsirkan dalam pengertian yang
lebih terbatas, dan ada juga yang mengertikan dalam arti yang lebih luas. Dalam
arti terbatas dipergunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat
ekonomis suatu investasi. Sedangkan pihak pemerintah, atau lembaga non profit,
dilihat apakah bermanfaat bagi masyarakat luas dalam hal penyerapan tenaga
kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah, dan penghematan devisa atau
penambahan devisa yang diperlukan oleh pemerintah.
Untuk melihat berhasilnya suatu proyek atau usaha yang akan
dilaksanakan salah satunya dapat dikaji dalam studi kelayakan bisnis atau suatu
usaha. Setelah melakukan penelitian studi kelayakan suatu usaha, maka kita dapat
melihat suatu kesempatan usaha, apakah kesempatan usaha tesebut bisa
bermanfaat secara ekonomis serta apakah bisa mendapatkan suatu tingkat
keuntungan yang layak dari usaha tersebut. Semakin luas skala usaha maka
dampak yang dihasilkan baik secara ekonomi maupun sosial semakin luas.
Studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil
dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu usaha yang menyangkut investasi
dalam jumlah besar. Banyaknya sebab yang mengakibatkan suatu usaha ternyata
menjadi tidak menguntungkan (gagal) antara lain adalah : (1) kesalahan
perencanaan, (2) kesalahan dalam penafsirkan pasar yang tersedia, (3) kesalahan
dalam memperkirakan teknologi yang tepat pakai, (4) kesalahan dalam
memperkirakan kontinyuitas bahan baku, dan kesalahan dalam memperkirakan
kebutuhan tenaga kerja dengan tersedianya tenaga kerja yang ada, serta (5)
pelaksanaan usaha yang tidak terkendalikan, sehingga biaya pelaksanaan usaha
menjadi membengkak serta penyelesaian proyek menjadi tertunda.
Dalam teori, tujuan dari pengambilan keputusan untuk melakukan
mungkin menjadi tidak begitu dipegang teguh lagi. Jika proyek akan dinilai dari
perspektif yang lebih luas, maka tujuannya adalah memaksimumkan net present
value dari semua social and benefit.
3.2 Aspek Kelayakan Usaha
Menurut Husnan dan Muhammad (2000) menyatakan bahwa untuk
melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek apa
yang akan dipelajari. Aspek-aspek yang harus diperhatikan adalah aspek pasar,
aspek teknis, aspek keuangan, aspek manajemen dan aspek hukum. Menurut
Kadariah, Kalina, dan Gray (1999) menyebutkan bahwa usaha dapat
dievaluasikan dari enam aspek, yaitu aspek teknis, aspek manajerial dan
administratif, aspek organisasi, aspek komersial, aspek finansial, dan aspek
ekonomi.
a. Aspek Pasar
Menurut Husnan dan Muhammad (2000) peranan analisa aspek pasar
dalam pendirian maupun perluasan usaha pada studi kelayakan proyek merupakan
variabel pertama dan utama untuk mendapat perhatian, aspek pasar dan
pemasaran. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis
konsumen, perusahaan besar pemakai. Sehingga diperlukan proyeksi permintaan.
Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri, maupun dari luar negeri (impor),
dan bagaimana perkembangan di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang
akan datang. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi penawaran, seperti jenis
barang yang bisa menyaingi, dan perlindungan dari pemerintah. Harga, dilakukan
dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya.
Menurut Nurmalina, Sarianti, dan Karyadi (2010) Untuk memperoleh
gambaran pasar dari kegiatan bisnis yang direncanakan dapat dipelajari dari
beberapa hal, yaitu:
1. Permintaan, baik secara total ataupun terperinci menurut daerah, jenis
konsumen, perusahaan besar pemakai. Disini juga perlu diperkirakan
proyeksi permintaan tersebut.
2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri, maupun luar negeri
di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran
seperti jenis barang yang bisa menyaingi, kebijakan dari pemerintah.
3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi
dalam negeri lainnya. Apakah ada kecendrungan perubahan harga dan
bagaimana polanya.
4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan
dipergunakan untuk bauran pemasarannya (marketing mix). Identifikasi
siklus kehidupan produk (product life cycle). Pada tahap apa produk yang
akan dibuat.
5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa
dikuasai perusahaan.
b. Aspek Teknis
Husnan dan Muhammad (2000) mengatakan bahwa aspek teknis
merupakan suatu aspek yang berkenan dengan proses pembangunan proyek secara
teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Adapun
komponen yang terdapat didalamnya meliputi adalah lokasi usaha, luas produksi,
proses produksi. Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Pada sapek tehnis yang
perlu dikaji adalah lokasi usaha, luas produksi dan proses produksi.
Analisis secara teknis berhubungan dengan usaha (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa. Hal ini sangat penting, dan
kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas supaya analisis secara teknis dapat
dilakukan dengan teliti (Gittinger 1986). Aspek-aspek lain dari analisa usaha
hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan, walaupun
asumsi-asumsi teknis dari suatu perencanaan usaha mungkin sekali perlu direvisi
sebagaimana aspek-aspek yang lain diteliti secara terperinci.
c. Aspek Manajemen
Aspek manajemen meliputi manajemen pembangunan dalam usaha dan
manajemen dalam operasi. Manajemen pembangunan proyek adalah proses untuk
direncanakan tersebut bisa mulai beroperasi secara komersial tepat pada waktunya
(Husnan dan Muhammad 2000).
Pelaksanaan usaha tersebut bisa dari pihak yang mempunyai ide usaha
yang akan dijalankan, umumnya diserahkan pada beberapa pihak lain yang ingin
melaksanakan usaha tersebut. Perusahaan yang mempunyai ide membuat usaha
perlu mengetahui kapan usaha tersebut akan mulai bisa beroperasi secara
komersial. Aspek manajemen dalam operasi meliputi bagaimana merencanakan
pengelolaan usaha operasional.
d. Aspek Sosial
Analisis sosial berkaitan dengan hal-hal yang menjadi
pertimbangan-pertimbangan sosial yang harus diperhatikan secara cermat agar dapat
menentukan apakah suatu usaha yang akan dijalankan tanggap terhadap keadaan
sosial. Hal tersebut penting dilakukan sebab tidak ada usaha yang akan bertahan
lama bila tidak bersahabat dengan lingkungan yang ada. Beberapa pertanyaan
yang mungkin menjadi permasalahan seperti penciptaan lapangan kerja, kualitas
masyarakat, kontribusi usaha dan dampak lingkungan yang dapat merugikan
(Gittinger, 1986).
Tujuan utama pendirian suatu usaha adalah mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya, namun demikian suatu usaha tidak dapat hidup sendirian dan
hendaknya usaha memiliki tanggung jawab sosial. Beberapa tanggung jawab
sosial usaha seperti penelitian, penyediaan lapangan pekerjaan baru,
melaksanakan alih teknologi, meningkatkan mutu hidup dan pengaruh positif.
e. Aspek Finansial
Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya
dan manfaat untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama
umur proyek. Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui
tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu usaha,
2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari
pelaksanaan usaha yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap
paling menguntungkan, dan 4) menentukan prioritas investasi (Kadariah, Kalina,
dan Gray 1999). Analisis finansial terdiri dari:
1. Teori Biaya dan Manfaat
Analisis finansial diawali dengan biaya dan manfaat dari suatu proyek.
Analisis finansial bertujuan untuk membandingkan pengeluaran uang dengan
revenue earning proyek. apakah proyek itu terjamin dengan dana yang diperlukan. Apakah proyek akan mampu membayar kembali dan tersebut dan apakah proyek
akan berkembang sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri (Kadariah,
Kalina, dan Gray 1999).
Dalam analisis proyek, penyusunan arus biaya dan arus manfaat sangat
penting untuk mengukur besarnya nilai tambah yang diperoleh dengan adanya
proyek. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat mengurangi
manfaat yang akan diterima. Sedangkan manfaat merupakan hasil yang
diharapkan akan berguna bagi individu, lembaga, ataupun masyarakat yang
merupakan hasil dari suatu investasi. Biaya dan manfaat ini bisa merupakan biaya
dan manfaat langsung ataupun biaya dan manfaat tidak langsung.
Biaya dan manfaat langsung adalah biaya dan manfaat yang bisa dirasakan
dan dapat diukur sebagai akibat langsung dan merupakan tujuan utama dari suatu
proyek, sedangkan biaya dan manfaat tidak langsung merupakan biaya dan
manfaat yang dirasakan secara tidak langsung dan merupakan utama dan tujuan
utama dari suatu proyek. Biaya dan manfaat yang dimaksudkan kedalam analisis
proyek adalah biaya dan manfaat yang bersifat langsung. Biaya yang diperlukan
untuk suatu proyek terdiri dari biaya modal, biaya operasional dan biaya lainnya
yang terlibat dalam pendanaan suatu proyek. Biaya modal merupakan dana untuk
investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, dengan contoh tanah,
bangunan dan perlengkapan, pabrik dan mesin-mesin, biaya pendahuluan sebelum
operasi, serta biaya-biaya lainnya.
2.Laba Rugi
Menurut Gittinger (1986) laporan rugi laba adalah suatu laporan keuangan
yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode
Laba merupakan sejumlah nilai yang tersisa setelah dikurangkannya
pengeluaran-pengeluaran yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa dari penerimaan
yang diperoleh dengan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain,
pendapatan (laba) merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran.
Penerimaan netto timbul dari penjualan barang dan jasa yang dikurangi dengan potongan penjualan, barang yang dikembalikan dan pajak penjualan. Pengeluaran
tunai untuk operasi mencakup seluruh pengeluaran tunai yang timbul untuk
memproduksi output, diantaranya yaitu biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
Pengurangan biaya langsung untuk memproduksi suatu barang dengan total
penerimaan bersih akan menghasilkan pendapatan bruto.
Komponen lain dalam laporan rugi laba adalah adanya biaya penjualan,
biaya umum dan biaya administrasi. Pengurangan komponen-komponen tersebut
tersebut terhadap laba bruto akan menghasilkan laba operasi sebelum penyusutan.
Penyusutan merupakan pengeluaran operasi bukan tunai yang merupakan proses
alokasi biaya yang berasal dari harta tetap ke tiap periode operasi yang
menyebabkan nilai harta tetap tersebut menjadi berkurang. Pengurangan
penyusutan terhadap laba operasi sebelum penyusutan laba operasi sebelum
penyusutan menghasilkan laba operasi sebelum bunga dan pajak.
Komponen selanjutnya dalam laporan rugi laba adalah komponen
pendapatan atau beban di luar operasi seperti bunga yang diterima, bunga yang
dibayar, subsidi dan cukai. Penambahan pendapatan diluar operasi dan
pengurangan beban diluar operasi akan menghasilkan laba sebelum pajak.
Pengurangan pajak penghasilan terhadap pendapatan sebelum pajak akan
menghasilkan laba bersih (net benefit). Hal inilah yang merupakan pengembaliam
kepada pemilik usaha yang tersedia baik untuk dibagikan ataupun untuk
diinvestasikan kembali.
3. Analisis Kriteria Investasi
Laporan rugi laba mencerminkan perbandingan pendapatan yang diperoleh
dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Laporan rugi laba menunjukan hasil
operasi perusahaan selama periode operasi. Menurut Husnan dan Muhammad
(2000), bahwa dalam menganalisa suatu proyek investasi lebih relavan terhadap
membayar kewajibannya, sehingga untuk mengetahui sejauh mana keadaan
finansial perusahaan, perlu dilakukan analisis aliran kas (Cashflow).
Analisis kriteria investasi merupakan analisis untuk mencari suatu ukuran
menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha yang telah dikembangkan. Setiap
kriteria investasi menggunakan Present Value (pv) yang telah di-discount dari
arus-arus benefit dan biaya selama umur suatu usaha (Kadariah, Kalina, dan Gray
1999). Penilaian investasi dalam suatu usaha dilakukan dengan
memperbandingkan antara semua manfaat yang diperoleh akibat investasi dengan
semua biaya yang dikeluarkan selama proses investasi dilaksanakan.
Analisis kelayakan usaha adalah penelitian tentang pengevaluasian apakah
suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan atau dilanjutkan, dilihat dari
sudut pandang badan-badan atau orang-orang yang menanamkan modalnya. Suatu
usaha dikatakan layak apabila usaha tersebut mendatangkan keuntungan
(Kadariah, Kalina, dan Gray 1999).
Suatu usaha atau proyek dikatakan layak atau tidak untuk dilaksanakan
jika sesuai dengan ukuran kriteria investasi yang ada (Kadariah, Kalina, dan Gray
1999). Beberapa metode pengukuran dalam kriteria investasi yang dapat
digunakan adalah sebagai berikut :
(1) Net Present Value (manfaat bersih sekarang) adalah nilai kini dari
keuntungan bersih yang ada diperoleh pada masa mendatang, yang
merupakan selisih kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya.
(2) Net Benefit-Cost Ratio (ratio manfaat dan biaya) adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih pada tahun dimana keuntungan
bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif.
(3) Internal Rate of Return (tingkat pengembalian internal) adalah tingkat bunga dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari
penerimaan total. IRR dapat pula dianggap sebagai tingkat keuntungan atas
investasi bersih dalam suatu proyek dengan syarat setiap manfaat yang
diwujudkan, yaitu setiap selisih benefit (Bt) dan cost (Ct) yang bernilai positif secara otomatis ditanamkan kembali pada tahun berikutnya dan
(4) Payback Period (masa pembayaran kembali) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang digunakan untuk melunasi investasi yang
ditanamkan. Metode Payback Period merupakan metode yang menghitung
seberapa cepat investasi yang dilakukan bisa kembali, karena itu hasil
perhitungannya dinyatakan dalam satuan waktu yaitu tahun atau bulan
(Husnan dan Muhammad 2000).
3.3 Analisis Switching Value
Analisis switching value dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan
yang berubah-ubah atau adanya sesuatu kesalahan dalam dasar-dasar perhitungan
biaya-manfaat. Dalam analisis switching value, setiap kemungkinan harus dicoba
yang berarti bahwa setiap kali harus dilakukan analisis kembali. Hal ini perlu,
karena dalam menganalisis usaha biasanya didasarkan pada proyeksi-proyeksi
yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi di
masa yang akan datang. Pada sektor pertanian, usaha dapat berubah-ubah sebagai
akibat dari empat permasalahan utama, yaitu: perubahan harga jual, keterlambatan
pelaksanaan usaha, kenaikan biaya, dan perubahan volume produksi.
Analisis switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan pada nilai penjualan dan biaya variabel yang akan menghasilkan
keuntungan normal yaitu NPV sama dengan nol. Variabel yang akan dianalisis
dengan switching value merupakan variabel yang dianggap signifikan dalam usaha. Adapun variabel-variabel yang dimaksud antara lain nilai input dan biaya
variabel, sehingga dengan analisis ini akan dicari tingkat harga penjualan
minimum dan peningkatan biaya maksimum agar proyek masih dapat dikatakan
layak. Penggunaan variabel analisis tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
harga input dan jumlah output merupakan komponen biaya yang penting. Oleh
karena itu akan dilihat perubahan nilai penjualan minimum dan biaya variabel,
apakah masih memenuhi kriteria umum kelayakan investasi.
Parameter harga jual produk dan biaya dalam analisis finanasial
diasumsikan tetap setiap tahunnya. Namun dalam ke adaan nyatanya dua
parameter dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk itu,
penurunan harga atau kenaikan biaya terjadi dapat mengakibatkan perubahan
dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak.
Perhitungan pada analisis switching value batas-batas maksimal perubahan
maksimum dari penurunan harga output atau hasil produksi yang masih dapat
ditoleransi agar usaha masih layak atau tidaknya untuk dijalankan. Semakin besar
persentase yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak peka atau
tidak sensitif terhadap perubahan parameter yang terjadi.
3.4 Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha di bidang perikanan sangat berpotensi dan diperkirakan akan
semakin berkembang. Hal ini tercermin pada jumlah data perkembangan produksi
ikan dan konsumsi ikan di Kota Bogor. Perkembangan produksi ikan konsumsi
didorong oleh permintaan kebutuhan akan ikan konsumsi yang belum terpenuhi.
Hal tersebut dikarenakan kebutuhan akan konsumsi ikan di Kabupaten Bogor
cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan permintaan
akan ikan konsumsi akan terus mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya penduduk, perkembangan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat
akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak.
Untuk memenuhi akan kebutuhan ikan konsumsi tersebut maka perlu dialkukan
pengembangan usaha perikanan. Salah satunya ialah lele konsumsi, peningkatan
produksi ikan lele konsumsi perlu dilakukan dengan mengembangkan usaha
budidaya lele.
Lele sangkuriang merupakan jenis lele unggul yang berhasil dilakukan
rekayasa genetiknya oleh BBPBAT Sukabumi. Dalam pengusahaannya budidaya
lele sangkuriang adalah usaha pembesaran lele sangkuriang yang merupakan
tahapan penting dalam pemeliharaan ikan lele sangkuriang supaya dapat
menghasilkan ikan lele konsumsi.
Adanya penggunaan kolam terpal merupakan salah satu media budidaya
pembesaran lele sangkuriang. Penggunaan kolam terpal sebagai media budidaya
pembesaran lele sangkuriang dikarenakan proses pembuatannya relatif cepat,
kemudahan dalam pembuatanya, dan minim modal. Dengan adanya penggunaan
tempat budidaya, seperti pekarangan rumah, gudang yang tidak terpakai, bak yang
tidak digunakan, dan lahan berpasir seperti tepi pantai.
Sebelum menjalankan usaha pembesaran lele sangkuriang kolam terpal,
perlu dilakukan kajian analisis kelayakan usaha. Adapun tujuannya adalah untuk
mengetahui apakah usaha pembesaran lele sangkuriang kolam terpal layak untuk
diusahakan. Dalam melakukan kajian analisis kelayakan usaha pembesaran lele
sangkuriang kolam terpal, Yoyok Fish Farm merupakan usaha pembesaran lele
sangkuriang menggunakan kolam terpal sebagai media budidayanya. Teknis
budidaya lele sangkuriang penggunaan kolam terpal yang diusahakan Yoyok Fish
Farm menggunakan teknologi yang sederhana dan mudah untuk dibudidayakan. Yoyok Fish Farm sebagai salah satu pengusaha pembesaran lele berencana akan mengembangkan usaha dengan menambah skala usaha selama ini.
Adapun upaya perluasan skala usaha yang akan dilakukan, memerlukan analisis
kelayakan investasi untuk mengetahui apakah usaha yang akan dikembangkan ini
layak atau tidak. Dilihat dari pengusahaan yang telah dilakukan dan
pengembangan usaha yang akan dilakukan.
Adapun kelayakan usaha Aspek-aspek yang akan dikaji dalam
pengembangan usaha pada Yoyok Fish Farm meliputi aspek non finansial yang
meliputi aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek
lingkungan, dan aspek pasar Kemudian dilakukan analisis finansial dan
faktor-faktor usaha yang dianggap berpengaruh terhadap kelayakan untuk mengetahui
kelayakan usaha pembesaran lele sangkuriang kolam terpal Yoyok Fish Farm.
Dalam menganalisis kelayakan suatu usaha pembesaran lele sangkuriang
yang akan dilakukan dilihat dari beberapa aspek seperti aspek non finansial dan
aspek finansial. Aspek non finansial mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen, aspek lingkungan dan sosial. Sedangkan pada aspek finasial
mencakup analisis kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, PP) dan analisis
sensivitas. Setelah mendapat hasil analisis, dilihat apakah usaha penegembangan
pembesaran lele sangkuriang layak atau tidak untuk dilaksanakan. Jika layak,
pembesaran lele sangkuriang dapat dilaksanakan atau rekomendasi usaha
pada usaha lain. Untuk memperjelas gambaran mengenai penelitian yang akan
dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran operasional dalam Gambar 1.
Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Kebutuhan Akan Ikan
Konsumsi Meningkat
Aspek non finansial :
• Aspek pasar
• Aspek teknis
• Aspek manajemen
• Aspek sosial
Aspek finansial :
• Analisis Kriteria Investasi (NPV, IRR, Net B/C, PP)
• Analisis Sensitivitas
Layak Tidak layak
Evaluasi Usaha Bagaimana Kelayakan Budidaya Lele Sangkuriang
Penggunaan Kolam Terpal Pada Yoyok Fish Farm Pengembangan Usaha Pembesaran Lele
Sangkuriang Yoyok Fish Farm
Rekomendasi Usaha
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yoyok Fish Farm yang terletak di Jl.
Gunung Geulis, Desa Pasir Angin, Kecamatan Mega Mendung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Yoyok Fish Farm merupakan perusahaan yang bergerak di Usaha
Budidaya Ikan Lele Sangkuriang yang diperoleh dari Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang prospektif permintaannya tinggi
terhadap ikan lele sangkuriang, perluasan lahan untuk pengembangan usaha, serta
perolehan informasi tentang data perusahaan yang terbuka membagi informasinya,
sehingga penulis dengan mudah untuk melaksanakan penelitian. Pengambilan data
dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Februari 2011 sampai dengan April
2011.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan
wawancara kepada Yoyok Fish Farm, UPR Binatular, pedagang pengumpul,
BBPBAT Sukabumi, masyarakat sekitar usaha, dengan menyertakan daftar
pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya.
Data sekunder diperoleh dari catatan-catatan, studi literatur berbagai buku
tentang lele, internet, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan
Perpustakaan. Selain itu, dilakukan juga penelusuran melalui skripsi yang
melakukan penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan
yang berhubungan dengan topik penelitian.
4.3 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case
study) yang bertujuan memperoleh gambaran yang lebih mendalam dari suatu objek yang diteliti. Metode analisis data dilakukan dengan cara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai
aspek-aspek yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha pembesaran ikan lele
Aspek-aspek tersebut meliputi Aspek-aspek pasar, Aspek-aspek teknis, Aspek-aspek manajemen, Aspek-aspek
hukum, aspek sosial dan lingkungan. Dalam perolehan data kulitatif dilakukan
melalui wawancara dengan panduan kuisioner kepada para responden yang terdiri
dari pihak-pihak yang terkait meliputi pemilik usaha dan manajemen Yoyok Fish
Farm, pedagang pengumpul dan masyarakat sekitar usaha. Untuk melengkapi bahan-bahan kajian penelitian, diperlukan data dan informasi yang diperoleh dari
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, internet, buku-buku mengenai
lele, dan BBPBAT Sukabumi.
Data kuantitatif meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan
usaha pembesaran ikan lele sangkuriang Yoyok Fish Farm mencakup biaya
investasi, biaya tetap dan biaya variabel serta penerimaan diperoleh dari hasil
penjualan ikan lele konsumsi. Data kuantitatif dikumpulkan, kemudian diolah
dengan menggunakan komputer software microsoft excel yang akan ditampilkan
dalam bentuk tabulasi sehingga dapat dijelaskan secara deskriptif.
4.3.1 Analisis Aspek Pasar
Analisis aspek pasar dikaji dengan cara deskriptif untuk mengetahui
berapa besar potensi pasar untuk masa yang akan datang. Untuk keperluan ini
perlu diketahui tingkat permintaan pasar pada masa lalu, sekarang dan masa yang
akan datang. Analisis aspek pasar terdiri dari rencana prasarana output yang
dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk
kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger 1986). Kriteria kelayakan pada
aspek pasar dikatakan layak apabila usaha pembesaran lele sangkuriang memiliki
peluang pasar, artinya potensi permintaan lebih besar dari penawaran.
Keberhasilan dalam menjalankan usaha perlu adanya strategi pemasaran dan
pengkajian aspek pasar dengan cermat. Hal yang dapat dipelajari bentuk pasar
yang dimasuki adalah seperti permintaan dimasa lalu dan sekarang, penawaran
dimasa lalu dan sekarang dan strategi pemasaran.
4.3.2 Analisis Aspek Teknis
Analisis aspek teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan)
dan (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Aspek teknis
Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai lokasi proyek,
besar skala operasi/luas produksi, kriteria pemilihan mesin dan peralatan yang
digunakan, proses produksi yang dilakukan dan jenis teknologi yang digunakan.
Pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk memberikan
batasan garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan dengan
perwujudan fisik proyek.
Aspek teknis memiliki pengaruh besar terhadap perkiraan biaya dan
jadwal kegiatan yang dilakukan nantinya, karena akan memberikan
batasan-batasan lingkup proyek secara kuantitatif (Soeharto 1999).
4.3.3 Analisis Aspek Manajemen
Aspek manajemen dikaji secara deskriptif untuk mengetahui sumberdaya
manusia dalam menjalankan jenis-jenis pekerjaan pada usaha pembesaran ikan
lele sangkuriang. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aspek tersebut
diantaranya adalah bentuk badan usaha yang digunakan, struktur organisasi yang
berguna dalam menentukan garis kerja untuk mengatur pelaksanaan operasional
kelompok tani serta sistem ketenagakerjaan yang diterapkan oleh pihak
manajemen.
4.3.4 Analisis Aspek Hukum
Aspek hukum dikaji secara deskriptif untuk mengetahui bentuk badan
usaha yang digunakan, dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan
bila akan menggunakan sumber dana dan izin usaha.disamping hal tersebut aspek
hukum dari suatu kegiatan bisnis pada saat menjalin kerjasama (Networking)
dengan pihak lain.
4.3.5 Analisis Aspek sosial
Analisis aspek sosial dan lingkungan dikaji secara deskriptif untuk
mengetahui yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan usaha pembesaran ikan lele
sangkuriang di Yoyok Fish Farm terhadap kondisi sosial dan lingkungan
masyarakat sekitarnya maupun manfaat-manfaat yang timbul secara menyeluruh
dari usaha ini. Analisis aspek sosial, ekonomi dan lingkungan tersebut berfungsi
untuk mengetahui dampak pada pencemaran lingkungan yang disebabkan bau
4.3.6 Analisis Aspek Finansial
Analisis finansial dikaji dengan kuantitatif melalui analisis biaya dan
manfaat, analisis laba rugi, analisis kriteria investasi, yaitu meliputi net present
value (NPV), internal rate return (IRR), net benefit cost ratio (Net B/C), payback pariod (PP), dan analisis sensitifitas. Analisis biaya manfaat dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta keseluruhan manfaat yang
diterima selama usaha dijalankan. Dari hasil analisis biaya dan manfaat diolah
sehingga dapat menghasilkan analisis laba rugi.
Analisis laba rugi akan menghasilkan komponen pajak yang merupakan
pengurangan dalam cashflow perusahaan. Setelah diketahui pajak maka dilakukan
penyusunan cashflow sebagai dasar perhitungan kriteria investasi. Kriteria investasi akan menunjukkan layak tidaknya usaha dari sisi finansial. Sehingga
dapat menilai suatu kegiatan investasi usaha sensitif atau tidak terhadap
perubahan yang akan terjadi.
1) Net Present Value (NPV)
Net Present Value atau manfaat bersih adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Nilai NPV dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
NPV =
∑
=
+
−
n
t
t
i
Ct
Bt
0
(
1
)
)
(
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
n = Umur usaha
i = Suku bunga (DR/%)
t = Tahun kegiatan bisnis
Dengan kriteria :
NPV > 0 maka secara finansial usaha layak untuk dilaksanakan karena
manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya.
NPV < 0 maka secara finansial usaha tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan, karena manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya atau
cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan.
→
NPV = 0 maka secara finansial usaha tidak menguntungkan dan juga
tidak rugi, karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi
biaya yang dikeluarkan.
→
2) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Ratio manfaat dan biaya diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi
dengan nilai sekarang arus biaya. Net B/C menunujukan tingkat tambahan
manfaat pada setiap sebesar satu rupiah. Proyek layak dilaksanakan apabila nilai
Net B/C lebih dari satu. Secara matematis Net Benefit-Cost Ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Net B/C =
∑
∑
= = = = + − + − n t t t n t t t i Bt Ct i Ct Bt 0 0 ) 1 ( ) ( ) 1 ( ) ( --- 0 ) ( 0 ) ( < − > − Ct Bt Ct Bt Keterangan :Bt = Penerimaan (benefit) yang disebabkan adanya investasi pada tahun
ke-t
Ct = Biaya tahunan yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t
i = Tingkat suku bunga (%)
t = Umur proyek suatu usaha (t = 1,2,3,..., n)
t
i) 1 (
1
+ = Discount Factor (DF) pada tahun ke-t
Dengan kriteria :
Net B/C > 1 → maka usaha layak dilaksanakan
Net B/C < 1 → maka usaha tidak layak dilaksanakan
3) Internal Rate of Return (IRR)
dari tingkat diskonto yang berlaku (discount rate), maka proyek dinyatakan layak
untuk dijalankan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan. Secara matematis IRR
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
i’ = Tingkat suku bunga yang menghasilkan nilai NPV positif
i” = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV- = NPV pada tingkat bunga i’ NPV+ = NPV pada tingkat bunga i” Kriteria yang berlaku :
IRR > i ; maka usaha layak dilanjutkan
IRR < i ; maka usaha tidak layak dilanjutkan atau lebih baik dihentikan
4) Payback Period (PP)
Payback Period atau masa pembayaran kembali adalah suatu jangka waktu (periode) kembalinya keseluruhan jumlah investasi yang ditanamkan, dihitung
mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus netto produksi tambahan,
sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan dengan
menggunakan aliran kas. Secara matematis payback period dapat dirumuskan
sebagai berikut :
PP = Ab
I Keterangan:
PP = Jumlah waktu (tahun/periode) yang diperlukan untuk mengembalikan modal investasi.
I = Jumlah modal investasi.
Ab = Hasil bersih per tahun/periode atau laba bersih rata-rata per tahun. ⎥
⎦ ⎤ ⎢
⎣ ⎡
− −
+
= ' + − x(i" i')
NPV NPV
NPV i
IRR
5) Analisis nilai pengganti (Switching Value Analysis)
Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maximum dari perubahan merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan
maximum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output,
penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga
input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih
tetap layak (Gittinger, 1986).
Pada perhitungan switching value perubahan yang terjadi pada dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah suatu komponen inflow (penurunan harga
output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan
harga input/peningkatan biaya produksi). Analisis sensitivitas dapat ditampilkan
ke dalam cashflow dapat berlaku untuk satu harga tertentu tanpa
mempertimbangkan perubahan yang akan terjadi. Faktor perubahan harga input,
perubahan harga output dan tingkat produksi, sehingga menjadi parameter utama
yang mempengaruhi perubahan dalam analisis kelayakan. Untuk perubahan
tersebut maka dilakukan dengan analisis sensitivitas dengan metode penghitungan
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan
Yoyok Fish Farm adalah usaha yang dikelola oleh Pak Yoyok yang merupakan usaha pembesaran lele sangkuriang dengan yang menggunakan kolam
terpal. Awal berdirinya usaha pembesaran lele sangkuriang yang dijalankannya
pada tahun 2009. Yoyok Fish Farm merupakan usaha perseorangan dimana
pemilik usaha tidak terlibat langsung dalam pengelolaan pembesaran ikan lele
sangkuriang. Pengelolaan usaha pembesaran ikan diserahkan kepada dua orang
yang bertindak sebagai Manajer dan Pengawas. Investasi awal pendirian usaha
Yoyok Fish Farm berasal dari modal sendiri dari pemilik usaha yaitu Pak Yoyok yang berperan sebagai penyedia dana.
Usaha pembesaran lele sangkuriang yang dilakukan merupakan usaha
yang bersifat komersial, artinya tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga, tetapi diusahakan lebih untuk dipasarkan. Pak Yoyok selaku pemilik
usaha pembesaran lele sangkuriang Yoyok Fish Farm, terjun dalam usaha
pembesaran lele sangkuriang karena tertarik untuk menjalankan usaha
pembesaran lele sangkuriang karena memiliki beberapa keunggulan yaitu;
a. Resiko kematian lebih rendah karena sifat lele yang lebih kuat atau daya tahan
hidupnya yang tinggi.
b. Proses (siklus) produksi lebih cepat karena sifat lele sangkuriang yang rakus
terhadap pakan sehingga pertumbuhannya lebih cepat.
c. Cara dan teknis budidaya atau pemeliharaannya lebih mudah dan tidak
memerlukan ilmu dan keterampilan yang tinggi, pada penggunaan teknologi
yang sederhana sudah mampu menjalankan usaha.
Pada pengusahaan pembesaran lele sangkuriang Yoyok Fish Farm
mengaplikasikan penggunaan kolam terpal sebagai media atau wadah tempat
pemeliharaan pembesaran lele sangkuriang. Penggunaan kolam terpal sebagai
media atau wadah pemeliharaan lele sangkuriang mempunyai beberapa kelebihan
dalam hal pemeliharaan pembesaran lele sangkuriang. Adapun kelebihan
lele sangkuriang karena air tidak mudah surut, pergantian air lebih mudah, dan
panen tidak sulit.
5.2 Lokasi Usaha
Untuk lokasi pengusahaan pembesaran lele sangkuriang Yoyok Fish Farm
terletak di Jl. Gunung Geulis, Desa Pasir Angin, Kecamatan Mega Mendung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam pendirian usaha pembesaran lele
sangkuriang Yoyok Fish Farm, pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan
sumber pasokan air yang memadai, suhu udara yang sesuai untuk pembesaran lele
sangkuriang, dekat dengan pasar, dan akses mengenai fasilitas sarana dan
prasarana umum yang mendukung.
Lokasi
Gambar 2. Lokasi Usaha Pembesaran Lele Sangkuriang Yoyok Fish Farm
5.3 Fasilitas Pembesaran Lele Sangkuriang Yoyok Fish Farm
Pelaksanaan kegiatan produksi yang diterapkan di usaha pembesaran lele
sangkuriang Yoyok Fish Farm menggunkan beberapa fasilitas dan peralatan.
Adapun fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan produksi
pembesaran lele sangkuriang Yoyok Fish Farm adalah sebagai berikut;
5.3.1 Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi yang digunakan dalam usaha pembesaran lele
1. Kolam Terpal
Kolam digunakan untuk pembesaran lele sangkuriang adalah kolam yang
terbuat dari terpal. Jumlah kolam yang dimiliki oleh usaha pembesaran lele
sangkuriang Yoyok Fish Farm adalah dari 13 unit kolam terpal untuk pembesaran
ikan lele sangkuriang, yang terdiri dari beberapa ukuran kolam yang disesuaikan
dengan kondisi lahan. Adapun ukuran-ukuran kolam yang dimiliki terdiri dari;
a. Kolam terpal ukuran 10 m x 5 m berjumlah 7 unit
b. Kolam terpal ukuran 8 m x 6 m berjumlah 3 unit
c. Kolam terpal ukuran 13 m x 4 m berjumlah 1 unit
d. Kolam terpal ukuran 7 m x 5 m berjumlah 2 unit
Umur ekomonis penggunaan kolam terpal yang diusahakan oleh Yoyok
Fish Farm adalah selama 2 tahun. <