• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Vitamin C Sebelum Latihan Fisik Maksimal Terhadap Kualitas Eritrosit Mencit Jantan (Mus Musculus)Strain DD Webster

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Vitamin C Sebelum Latihan Fisik Maksimal Terhadap Kualitas Eritrosit Mencit Jantan (Mus Musculus)Strain DD Webster"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH VITAMIN C SEBELUM LATIHAN FISIK

MAKSIMAL TERHADAP KUALITAS ERITROSIT MENCIT

JANTAN (Mus Musculus) STRAIN DD WEBSTER

TESIS

Oleh

ROSTIME HERMAYERNI SIMANULLANG

077008007/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N

(2)

PENGARUH VITAMIN C SEBELUM LATIHAN FISIK

MAKSIMAL TERHADAP KUALITAS ERITROSIT MENCIT

JANTAN (Mus Musculus) STRAIN DD WEBSTER

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Biomedik pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSTIME HERMAYERNI SIMANULLANG

077008007/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH VITAMIN C SEBELUM LATIHAN

FISIK MAKSIMAL TERHADAP KUALITAS

ERITROSIT MENCIT JANTAN (Mus musculus)

STRAIN DD WEBSTER

Nama Mahasiswa : Rostime Hermayerni Simanullang

Nomor Pokok : 077008007

Program Studi : Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. em. dr. Yasmeini Yazir) (Prof. Dr. Drs. Herbert Sipahutar, MS, MSc) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 12 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. em. dr. Yasmeini Yazir

Anggota : 1. Prof. Dr. Drs. Herbert Sipahutar, MS, MSc

2. Prof. dr. Azmi S. Kar, SpPD, KHOM

(5)

ABSTRAK

Radikal bebas adalah suatu atom dan molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron dan dapat merusak molekul-molekul penting bagi fungsi seluler. Pada kondisi stress oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Pemberian asupan antioksidan berupa vitamin C diusulkan dapat menurunkan efek radikal bebas dalam tubuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap kerusakan kualitas eritrosit akibat radikal bebas. Pada mencit (Mus musculus) jantan dibagi dalam 2 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 11 ekor, kelompok perlakuan diberikan vitamin C 50 mg/KgBB/h dengan volume pemberian 0.5 ml/h dan kelompok kontrol diberikan aquadest 0.5 ml/ hari selama 7 hari. Sebelum dan sesudah latihan fisik maksimal berupa renang, kedua kelompok dilakukan pemeriksaan terhadap kualitas eritrosit (jumlah eritrosit dan hematokrit, kadar hemoglobin serta morfologi eritrosit). Hasil pemeriksaan diuji terlebih dahulu normalitas dengan uji Shapiro-Wilk dan menggunakan uji statistik t berpasangan dan tidak berpasangan bagi data distribusi normal dan uji (Uji Mann Whitney dan Wilcoxon) untuk data tidak berdistribusi normal.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap kualitas eritrosit setelah latihan fisik maksimal (p < 0.05). pada kelompok kontrol juga ditemukan adanya perubahan kualitas eritrosit setelah latihan fisik maksimal (p < 0.05). Ada perbedaan yang tidak bermakna terhadap kualitas eritrosit setelah latihan fisik maksimal pada kedua kelompok (p > 0.05). Pemberian vitamin C pada mencit 50 mg/KgBB/h tidak mempengaruhi kualitas eritrosit setelah latihan fisik maksimal. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan dosis vitamin C dan lama pemberian.

(6)

ABSTRACT

Free radicals, which are atoms and molecules that have unpaired electron. Excess of free radical in the body can damage the functions that are important for cellular functions, leading to a total loos of cellular functions. In oxidative stress condition, more oxygen radicals are produced, exceeding the cellular antioxidant defence system, lipid peroxidation accured. Free radical can trigger of the cellular function that influence the lipid protein and nucleic acids. Antioxidant like vitamin C is claimed to be able to reduced the free radcal production.

The aim of this study was to evaluated the effectiveness of vitamin C in reducing the free radical production after maximal exercise. The study was the signed as for such two months old. This is an experimental study, using 22 healthy male mice, weight around 33,4 g and the mice were divided into two groups 11 mice each. Experimental group were given 50 mg/KgBW and control group were given 0.5 ml aq daily for seven days. Before and after maximal exercise (in swimming) blood test conducted in both group for erythrocyte quality (erythrocyte and hematocrete count, Hb concentrastion and eritrhocyte morphology). For The blood test were tested using Shapiro-Wilk test for normalitas and t paired and unpaired then Mann Withney and wilcoxon test for data are not normal.

Results showed that there were significant changes in erythrocyte quality after maximal exercise (p < 0.05). No significant different erythrocyte quality after maximal exercise in both groups (p > 0.05). Futher investigations using higer and length of treatment.

(7)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah Yang

Maha Kuasa, karena berkat dan rahmatNya, maka saya dapat menyusun tesis ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh Gelar

Magister Kesehatan pada Program studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari penelitian ini adalah Pengaruh Vitamin C

Sebelum Latihan Fisik Maksimal terhadap Kualitas Eritrosit Mencit Jantan (Mus

musculus) Starin DD Webster.

Saya juga tak lupa mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

Prof. em. dr. Yasmeini Yazir yang telah bersedia menjadi Ketua Komisi Pembimbing

yang telah banyak memberikan msukan-masukan dalam penulisan tesis ini. Prof. Dr.

Drs. Herbert Sipahutar, MS. MSc yang telah bersedia menjadi Anggota Komisi

Pembimbing yang selalu tabah dan sabar dalam membimbing dan memberikan

masukan-masukan demi kesempurnaan dalam penulisan tesis ini. Prof. dr. Azmi S.

Kar. SpPD, KHOM yang telah bersedia menjadi Komisi Pembanding untuk

memberikan masukan-masukan pada seminar tesis demi kesempurnaan penulisan

tesis ini. dr. Datten Bangun, MSc, SpFK yang telah bersedia menjadi Komisi

Pembanding pada seminar tesis demi kesempurnaan penulisan tesis ini. dr.

Yahwardiah Siregar, Ph.D selaku Ketua Program Studi Biomedik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara - Medan yang turut memberikan masukan

dalam penulisan tesis ini. Pimpinan dan staf BPP Veteriner Medan yang menyediakan

tempat untuk penggunaan laboratorium dan bantuan tenaga laboran dalam membantu

saya pada penelitian ini. Pimpinan dan staf Laboratorium Terpadu Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan yang menyediakan tempat dalam

penelitian tesis ini.

Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Pastor Marianus Manullang,

(8)

hidup saya terutama pada masa perkuliahan. Suami tercinta Mitrowadi Tamba, SH

yang selalu memberikan dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan. Rasa sayang penulis kepada seluruh anak-anak

yang tercinta; Evelyn Natasia Tamba, Oskariono Siswadi Tamba, Chyntia Wadi

Karini Tamba dan Fernandez Lukito Tamba yang sering ditinggal-tinggal selama

masa pendidikan. Orang tua dan adik-adik yang selalu mendoakan penulis agar

sukses dalam segala rencana terutama selama masa pendidikan ini. Terima kasih juga

buat seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa/i Biomedik Angkatan 2008 yang

selalu bersedia berdiskusi dalam kesempurnaan penulisan tesis ini. Semoga tesis ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca dan mendapat penambahan ilmu serta

memunculkan ide-ide untuk penelitian baru.

Medan, September 2009

(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Rostime Hermayerni Simanullang

2. Tempat/tanggal lahir : Huta Dalan/13 September 1973

3. Agama : Katholik

4. Status : Menikah

5. Alamat : Komp. Gardenia Blok B-5 No. 10 Gedung Johor,

Medan, Sumatera Utara

6. Telp/Hp : 061-76496564/08126495315

7. Pendidikan :

SD Negeri No. 173500 Hutagodung Parlilitan : 1980-1986

SMP Swasta Katholik St. Maria 2 Pakkat : 1986-1989

SMA Swasta Katholik St. Maria Pakkat : 1989-1992

Akademi Keperawatan Imelda Medan : 1992-1995

Akta Mengajar di UNSYAH Kuala Banda Aceh : 1996-1997

D-IV Keperawatan Pendidik USU Medan : 1998-1999

Program Studi Biomedik SPs USU Medan : 2008-2009

8. Riwayat Pekerjaan :

Staf Pengajar di Akademi Perawat Imelda Medan : 1996-2002

Direktris Akademi Perawat Teladan Bahagia Medan : 2002-2003

Staf Pengajar di Akademi Perawat Gleneagles Medan : 2003-2005

Pembantu Direktur I di Akademi Perawat Gleneagles Medan : 2005-2007

Direktris di Akademi Perawat Columbia Asia Medan : 2007- sekarang

(10)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...

2.1. Latihan Fisik... 2.1.1. Respon Fisiologis terhadap Latihan Fisik... 2.1.2. Intensitas Latihan Fisik... 2.1.3. Durasi Sesi Latihan Fisik... 2.1.4. Frekuensi Sesi Latihan Fisik... 2.1.5. Durasi Program Latihan Fisik... 2.2. Radikal Bebas dan Oksidatif Stress... 2.3. Kerusakan Reaksi Akibat Radikal Bebas... 2.4. Vitamin C...

2.4.1. Kimia Vitamin C... 2.4.2. Dosis Eksperimental Vitamin C pada Manusia dan Hewan. 2.5. Hematologi...

(11)

3.2.1. Bahan Penelitian...

3.5.2. Pengumpulan Sampel Darah………...

A. Koleksi Sampel Darah (Sebelum dan Sesudah

Perlakuan)... B. Penentuan Jumlah Eritrosit……….

C. Pengamatan Morfologi Eritrosit dengan Membuat Sediaan Hapusan dan Pewarnaan Darah …………...….

D. Pemeriksaaan Kadar Hemoglobin...……….... E. Penentuan Nilai Hematokrit………....……...

3.6. Analisis Data……….

3.7. Jadwal Penelitian………...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...

4.1. Hasil………..

4.1.1. Kualitas Eritrosit Pra dan Paska Latihan Fisik Maksimal pada Kelompok Kontrol………...

4.1.2. Kualitas Eritrosit Pra dan Paska Latihan Fisik Maksimal pada Kelompok Perlakuan………...

4.1.3. Pengaruh Vitamin C terhadap Kualitas Eritrosit …….……...

4.2. Pembahasan………..

4.2.1. Kualitas Eritrosit ……..………..

A. Jumlah Eritrosit………..

B. Nilai Hematokrit……….

C. Kadar Hemoglobin………...

D. Morfologi Eritrosit………...

4.2.2. Pengaruh Vitamin C terhadap Kualitas Eritrosit Mencit ....…

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Teori Pengaruh Vitamin C Sebelum Latihan Fisik Maksimal terhadap Kualitas Eritrosit Mencit Jantan (Mus

musculus) Strain DD Webster...……….. 5

2. Morfologi Eritrosit Normal pada Manusia………. 16

3. Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Sebelum (Pra) dan Setelah (Pasca) Latihan Fisik Maksimal (A)*; Nilai Hematokrit (B)*; Kadar Hemoglobin (C)*; Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Kontrol (D)*; Nilai (n=11). Tanda* Menunjukkan Berbeda Nyata Dibanding Kondisi Sebelum (Pra)

Latihan Fisik Maksimal (uji t, p < 0,05)... 30

4. Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Pra dan Pasca Latihan Fisik Maksimal (A)*; Nilai Hematokrit (B)*; Kadar

Hemoglobin (C)*; Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Perlakuan (D)*; Nilai (n=11). Tanda* Menunjukkan Berbeda Nyata Dibanding Kondisi Sebelum (Pra) Latihan Fisik

Maksimal (uji t, p < 0,05)... 31

5. Perbedaan Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Pasca Latihan Fisik Maksimal (A); Nilai Hematokrit (B); Kadar Hemoglobin (C); Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol (D); Nilai (n=11). Tanda* Menunjukkan Berbeda Nyata Dibanding Kondisi Sebelum (Pra)

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ……...………. 42

2. Hasil Uji Normalitas Data ………...……… 45

3. Hasil Pengolahan Data Secara Statistik ……….. 46

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang memiliki elektron tidak

berpasangan (Clarkson dan Thompson, 2000, Slater, 1984). Stres oksidatif adalah

suatu kondisi di mana produksi radikal bebas melebihi antioksidan sistem pertahanan

seluler. Pada kondisi stres oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya

peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Membran sel ini

sangat penting bagi fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi

lipid membran sel oleh radikal bebas yang dapat mengakibatkan hilangnya fungsi

seluler secara total (Evans, 2000).

Reaksi radikal bebas merupakan penyebab yang kuat terhadap gangguan

seluler yang mempengaruhi lemak, protein dan asam nukleat. Ketidakseimbangan

antara oksidan dan antioksidan dapat mempengaruhi fungsi normal dari sel-sel

immun (Margaritis et al., 2003).

Latihan fisik maksimal dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif pada

tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia (Sonneborn and Barbee, 1998, Pedersen dan

Hoffman-Goetz, 2000, Senturk et al., 2005). Latihan fisik dapat meningkatkan

pembentukan radikal bebas dan peroksidasi lipid. Latihan fisik berat pada individu

yang tidak terkondisi atau tidak terbiasa melakukan latihan fisik akan mengakibatkan

(16)

Hasil studi menunjukkan bahwa stress oksidatif adalah salah satu faktor yang

bertanggung jawab terhadap kerusakan eritrosit selama dan setelah latihan fisik

(Senturk et al., 2001). Dari penelitian yang telah dilakukan bahwa kerusakan eritrosit

terjadi selama dan setelah latihan fisik maksimal dan dapat menyebabkan anemia,

yang sering disebut “sports anemia”(Senturk et al., 2001). Banyak hipotesa-hipotesa

untuk menjelaskan kerusakan eritrosit yang dipicu oleh latihan fisik. Perdarahan

gastrointestinal dan saluran urinaria, penurunan zat besi (penurunan absorbsi intestin,

meningkatnya kebutuhan dan kehilangan keringat), eritropoiesis tidak cukup dan

beberapa kemungkinan mekanisme penyebab terjadinya anemia, yang paling utama

diantara mekanisme ini adalah hemolisis intravaskuler (Senturk et al., 2001). Trauma

mekanik (footstrike atau kompressi eritrosit di kapiler pada saat terjadinya kontraksi

otot), suhu tubuh meningkat, dehidrasi, hemokonsentrasi dan stress oksidatif yang

terjadi selama latihan fisik dan pada tahap pemulihan selanjutnya diketahui

menyebabkan terjadinya hemolisis intravaskuler (Senturk et al., 2001).

Hasil studi, lain menunjukkan setelah melakukan latihan fisik maksimal

menyebabkan perubahan nilai hematokrit, eritrosit dan leukosit (Senturk et al., 2004)

dan berlari selama 1 jam terjadi kerusakan eritrosit seperti sel-sel eritrosit menjadi

rapuh, penurunan kadar hemoglobin dan perubahan morfologi sel-sel eritrosit

(Senturk et al., 2005).

Secara alamiah dalam sel terdapat berbagai antioksidan baik enzimatik

maupun nonezimatik yang berfungsi sebagai pertahanan bagi organel-organel sel dari

(17)

bisa bersumber dari diet berupa vitamin dan mineral antioksidan. Vitamin C

merupakan salah satu vitamin antioksidan yang utama dalam tubuh. Selain dari diet,

senyawa antioksidan juga diproduksi secara endogen oleh tubuh seperti glutation

(Evans, 2000, Clarkson dan Thompson, 2000). Belum sepenuhnya diketahui apakah

antioksidan alamiah tubuh yang berperan sebagai sistem pertahanan dapat mengatasi

peningkatan radikal bebas pada saat latihan fisik atau apakah diperlukan suplemen

tambahan (Clarkson dan Thompson, 2000).

Vitamin C bersifat larut dalam air dan terdapat di kompartemen sitosol sel.

Vitamin C, E, dan asam urat di dalam plasma memiliki aktivitas antioksidan yang

potensial, konsentrasinya di dalam plasma akan meningkat setelah latihan fisik. Pada

orang yang tidak terlatih, orang usia lanjut dan wanita, serta orang yang sistem

antioksidannya tidak memadai, akan mempercepat terjadinya peroksidasi lipid oleh

radikal bebas sehingga dapat menyebabkan kerusakan otot (Evans, 2000). Tambahan

pemasukan vitamin C secara oral diterangai dapat memberikan keuntungan potensial

dengan cara mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dalam

jaringan (Khassaf et al., 2003).

Karena latihan fisik, terutama latihan fisik maksimal dapat menyebabkan

terjadinya stres oksidatif dan peroksidasi lipid, yang memicu terjadinya kerusakan

sel-sel eritrosit seperti perubahan bentuk dan rapuh, maka antioksidan seperti vitamin

C diajukan dapat digunakan untuk mengurangi aktivitas radikal bebas dalam tubuh.

(18)

tentang pengaruh vitamin C terhadap kualitas eritrosit mencit sebelum latihan fisk

maksimal.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada pengaruh vitamin C sebelum latihan fisik maksimal terhadap

kualitas eritrosit mencit jantan (Mus musculus) strain DD Webster.

1.3. Landasan Teori

Latihan fisik maksimal dapat menyebabkan timbulnya radikal bebas yang

lebih besar daripada sistem antioksidan dari tubuh sehingga terjadi stres oksidatif.

Stres oksidatif dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel-sel eritrosit. Vitamin C

berfungsi sebagai antioksidan oksigen yang dapat menurunkan kadar radikal bebas.

Untuk mengetahui apakah vitamin C dapat menurunkan kadar radikal bebas akibat

latihan fisik maksimal, maka pemeriksaan yang dapat dijadikan sebagai indikator

terhadap kualitas eritrosit adalah pemeriksaan morfologi, jumlah eritrosit, kadar

(19)

Gambar 1. Kerangka Teori Pengaruh Vitamin C Sebelum Latihan Fisik Maksimal terhadap Kualitas Eritrosit Mencit Jantan (Mus

musculus) Strain DD Webster

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh vitamin C sebelum latihan fisik maksimal

terhadap kualitas eritrosit mencit jantan (Mus musculus) Strain DD Webster.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kualitas eritrosit mencit jantan (Mus musculus) Strain DD

Webster sebelum latihan fisik maksimal tanpa mengkonsumsi vitamin C. LATIHAN FISIK MAKSIMAL

STRES

OKSIDATIF

VITAMIN C

KUALITAS

ERITROSIT RADIKAL

BEBAS

STRES

OKSIDATIF

KUALITAS

ERITROSIT RADIKAL

(20)

b. Untuk mengetahui kualitas eritrosit mencit jantan (Mus musculus) Strain DD

Webster sebelum latihan fisik maksimal tetapi mengkonsumsi vitamin C.

1.5. Hipotesis

Ho : Tidak ada pengaruh vitamin C sebelum latihan fisik maksimal

terhadap kualitas eritrosit mencit jantan (Mus musculus) Strain

DD Webster.

Ha : Ada pengaruh vitamin C sebelum latihan fisik maksimal terhadap

kualitas eritrosit mencit jantan (Mus musculus) Strain DD

Webster.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah bagi ilmu

olahraga tentang manfaat pemberian vitamin C bagi calon atlit yang melakukan

latihan fisik maksimal dalam rangka meningkatkan prestasi atlit. Bagi ilmu

kedokteran, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk

menjaga status kesehatan dan mencegah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Latihan fisik

2.1.1. Respon Fisiologis terhadap Latihan Fisik

Atlit yang melakukan latihan fisik pada tingkat yang lebih tinggi akan

mencapai suatu titik di mana transport oksigen menuju otot tidak lagi meningkat dan

seluruh konsumsi oksigen tubuh maksimal (VO2max) tidak bisa lagi meningkat.

Setelah masa tersebut akan terjadi kelelahan.

Latihan fisik maksimal dapat meningkatkan VO2max. Peningkatan VO2max ini

disebabkan oleh bertambahnya kandungan O2 di dalam arteri dan vena, serta

meningkatnya cardiac output maksimal. Meningkatnya VO2max akan meningkatkan

toleransi terhadap latihan fisik. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa dengan

meningkatkan kapasitas maksimal akan menurunkan terjadinya metabolisme anaerob

(ambang batas anaerob menjadi lebih tinggi). Sisa metabolisme anaerob berupa asam

laktat, mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi tubuh. Kebutuhan oksigen

meningkat sejalan dengan peningkatan level kerja, sehingga produksi CO2 akan

meningkat. Peningkatan produksi CO2 ini terjadi karena proses buffer oleh natrium

bikarbonat terhadap asam laktat dan menghasilkan CO2. Ventilasi akan terangsang

untuk membersihkan kelebihan CO2 dan asidosis metabolik secara langsung

(22)

Apabila melakukan latihan fisik maksimal secara teratur, maka produksi asam

laktat menjadi lebih sedikit pada saat melakukan latihan fisik berat. Selain itu, respon

fisiologis tubuh juga mengalami perubahan saat melakukan latihan fisik berat,

perubahan tersebut antara lain komsumsi oksigen dan produksi CO2 menjadi lebih

sedikit, ventilasi secara dramatis menurun. Walaupun ventilasi menurun, PCO2 dan

pH arteri tetap normal (Casaburi, 1992; Clarkson dan Thompson, 2000).

Dan juga pada trauma mekanik (footsrike) merupakan faktor yang

berkontribusi terhadap latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya hemolisis.

Aktivitas non traumatik seperti berenang, bersepeda, mendayuh dan angkat besi juga

memberikan peningkatan yang bermakna terhadap kerusakan eritrosit. Peningkatan

suhu tubuh, asidosis dan peningkatan katekolamin, dehidrasi, hemokonsentrasi dan

penekanan eritrosit di kapiler melalui kontraksi otot-otot adalah mekanisme penting

yang memegang peranan terjadinya hemolisis intravaskular selama latihan fisik atau

periode pemulihan (Senturk et al., 2005).

Pada kenyataannya berlari dengan jarak jauh mempunyai hubungan bermakna

terjadinya kerusakan eritrosit seperti terjadinya peningkatan perubahan struktur

eritrosit, penurunan membran spektrin dan perubahan nilai hematokrit dan plasma

protein pada pelari yang tidak terlatih dibandingkan dengan yang terlatih (Telford et

(23)

2.1.2. Intensitas Latihan Fisik

Intensitas latihan fisik memiliki dua prinsip utama. Pertama, intensitas latihan

fisik mempunyai ambang batas, artinya latihan fisik tidak akan mempunyai efek

latihan lagi walaupun frekuensi dan durasi latihan fisik itu ditingkatkan. Kedua, bila

intensitas latihan fisik dilakukan melebihi ambang batas, jumlah total kerja per sesi

merupakan determinan yang penting bagi respon latihan fisik. Sebagai contoh, latihan

fisik intensitas tinggi dalam waktu singkat sama efektifnya dengan latihan fisik

intensitas sedang dalam waktu yang lebih lama (Casaburi, 1992).

Terdapat tiga variabel fisiologis yang dapat digunakan untuk menentukan

intensitas latihan fisik, yaitu frekuensi denyut jantung, konsumsi oksigen, dan level

laktat darah. Menggunakan frekuensi denyut jantung untuk mengukur intensitas

latihan fisik merupakan hal yang mudah dilakukan. Hal yang paling banyak dipakai

untuk menentukan intensitas latihan fisik adalah konsumsi oksigen tubuh maksimal

(VO2max). Penggunaan level laktat untuk menentukan intensitas latihan fisik

dianjurkan juga oleh beberapa peneliti (Casaburi, 1992).

2.1.3. Durasi Sesi Latihan Fisik

Hasil latihan fisik selama 30 – 60 menit lebih efektif dibandingkan dengan

latihan fisik selama 10 – 15 menit. Latihan fisik intensitas tinggi dapat menyebabkan

injuri otot, sehingga tidak dianjurkan untuk melakukan latihan fisik intensitas tinggi

jangka waktu singkat. Durasi latihan fisik yang dianjurkan paling sedikit selama 20

(24)

2.1.4. Frekuensi Sesi Latihan Fisik

Ada konsensus yang menganjurkan latihan fisik dilakukan dengan frekuensi 3

– 5 kali seminggu. Walaupun frekuensi 2 kali seminggu dapat meningkatkan

kebugaran maksimal, tapi keuntungan yang diperoleh lebih sedikit. Hanya sedikit

bukti yang menunjukkan bahwa latihan fisik 5 – 7 kali seminggu memberikan

keuntungan bagi kebugaran, dan latihan fisik setiap hari jarang bisa dilakukan

(Casaburi, 1992).

2.1.5. Durasi Program Latihan Fisik

Durasi program latihan fisik dapat dilakukan selama 3 – 4 minggu. Akan

tetapi kebanyakan peneliti menganjurkan program latihan fisik pada rentang 5 – 10

minggu, karena pada rentang waktu tersebut sudah tercapai efek latihan fisik yang

substansial secara fisiologis karena setelah waktu tersebut tidak akan ada lagi

peningkatan VO2max, atau penurunan frekuensi denyut jantung, asam laktat dan

epinefrin, kecuali intensitas latihan fisik ditingkatkan (Casaburi, 1992).

2.2. Radikal Bebas dan Oksidatif Stress

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak

berpasangan pada orbital terluarnya dan dapat berdiri sendiri (Clarkson and

Thompson, 2000, Slater, 1984). Kebanyakan radikal bebas bereaksi secara cepat

dengan atom lain untuk mengisi orbital yang tidak berpasangan, sehingga radikal

bebas normalnya berdiri sendiri hanya dalam periode waktu yang singkat sebelum

(25)

berada di dekat simbol atom. Radikal bebas mempunyai peran dalam fungsi normal

dan abnormal tubuh. Radikal bebas yang penting secara biologis antara lain anion

superoksida (O2·), radikal hidroksil (OH·), dan oksida nitrit (NO·) (Vander et al.,

2001). Bentuk radikal bebas yang lain adalah hidroperoxil (HO2·), peroxil (RO2·),

alkoxil (RO·), karbonat (CO3·-), karbon dioksida (CO2·-), atom khlor (Cl·), nitrogen

dioksida (NO2·), (Halliwell and Whiteman, 2004). Radikal bebas bisa bermuatan

negatif, bermuatan positif, dan juga bermuatan netral (Slater, 1984 dan Vander et al.,

2001).

Radikal bebas ini meningkat selama latihan fisik maksimal. Sumber utama

radikal bebas adalah melalui aktivasi otot-otot pada mitokondria tetapi radikal bebas

juga dihasilkan oleh sel-sel darah merah selama terjadinya respon inflamasi. Ketika

sistem antioksidan tidak dapat beradaptasi terhadap produksi radikal bebas yang

berlebihan maka terjadilah oksidatif stress. Radikal bebas merupakan penyebab yang

poten untuk terjadinya kerusakan seluler yang mempengaruhi lipid, protein dan asam

nukleat. Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan dapat mempengaruhi

fungsi normal sel-sel immun dalam tubuh (Margaritis et al., 2003).

2.3. Kerusakan Reaksi Akibat Radikal Bebas

Penelitian yang ekstensif dengan menggunakan sistem model, dan dengan

material biologis in vitro, secara jelas menunjukkan bahwa radikal bebas dapat

menimbulkan perubahan kimia dan kerusakan terhadap protein, lemak, karbohidrat,

(26)

melebihi mekanisme pertahanan normal, maka akan terjadi berbagai gangguan

metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas yang terbentuk dekat dengan DNA,

maka bisa menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga bisa terjadi mutasi.

Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan nukleotida sehingga menyebabkan

perubahan yang bermakna pada komponen biologi sel. Bila radikal bebas merusak

grup thiol maka akan terjadi perubahan aktivitas enzim. Radikal bebas dapat merusak

sel dengan cara merusak membran sel tersebut. Kerusakan pada membran sel ini

dapat terjadi dengan cara: (a) radikal bebas berikatan secara kovalen dengan enzim

dan/atau reseptor yang berada di membran sel, sehingga merubah aktivitas

komponen-komponen yang terdapat pada membran sel tersebut; (b) radikal bebas

berikatan secara kovalen dengan komponen membran sel, sehingga merubah struktur

membran dan mengakibatkan perubahan fungsi membran dan/atau mengubah

karakter membran menjadi seperti antigen; (c) radikal bebas mengganggu proses

transportasi melalui ikatan kovalen, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan

merubah asam lemak polyaunsaturated; (d) radikal bebas menginisiasi peroksidasi

lipid secara langsung terhadap asam lemak polyaunsaturated dinding sel. Peroksidasi

ini akan mempengaruhi fluiditas membran, cross-linking membran, serta struktur dan

fungsi membran (Slater, 1984).

Sebagai tambahan adaptasi perubahan terhadap proteksi enzim-enzim, stress

oksidatif atau stress lain yang diketahui menyebabkan meningkatnya produksi stress

atau heat shock protein (HSPs). Protein ini adalah komponen penting dari respon

(27)

mengindikasikan bahwa meningkatnya HSP terjadi selama latihan fisik pada tikus,

mencit dan manusia (Khassaf, 2003).

2.4. Vitamin C

2.4.1. Kimia Vitamin C

Vitamin C mempunyai nama lain yaitu L-ascorbic acid (C6H8O6). Nama

kimia vitamin C adalah 2-oxo-L-threo-hexono-1,4-lactone-2,3-enediol. Vitamin C

merupakan molekul yang labil, stabilitas maksimal pada pH 4–6 (Naidu, 2003).

Vitamin C dapat disintesis pada kebanyakan mamalia, tetapi tidak bisa

disintesis oleh manusia, primata non-manusia, dan guinea pig karena tidak

mempunyai enzim gulonolactone oxidase (Padayatty et al., 2003, Naidu, 2003).

Vitamin C disebut antioksidan karena berfungsi sebagai donor elektron,

sehingga dapat mencegah senyawa lain mengalami oksidasi. Saat vitamin C

melepaskan elektron, ia menjadi radikal askorbil. Dibandingkan dengan radikal bebas

lain, radikal askorbil ini relatif stabil dengan waktu paruh 10-5 detik dan tidak reaktif.

Radikal bebas yang merugikan dapat berinteraksi dengan vitamin C sehingga radikal

bebas yang merugikan tersebut mengalami reduksi dan vitamin C berubah menjadi

radikal askorbil yang kurang reaktif. Proses reduksi radikal bebas reaktif menjadi

senyawa yang kurang reaktif ini disebut free radical scavenging. Vitamin C

merupakan free radical scavenging yang baik (Padayatty et al., 2003). Vitamin C

(asam askorbat), bersifat larut dalam air dan terdapat di kompartemen sitosol sel,

(28)

oksidatif. Vitamin E dan C dan asam urat, semuanya mempunyai aktivitas

antioksidan potensial meningkat setelah latihan fisik. Pada orang yang tidak terlatih,

usia lanjut dan wanita, dan orang yang sistem antioksidannya tidak memadai,

peningkatan kecepatan peroksidasi lipid akibat radikal oksigen dapat menyebabkan

kerusakan otot (Evans, 2000).

Asam askorbat adalah senyawa yang sangat penting untuk mengaktivasi

enzyme prolilhidroksilase yang berfungsi dalam pembentukan kolagen. Tanpa asam

askorbat serat kolagen dalam tubuh menjadi tidak sempurna dan lemah. Sehingga

vitamin C ini sangat penting untuk pertumbuhan dan kekuatan jaringan dalam

jaringan subkutan, kartilago, tulang dan gigi (Guyton dan Hall, 2006).

2.4.2. Dosis Experimental Vitamin C pada Manusia dan Hewan

Bukti-bukti ilmiah pada manusia telah banyak menunjukkan bahwa konsumsi

vitamin C ≤2000 mg/hari pada orang dewasa masih aman. Latihan fisik menginduksi

stress oksidatif pada manusia dengan menggunakan dosis vitamin C 50 mg/Kg

BB/hari (Senturk et al., 2005). Dan bukti-bukti ilmiah pada hewan seperti tikus yang

terpapar timbal dengan dosis vitamin C 140, 420, dan 1260 mg/KgBB/hari (Wang, et

al, 2007). Dan latihan fisik menginduksi stress oksidatif pada tikus dengan

menggunakan dosis vitamin C 50 mg/Kg BB/hari (Senturk et al., 2001). Berbagai

hipotesis yang menyatakan tentang efek merugikan dari vitamin C seperti

meningkatkan pembentukan batu oksalat dan batu ginjal, meningkatkan konsentrasi

(29)

menginduksi scurvy, dan memiliki efek prooksidan, tidak mempunyai dasar yang

substansial (Hathcock et al., 2005).

Vitamin C merupakan senyawa yang mempunyai berat molekul relatif besar,

sehingga tidak bisa melewati membran sel melalui difusi sederhana. Fluks (flux)

vitamin C ke dalam dan ke luar sel dikontrol oleh mekanisme yang spesifik.

Mekanisme fluks ini diperantarai oleh transporter glukosa yang dipermudah (GLUT)

dan sodium vitamin C cotransporters (SVCT) (Li dan Schellhorn, 2007).

2.5. Hematologi

2.5.1. Fungsi dan Morfologi Eritrosit pada Manusia

Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut hemoglobin dan seterusnya

mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Pada beberapa hewan

tingkat rendah, hemoglobin ini beredar sebagai protein bebas di dalam plasma tidak

terbatas dalam eritrosit. Jika hemoglobin ini terbebas dalam plasma manusia, kurang

lebih 3 %nya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang kapiler jaringan

atau melalui membran glomerulus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu,

agar hemoglobin tetap berada dalam aliran maka ia harus tetap berada dalam eritrosit.

Selain mengangkut hemoglobin, eritrosit juga mempunyai fungsi lain. Ia

mengandung banyak karbon anhidrase, yang mengkatalis reaksi antara

karbondioksida dan air, sehingga meningkatkan reaksi bolak-balik ini beberapa ribu

(30)

sekali karbon dioksida dan dengan demikian mengangkutnya dari jaringan menuju

paru-paru dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-).

Eritrosit berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kira-kira 7,8

mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 mikrometer dan

pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Bentuk eritrosit dapat berubah-ubah

ketika sel berjalan melewati kapiler. Karena sel normal mempunyai membran yang

sangat kuat untuk menampung banyak bahan material di dalamnya, maka perubahan

bentuk tadi tidak akan meregangkan membran secara hebat dan sebagai akibatnya

tidak akan memecahkan sel seperti yang terjadi pada sel-sel lainnya (Guyton dan

Hall, 2006).

2.5.2. Gambaran Hematologi Manusia

PRIA WANITA

Eritrosit (RBC)/ mm3: 5.200.000.

Hb : 14 -18 gr/dl.

Hematokrit (%) : 40 – 54

Eritrosit (RBC)/ mm3: 4.700.000.

Hb : 12 -16 gr/dl.

Hematokrit (%) : 37 – 47

(31)

2.5.3. Abnormalitas Morfologi Eritrosit pada hewan

a. Poikilocytosis yaitu irreguler atau terjadinya perubahan bentuk eritrosit

seperti: elliptocyte, sickle cell dan tear drops. Indikasi ini muncul karena

adanya abnormalitas eritrogenesis (pembentukan eritrosit).

b. Leptosit yaitu bentuk eritrosit pipih dengan luas permukaannya meningkat

tetapi volumenya tetap.

c. Crenation yaitu tonjolan-tonjolan pada permukaan eritrosit bukan karena

perubahan klinik, tetapi merupakan kesalahan tekhnis.

d. Dll (Hariono B, 1998).

2.5.4. Gambaran Hematologi Mencit

Eritrosit (RBC) (x 106/mm3) : 6,86 – 11,7 x 10 /mm

Haemoglobin (g/dl) : 10,7 – 11,5 g/100 ml

Volume darah : 75 – 80 ml/kg

Hematokrit (VCP) (%) : 33,1 – 49,9

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan dan Laboratorium Biokimia

Balai Penelitian dan Pengujian (BPP) Veteriner Medan Jl. Binjai Km 7,5 Medan.

Penelitian ini dilakukan 8 minggu.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1. Bahan Penelitian

a. Vitamin C

Vitamin C yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah vitamin C murni

dalam bentuk palmitoyl-L-ascorbic acid (MERCK, Germany).

b. Regensia dan larutan

Regensia Hayem digunakan untuk mematikan leukosit dalam sampel darah.

Larutan Gimsa (MERCK, Germany) digunakan untuk pewarnaan differensial.

Larutan Metanol untuk fiksasi agar hapusan darah tidak terlepas dari gelas objek.

Aquades untuk pelarut vitamin C. Larutan sianida 5 ml (MERCK, Germany) untuk

mengikat Hb dalam darah. Larutan EDTA 1% sebagai antikoagulan. Vitamin C

sebagai antioksidan dan minyak Imersi untuk memperjelas sediaan hapusan pada

(33)

c. Hewan coba

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus

musculus) strain DD Webster, berumur 2 bulan dengan rata-rata berat badan 34.43 g.

Hewan coba diperoleh dari Laboratorium Penelitian Terpadu (LPPT) Universitas

Gajah Mada Yogyakarta (LPPT UGM).

Sebelum dilakukan perlakuan, mencit dipelihara secara berkelompok dengan

5 ekor mencit per kandang selama 14 hari untuk aklimatisasi. Setelah itu untuk

pelaksanaan penelitian dilakukan randomisasi kemudian digabungkan mencit dalam

satu kandang di mana mencit perlakuan diberi warna merah pada bagian punggung

sedangkan mencit kontrol tidak diberi warna. Sebelum perlakuan BB mencit

ditimbang terlebih dahulu rata-rata berat badan adalah 34,73 g (+ SD=1,48) pada

kelompok perlakuan dan 33,45 g (+ SD= 3.37) pada kelompok kontrol. Diakhir

penelitian berat badan mencit menjadi 34,96 g (+ SD=2.71) kelompok perlakuan dan

34,56 g (+ SD=4,47) kelompok kontrol. Kandang terbuat dari bahan plastik

berukuran panjang 50 x lebar 30 x kedalaman 10 cm, ditutup dengan kawat kasa

halus. Makanan berupa pellet dengan kode 551 (PT Charoen Pokphand, Indonesia)

dan minuman air keran (tap water) yang diberikan ad libitum. Dasar kandang dilapisi

dengan sekam padi setebal 0,5 – 1 cm dan diganti setiap 2 (dua) hari. Siklus terang

gelap harian, temperatur dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran

(34)

3.2.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kamar Hitung Improve

Neubaeur (Merienfeld, Germany) untuk melihat morfologi eritrosit dan menghitung

jumlah eritrosit yang berisi: Pipet Toma sel eritrosit untuk mengambil dan

mencampur sampel darah, Kaca Objek sebagai tempat hapusan sampel darah dan

Deck glass untuk menutup Kamar Hitung Improve Neubaeur. Mikroskop cahaya

(Olympus CX40, Japan) untuk melihat morfologi dan menghitung jumlah eritrosit

dengan pembesaran 40 X. Spectrohematocrit RC-24BN (Japan) untuk pemutaran

hematokrit kapiler. Hematocrit reader Tomy Seiko LTD (Japan) untuk menghitung

nilai hematokrit. Hematokrit kapiler (Merc, Germany) untuk mengambil sampel

darah dari mata vena retro orbital untuk pemeriksaan nilai hematokrit. Pinset anatomi

untuk menenggelamkan mencit jika mencitnya istirahat dan mengambil mencit dari

wadah tempat berenang jika sudah mencapai latihan fisik maksimal. Wadah tempat

berenang yang terbuat dari kaca berbentuk kubus dengan ukuran: tinggi 60 cm x lebar

30 cm x panjang 50 cm, diisi air dengan kedalaman 40 cm sebagai tempat berenang

selama latihan fisik maksimal. Stop watch digunakan untuk menghitung waktu

selama pelaksanaan eksperimen. Spuit 1 CC untuk mendorong darah dalam

hematokrit kapiler. Laboratory counter untuk membantu menghitung jumlah eritrosit.

Spektrofotometri (Spektronis Genesys 5, USA) untuk menghitung kadar hemoglobin.

Mikropipet (MERCK, Germany) untuk menghisap sampel darah. Mikrotube tempat

(35)

merah untuk memberi tanda pada mencit kelompok perlakuan. Spuit Gavage untuk

memberikan vitamin C peroral kepada mencit.

3.3. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas yaitu pemberian vitamin C sebelum latihan fisik maksimal

dengan dosis 50 mg/kgBB/hari yang diberikan selama 7 (tujuh) hari (Senturk

et al., 2001).

2. Variabel tergantung yaitu morfologi dan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin

serta nilai hematokrit.

3. Variabel kendali yaitu jenis kelamin, berat badan, makanan, umur, dan

lingkungan.

3.4. Rancangan

3.4.1. Penerbitan Ethical Clereance

Pelaksanaan penelitian pengaruh vitamin C terhadap kualitas eritrosit mencit

sebelum latihan fisik maksimal, telah mendapat persetujuan pelaksanaan penelitian

dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

3.4.2. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorium

dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Mencit dibagi dalam dua kelompok yaitu

(36)

kelompok dilakukan pengukuran kualitas eritrosit (jumlah dan morfologi eritrosit,

kadar hemoglobin serta nilai hematokrit). Setelah itu pada kelompok perlakuan

diberikan vitamin C sedangkan pada kelompok kontrol diberikan cairan aquades

pelarut vitamin C selama 7 (tujuh) hari dengan volume pemberian yang sama. Lalu

setelah itu dilakukan latihan fisik maksimal pada kedua kelompok berupa renang dan

setelah latihan fisik maksimal kedua kelompok dilakukan kembali pengukuran

terhadap kualitas eritrosit. Hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan antara

pengukuran kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (Notoadmodjo, 2002).

3.4.3. Jumlah Sampel

Jumlah sampel mencit jantan (Mus musculus strain DD Webster) diambil

berdasarkan rumus t(r–1)≥20 (Sugandi, 1994). Jika t adalah jumlah kelompok (dalam

penelitian ini terdiri dari 2 kelompok) dan r adalah jumlah ulangan per kelompok,

maka jumlah ulangan adalah sebesar 11 mencit per kelompok maka jumlah mencit

kedua kelompok kontrol dan perlakuan adalah 22 ekor.

3.4.4. Dosis

Dosis Vitamin C diberikan pada kelompok perlakuan masing-masing subjek

peroral 50 mg/kgBB/hari (dengan volume pemberian 0,5 ml/h) (Senturk et al., 2005).

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pemberian Perlakuan

Prosedur pelaksanaan latihan fisik maksimal dilakukan mengikuti prosedur

(37)

kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan untuk dilakukan pengukuran terhadap

kualitas eritrosit di mana kelompok perlakuan diberikan vitamin C peroral dengan

menggunakan spuit Gavage dan kelompok kontrol diberikan aquades pelarut vitamin

C peroral dengan jumlah yang sama yaitu 0,5ml/h selama 7 (tujuh) hari. Sebelum

perlakuan sampel darah mencit diambil dari bagian sudut mata vena retro orbital

untuk pemeriksaan kualiatas eritrosit sebelum perlakuan kemudian dilakukan latihan

fisik maksimal dari kedua kelompok dengan cara mencit dipaksa renang di dalam

sebuah wadah yang tidak ada jalan keluar. Setelah mencit dimasukkan ke dalam

wadah gunakan stop wacth untuk menghitung waktu yang dibutuhkan selama latihan

fisik maksimal. Sebagai usaha untuk keluar dari wadah mencit berenang, menyelam

dan memanjat dinding wadah dengan sekuat tenaga dan jika mencit tampak istirahat

untuk mengambil tenaga maka mencit ditenggelamkan dengan menggunakan pinset.

Saat mencit menghentikan segala gerakannya, kecuali gerakan untuk bertahan hidup

(mempertahankan kepala tetap berada di permukaan air), hal ini dianggap mencit

sudah melakukan latihan fisik maksimal (Ciulla et al., 2007). Lama berenang

kelompok kontrol rata-rata adalah 37,64 menit (+SD=18,21) dan kelompok perlakuan

adalah 49,91 menit (+SD=28,00) dan nilai p= 0,23. Setelah itu mencit dikeluarkan

dari wadah dan dikeringkan dengan handuk kecil kemudian sampel darah mencit

langsung diambil dari bagian sudut mata vena retro orbital yang berbeda dari sebelum

(38)

3.5.2. Pengumpulan Sampel Darah

A. Koleksi sampel darah (sebelum dan sesudah perlakuan)

Sampel darah sebelum perlakuan; darah diambil dari bagian sudut mata vena

retro orbital sebanyak ½ ml dengan menggunakan hematokrit kapiler dan dimasukkan

ke dalam mikrotube yang berisi larutan EDTA 1% dan jika masih ada darah tertinggal

di dalam hematokrit kapiler didorong dengan menggunakan spuit 1 CC. Lalu darah

disimpan di dalam lemari es dan 1 (satu) hari setelah itu sampel darah mencit diambil

untuk dilakukan pengukuran terhadap kualitas eritrosit. Untuk sampel darah setelah

perlakuan; darah diambil melalui bagian sudut mata vena retro orbital yang berbeda

dengan menggunakan hematokrit kapiler sebanyak ½ ml dan dimasukkan ke dalam

mikrotube yang berisi larutan EDTA 1%. Lalu disimpan di dalam lemari es dan

segera setelah selesai sampel darah diambil, mencit dieutanasia dengan cara dislokasi

leher dan kemudian dilakukan pengukuran kualitas eritrosit setelah latihan fisik

maksimal.

B. Penentuan jumlah eritrosit

Jumlah darah dihisap 0,5 skala dengan menggunakan pipet toma (pipet

eritrosit) kemudian regensia Hayem dihisap sampai angka 101 lalu dicampur dengan

menggoyang pipet hingga rata. Setelah itu dibuang larutan tersebut 3 – 4 tetes,

kemudian tetesan selanjutnya diteteskan pada bagian tengah atas dan bawah kamar

hitung Improved Neubaeur. Lalu tutup Kamar Hitung Improved Neubaeur dengan

menggunakan Deck Glass. Kemudian biarkan selama 5 menit di atas kamar hitung

(39)

jumlah eritrosit pada bagian kotak yang lebih kecil dari arah A, lalu ke B, lanjut C

kemudian D dan terakhir E. Setiap eritrosit yang dilihat dihitung dengan bantuan

mengklik Laboratory Counter untuk menghindari kesalahan penghitungan dan

hasilnya ditulis.

C. Pengamatan morfologi eritrosit dengan membuat sediaan hapusan dan pewarnaan darah

Darah dituangkan satu tetes kecil pada kaca objek 2 – 3 mm dari ujung kaca

objek. Lalu diletakkan kaca penghapus dengan sudut 30 – 45 derajat terhadap kaca

objek di atas tetes darah. Kemudian ditarik kaca penghapus ke belakang sehingga

menyentuh tetes darah dan ditunggu sampai darah menyebar pada sudut kiri dan

kanan kaca objek tersebut. Setelah itu kaca penghapus didorong hingga terbentuk

hapusan darah sepanjang 3 – 4 cm pada kaca objek dan kemudian biarkan hapusan

darah hingga kering.

Setelah itu sediaan hapusan diletakkan di atas bak tempat pewarnaan.

Kemudian sediaan hapusan difiksasi dengan menggunakan larutan metanol selama 2

– 3 menit. Setelah itu sediaan hapusan digenangi dengan zat warna Gimsa 5%.

Kemudian dibiarkan selama 20 – 30 menit. Setelah itu dibilas dengan air keran,

mula-mula dengan aliran lambat kemudian lebih deras dengan tujuan menghilangkan

semua kelebihan zat warna. Lalu dibiarkan hingga kering dan setelah itu dihitung

jumlah morfologi eritrosit normal di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran

(40)

D. Pemeriksaan kadar hemoglobin

Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan metode sianmethomoglobin

dengan cara: ambil tabung reaksi 75 x 10 mm lalu masukkan 5 ml regensia sianida

dengan menggunakan mikropipet. Kemudian dengan mikropipet tambahkan 20 µl

sampel darah ke dalam tabung yang berisi sianida tersebut serta hindarilah terjadinya

gelembung. Setelah itu bersihkan bagian mikropipet dengan tissue. Kemudian

campurkan isinya hingga merata dan biarkan pada suhu kamar selama 3-5 menit.

Setelah itu serapannya dibaca dalam spektrofotometri pada panjang gelombang 540

nm dengan pereaksi sebagai blangko (Soewoto, et al., 2001). Lalu kadar hemoglobin

dibaca pada kurva kalibrasi.

E. Penentuan nilai hematokrit

Darah dihisap dengan hematokrit kapiler dari tabung mikrotube ¾ dari

hematokrit kapiler tersebut. Setelah itu bagian bawah dari hematokrit kapiler

dusumbat dengan parapin. Lalu hematokrit kapiler dimasukkan ke dalam hematokrit

sentrifuge dengan bagian yang tersumbat mengarah ke luar. Setelah itu hematokrit

kapiler tersebut diputar selama 5 menit dengan kecepatan 10.000 RPM. Kemudian

nilai hematokrit dibaca dengan memakai hematocrit reader dan kemudian hasilnya

dicatat.

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran diekspresikan dalam mean ± SD

(41)

dahulu diuji dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Oleh karena ditemukan ada data

yang tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji statistik non parametrik

(Uji Mann Whitney dan Wilcoxon). Untuk menentukan ada tidaknya perbedaan

kualitas eritrosit mencit sebelum dan sesudah latihan fisik maksimal pada kelompok

perlakuan dan kontrol dilakukan t test tidak berpasangan (t test unpaired) dan jika

data tidak berdistribusi normal dilakukan uji Mann Withney dengan á = 0.05. Untuk

mengetahui adanya perbedaan kualitas eritrosit sebelum dan sesudah latihan fisik

maksimal pada kelompok yang sama (kelompok kontrol dengan kontrol dan

kelompok perlakuan dengan perlakuan) dilakukan t test berpasangan (t. test paired)

untuk data berdistribusi normal dan jika data tidak berdistribusi normal maka

dilakukan uji Wilcoxon dengan á = 0.05. Dikatakan ada pengaruh jika nilai p < 0.05.

3.7. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian dari persiapan sampai pada penulisan hasil

penelitian adalah 8 minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap

dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Jadwal Penelitian

Minggu Ke

No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8

1 PERSIAPAN √

2 PELAKSANAAN √ √ √ √

3 ANALISA DATA √ √

(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui kualitas eritrosit Mus

musculus strain DD Webster sebelum latihan fisik maksimal yang mengkonsumsi

vitamin C dan yang tidak mengkonsumsi vitamin C maka sebelum dan setelah latihan

fisik maksimal berupa renang, dilakukan pemeriksaan terhadap kualitas eritrosit pada

mencit dan didapat hasil seperti pada gambar di bawah ini (Gambar 3-5). Secara

umum setelah latihan fisik maksimal terjadi perubahan kualitas eritrosit yang

bermakna seperti jumlah eritrosit dan nilai hematokrit, penurunan kadar Hemoglobin

dan perubahan morfologi eritrosit pada kedua kelompok. Pada penelitian ini

ditemukan tidak ada pengaruh vitamin C terhadap kualitas eritrosit mencit setelah

latihan fisik maksimal. Tetapi pada penelitian ini ditemukan bahwa vitamin C dapat

meningkatkan daya tahan tubuh terbukti kelompok perlakuan lebih lama berenang

rata-rata 49.91 menit (+ SD= 28.00) dibandingkan dengan kelompok kontrol rata-rata

37.64 menit (+ SD= 18.21) dan uji t nilai p= 0.23. Ada peneliti lain mengatakan

bahwa untuk meningkatkan daya tahan tubuh manusia dianjurkan mengkonsumsi

(43)

4.1.1. Kualitas Eritrosit Pra dan Pasca Latihan Fisik Maksimal pada Kelompok Kontrol

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata jumlah eritrosit kelompok

kontrol pra dan pasca latihan fisik maksimal berupa renang masing-masing variabel

mengalami peningkatan yang bermakna pada jumlah eritrosit dengan nilai rata-rata

pra = 7,36 (+ SD = 0,93) dan rata-rata pasca = 7,99 (+ SD = 0,74) dan nilai p= 0.02.

Nilai hematokrit mengalami peningkatan dari sebelumnya dengan nilai rata-rata pra =

39,86 (+ SD = 3,91) dan rata-rata pasca = 43,40 (+ SD = 4,05) dan nilai p= 0.03.

Kadar hemoglobin mengalami penurunan yang bermakna setelah latihan fisik

maksimal dengan nilai rata-rata pra = 10,70 (+ SD = 0,48) dan rata-rata pasca = 9,40

(+ SD = 0,67) dan nilai p= 0.00. Morfologi normal setelah latihan fisik maksimal

terjadi perubahan yang bermakna dengan nilai rata-rata pra = 99,9 (+ SD = 3,01) dan

(44)

A B

C D

Gambar 3. Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Sebelum (Pra) dan Setelah (Pasca) Latihan Fisik Maksimal (A)*; Nilai Hematokrit (B)*; Kadar Hemoglobin (C)*; Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Kontrol (D)*; Nilai (n=11). Tanda* Menunjukkan Berbeda Nyata Dibanding Kondisi Sebelum (Pra) Latihan Fisik Maksimal (uji t, p < 0,05)

4.1.2. Kualitas Eritrosit Pra dan Pasca Latihan Fisik Maksimal pada Kelompok Perlakuan

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata jumlah eritrosit kelompok

kontrol pra dan pasca latihan fisik maksimal berupa renang masing-masing variabel

mengalami peningkatan yang bermakna seperti jumlah eritrosit dengan nilai rata-rata

* *

(45)

pra = 7,49 (+ SD = 0,79) dan rata-rata pasca = 7,90 (+ SD = 0,75) nilai p = 0.02).

Nilai hematokrit mengalami peningkatan dari sebelumnya dengan nilai rata-rata pra =

37,49 (+ SD = 4,48) dan rata-rata pasca = 41,53 (+ SD = 5,63) dan nilai p=0.05).

Kadar hemoglobin terjadi penurunan yang bermakna setelah latihan fisik maksimal

dengan nilai rata-rata pra = 10,34 (+ SD = 0,09) dan rata-rata pasca = 10,10 (+ SD =

0.08) dan nilai p=0.04). Jumlah morfologi normal setelah latihan fisik maksimal

terjadi penurunan yang bermakna dengan nilai rata-rata pra = 99,09 (+ SD = 3,01)

(46)

A B

C D

Gambar 4. Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Pra dan Pasca Latihan Fisik Maksimal (A)*; Nilai Hematokrit (B)*; Kadar Hemoglobin (C)*; Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Perlakuan (D)*; Nilai (n=11). Tanda* Menunjukkan Berbeda Nyata Dibanding Kondisi Sebelum (Pra) Latihan Fisik Maksimal (uji t, p < 0,05)

4.1.3. Pengaruh Vitamin C terhadap Kualitas Eritrosit

Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata jumlah eritrosit kelompok

perlakuan dan kontrol pasca latihan fisik maksimal berupa renang masing-masing variabel

mengalami perubahan yang tidak bermakna seperti jumlah eritrosit kelompok kontrol dengan

nilai rata-rata = 8,09 (+ SD = 0,24) dan kelompok perlakuan dengan nilai rata-rata = 8,01 (+

SD = 0,26) dan nilai p > 0.05; p = 0.50. Nilai hematokrit pasca latihan fisik maksimal lebih

* *

*

(47)

tinggi pada kelompok kontrol jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan, setelah diuji

secara statistik ada perbedaan yang tidak bermakna, kelompok kontrol dengan nilai rata-rata

= 43,40 (+ SD = 4,05) dan kelompok perlakuan dengan nilai rata-rata = 41,53 (+ SD = 5,63)

dan nilai p > 0.05; p=0.38). Kadar hemoglobin setelah latihan fisik maksimal terjadi

penurunan lebih banyak terjadi pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok

perlakuan, meskipun ada perbedaan tersebut setelah diuji dengan statistik ada perbedaan yang

tidak bermakna, kelompok kontrol dengan nilai rata-rata = 10,11 (+ SD = 0,08) dan

kelompok perlakuan dengan nilai rata-rata = 10,10 (+ SD = 0,08) dan nilai p > 0.05; p=0.80).

Morfologi normal setelah latihan fisik maksimal tidak ada perbedaan yang bermakna antara

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan nilai rata-rata = 91,27 (+ SD = 5,29) pada

kelompok control dan kelompok perlakuan dengan nilai rata-rata = 92,54 (+ SD = 6,26) dan

nilai p > 0.05; p=0,61).

(48)

C D

Gambar 5. Perbedaan Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Pasca Latihan Fisik Maksimal (A); Nilai Hematokrit (B); Kadar Hemoglobin (C); Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol (D); Nilai (n=11). Tanda* Menunjukkan Berbeda Nyata Dibanding Kondisi Sebelum (Pra) Latihan Fisik Maksimal (uji t, p < 0,05)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Kualitas Eritrosit

A. Jumlah eritrosit

Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya peningkatan jumlah eritrosit pada

kelompok kontrol dan perlakuan setelah latihan fisik maksimal. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa setelah latihan fisik maksimal terjadi

peningkatan jumlah eritrosit pada manusia (Senturk, et al., 2004) dan tikus (Senturk,

et al., 2001 dan Senturk, et al., 2005). Juga hasil penelitian bahwa terjadi peningkatan

jumlah eritrosit pada subjek yang tidak terlatih dibandingkan dengan subjek yang

(49)

menyebabkan penurunan transportasi jumlah oksigen ke jaringan biasanya akan

meningkatkan kecepatan produksi sel darah merah (Guyton and Hall, 1997). Pada

keadaan hipoksia jaringan terjadi peningkatan kecepatan produksi sel darah merah

dan hasilnya akan meningkatkan nilai hematokrit dan volume darah total (Guyton and

Hall, 1997 dan Yusof et al., 2007). Faktor utama yang dapat merangsang produksi sel

darah merah adalah hormon dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin (Guyton dan

Hall, 1997). Ada penelitian lain menyatakan bahwa selama lari maraton terjadi

peningkatan pembentukan sel-sel eritrosit karena distimulasi oleh eritropoietin (Yusof

et al., 2007).

B. Nilai hematokrit

Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya perubahan nilai hematokrit pada

kelompok kontrol dan perlakuan setelah latihan fisik maksimal. Penelitian terdahulu

memperlihatkan bahwa setelah latihan fisik maksimal terjadi perubahan nilai

hematokrit pada manusia (Senturk, et al., 2004) dan tikus (Senturk, et al., 2001,

Senturk, et al., 2005). Juga hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi perubahan nilai

hematokrit pada subjek yang tidak terlatih dibandingkan dengan subjek yang terlatih

(Telford et al., 2002 dan Yusof et al., 2007). Penelitian lain juga menemukan bahwa

latihan fisik maksimal menyebabkan perubahan pada nilai hematokrit dan kadar

hemoglobin pada manusia (Putman, et al., 2003). Peningkatan nilai hematokrit ini

(50)

C. Kadar hemoglobin

Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin pada

kelompok kontrol dan perlakuan setelah latihan fisik maksimal. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa setelah latihan fisik maksimal terjadi

penurunan kadar hemoglobin pada manusia (Senturk, et al., 2005) dan tikus (Senturk,

et al., 2001, Senturk, et al., 2004). Penelitian lain juga menemukan bahwa latihan

fisik maksimal menyebabkan penurunan kadar hemoglobin pada manusia (Putman, et

al., 2003). Penurunan kadar hemoglobin ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah

sel-sel eritrosit yang rusak akibat latihan fisik maksimal (Senturk, et al., 2005). Selain

itu bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang maka kadar

hemoglobin dalam sel dapat juga mengalami penurunan hingga di bawah nilai normal

(Guyton dan Hall, 1997).

D. Morfologi eritrosit

Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya perubahan morfologi eritrosit pada

kelompok kontrol dan perlakuan setelah latihan fisik maksimal. Hasil penelitian

terdahulu menunjukkan bahwa setelah latihan fisik maksimal terjadi perubahan

morfologi eritrosit pada manusia (Senturk, et al., 2004) dan tikus (Senturk, et al.,

2001, Senturk, et al., 2005). Juga hasil penelitian lain menyatakan bahwa terjadi

perubahan morfologi eritrosit pada subjek yang tidak terlatih dibandingkan dengan

subjek yang terlatih (Telford et al., 2002 dan Yusof et al., 2007). Diketahui bahwa

latihan fisik maksimal dapat menyebabkan kerapuhan pada sel-sel eritrosit sehingga

(51)

sel-sel darah ini karena terpapar oleh radikal bebas sehingga sangat gampang

mengalami kerusakan pada membran lipid, terutama jika sel-sel eritrosit ini melewati

mikrosirkulasi (Telford et al., 2002). Diketahui juga bahwa ketika sel-sel darah merah

dihantarkan dari sumsum tulang masuk ke dalam sistem sirkulasi, maka secara

normal rata-rata sel-sel eritrosit akan bersirkulasi selama 120 hari sebelum rusak.

Begitu membran sel menjadi rapuh, maka sel bisa robek sewaktu melewati

tempat-tempat yang sempit dalam sirkulasi (Guyton dan Hall, 1997).

4.2.2. Pengaruh Vitamin C terhadap Kualitas Eritrosit Mencit

Hipotesis alternatif penelitian ini diterima, yang berarti tidak ada pengaruh

vitamin C sebelum latihan fisik maksimal terhadap kualitas eritrosit. Penelitian ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa vitamin C dapat

menurunkan kerusakan sel-sel eritrosit akibat radikal bebas karena vitamin C ini

dapat meningkatkan mekanisme sistem pertahanan antioksidan dalam tubuh terhadap

radikal bebas (Senturk, et al., 2001). Penelitian lain menyatakan bahwa meningkatkan

pemasukan vitamin C secara oral diusulkan sebagai keuntungan potensial yang dapat

mengurangi kerusakan oksidatif terhadap jaringan yang disebabkan oleh radikal

bebas (Khasaf, et al., 2003). Pada penelitian lain juga menemukan bahwa vitamin C

yang diberikan 1000 mg/h mempunyai pengaruh terhadap kerusakan kualitas eritrosit

manusia akibat radikal bebas (Senturk, et al., 2004) sedangkan pada penelitian ini

dosis pemberian vitamin C 50 mg/KgBB/h. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh

(52)

et al., 1995). Lama pemberian vitamin C peroral selama 1 bulan (Putman, et al.,

2003) dan 2 bulan (Senturk, et al., 2004), dapat mengurangi kerusakan sel-sel eritrosit

akibat radikal bebas sedangkan pada penelitian ini pemberian vitamin C peroral

(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemukan bahwa tidak ada pengaruh vitamin C 50

mg/KgBB/h selama 7 hari sebelum latihan fisik maksimal terhadap kualitas eritrosit

mencit jantan (Mus musculus) strain DD Webster. Penambahan antioksidan yang

memadai dalam tubuh berupa vitamin C diusulkan dapat mencegah timbulnya

peningkatan radikal bebas tidak terbukti. Tetapi pada penelitian ini menunjukkan

bahwa vitamin C dapat meningkatkan daya tahan tubuh adalah terbukti.

5.2. Saran

Untuk mencegah terjadinya perubahan kualitas eritrosit akibat radikal bebas

karena latihan fisik maksimal maka perlu asupan antioksidan yang memadai dalam

tubuh. Untuk penelitian selanjutnya disarankan perlu perpanjangan waktu pemberian

dan penambahan dosis vitamin C untuk mencegah terjadinya perubahan kualitas

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Casaburi, R. (1992), Principles of Exercise Training. American College of Chest Physicians, 101, 263-267.

Ciulla, L., Menezes, H. S., Bueno, B. B., Schuh, A., Alves, R. J. & Abegg, M. P. (2007), Antidepressant behavioral effects of duloxetine and fluoxetine in the rat forced swimming test. Acta Cir Bras, 22, 351-4.

Clarkson, P. M. & Thompson, H. S. (2000), Antioxidants: what role do they play in physical activity and health? Am J Clin Nutr, 72, 637S-46S.

Depkes, R. I. (1992), Petunjuk Pemeriksaan Hematologi, Jakarta, Pusat Laboratorium Kesehatan.

Evans, W. J. (2000), Vitamin E, vitamin C, and exercise. Am J Clin Nutr, 72, 647S-52S.

Guyton, A. C. & Hall, J. E. (2006), Text book of medical physiology, 11 Editions.

Halliwell, B. & Whiteman, M. (2004), Measuring reactive species and oxidative damage in vivo and in cell culture: how should you do it and what do the results mean? Br J Pharmacol, 142, 231-55.

Hariono, B. (1998), Patologi Klinik I. Bagian Kimia Medik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hawan, UGM Press. Yogyakarta.

Hathcock, J. N., Azzi, A., Blumberg, J., Bray, T., Dickinson, A., Frei, B., Jialal, I., Johnston, C. S., Kelly, F. J., Kraemer, K., Packer, L., Parthasarathy, S., Sies, H. & Traber, M. G. (2005), Vitamins E and C are safe across a broad range of intakes. Am J Clin Nutr, 81, 736-45.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori Pengaruh Vitamin C Sebelum Latihan Fisik Maksimal terhadap Kualitas Eritrosit Mencit Jantan (Mus musculus) Strain DD Webster
Gambar 2. Morfologi Eritrosit Normal pada Manusia
Tabel 1. Jadwal Penelitian
Gambar 3. Nilai Rata-rata (+ SD) Jumlah Eritrosit Sebelum (Pra) dan Setelah (Pasca) Latihan Fisik Maksimal (A)*; Nilai Hematokrit (B)*; Kadar Hemoglobin (C)*; Nilai Rata-rata Morfologi Eritrosit pada Kelompok Kontrol (D)*; Nilai (n=11)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit) Mencit Hasil pengamatan terhadap jumlah sel darah merah dengan perlakuan ekstrak segar daun rosela dengan perbedaan konsentrasi telah

Efek Antioksidan Ekstrak Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L) Terhadap Hati Setelah Aktifitas Fisik Maksimal dengan Melihat Kadar AST dan ALT Darah pada