• Tidak ada hasil yang ditemukan

Food Security in Eastern Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Food Security in Eastern Indonesia"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

KETAHANAN PANGAN

DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

TRIANA RACHMANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

(4)
(5)

TRIANA RACHMANINGSIH. Food Security in Eastern Indonesia. Under direction of DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO and MUHAMMAD FIRDAUS.

This study aims at analyzing the dynamics of food security and the factors that influence food security in Eastern Indonesia. Food security levels for household are grouped into four, namely food secure, vulnerable, questionable and food insecure. The methodology used is panel data tobit model of 190 districts/cities in the Eastern Indonesia from 2008 to 2010. Results of the research showed that overall consumption of calories and protein in the KTI is below the standard limit of nutritional adequacy. The shares of food expenditures of the eastern Indonesia population are greater than for non-food expenditures. Based on the classification of the food security degree, the majority of households in KTI are including the vulnerable category. Food security is affected by percentage of poor people, GRDP per capita, female illiteracy and average of school. Food availability does not guarantee an increasing in the food security degree in the Eastern Indonesia, but food security is also determined by the accessibility and utilization of food. Education has the highest contribution in improving food security in the KTI. It is seen from the value of the elasticity of average of school the most high.

(6)
(7)

TRIANA RACHMANINGSIH. Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Dibimbing oleh DOMINICUS SAVIO PRIYARSONO dan MUHAMMAD FIRDAUS.

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi individu dan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996). Dalam perspektif sistem ekonomi pangan, ketahanan pangan memiliki tiga pilar utama yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses pangan (food accessibility), dan pemanfaatan pangan (food utilization).

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2009 yang diluncurkan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) menetapkan bahwa terdapat 100 kabupaten paling rentan terhadap kerawanan pangan. Dari 100 kabupaten yang paling rentan tersebut, 80 kabupaten di antaranya berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Berdasarkan data rasio konsumsi normatif terhadap produksi pangan serealia per kapita, terlihat bahwa dari 80 kabupaten rentan rawan pangan di KTI, ada 62,5 persen (50 kabupaten) di antaranyadikategorikan sebagai daerah surplus pangan. Hal ini menunjukkan suatu kontradiksi karena daerah yang dikategorikan rentan terhadap kerawanan pangan ternyata surplus pangan. Dengan kata lain, swasembada pangan di Kawasan Timur Indonesia belum disertai dengan pemenuhan dimensi-dimensi lain untuk mencapai ketahanan pangan yaitu akses dan pemanfaatan pangan.

Pada dasarnya, Kawasan Timur Indonesia sangat berpotensi menjadi kekuatan ekonomi karena menyimpan berbagai keunggulan untuk diberdayakan antara lain sumber daya alam yang melimpah. Namun, sumber daya manusia yang tersedia di kawasan ini sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa sumber daya alamnya sangat berpotensi tetapi pengolahannya masih sangat minim atau belum optimal. Keberhasilan membangun KTI akan menciptakan kesejahteraan tidak hanya di KTI saja tetapi juga bagi seluruh bangsa, karena potensi ekonomi di kawasan tersebut terutama di sektor pertanian luar biasa besarnya.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika dan situasi ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia serta faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia. Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan protein dihitung dengan mengalikan kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan protein setiap jenis makanan, kemudian hasilnya dijumlahkan. Angka kecukupan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) menetapkan patokan kecukupan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masing-masing 2000 kkal dan 52 gram protein.

(8)

Nasional (Susenas) Panel 2008-2010, produksi tanaman pangan, kemiskinan, PDRB, panjang jalan, angka harapan hidup, angka melek huruf dan data pendukung lainnya. Dalam penelitian ini, tanaman pangan meliputi tujuh komoditas yaitu padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai. Data yang dikumpulkan merupakan data panel yaitu gabungan antara data time series 3 tahun (2008-2010) dan data cross section 190 kabupaten/kota di KTI.

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dengan metode regresi model tobit data panel. Analisis deskriptif dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jumlah rumah tangga sampel Susenas Panel di KTI tahun 2008 sebesar 19.002 rumah tangga, tahun 2008 sebesar 19.137, dan pada tahun 2010 sebesar 18.966 rumah tangga. Penghitungan ketahanan pangan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua indikator yaitu ketercukupan kalori yang dikonsumsi dan besarnya pangsa pengeluaran pangan.

Berdasarkan hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa dinamika ketahanan pangan di KTI dari tahun 2008 sampai dengan 2010 berfluktuasi terutama untuk daerah perkotaan. Tahun 2009, persentase rumah tangga tahan pangan di perkotaan merosot tajam dan kembali meningkat pada tahun 2010. Berdasarkan penghitungan derajat ketahanan pangan, didapatkan bahwa pada tahun 2008-2010 sebagian besar rumah tangga di KTI terutama di perdesaan termasuk ke dalam kategori rentan terhadap rawan pangan.

Ketahanan pangan dipengaruhi secara signifikan oleh persentase penduduk miskin, PDRB per kapita, persentase perempuan buta huruf dan rata-rata lama sekolah. Peubah rata-rata lama sekolah sebagai proksi pemanfaatan pangan memiliki nilai elastisitas tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pengetahuan dalam pemanfaatan pangan memiliki pengaruh terbesar terhadap ketahanan pangan di KTI. Terkait dengan itu maka pendidikan hendaknya menjadi prioritas utama dalam meningkatkan ketahanan pangan di KTI. Rata-rata lama sekolah penduduk di KTI baru berkisar sebesar 7,25 tahun, sehingga program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun perlu mendapatkan prioritas kebijakan di KTI.

(9)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

DI KAWASAN TIMUR INDONESIA

TRIANA RACHMANINGSIH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)
(14)
(15)

NRP : H151104474 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M.S. Ketua

Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si.

Tanggal Ujian: 1 Agustus 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(16)
(17)

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada penulis, khususnya kepada:

1. Kepala BPS yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB.

2. Dr. Ir. D.S Priyarsono, M.S. dan Muhammad Firdaus, S.P., M.Si., Ph.D. selaku komisi pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat.

3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S. atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr.selaku perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi. 4. Teman-teman di Direktorat Diseminasi Statistik, khususnya Subdit Rujukan

Statistik atas dukungannya dalam bentuk data, saran, dan masukan yang sangat membangun.

5. Ibu, bapak, dan keluarga besar di Klaten atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan.

6. Suamiku tercinta dan anakku tersayang, serta janin dalam kandunganku atas segala pengertian dan kesabarannya selama ini. Kalian adalah motivator terbesarku dalam menyelesaikan penelitian ini.

7. Teman-teman seperjuangan tugas belajar BPS IPB batch 3 khususnya Nurina, Mbak Beta, dan Mbak Fitri atas segala saran dan masukannya.

8. Rekan-rekan kantor lainnya khususnya Mbak Ida (layanan), Mbak Gustin (publikasi), Mbak Nday (perpustakaan), Mas Soni (harga pedesaan), Mbak Ipeh (BPS Kabupaten Bogor), dan Mbak Anna (pemetaan) atas bantuan data dan bimbingannya.

Akhir kata penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu namun namanya tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

(18)
(19)

Penulis bernama Triana Rachmaningsih, dilahirkan di Klaten pada tanggal 15 Mei 1983 dari pasangan Samono dan Sri Lestari. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Joko Sarjito dan dikaruniai satu orang putri bernama Khansa Gaida Salsabila.

Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tonggalan 1 Klaten pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Klaten pada tahun 1995 sampai dengan tahun 1998, dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Klaten pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Kemudian pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan jenjang D4 di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta Jurusan Komputasi Statistik sampai dengan tahun 2005. Selanjutnya penulis bekerja di Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dan bertugas di Direktorat Diseminasi Statistik, Subdit Rujukan Statistik, hingga sekarang.

(20)
(21)

xix

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Tinjauan Teori ... 11

2.1.1. Ketahanan Pangan ... 11

2.1.2. Kerawanan Pangan ... 14

2.1.3. Pangsa Pengeluaran Pangan ... 15

2.1.4. Kerawanan Pangan dan Kemiskinan... 16

2.1.5. Ketahanan Pangan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 18

2.1.6. Kawasan Timur Indonesia (KTI) ... 19

2.2. Tinjauan Empiris ... 20

2.3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 22

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 26

3.2.1. Analisis Deskriptif ... 26

3.2.2. Analisis Regresi Model Tobit Data Panel ... 28

3.3. Spesifikasi Model ... 32

3.4. Perangkat Lunak (Software) ... 35

(22)

xx

4.1. Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein ... 37

4.2. Ketersediaan Pangan (Food Availability) ... 39

4.3. Akses Pangan (Food Accessibility)... 41

4.4. Pemanfaatan Pangan (Food Utilization) ... 44

4.5. Pola Konsumsi Rumah Tangga ... 46

4.6. Pola Pengeluaran Kawasan Timur Indonesia ... 49

4.7. Derajat Ketahanan Pangan di Kawasan Timur Indonesia ... 50

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KETAHANAN

(23)

xxi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rasio Produksi terhadap Konsumsi Beras Beberapa Negara ASEAN

(Persen) ... 2 2 Produksi dan Impor Beras di Indonesia Tahun 2000-2010 ... 3 3 Jumlah Kabupaten Paling Rentan terhadap Kerawanan Pangan ... 7 4 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010

(Persen) ... 9 5 Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 27 6 Produksi Padi per Kapita Provinsi di KTI Tahun 2002-2010 (Ton) ... 40 7 Rasio Panjang Jalan Baik dan Sedang terhadap Luas Wilayah (km/km2) .. 43 8 Persentase Rumah Tangga Penerima Raskin di KTI Tahun 2008-2010

(Persen) ... 44 9 Persentase Perempuan Buta Huruf di KTI Tahun 2008-2010 (Persen) ... 45 10 Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan

dan Klasifikasi Desa di KTI Tahun 2008-2010 (Kkal) ... 47 11 Persentase Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Beberapa Komoditas

Pangan di KTI Tahun 2008-2010 (Persen) ... 48 12 Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan

dan Klasifikasi Desa di KTI Tahun 2008-2010 (Gram) ... 49 13 Rata-rata Pangsa Pengeluaran per Kapita untuk Makanan dan Bukan

Makanan di KTI ... 50 14 Derajat Ketahanan Pangan (Persen) ... 51 15 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketahanan Pangan di

(24)
(25)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Persentase Kabupaten Rentan Pangan Menurut Ketersediaan Serealia di KTI Tahun 2009... 8 2 Pilar Ketahanan Pangan. ... 13 3 Kurva Engel untuk Kebutuhan Pokok. ... 16 4 Kerangka Pemikiran. ... 23 5 Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita Sehari Menurut Provinsi di KTI

Tahun 2008-2010 (Kkal). ... 37 6 Rata-rata Konsumsi Protein per Kapita Sehari Menurut Provinsi di KTI

(26)
(27)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Rata-rata Konsumsi Kalori dan Protein per Kapita Sehari Menurut Provinsi

di KTI Tahun 2008-2010 (kkal) ... 77 2 Produksi Pangan di KTI Tahun 2008-2010 (Ton) ... 78 3 Persentase Rumah Tangga berdasarkan Konsumsi Kelompok Makanan di

KTI ... 80 4 Persentase Rumah Tangga Menurut Derajat Ketahanan Pangan di KTI

Tahun 2008-2010... 81 5 Daftar 100 Kabupaten Paling Rentan terhadap Kerawanan Pangan di

Indonesia Tahun 2009 ... 83 6 Persentase Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Kabupaten di KTI

Tahun 2008... 85 7 Persentase Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Kabupaten/Kota di

KTI Tahun 2009 ... 89 8 Persentase Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Kabupaten di KTI

(28)
(29)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia setiap saat, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas, keamanan, gizi, dan keterjangkauan oleh daya beli masyarakat. Kekurangan pangan tidak hanya dapat menimbulkan dampak ekonomi tetapi juga dapat mengancam keamanan sosial. Oleh karena itu, pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi secara bersama-sama oleh negara dan masyarakat. Sebagaimana tujuan pertama Millennium Development Goals (MDGs) yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang ekstrem, dimana ditargetkan pada tahun 2015 tingkat kemiskinan dan tingkat kelaparan berkurang hingga setengah dari tingkat yang ada ketika penandatanganan kesepakatan tersebut bulan September 2000. Keberhasilan untuk memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi jumlah penduduk miskin merupakan tantangan besar bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan nasional.

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi individu dan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996). Bank Dunia dalam Hanani (2012) menyatakan bahwa ketahanan pangan yang ditujukan untuk perbaikan gizi merupakan suatu investasi yang sangat menguntungkan. Setidaknya ada tiga alasan suatu negara perlu melakukan ketahanan pangan. Pertama, memiliki economic return yang tinggi. Kedua, terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan ketiga, membantu menurunkan tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktivitas kerja, pengurangan lamanya sakit, dan pengurangan biaya pengobatan.

(30)

2010 sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 15,34 persen. Sedangkan data ketenagakerjaan menunjukkan bahwa pada kondisi Agustus 2010, persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian merupakan yang tertinggi dibandingkan sektor yang lain yaitu sebesar 38,35 persen.

Keterpurukan pada sektor pertanian, menyebabkan terganggunya stabilitas negara. Kekeliruan besar dalam mempertahankan swasembada pangan disebabkan oleh kegagalan dalam melihat bahwa telah terjadi perubahan besar dalam tata hubungan ekonomi industri dunia, dan gagal memahami perlunya revolusi hijau gelombang kedua yaitu usaha dalam memperkenalkan manajemen dalam produksi pangan dan memandang bahwa sektor pertanian bukan sebagai industri rumah tangga namun sebagai industri modern (Sumodiningrat, 2000).

Salah satu komoditi pangan yang utama adalah beras. Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara di ASEAN dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negerinya yang ditunjukkan dengan nilai rasio diatas 100 persen, termasuk salah satunya adalah Indonesia. Brunei Darussalam memiliki nilai rasio produksi terhadap konsumsi beras yang sangat kecil sehingga negara tersebut melakukan impor beras sangat tinggi, sebagaimana data FAO menyebutkan rasio impor terhadap konsumsi beras di Brunei Darussalam sebesar 118,2 persen pada periode 2006-2008.

Tabel 1 Rasio Produksi terhadap Konsumsi Beras Beberapa Negara ASEAN (persen)

Nama Negara 1990-1992 1995-1997 2000-2002 2006-2008

(31)

setahun adalah sebesar 26,96 juta ton (113,48 kg dikalikan 237,6 juta). Selain itu, ton (26,96 juta ditambah 3,15 juta ditambah 1,5 juta).

Tabel 2 Produksi dan Impor Beras di Indonesia Tahun 2000-2010 (Juta Ton) Tahun Produksi Padi Produksi Beras Impor Beras

Berdasarkan Tabel 2, produksi beras Indonesia tahun 2010 sebesar 38,78 juta ton. Nilai ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan beras sebesar 31,61 juta ton sehingga masih ada surplus sebesar 7,17 juta ton. Namun demikian, ternyata masih ada impor beras selama tahun 2010 sebesar 688 ribu ton sebagai antisipasi pemenuhan kebutuhan beras untuk operasi pasar pada musim paceklik dan musim harga beras tinggi di tingkat konsumen. Swasembada pangan nasional sebenarnya sudah terpenuhi, namun masih terdapat masalah distribusi pangan antardaerah yang berdampak pada aksesibilitas pangan yang tidak merata. Dengan demikian, persediaan pangan yang cukup secara nasional belum menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau individu.

(32)

umumnya, daerah yang mengalami defisit beras adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang relatif sulit dijangkau sehingga membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, perlu dibangun swasembada pangan di masing-masing daerah dalam KTI itu sendiri. Selain itu, Pulau Jawa dan Sumatera adalah produsen tanaman pangan terbesar di Indonesia. Kepadatan penduduk di kedua pulau ini semakin lama semakin tinggi, sehingga banyak lahan pertanian yang berubah menjadi lahan pemukiman dan industri. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pembangunan pertanian di Kawasan Timur Indonesia.

Pada dasarnya, Kawasan Timur Indonesia sangat berpotensi menjadi kekuatan ekonomi karena menyimpan berbagai keunggulan untuk diberdayakan antara lain sumber daya alam yang berlimpah. Namun, sumber daya manusia yang tersedia di kawasan ini sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa sumber daya alamnya sangat berpotensi tetapi pengolahannya masih sangat minim atau belum optimal. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud menganalisis ketahanan pangan regional di Kawasan Timur Indonesia.

Pembangunan Kawasan Timur Indonesia masih diwarnai beberapa permasalahan umum seperti permasalahan pertanian tradisional dan subsistemnya, masih adanya kasus busung lapar yang diderita warga, tingginya angka kematian, kemiskinan dan keterisolasian, terbatasnya pasokan air minum, listrik, dan energi, masih terbatasnya sarana dan prasarana transportasi untuk memudahkan aksesibilitas, bencana alam, masih rendahnya kualitas hidup masyarakat, serta masih rawannya ancaman separatisme. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi penyebab pembangunan di Kawasan Timur Indonesia berjalan lambat karena masih minimnya sarana dan prasarana/infrastruktur dasar, sumber daya manusia yang rendah, serta industrialisasi yang belum berkembang.

1.2. Perumusan Masalah

(33)

mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan pilar pemanfaatan berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan, dan kehalalannya.

Ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri dihadapkan pada masalah pokok yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan pertumbuhan penduduk yang positif menyebabkan permintaan pangan terus meningkat. Padahal ketersediaan sumber daya lahan semakin lama semakin berkurang, karena desakan peningkatan penduduk beserta aktivitas ekonominya menyebabkan terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan, semakin terbatas dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi akibat kerusakan hutan, rusaknya sekitar 30 persen prasarana pengairan, dan persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan pemukiman (Nainggolan dalam Purwaningsih, 2008). Artinya, ketersediaan pangan diperkirakan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang terus bertambah jika tidak ada perhatian khusus dari pemerintah.

(34)

tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah konsumen. Keamanan jalur distribusi dan adanya pungutan liar mengakibatkan biaya distribusi tinggi pada berbagai produk pangan.

Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah mengenai konsumsi yang sebagian besar dari padi-padian. Dengan demikian diperlukan diversifikasi konsumsi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras per kapita, serta mengembangkan industri dan bisnis pangan yang lebih beragam. Selain itu, konsumsi energi penduduk Indonesia masih lebih rendah dari yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) yaitu menetapkan patokan kecukupan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masing-masing 2000 kkal dan 52 gram protein.

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2009 yang disusun oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) menetapkan bahwa berdasarkan indeks ketahanan pangan komposit terdapat 100 kabupaten yang paling rentan terhadap kerawanan pangan. Indeks komposit ini menggunakan 13 indikator antara lain:

1) Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar.

2) Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

3) Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai. 4) Persentase rumah tangga tanpa akses listrik.

5) Angka harapan hidup pada saat lahir. 6) Berat badan balita di bawah standar. 7) Perempuan buta huruf.

8) Persentase rumah tangga tanpa akses ke air bersih.

9) Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan. 10) Bencana alam.

11) Penyimpangan curah hujan. 12) Persentase daerah puso. 13) Deforestasi hutan.

(35)

kabupaten yang paling rentan tersebut, 80 kabupaten diantaranya berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Tabel 3 Jumlah Kabupaten Paling Rentan terhadap Kerawanan Pangan Pulau Jumlah Kabupaten Rentan Pangan

Berdasarkan data rasio konsumsi normatif terhadap produksi pangan serealia per kapita tahun 2009 (Lampiran 6), terlihat bahwa dari 80 kabupaten rentan pangan di KTI, 50 kabupaten diantaranya memiliki nilai rasio konsumsi terhadap produksi kurang dari 1, artinya daerah tersebut surplus pangan untuk produksi serealia. Definisi dan perhitungan produksi serealia ini didasarkan pada data rata-rata produksi bersih padi, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar dihitung dengan menggunakan faktor konversi standar. Rata-rata produksi bersih ubi kayu dan ubi jalar dibagi dengan 3 (faktor konversi serealia) untuk mendapatkan nilai yang setara dengan serealia, kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi. Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/orang/hari dan selanjutnya dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan bersih serealia per kapita. Rasio lebih besar dari 1 menunjukkan daerah defisit pangan dan daerah dengan rasio lebih kecil dari 1 merupakan daerah surplus pangan untuk produksi serealia.

(36)

Sumber: DKP (diolah)

Gambar 1 Persentase Kabupaten Rentan Pangan Menurut Ketersediaan Serealia di KTI Tahun 2009.

Ketertinggalan pembangunan di salah satu kawasan berpotensi menjadi sumber masalah nasional yang jika tidak ditangani secara proporsional dapat menjadi sumber pemicu ketidakadilan yang dapat mengkristal menjadi ancaman disintegrasi bangsa. Kawasan Timur Indonesia adalah bagian integral dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang memerlukan sentuhan, perhatian, dan keadilan dalam pembangunan. Keberhasilan membangun KTI akan menciptakan kesejahteraan tidak hanya di KTI tapi bagi seluruh bangsa, karena potensi ekonomi di kawasan tersebut terutama di sektor pertanian besar.

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi di KTI memiliki kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Nuhung (2010) menyatakan bahwa Kawasan Timur Indonesia merupakan sleeping potential. Hal ini dikarenakan KTI memiliki sumber daya lahan, pertanian, perairan, fauna dan flora yang sangat bervariasi sehingga hampir semua jenis tumbuhan dan hewan dapat ditemukan di kawasan ini. Namun, potensi tersebut belum bahkan masih sangat sedikit dikembangkan sehingga kontribusi dalam pembangunan nasional masih jauh dari optimal. Oleh karena itu, perlu adanya terobosan yang didukung oleh kebijakan dan program pembangunan di semua sektor KTI.

30 kabupaten (37,50%) 50 kabupaten

(62,50%)

(37)

Tabel 4 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010

*) 1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri Pengolahan

4. Listrik, gas, dan air bersih 5. Konstruksi

6. Perdagangan, hotel, dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi

8. Keuangan, real estat, dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa

Sumber: BPS

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Bagaimana situasi dan dinamika ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis situasi dan dinamika ketahanan pangan di Kawasan Timur

Indonesia.

(38)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menentukan arah dan strategi kebijakan ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia yang lebih baik. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan kajian dan wawasan keilmuan untuk penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik dan mendalam khususnya dalam bidang ketahanan pangan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi dua aspek penting yaitu menganalisis situasi dan dinamika ketahanan pangan di KTI serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini mencakup 190 kabupaten/kota dan 16 provinsi di Kawasan Timur Indonesia pada tahun 2008-2010. Data yang digunakan merupakan data sekunder antara lain data Kor dan Modul Konsumsi Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel 2008-2010, PDRB, penduduk miskin, angka melek huruf, panjang jalan, dan data pendukung lainnya.

(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Ketahanan Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam rangka mewujudkan pemenuhan kebutuhan akan pangan bagi seluruh penduduk di suatu wilayah, maka ketersediaan pangan menjadi sasaran utama dalam kebijakan pangan bagi pemerintahan suatu negara. Ketersediaan pangan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber, yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasukan pangan; dan (3) cadangan pangan. Bila terjadi kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan pangan di suatu wilayah dapat diatasi dengan melepas cadangan pangan, oleh sebab itu cadangan pangan merupakan salah satu komponen penting dalam ketersediaan pangan.

Konsep ketahanan pangan menurut UU Nomor 7 Tahun 1996 menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Konsep ketahanan pangan tersebut sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) yaitu akses setiap rumah tangga dan individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara pada World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dimana semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat.

(40)

atau individu. Pilar utama yang menentukan ketahanan pangan adalah (DKP, 2009):

1) Ketersediaan pangan (food availability)

Merupakan tersedianya pangan secara fisik di daerah, yang diperoleh baik dari hasil produksi domestik, impor/perdagangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan dari produksi domestik, masuknya pangan melalui mekanisme pasar, stok pangan yang dimiliki pedagang dan pemerintah, serta bantuan pangan baik dari pemerintah maupun dari badan bantuan pangan. Ketersediaan pangan dapat dihitung pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau tingkat masyarakat.

2) Akses pangan (food accessibility)

Adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan maupun kombinasi diantara kelimanya. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut di atas.

3) Pemanfaatan pangan (food utilization)

Pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi (konversi zat gizi secara efisien oleh tubuh). Pemanfaatan pangan juga meliputi cara penyimpanan, pengolahan dan penyiapan makanan termasuk penggunaan air dan bahan bakar selama proses pengolahannya serta kondisi higiene, budaya atau kebiasaan pemberian makan terutama untuk individu yang memerlukan jenis makanan khusus, distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai kebutuhan masing-masing individu (pertumbuhan, kehamilan, menyusui dll) dan status kesehatan masing-masing anggota rumah tangga.

(41)

dimensi tersebut tidak terpenuhi, maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Demikian pula, walaupun ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat dapat dikatakan cukup, namun jika stabilitas harga pangan tidak mampu terjaga secara baik maka ketahanan pangan tidak dapat dikatakan cukup kuat. Ketersediaan pangan juga mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat memenuhi standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan peningkatan standar hidup sumber daya manusia Indonesia.

Sumber: FAO, 2007

Gambar 2 Pilar Ketahanan Pangan.

Berdasar konsep tersebut, maka terdapat beberapa prinsip yang terkait dengan ketahanan pangan (food security) baik langsung maupun tidak langsung, yang harus diperhatikan (Sumardjo, 2006):

 Rumah tangga sebagai unit perhatian terpenting pemenuhan kebutuhan pangan nasional maupun komunitas dan individu.

 Kewajiban negara untuk menjamin hak atas pangan setiap warganya yang terhimpun dalam satuan masyarakat terkecil untuk mendapatkan pangan bagi keberlangsungan hidup.

(42)

 Produksi pangan yang sangat menentukan jumlah pangan sebagai kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan.

 Mutu pangan yang nilainya ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman.

 Keamanan pangan (food safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan membahayakan keadaan manusia.

 Kemerataan pangan merupakan dimensi penting keadilan pangan bagi masyarakat yang ukurannya sangat ditentukan oleh derajat kemampuan negara dalam menjamin hak pangan warga negara melalui sistem distribusi produksi pangan yang dikembangkannya. Prinsip kemerataan pangan mengamanatkan sistem pangan nasional harus mampu menjamin hak pangan bagi setiap rumah tangga tanpa terkecuali.

 Keterjangkauan pangan mempresentasikan kesamaan derajat keleluasaan akses dan kontrol yang dimiliki oleh setiap rumah tangga dalam memenuhi hak pangan mereka. Prinsip ini merupakan salah satu dimensi keadilan pangan yang penting untuk diperhatikan.

2.1.2. Kerawanan Pangan

(43)

penyakit infeksi, bencana alam, pengungsian, berubahnya fungsi pasar, tingkat besarnya hutang, perpindahan penduduk (migrasi), dan lain-lain. Kerawanan pangan sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunnya daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis.

Kerentanan terhadap kerawanan pangan mengacu pada suatu kondisi yang membuat suatu masyarakat yang beresiko rawan pangan menjadi rawan pangan. Tingkat kerentanan individu, rumah tangga atau kelompok masyarakat ditentukan oleh tingkat keterpaparan mereka terhadap faktor-faktor resiko/goncangan dan kemampuan mereka untuk mengatasi situasi tersebut baik dalam kondisi tertekan maupun tidak.

2.1.3. Pangsa Pengeluaran Pangan

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan atau ditabung.

Hubungan antara pendapatan dan konsumsi barang telah dipelajari secara meluas oleh para ekonom, salah satunya adalah Engel. Hasil penelitian Engel menyatakan bahwa proporsi pengeluaran total yang ditujukan untuk makanan menurun sementara pendapatan meningkat. Dengan kata lain, makanan merupakan bahan kebutuhan pokok konsumsi yang meningkat lebih lambat daripada pendapatan. Hipotesis ini dikenal sebagai “Hukum Engel”.

(44)

Kurva Engel yang diturunkan dari kurva kepuasan yang sama dari individu menunjukkan bahwa pada kebutuhan pokok, pangsa pengeluaran untuk barang tersebut akan menurun sementara pendapatan meningkat.

Sumber: Nicholson, 1995

Gambar 3 Kurva Engel untuk Kebutuhan Pokok.

Penggunaan pangsa pengeluaran dalam menetukan ketahanan pangan rumah tangga juga digunakan oleh Jonsson et al. dalam Maxwell et al. (2000) dengan menggunakan klasifikasi silang antara jumlah ketercukupan kalori dan pangsa pengeluaran makanan. Kedua indikator ini dinilai sederhana namun mampu merepresentasikan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Begitupula hasil penelitian Ilham dan Sinaga (2007) yang menyatakan bahwa pangsa pengeluaran pangan layak dijadikan indikator ketahanan pangan karena mempunyai hubungan yang erat dengan berbagai ukuran ketahanan pangan yaitu tingkat konsumsi, keanekaragaman pangan, dan pendapatan serta memiliki ciri yang dapat diukur dengan angka, cukup sederhana untuk memperoleh dan menafsirkannya, objektif dan responsif terhadap perubahan-perubahan akibat adanya perubahan kondisi perekonomian, kebijakan dan program pembangunan.

2.1.4. Kerawanan Pangan dan Kemiskinan

(45)

hidup, pendapatan, distribusi pendapatan dan stratifikasi sosial. Bagi yang memperhatikan konsep tingkat hidup yaitu tidak hanya menekankan tingkat pendapatan saja tetapi juga masalah pendidikan, perumahan, kesehatan dan kondisi-kondisi sosial lainnya dari masyarakat.

Hariyati dan Raharto (2012) menyatakan bahwa definisi kemiskinan bisa dilihat dari beberapa segi:

1) Dilihat dari standar kebutuhan hidup yang layak/pemenuhan kebutuhan pokok.

Golongan ini mengatakan bahwa kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok/dasar disebabkan karena adanya kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar hidup yang layak. Definisi ini merupakan kemiskinan absolut/mutlak yakni tidak terpenuhinya standar kebutuhan pokok/dasar.

2) Dilihat dari segi pendapatan/penghasilan income

Kemiskinan oleh golongan ini dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan/ penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

3) Dilihat dari segi kesempatan/opportunity

Kemiskinan adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan (meraih) basis kekuasaan sosial.

Kemiskinan di Indonesia merupakan fenomena yang erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi di perdesaan pada umumnya dan di sektor pertanian pada khususnya. Oleh sebab itu, fenomena kemiskinan di Indonesia tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami fenomena kemiskinan di perdesaan atau di sektor pertanian. Banyak peneliti lain juga menekankan sangat pentingnya pertumbuhan pertanian dan ekonomi perdesaan pada umumnya bagi penurunan kemiskinan di Indonesia selama ini.

(46)

lainnya. BPS setiap tahun menetapkan besarnya garis kemiskinan berdasarkan hasil Susenas modul konsumsi. Garis kemiskinan berbeda-beda untuk tiap provinsi tergantung besarnya biaya hidup minimum masing-masing provinsi.

2.1.5. Ketahanan Pangan dan Pertumbuhan Ekonomi

Ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi berinteraksi saling menguatkan dalam mencapai pembangunan nasional. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh masyarakat miskin atau yang dikenal dengan pro poor growth adalah salah satu komponen strategi pencapaian ketahanan pangan (Timmer, 2004). Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang pesat adalah sarana utama negara-negara Asia untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan.

Ilham (2006) dalam analisisnya menunjukkan hubungan antara pangsa pengeluaran pangan dengan PDRB per kapita memiliki arah yang berlawanan. Semakin tinggi PDRB per kapita maka pangsa pengeluaran pangan cenderung makin menurun. Namun, jika diamati lebih cermat, terlihat adanya hubungan yang sedikit anomali antara pangsa pengeluaran pangan dengan PDRB per kapita. Ada beberapa provinsi yang PDRB per kapitanya relatif rendah, memiliki pangsa pengeluaran yang juga relatif rendah seperti Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya Kalimantan Timur memiliki PDRB per kapita yang lebih tinggi, tetapi pangsa pengeluaran pangan penduduknya masih relatif tinggi. Anomali tersebut membuktikan bahwa bukan hanya PDRB per kapita yang menentukan ketahanan pangan atau tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah. Ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan pola konsumsi juga menentukan ketahanan pangan di suatu daerah.

(47)

2.1.6. Kawasan Timur Indonesia (KTI)

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2000 Tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia memutuskan bahwa provinsi-provinsi yang termasuk dalam KTI antara lain: alokasi proyek pembangunan yang ditetapkan atas dasar jumlah penduduk. Kebijakan ini tidak berhasil membangun fundamen ekonomi rakyat yang kuat. Akan lain halnya jika kebijakan alokasi proyek tersebut ditetapkan atas dasar luas wilayah. Kawasan Timur Indonesia, yang wilayahnya jauh lebih luas dan memiliki potensi maupun sumberdaya pembangunannya lebih bervariasi akan lebih berkembang. Fundamen ekonomi rakyat di kawasan itu akan lebih kokoh, dan sekaligus akan memperkuat ketahanan sosial, ekonomi, budaya dan politik nasional.

Mappamiring (2006) menyatakan bahwa untuk menyingkirkan kesan adanya pusat dan daerah pinggiran, dan adanya polarisasi kemajuan pembangunan di Kawasan Barat dan Timur Indonesia, maka perlu pembangunan infrastruktur di berbagai sektor di KTI. Namun, perlu dipahami bahwa ada banyak kendala untuk membangun KTI. Karena itu niat baik pemerintah dan wakil-wakil rakyat di pusat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

(48)

Bagaimanapun, keberhasilan pengembangan Kawasan Timur Indonesia dapat mengurangi beban kependudukan di Kawasan Barat, terutama di Jawa. Melalui transmigrasi, tekanan kependudukan di Jawa dapat dikurangi dan pembangunan di KTI dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di kawasan itu dan di Indonesia.

Wilayah yang begitu luas dengan potensi SDA yang memadai, sudah barang tentu dapat memberi kontribusi yang besar pada pengembangan ekonomi nasional. Namun demikian, hal ini akan terjadi, jika seluruh elemen bangsa menyadari pentingnya paradigma baru pembangunan yang spesifik daerah, tanpa meremehkan aspek kesatuan negara-bangsa, terutama untuk pengembangan Kawasan Timur Indonesia yang masih tertinggal.

Pembangunan regional ialah bagian integral dari pembangunan nasional. Sejak awal strategi pembangunan di Indonesia bertumpu pada pembangunan nasional. Ada harapan bahwa pada gilirannya hasil pembangunan nasional akan terdistribusi ke tingkat regional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa yang dianut pada awal strategi pembangunan adalah penerapan fungsi alokatif atau distribusi dalam perencanaan pembangunan nasional, yang dijabarkan lebih jauh dalam strategi pembangunan regional. Uraian-uraian tersebut di atas mengisyaratkan bahwa Kawasan Timur Indonesia mendambakan kebijakan dan program yang Go to East, yang didasarkan pada keyakinannya bahwa cahaya kemajuan bangsa ke depan bersinar dari ufuk timur yang tidak hanya akan menerangi wilayah nusantara tapi dunia.

2.2. Tinjauan Empiris

(49)

variabel yaitu pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi dan konsumsi protein setiap penduduk. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada jangka pendek maupun jangka panjang kebijakan harga pangan dan PDB ternyata berpengaruh terhadap ketersediaan energi di tingkat nasional. Namun di sisi lain, ketersediaan pangan di tingkat nasional tidak menjamin ketahanan pangan rumah tangga.

Omotesho et al (2006) menganalisis determinan ketahanan pangan rumah tangga perdesaan di Negara Bagian Kwara, Nigeria. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dari 165 rumah tangga tani perdesaan dengan teknik sampling acak tiga tahap (three-stage random sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepertiga dari rumah tangga tani perdesaan termasuk rawan pangan. Variabel yang signifikan memengaruhi ketahanan pangan rumah tangga perdesaan di daerah ini antara lain ukuran rumah tangga petani, pendapatan kotor pertanian, serta ukuran rumah tangga dan total pendapatan non pertanian. Penelitian ini merekomendasikan untuk mendiversifikasi sumber-sumber pendapatan rumah tangga petani perdesaan agar mampu memenuhi kebutuhan minimum pangan khususnya ketika tidak musim panen.

Demeke dan Zeller (2009) meneliti tentang pengaruh kondisi sosial ekonomi terhadap ketahanan pangan di perdesaan di Ethiopia dengan menggunakan data panel rumah tangga. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan indeks ketahanan pangan rumah tangga dan pengkategorian rumah tangga berdasarkan tiga kategori yaitu: tahan pangan, rentan pangan dan rawan pangan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, gender kepala rumah tangga (laki-laki/perempuan), umur kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja dalam rumah tangga, tabungan, pinjaman, income dari pertanian dan jumlah ternak yang dimiliki.

(50)

pendekatan pooled ordinary least square, fixed effect, difference generalized method of moments dan system generalized method of moments. Hasil penelitian menyatakan bahwa perubahan iklim berpengaruh secara signifikan terhadap ketahanan pangan, namun harga pangan tidak berpengaruh. Pendapatan penduduk pedesaan berpengaruh negatif terhadap konsumsi pangan. Jumlah tabungan penduduk desa dan kota tidak memengaruhi konsumsi.

Nurlatifah (2011) menganalisis ketahanan pangan regional dan rumah tangga di Provinsi Jawa Timur. Data yang digunakan merupakan data Susenas modul konsumsi tiga tahunan yaitu tahun 2002, 2005, dan 2008. Metode analisis yang digunakan adalah metode regresi data panel untuk menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan regional dan menggunakan model logistik untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan rumah tangga di KTI tahun 2010. Hasil penghitungan ketahanan pangan menunjukkan bahwa persentase penduduk yang rawan pangan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

2.3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

Ketahanan pangan yang stabil baik antarwaktu maupun antardaerah perlu mendapatkan perhatian yang serius. Kebijakan pangan yang komprehensif sangat dibutuhkan untuk menanggulangi berbagai tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan akan tercipta jika tiga pilar utamanya saling mendukung dan menguatkan yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas pangan, dan pemanfaatan pangan. Apabila ada satu saja pilar yang tidak bekerja maka belum menjamin terciptanya ketahanan pangan yang stabil. Salah satu upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan yang stabil yaitu melalui pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Oleh karena itu, peran penduduk yang terlibat di bidang pertanian perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius lagi dalam upaya peningkatan ketahanan pangan.

(51)

infrastruktur di KTI sebagai salah satu pendukung aksesibilitas pangan juga masih rendah dikarenakan daerah yang luas dengan dikelilingi lautan, hutan, dan sungai. Pemanfaatan pangan masyarakat KTI pun masih rendah dimana banyak dijumpai komoditas lokal yang tinggi akan gizi namun tidak dimanfaatkan/diolah dengan baik sehingga nilai gizinya turun. Hal ini dirasa menarik untuk menganalisis situasi ketahanan pangan di KTI.

Gambar 4 Kerangka Pemikiran.

(52)

dengan regresi model tobit data panel. Diharapkan dengan analisis ini diperoleh langkah-langkah kebijakan pembangunan ekonomi yang dapat meningkatkan ketahanan pangan di Kawasan Timur Indonesia.

(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dewan Ketahanan Pangan (DKP). Beberapa data yang bersumber dari BPS antara lain data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), produksi tanaman pangan, PDRB, persentase penduduk miskin, rata-rata lama sekolah, dan data pendukung lainnya. Produksi tanaman pangan dalam penelitian ini meliputi produksi tanaman padi (padi ladang dan padi sawah), jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah. Pemilihan komoditas tanaman pangan disini mengikuti konsep BPS disamping karena sumber energi utama dari asupan energi makanan berasal dari serealia dan umbi-umbian. Data ketersediaan pangan dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tersebut tidak tersedia di tingkat kabupaten/kota. Beberapa data yang bersumber dari DKP antara lain data kabupaten rentan pangan dan rasio konsumsi normatif terhadap produksi per kapita. DKP menyebutkan bahwa besarnya konsumsi normatif serealia per hari per kapita adalah 300 gram yang didasarkan pada profil konsumsi Indonesia. Rentang waktu penelitian ini dari tahun 2008 sampai dengan 2010.

(54)

Susenas mengumpulkan data kor dan modul konsumsi/pengeluaran dan pendapatan rumah tangga. Data kor yang dikumpulkan mencakup antara lain keterangan umum anggota rumah tangga, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, fertilitas, perumahan, dan sosial ekonomi. Sedangkan susenas modul berisi tentang kuantitas dan nilai konsumsi makanan yang mencakup 215 komoditi dengan sub kelompok sebanyak 14 sub kelompok komoditi. Empat belas sub kelompok komoditi tersebut yaitu padi-padian, umbi-umbian, ikan/udang/kerang, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, serta tembakau dan sirih. Pengeluaran/konsumsi rumahtangga untuk non makanan mencakup 108 item pengeluaran dengan sub kelompok sebanyak 6 sub kelompok yaitu perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa, pakaian/alas kaki dan tutup kepala, barang-barang tahan lama, pajak dan asuransi, serta keperluan pesta dan upacara serta berisikan pendapatan, penerimaan, dan pengeluaran bukan konsumsi.

Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan protein dihitung dengan mengalikan kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan protein setiap jenis makanan, kemudian hasilnya dijumlahkan. Angka kecukupan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) menetapkan patokan kecukupan konsumsi kalori dan protein per kapita per hari masing-masing 2000 kkal dan 52 gram protein.

3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Deskriptif

(55)

bentuk analisisnya adalah kegiatan menyimpulkan data mentah dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan. Pengelompokkan atau pemisahan komponen atau bagian yang relevan dari keseluruhan data, juga merupakan salah satu bentuk analisis untuk menjadikan data mudah dikelola.

Penghitungan ketahanan pangan dalam penelitian ini dengan menggunakan dua indikator yaitu ketercukupan kalori yang dikonsumsi dengan besarnya pengsa pengeluaran makanan. Hal ini adalah berdasarkan klasifikasi silang yang digunakan Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000). Adapun derajat ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan ketercukupan gizi dan pangsa pengeluaran ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga

Ketercukupan kalori Pangsa Pengeluaran Makanan Sumber: Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000)

Pangsa pengeluaran pangan adalah rasio pengeluaran untuk belanja pangan dan pengeluaran total penduduk selama sebulan. Pangsa pengeluaran pangan penduduk diperoleh dengan menggunakan data di tingkat rumah tangga kemudian dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Besar pangsa pengeluaran terhadap total pengeluaran diperoleh dari data Susenas BPS. Perhitungan pangsa pengeluaran pangan pada berbagai kondisi, yaitu agregat, desa-kota, dan berbagai kelompok pendapatan penduduk menggunakan formula berikut:

= × 100%

dimana,

PP = Pangsa pengeluaran pangan (%)

(56)

3.2.2. Analisis Regresi Model Tobit Data Panel

Data yang dipergunakan dalam analisis ekonometrika dapat berupa data time series, data cross section, atau data panel. Data panel (panel data) merupakan gabungan data cross section dan data time series. Dengan kata lain, data panel merupakan unit-unit individu yang sama yang diamati dalam kurun waktu tertentu. Secara umum, data panel dicirikan oleh T periode waktu (t = 1,2,...,T) yang kecil dan n jumlah individu (i = 1,2,...,n) yang besar. Namun tidak menutup kemungkinan sebaliknya, yakni data panel terdiri atas periode waktu yang besar dan jumlah individu yang kecil. Regresi dengan menggunakan data panel disebut dengan model regresi data panel.

Menurut Hsiao dan Klevmarken dalam Baltagi (2005), beberapa keuntungan penggunaan data panel adalah sebagai berikut:

1) Data panel mampu mengontrol heterogenitas individu.

2) Data panel dapat memberikan data yang lebih informatif, memiliki variabilitas yang lebih besar, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi.

3) Data panel lebih mampu untuk mempelajari dynamics of adjustment.

4) Data panel lebih mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak terdeteksi dalam cross section murni atau time series murni. 5) Model data panel memungkinkan untuk membangun dan menguji model

perilaku yang lebih kompleks, misalnya fenomena skala ekonomi dan perubahan teknologi.

6) Data panel pada level mikro yang dikumpulkan menurut individu, perusahaan, dan rumah tangga dapat diukur secara lebih akurat dibandingkan variabel yang sama yang diukur pada level makro.

7) Data panel makro memiliki time series yang lebih panjang dan tidak seperti pada analisis time series yang memiliki masalah distribusi non standar dari uji unit root.

(57)

ke-i pada waktu ke-t. Cara yang sering digunakan untuk mengorganisir data panel adalah dengan menuliskannya ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

= standar data panel linier dapat diekspresikan sebagai:

= + (3.2)

dengan β adalah matriks berukuran NT x1 yang diekspresikan sebagai:

=

Metode yang sering digunakan untuk mengestimasi parameter model data panel statis meliputi pooled estimator, fixed effects model dan random effects model. Metode sederhana yang sering digunakan adalah pooled estimator atau dikenal sebagai metode least square yang umumnya digunakan pada model cross section dan time series murni. Data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time series murni sehingga ketika data digabungkan menjadi pool data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section dan time series murni. Akan tetapi, dengan mengabungkan data, maka variasi atau perbedaan baik antara individu dan waktu tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan tujuan dari digunakannya data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pemodelan data panel, yakni fixed effects model dan random effects model. Bentuk umum persamaan regresi data panel adalah:

(58)

Dengan asumsi, untuk one way error components model, komponen error dispesifikasikan dalam bentuk:

εit = αi + uit (3.5)

Sedangkan untuk two way error components model, komponen error dispesifikasi dalam bentuk:

εit= αi + µt+ uit (3.6)

Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error yang merupakan efek dari individu (αi). Pada two way dimasukkan efek dariwaktu (µt)

ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara αi dan µt dengan Xit.

Model Tobit

Dalam pemodelan statistika, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah struktur data variabel terikat. Pemodelan statistika pada variabel terikat kontinu (skala rasio atau interval) akan cukup baik bila didekati dengan regresi klasik (metode kuadrat terkecil biasa) dengan asumsi kenormalan, kebebasan dan kehomogenan ragam. Namun, fenomena yang terjadi kadang menghasilkan respon yang berstruktur kontinu dengan kisaran yang mungkin sangat besar, dari nol sampai takhingga. Hal ini sering dijumpai pada survei konsumsi/pengeluaran rumah tangga, dimana sebagian rumah tangga tidak mengkonsumsi jenis komoditas tertentu, sedangkan rumah tangga yang lain mengkonsumsi dengan jumlah yang sangat bervariasi.

(59)

jam kerja, upah pekerja, dan lain-lain. Variabel terikat pengeluaran membeli rumah akan bernilai nol jika unit observasinya tidak membeli rumah. Begitupula untuk variabel jam kerja atau upah kerja akan bernilai nol jika sampel yang diobservasi tidak bekerja.

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan di KTI, dimana variabel terikatnya adalah jumlah rumah tangga dalam bentuk persentase. Masalah yang dihadapi adalah bila dalam suatu kabupaten tidak terdapat rumah tangga yang tahan pangan, maka data persentase rumah tangga tahan pangan tidak akan tersedia (atau bernilai 0). Dengan demikian sampel dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu n1, sampel yang mempunyai informasi variabel bebas dan variabel terikat (persentase rumah tangga tahan pangan), dan sisanya n2 adalah sampel yang hanya mempunyai informasi variabel bebas tetapi tidak mempunyai informasi variabel terikat. Sampel dimana informasi variabel terikat hanya ada untuk beberapa observasi dikenal dengan censored sample atau sampel tersensor yang dikenal dengan model tobit (Gujarati, 2004).

Model tobit data panel dapat dituliskan sebagai berikut (Maddala, 1987):

(60)

tidak konsisten (Maddala, 1987). Model tobit panel bersyarat belum bisa diestimasi secara fixed effect karena tidak ada statistik yang mengijinkan fixed effect dijelaskan oleh fungsi likelihood. Honore telah mengembangkan estimator semiparametrik untuk model tobit fixed effect. Namun, estimasi model tobit fixed effect sifatnya masih bias. Selain itu, Kalwij (2004) menyatakan alasan utama pendekatan random effect lebih dipilih dibandingkan fixed effect adalah karena pendekatan random effect menghasilkan model spesifik yang dapat digunakan untuk menghitung marginal effects.

3.3. Spesifikasi Model

Ketahanan pangan diperlukan bagi kelangsungan hidup suatu generasi. Oleh karena itu, penghitungan pangan yang representatif, akan berpengaruh sangat penting terhadap kebijakan yang diambil untuk ketersediaan pangan yang cukup bagi suatu daerah. Peubah respon yang digunakan pada penelitian ini adalah persentase rumah tangga yang tahan pangan di masing-masing kabupaten/kota di Kawasan Timur Indonesia. Sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan adalah produksi pangan, rasio panjang jalan, persentase penduduk miskin, persentase perempuan buta huruf, rata-rata lama sekolah, dan PDRB per kapita.

Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan regional diambil dari model Demeke dan Zeller (2009) yang dimodifikasi dengan sistem ketahanan pangan FAO (2007) sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut:

= ( + + ) + ln + + +

ln + + (3.14) Dimana:

TAHAN = Persentase rumah tangga tahan pangan (persen) PRO = Produksi pangan per kapita (ton/kapita/tahun) JAL = Rasio panjang jalan (km/km2)

MISKIN = Persentase penduduk miskin (persen) PDRB = PDRB per kapita (juta rupiah)

(61)

= Parameter yang diestimasi (j=0,1, …,6) = Efek individual kabupaten/kota ke i = Efek waktu pada tahun t

i menunjukkan kabupaten/kota t menunjukkan tahun

Definisi Variabel Operasional

Berikut ini penjelasan mengenai beberapa variabel operasional yang digunakan: 1) Persentase rumah tangga tahan pangan (persen), merupakan hasil

penghitungan derajat ketahanan pangan menurut Jonsson dan Toole dalam Maxwell et al. (2000)

2) Produksi pangan (ton/kapita/tahun), meliputi produksi tanaman pangan yang berupa padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Ketujuh komoditas tersebut memberikan nilai kalori yang berbeda terutama ubi kayu dan ubi jalar. Berdasarkan daftar konversi zat gizi, mengkonsumsi 1 kg beras sama dengan mengkonsumsi 3 kg ubi kayu/jalar. Oleh karena itu, besarnya produksi pangan ini terlebih dahulu dikonversikan ke dalam nilai kalori kemudian disetarakan ke dalam satuan berat ton padi. 3) Rasio panjang jalan (km/km2), berupa rasio panjang jalan kabupaten/kota

kondisi baik dan sedang terhadap luas wilayah kabupaten/kota tersebut. Kondisi jalan yang baik dan sedang diharapkan lebih menentukan kelancaran kegiatan ekonomi dibandingkan jalan yang rusak, sehingga panjang jalan yang digunakan dalam penelitian ini tidak memasukkan jalan yang rusak.

(62)

5) PDRB per kapita (juta rupiah), berupa PDRB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk. Alasan digunakannya PDRB atas dasar harga berlaku adalah untuk mencerminkan kondisi perekonomian pada waktu itu dimana masih ada pengaruh inflasi, sebagaimana variabel pengeluaran per kapita yang mencerminkan keadaan ekonomi pada waktu itu juga.

Konsep Elastisitas

Salah satu analisis penting dalam suatu model adalah mengetahui sampai dimana responsifnya perubahan peubah respon sebagai akibat dari perubahan peubah penjelas. Koefisien parameter dari model tobit dapat digunakan untuk menghitung elastisitas (Wooldridge, 2002). Elastisitas mengukur pengaruh satu persen perubahan dalam peubah penjelas X terhadap persentase perubahan peubah respon Y (Juanda, 2009). Besarnya elastisitas dapat digunakan untuk meramalkan perubahan yang akan terjadi pada peubah respon apabila terjadi perubahan peubah penjelasnya.

Rumus umum dari elastisitas adalah sebagai berikut:

= . (3.15)

Elastisitas dari beberapa bentuk fungsi model yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Model linear ( = + ) Turunan pertamanya:

= (3.16)

= . = . ≅ (3.17)

2) Model linear-log ( = + ln ) Turunan pertamanya:

= (3.18)

= . = . = ≅ (3.19)

Keterangan:

(63)

= Perubahan peubah penjelas = Koefisien parameter

= Rata-rata peubah respon = Rata-rata peubah penjelas

3.4. Perangkat Lunak (Software)

Penelitian ini menggunakan beberapa perangkat lunak dalam pengolahan maupun analisis data, antara lain:

- Microsoft Excel 2007

Microsoft Excel merupakan perangkat lunak berbasis spreadsheet buatan Microsoft Corporation. Dalam penelitian ini, Microsoft Excel digunakan untuk pembuatan tabel, grafik, dan beberapa pengolahan data sederhana.

- SPSS 11.5

SPSS merupakan sebuah program aplikasi yang memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menu-menu deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami cara pengoperasiannya. Dalam penelitian ini, SPSS digunakan untuk mengolah data Susenas seperti perhitungan konsumsi kalori dan protein serta digunakan untuk menghitung derajat ketahanan pangan rumah tangga.

- StataMP 10

Stata merupakan software statistik yang cukup lengkap terutama untuk fungsi statistik deskriptif. Stata memiliki kelebihan dalam kemampuannya mengolah data dengan variabel yang banyak maupun dengan observasi yang besar. Karena itu Stata banyak digunakan untuk pengolahan data mikro maupun data survei dengan observasi yang besar. StataMP merupakan versi stata yang terbesar dan tercepat yang mempunyai kemampuan multiprocessor. Dalam penelitian ini, Stata digunakan sebagai tool untuk analisis regresi model tobit data panel.

- Esri ArcView GIS 3.3

(64)
(65)

IV. SITUASI DAN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN DI

KAWASAN TIMUR INDONESI

4.1. Kondisi Kecukupan Kalori dan Protein

Analisis deskriptif dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jumlah rumah tangga sampel Susenas Panel di KTI tahun 2008 sebesar 19.002 rumah tangga, tahun 2008 sebesar 19.137, dan pada tahun 2010 sebesar 18.966 rumah tangga. Tingkat kecukupan gizi di Kawasan Timur Indonesia yang dihitung dari besarnya kalori menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalori penduduk di KTI tahun 2008 sudah berada di atas batas standar kecukupan gizi yaitu sebesar 2001,56 kkal. Namun, nilai ini tidak jauh berbeda dari 2000 kkal sehingga masih harus mendapatkan perhatian serius karena sedikit saja terjadi perubahan perekonomian bisa menyebabkan konsumsi kalorinya turun. Hal ini terbukti, pada tahun 2009 akibat terkena dampak krisis pangan finansial dan energi, rata-rata konsumsi kalori penduduk KTI turun menjadi sebesar 1918,57 kkal dan tahun 2010 sebesar 1962,20 kkal. Artinya, sebagian besar penduduk KTI masih berada di bawah batas standar kecukupan kalori, dengan kata lain gizinya masih belum terpenuhi.

Sumber: BPS (diolah)

Gambar 5 Rata-rata Konsumsi Kalori per Kapita Sehari Menurut Provinsi di KTI Tahun 2008-2010 (Kkal).

0 2000

Gambar

Tabel 2 Produksi dan Impor Beras di Indonesia Tahun 2000-2010 (Juta Ton)
Tabel 3  Jumlah Kabupaten Paling Rentan terhadap Kerawanan Pangan
Gambar 1  Persentase Kabupaten Rentan Pangan Menurut Ketersediaan
Tabel 4 Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010 (Persen)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan membuat 3 formula pasta gigi ekstrak maserasi daun mahkota dewa dengan etanol 70% dengan konsentrasi Tragakan yang berbeda yaitu 0,5% (F.. I), 1,0% (F

Dari 13 komponen tersebut didapatkan 7 komponen yang memiliki RPN diatas nilai kritis dibawah ini diberikan rekomendasi perbaikan pada 7 komponen penyebab

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014, dengan menggunakan metode deskriptif.Metode pemilihan lokasi menggunakan purposive sampling yang dilakukan di 12

Gambar 15BCD merupakan proses yang terjadi dimana asap dari pengelasan dihisap keluar oleh exhaust fan.untuk pola aliran yang dihasilakn tidak ada perbedaan yang

Pengelolaan zat kimia merupakan komponen yang sangat penting dari program keselamatan laboratorium dan meliputi prosedur tertentu untuk pembelian dan penanganan bahan kimia,

Dari tahap testing yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan Sistem informasi penjadwalan penagihan yang dibuat peneliti dapat digunakan karena sudah

Kepatuhan terhadap peraturan pada siswa di SMK XX Padang ditinjau berdasarkan aspek-aspek kepatuhan dari Sarbaini (2012), berdasarkan hasil penelitian diperoleh

Penurunan aktiva lancar ini disebabkan diantaranya oleh adanya penurunan jumlah persediaan bersih perusahaan karena digunakan sebagai jaminan atas utang jangka pendek