ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN
IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)
DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
MUHAMMAD ISA 08C10432097
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN
IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)
DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
MUHAMMAD ISA 08C10432097
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisa Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang(Clarias sp) di Kabupaten Aceh Barat Daya
Nama : Muhammad Isa
NIM : 08C10432097
Program Studi : Perikanan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Erlita, S.Pi Dewi Fithria, S.P, M.P
NIDN: 0108117203
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan
Ketua Prodi Perikanan dan Ilmu Kelautan
Yusran Ibrahim, S.Pi Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si
NIDN: 0121057802
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI Skripsi/tugas akhir dengan judul
ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN
IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp)
DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
Yang disusun oleh
Nama : Muhammad Isa NIM : 08C10432097
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan Prodi : Perikanan
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 06 Agustus 2014 dengan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima
Susunan dewan penguji 1. Erlita, S.Pi
(Dosen penguji I) 2. Dewi Fithria, S.P, M.P
(Dosen penguji II)
3. Said Mahjali, MM
(Dosen Penguji III) 4. Safrizal, M.Sc
(Dosen Penguji IV)
Alue Peunyareng, 06 Agustus 2014 Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi” Analisa Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) Di Kabupaten Aceh Barat Daya” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak, diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Meulaboh, Agustus 2014
ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN
IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI
KABUPATEN ACEH BARAT DAYA
Oleh
Muhammad Isa1)Erlita, S.Pi2)Dewi Fithria, S.P, M.P2)
ABSTRAK
Ikan lele sangkuriang (Clarias sp) menjadi salah satu komoditi hasil perikanan yang sangat digemari oleh masyarakat Aceh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat potensi usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya. Metode Analisis data secara deskritif kuantitatif dengan teknik survey menggunakan kuesioner. Sampel yang digunakan sebanyak 5 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa parameter usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang (Keuntungan, R/C ratio, Payback Period dan Break Event Point) di Kabupaten Aceh Barat Daya adalah sebagai berikut; keuntungan berkisar 6.986.677 – 15.948.750 rupiah per periode, R/C ratio berkisar 1,5 – 2,17 per rupiah, Payback period berkisar 3,3 –6,8 bulan, dan Break event point berkisar 10.138 –14.115 rupiah per kg. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.
Kata kunci: Analisa, usaha budidaya, lele sangkuriang
ANALYSIS THE GROWOUT CULTURED SANGKURIANG
CATFISH IN THE DISTRICT OF ACEH BARAT DAYA
By
Muhammad Isa1)Erlita, S.Pi2)Dewi Fithria, S.P, M.P2)
ABSTRAK
Sangkuriang catfish became the commodity that is very popular fishery result in Aceh society. The objective of this study was to determine the prospect growout cultured sangkuriang catfish in district of Aceh Barat Daya. The analysis through deskriptif quantitative with survey using questioner. The sample that used is as many as 5 respondests. The results showed that the growout cultured sangkuriang catfish in district of Aceh Barat Daya were; profit was around about 6.986.677 – 15.948.750 rupiah/period, R/C ratio was around about 1,5 – 2,17/rupiah, Payback period was around about 3,3 – 6,8 month, and Break event point was around about 10.138 – 14.115 rupiah/kg. The conclusion of this research was the growout cultured sangkuriang catfish in district of Aceh Barat Daya feasible to be implemented.
Key words: Analysis, cultured, sangkuriang catfish
1) Student in Fisheries and Marine Science Faculty, University of Teuku Umar
RINGKASAN
MUHAMMAD ISA. 08C10432097. ANALISA USAHA BUDIDAYA
PEMBESARAN IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp) DI
KABUPATEN ACEH BARAT DAYA. DI BAWAH BIMBINGAN IBU ERLITA, S.Pi DAN IBU DEWI FITHRIA, S.P, M.P
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014, di Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya pada lima gampong (Gampong: Sikabu, Babahrot, Kuta Tinggi, Alue Sungai Pinang dan Kuta Jempa). Sampel yang digunakan sebanyak lima responden (tiap-tiap gampong satu responden). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat potensi dan permasalahan dalam usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif – kuantitatif melalui survey menggunakan kuesioner. Selanjutnya data dianalisis dan ditabulasikan ke dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukan bahwa parameter kelayakan usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang (Keuntungan, R/C ratio, Payback Period dan Break Event Point) di Kabupaten Aceh Barat Daya adalah sebagai berikut; keuntungan berkisar 6.986.677 – 15.948.750 rupiah per periode, R/C ratio berkisar 1,5 – 2,17 per rupiah, Payback period berkisar 3,3 –6,8 bulan, dan Break event point berkisar 10.138–14.115 rupiah per kg.
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun laporan skripsi ini dengan judul Analisa Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp) di Kabupaten Aceh Barat Daya.
Terselesaikannya laporan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si selaku Dekan Fakultas Perikanan. 2. Bapak Yusran Ibrahim, S.Pi selaku ketua Prodi Perikanan.
3. Ibu Erlita, S.Pi (Dosen penguji I), Ibu Dewi Fithria, S.P, M.P (Dosen penguji II), Bapak Said Mahjali, MM (Dosen penguji III), dan Bapak Safrizal, M.Sc (Dosen penguji IV), yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi penulis, baik yang berupa kritik maupun saran.
4. Kepada seluruh staf Dosen pengajar yang selama ini telah banyak memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat kepada penulis, baik yang sifatnya teori maupun lapangan.
5. Ayahanda (Amiruddin) dan Ibunda (Marlita) yang selalu senantiasa memberikan dukungan, bimbingan dan nasehat yang baik.
6. Teman-teman saya yang selalu membantu dan memberikan masukan-masukan yang bermanfaat.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca.
Meulaboh, Agustus 2014
DAFTAR ISI
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA... 3
2.1 Biologi dan Ekologi Ikan Lele Sangkuriang... 3
2.2 Kualitas Air ... 5
2.3 Pemilihan Lokasi ... 6
2.4 Fasilitas ... 9
2.5 Sarana Produksi ... 13
2.6 Hama dan Penyakit ... 15
2.7 Panen dan Pasca Panen ... 17
2.8 Modal ... 18
III. METODE PENELITIAN... 20
3.1 Waktu dan Tempat ... 20
3.2 Alat dan Bahan... 20
3.3 Jenis Penelitian... 20
3.4 Metode Pengambilan Data... 21
3.5 Analisa Usaha ... 22
3.6 Analisa Data ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat Daya... 24
4.2 Daerah Lokasi Penelitian... 25
4.3 Permasalahan yang Dialami Petani Lele Sangkuriang di -Kabupaten Aceh Barat Daya... 25
4.4 Cara memperoleh benih ... 27
4.5 Harga Jual Lele Sangkuriang Ukuran Konsumsi... 27
4.6 Pemasaran ... 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 54
5.1 Kesimpulan... 54
5.2 Saran... 54
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat dan bahan dalam penelitian ... 20
2. Tempat-tempat lokasi penelitian ... 25
3. Harga biaya tetap (Responden I)... 29
4. Harga biaya tetap (Responden II) ... 34
5. Harga biaya tetap (Responden III) ... 39
6. Harga biaya tetap (Responden IV) ... 43
7. Harga biaya tetap (Responden V) ... 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi cukup besar untuk melakukan pengembangan budidaya ikan air tawar. Salah satu komoditas ikan air tawar yang sangat potensial adalah ikan lele. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan ini sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, pemasarannya relatif mudah, dan modal yang dibutuhkan relatif rendah (Effendie, 2003).
sangkuriang sangat cerah, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya warung-warung atau rumah makan yang menyediakan menu ikan lele. Namun demikian, tidak semua petani ikan di Aceh dapat memahami sepenuhnya bagaimana cara pembudidayaan lele sangkuriang yang baik, terutama dalam kegiatan budidaya pembesarannya. Sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal.
1.2. Perumusan Masalah
Pengembangan budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki prospek yang sangat baik. Selain memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, lele sangkuriang juga banyak diminati oleh masyarakat dan memiliki nilai jual di pasar. Namun dalam pelaksanaannya, para petani lele sangkuriang juga terkadang dihadapi oleh berbagai permasalahan, seperti ketersediaan modal, masalah pakan, dlll. Analisa usaha diperlukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan dan pendapatan para petani lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan dalam usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya, dan mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi para pembudidaya serta cara penanggulangannya.
1.4. Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi dan Ekologi Ikan Lele Sangkuriang
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele Sangkuriang
Menurut Lukito (2002), kedudukan ikan lele sangkuriang dalam sistematika (taksonomi) hewan diklasifikasikan sebagai berikut: Phyllum: Chordata, Kelas:
Pisces, Subkelas :Teleostei, Ordo: Ostariophysi, Subordo: Siluroidea, Famili:
Clariidae,Genus:Clarias,Spesies:Clarias sp.
Gambar 1. Lele sangkuriang (Clarias sp)
berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah untuk membantu mengikat oksigen dari udara. Mulutnya terdapat di bagian ujung dan terdapat empat pasang sungut. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang. Ikan lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan dan bersifat karnivora dan kanibal, yaitu memangsa jenisnya sendiri jika kekurangan jumlah pakan dan lambat memberikan pakan (Najiyati, 1992).
2.1.2. Habitat
Menurut Suyanto (1999), habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar. Di sungai yang airnya tidak terlalu deras, atau di perairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam, merupakan lingkungan hidup bagi ikan lele.
2.1.3. Tingkah Laku
2.1.4. Makanan
Seperti halnya sifat biologi ikan lele dumbo terdahulu, ikan lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2006).
2.2. Kualitas Air
2.2.1. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang berpengaruh dalam kelangsungan hidup ikan.Ikan lele dapat hidup pada perairan yang nilai kandungan oksigen terlarutnya rendah, karena memiliki alat pernafasan tambahan yang disebut arborescen organ. Meskipun lele sangkuriang mampu bertahan hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk menunjang agar ikan lele dapat tumbuh secara optimal diperlukan lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang cukup. Menurut Lukito (2002), kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu sebesar 6 ppm. Sedangkan menurut Boyd (1982), konsentrasi oksigen terlarut yang menunjang pertumbuhan dan proses reproduksi ikan lele yaitu lebih dari 5 ppm.
2.2.2. Suhu
lele sangkuriang berkisar antara 22-32°C (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2006). Sedangkan menurut Lukito (2002), suhu yang baik untuk pertumbuhan lele sangkuriang yaitu berkisar antara 24-260C.
2.2.3. Tingkat Keasaman (pH)
PH memiliki peranan penting dalam bidang perikanan karena berhubungan dengan kemampuan untuk tumbuh dan bereproduksi. Menurut Arifin (1991), tinggi rendahnya suatu pH dalam perairan salah satunya dipengaruhi oleh jumlah kotoran dalam lingkungan perairan khususnya sisa pakan dan hasil metabolisme pada ikan. Suyanto (1999), menyatakan bahwa nilai pH yang baik untuk lele berkisar antara 6,5-8,5. Sedangkan menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (2006), bahwa nilai pH yang baik untuk pertumbuhan lele berkisar 6-9.
2.3. Pemilihan Lokasi
2.3.1. Syarat Lahan
Memilih lahan untuk membangun fasilitas produksi lele sangkuriang tidak hanya melihat dari harganya yang murah, tetapi harus disesuaikan dengan persyaratannya agar bisa menerapkan kaidah-kaidah atau cara budidaya ikan yang baik. Selain itu, proses produksi juga dapat berjalan dengan lancar sehingga produksi bisa mencapai hasil yang maksimal. Pemilihan lahan untuk fasilitas produksi lele sangkuriang harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomis, dan sosial. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dekat dengan sumber air, tetapi bukan merupakan daerah banjir
b. Kualitas airnya baik, tidak tercemar oleh limbah industri dan logam berat c. Air mengalir secara kontinu sepanjang musim
d. Jenis tanahnya baik
e. Luas lahan disesuaikan dengan jumlah produksi (Soetomo, 2002).
2.3.2. Luas Lahan
Luas lahan harus ditentukan sebelum usaha pembesaran lele sangkuriang dimulai. Penentuan luas lahan didasarkan pada luas lahan produktif dan luas lahan yang tidak porduktif. Lahan produktif adalah lahan yang langsung digunakan untuk membangun fasilitas utama, misalnya kolam pembesaran. Sedangkan lahan yang tidak produktif adalah lahan yang digunakan untuk fasilitas pendukung, seperti rumah karyawan, kantor, gudang, dan ruang pertemuan (Soetomo, 2002).
2.3.3. Jenis Tanah
Kesuburan tanah sangat berpengaruh terhadap biaya operasional, seperti ketersediaan pakan dan produktifitas kolam. Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai lahan kegiatan pembesaran lele sangkuriang karena tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan air kolam. Kolam yang subur akan mudah menumbuhkan pakan alami yang dibutuhkan oleh ikan. Adapun tanah yang baik dalam pembuatan kolam lele sangkuriang adalah jenis tanah lempung berpasir (tanah liat) karena tanah ini mengandung pasir 30% sehingga mudah dibuat kolam dengan pematang yang kokoh dan kondisi tanahnya subur (Soetomo, 2002) .
2.3.4. Air
Air merupakan faktor utama dan mutlak diperlukan dalam kegiatan pembesaran lele sangkuriang. Sebagai media hidup ikan, air perlu diketahui sebelum memulai usaha. Berhasil atau tidaknya pembesaran lele tersebut sangat ditentukan oleh kondisi airnya. Kualitas air yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan. Sebaliknya, kualitas air yang kurang baik tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Ada dua faktor yang harus diperhatikan pada air, yaitu sumber dan kualitas airnya (Effendie, 2003).
1. Sumber Air
2. Kualitas Air
Faktor utama yang harus diperhatikan dari air adalah kualitasnya. Kelangsungan hidup ikan tergantung dari kualitas air karena kualitas air sangat berpengaruh pada keseimbangan fisiologis dan organ-organ tubuh ikan serta akan berdampak pada pertumbuhan dan reproduksi ikan. Tiga sifat air yang perlu diperhatikan yaitu sifat fisika, sifat kimia, dan sifat biologi. Parameter sifat fisika seperti warna, kekeruhan dan suhu. Parameter sifat kimia seperti oksigen, karbondioksida, pH, dan amoniak. Sedangkan parameter sifat biologi seperti adanya binatang-binatang yang hidup diperairan tersebut (Effendie, 2003).
2.4. Fasilitas
Fasilitas untuk memproduksi lele sangkuriang terdiri dari bangunan utama, yaitu bangunan yang langsung digunakan untuk budidaya dan bangunan pendukung, yaitu bangunan yang tidak langsung digunakan untuk kegiatan budidaya, tetapi sangat mendukung kegiatan produksi. Bangunan utama dalam pembesaran lele adalah kolam pembesaran. Sementara fasilitas pendukung meliputi rumah karyawan atau rumah jaga, kantor dan gudang (Soetomo, 2002).
2.4.1. Kolam Pembesaran
1. Kolam Tanah
Lele sangkuriang pada dasarnya senang hidup dalam keadaan air yang agak tenang dengan kedalaman yang cukup sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor, dan miskin akan kandungan oksigen terlarut. Dengan kondisi demikian, lele sangkuriang dapat dipelihara dan tetap bisa tumbuh dengan baik di berbagai jenis kolam.
A. Kolam Irigasi
Kolam irigasi adalah kolam yang memperoleh pengairan dari sumber irigasi. Penggunaan kolam irigasi untuk pembesaran lele sangkuriang sangat dianjurkan karena pengairan kolam ini selalu tersedia sepanjang waktu dan jauh dari kekhawatiran kemungkinan kekurangan air. Dengan demikian, proses pembesaran dapat berjalan sepanjang tahun. Disamping itu, penentuan luas kolam irigasi juga lebih leluasa sehingga kolam bisa dibuat dengan berbagai bentuk dan ukuran.
B. Kolam Tadah Hujan
C. Kolam Rawa
Kolam rawa adalah kolam yang dibangun di daerah dataran rendah, tetapi bukan daerah pasang surut.Umumnya kolam rawa bersifat sangat asam (pH rendah, kurang dari 4). Sifat tanah dan air kolam yang asam sebenarnya tidak cukup baik untuk pembesaran lele sangkuriang. Namun hal ini dapat diatasi dengan teknik reklamasi (pencucian). Caranya, kolam rawa tersebut dialiri air baru untuk mempercepat proses material asam dan selanjutnya dibuang ke perairan yang lebih luas. Upaya lain untuk menaikan pH pada kolam rawa adalah dengan pengapuran. Biasanya efek kapur akan sangat membantu bila terlebih dahulu kolam direklamasi sebelum dikapur. Pengapuran dilakukan di dasar kolam dan selanjutnya untuk menjaga stabilitas air dapat ditambahkan kapur dengan dosis yang lebih rendah.
2. Kolam Beton
3. Kolam Terpal
Kolam terpal adalah jenis kolam yang menggunakan terpal sebagai bahan utamanya dan didukung oleh bahan lainnya. Jenis kolam ini bisa dibongkar pasang sehingga bisa di pindahtempatkan. Selain itu, biaya untuk pembuatan kolam ini juga tidak terlalu mahal dan proses pembuatannya relatif mudah dan praktis. Namun kelemahannya adalah kolam ini tidak bisa bertahan lama.
Jenis kolam terpal ada dua, yaitu kolam terpal yang terletak di atas permukaan tanah dan kolam terpal yang berada di dalam tanah. Konstruksi pada kolam terpal yang berada di atas tanah menggunakan kerangka yang bisa dibuat dari bambu, pipa ledeng, dan batu bata. Sementara kolam terpal yang berada di dalam tanah merupakan kolam tanah biasa yang dilapisi terpal di bagian dasar dan dindingnya. Sama seperti jenis kolam lainnya, kolam terpal juga dilengkapi dengan saluran pemasukan air dan saluran pengeluaran air untuk menjamin kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air.
2.4.2. Fasilitas Pendukung
2.5. Sarana Produksi
Dalam budidaya lele sangkuriang, selain fasilitas harus memadai, sarana produksi pun harus tersedia. Hal ini bertujuan agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar dan target produksi dapat tercapai. Jumlah sarana produksi yang harus disediakan tergantung dari skala usaha dan target usaha yang akan dicapai (Nasrudin, 2010).
2.5.1. Benih
Benih adalah anak ikan yang akan dipelihara pada masa pembesaran. Benih yang akan dipelihara pada masa pembesaran adalah benih yang telah berukuran 7-9 cm dengan berat antara 2,30-3,60 g. Jenis lele yang akan dibesarkan dipilih dari jenis lele sangkuriang karena telah terbukti memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan lele lokal maupun lele dumbo (Simanjutak, 1989).
Keseragaman benih perlu diperhatikan agar pertumbuhan semua benih serempak. Benih yang terlalu besar akan menghabiskan pakan dalam jumlah yang banyak sehingga pertumbuhannya akan lebih cepat. Sementara benih yang terlalu kecil akan kalah merebut pakan sehingga konsumsi pakannya lebih sedikit. Akibatnya, pertumbuhannya akan terhambat. Untuk mendapatkan benih yang seragam, perlu dilakukan seleksi. Baskom berlubang yang besar bisa digunakan untuk seleksi benih. Adapun cara seleksinya sebagai berikut:
a. Masukan benih ke dalam baskom yang berlubang-lubang. Ukuran lubang diameter ini sekitar 1,5 cm.
c. Sementara benih yang tertinggal dalam baskom adalah benih yang berukuran besar. Benih-benih itulah yang akan digunakan dalam pembesaran (Simanjutak, 1989).
2.5.2. Pakan
Sarana produksi kedua yang harus disediakan dalam pembesaran lele sangkuriang adalah pakan. Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada hewan ternak (baik berupa bahan organik maupun anorganik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatannya. Zat pakan adalah bagian dari bahan pakan yang dapat dicerna, dapat diserap dan bermanfaat bagi tubuh (ada 6 macam zat pakan: air, mineral, karbohidrat, lemak, protein dan vitamin). Seperti halnya hewan lain, ikan pun membutuhkan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh (Mujiman, 2000).
2.6. Hama dan Penyakit
2.6.1. Hama
Hama ikan adalah hewan yang berukuran lebih kecil, sama atau lebih besar dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan. Menurut Afriantono dan Liviawaty (1992), Secara umum hama ikan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan sifat hidupnya, yaitu :
1. Predator
Predator secara harfiah diartikan sebagai pemangsa. Pada dasarnya predator adalah binatang yang sifatnya karnivora (pemakan daging) dengan cara memangsa atau menyantap targetnya. Predator adalah hewan pemangsa yang secara sengaja maupun tidak sengaja masuk ke areal budidaya ikan dan memangsa ikan yang dibudidayakan. Jenisnya dapat berupa ikan yang lebih besar, hewan air jenis lain, hewan darat dan beberapa jenis serangga/insekta air. Contohnya seperti ikan gabus atau pemangsa lainnya seperti linsang, ular atau burung.
2. Kompetitor
Kompetitor adalah organisme yang menimbulkan persaingan dalam mendapatkan oksigen, pakan dan ruang gerak. Hama ini tidak dikehendaki keberadaannya dalam wadah atau areal budidaya. Contohnya ikan sejenis yang berukuran lebih besar, kepiting, katak, keong dan sebagainya.
3. Pengganggu/Pencuri
ada juga literatur yang mengelompokkan hama ketiga ini dalam istilah ”pencuri”,
yang merupakan hama menakutkan bagi petani ikan.
2.6.2. Penyakit
Menurut Yuasa (2003), Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal). Penyakit internal yaitu berupa kelainan genetik, saraf dan metabolik. Sedangkan penyakit eksternal terdiri dari penyakit patogen (bersifat parasit; penyakit viral, jamur dan bakteri) dan non patogen (bersifat lingkungan atau kualitas air dan nutrisi; pH, zat beracun, kekurangan nutrisi, kelarutan gas, dll).
2.7. Panen dan Pasca Panen
Ikan lele sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15-20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan. Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit (Nasrudin, 2010).
2.8. Modal
Modal adalah sejumlah uang atau barang yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah usaha. Modal juga dapat digunakan untuk mengembangkan usaha yang telah dijalankan untuk membuat usaha tersebut menjadi lebih besar skalanya dibandingkan waktu sebelumnya. Modal tersebut dapat diperoleh dari dua sumber yaitu modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri adalah modal yang didapatkan dari pendanaan yang diperoleh dari diri sendiri. Sedangkan modal pinjaman adalah modal yang didapatkan dari pihak luar dan bukan dari diri sendiri (Rahardi, 1998).
2.8.1. Arus Biaya
1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan mulai kegiatan itu berlangsung sampai kegiatan tersebut mulai berjalan. Contoh biaya investasi pada kegiatan usaha pembesaran ikan lele sangkuriang adalah : pengadaan lahan, pembuatan kolam, pembelian bahan dan peralatan, dan lain-lain.
2. Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pembelian peralatan, sewa lahan, kolam, dan kantor/rumah jaga, yang lebih dicenderungkan kepada biaya penyusutan.
3. Biaya Variabel
a. Upah tenaga kerja
Upah tenaga kerja merupakan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja atas jasa yang dipakai untuk membuat produksi.
b. Pembelian bahan baku
Pembelian bahan baku berupa benih ikan lele sangkuriang yang selanjutnya akan dibesarkan di kolam pembesaran.
c. Biaya bahan pendukung
Biaya bahan pendukung berupa pembelian pakan dan obat-obatan, guna menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lele sangkuriang yang akan dibesarkan.
d. Biaya transportasi
Biaya transportasi (BBM) merupakan biaya yang dikeluarkan sebagai biaya oprasional dalam perjalanan. Contohnya saat melakukan pemasaran ikan di tempat-tempat yang telah ditargetkan (pasar ikan, rumah makan, masyarakat, dll).
4. Biaya Total
Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
5. Biaya Penyusutan
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu danTempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014, di Kabupaten Aceh Barat Daya. Lokasi penelitian: Gampong Alue Sungai Pinang, Gampong Babahrot, Gampong Sikabu, Gampong Kuta Jempa dan Gampong Kuta Tinggi.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Alat dan bahan dalam penelitian
No Alat/Bahan Fungsi
1 Lembar kuesioner Lembar pertanyaan
2 Buku catatan Untuk menyimapan informasi atau hasil keterangan yang didapat
3 Pulpen Untuk mencatat keterangan-keterangan yang didapat
4 Kamera photo Sebagai dokumentasi
3.3. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan survey dengan cara pemberian kuesioner dan wawancara kepada para responden, dimana para responden tersebut masing-masing merupakan pembudidaya ikan yang sedang menggeluti usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 5 responden dari 10 total populasi, atau sekitar 50%. Gay dan Diehl (1992), mengasumsikan bahwa semakin banyak sampel yang diambil maka hasilnya akan semakin representatif. Jika penelitiannya bersifat deskriptif, maka sampel minimunya adalah 10% dari populasi.
Adapun 5 (lima) informan yang menjadi responden adalah sebagai berikut: 1. Abdul Rahman (35 thn) : Gampong Sikabu
2. Amiruddin (48 thn) : Gampong Babahrot 3. Anwar (38 thn) : Gampong Kuta Tinggi
4. Muklis (32 thn) : Gampong Alue Sungai Pinang 5. Herman (28 thn) : Gampong Kuta Jempa
3.4. Metode Pengambilan Data
3.4.1. Data Primer
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan berupa gaji, laporan keuangan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari sumber referensi, majalah, dan lain sebagainya (Uma Sekaran, 2006).
3.5. Analisa Usaha
Analisa usaha merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usaha mengalami keuntungan atau tidak, serta mengukur keberlanjutan usaha tersebut. Analisa usaha dalam bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui keberhasilan usaha yang telah dicapai selama kegiatan usaha perikanan dilaksanakan (Rahardi, 1998).
3.5.1. Parameter Analisa Usaha
Beberapa parameter yang digunakan dalam analisa usaha adalah keuntungan, Revenue-Cost Ratio (R/C Ratio), Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP) (Rahardi, 1998).
1. Keuntungan (laba)
Keuntungan adalah selisih dari pendapatan dan biaya total yang dikeluarkan. Keuntungan yang dimaksud adalah bahwa biaya pendapatan harus lebih besar daripada biaya total.
Laba per periode = Penerimaan–Biaya total
2. R/C Rasio
sejumlah nilai rupiah penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang besar.
Total penerimaan R/C Ratio =
Total biaya
3. Payback Period (PP)
Payback Period (PP) atau masa balik modal adalah digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi.
Total investasi Payback Period =
Laba usaha
4. Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) atau titik pulang pokok adalah merupakan suatu nilai dimana hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas.
Biaya total BEP HargaProduksi =
Jumlah produksi
3.6. Analisa Data
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Barat Daya
Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan salah satu dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan. Secara geografis terletak antara 96º 34’ 57” – 97º 09 ’19” Bujur Timur dan 3º 34’ 24” - 4º 05’ 37” Lintang Utara. Kabupaten Aceh Barat Daya berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2011 memiliki luas wilayah sebesar 2.334,01 Km2 atau 233.401 Ha. Berdasarkan hasil hitungan digitasi GIS (Geographic Information System) diatas peta citra SPOT, luas Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 1.882,05 km2 atau 188.205,02 Ha. Kabupaten ini dikelilingi bentang alam yang cukup keras dan menantang yaitu Lautan Hindia dan dataran tinggi yang terjal dan curam. Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya sendiri merupakan hamparan datar, sedangkan bagian tengah merupakan kawasan Bukit Barisan yang terdiri dari gunung dan bukit-bukit dan sebagian lagi hamparan laut. Banyak potensi kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat.
Batas-batas administrastif Kabupaten Aceh Barat Daya adalah sebagai berikut :
4.2. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2: Lokasi penelitian
No Petani Keterangan Tempat Usaha
1 Abdul Rahman (35 thn) Sikabu
2 Amiruddin (48 thn) Babahrot
3 Anwar (38 thn) KutaTinggi
4 Muklis (32 thn) Alue Sungai Pinang
5 Herman (28 thn) Kuta Jempa
4.3. Permasalahan yang Dialami Petani Lele Sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya
4.3.1. Hama dan Penyakit
1. Hama
2. Penyakit
Penyakit merupakan suatu keadaan fisik, morfologi atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, yaitu penyebab dari dalam dan dari luar (Yuasa, 2003). Penyakit yang biasa menyerang lele sangkuriang di Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya biasanya berupa jamur, karena tubuh ikan terlihat luka atau bercak-bercak seperti jamur. Serangan jamur ini kemungkinan terjadi karena kondisi kualitas air yang buruk, seperti sirkulasi air rendah, kadar oksigen terlalu rendah, atau kadar amoniak terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amri (2008), bahwa Penyakit yang menyerang lele sangkuriang umumnya disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang mendukung, misalnya kualitas air. Cara mengatasinya, para petani ikan sering melakukan pergantian air di dalam kolam dengan memanfaatkan perairan irigasi sebagi sumber air kolam. Dengan demikian, sirkulasi air dan supply oksigen selalu tercukupi. Sehingga diharapkan kolam dapat terbebas dari serangan jamur.
Namun bila ikan telah terserang oleh jamur tersebut, maka cara pengobatan yang biasa dilakukan oleh para petani lele sangkuriang yaitu dengan memberikan larutan garam (NaCl) dan larutan PK dengan dosis tertentu ke dalam kolam lele sangkuriang.
4.3.2. Pakan
termasuk salah satu masalah yang harus dihadapi, mengingat kini harga pakan yang dijual semakin mahal yaitu berkisar Rp 600.000/sak (50 kg/sak). Apalagi kebutuhan pakan harus tersedia setiap harinya. Untuk itu, petani ikan terkadang harus membuat pakan tambahan sendiri guna menghemat biaya oprasional pembelian pakan. Pakan tambahan yang dibuat sendiri biasanya berupa keong mas yang dicincang kecil-kecil, atau berupa campuran dedak. Dengan demikian, biaya oprasional pembelian pakan dapat terkontrol.
4.4. Cara Memperoleh Benih
Para petani ikan biasanya memperoleh benih dengan cara membeli benih di tempat-tempat pembudidayaan ikan air tawar seperti di BBI Krueng Batee, ataupun di tempat-tempat petani ikan lainnya yang menjual benih lele sangkuriang. Harga benih lele sangkuriang biasanya dibeli dengan kisaran harga Rp 350 – 400/ekor, tergantung dari besar kecilnya ukuran benih ataupun daerah lokasi pembeliannya.
4.5. Harga Jual Lele Sangkuriang Ukuran Konsumsi
4.6. Pemasaran
Pemasaran merupakan target penting yang harus diketahui oleh petani ikan. Karena untuk dapat mengembalikan modal yang diinvestasikan sekaligus mendapatkan keuntungan yang lebih, maka petani ikan terlebih dahulu harus mengetahui pasar. Kotler (2001), menyatakan bahwa pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Adapun tempat-tempat pemasaran ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi adalah di tempat-tempat yang telah ditargetkan seperti di tempat-tempat rumah makan, pasar ikan, masyarakat setempat (lokal), ataupun didatangi secara langsung oleh para pembeli.
4.7. Analisis Usaha Para Responden (Petani Ikan Lele Sangkuriang)
4.7.1. Analisa Usaha Responden I (Abdul Rahman)
4.7.1.1. Biaya
1. Biaya tetap
Tabel 3: Harga biaya tetap (responden I)
Nama Jenis Biaya Harga (Rp)
Umur
2 buah happa (2 x 110.000)
220.000 2 27.500 110.000
Timbangan 400.000 3 33.333 133.332
Pembuatan
lahan kolam 500.000 5 25.000 100.000
Jumlah 1.920.000 175.823 703.292
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa besarnya harga biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani ikan Abdul Rahman (35 tahun) dalam pembuatan lahan kolam ikan lele sangkuriang dan pembelian peralatan budidaya yang terdiri dari happa, pipa, baskom, jaring dan timbangan adalah sebesar 1.920.000 rupiah. Sedangkan biaya penyusutan per periodenya (setiap 3 bulan) adalah sebesar 175.823 rupiah, dan per tahunnya (4 periode) adalah sebesar 703.292 rupiah.
2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)
a. Pakan 10 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 10 = Rp 6.000.000
b. Tenaga Kerja = Rp 1.800.000 1 orang
c. Obat-obatan = Rp 100.000
d. Benih = Rp 350/ekor x 3.250 ekor = Rp 1.137.500
e. Pakan tambahan = Rp 300.000 f. Transportasi = Rp 300.000 Total = Rp 9.637.500
Berdasarkan rincian biaya oprasional di atas, diketahui bahwa jenis biaya oprasional yang banyak dikeluarkan adalah pembelian pakan (Pellet) yaitu 600.000/sak. Hal ini dikarenakan pakan merupakan kebutuhan yang setiap harinya harus selalu tersedia dan diberikan kepada ikan lele sangkuriang guna mempercepat pertumbuhannya hingga nanti menjadi lele sangkuriang yang memiliki ukuran konsumsi. Sebagaimana pernyataan Mujiman (2000), bahwa ikan membutuhkan pakan sebagai zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu untuk menghasilkan tenaga, menggantikan sel-sel yang rusak dan untuk tumbuh. Mengingat pentingnya pakan tetapi harganya mahal, Abdul Rahman menyelingi pakan utama dengan pakan tambahan berupa dedak dan ikan runcah, guna menghemat biaya oprasional pakan yang dibeli.
3. Biaya Total
Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional
= Rp 175.823 + Rp 9.637.500 = Rp 9.813.323
Adapun besarnya biaya total yang harus dikeluarkan setiap periodenya adalah sebesar 9.813.323 rupiah.
4.7.1.2. Penerimaan dan Laba
Penerimaan dan laba merupakan input yang sebagian diantaranya akan digunakan lagi untuk perputaran modal pada periode berikutnya.
1. Penerimaan
Penerimaan adalah jumlah yang diterima dari penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi.
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
= 3.250 ekor (sekitar 800 kg) x Rp 21.000/kg = Rp 16.800.000
Besarnya penerimaan yang diterima oleh Abdul Rahman atas penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 800 kg dengan harga jual 21.000 rupiah/kg setiap periodenya adalah sebesar 16.800.000 rupiah.
2. Laba
a. Laba per periode = penerimaan–biaya total = Rp 16.800.000–Rp 9.813.323 = Rp 6.986.677
b. Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 6.986.000 x 4 = Rp 27.946.708
Besarnya penerimaan laba yang diperoleh untuk setiap periodenya adalah sebesar 6.986.677 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya adalah sebesar 27.946.708 rupiah.
4.7.1.3. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat keuangan dalam usaha pembesaran lele sangkuriang. Beberapa elemen yang bisa dihitung dalam analisis usaha adalah keuntungan, R/C Ratio, Payback period dan Break event point (Rahardi, 1998).
1. R/C Ratio
R/C Ratio (revenue per cost) atau perbandingan antara total penerimaan dan total biaya pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Total penerimaan R/C Ratio =
Total biaya
Rp 16.800.000 =
Rp 9.813.323
= Rp 1,71
2. Payback Period
Payback Period atau masa balik modal pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Total investasi Payback Period =
Laba usaha Rp 12.000.000 =
Rp 27.946.708
= 0,42
Besarnya nilai payback period 0,42. Artinya, dalam jangka waktu 0,42 tahun atau sekitar 5 bulan modal usaha yang diinvestasikan oleh Abdul Rahman pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.
3. Break Event Point (BEP)
Adapun BEP harga produksi pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Biaya total BEP harga produksi =
Jumlah produksi Rp 9.813.323 =
800 kg
= Rp 12.226/kg
Berdasarkan data keterangan analisis kelayakan usaha di atas, diketahui bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 16.800.000 rupiah, dengan laba per periodenya sebesar 6.986.677 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar 12.226 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 21.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C rationya sebesar 1,17. Menurut Soekartawi (1995), bahwa kriteria kelayakan suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya lebih besar dibandingkan harga BEPnya, dan R/C lebih besar dari 1. Artinya, usaha pembesaran ikan lele sangkuriang milik petani ikan Abdul rahman di Gampong Sikabu Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.
4.7.2. Analisa Usaha Responden II (Amiruddin)
4.7.2.1. Biaya
1. Biaya tetap
Tabel 4: Harga biaya tetap (responden II)
Nama Jenis Biaya Harga (Rp)
Umur
2 buah jarring (2 x 75.000)
150.000 1,5 25.000 100.000
2 buah serok (2 x 15.000)
30.000 2 3.750 15.000
2 buah pipa (2 x 75.000)
150.00 4 9.375 37.500
4 buah baskom (4 x 20.000)
80.000 2 10.000 40.000
Timbangan 400.000 4 25.000 100.000
lahan kolam 700.000 5 35.000 140.000
Jumlah 1.510.000 108.125 432.500
kolam ikan lele sangkuriang dan pembelian peralatan budidaya yang terdiri dari jaring, serok, pipa, baskom dan timbangan adalah sebesar 1.510.000 rupiah. Sedangkan biaya penyusutan per periodenya (setiap 3 bulan) adalah sebesar 108.125 rupiah, dan biaya penyusutan per tahunnya (4 periode) adalah sebesar 432.500 rupiah.
2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)
Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
a. Pakan 8 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 8 = Rp 4.800.000
b. Obat-obatan = Rp 50.000
c. Benih = Rp 350/ekor x 2.500 ekor = Rp 875.000
d. Pakan tambahan = Rp 150.000 e. Transportasi = Rp 100.000 Total = Rp 5.975..000
3. Biaya Total
Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional = Rp 108.125 + Rp 5.975.000 = Rp 6.083.125
Adapun besarnya biaya total yang harus dikeluarkan untuk setiap periodenya adalah sebesar 6.083.125 rupiah.
4.7.2.2. Penerimaan dan Laba
1. Penerimaan
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
= 2.500 ekor (sekitar 600 kg) x Rp 22.000/kg = Rp 13.200.000
Besarnya penerimaan yang diterima oleh Amiruddin dari hasil penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sekitar 600 kg dengan harga jual 22.000 rupiah/kg adalah sebesar 13.200.000 rupiah.
2. Laba
a. Laba per periode = penerimaan–biaya total = Rp 13.200.000–Rp 6.083.125 = Rp 7.116.875
b. Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 7.116.875 x 4 = Rp 28.467.500
4.7.2.3. Analisis Kelayakan Usaha
1. R/C Ratio
R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut: Total penerimaan
Besarnya nilai R/C ratio 2,17. Artinya, setiap rupiah biaya yang dikeluarkan Amiruddin akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,17 rupiah.
2. Payback Period
Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Besarnya nilai payback period 0,28. Artinya, dalam jangka waktu 0,28 tahun atau sekitar 3,3 bulan, modal usaha yang diinvestasikan Amiruddin pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.
3. Break Event Point (BEP)
Adapun BEP harga produksi adalah sebagai berikut:
Biaya total BEP harga produksi =
Rp 6.083.125 =
600 kg = Rp 10.138/kg
Nilai BEP harga produksi Rp 10.138/kg. Artinya, titik impas pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi Rp 10.138/kg.
Berdasarkan data keterangan analisis kelayakan usaha di atas, diketahui bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 13.200.000 rupiah, dengan laba per periodenya sebesar 7.116.875 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar 10.138 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 22.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C rationya sebesar 2,17. Dilihat dari tingkat efisiensi dan keuntungan kelayakan usahanya, harga jual lebih tinggi bahkan melebihi dua kali harga BEP, dan untuk R/C rationya mencapai 2,17 dan telah memenuhi kriteria suatu usaha yang efisiensi (efisiensi: R/C > 1). Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang milik petani ikan Amiruddin di Gampong Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.
4.7.3. Analisa Usaha Responden III (Anwar)
4.7.3.1. Biaya
1. Biaya tetap
Tabel 5: Harga biaya tetap (responden III)
Nama Jenis Biaya Harga (Rp)
Umur
1 buah jaring 74.000 2 9.250 37.000
4 buah terpal (4 x 85.000)
340.000 1,5 56.666 226.664
1 buah sanyo 250.000 4 15.625 62.500
2 buah happa (2 x 80.000)
160.000 2 20.000 80.000
Timbangan 480.000 5 24.000 96.000
Lahan kolam 1.500.000 5 75.000 300.000
Jumlah 2.984.000 223.041 892.164
Berdasarkan uraian tabel di atas, besarnya biaya tetap dalam pembuatan kolam dan pengadaan peralatan budidaya adalah sebesar 2.984.000 rupiah. Biaya penyusutan untuk setiap periodenya adalah sebesar 223.041 rupiah, dan biaya penyusutan untuk setiap tahunnya (4 periode) adalah sebesar 892.164 rupiah. Diantara jenis biaya tetap tersebut, terdapat jenis biaya pembelian terpal dan sanyo. Terpal tersebut nantinya digunakan sebagai wadah kolam budidaya pembesaran (kolam terpal) selain kolam tanah, sedangkan sanyo digunakan untuk mengairi air ke dalam kolam terpal tersebut.
2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)
a. Pakan 24 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 24 = Rp 14.400.000
b. Tenaga Kerja - = Rp 700.000/bln x 3 1 orang = Rp 2.100.000 c. Obat-obatan = Rp 150.000
d. Benih = Rp 400/ekor x 6.000 ekor = Rp 2.400.000
e. Pakan tambahan = Rp 500.000 f. Transportasi = Rp 200.000 Total = Rp 19.750.000
Biaya oprasional yang dikeluarkan Anwar untuk memenuhi kegiatan usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang untuk setiap periodenya adalah sebesar 19.750.000 rupiah. Besarnya biaya oprasional tersebut terutama sekali dipengaruhi oleh biaya dalam pembelian pakan, yaitu sebesar 14.400.000 rupiah. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa pakan merupakan faktor penting dan harus selalu tersedia setiap waktu dalam usaha budidaya pembesaran.
3. Biaya Total
Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional = Rp 223.041 + Rp 19.750.000 = Rp 19.973.041
Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh Anwar setiap periodenya adalah sebesar 19.973.041 rupiah.
4.7.3.2. Penerimaan dan Laba
1. Penerimaan
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
Besarnya penerimaan yang diterima oleh Anwar dari hasil penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 1.500 kg dengan harga jual 20.000 rupiah/kg adalah sebesar 30.000.000 rupiah.
2. Laba
a. Laba per periode = penerimaan–biaya total
= Rp 30.000.000–Rp 19.973.041 = Rp 10.026.959
b. Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 10.026.959 x 4 = Rp 40.107.836
Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Anwar untuk setiap periodenya adalah sebesar 10.026.959 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya adalah sebesar 40.107.836 rupiah.
4.7.3.3. Analisis Kelayakan Usaha 1. R/C Ratio
Adapun nilai R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang milik Anwar adalah sebagai berikut:
Total penerimaan R/C Ratio =
Total biaya Rp 30.000.000 =
Rp 19.973.041 = Rp 1,5
2. Payback Period
Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Besarnya nilai payback period 0,57. Artinya, dalam jangka waktu 0,57 tahun atau sekitar 6,8 bulan modal usaha yang diinvestasikan oleh Anwar pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.
3. Break Event Point (BEP)
Adapun BEP harga produksi adalah sebagai berikut: Biaya total pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi Rp 13.315/kg.
rupiah/kg dengan harga jual sebesar 20.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C rationya sebesar 1,5. Menurut Soekartawi (1995), bahwa kriteria kelayakan suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya lebih besar dibandingkan harga BEPnya, dan R/C lebih besar dari 1. Artinya, usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang milik Anwar di Gampong Kuta Tinggi Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.
4.7.4. Analisa Usaha Responden IV (Muklis)
4.7.4.1. Biaya
1. Biaya tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan oleh Muklis (32 tahun) dalam pembuatan kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya seperti happa, serok, baskom dan timbangan adalah sebagai berikut (lihat tabel 6) :
Tabel 6: Harga biaya tetap (responden IV)
Nama Jenis Biaya Harga (Rp)
Umur
Timbangan 400.000 3 33.333 133.332
Lahan kolam 1.000.000 4 62.500 250.000
Jumlah 1.700.000 133.333 533.332
sebesar 133.333 rupiah, dan biaya penyusutan untuk setiap tahunnya (4 periode) adalah sebesar 533.332 rupiah.
2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)
Biaya oprasional pada usaha pembesaran lele sangkuriang milik Muklis adalah sebagai berikut:
a. Pakan 20 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 20 = Rp 12.000.000
b. Tenaga Kerja = Rp 500.000/bln x 3 1 orang = Rp 1.500.000 c. Obat-obatan = Rp 200.000
d. Benih = Rp 350/ekor x 5.000 ekor = Rp 1.750.000
e. Pakan tambahan = Rp 400.000 f. Transportasi = Rp 250.000 Total = Rp 16.100.000
Biaya oprasional yang dikeluarkan oleh Muklis untuk melaksanakan kegiatan usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang untuk setiap periodenya adalah sebesar 16.100.000 rupiah. Total biaya oprasional tersebut meliputi pembuatan lahan kolam dan pengadaan peralatan budidaya seperti pakan sebanyak 20 sak, tenaga kerja sebanyak 1 orang, obat-obatan, benih, pakan tambahan (berupa campuran dedak), dan biaya transportasi.
3. Biaya Total
Besarnya biaya total yang harus dikeluarkan oleh Anwar setiap periodenya adalah sebesar 19.973.041 rupiah.
4.7.4.2. Penerimaan dan Laba
1. Penerimaan
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
= 5.000 ekor (sekitar 1.150 kg) x Rp 22.000/kg = Rp 25.300.000
Besarnya penerimaan yang diterima oleh Muklis dari hasil penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 1.150 kg dengan harga jual 22.000 rupiah/kg adalah sebesar 25.300.000 rupiah.
2. Laba
a. Laba per periode = penerimaan–biaya total
= Rp 25.300.000–Rp 16.233.333 = Rp 9.066.667
b. Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 9.066.667 x 4 = Rp 36.266.668
Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Muklis untuk setiap periodenya adalah sebesar 9.066.667 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya adalah sebesar 36.266.668 rupiah.
4.7.4.3. Analisis Kelayakan Usaha
1. R/C Ratio
Total penerimaan dikeluarkan oleh Muklis akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,55.
2. Payback Period
Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Besarnya nilai payback period 0,49. Artinya, dalam jangka waktu 0,49 tahun atau sekitar 5,8 bulan modal usaha yang diinvestasikan oleh Muklis pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.
3. Break Event Point (BEP)
Adapun BEP harga produksi lele sangkuriang ukuran konsumsi adalah sebagai berikut:
Biaya total BEP harga produksi =
Rp 16.233.333 =
1.150 kg = Rp 14.115/kg
Nilai BEP harga produksi Rp 14.115/kg. Artinya, titik impas pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi Rp 14.115/kg.
Berdasarkan keterangan analisis kelayakan usaha di atas, diketahui bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 25.300.000 rupiah, dengan laba per periodenya sebesar 9.066.667 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar 14.115 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 22.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C rationya sebesar 1,55. Dilihat dari tingkat efisiensi dan keuntungan kelayakan usahanya, harga jual lebih tinggi dibandingkan harga BEP, dan untuk R/C rationya telah memenuhi kriteria suatu usaha yang efisiensi (efisiensi: R/C > 1). Jadi, dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang milik Muklis di Gampong Alue Sungai Pinang Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.
4.7.5. Analisa Usaha Responden V (Herman)
4.7.5.1. Biaya
1. Biaya tetap
Tabel 7: Harga biaya tetap (responden V)
Nama Jenis Biaya Harga (Rp)
Umur
4 buah griding (4 x 20.000)
80.000 4 5.000 20.000
3 buah baskom (3 x 20.000)
60.000 3 5.000 20.000
4 buah pipa (4 x 65.000)
260.000 4 16.250 65.000
Timbangan 450.000 4 31.250 125.000
Lahan kolam 1.500.000 4 93.750 375.000
Jumlah 2.800.000 201.250 805.000
Berdasarkan uraian tabel di atas, besarnya biaya tetap dalam pembuatan kolam pembesaran lele sangkuriang dan pengadaan peralatan budidaya adalah sebesar 2.800.000 rupiah. Biaya penyusutan untuk setiap periodenya adalah sebesar 201.250 rupiah, dan biaya penyusutan untuk setiap tahunnya (4 periode) adalah sebesar 805.000 rupiah. Diantara jenis biaya tetap tersebut, terdapat jenis biaya pembelian berupa griding dan jaring penutup. Jaring penutup tersebut oleh petani digunakan untuk menutupi sisi kolam, guna memudahkan saat melakukan pemanenan. Sedangkan griding digunakan untuk menyeleksi lele sangkuriang yang memiliki ukuran yang sama.
2. Biaya oprasional/periode (Biaya variabel)
a. Pakan 40 sak = Rp 600.000/sak (50 kg) x 40 = Rp 24.000.000
b. Tenaga Kerja = Rp 500.000/bln x 2 orang x 3 c. 2 orang = Rp 3.000.000
d. Obat-obatan = Rp 200.000
e. Benih = Rp 350/benih x 9.000 ekor = Rp 3.150.000
f. Pakan tambahan = Rp 500.000 g. Transportasi = Rp 250.000 Total = Rp 31.100.000
Biaya oprasional yang dikeluarkan oleh Herman untuk melaksanakan kegiatan usaha budidaya pembesaran lele sangkuriang untuk setiap periodenya adalah sebesar 31.100.000 rupiah. Total biaya oprasional tersebut meliputi pembuatan lahan kolam dan pengadaan peralatan budidaya seperti pakan sebanyak 40 sak, tenaga kerja sebanyak 2 orang, obat-obatan, benih, pakan tambahan (berupa dedak dan bekicot), dan biaya transportasi.
3. Biaya Total
Biaya total = biaya tetap + biaya oprasional = Rp 201.250 + Rp 31.100.000 = Rp 31.301.250
4.7.5.2. Penerimaan dan Laba
1. Penerimaan
Penerimaan = jumlah produksi x harga jual
= 9.000 ekor (sekitar 2.250 kg) x Rp 21.000/kg = Rp 47.250.000
Besarnya penerimaan yang diterima oleh Herman dari hasil penjualan ikan lele sangkuriang ukuran konsumsi sebanyak 2.250 kg dengan harga jual 21.000 rupiah/kg adalah sebesar 47.250.000 rupiah.
2.Laba
a. Laba per periode = penerimaan–biaya total
= Rp 47.250.000–Rp 31.301.250 = Rp 15.948.750
b. Laba per tahun = laba per periode x 4 = Rp 15.948.750 x 4 = Rp 63.795.000
Besarnya penerimaan laba yang diperoleh Herman untuk setiap periodenya adalah sebesar 15.948.750 rupiah, dan penerimaan laba untuk setiap tahunnya adalah sebesar 63.795.000 rupiah.
4.7.5.3. Analisis Kelayakan Usaha
1. R/C Ratio
Besarnya nilai R/C ratio pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Total penerimaan R/C Ratio =
Rp 47.250.000 =
Rp 31.301.250 = Rp 1,5
Besarnya nilai R/C ratio Rp 1,5. Artinya, setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh Herman akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,5 rupiah.
2. Payback Period
Payback period pada usaha pembesaran lele sangkuriang adalah sebagai berikut:
Besarnya nilai payback period 0,53. Artinya, dalam jangka waktu 0,53 tahun atau sekitar 6,3 bulan modal usaha yang diinvestasikan Herman pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan kembali.
3. Break Event Point (BEP)
Nilai BEP harga produksi Rp 13.911/kg. Artinya, titik impas pada usaha pembesaran lele sangkuriang ini akan tercapai dengan harga jual ukuran konsumsi Rp 13.911/kg.
Berdasarkan keterangan analisis kelayakan usaha di tersebut, diketahui bahwa penerimaan setiap periodenya adalah sebesar 47.250.000 rupiah, dengan laba per periodenya sebesar 15.948.750 rupiah. Untuk nilai BEP harganya sebesar 13.911 rupiah/kg dengan harga jual sebesar 21.000 rupiah/kg. Sedangkan untuk nilai R/C rationya sebesar 1,5. Menurut Soekartawi (1995), bahwa kriteria kelayakan suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya lebih besar dibandingkan harga BEPnya, dan R/C lebih besar dari 1. Artinya, usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang milik Herman di Gampong Kuta Jempa Kabupaten Aceh Barat Daya layak dilaksanakan.
4.7.6. Penerimaan Rata-rata Usaha Budidaya Pembesaran Lele Sangkuriang.
Tabel 8: Penerimaan rata-rata usaha petani lele sangkuriang
Rahman 16.800.000 21.000 6.986.677 1,71 5 12.226
2 Amiruddin 13.200.000 22.000 7.116.875 2,17 3,3 10.138
3 Anwar 30.000.000 20.000 10.026.959 1,5 6,8 13.315
4 Muklis 25.300.000 22.000 9.066.667 1,55 5,8 14.115
5 Herman 47.250.000 21.000 15.948.750 1,5 6,3 13.911
Total = 132.550.000 106.000 49.145.928 8,43 27,2 63.705 Rata-rata = 26.510.000 21.200 9.829.185 1,7 5,5 12.741
Untuk nilai BEP harganya berkisar antara 10.138–14.115 rupiah/kg dengan harga jual/kg berkisar antara 20.000 – 22.000 rupiah/kg. Sesuai dengan kriteria kelayakan usaha bahwa suatu usaha dikatakan efisiensi dan menguntungkan bila harga jualnya lebih besar dibandingkan harga BEPnya. Sedangkan untuk nilai R/C rationya berkisar antara 1,5 – 2,17. Nilai kisaran tersebut menurut Soekartawi (1995) telah memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat kelayakan usaha, dimana R/C > 1.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Lele sangkuriang ukuran konsumsi yang di budidayakan di Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki bobot sekitar 200-250 gram (4 –5 ekor/kg) dan panjang tubuh antara 15 –20 cm, dengan harga jual lele sangkuriang ukuran konsumsi berkisar 20.000–22.000 rupiah/kg.
2. Perhitungan analisa usaha meliputi: Keuntungan, R/C Ratio, Payback Period (PP) dan Break Even Point (BEP). Hasil perhitungan analisa usaha budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya pada lima gampong (Gampong: Sikabu, Babahrot, Kuta Tinggi, Alue Sungai Pinang dan Kuta Jempa), adalah sebagai berikut:
a. Keuntungan berkisar; 6.986.677–15.948.750 rupiah per periode. b. R/C ratio berkisar: 1,5–2,17 per rupiah.
c. Payback period berkisar: 3,3–6,8 bulan. d. Break event point: 10.138–14.115 rupiah/kg.
3. Berdasarkan hasil kajian analisis kelayakan usahanya, bahwa usaha budidaya pembesaran ikan lele Sangkuriang di Kabupaten Aceh Barat Daya pada lima gampong (Gampong: Sikabu, Babahrot, Kuta Tinggi, Alue Sungai Pinang dan Kuta Jempa) layak untuk dilaksanakan.
5.2 Saran
1. Perlu adanya penanganan yang baik dalam pemberian pakan, sehingga jumlah pakan yang diberikan dan bobot ikan yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.
Yogyakarta: Kanisius.
Arifin, MZ. 1991.Budidaya Lele. Semarang: Dohara Prize.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Boyd, 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Auburn University. Elseveir Science Publishing Company, Albama, Inc. New York. 318 pp.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skill); Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal 1-3.
Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan LingkunganPerairan. Kanisius. Jakarta. 257 Hal.
Gay, L.R. dan Diehl, P.L. 1992.Research Methods for Business and Management. Mac Millan Publishing Company. New York.
Khairul Amri. 2008. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Kordi, M.G.H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta: Bina Adiaksara.
Kotler, Philip. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian.Jakarta: Salemba Empat. Lukito, AM. 2002. Lele Ikan Berkumis Paling Populer. Jakarta: Agromedia. Mujiman, A. 2000. Pakan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Najiyati, S. 1992. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Nasrudin.2010.Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Nawawi, H. Hadari. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Simanjutak RH. 1989. Pembudidayaan Ikan Lele Sangkuriang dan Dumbo. Jakarta: Bharatara.
Soekartawi. 1995.Analisis Usahatani. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Sunarma. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progency Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross). Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.
Suyanto, S.R. 1999.Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
Lampiran 1: DAFTAR KUESIONER
1. Sudah berapa lamakah anda menjadi pembudidaya ikan lele sangkuriang? 2. Asal modal untuk budidaya: modal sendiri/pinjaman?
3. Biaya investasi?
a. Biaya tetap: jenis-jenis alat budidaya yang digunakan?
No Jenis biaya Jumlah
No Jenis biaya Jumlah (Unit) Harga (Rp) Total (Rp) 1
4. Hasil budidaya per periode?
No
Jenis hasil budidaya Jumlah hasil budidaya (kg/periode)
Hrga jual (Rp/kg)
Total hasil budidaya (Rp/periode) 1
2 3 4
5. Apakah Bapak dikenakan pajak atas usaha yang didirikan?
Jika iya, berapa lama waktu pembayarannya dan berapa besar jumlah yang dibayarkan setiap kalinya?
6. Bagaimana cara anda memperoleh ikan lele angkuriang?
7. Kendala apa saja yang sering Anda hadapi dalam membudidayakan ikan lele? 8. Bagaimana Anda mengatasi masalah tersebut?
9. Bagaimana cara pemasaran hasil budidaya?
Lampiran 3: FOTO DOKUMENTASI
Wawancara bersama Pak Anwar Wawancara bersama salah seorang
P pekerja milik Pak Anwar
Wawancara bersama Pak Muklis Wawancara bersama Pak Abdul
Rahman