• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH

SPERMA DAN MORFOLOGI SPERMA MENCIT JANTAN

DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARKAN

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

T E S I S

Oleh

S U P A R N I

077008008/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Σ

Ε Κ Ο Λ

Α

Η

Π Α

Σ Χ

Α Σ Α Ρ ϑΑ

Ν

(2)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH

SPERMA DAN MORFOLOGI SPERMA MENCIT JANTAN

DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARKAN

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Ilmu Biomedik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

S U P A R N I

077008008/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH SPERMA DAN MORFOLOGI SPERMA

MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus, L.)

YANG DIPAPARKAN MONOSODIUM

GLUTAMATE (MSG) Nama Mahasiswa : Suparni

Nomor Pokok : 077008008

Program Studi : Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed) Ketua

(dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM) Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 29 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Anggota : 1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, AIFM 2. Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir

(5)

ABSTRAK

Monosodium Glutamate (MSG) menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma yang bentuknya abnormal. MSG akan menimbulkan terjadinya stress oksidatif yang ditandai dengan terbentuknya radikal bebas. Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan dengan cara menetralisir radikal bebas dan menghambat peroksidasi lipid. Pemberian vitamin C mencegah penurunan jumlah sperma dan menurunkan bentuk sperma yang abnormal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) yang ditimbulkan oleh pemberian MSG.

Subjek penelitian adalah mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 βυλαν δενγαν βερατ βαδαν 25-35 gram, sebanyak 25 ekor yang di bagi dalam 5 kelompok perlakuan masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa. Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yang diberi dengan NaCl 0,9 % 0,5 ml selama 30 hari, kelompok ke-dua kontrol positif diberi MSG 4 mg/g bb intraperitoneal (IP) dilarutkan dengan NaCl 0,9 % 0,5 ml selama 15 hari, 15 hari berikutnya diberi NaCl 0,9% 0,5 ml, kelompok ke-tiga diberi MSG 4 mg/g bb (IP) selama 30 hari, kelompok keempat diberi MSG 4 mg/g bb 15 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian vitamin C 0,2 mg/g bb oral 15 hari berikutnya, kelompok ke-lima diberi MSG 4 mg/g bb (IP) 15 hari pertama dilanjutkan dengan pemberian MSG 4 mg/g bb ditambah vitamin C 0,2 mg/g bb 15 hari berikutnya. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian USU. Pemeriksaan jumlah sperma dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Improved Neubauer dan pemeriksaan morfologi sperma dibuat sediaan hapusan yang diwarnai dengan Giemsa.

Diperoleh hasil bahwa pemberian MSG 4 mg/g bb dan vitamin C 0,2 mg/g bb terdapat perbedaan jumlah sperma dan terdapat perbedaan rata-rata persentase morfologi sperma normal pada tiap kelompok perlakuan tetapi tidak menunjukkan hasil yang bermakna (p>0,05), hal ini menunjukkan jumlah sperma dan morfologi sperma normal tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan.

Kata Kunci: MSG, Vitamin C, Sperma.

(6)

ABSTRACT

Monosodium glutamate (MSG) decreased normal sperm count and increased abnormal sperm count. MSG caused stress oxidative by formation of free radicals. Vitamin C as an antioxidant by neutralizing free radicals and prevent lipid peroxidation. Intake vitamin C prevents decreased normal sperm and increased abnormal sperm count.

The aim of this study is to investigate the effect of intake vitamin C to sperm count and sperm morphology of adult male mice (Mus musculus, L.) which is exposed MSG.

Subject of this study was 25 adult male mice (Mus Musculus, L) strain DD Webster fertile, age ±3 mοντησ ολδ, βοδψ ωειγητ 25-35 gram and divided 5 groups. The first group, as negative control which is given 0,5 ml of NaCl 0,9% intraperitoneal (IP) for 30 days. The second group, as a positive control which is given MSG 4 mg/g BW (IP) for 15 days, then the next 15 days, the mice is given 0,5 ml of NaCl 0,9%. The third group is given MSG 4 mg/g BW (IP) for 30 days. The fourth group is given MSG 4 mg/g BW for 15 days and 15 days later they are given orally o,2 mg/g BW of vitamin C. The fifth group is given MSG 4 mg/g BW (IP) for 15 days and 15 days later the mice is given MSG 4 mg/g BW (IP) and orally 0,2 mg/g BW of vitamin C. All the experimental procedures and animal maintenance confirmed to the strict guidelines of institutional animal ethics committee USU. The sperm count using Improved Neubauer counting chamber and the morphology of the sperm using Giemsa smear.

The result of injection MSG 4 mg/g BW and supplement vitamin C 0,2 mg/g BW is the difference of sperm count and mean of normal sperm morphology percentage in each groups but not significant (p>0,05), that means sperm count and normal sperm morphology is not affected by MSG and vitamin C, combined or separated, in each groups.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, atas limpahan berkat dan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Πενγαρυη Pemberian Vitamin C terhadap Jumlah Sperma dan Morfologi Sperma Mencit Jantan

Dewasa (Mus musculus, L.) yang Dipaparkan Monosodium Glutamate (MSG)

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan strata 2 pada

Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan

dan do’α δαρι βερβαγαι πιηακ, παδα κεσεmπαταν ινι υχαπκαν τεριmα κασιη σαψα sampaikan kepada yang terhormat:

1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Yahwardiah Siregar, PhD, Ketua Program Studi Biomedik Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, Ketua Komisi Pembimbing yang

senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan

masukan dan pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk

menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Dedi Ardinata, S.Ked, M.Kes, Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan dan transfer ilmu, masukan serta dukungan

yang diberikan untuk penyelesaian tesis ini.

6. Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir, Dosen Pembanding yang telah memberikan

masukkan mulai dari usulan penelitian hingga penyelesaian tesis ini.

7. Prof.dr. Gusbakti Rusip, MSc, PKK, Dosen Pembanding yang juga banyak

(8)

8. Seluruh Dosen Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan pembelajaran dan selama penulis

mengikuti pendidikan.

9. Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes, Direktur Politeknik Kesehatan Medan yang

telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan

strata 2 di Program Studi Biomedik Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

10.dr. Fachri Nasution, DAN, Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik

Kesehatan Medan yang telah memberi dukungan kepada penulis untuk

melanjutkan pendidikan strata 2 di Program Studi Biomedik Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ibunda Almarhummah dan Ayahanda, ananda mengucapkan terima

kasih tak terhingga atas kasih sayang serta dukungannya. Kepada suamiku tercinta Ir.

Agustin, terima kasih atas pengertian, perhatian dan dukungan semangat, serta

anak-anakku tersayang (Gusni Rahmah dan Muhammad Yusuf) yang selama dua tahun ini

banyak waktu bersama yang terlewatkan, menjadi inspirasi untuk dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada teman-teman Biomedik seangkatan 2007, terima kasih atas bantuan

morilnya, kalian adalah teman-temanku yang terbaik.

Medan, Agustus 2009

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Suparni

2. Tempat/Tanggal lahir : Tanjung Morawa/25 Agustus 1966

3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Alamat : Dusun I Gg Rame Desa Telaga Sari Tanjung Morawa

6. Telepon/Hp : 081361615388

7. Pendidikan :

SD Negeri 101881 Tanjung Morawa Tahun 1974-1979

SMP Bersubsidi Tanjung Morawa Tahun 1980-1982

SMAK Depkes RI Medan Tahun 1982-1985

Sarjana (S1) Fakultas Biologi UMA Tahun 1994-1998

Sekolah Pasacasarjana, Program Biomedik, USU Tahun 2007-2009

8. Riwayat Pekerjaan :

Guru SMAK Depkes RI Medan Tahun 1986-2001

Dosen AAK Depkes RI Medan Tahun 1998-2001

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Landasan Teori ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Hipotesis ... 7

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Monosodium Glutamate (MSG) ... 8

2.2 Vitamin C ... 14

2.3 Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Tempat dan Waktu ... 22

3.2 Variabel Penelitian ... 22

3.3 Definisi Operasional ... 22

3.4 Bahan dan Alat Penelitian ... 23

(11)

3.6 Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.7 Analisa Data dan Pengujian Hipotesis .……….... 29

3.8 Jadwal Penelitian ………... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …... 31

4.1 Hasil Penelitian ... 31

4.2 Pembahasan ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Jadwal Penelitian... 30

4.1. Pengamatan Berat Badan Awal dan Akhir Mencit Jantan Dewasa. 31

4.2. Jumlah Sperma Di Dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit

Jantan Dewasa ... 33

4.3. Morfologi Sperma Normal di dalam Suspensi Cauda Epididimis

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Landasan Teori... 6

3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer ... 27

3.2. Morfologi Sperma Vas Deferen Mencit (Washington et al., 1983) Gambar A adalah Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing, Gambar B, C dan D adalah Sperma Abnormal (B = Sperma dengan Kepala Seperti Pisang, C = Sperma Tidak Beraturan, dan D = Sperma Terlalu Bengkok) ... 29

4.1. Grafik Berat Badan Awal Dan Berat Badan Akhir... 32

4.2. Grafik Jumlah Sperma ... 33

4.3. Grafik Morfologi Sperma Normal... 35

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Surat Ethical Clearence ... 44

2. Surat Keterangan tentang Hewan Mencit (Mus musculus L.) dari

LPPT- UGM ... 45

3. Hasil Uji Statistik Berat Badan Awal dan Berat Badan Akhir

Mencit Jantan Dewasa ... 46

4. Hasil Uji Statistik Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa ... 52

5. Hasil Uji Statistik Morfologi Sperma Normal Mencit Jantan

Dewasa ... 55

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Monosodium glutamate (MSG) sudah lama digunakan di seluruh dunia

sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic acid sebagai komponen asam

amino (Geha et al., 2000), disebabkan penambahan MSG akan membuat rasa

makanan menjadi lebih lezat (Loliger, 2000). Adapun rata-rata asupan MSG per hari

pada masyarakat di negara industri sekitar 0,3-1,0 g, tetapi adakalanya bisa menjadi

lebih tinggi tergantung pada jenis makanan dan pilihan rasa seseorang (Geha et al.,

2000). Asupan MSG terbanyak dijumpai pada masyarakat Korea yang mencapai 1,6

g/hari (Loliger, 2000), sedangkan di Indonesia sekitar 0,6 g per hari. Di Amerika

Serikat, Food and Drugs Administration (FDA, 1995) mengkategorikan MSG sebagai

bahan yang aman untuk dikonsumsi dan Prawirohardjono et al (2000) melaporkan

tidak ada perbedaan gejala yang bermakna antara kelompok orang sehat yang

mengkonsumsi kapsul MSG 1,5 g per hari selama tiga hari, kelompok orang sehat

yang mengkonsumsi kapsul MSG 3 g per hari selama tiga hari dan kelompok plasebo.

Tetapi, ada laporan yang menyatakan asupan MSG dalam jumlah besar menimbulkan

beberapa gejala pada orang yang sensitif seperti kebas pada belakang leher yang

berangsur-angsur menjalar ke lengan dan punggung, badan lemah dan jantung

berdebar, gejala-gejala ini dikenal sebagai Chinese restaurant syndrome (Geha et al.,

(16)

Olney (1969) mendapati penyuntikan MSG secara subkutan pada mencit baru

lahir menimbulkan terjadinya nekrosis akut neuron pada beberapa bagian otak yang

sedang berkembang termasuk hipotalamus, yang ketika dewasa mencit tersebut

mengalami kekerdilan tulang rangka, obesitas dan sterilitas pada mencit betina.

Penelitian terhadap mencit jantan dewasa yang disuntikkan MSG secara

subkutan selama 6 hari dengan dosis 4 mg/g berat badan dan 8 mg/g berat badan

menyebabkan peningkatan kadar glukosa eritrosit, peningkatan kadar peroksidasi

lipid, kadar total glutation dan protein yang terikat glutation serta peningkatan

aktivitas enzim glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST) dan

glutathione peroxidase (GPX). Hal ini menggambarkan bahwa dengan pemberian

MSG 4 mg/g berat badan mengakibatkan terjadinya stress oksidatif yang diantisipasi

tubuh dengan meningkatkan kadar glutation dengan cara meningkatkan aktivitas

enzim metaboliknya (Ahluwalia et al., 1996). Pemberian MSG 4 g/kg berat badan

secara intraperitoneal pada tikus Wistar jantan dewasa selama 15 hari (paparan jangka

pendek) dan 30 hari (paparan jangka panjang) memperlihatkan terjadinya penurunan

berat testis, penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal dan peningkatan

jumlah sperma yang bentuknya abnormal, penurunan kadar asam askorbat di dalam

testis dan peningkatan kadar peroksidasi lipid di dalam testis. Pada kelompok paparan

jangka pendek memperlihatkan penurunan jumlah sperma yang bentuknya normal

lebih rendah dan peningkatan jumlah sperma dengan ekor abnormal lebih besar serta

kerusakan oksidatif lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok paparan jangka

(17)

Pemberian vitamin C secara oral dengan dosis 200-1000 mg/hari pada

laki-laki infertil meningkatkan jumlah sperma secara in vivo. Vitamin C merupakan

antioksidan mampu menetralisir hidroksil, superoksid, dan radikal peroksidasi

hidrogen dan mencegah aglutinasi sperma (Agarwal et al., 2005).

Penelitian yang dilakukan pada testis tikus yang dipaparkan Cadmium (Cd) 10

mg/g berat badanmemperlihatkan bahwa pemberian vitamin C 10 mg/kg berat badan

secara intraperitoneal mampu mengurangi kadar MDA dalam testis dan peningkatan

jumlah sperma disertai penurunan persentase sperma yang berbentuk abnormal, pada

pemberian vitamin E 100 mg/kg berat badan secara intraperitoneal memperlihatkan

efek yang mirip pada pemberian vitamin C, akan tetapi efek dari vitamin E lebih

rendah (Acharya et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan pada kelinci usia 5 bulan yang diberi suplemen

vitamin C 1,5 g/L dan vitamin E 1 g/L pada minumannya dan kombinasi vitamin C

ditambah vitamin E (1,5 g/L+1 g/L) selama 12 minggu memperlihatkan penurunan

kadar thiobarbituric acid-reactive di dalam cairan semen serta peningkatan libido

(waktu reaksi), volume ejakulasi, konsentrasi sperma, jumlah sperma yang

dikeluarkan, indeks motilitas sperma, total sperma yang bergerak, volume sperma,

konsentrasi ion hidrogen (pH), dan konsentrasi fruktosa semen serta penurunan

jumlah sperma bentuk abnormal dan sperma yang mati dan peningkatan kadar

glutathione S-transferase (GST) di dalam cairan semen (Yousef et al., 2003).

Pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral selama 36 hari pada

(18)

radikal bebas yang ditimbulkan oleh senyawa Plumbum asetat 0,1% yang ditandai

oleh berkurangnya kadar malondialdehyde di dalam sekresi epididimis (Fauzi, 2008).

Penelitian terhadap pasien infertil dengan keadaan oligosperma, motilitas

sperma rendah dan jumlah sperma bentuk normal yang rendah, setelah diberikan

suplemen vitamin C 1000 mg per hari selama 2 bulan, memperlihatkan peningkatan

jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal

(Akmal et al., 2006).

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oleh Nayanatara (2008) akan

pengaruh pemberian MSG dapat menimbulkan terjadinya stress oksidatif pada testis

tikus Wistar dan penelitian-penelitian yang lain akan efek pemberian vitamin C

sebagai antioksidan terhadap testis. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma pada

mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) yang telah dipaparkan dengan MSG.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma dan

morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) akibat yang ditimbulkan

oleh pemberian Monosodium glutamate (MSG).

1.3. Landasan Teori

Pemberian MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan akan menimbulkan

(19)

bebas yang akan dilawan oleh tubuh mencit cara meningkatkan aktivitas enzim

glutathione reductase (GR), glutathione-S-transferase (GST), glutathione peroxidase

(GPX) yang berfungsi untuk meningkatkan produksi glutathion yang merupakan anti

oksidan. Radikal bebas yang terbentuk tersebut juga menimbulkan terjadinya proses

peroksidasi lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehyde (MDA).

Hal ini kemudian akan menyebabkan penurunan kadar asam askorbat di dalam testis

yang berakibat terhadap penurunan jumlah sperma. Oleh karena vitamin C dapat

bersifat sebagai antioksidan dengan cara menetralisir radikal bebas dan menghambat

peroksidasi lipid, maka diharapkan dengan pemberian vitamin C dapat menghambat

terjadinya peroksidasi lipid, mencegah penurunan kadar asam askorbat dalam testis

(20)

Gambar 1.1. Landasan Teori

MSG 4 mg/g b b secara intraperioneal

Vitamin C 0,2 mg/g bb

secara oral

! Jumlah sperma ↓ ! Morfologi sperma ↓ Radikal bebas ↑

(Stress oksidatif)

Kadar asam askorbat

dalam testis ↓ ! Glutathione

reductase(GR)↑ !

Glutathione-S-transferase(GST)↑ ! Glutathione

peroxidase(GPX)↑

Peroksidasi lipid ↑

Glutathione

MSG 4 mg/g b b secara intraperitoneal

Radikal bebas ↑ (Stress oksidatif)

Peroksidasi lipid ↑

Kadar asam askorbat dalam testis ↓

(21)

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah

sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) akibat yang

ditimbulkan oleh pemberian Monosodium glutamate (MSG).

1.4.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sperma

mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap morfologi

sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

1.5. Hipotesis

Ho : a. Tidak ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap peningkatan jumlah

sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

b. Tidak ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap peningkatan

morfologi normal sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

Ha : a. Ada pengaruh pemberian Vitamin C terhadap peningkatan jumlah

sperma mencit jantan dewasa yang dipaparkan MSG.

b. Ada pengaruh pemberian Vitamin C terhadap peningkatan morfologi

(22)

1.6. Manfaat Penelitian

1. Dijadikan bahan pertimbangan kepada masyarakat dan pemerintah untuk

memperhatikan penggunaan MSG dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bisa dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya akan dampak konsumsi

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamate (MSG)

2.1.1. Sejarah Penemuan MSG

MSG ditemukan pertama kali oleh Ikeda pada tahun 1909 dari mengisolasi

garam metalik asam glutamat dari tumbuhan laut (genus Laminaria) atau disebut

‘κονβυ’ δι ϑεπανγ (Ηαλπερν, 2002), mεmιλικι χιτα ρασα ψανγ κηασ δισεβυτ υmαmι συατυ

elemen rasa yang dijumpai pada makanan alamiah seperti kaldu. Karakteristik umami

berbeda dengan empat rasa yang lain pahit, manis, asin dan asam, berupa sedap, lezat

atau enak (Loliger, 2000), rasa umami ini bertahan lama dan di dalamnya terdapat

komponen L-glutamate (suatu asam amino non esensial) dan 5-ribonucleotide

(Yamaguchi dan Ninomiya, 2000). MSG banyak digunakan pada masakan Cina dan

Asia Tenggara yang dikenal dengan nama Ajinomoto, Sasa, Vetsin, Miwon atau

Weichaun (Geha et al., 2000).

2.1.2. Sifat Kimia dan Metabolisme MSG

MSG bersifat sangat larut dalam air (Geha et al., 2000), glutamat yang

terdapat dalam MSG merupakan suatu asam amino yang banyak dijumpai pada

makanan, kandungan glutamat 20% dari total asam amino pada beberapa makanan

baik bebas maupun terikat dengan peptida ataupun protein (Garattini, 2000).

Sementara glutamat yang terdapat di dalam MSG dan yang berasal dari hidrolisa

(24)

bebas akan meningkatkan kadar glutamat dalam plasma darah (Gold, 1995).

Selanjutnya glutamat di dalam mukosa usus halus akan diubah menjadi alanin dan

di dalam hati akan diubah menjadi glukosa dan laktat. Adapun kadar puncak glutamat

yang dicapai hewan dewasa setelah konsumsi oral 1 g/kg berat badan, kadar terendah

dijumpai pada kelinci dan meningkat secara progesif pada monyet, anjing, mencit,

tikus dan marmut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kadar puncak asam

glutamat plasma adalah rute pemberian (oral<subkutan<intraperitoneal), konsentrasi

MSG dalam larutan (2%, 10%), dan usia (hewan baru lahir memetabolisme asam

glutamat lebih rendah dari pada dewasa) (Garattini, 2000).

Berikut rumus kimia MSG (Loliger, 2000):

Diperkirakan seorang dengan berat badan 70 kg setiap harinya dapat

memperoleh asupan asam glutamat sekitar 28 g yang berasal dari makanan dan hasil

pemecahan protein dalam usus. Pertukaran asam glutamat setiap harinya dalam tubuh

sekitar 48 g. Tapi jumlahnya dalam darah sedikit sekitar 20 mg karena kecepatannya

mengalami ekstraksi dan penggunaan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati

(Garattini, 2000).

Glutamat merupakan suatu neurotransmitter yang penting untuk komunikasi

antar neuron, jika berlebihan akan dipompakan kembali ke dalam sel glial sekitar

(25)

Glutamat akan membuka saluran kalsium neuron sehingga kalsium masuk ke dalam

sel. Reaksi kimia yang berlangsung dalam sel secepatnya melepaskan bahan-bahan

kimiawi yang merangsang neuron yang berdekatan. Asam arakidonat merupakan

salah satu hasil reaksi kimia yang akan bereaksi dengan enzim dan menghasilkan

radikal bebas seperti radikal hidroksil (Gold, 1995).

2.1.3. Efek Biologi MSG

Normalnya MSG yang berlebihan tidak dapat melewati sawar darah otak,

tetapi terdapat beberapa bagian di dalam otak yang tidak dilindungi sawar darah otak

seperti hipotalamus, organ circumventricular, batang otak, kelenjar hipofise dan

testosterone (Gold, 1995). Sehingga pemberian MSG secara suntikan subkutan pada

mencit baru lahir dapat menimbulkan terjadinya nekrosis neuron akut pada otak

termasuk hipotalamus yang ketika dewasa akan mengalami hambatan perkembangan

tulang rangka, obesitas dan sterilitas pada betina (Olney, 1969). Terdapat adanya

laporan akan timbulnya gejala yang tidak menyenangkan pada manusia setelah

mengkonsumsi MSG seperti kebas pada belakang leher yang berangsur-angsur

menjalar kedua lengan dan punggung, perasaan lemah dan jantung berdebar-debar

(Stegink et al., 1981), sakit kepala, rasa terbakar, tekanan pada wajah dan nyeri dada

(Schaumburg et al., 1969). Kumpulan gejala tersebut dikenal dengan istilah Chinese

Restaurant Syndrome yang umumnya timbul setelah mengkonsumsi makanan Cina

yang banyak mengandung MSG (Kenney, 1986).

Penelitian terhadap tikus yang pada makanan standarnya ditambah MSG 100

(26)

berupa peningkatan kadar glukosa darah, triasigliserol, insulin dan leptin. Keadaan

tersebut disebabkan terjadinya stress oksidatif berupa peningkatan kadar

hiperperoksidasi lipid dan penurunan bahan-bahan antioksidan, tetapi hal tersebut

dapat dicegah dengan penambahan serat pada makanan (Diniz et al., 2005). Begitu

juga pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara subkutan selama 10 hari pertama

kelahiran kemudian dilakukan pemeriksaan pada hari ke-25 memperlihatkan

peroksidasi lipid meningkat secara bermakna (Babu et al., 1994). Keadaan stress

oksidatif juga dijumpai setelah pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara

intraperitoneal memperlihatkan peningkatan pembentukan MDA di hati, ginjal dan

otak tikus. Pemberian makanan yang mengandung vitamin C, E dan quercetin secara

bersamaan mengurangi kadar MDA yang muncul akibat pemberian MSG tersebut

(Farombi dan Onyema, 2006).

Penelitian terhadap tikus Sprague-Dawley baru lahir yang mengalami lesi

nukleus arkuatus setelah penyuntikan MSG 4 g/kg berat badan secara subkutan pada

hari ke 1, 3, 5, 7 dan 9, setelah 10 minggu memperlihatkan adanya plak aterosklerotik

pada permukaan lumen dinding aorta, degenerasi endotelium, inti endotelium

mengalami edema, adanya vesikel dengan berbagai ukuran pada jaringan

subendotelium serta sel otot polos mengalami migrasi dari tunika media ke tunika

intima melalui interna elastika yang robek. Juga disertai peningkatan kadar kolesterol

total, low density lipoprotein (LDL), kadar nitic oxide berkurang sedangkan kadar

(27)

2.1.4. Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi

Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) juga

melaporkan adanya dua kelompok orang yang cenderung mengalami kompleks gejala

MSG, kelompok pertama orang yang tidak toleran terhadap konsumsi MSG dalam

jumlah besar dan kelompok kedua orang dengan penyakit asma tidak terkontrol,

orang-orang ini cenderung mengalami kompleks gejala MSG, perburukan gejala

asma yang bersifat sementara setelah mengkonsumsi MSG dengan dosis antara 0,5 g

sampai 2,5 g (FDA, 1995).

Penelitian terhadap pasien infertil dengan keadaan oligosperma, motilitas

sperma rendah dan jumlah sperma bentuk normal yang rendah, setelah diberikan

suplemen vitamin C 1000 mg per hari selama 2 bulan, memperlihatkan peningkatan

jumlah sperma, motilitas sperma dan jumlah sperma yang morfologinya normal

(Akmal et al., 2006).

Pada mencit baru lahir (usia 2 sampai 11 hari) yang disuntikkan MSG 4 mg/g

berat badan secara subkutan menimbulkan terjadinya disfungsi sistem reproduksi

jantan dan betina yang manifestasinya akan muncul pada usia dewasa berupa pada

mencit betina menimbulkan kehamilan lebih sedikit dan ovarium lebih kecil dan pada

mencit jantan menimbulkan penurunan berat testis (Pizzi et al., 1977, Miskowiak et

al., 1993).

Pemberian MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal pada tikus yang

baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia pra pubertas dan

(28)

dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel

leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Follicle

Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat

dewasa memperlihatkan hiperleptinemia yang lebih tinggi dan penurunan kadar FSH

dan LH lebih rendah tetapi kadar T dan FT4 normal, dan tidak tampak perubahan

struktur testis (Miskowiak et al., 1993).

Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa salah satu mekanisme yang

mungkin berperan dalam timbulnya efek toksik akibat pemberian MSG pada sistem

reproduksi jantan mungkin diperantarai melalui efeknya dalam menurunkan kadar

asam askorbat. Penelitian tersebut dilakukan terhadap tikus Wistar jantan dewasa

yang disuntikkan MSG dengan dosis 4 g/kg berat secara intraperitoneal badan selama

15 hari (kelompok jangka pendek) dan selama 30 hari (kelompok jangka panjang),

memperlihatkan berkurangnya berat testis, jumlah sperma, kadar asam askorbat

dalam testis dan meningkatnya jumlah sperma yang bentuknya abnormal. Pada

kelompok jangka pendek memperlihatkan penurunan jumlah sperma bentuknya

normal dan peningkatan jumlah sperma dengan ekor abnormal secara bermakna

ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang. Kadar asam askorbat dalam

testis menurun secara bermakna pada kelompok jangka pendek ketika dibandingkan

dengan kelompok jangka panjang (Nayanatara et al., 2008). Penelitian lanjutan yang

dilakukan Vinodini et al (2008) memperlihatkan bahwa MSG dengan dosis 4 g/kg

berat badan secara intra peritoneal selain menimbulkan terjadinya penurunan berat

(29)

kadar peroksidasi lipid dalam testis dan pada kelompok jangka pendek

memperlihatkan kerusakan oksidatif yang lebih besar bila dibandingkan dengan

kelompok jangka panjang.

2.2. Vitamin C

2.2.1. Sejarah Penemuan Vitamin C

Asam askorbat alami banyak terdapat pada buah-buahan seperti jeruk, jeruk

lemon, semangka, strawberi, mangga dan nenas serta sayur-sayuran berwarna hijau

seperti brokoli dan kembang kol (Padayatty et al., 2003). Hewan juga dapat

memproduksi asam askorbat, dari glukosa-D atau galaktosa-D seperti pada

tumbuh-tumbuhan (Naidu, 2003). Akan tetapi manusia dan golongan primata lainnya, babi

dan kelelawar pemakan buah tidak dapat mensintesa asam askorbat karena tidak

memiliki enzim gluconolactone oxidase (Luck et al., 1995). Baik asam askorbat yang

alami maupun sintetis memiliki rumus kimia yang identik dan tidak terdapat

perbedaan aktivitas biologi maupun bioavailabilitasnya (Naidu, 2003).

2.2.2. Sifat Kimia dan Metabolisma Vitamin C

Vitamin C adalah asam xyloascorbat-L (asam askorbat, AA), dengan hasil

oksidasi pertamanya asam dehidroaskorbat (dehydro AA) yang juga mempunyai

aktivitas vitamin C (Hughes, 1973), bersifat larut dalam air dan labil serta berperan

penting dalam biosintesa kolagen, karnitin dan berbagai neurotransmitter (Naidu,

2003). Asam askorbat adalah merupakan 6 karbon lakton yang disintesa dari glukosa

(30)

Asam askorbat merupakan donor elektron dan reducing agent karena dapat

mendonorkan dua elektron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6

molekul karbon, hal tersebut menyebabkan dia berfungsi sebagai antioksidan karena

mampu mencegah zat komposisi yang lain teroksidasi. Setelah vitamin C

mendonorkan elektronnya, dia akan menghilang dan digantikan oleh radikal bebas

semidehydroaskorbic acid atau radikal ascorbyl, bila dibandingkan dengan radikal

bebas yang lain, radikal ascorbyl ini relatif stabil dan tidak reaktif (Padayatty et al.,

2003). Bila radikal ascorbyl dan dehydroascorbic acid sudah dibentuk maka dia akan

dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat sedikitnya dengan tiga jalur enzim

yang terpisah dengan cara mereduksi komponen yang terdapat di sistem biologi

seperti glutation, akan tetapi pada manusia hanya sebagian yang direduksi kembali

menjadi asam askorbat. Dehydroascorbic acid yang telah terbentuk kemudian

dimetabolisme dengan cara hidrolisis (Padayatty et al., 2003).

2.2.3. Efek Kimia Vitamin C

Asam askorbat berfungsi sebagai anti oksidan, anti aterogenik,

imunomodulator dan mencegah flu (Naidu, 2003). Untuk dapat berfungsi baik

(31)

tinggi di dalam tubuh (Gupta et al., 2007).

Pemberian suplemen vitamin C, vitamin E dan quercetin pada tikus yang

diberi MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan dapat menurunkan kadar MDA yang

muncul akibat MSG. Vitamin E menurunkan kadar lipid peroksidasi di hati diikuti

oleh vitamin C dan kemudian quercetin, sementara vitamin C dan quercetin

menunjukkan kemampuan lebih besar dalam melindungi otak dari kerusakan

dibandingkan dengan vitamin E (Farombi dan Onyema, 2006).

2.2.4. Efek Vitamin C terhadap Fungsi Reproduksi

Asam askorbat memberikan efek baik kepada integitas dari struktur tubular

maupun terhadap fungsi sperma. Defisiensi asam askorbat telah lama dihubungkan

dengan jumlah sperma yang rendah, peningkatan jumlah sperma yang abnormal,

mengurangi motilitas dan aglutinasi. Pada beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa

asupan asam askorbat dapat memperbaiki kualitas sperma. Efek yang menguntungkan

dari asam askorbat ini mungkin adalah hasil dari pemecahan radikal bebas yang

sering timbul akibat polusi lingkungan dan metabolisme selular yang dapat

menyebabkan kerusakan oksidatif dari DNA (Agarwal et al., 2005).

Stres oksidatif dapat dibatasi dengan menggunakan antioksidan berupa

suplemen vitamin E dan C. Vitamin C dapat menetralisir radikal hidroksil,

superoksid, dan hidrogen peroksida dan mencegah aglutinasi sperma. Vitamin C

sedikit jumlahnya pada cairan semen laki-laki infertil. Vitamin C dapat meningkatkan

jumlah sperma in vivo pada laki-laki infertil dengan dosis oral sekitar 200-1000

(32)

Begitu juga, kelinci usia 5 bulan yang diberi suplemen vitamin C 1,5 g/L dan

vitamin E 1 g/L pada minumannya dan kombinasi vitamin C + vitamin E (1,5 g/L+1

g/L) selama 12 minggu memperlihatkan penurunan kadar thiobarbituric acid-reactive

di dalam cairan semen serta peningkatan libido (waktu reaksi), volume ejakulasi,

konsentrasi sperma, jumlah sperma yang dikeluarkan, indeks motilitas sperma, total

sperma yang bergerak, volume sperma, konsentrasi ion hidrogen (pH), dan

konsentrasi fruktosa semen serta penurunan jumlah sperma bentuk abnormal dan

sperma yang mati dan peningkatan kadar glutathione S-transferase (GST) di dalam

cairan semen. Hal ini menyimpulkan bahwa pemberian suplemen vitamin C, vitamin

E dan kombinasi keduanya menurunkan produksi radikal bebas dan dapat

memperbaiki kualitas cairan semen tapi perbaikan lebih besar kelihatan berasal dari

vitamin E (Yousef et al., 2003).

2.3. Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis dan kantong skrotum,

epididimis dan vas deferens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi

untuk transport sperma, kelenjar asesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis,

semua struktur ini berpasangan (Rugh, 1967).

2.3.1. Testis

Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea, bagian

tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus yang

(33)

testis dan bagian arteri testicular yang masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi

nutrisi setiap bagian testis, dan kemudian akan kontak dengan vena testiskular yang

meninggalkan hilus (Rugh, 1967).

Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang

dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang tipis. Antara tubulus adalah stroma

interstisial, terdiri atas gumpalan sel leydig ataupun sel sertoli dan kaya akan darah

dan cairan limfe. Sel interstisial testis mempunyai inti bulat yang besar dan

mengandung granul yang kasar. Sitoplasmanya bersifat eosinofilik. Diyakini bahwa

jaringan interstisial menguraikan hormon jantan testosterone. Epitel seminiferus tidak

mengandung sel spermatogenik secara eksklusif, tetapi mempunyai nutrisi yang

menjaga sel sertoli, yang tidak dijumpai di tubuh lain. Sel sertoli bersentuhan dengan

dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Di dalam inti

sel sertoli terdapat nukleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan yang bersifat

asidofilik di sentral dan sisanya badan yang bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli

diperkirakan mempunyai banyak bentuk tergantung aktivitasnya. Pada masa istirahat

berhubungan dekat dengan membran basalis di dekatnya dan inti ovalnya paralel

dengan membran. Sel sertoli sebagai sel penyokong untuk metamorfosis spermatid

menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang, panjang,

piramid dan intinya berada tegak lurus dengan membran basalis. Sitoplasma dekat

lumen secara umum mengandung banyak kepala spermatozoa yang matang

(34)

2.3.2. Spermatogenesis

Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan,

dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jutaan spermatozoa yang akan

diproduksi dan masih berada di daerah ekstra gonad. Karena sel germinal kaya akan

alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio,

maka sel germinal dapat dikenal dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke 9 dan 10

kehamilan sebagian mengalami degenerasi dan sebagian lain mengalami proliferasi

dan bahkan bergerak (pada hari ke 11 dan 12) ke daerah genitalia. Pada saat itu

jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Proses

proliferasi dan differensiasi berlangsung di daerah medulla testis. Pada kasus steril,

kehilangan sel germinal berlangsung selama perjalanan dari bagian ekstra gonad

menuju daerah genitalia. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal

primordial dalam bagian genitalia berkurang dan beberapa sel mulai degenerasi

menjelang hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran, sel tampak

lebih besar, yaitu spermatogonia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis

mencit sepanjang hidupnya. Ada 3 jenis spermatogonia: tipe A, tipe intermediate dan

tipe B (Rugh, 1967).

Tipe A adalah induk stem cell yang mampu mengalami mitosis sampai

menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A yang paling besar dan mengandung inti

kromatin yang mirip partikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak

eksentrik. Kromosom metafasenya panjang dan tipis. Dapat meningkat, melalui

(35)

dan mengandung inti kromatin serpihan kasar di atas atau dekat permukaan dalam

membran inti. Terdapat plasmosom mirip nukleolus yang terletak di tengah.

Kromosom metafase biasanya pendek, bulat, dan mirip kacang. Spermatogonia tipe B

membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau berubah menjadi spermatosit

primer, lebih jauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya dari metafase

spermatogonia menjadi profase meiosis sekitar 3 sampai 9 hari, menuju metafase

kedua selama 4 hari atau kurang, dan menuju spermatozoa imatur selama 7 hari atau

lebih. Maka, waktu dari metafase spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling

sedikit 10 hari (Rugh, 1967).

Sel tipe A pertama kali muncul 3 hari setelah kelahiran. Ketika jumlahnya

meningkat, sel germinal primordial yang merupakan asalnya dan kemudian berada

di samping membran dasar, akan berkurang jumlahnya. Pembelahan meiosis dalam

testis mulai 8 hari setelah kelahiran. Tanda pertama bahwa spermatogonia B akan

metamorfosis menjadi spermatosit primer adalah pembesaran dan bergerak menjauhi

membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi 2 spermatosit sekunder yang

lebih kecil, yang kemudian membelah menjadi 4 spermatid. Mereka mengalami

metamorfosis radikal menjadi spermatozoa matur dengan jumlah yang sama,

kehilangan sitoplasmanya dan berubah bentuk (Rugh, 1967).

Antara tahap spermatosit primer dan sekunder, materi kromatin harus

membelah. Sintesa premeiotik DNA terjadi di spermatosit primer selama fase

istirahat dan berakhir sebelum onset profase meiosis, rata-rata selama 14 jam. Tidak

(36)

spermatogenesis mencit pada dasarnya sama dengan mamalia lain. Satu siklus epitel

seminiferus selama 207±6 ϕαm, δαν 4 σικλυσ ψανγ mιριπ τερϕαδι ανταρα σπερmατογονια

A dan spermatozoa matur. Produksi spermatozoa matur dari sel spermatogonia

berlangsung 5 minggu pada mencit. Testis dan khususnya spermatozoa matur,

merupakan sumber hyaluronidase terkaya, dan enzim ini efektif membubarkan sel

cumulus sekitar ovum matur pada saat fertilisasi. Setiap spermatozoa membawa

enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui sel cumulus menuju matriks jel

ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulosa sel

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera

Utara dimulai dari tanggal 30 Mei sampai dengan 22 Juli 2009.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Variabel Independen

a. Monosodium Glutamate (MSG).

b. Vitamin C.

3.2.2. Variabel Dependen

a. Jumlah sperma.

b. Morfologi sperma.

3.3. Definisi Operasional

a. Jumlah sperma adalah banyaknya sperma yang diperoleh dari cauda

epididimis dalam sperma/ml suspensi.

b. Morfologi sperma normal dan abnormal yang diperoleh dari cauda

epididimis.

1) Morfologi sperma normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait

(38)

2) Morfologi sperma abnormal mempunyai bentuk kepala tidak beraturan,

dapat berbentuk seperti pisang, atau tidak beraturan (amorphous), atau

terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor, atau hanya

terdapat ekornya saja tanpa kepala (Washington et al., 1983).

3.4. Bahan dan Alat Penelitian

3.4.1. Bahan Penelitian

Bahan biologis. Bahan biologis yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3

bulan dengan berat badan 25-35 gram yang diperoleh dari Unit Pra Klinik LPPT

Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Jumlah hewan uji perkelompok

ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15. ϑικα t adalah jumlah perlakuan (dalam

penelitian ini ada 5 kelompok perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan perkelompok,

maka jumlah n yang diharapkan (teoritis) adalah 5 (Federer, 1963). Sehingga jumlah

keseluruhan hewan coba yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 25

ekor yang dipilih dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian. Persetujuan

ethical clearance dari Komisi Etika Penelitian Kesehatan Wilayah Sumatera Utara

Medan.

Bahan kimia. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk meneliti efek pemberian

vitamin C terhadap jumlah sperma dan morfologi sperma mencit jantan dewasa yang

dipaparkan MSG adalah Monosodium glutamate murni, Vitamin C, NaCl 0,9%,

(39)

3.4.2. Peralatan Utama Penelitian

Alat utama yang digunakan dalam penelitian antara lain: jarum oval (Gavage),

bak bedah dan dissecting set, gelas arloji, cawan petri, batang pengaduk, timbangan

(balance) dengan ketelitian 0,01 gram, objek glas, cover glass, spuit insulin 1 ml,

kamar hitung Improved Neubauer dan mikroskop cahaya.

3.5. Disain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didisain mengikuti

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas 5 kelompok perlakuan,

yaitu:

a) Kelompok I (P0) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi

larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,5 ml secara intraperitoneal selama 30 hari.

b) Kelompok II (P1) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG

4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9% secara

intraperitoneal setiap hari selama 15 hari selanjutnya 15 hari berikutnya

diberikan larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,5 ml secara intraperitoneal setiap

hari.

c) Kelompok III (P2) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi

MSG 4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9%

secara intraperitoneal setiap hari selama 30 hari.

d) Kelompok IV (P3) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi

(40)

secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama, selanjutnya 15 hari

berikutnya diberikan vitamin C 0,2 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam

0,5 ml aquadest secara oral setiap hari.

e) Kelompok V (P4) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi MSG

4 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml larutan NaCl 0,9% secara

intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama, selanjutnya 15 hari

berikutnya pemberian MSG diteruskan disertai dengan pemberian vitamin C

0,2 mg/g berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara oral setiap

hari.

Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

P4

P3

P2

P1

P0

0 15 30 (hari) Λαρυταν ΝαΧλ 0,9 %

ΜΣΓ Λαρυταν ΝαΧλ 0,9%

ΜΣΓ ΜΣΓ

ςιταmιν Χ

ΜΣΓ ΜΣΓ + ςιταmιν Χ

ΜΣΓ

(41)

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran

30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan

sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol

persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap

(pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan

dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pelet komersial) dan minum (air

PAM) disuplai setiap hari secara berlebih. Persetujuan ethical clearance dari Komisi

Etika Penelitian Kesehatan Wilayah Sumatera Utara Medan.

3.6.2. Pengamatan

Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing hewan coba dikorbankan dengan

cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah. Selanjutnya dilakukan pengamatan

sebagai berikut:

3.6.2.1.Pengambilan sekresi cauda epididimis

Untuk mendapatkan sperma di dalam sekresi cauda epididimis dilakukan menurut

Soehadi dan Arsyad (1983) sebagai berikut: Setelah 30 hari perlakuan, masing-masing

hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher dan selanjutnya dibedah.

Kemudian organ testis beserta epididimis sebelah kanan diambil dan diletakkan ke

dalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%. Di bawah mikroskop bedah dengan

pembesaran 400 kali cauda epididimis dipisahkan dengan cara memotong bagian

(42)

epididimis dimasukkan ke dalam gelas arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9%, kemudian

bagian proximal cauda dipotong sedikit dengan gunting lalu cauda ditekan dengan

perlahan hingga sekresi cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl 0,9%.

Suspensi sperma dari cauda epididimis yang telah diperoleh dapat digunakan untuk

pengamatan yang meliputi: jumlah sperma, dan morfologi sperma.

3.6.2.2.Pengamatan sperma

Pengamatan sperma dilakukan sebagai berikut:

Suspensi sperma yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan.

Selanjutnya diambil sebanyak 10 ∝l sampel dan dimasukkan ke dalam kotak-kotak

hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Di bawah

mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, hemositometer diletakkan dan dihitung

jumlah sperma pada kotak/bidang A,B,C,D, dan E. Hasil perhitungan jumlah sperma

kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah sperma/ml suspensi sekresi

cauda epididimis sebagai berikut:

dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A,B,C,D,dan E. ϑυmλαη σπερmα = Ν / 2 ξ 105 σπερmα/mλ

(43)
[image:43.612.127.483.103.436.2]

Gambar 3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer (Zaneveld et al., 1986)

3.6.2.3.Morfologi sperma

Untuk menentukan morfologi sperma, diambil sperma dari cauda epididimis

tersebut di atas dan dibuat sediaan hapus pada kaca objek, dikeringkan. Kemudian

diberi alkohol 70% selama 15 menit, dikeringkan dan diberi perwarnaan Giemsa

selama 15 menit. Setelah itu dibilas dengan air kran dan dikeringkan. Kemudian

dengan mikroskop cahaya dihitung dengan jumlah 100 sperma, ditentukan persentasi

sperma yang normal dan abnormal. Untuk mendapatkan hasil akhirnya, jumlah

persentase sperma yang normal kiri dan kanan cauda epididimis dijumlah kemudian

diambil rata-ratanya. Ciri sperma normal yaitu mempunyai bentuk kepala seperti kait

(44)

kepala tidak beraturan, dapat berbentuk seperti pisang, atau tidak beraturan

(amorphous), atau terlalu bengkok, dan ekornya tidak lurus bahkan tidak berekor,

atau hanya terdapat ekornya saja tanpa kepala (Gambar 3.2).

A B C D

Gambar 3.2. Morfologi Sperma Vas Deferen Mencit (Washington et al., 1983) Gambar A adalah Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing, Gambar B, C dan D adalah Sperma Abnormal (B = Sperma dengan Kepala Seperti Pisang, C = Sperma Tidak Beraturan, dan D = Sperma Terlalu Bengkok)

3.7. Analisa Data dan Pengujian Hipotesis

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± σιmπανγαν βακυ

(ρατα-rata ± ΣD). Dιλακυκαν υϕι νορmαλιτασ δαν ηοmογενιτασ δατα. ϑικα δατα βερδιστριβυσι

[image:44.612.123.499.211.496.2]
(45)

dilanjutkan dengan uji Post Hoc analisis Benferroni taraf 5% untuk melihat perbedaan

antar kelompok kontrol dan masing-masing perlakuan.

Jika distribusi data tidak normal dan atau tidak homogen, maka dilakukan

transformasi data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila

masih tidak normal distribusinya dan data tidak homogen maka diuji dengan uji

Mann Whitney untuk membandingkan antara 2 kelompok perlakuan (kontrol vs

perlakuan). Pada kelompok data lebih dari 2 kelompok maka dilakukan uji Friedman.

Semua analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15,0. Dalam

penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada 〈 ≤ 0,05 ψανγ διανγγαπ βερmακνα

(signifikan).

3.8. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian dari persiapan sampai pada penulisan hasil

penelitian adalah lebih kurang tujuh minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan

[image:45.612.114.459.358.437.2]

secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No Kegiatan Minggu Ke

1 2 3 4 5 6 7

1 PERSIAPAN √

2 PELAKSANAAN √ √ √ √

3 ANALISA DATA √

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Berat Badan Awal dan Akhir Mencit Jantan Dewasa

Dari penelitian ini diperoleh hasil pengukuran berat badan awal dan berat

badan akhir mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster adalah

[image:46.612.120.510.362.531.2]

sebagai berikut:

Tabel 4.1. Pengamatan Berat Badan Awal dan Akhir Mencit Jantan Dewasa

Berat Badan Mencit ( g ) Kelompok n

Awal Akhir P value

P0 5 41.72 ± 2.65 41.58 ± 2.28 0.97

P1 5 37.48 ± 5.33 38.38 ± 1.91 0.83

P2 5 35.03 ± 3.72 37.66 ± 1.75 0.17

P3 5 36.30 ± 1.60 35.60 ± 3.44 0.67

P4 5 37.54 ± 4.24 37.64 ± 1.11 0.91

Nilai adalah rata-rata ± SD

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas hasil uji statistik berat badan awal dan berat

badan akhir subjek terjadi perubahan tidak bermakna baik yang diberi MSG dan

(47)

Perbandingan berat badan awal dan akhir

0

10

20

30

40

50

P0

P1

P2

P3

P4

[image:47.612.125.511.111.487.2]

Kelompok

B

e

r

a

t

b

a

d

a

n

(

g

)

BB. Awal

BB. Akhir

Gambar 4.1. Grafik Berat Badan Awal dan Berat Badan Akhir

Keterangan:

P0 = Perlakuan diberi NaCl 0,9% selama 30 hari (kontrol)

P1 = Perlakuan diberi MSG 15 hari pertama, 15 hari berikutnya diberi NaCl 0,9%

P2 = Perlakuan diberi MSG selama 30 hari

P3 = Perlakuan diberi MSG 15 hari pertama, 15 hari berikutnya diberi Vitamin C

P4 = Perlakuan diberi MSG 15 hari pertama, 15 hari berikutnya diberi MSG +

Vitamin C

4.1.2. Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa

Dari penelitian ini diperoleh hasil jumlah sperma di dalam suspensi cauda

epididimis mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD Webster sebagai

berikut:

(48)
[image:48.612.130.511.149.556.2]

Tabel 4.2. Jumlah Sperma di dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit Jantan Dewasa

Kelompok n Jumlah Sperma (106)

P0 5 7.88 ± 2.02

P1 5 5.79 ± 2.45

P2 5 8.53 ± 2.33

P3 5 6.57 ± 2.44

P4 5 4.81 ± 0.85

Nilai adalah rata-rata ± SD

Perbandingan jumlah sperma

0

2

4

6

8

10

12

P0

P1

P2

P3

P4

Kelompok

J

u

m

la

h

(

ju

ta

/m

l)

Jumlah sperma

Gambar 4.2. Grafik Jumlah Sperma

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 di atas diperoleh hasil pada subjek P1

(5.79±2.45), P3 (6.57±2.44), dan P4 (4.81±0.85) jumlah sperma lebih rendah bila

dibandingkan dengan P0 (7.88±2.02), dan pada P2 (8.53±2.33) jumlah sperma lebih

(49)

bila dibandingkan dengan P1 pada perlakuan yang diberi MSG. Dan pada P4 jumlah

sperma lebih rendah bila dibandingkan dengan P3 pada perlakuan yang diberi MSG

dan Vitamin C baik tersendiri maupun bersamaan.

Dari hasil penelitian ini terdapat perbedaan rata-rata jumlah sperma pada tiap

kelompok perlakuan tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna. Berdasarkan hasil uji

statistik rata-rata jumlah sperma pada setiap kelompok perlakuan p>0,05, yang berarti

tidak ada pengaruh pemberian MSG dan Vitamin C pada setiap kelompok perlakuan.

4.1.3. Morfologi Sperma Mencit

Dari penelitian ini diperoleh hasil morfologi sperma normal di dalam suspensi

cauda epididimis kanan dan kiri mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) strain DD

Webster sebagai berikut:

Tabel 4.3. Morfologi Sperma Normal di dalam Suspensi Cauda Epididimis Mencit Jantan Dewasa

Kelompok n Morfologi Sperma Normal (%)

P0 5 81.70 ± 3.62

P1 5 84.20 ± 2.33

P2 5 81.70 ± 3.85

P3 5 85.00 ± 2.42

P4 5 80.80 ± 3.82

(50)

Pe rbandingan morfologi spe rma normal

0

20

40

60

80

100

P0

P1

P2

P3

P4

Kelompok

J

u

m

la

h

(

%

)

[image:50.612.123.511.113.415.2]

Morfologi sperma normal

Gambar 4.3. Grafik Morfologi Sperma Normal

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 di atas diperoleh hasil pada subjek P1

(84.20±2.33) persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih tinggi bila

dibandingkan dengan P0 (81.70±3.62), P2 (81.70±3.85) dibanding dengan P0

terdapat hasil yang sama persentase rata-rata morfologi sperma normal, P3

(85.00±2.42) persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih tinggi bila

dibandingkan dengan P0, dan P4 (80.80±3.82) persentase rata-rata morfologi sperma

normal lebih rendah bila dibandingkan dengan P0. Sedangkan P2 persentase rata-rata

morfologi sperma normal lebih rendah bila dibandingkan dengan P1 pada perlakuan

yang diberi MSG, dan P4 persentase rata-rata morfologi sperma normal lebih rendah

(51)

bila dibandingkan dengan P3 pada perlakuan yang diberi MSG dan Vitamin C baik

tersendiri maupun bersamaan.

Berdasarkan hasil uji statistik rata-rata persentase morfologi sperma normal

pada subjek p>0,05, yang berarti tidak ada pengaruh pemberian MSG dan pemberian

Vitamin C pada subjek antara kelompok perlakuan. Dari hasil penelitian ini terdapat

perbedaan rata-rata persentase morfologi sperma normal pada tiap kelompok

perlakuan tetapi tidak menunjukkan hasil yang bermakna.

Aaa a b

c d

[image:51.612.120.496.303.624.2]
(52)

4.2. Pembahasan

Dari hasil penimbangan berat badan mencit jantan dewasa dapat dilihat bahwa

berat badan awal dan akhir tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C

secara tersendiri maupun bersamaan (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1), hal ini dapat dilihat

pada perlakuan. Berarti ada perbedaan tidak bermakna terhadap berat badan awal dan

akhir pada subjek diantara kelompok perlakuan.

Dari hasil perhitungan jumlah sperma di dalam suspensi cauda epididimis

pada kelompok perlakuan diperolehrata-rata jumlah sperma pada P2 lebih tinggi bila

dibandingkan dengan P0 (kontrol), tetapi pada rata-rata jumlah sperma menunjukkan

hasil yang tidak bermakna pada subjek, yang berarti tidak ada pengaruh pemberian

MSG pada subjek antara kelompok perlakuan.

Penelitian Nayanatara et al., (2008), bahwa pemberian MSG 4 g/kg berat

badan secara intraperitoneal pada tikus Wistar jantan dewasa selama 30 hari (paparan

jangka panjang) memperlihatkan terjadinya penurunan berat testis, penurunan jumlah

sperma yang bentuknya normal dan peningkatan jumlah sperma yang bentuknya

abnormal, penurunan kadar asam askorbat di dalam testis dan peningkatan kadar

peroksidasi lipid di dalam testis.

Pada penelitian ini rata-rata jumlah sperma pada P4 lebih rendah bila

dibandingkan dengan P3, berarti pemberian Vitamin C tidak memberikan pengaruh

terhadap jumlah sperma. Bahwa hal ini menunjukkan jumlah sperma tidak

dipengaruhi oleh pemberian MSG dan vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan

(53)

Menurut penelitian Agarwal et al., (2005), stres oksidatif dapat diatasi dengan

menggunakan antioksidan berupa suplemen vitamin E dan C. Vitamin C dapat

menetralisir radikal hidroksil, superoksid, dan hidrogen peroksida dan mencegah

aglutinasi sperma. Vitamin C sedikit jumlahnya pada cairan semen laki-laki infertil.

Vitamin C dapat meningkatkan jumlah sperma in vivo pada laki-laki infertil dengan

dosis oral sekitar 200-1000 mg/hari.

Dari pemeriksaan morfologi sperma normal di dalam suspensi cauda

epididimis kanan dan kiri subjek diperoleh hasil rata-rata persentase morfologi

sperma normal P1, dan P3 lebih tinggi bila dibandingkan dengan P0 (kontrol). Pada

rata-rata persentase morfologi sperma normal P2 bila dibandingkan dengan P0

hasilnya sama, sedangkan pada persentase rata-rata morfologi sperma normal P4

lebih rendah bila dibandingkan dengan P3, berarti pemberian Vitamin C tidak

memberikan pengaruh terhadap morfologi sperma normal. Bahwa hal ini

menunjukkan morfologi sperma normal tidak dipengaruhi oleh pemberian MSG dan

vitamin C secara tersendiri maupun bersamaan pada perlakuan.

Pada penelitian ini menggunakan subjek Mus musculus, L. diperoleh hasil

jumlah sperma dan morfologi sperma normal terdapat adanya hasil yang lebih tinggi

dan lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol, ada perbedaan hasil tetapi tidak

bermakna p>0.05. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nayantara,

et al., (2008) menggunakan subjek rat, perbedaan hasil pada penelitian ini

(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Tidak ada pengaruh pemberian Vitamin C terhadap jumlah sperma dan

morfologi sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus. L) yang dipaparkan

Monosodium Glutamate (MSG).

5.2. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan MSG dan

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Acharya, U., Mishra, M., Tripathy, R., & Mishra, I. (2006), Testicular dysfunction and antioxidant defense system of Swiss mice after chromic acid exposure. Reprod Toxicol, 22, 87-91.

Agarwal, A., Prabakaran, S. & Said, T. (2005), Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl, 26, 654-60.

Ahluwalia, P., Tewari K. & Choudary, P. (1996), Studies on the effects of monosodium glutamate (MSG) on oxidative stress in erythrocytes of adult male mice. Toxicol Lett, 84, 161-5.

Akmal, M., Qadri, J. Q., Al-Waili, N. S., Thangal, S., Haq, A. & Saloom, K. Y. (2006), Improvement in human semen quality after oral supplementation of vitamin C. J Med Food, 9, 440-2.

Babu, G. N., Bawari, M. & Ali, M. M. (1994), Lipid peroxidation potential and antioxidant status of circumventricular organs of rat brain following neonatal monosodium glutamate. Neurotoxicology, 15, 773-7.

Diniz, Y. S., Faine, L. A., Galhardi, C. M., Rodrigues, H. G., Ebaid, G. X., Burneiko, R. C., Cicogna, A. C. & Novelli, E. L. (2005), Monosodium glutamate in standard and high-fiber diets: metabolic syndrome and oxidative stress in rats. Nutrition, 21, 749-55.

Farombi, E. O. & Onyema, O. O. (2006), Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat: modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Hum Exp Toxicol, 25, 251-9.

Fauzi, T. (2008), Pengaruh pemberian timbal asetat dan vitamin C terhadap peroksidasi lipid dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi epididimis mencit jantan (Mus musculus L.) strain DDW. Biomedic. Medan, Univeristas Sumatera Utara.

FDA (1995) FDA and monosodium gtamate (MSG) avaiable at

http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html

(56)

Garattini, S. (2000), Glutamic acid, twenty years later. Journal of Nutrition, 130, 901S-909S.

Geha, R., Beiser, A., Ren, C. Patterson, R., Greenberger, P., Grammer, L., Ditto, A., Harris K., Saughnessy, M., Yarnold, P., Corrent, J. & Saxon, A. (2000), Review of alleged reaction to monosodium glutamate and outcome of a multicenter double-blind placebo-controlled study. The Journal of Nutrition, 130, 1058S-1062S.

Gold, M. (1995), Monosodium glutamate.

Gupta, A. D., Dhundasi, S. A., Ambekar, J. G. & Das, K. K. (2007), Effect of l-ascorbic acid on antioxidant defense system in testes of albino rats exposed to nickel sulfate. J Basic Clin Physiol Pharmacol, 18, 255-66.

Halpern, B. (2002), What’ ιν α ναmε ? Αρε ΜΣΓ ανδ υmαmι τηε σαmε ? Chemical Sense.

Hayati A, Mangkoewidjojo S, Hinting A, Moedjopawiro S. (2006), Hubungan kadar MDA spermatozoa dengan integritas membran spermatozoa tikus (Rattus novergicus L) setelah pemaparan 2-methoxyethanol. J Berk. Penel. Hayati 11:151-154

Hsieh, Y., Chang, C. & Lin, C (2006), Seminal malondialdehyde concentration but not glutathione peroxidase activity is negatively correlated with seminal concentration and motility. Int J Biol Sci, 2(1), 23-29.

Kenney, R. (1986), The Chinese restaurant syndrome: an anecdote revisited. Food Chem Toxicol., 351

Gambar

Gambar 1.1. Landasan Teori
Gambar 3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer (Zaneveld et al., 1986)
Gambar 3.2. Morfologi Sperma Vas Deferen Mencit (Washington et al., 1983) Gambar A adalah Sperma Normal, dengan Kepala Seperti Kait Pancing, Gambar B, C dan D adalah Sperma Abnormal (B = Sperma dengan Kepala Seperti Pisang, C = Sperma Tidak Beraturan, dan D =  Sperma Terlalu Bengkok)
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian vitamin C pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat testis (P&lt;0,05), namun tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel

Simpulan : Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Vitamin E dengan dosis 0,4 mg/hari, 0,8 mg/hari dan 1,2 mg/hari dapat meningkatkan jumlah sel-sel spermatogenik

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jumlah spermatozoa mencit selama proses spermatogenesis yang dipaparkan asap rokok terhadap pemberian vitamin

Hasil penelitian yang telah diperoleh menunjukan bahwa pemberian MSG sejak dalam kandungan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah sperma (0.05) dan

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis saya yang berjudul “Efek Protektif Vitamin C Dan E Terhadap Mutu Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipajan Dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian vitamin C dan E terhadap gambaran histologis hepar mencit setelah dipajankan monosodium glutamat (MSG) selama

Penurunan jumlah degenerasi sel hepar yang bermakna terhadap dosis vitamin C yang diberikan dapat terjadi akibat pengaruh vitamin C sebagai antioksidan yang dapat

Vitamin C tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik tetapi dapat memulihkan berat testis mencit yang terpajan