KF,BUTUHAN ENERGI
DAN
PROTEIN
DOMBA INDUK PADA
FASE
AKHIR
ICEBUNTINGAN DAN
LAKTASI
DISERTASI
PROGRAM P W A S W A N A
INSTlTUT
PERTANIAN
BOGOR
BOGOR
Energy and Crude Protein Requirements of Ewes During Late
Pregnancy and Lactation
A B S T R A C T
Thuty-six Javanese thin-tail
ewes
were caged individually and
allotted randomly to a 3
x3
factorial arrangement of dietary
treatments,
consisting of three levels of crude protein (1 5,18 and 2 1
%on
DM
basis)
and
three
levels
of metabolable
energy(
10,11.7
and 13.4
MJ/kgDM),
with four
replicates.
Dry
and
organicmatter intakes
( g ~ k g B ~ ' ~ )
dunnglate
pregnancy,
as
well
as
duringlactation, were not significauly different
between
treatments.It
was
also found that the apparent digestibility of the
nutrients
were
unaffectedby the dietary
treatments.Increasing both
dietary
protein and
energy
level ,
however, significantly
(P
<
0.05)
increased
nitrogen
retention
and metabolizable
energy
intake.
A significant
linear
relationship
(P
<
0.01)
was
found
between
nitrogen intake and
nitrogen
retention. Based
on
the
dataobtained, that
the metabolize
energyrequirement of pregnant and
lactation
ewescan
be described
by the equation;
E M 0
=-
40.63
+
0.35 BWms(kg)
-
4.63
ADG (kg)
+
9.61 Log EMICP
I-Wayan Mathius Kebutuhan Energi dan Protein Domba Induk pada
Fase Akhir Kebuntingan d m Laktasi" (dibawah bimbingan Prof. Dr. D.
Sastradipradja, sebagai ketua, Prof. Dr. Toha Sutardi, Dr. Hj. L. Amalia Sofyan,
Prof. Dr. Asikin Natasasmita dan Prof. Dr. D.T.H. Sihombing, masing-masing
sebagai anggota)
Pertambahan penduduk yang meningkat, menuntut ketersediaan dagmg
yang meningkat pula Salah satu upaya pengadam daging ysng dapat dilakukan
sdalah dengan peningkatan produksi ternak. Pada tahun 1994, sumbangan temak
domba
tertrsdap
pengadaan daging Nasional oukup rendah ( 2.9 % dari pengadaandaging total). Disisi lain domba memiliki kemampuan
untuk
dapatberkembangbiak dan tumbuh dengan cepat dan relatif mudah dalam
pemehraannya. Salah satu potensi genetik yang hingga kini menciapat
perhatian agar laju produksi dapat menhgkat adalah domba ekor tipis Indonesia
dapat
beranak lebih
dari satu&or.
perkelahiran dan dapat beranak tiga h l i dalamkurun walctu dua tahun. Namun demikian
untuk
dapat melahirkan d kernbardengan bobot lahir
dan
daya hidup yang tinggi, masih merupakan permasalahantersendiri. Hal ini dibuktdcan dengan tingginya tingkat kematian domba anak
lahir dan produksi susu yang rendah sebagai akibat domba induk tidak mendapat
nutrien yang oukup untuk berproduksi, terutama pada fase
akhu
kebuntingandan
fase laktasi.
Penelitian ini bertujuan mempelajari kebutuhan dasar energi dan protein
kasar domba induk ekor tipis Indonesia yang sedang bunting tua dan laktasi.
Diharapkan dengm mengetahui kebutuhan dasar tersebut, penyusunan mategi
pemberian pakan pada domba betina yang sedang bexprodubi dapat dilakukan
Penelitian, dilaksanakan di Kandang Petcobam dan Laboratorium Balai
Penelitian Ternak (Balitnak), lokapi Bogor. Tiga puluh enam ekor domba dengan
umur kebuntingan 12 minggu diaoak untuk mendapatkan salah satu dari sembilan
pakan percobam yang telah dipersiapkan, dengan pola faktorial3 X 3. Pakan
percobaan menrpakan kombinasi dari tiga tingkat kadar kandungan energi (E) dan
tiga tingkat kandungan protein kasat (P). Kadar energi tersebut adalah 10 MJ,
11,7 MJ dan 13,4 MJ/kg bahan kering; -an kadat protein kasar pakan
p e m b m adalah 1 5,18
dan
21 % dari bahan kering. Frekwnsi pemberian pakandilakukan
&yak
empat kali per hari (hanya pada siang hari) dengan intervalpemberian 3 jam sekali. Parameter yang diukur adalah jumlah penggunaan
nutrien
dan
pmampilan produksi serta rgwoduksi tern& Penggumm nutrienyang diukur adalah konsumsi nutrien, keoernaan nutria dengan metode koleksi
lahir (ekor dan total), pembahan bobot hidup induk dan anak.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa:
1.
Fase
Bunting Tua.Rataan jumlah konsumsi bahan kering (BK) per ekor ti& menunjukkan
perbedaan yang nyata ( P > 0.05), baik untuk tingkat konsumsi per ekor domba
maupun pada tingkat berat hidup (BH) metabolis, dengan rataan konmrmsi BK
( g / k g ~ p 3 adalah 74.5. Rataan konsumsi protein kasar
(PK)
dipengaruhie <0.01) oleh tinglcat protein pakan percobaan. Dibandingkan denga yang pernah
dilaporkan, rataan konsumsi baik untuk BK dan PK yang diperoleh pada
penelitian ini telah melebihi kebutuhan baku domba bunting dengan bobot
hidup
(BH)
yang sama sebagai yang dilaporkan Ross (1989). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering (g/kgBp7q pads penelitian inid i p e n g d ( P < 0.05) oleh kandungan energi palcan percobaan, dan mengikuti
penamaan Y = 45.19
+
60.7EM dengan tingkat keeratan 0.64 (P < 0.01).Tingkat konmnsi(g/kg BQ0.'3 komponen serat kasar, baik serat detergent
netral( NDF) maupun serat detergent asam ( ADF) dipemgaruhi secara nyata (P
< 0.01) oleh tingkat energi pakan percobam
.
Kisaran NDF yang dapatdikonsumsi ( P < .05) adalah 26 1.85 g pada pakan petcobam dengan kadar
protein 18 % dan energi 13.4 MJkg BK sampai 5 17.9 g pada palcan percobaan
sampai dengan 44 % dari BK. Jumlah tersebut lebih rendah dari ambang yang
membatasi tingkat kemampuan domba untuk mengkonsumsi bahan kering harian.
Tidak dipexoleh hubungan antara konsumsi BK dan kadar
NDF
pakan pada pemgamatan ini.Secara keseluruhan, tingkat kecemaan (%) nutrien tidak dipengaruhi
oleh pakan percobaan, meskipun ada kecendenmgan terjadinya peningkatan,
dengan rataan masing-masing 55% 69%
dan
68% untuk BK, PK dan energiseoara be- Perbedaan tersebut terutama dipengaruhi oleh tingkat energi
p a h (P < 0.01). Tingkat kecemaan BK tertinggi terjadi pada pakan perlakuan
dengan tingkat kandungan protein dan energi sebesar 18 %
dan
13.4 MJ/kg, danterendah terlihat pada perlakuan pakan dengan tingkat kandungan protein kssar
dan energi 21 % BK dan 13.4 MJkg BK. Dari
data
yang diperoleh terlihatadanya hubungan antara kemampuan temak untuk mencerna BK dengan
kandungan ADF pakan. Hubungan tersebut menghti pemmam Y = 585.24
-
2.767X;
r = 0.52 dengan tingkat keeratan hubungan persamaan sangatnyata(P < 0.01).
Kisaran protein kasar yang dapat dicerna (PKDD) adalah 108.18 g sampai
164.21 g/ekorhari atau setam dengan 1 1.9 g sampai 15.80 g/ kgBBO.". Makin
tinggi kadar protein kasar pakan maka semakin tinggi pula tingkat protein kasar
0.752 X; r = 0.95
(P
< 0.001).Ketersediaan energi yang dapat dicerna (ET) menunjukkan perbedaan
yang sangat nyata (P < 0.01) sebagai akibat tingkat kandungan energi pakan,
dengan rataan energi tercema sebesar 8.84 MJ/ekor /hari. Dengan asumsi energi
methan (EMt) wtara dengan 8 % dari energi yang dikonsumsi maka rataan
energi metabolis (EM) yang berhasil dikonsumsi adalah 7.37 MJ/hari. Jumlah
tersebut lebih rendah 0.84
MJ
unit jika dibandingkan dengan yang pernahdilaporkan. Dengan perkataan lain EM yang berhasil dikonsumsi hanya
memberikan 90 % dari yang dibutuhkan domba bunting. Hubungan antara
energi yang dikonsumsi (EK) dan EM, dapat digambarkan dengan persamaan
garis Y =
-
65.13+
0.61 X ; ( r = 0.94; P < 0.01 ). Pada penelitian inidiperoleh infmmasi bahwa rataan kadar asamp hidroksi butirat
p-OHB)
darahdomba adalah 0.54 mMoYd1. Niai tersebut menunjukkan bahwa ternak
penelitian cukup mendapat pasolcan energi dari pakan. Huburrgan sangat nyata
(P 4 0.01) terjadi antara
ksdar
asam a-hidroxibutirat plasma d a d (mMoVdl)dengan
EM
(MJ/ekor) mengikuti persamaan Y = 0.7494-
0.016037X;
dengantingkat keeratan hubungan r = 0.43 (P < 0.05).
Perbedaan jumlah nitrogen yang dikoflsumsi dengan yang dikeIuarkan dari
tubuh bersarna fcses dm urin merupakan gambaran tingkat nitrogen yang dapat
Perlakuan pakan mernberikan gambaran yang positif dengan meningkatnya kadar
protein kasar dalarn pakan Hubungan antara nitrogen yang dikonsumsi dengan
nitrogen yang tertinggal mengkuti persamaan
Y
=-
0.37+
0.55X;
r = 0.87( P < 0.01). Dari persamaan tersebut diketahui bahwa kebutuhan nitrogen untuk
hidup pokok domba bunting adalah 0.67g/kgBH!"' dan jumlah tersebut lebih
banyak 0.14 unit jika dibandingkan dengan yang dilaporkan terdahulu Dengan
perkataan lain untuk mememuhi kebutuhan hidup pokok domba bunting dengan
BH 35 kg membutuhkan nitrogen sejumlah 9.6 g atau setara dengan 60.3 g
PWekor.
Retensi energi pada umumnya dinyatakan dengan tingkat produksi temak
yang bersangkutan, misainya pertambahan bobot hidup harian (PBHH). Rataan
PBHH, yakni 176 g tidak dipengaruhi oleh kadar protein dan energi pakan.
Hubungan antara tingkat retensi energi (PBHH, glekor) dengan energi metabolis
(EM, KJIekor) mengrkuti persamaan Y = 83 1 5.497
-
120.26 X dengan tingkathubungan r = 0.84 (P < 0.01). Bila p a m a a n temebut diekstrapolasi
sehingga PBHH sama dengan 0 g maka EM yang diperoleh adalah 69.15 KJ. Dengan mempergunakan persamaan energi terretensi (ER) sama dengan selisih
energi metabolis (EM) dengan pr&i panas (PP) maka produksi panas harian
h b a bunting adalah 69.15 KJ/hari. Bila rataan EM yang diionsumsi d ' i a n g i
setara dengan 176 g PBHH. Data tersebut memberi gambaran untuk setiap g
PBBH membutuhkan 41.48 KJ EM. Nilai tersebut lebih rendah dari yang pernah
dilaporkan Rattray, et al. (1 974), yakni 43.58 KJ E M Dari peubah yang diamati
diperoleh bahwa kebutuhan domba ekor tipis akan protein kasar mengikuti
pemmaan, PK(kg) = 1.03
+
0.0083 BH"" (kg)+
0.0997 PBHH (kg)-
0.204 logEM/PK (KJ/kg); r = 0.65(P < 0.01); sedangkan kebutuhan energi menghti
persamaan EM(MJ) =
-
40.63+
0.3 5 BH O*'s (kg)-
4.63 PBHH (kg)+
9.61 logEMBK (KJkg), r = 0.62( P < 0.01). Dari kedua persamaan pendugaan
kebutuhan PK dan EM diketahui bahwa domba ekor tipis Indonesia yang sedang
bunting membutuhkan 1.2 sampai 1.35 kali lebih banyak jika dibandingkan
dengan yang disarankan NRC (1985).
2. Fase Laktasi.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa konsumsi bahan kering
(g/kgBP73 mempunyai hubungan (P < 0.05) dengan konsumsi NDF
(g/kgBH"73dan mengikuti persmaan Y = 75.93
+
0.263 X; r = 0.63 ( P< 0.05).Konsumsi harian protein kasar sangat nyata (P < 0.01) dipengaruhi oleh kadar
protein pakan percob- Lebih jauh tealhat bahwa ketersediaan protein kasar untuk dapat diserap sangat nyata (P < 0.01) dipengaruhi oleh kadsr protein kasar
pakan percobaan. Tedihat bahwa semakin tinggi kadar protein kasar yang