PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP
GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (
Mus musculus
L.)
YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
SKRIPSI
UMMI KALSUM
080805052
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP
GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (
Mus musculus
L.)
YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
UMMI KALSUM
080805052
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E
TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
Kategori : SKRIPSI
Nama : UMMI KALSUM
Nomor Induk Mahasiswa : 080805052
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Januari 2013 Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Dr. Salomo Hutahaean M. Si. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. NIP. 19651011 199501 1 001 NIP. 19660209 199203 1 003
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (Mus musculus L.) YANG
DIPAJANKANMONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2013
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Pemberian Vitamin C dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG). Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed selaku Dosen Pembimbing I serta Dosen Penasehat Akademik dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Elimasni M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan banyak masukan, bimbingan serta waktu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurhasni Muluk selaku analis di Laboratorium dan Ibu Roslina Ginting serta Bapak Endra Raswin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU.
Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Tumiran Mislan dan Ibunda Elvi Zahara yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis. Kepada Kakanda Mira Vevi Anggraini, AMD. Com, Abangnda Handri Gunawan, ST dan Abul Aswad Hasibuan, Adinda Hendro Gunadi, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis.
Penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat di Biologi Stambuk 2008 yang telah memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak stambuk 2007 yang banyak memberikan masukan serta saran dan motivasi. Adik stambuk 2009, 2010, 2011 dan seluruh Mahasiswa Biologi FMIPA USU serta seluruh pihak yang terlibat di dalamnya yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Medan, Pebruari 2013
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP
GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (
Mus musculus
L.)
YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vitamin C dan E terhadap histologis testis mencit yang dipajankan MSG selama 30 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diberi 4 mg MSG secara oral (P1), 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C (P2), 4 mg MSG + 0,026 vitamin E (P3), dan 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C + 0,026 mg vitamin E (P4). Semua dosis berada di mg/g berat badan. Dua kelompok kontrol K- dan K+ diberi aquadest dan castrol oil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MSG menyebabkan terjadinya penurunan (P<0,05) pada berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik. Pemberian vitamin C pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat testis (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P>0,05). Pemberian vitamin E dapat meningkatkan berat dan volume testis serta jumlah sel spermatogenik (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan diameter tubulus seminiferus (P>0,05). Pemberian vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P<0,05).
EFFECTS OF VITAMIN C AND E ON HISTOLOGICAL TESTIS
OF MICE (
Mus musculus
L.) EXPOSED TO MONOSODIUM
GLUTAMAT (MSG)
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of vitamin C and E on testicular histology of mouse following exposure to monosodium glutamate (MSG) for 30 days. Experimental used Completely Randomized Design (CRD) consisting of 6 treatments and 5 replications. Mice were treated daily by oral gavage with 4 mg MSG (P1), 4 mg MSG + 0.26 mg vitamin C (P2), 4 mg MSG + 0.026 vitamin E (P3), and 4 mg MSG + 0.26 mg vitamin C + 0.026 mg vitamin E (P4). All dosis were in mg/g body weight. Two control groups K- and K+ received water and castrol oil respectively. The results showed that MSG decrease testis weight and testis volume (P<0,05), also decrease diameter of seminiferous tubule and the number of spermatogenic cells. Vitamin C recover testis weight (P<0,05), but cannot recover testis volume, diameter of seminiferous tubules and the number spermatogenic cells (P>0,05). Vitamin E increase the weight and volume of the testes and spermatogenic cell number (P<0,05), but unable to recover the diameter of the seminiferous tubules (P>0,05). Combination of vitamin C and E recover testicular weight and volume, seminiferous tubule diameter and the number of spermatogenic cells (P<0,05).
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berat Testis Mencit 21
4.2 Volume Testis Mencit 23
4.3 Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit 24
4.4 Jumlah Sel Spermatogenik 26
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 31
5.2 Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur kimia MSG 5
Gambar 2.2 Struktur kimia Vitamin C 9
Gambar 2.3 Struktur kimia Vitamin E 10
Gambar 2.4 Skema spermatogenesis 13
Gambar 4.1 Berat testis (g) masing-masing perlakuan. 21 Gambar 4.2 Volume testis (cm3) masing-masing perlakuan. 23 Gambar 4.3 Diameter tubulus seminiferus testis (µm) masing-masing 25
perlakuan.
Gambar 4.4 Penampang melintang tubulus seminiferus mencit 27 (Mus musculusL.) pewarnaan HE, perbesaran 400x.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Dokumentasi Gambar Pengukuran Diameter Tubulus 36
Seminiferus Testis Mencit
Lampiran B. Pembuatan Larutan MSG, Vitamin C dan E 37 Lampiran C. Pembuatan Preparat Histologis Testis 38 Lampiran D. Dokumentasi Penelitian 39 Lampiran E. Data dan Analisis Statistik Berat Testis Mencit 40 Lampiran F. Data dan Analisis Statistik Volume Testis Mencit 50 Lampiran G. Data dan Analisis Statistik Diameter Tubulus Seminiferus 53 Testis Mencit
Lampiran H. Data dan Analisis Statistik Jumlah Sel Spermatogenik Testis 56 Mencit
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Pemberian Vitamin C dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG). Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas M. Biomed selaku Dosen Pembimbing I serta Dosen Penasehat Akademik dan Bapak Dr. Salomo Hutahaean M. Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Elimasni M.Si selaku Dosen Penguji II yang memberikan banyak masukan, bimbingan serta waktu demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurhasni Muluk selaku analis di Laboratorium dan Ibu Roslina Ginting serta Bapak Endra Raswin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU.
Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Tumiran Mislan dan Ibunda Elvi Zahara yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis. Kepada Kakanda Mira Vevi Anggraini, AMD. Com, Abangnda Handri Gunawan, ST dan Abul Aswad Hasibuan, Adinda Hendro Gunadi, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya kepada penulis.
Penulis ucapkan terima kasih kepada sahabat di Biologi Stambuk 2008 yang telah memberi motivasi kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak stambuk 2007 yang banyak memberikan masukan serta saran dan motivasi. Adik stambuk 2009, 2010, 2011 dan seluruh Mahasiswa Biologi FMIPA USU serta seluruh pihak yang terlibat di dalamnya yang tidak dapat penulis utarakan satu persatu. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Demikianlah skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.
Medan, Pebruari 2013
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C DAN E TERHADAP
GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MENCIT (
Mus musculus
L.)
YANG DIPAJANKAN MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vitamin C dan E terhadap histologis testis mencit yang dipajankan MSG selama 30 hari. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diberi 4 mg MSG secara oral (P1), 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C (P2), 4 mg MSG + 0,026 vitamin E (P3), dan 4 mg MSG + 0,26 mg vitamin C + 0,026 mg vitamin E (P4). Semua dosis berada di mg/g berat badan. Dua kelompok kontrol K- dan K+ diberi aquadest dan castrol oil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MSG menyebabkan terjadinya penurunan (P<0,05) pada berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik. Pemberian vitamin C pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat testis (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P>0,05). Pemberian vitamin E dapat meningkatkan berat dan volume testis serta jumlah sel spermatogenik (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan diameter tubulus seminiferus (P>0,05). Pemberian vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG dapat memulihkan berat dan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik (P<0,05).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Monosodium glutamat (MSG) telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunaanya bukan hanya ibu-ibu rumah tangga tetapi juga industri makanan. Penambahan sedikit MSG ke dalam masakan, akan memberikan kelezatan yang setara dengan ekstrak daging sapi. Muncul efek tidak menyenangkan dari MSG setelah bertahun-tahun digunakan, yaitu berupa rasa kebas dan jantung berdebar-debar, mual, sakit kepala yang kemudian dikenal dengan “Chinese restaurant syndrome” (Sand, 2005).
Pada sistem reproduksi mencit, MSG dapat menyebabkan infertil akibat timbulnya keadaan stres oksidatif yang ditandai pembentukan radikal bebas dalam testis yang akan menurunkan kadar asam askorbat dalam testis sehingga menyebabkan berkurangnya berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma abnormal (Megawati, 2008). Pada mencit betina dan jantan yang diberi MSG, terjadi penurunan berat kelenjar endokrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis. Pada mencit betina yang diberi MSG terjadi kelambatan kanalisasi vagina dan mempunyai siklus estrus yang lebih panjang dari pada kontrol. Pada mencit jantan yang diberi MSG didapatkan tanda-tanda infertilitas, misalnya berkurangnya berat testis (Pizzi, 1977).
berfungsi untuk meningkatkan produksi gluthation yang merupakan antioksidan (Siregar, 2009).
Antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Vitamin C dan E sebagai antioksidan dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas. Penelitian terhadap kualitas semen pada kelinci jantan yang diberikan vitamin C dan E menunjukkan penurunan produksi radikal bebas dan dapat memperbaiki kualitas cairan semen kelinci (Yousef, et al, 2003). Penelitian yang dilakukan Farombi (2006), untuk menguji efek antioksidan yaitu vitamin C dan E terhadap kerusakan oksidatif di hati,
ginjal dan otak akibat pemaparan MSG menunjukkan bahwa antioksidan memiliki potensi
untuk melawan stres oksidatif yang diakibatkan oleh MSG.
Vitamin C adalah antioksidan yang bekerja pada sitosol dan secara ekstrasel, sedangkan vitamin E adalah antioksidan yang bekerja pada membran sel dan memerlukan tekanan oksigen yang tinggi. Dengan mekanisme kerja yang berbeda tersebut, jika kedua vitamin ini digunakan diharapkan akan dapat menghambat aktivitas radikal bebas. Vitamin E akan menangkap radikal bebas, namun vitamin E kemudian berubah menjadi vitamin E radikal. Vitamin C dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal menjadi vitamin E bebas yang berfungsi kembali sebagai antioksidan. (Sulistyowati, 2006).
1. 2 Perumusan Masalah Penelitian
E terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit.
b. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.
c. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin E terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.
d. Mengetahui pengaruh pemberian vitamin C dan E terhadap berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.
1.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
a. Pemberian MSG dapat menurunkan berat, volume, dan histologis testis mencit. b. Pemberian vitamin C dapat memulihkan berat, volume, dan histologis testis
mencit yang terpajan MSG.
c. Pemberian vitamin E dapat memulihkan berat, volume, dan histologis testis mencit yang terpajan MSG.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintah untuk memperhatikan penggunaan MSG dalam kehidupan sehari-hari.
b. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya akan dampak konsumsi MSG terhadap sistem reproduksi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Monosodium Glutamat (MSG)
Monosodium glutamat ditemukan oleh seorang ahli kimia Jepang, Ikeda Kikunae, pada tahun 1908. Ikeda menamakan rasa lezat dari MSG tersebut dengan sebutan “umami” yang dalam bahasa Jepang berarti enak, gurih atau lezat. Temuan Ikeda ini kemudian dipasarkan oleh Suzuki Chemical Company dengan merk dagang Ajinomoto. Rasa lezat yang ditimbulkannya pada makanan tidak dapat diciptakan oleh makanan lain, maka MSG mendapat julukan The sixth flavor dan menjadi sangat cepat populer di Jepang, Asia bahkan di Amerika dan Eropa (Sand, 2005).
Monosodium glutamat adalah bentuk garam dari asam glutamat. Asam glutamat adalah asam amino non-essensial yang menjadi bahan baku sintesis asam amino lain. Monosodium glutamat berbentuk tepung kristal putih yang bila dilarutkan ke dalam air atau saliva akan cepat berdisosiasi menjadi garam bebas dan glutamat (bentuk anion dari asam glutamat). Rumus kimia dari MSG adalah C5H8NNaO4 (Machrina, 2009).
Gambar 2.1 Struktur kimia MSG
dan diabsorbsi. Proses ini menyebabkan glutamat dihasilkan secara bertahap, hanya glutamat dalam bentuk bebas yang dapat membangkitkan rasa lezat (Freeman, 2006). Pada MSG, glutamat tidak berikatan dengan protein, tetapi sudah dalam bentuk bebas. Beberapa percobaan menunjukkan bahwa mengkonsumsi glutamat bebas akan meningkatkan kadar glutamat di dalam plasma darah secara signifikan (Machrina, 2009).
Diperkirakan seseorang dengan berat badan 70 kg setiap harinya dapat memperoleh asupan asam glutamat sekitar 28 g yang berasal dari makanan dan hasil pemecahan protein dalam usus. Pertukaran asam glutamat setiap harinya dalam tubuh sekitar 48 g. Jumlahnya dalam darah sedikit sekitar 20 mg karena kecepatannya mengalami ekstraksi dan penggunaan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati (Megawati, 2008).
Glutamat merupakan suatu neurotransmitter yang penting untuk komunikasi antar neuron, glutamat yang berlebihan akan dipompakan kembali ke dalam sel glial sekitar neuron, dan jika sel terpapar glutamat berlebihan, maka sel tersebut akan mati. Glutamat membuka Ca2+channel neuron sehingga Ca2+dapat masuk ke dalam sel. Sejumlah reaksi kimia terjadi di dalam sel yang sering kali memicu pelepasan bahan-bahan kimia. Salah satu hasil dari reaksi kimia di neuron adalah asam arachidonat. Asam arachidonat kemudian bereaksi dengan 2 enzim yang berbeda, melepaskan radikal bebas seperti hydroxyl radical. Hydroxyl radical inilah yang dapat membunuh sel-sel otak (Freeman, 2006).
2.2 Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi
Monosodium Glutamat menyebabkan ablasi nukleus akuarta dan nukleus ventromedialdi hipotalamus. Kedua area ini mengatur asupan makanan, perilaku seks dan fungsi reproduksi. Fungsi reproduksi, di mana terjadi gangguan hipotalamus-hipofisis-gonad aksis (Machrina, 2009).
Pemberian MSG 4 g/kg BB secara intraperitonial pada tikus yang baru lahir selama 2 hari sampai usia 10 hari dan diperiksa pada usia prapubertas dan dewasa, pada usia prapubertas terjadi hiperleptinemia, hiperadiposit, dan peningkatan kadar kortikosteron, penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, serta penurunan kadar Luteinizing Hormone (LH), Folicle Stimulating Hormone (FSH), Thyroid (T), dan Free T4 (FT4). Sementara pada saat dewasa memperlihatkan hiperleptimia yang lebih tinggi dan penurunan kadar FSH dan LH dan tidak nampak perubahan pada struktur testis (Franca, 2006).
Pada penelitian dengan menggunakan tikus jantan yang diberi MSG 4 g/kg BB secara intraperitonial selama 15 hari dan 30 hari memperlihatkan pengaruhnya berupa penurunan berat testis, jumlah sperma dan peningkatan jumlah sperma yang rusak atau abnormal (Nayanatara, 2008). Penelitian lain dilakukan pada anak mencit jantan dan betina yang baru dilahirkan dengan melakukan penyuntikan subkutan dari hari ke-2 sampai hari ke-11, dengan dosis berangsur-angsur meningkat, dari 2,2 sampai 4,2 mg/kg BB. Ternyata setelah dewasa, bila mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina yang diberi MSG, maka jumlah kehamilan dan jumlah anak berkurang secara bermakna pada mencit betina yang diberi MSG. Pada mencit betina dan mencit jantan yang diberi MSG, terjadi penurunan berat kelenjar endokrin, yaitu pada kelenjar hipofisis, tiroid, ovarium, dan testis (Sukawan, 2008).
2.3 Radikal Bebas dan Antioksidan
Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Tubuh manusia, sebenarnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Tuminah, 2000).
Antioksidan merupakan senyawa dalam kadar rendah mampu menghambat oksidasi molekul target sehingga dapat melawan atau menetralisir radikal bebas. Dikenal ada tiga kelompok antioksidan, yaitu antioksidan enzimatik, antioksidan pemutus rantai dan antioksidan logam transisi terikat protein. Yang termasuk antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), gluthathion peroksidase (GPx), gluthathion reduktase (GR) dan seruloplasmin. Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel. Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima atau memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru stabil, misal vitamin E dan vitamin C. Antioksidan logam transisi terikat protein bekerja mengikat ion logam mencegah radikal bebas (Sudaryanti, 1999).
Apabila ada ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan akan terjadi suatu keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan dimana tingkat kelompok oksigen reaktif (ROS) yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas yang akan bereaksi dengan lemak, protein, dan asam nukleat seluler sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu (Arief, 2006).
2.4 Vitamin C
memiliki enzim gulonolakton oksidase yang sebenarnya sangat penting dalam mensintesis prekursor asam askorbat. Vitamin C merupakan donor elektron dan juga merupakan reducing agent. Asam askorbat mendonorkan dua elektron dari dua ikatan antara karbon kedua dan ketiga dari 6 molekul karbon (Luck, 1995).
Gambar 2.2 Struktur kimia vitamin C
Vitamin C banyak dijumpai di dalam buah-buahan dan sayuran segar seperti jeruk, lemon, semangka, strawberry, mangga, nenas, sayuran yang berwarna hijau, tomat, brokoli dan kembang kol. Fungsi vitamin C di dalam tubuh berhubungan dengan sifat alamiahnya sebagai antioksidan. Meskipun mekanismenya yang tepat belum diketahui, tetapi tampaknya vitamin C berperan serta di dalam banyak proses metabolisme yang berlangsung di dalam jaringan tubuh. Vitamin C adalah bahan yang kuat kemampuan reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi (Almatsier, 2009).
2.5 Vitamin E
Vitamin E (Tocopherol), adalah vitamin yang larut baik dalam lemak yang melindungi tubuh dari radikal bebas. Vitamin E juga berfungsi mencegah penyakit hati, mengurangi kelelahan, membantu memperlambat penuaan karena oksidasi, mensuplai oksigen ke darah sampai dengan ke seluruh organ tubuh. Vitamin E juga menguatkan dinding pembuluh kapiler darah dan mencegah kerusakan sel darah merah akibat racun. Vitamin ini juga membantu mencegah sterilitas dan destrofi otot. Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri dari campuran substansi tokoferol dan tokotrietinol, pada manusia a-tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologis tubuh (Frei, 1994).
Gambar 2.3 Struktur kimia vitamin E
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (O-H) pada struktur cincin ke radikal bebas. Bila menerima hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif. Pembentukan radikal bebas terjadi dalam tubuh pada proses metabolisme aerobik normal pada waktu oksigen secara bertahap direduksi menjadi air. Radikal bebas yang dapat merusak itu juga diperoleh tubuh dari benda-benda polusi, ozon, dan asap rokok (Almatsier, 2009).
2.6 Testis
Testis adalah gonad jantan. Testis terbentuk selama gestasi sebagai respon terhadap sintesis androgen oleh mudigah jantan. Androgen primer adalah testosteron, pada manusia sintesisnya di mulai pada usia kehamilan 8 minggu. Selama masa gestasi dini, testis janin terletak di dalam rongga abdomen. Pada usia gestasi sekitar 6 bulan, testis turun dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam kantong eksternal, yang disebut skrotum. Pembuluh-pembuluh darah, saraf, dan corda penunjang juga ikut turun dari rongga abdomen secara bersamaan. Setelah turun, lubang kanalis bagian abdomen tertutup. Skrotum terletak di sebelah dorsal penis, dan karena letaknya di luar, suhunya lebih rendah dari pada tubuh. Hal ini memberikan kondisi optimum bagi spermatogenesis, atau pembentuk sperma (Corwin, 2008).
2.6.1 Fungsi Testis
Testis berfungsi menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferus yang di dalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Sel Leydig atau sel interstitial yang terletak di jaringan ikat antara tubulus-tubulus seminiferus inilah yang mengeluarkan testosteron. Setelah disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari testosteron berikatan lemah dengan plasma albumin atau berikatan kuat dengan beta globulin yang disebut hormon seks binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke jaringan atau didegradasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian dieksresikan (Sherwood, 2004).
2.6.2 Histologis Testis
berdiferensiasi melalui stadium-stadium definitif perkembangan untuk membentuk sperma (Guyton, 1990).
Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis yang dikelililngi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubular yang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel fibroblas dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan spermatozoa. Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis majemuk. Pada manusia garis tengah dari tubulus seminiferus lebih kurang 150-250 μm dan panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m (Juncqueira, 1995).
Tubulus seminiferus merupakan tubulus yang bermuara di suatu saluran rate testis. Irisan tubulus seminiferus memperlihatkan adanya epitel germinal, terdiri dari dua macam sel yaitu sel spermatogenik dan sel non spermatogenik. Epitel germinal terdiri dari spermatogonium, spermatosit dan spermatid. Sel spermatogenik terdiri dari 6-8 lapis sel yang berada pada membran basalis. Sel spermatogenik adalah derivat gamet terdiri dari spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Sel nonspermatogenik disebut dengan sel sertoli terletak berseling dengan sel spermatogenik, puncak mencapai lumen tubulus tingginya setebal epitel germinal. Epitel germinal ini disebut dengan epitel seminiferus yang dikelilingi jaringan fibrosa konektivus yang tipis. Sel sertoli merupakan sel non spermatogenik yang berperan memberikan dukungan dan nutrisi dalam perkembangan spermatozoa (Yatim, 1990).
kristaloid berbentuk batang. Celah di antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan jaringan ikat, saraf, pembuluh darah dan limfe (Junqueira, 1995).
2.6.3 Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks yang meliputi pembelahan mitosis yang memproduksi sejumlah besar sel, pembelahan meiosis untuk menghasilkan keturunan dengan jumlah kromosom setengah dari jumlah kromosom induknya (haploid), dan diferensiasi sel spermatid menjadi spermatozoa (Guyton, 1990).
Gambar 2.4 Skema spermatogenesis
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia primitif berkumpul tepat di tepi membran basal dari sel epitel germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel Sertoli (Guyton 1990).
Pada tahap meiosis, setiap spermatogonium dimodifikasi secara bertahap dan membesar untuk membentuk suatu spermatosit primer yang besar. Setiap spermatosit terbagi dua menjadi spermatosit sekunder. Pembagian ini disebut sebagai pembagian meiosis pertama. Pada tahap awal pembagian meiosis ini, semua DNA di dalam 46 kromosom bereplikasi. Masing-masing 46 kromosom menjadi dua kromatid yang tetap berikatan bersama pada sentromer, kedua kromatid memiliki gen duplikat dari kromosom tersebut. Spermatosit pertama terbagi menjadi dua spermatosit sekunder, yang setiap pasang kromosom berpindah sehingga ke-23 kromosom yang masing-masing memiliki dua kromatid, menuju ke salah satu spermatosit sekunder sementara 23 kromosom yang lain menuju ke spermatosit sekunder yang lain. Pembagian meiosis kedua terjadi dimana kedua kromatid dari setiap 23 kromosom berpisah pada sentromer, membentuk dua pasang 23 kromosom, satu pasang dibawa ke spermatid yang pertama dan satu pasang yang lain dibawa ke spermatid yang kedua (Guyton 1990).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kandang pemeliharaan mencit dan Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2011 s/d Juni 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang hewan percobaan, timbangan, jarum gavage, bak bedah, dissecting set, mikrotom, oven, cover glass, object glass, beaker glass, erlenmeyer, plat parafin, chumber, counter, mikroskop dan program
komputer Axiovision 4.0.
Bahan yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DDW, MSG murni, vitamin C dan E produksi Sigma Chemical Co., castrol oil produksi PT. Bratako, pakan ternak no.CP 551, sekam, aquadest, alkohol, larutan bouin, larutan NaCl 0,9%, pewarna Hematoxylin dan Eosin, canada balsam, xylol, parafin, kertas milimeter, dan holder.
3.3 Rancangan Percobaan
perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit jantan. Penentuan jumlah ulangan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk setiap perlakuan ditentukan berdasarkan rumus frederer (Chairul et al., 1992) yaitu:
(t-1) (n-1) ≥ 15 dimana : t adalah jumlah perlakuan
n adalah jumlah ulangan
3.4.2 Pembuatan Bahan Uji
Dosis pemberian MSG adalah 4 mg/g BB mencit (Simanjuntak, 2010). Untuk mencit yang beratnya 25 g, dosis yang digunakan adalah 100 mg/ekor. Pembuatan larutan MSG dilakukan dengan melarutkan serbuk MSG sebanyak 100 mg ke dalam 0,2 ml aquadest. Dosis pemberian vitamin C adalah 0,26 mg/g BB (Simanjuntak, 2010). Untuk mencit yang beratnya 25 g, dosis yang digunakan adalah 6,5 mg/ekor. Pembuatan larutan vitamin C dilakukan dengan melarutkan serbuk vitamin C sebanyak 6,5 mg ke dalam 0,2 ml aquadest. Dosis pemberian vitamin E sebanyak 0,026 mg/g BB (Anggraini, 2006). Untuk mencit yang beratnya 25 g, dosis yang digunakan adalah 0,65 mg/ekor. Pembuatan larutan vitamin E dilakukan dengan cara melarutkan vitamin E sebanyak 0,026 mg ke dalam 0,3 ml castrol oil.
3.4.3 Pembuatan Preparat Testis Mencit Jantan dengan Metode Parafin
Pembuatan sediaan histologis testis mencit dimulai dengan membunuh mencit secara dislokasi leher. Selanjutnya mencit dibedah, diambil organ testis dan dicuci dengan larutan NaCl 0,9%, lalu difiksasi dengan menggunakan larutan bouin selama 1 malam. Setelah organ testis difiksasi, dilakukan pencucian (washing) dengan menggunakan alkohol 70% yang bertujuan untuk menghilangkan larutan fiksasi dari jaringan. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan cara merendam organ testis berturut-turut ke dalam alkohol 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 96%, dan alkohol absolut. Botol yang berisi testis tersebut digoyang-goyangkan terus menerus (shaker) dengan menggunakan tangan agar proses dehidrasinya lebih cepat. Lalu dilakukan penjernihan (clearing) dengan cara merendam organ testis ke dalam xylol murni selama 1 malam.
membuat kotak-kotak dari karton atau kalender bekas untuk tempat penanaman, menyiapkan lampu spiritus, menyediakan pinset kecil, dan menyediakan label. Setelah semuanya telah siap, proses penanaman organ (embedding) dimulai dengan menuangkan parafin cair kedalam kotak-kotak karton, selanjutnya ambil organ testis dengan cepat dari parafin murni dengan menggunakan pinset kecil lalu dimasukkan ke dalam kotak yang telah berisi parafin cair tadi, biarkan hingga parafin menjadi keras sampai terbentuk blok-blok parafin.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan pemotongan blok parafin yang telah ditempelkan pada holder kemudian dipasang pada mikrotom, lalu mikrotom diputar sampai blok parafin yang berisi organ tadi terpotong menjadi pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6 µm. Hasil pemotongan yang berbentuk pita diletakkan pada objek glass, lalu dicelupkan ke dalam air dingin (air biasa) kemudian ke dalam air panas. Lalu diletakkan di atas hotplate beberapa detik untuk melekatkan pita parafin ke objek glass. Sediaan dimasukkan ke dalam xylol selama ± 15 menit untuk deparafinisasi, selanjutnya sediaan didealkoholisasi. Proses dealkoholisasi dimulai dari alkohol absolut, alkohol 96%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 70%, alkohol 60%, alkohol 50% dan alkohol 30%. Sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan.
3.4.4 Parameter Pengamatan
3.4.4.1 Berat Testis
Penentuan berat testis dilakukan dengan cara menimbang testis bagian kiri dan kanan mencit dengan timbangan digital yang mempunyai akurasi 0,01 g. Berat kedua testis dirata-ratakan dan menjadi berat rata-rata testis masing-masing mencit.
3.4.4.2 Volume Testis
Untuk menentukan volume testis, diukur panjang dan lebar testis dengan menggunakan kertas milimeter. Volume testis dihitung mengikuti Sheti dan Chaturvedi (1991) dengan menggunakan rumus:
4
TV =
ח
.a.b²
3Keterangan:
TV = Volume testis (cm³) a = Panjang testis b = Lebar testis ח = 3,14
3.4.4.3 Diameter Tubulus Seminiferus
3.4.4.4 Jumlah Sel Spermatogenik
Perhitungan dilakukan terhadap jumlah sel pada setiap tahapan spermatogenesis (spermatogonium, spermatosit primer, dan spermatid) pada tubulus seminiferus testis. Penghitungan sel spermatogenik dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40 x 10 beserta program komputer Axiovision 4.0. Penghitungan jumlah sel spermatogenik dilakukan pada masing-masing preparat testis kanan dan kiri (Amir, 1992).
3.5 Analisis Statistik
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Berat Testis Mencit
Hasil pengamatan berat testis mencit dapat dilihat pada Gambar 1. Berat testis mencit pada K- adalah 0,136 g dan pada K+ adalah 0,138 g. Pada P1 berat testis mengalami penurunan yaitu sebesar 28,57%. Pemberian vitamin C, vitamin E serta kombinasi vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan MSG (P2, P3 dan P4) menunjukkan peningkatan berat testis mencit yang sama yaitu sebesar 28,57%.
Gambar 4.1 Berat testis masing-masing perlakuan. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05). Keterangan: K-= tidak diberikan apapun, K+= diberi castrol oil 0,3 ml, P1= diberi MSG 4 mg/g BB, P2= diberi MSG 4 mg/g BB & vitamin C 0,26 mg/g BB, P3= diberi MSG 4 mg/g BB & vitamin E 0,026 mg/g BB, dan P4= diberi MSG 4 mg/g BB, vitamin C 0,26 mg/g BB, dan vitamin E 0,026 mg/g BB.
pemberian MSG dapat menurunkan berat testis mencit, dan pemberian vitamin C, vitamin E, serta kombinasi vitamin C dan E dapat memulihkan berat testis mencit yang telah terpajan oleh MSG. Penurunan berat testis ini mungkin dikarenakan MSG dapat meyebabkan terjadinya penurunan aktifitas sel-sel spermatogenik yang merupakan komponen penyusun berat testis. Gangguan yang terjadi terus menerus mempengaruhi aktifitas spermatogenik. Ketidakmampuan sel-sel germinal untuk menghasilkan bakal sel spermatosit tentunya menyebabkan pengurangan jumlah sel spermatogenik. Reduksi jumlah sel spermatosit yang berlangsung lama dapat menyebakan penurunan berat testis yang signifikan.
Menurut Burger et al., (1976), testis tersusun dari sel-sel epitel seminiferus, sel-sel interstisial jaringan peritubular, pembuluh darah dan pembuluh limfa. Sel- sel penyusun testis ini menentukan berat testis dan sangat dipengaruhi oleh androgen terutama testosteron. Nalbandov (1990) menyebutkan bahwa komponen jaringan intertubuler testis yang paling penting adalah sel Leydig. Sel ini merupakan sumber hormon seks jantan yaitu androgen. Bagian yang paling sensitif terhadap testosteron adalah sel-sel epitel seminiferus. Amir (1992) menyatakan bahwa turunnya berat testis erat hubungannya dengan hilangnya beberapa tingkat perkembangan sel germinal dari tubulus seminiferus, kemungkinan berhubungan dengan mengecilnya diameter tubulus seminiferus.
Menurut Elpiana (2011), pemberian MSG menyebabkan penurunan berat testis mencit. MSG yang berlebihan akan merusak nukleus arkuata di hipotalamus sehingga mengakibatkan penurunan sekresi GnRH (Gonadotropin Relising Hormon). GnRH akan mempengaruhi hipofisis anterior dalam mensekresi hormon-hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH. Penurunan LH menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sel leydig terganggu, sedangkan penurunan FSH menyebabkan proses spermatogenesis terganggu sehingga berat testis akan menurun.
substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan olehnya.
4.2 Volume Testis
Hasil pengamatan volume testis mencit dapat dilihat pada Gambar 2. Volume testis mencit pada K- adalah 114,49 cm3 dan pada K+ adalah 114,63 cm3. Volume testis mencit pada P1 mengalami penurunan sebesar 32,41%. Pada P2, P3, dan P4 mengalami peningkatan volume testis mencit masing-masing sebesar 19,83%, 32,83%, dan 31,95%.
Gambar 4.2 Volume testis (cm3) masing-masing perlakuan. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).
ketebalan dinding tubulus seminiferus akan berkurang (menipis), sehingga diameter tubuli seminiferi juga akan menjadi lebih kecil. Penyusutan diameter tubulus seminiferus akan menyebabkan penurunan volume testis.
Menurut Kuswahyuni (2008), volume normal testis berhubungan dengan kualitas semen yang dipengaruhi oleh libido seksual pejantan. Adanya perangsangan yang berulang dengan selang waktu antar rangsangan yang masih dekat, dapat meningkatkan hormon gonadotropin yang akan menginduksi hormon testosteron untuk spermatogenesis yang optimum. Dikatakan pula oleh Hafez (1980), volume semen merupakan cairan yang berasal dari kelenjar aksesori yang produksinya dirangsang oleh hormon testosteron. Perangsangan yang relatif sama menyebabkan produksi semen tidak berbeda nyata yang berkaitan dengan volume testis.
Pemberian vitamin C tidak dapat memulihkan volume testis mencit yang telah terpajan oleh MSG. Hal ini mungkin disebabkan oleh dosis vitamin C yang diberikan belum efektif dalam memulihkan volume testis. Menurut Sinuraya (2011), vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi yang tinggi. Pemberian vitamin E, dan kombinasi vitamin C dan E mampu memulihkan volume testis yang telah terpajan oleh MSG. Menurut penelitian yang telah dilakukan Iswara (2009), vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E dalam mempertahankan jumlah spermatozoa dengan menangkap radikal bebas dari allethrin dalam obat nyamuk, vitamin E meyumbangkan satu elektronnya kepada radikal yang kemudian berubah menjadi vitamin E radikal dan selanjutnya akan distabilkan oleh vitamin C. Vitamin C yang bersifat radikal selanjutnya akan berubah menjadi stabil kembali oleh enzim antioksidan di dalam tubuh.
4.3 Diameter Tubulus Seminiferus
tubulus seminiferus pada P2, P3, dan P4 terjadi pemulihan masing-masing sebesar 10,59%, 14,08%, dan 18,16%.
Gambar 4.3 Diameter tubulus seminiferus testis (µm) masing-masing perlakuan.
Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa diameter tubulus seminiferus testis mencit pada P1 berbeda nyata (P<0,05) dengan K(-), K(+), dan P4. Diameter tubulus seminiferus testis mencit pada P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kelompok P2 dan P3. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MSG dapat menurunkan diameter tubulus seminiferus testis mencit. Menurunnya diameter tubulus seminiferus ini diduga karena kadar hormon FSH terganggu sehingga tidak dapat mempertahankan ukuran diameter tubulus seminiferus. Menurut Nelsen (1992), diameter tubulus seminiferus ditentukan oleh kerjasama antara follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kerjasama ini ditentukan oleh adanya FSH, sebab tanpa FSH maka LH tidak dapat mempertahankan keadaan normal ukuran diameter tubulus seminiferus, sehingga tubulus tersebut akan mengecil.
libido seksual, spermatogenesis dan diameter tubulus seminiferus. Menurut penelitian Das dan Ghosh (2010), pemberian MSG pada tikus menunjukkan mengecilnya diameter tubulus seminiferus dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian vitamin C dan vitamin E secara tunggal kurang mampu menunjukkan pengaruh yang besar dalam memulihkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang dipajan MSG. Pemberian vitamin C dan E secara bersamaan mampu memulihkan diameter tubulus seminiferus testis mencit yang dipajan MSG. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin C dan E secara bersamaan berfungsi lebih baik dalam menangkal radikal bebas yang ditimbulkan MSG sehingga dapat meningkatkan diameter tubulus seminiferus testis mencit.
4.4 Jumlah Sel Spermatogenik
Gambar 4.5 Jumlah sel spermatogenik/ tubulus seminiferus testis mencit. Huruf yang sama pada perlakuan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5% (p>0,05).
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa jumlah spermatogonium pada P1 tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan jumlah spermatogonium pada K-, K+, P1, P2, dan P3 tetapi berbeda nyata dengan P4. Jumlah spermatosit primer dan spermatid pada P1 tidak berbeda nyata dengan P2 tetapi berbeda nyata dengan K-, K+, P3, dan P4. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MSG dengan dosis 4 mg/g BB dapat menyebabkan gangguan spermatogenesis yang ditandai dengan menurunnya jumlah spermatosit primer dan spermatid.
Menurut Sudatri (2011), MSG menyebabkan terjadinya gangguan spermatogenesis melalui pretestikular dan testikular. Mekanisme pretestikuler menghambat spermatogenesis melalui poros hipotalamus, hipofisis dan testis. LH yang menurun dalam serum akan mereduksi testosteron intratestikuler yang diikuti oleh penurunan FSH sehingga produksi sperma terhambat. Gangguan spermatogenesis melalui mekanisme testikuler bersifat sitotoksik. MSG menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang berlebih dan menimbukan stress oksidatif.
daya tahan yang paling tinggi terhadap faktor luar dari pada sel spermatogenik yang lainnya. Jumlah spermatosit primer mengalami penurunan akibat pemajanan MSG. Hal ini mungkin disebabkan karena menurunnya hormon testosteron. Menurut Elpiana (2011), pemberian MSG dapat menyebabkan penurunan hormon FSH dan LH yang kemudian disusul oleh menurunnya testosteron.
Testosteron diperlukan untuk memulai proses meiosis sel spermatosit. Menurut Soehadi (1979), testosteron berperan pada pembelahan profase meiosis pertama tahap diakinesis, yaitu pada saat dimulainya pembelahan metaphase. Penurunan jumlah spermatosit primer ini didukung juga oleh pernyataan Everitt dan Johnson (1990), spermatosit sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis pertama khususnya pada tahap pakiten, yaitu pada saat terjadinya pindah silang antara kromosom yang homolog. Bila spermatosit mengalami kerusakan maka akan mengalami degenerasi dan difagositosis oleh sel Sertoli sehingga jumlah spermatosit menjadi berkurang. Penurunan jumlah spermatosit menyebabkan jumlah spermatid juga menurun karena spermatosit yang mengalami meiosis kedua menjadi spermatid menurun. Menurut Tajudin (1986), hambatan pada satu tahapan spermatogenesis akan berpengaruh terhadap tahapan berikutnya.
Pemberian vitamin C secara tunggal tidak mampu memulihkan jumlah sel spermatogenik pada mencit yang terpajan MSG. Hal ini mungkin disebabkan karena dosis dari vitamin C yang belum optimal dalam memulihkan jumlah sel spermatogenik. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi yang tinggi. Pada penelitian terhadap efek vitamin C terhadap jumlah dan motilitas spermatozoa mencit yang dipapari MSG, menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dengan dosis 0,2 mg/g BB tidak mampu memulihkan jumlah dan motilitas spermatozoa mencit yang dipajankan MSG (Suparni, 2009).
oksidatif yang ditandai dengan pembentukan radikal bebas di dalam testis. Saat terdapat radikal bebas, lipid peroksida meningkat karena adanya reaksi antara lipid dengan radikal bebas. Peroksidasi lipid dari membran sel tersebut mengakibatkan peningkatan fluiditas membran sel, dan gangguan permeabilitas membran sel. Menurut Astuti (2009), vitamin E berperan dalam memperlambat berlangsungnya reaksi peroksidasi lipid karena mampu menangkap radikal bebas dan memutus berantai proses peroksidasi lipid di dalam membran sel. Aksi vitamin E adalah dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas yang dibutuhkan untuk menstabilkan sebuah elektron yang tidak berpasangan akibat pembentukan radikal bebas. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak, serta menghentikan reaksi rantai propagasi yang bersifat merusak pada proses peroksidasi lipid.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
a. Monosodium glutamat dapat menurunkan berat testis, volume testis, diameter tubulus seminiferus, dan jumlah sel spermatogenik testis mencit.
b. Vitamin C tidak dapat memulihkan volume testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah sel spermatogenik tetapi dapat memulihkan berat testis mencit yang terpajan MSG.
c. Vitamin E tidak dapat memulihkan diameter tubulus seminiferus tetapi dapat memulihkan berat testis, volume testis, serta jumlah sel spermatogenik testis mencit yang terpajan MSG.
d. Kombinasi vitamin C dan E dapat memulihkan berat testis, volume testis, diameter tubulus seminiferus, dan jumlah sel spermatogenik testis mencit yang terpajan MSG.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, A., Prabakaran, S.A. & Said, T. M. 2005. Prevention of oxidative stress injury to sperm. Andrology Journal (26):654-60.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 175-185.
Amir, Erni. 1992. Pengaruh Penyuntikan Ekstrak Biji Pepaya Gandul (Carica papaya L.
Terhadap Sel-Sel Spermatogenik Mencit dan Jumlah Anak Hasil Perkawinannya.
Disertasi Doktor. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Anggraini, D. 2006. Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Motilitas Spermatozoa Mencit Jantan Strain Balb/c yang Diberi Paparan Asap Rokok. S. Ked. Skripsi. Semarang: Universitas Dipenogoro.
Arief, S. 2006. Radikal Bebas. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RS. Dr. Sutomo.
Astuti, S. 2008. Pengaruh pemberian tepung kedelai kaya isoflavon, seng (Zn) dan vitamin E terhadap kadar hormon testosteron serum dan jumlah sel spermatogenik pada tubuli seminiferi testis tikus jantan. JITV13(4).
Burger, H. D. 1976. Human Cemen and Fertility Regulation in Men. St. Louis: Mosby.
Chairul, H. M. & Daryati, Y. 1992. Pengaruh Estrak Kencur (Kaemferia galanga L.) Terhadap Kehamilan Mencit Puith (Mus musuculus L.). Seminal Nasional Indonesia V. Pokjanas. Bandung: Universitas Padjajaran.
Corwin, E. J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 765-766.
Das, R.S., S.K. Ghos. 2010. Long term effects of monosodium glutamate on spermatogenesis following neonatal exposurein albino mice a histological study. Journal of Medichal Nepal12(3):149-153.
Elpiana. 2011. Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Kadar Hormon Testosteron dan Berat Testis pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). M. Biomed. Tesis. Padang: Universitas Andalas.
Farombi, E. & Onyema, O. (2006) Monosodium glutamate-induced oxidative damage and genotoxicity in the rat : modulatory role of vitamin C, vitamin E and quercetin. Human & Experimental Toxicology (25):251-259.
Franca, L., Suescun, M., Miranda, J., Giovambattista, A., Perello, M., Spinedi, E 2006. Testis structure and function in a nongenetic hyperadipose rat model at prapubertal and adult ages. Journal Endocrinology147(3):1556-63.
Freeman, M. 2006. Reconsidering the effects of monosodium glutamat: a literature review. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners (18): 482-486.
Frei. 1994. Reactive oxygen species and antioxidant vitamins: mechanisms of action. American Journal Medicine. Excerpta Medica Inc.
Guyton, A. C. 1990. Fisiologi Manusia Mekanisme Penyakit. Edisi Ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 730.
Hafez, E. S. E. 1980. Reproductin in Farm Animals. Philadelphia: Lea and Febiger.
Iswara, A. 2009. Pengaruh Pemberian Antioksidan Vitamin C dan E Terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Putih Terpapar Allethrin. Sarjana Biologi. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Juncqueira, C., Carneiro, J. & Kelley, R. O. 1995. Histologi dasar. Edisi ke-8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. hlm. 419-530.
Kuswahyuni, I. S. 2008. Lingkar skrotum, volume testis, volume semen dan konsentrasi sperma pada beberapa sapi potong. Agromedia. 26(1):24.
Lamperti, A. 1984. The ffect of neonatally-administered monosodium glutamate on the reproductive system of adult hamster. Biology of Reproduction(14). Luck, R. M. 1995. Ascorbic acid and fertility. Journal Biol Repro(52):262-266. Machrina, Y. 2009. Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Perkembangan
Folikel dan Siklus Estrus Mencit Betina. M. Biomed Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Megawati, E. R. 2008. Penurunan Jumlah Sperma Hewan Coba Akibat Pajanan Monosodium Glutamate. Medan: Universitas Sumatera Utara. hlm. 8.
Nalbandov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Cetakan Pertama. Jakarta: AgroMedia Pustaka
Nelsen, O. E. 1953. Comparative Embryology of the Vertebrates. Toronto: The Blakiston Co. hlm. 933.
Pizzi, W. Barnhart, J. E. & Fanslow, D. J. 1977. Monosodium glutamate administration to the newborn reduces reproductive ability of female and male mice. Journal Sciences (196):452-454.
Purwoko, Y. 2010. Pengaruh pemberian ekstrak Eurycoma longifolia terhadap diameter tubulus seminiferus mencit balb/c jantan yang dibuat stress dengan stressor renjatan listrik. Media Medika Muda(4):48.
Sand, J. 2005. A short history of MSG good science, bad science and taste cultures. The Journal of Culture (2):38-48.
Sethi, S & Chaturvedi, C, M. 2010. Temporal phase relation of circadian neural oscillations as the basis of testicular maturation in mice: a test of a coincidence model. Journal Biosci 35(4):3.
Sheerwood, L. 2004. The Reproductive System in Human Physiology From Cell to System. Fifth Edition. California: Tomson Brook/cole. hlm. 757.
Simanjuntak, L. 2010. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Gambaran Histologis Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dpapari Monosodium Glutamate. M. Biomed. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sinuraya, A. K. 2011. Pengaruh Ekstrak Daun Katuk Sebagai Hepatoprotektor Terhadap Kerusakan histologis Hepar Tikus Putih yang Dipapari Parasetamol. Skripsi. Surakarta: Universitass Sebelass Maret.
Siregar, H. J. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Lydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang Dipapari MSG. M. Biomed Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sudaryanti, E. 1999. Aspek Penanganan Radikal bebas Melalui Antioksidan.Medan: Universitas Sumatera Utara. hlm. 6-8.
Sudatri, W., Sukmaningsih, A., Ermayanti, M. Wiratmini, I. 2011. Gangguan spermatogenesis setelah pemberian monosodium glutamat pada mencit (Mus musculus L.). Jurnal Biologi 15(2):49-52.
Suhadi, K. 1996. Spesies Oksigen reaktif dan kualitas spermatozoa. Medika(10):174-177
Sukawan, U. Y. 2008. Efek toksik monosodium glutamat (MSG) pada binatang percobaan. Jurnal Kesehatan (3):306-314.
Sulistyowati, Y. 2006. Pengaruh pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus Galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolemik. M. Biomed Tesis. Semarang: Universitas Dipenogoro.
Tajudin, M. 1986. Cara Keluarga Berencana Untuk Pria. Dalam: Symposium Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tuminah, S. 2000. Radikal bebas dan antioksidan kaitannya dengan nutrisi dan penyakit kronis. Cermin Dunia Kedokteran(128):49-51.
Yatim, W. 1990. Histologi. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Tarsito.
Lampiran A. Dokumentasi Gambar Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit
Penampang melintang tubulus seminiferus testis setelah pemberian vitamin C dan E pada mencit yang dipajankan monosodium glutamat (MSG), pewarnaan HE, Perbesaran 400x, (Konversi 20:1).
Lampiran B. Pembuatan Larutan MSG, Vitamin C dan E
Ditimbang sebanyak 100 mg Dimasukkan ke dalam beaker glass Ditambahkan aquadest sebanyak 0,2 ml Diaduk dengan menggunakan spatula
Ditimbang sebanyak 6,5 mg
Dimasukkan ke dalam beaker glass Ditambahkan aquadest sebanyak 0,2 ml Diaduk dengan menggunakan spatula
Diambil sebanyak0,65 mg
Dilarutkan dengan minyak jarak “Oleum Riccini” 0,3 ml Serbuk MSG
Larutan MSG
Serbuk Vitamin C
Larutan Vitamin C
Vitamin E
Lampiran C. Pembuatan Preparat Histologis Testis
Dibilas dengan NaCl 0,9%
Difiksasi dalam BOUIN selama 1 malam Washing dalam alkohol 70%
Dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat mulai 70%, 80%, 96%, dan 100%
Clearing dalam xylol Infiltrasi
Embedding (penanaman) organ dalam cetakan kemudian dituangkan parafin murni, dibiarkan hingga didapatkan blok parafin
Cutting (pemotongan) menggunakan mikrotom sehingga didapatkan pita-pita parafin
Attaching (penempelan) pita parafin pada objek glass Deparafinasi dengan mencelupkan objek dalam xylol
Dealkoholisasi dalam alkohol menurun dari 100%, 96%, 80%, hingga 70%
Pewarnaan dengan mencelupkan dalam Hematoxilin selama 3-7
menit kemudian dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya
dicelupkan dalam alkohol 70%, lalu dicelupkan dalam Eosin
selama 1-3 menit.
Mounting yaitu menutup preparat dengan gelas penutup yang
sebelumnya diberi Canada balsam
Lampiran D. Dokumentasi Penelitian
Vitamin E Castrol Oil
Kandang Mencit Jarum Gavage
Pemberian Perlakuan Pengambilan Organ
LAMPIRAN E. Data dan Analisis Statistik Berat Testis Mencit
Rataan Berat Testis setelah Pemberian Vitamin C dan E pada mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)
Perlakuan Ulangan x ± SD
Hasil Uji Statistik Berat Testis Mencit
Tests of Normality
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
berat_testis Based on Mean 2.486 5 24 .060
Based on Median .898 5 24 .498
Based on Median and with
adjusted df
.898 5 16.777 .505
Kruskal-Wallis Test
Ranks
kelomp
ok N Mean Rank
berat_testis k- 5 16.40
k+ 5 18.00
p1 5 3.00
p2 5 17.10
p3 5 19.80
p4 5 18.70
Total 30
Test Statisticsa,b
berat_testis
Chi-Square 13.449
df 5
Asymp. Sig. .020
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
kelompok
Ranks
kelomp
ok N Mean Rank Sum of Ranks
berat_testis k- 5 5.20 26.00
k+ 5 5.80 29.00
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 11.000
Wilcoxon W 26.000
Z -.346
Asymp. Sig. (2-tailed) .729
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.113
Asymp. Sig. (2-tailed) .910
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .339
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 10.500
Wilcoxon W 25.500
Z -.438
Asymp. Sig. (2-tailed) .661
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 11.500
Wilcoxon W 26.500
Z -.219
Asymp. Sig. (2-tailed) .827
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .650
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.108
Asymp. Sig. (2-tailed) .914
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.660
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .008
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 10.000
Wilcoxon W 25.000
Z -.561
Asymp. Sig. (2-tailed) .575
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Asymp. Sig. (2-tailed) .746
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841a
a. Not corrected for ties.
Test Statisticsb
berat_testis
Mann-Whitney U 12.000
Wilcoxon W 27.000
Z -.110
Asymp. Sig. (2-tailed) .913
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
LAMPIRAN F. Data dan Analisis Statistik Volume Testis Mencit
Rataan Volume Testis setelah Pemberian Vitamin C dan E pada Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)
Perlakuan Ulangan x ± SD
Hasil Uji Statistik Volume Testis Mencit
Tests of Normality
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
VOLUME_TESTIS Based on Mean .569 5 24 .723
Based on Median .300 5 24 .908
Based on Median and with
adjusted df
.300 5 18.887 .907
ANOVA
VOLUME_TESTIS
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5721.774 5 1144.355 4.545 .005
Within Groups 6042.218 24 251.759
Total 11763.992 29
Lower Bound Upper Bound
P4 -13.88000 10.03512 1.000 -46.5783 18.8183
P3 K- .48800 10.03512 1.000 -32.2103 33.1863
K+ .35200 10.03512 1.000 -32.3463 33.0503
P1 37.59400* 10.03512 .015 4.8957 70.2923
P2 14.89400 10.03512 1.000 -17.8043 47.5923
P4 1.01400 10.03512 1.000 -31.6843 33.7123
P4 K- -.52600 10.03512 1.000 -33.2243 32.1723
K+ -.66200 10.03512 1.000 -33.3603 32.0363
P1 36.58000* 10.03512 .019 3.8817 69.2783
P2 13.88000 10.03512 1.000 -18.8183 46.5783
P3 -1.01400 10.03512 1.000 -33.7123 31.6843
LAMPIRAN G. Data dan Analisis Statistik Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit
Rataan Diameter Tubulus Seminiferus Testis setelah Pemberian Vitamin C dan E pada Mencit (Mus musculus L.) yang Dipajankan Monosodium Glutamat (MSG)
Hasil Uji Statistik Diameter Tubulus Seminiferus Testis Mencit
Tests of Normality
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
DIAMETER Based on Mean .898 5 24 .499
Based on Median and with
Between Groups 2191495.311 5 438299.062 3.505 .016
Within Groups 3000952.077 24 125039.670
Total 5192447.388 29
Lower Bound Upper Bound
K- K+ -29.42200 223.64228 1.000 -758.1339 699.2899
P1 738.38800* 223.64228 .045 9.6761 1467.0999
P2 304.28200 223.64228 1.000 -424.4299 1032.9939
P3 147.31200 223.64228 1.000 -581.3999 876.0239
P4 -6.15200 223.64228 1.000 -734.8639 722.5599
K+ K- 29.42200 223.64228 1.000 -699.2899 758.1339
P1 767.81000* 223.64228 .033 39.0981 1496.5219
P2 333.70400 223.64228 1.000 -395.0079 1062.4159
P3 176.73400 223.64228 1.000 -551.9779 905.4459
P4 23.27000 223.64228 1.000 -705.4419 751.9819
P1 K- -738.38800* 223.64228 .045 -1467.0999 -9.6761
K+ -767.81000* 223.64228 .033 -1496.5219 -39.0981
P2 -434.10600 223.64228 .961 -1162.8179 294.6059
P3 -591.07600 223.64228 .214 -1319.7879 137.6359
P4 -744.54000* 223.64228 .042 -1473.2519 -15.8281
P2 K- -304.28200 223.64228 1.000 -1032.9939 424.4299
P1 434.10600 223.64228 .961 -294.6059 1162.8179
P3 -156.97000 223.64228 1.000 -885.6819 571.7419
P4 -310.43400 223.64228 1.000 -1039.1459 418.2779
P3 K- -147.31200 223.64228 1.000 -876.0239 581.3999
K+ -176.73400 223.64228 1.000 -905.4459 551.9779
P1 591.07600 223.64228 .214 -137.6359 1319.7879
P2 156.97000 223.64228 1.000 -571.7419 885.6819
P4 -153.46400 223.64228 1.000 -882.1759 575.2479
P4 K- 6.15200 223.64228 1.000 -722.5599 734.8639
K+ -23.27000 223.64228 1.000 -751.9819 705.4419
P1 744.54000* 223.64228 .042 15.8281 1473.2519
P2 310.43400 223.64228 1.000 -418.2779 1039.1459
P3 153.46400 223.64228 1.000 -575.2479 882.1759
Lampiran H. Data dan Analisis Statistik Jumlah Sel Spermatogenik Testis
Hasil Uji Statistik Jumlah Sel Spermatogenik Testis Mencit
Tests of Normality
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
spermatogonium Based on Mean .589 5 24 .708
Based on Median .407 5 24 .839
Based on Median and with
adjusted df
Lower Bound Upper Bound
k+ -13.60000 4.31354 .065 -27.6552 .4552
p2 .00000 4.31354 1.000 -14.0552 14.0552
p3 -11.60000 4.31354 .192 -25.6552 2.4552
p4 -22.80000* 4.31354 .000 -36.8552 -8.7448
p2 k- -10.60000 4.31354 .324 -24.6552 3.4552
k+ -13.60000 4.31354 .065 -27.6552 .4552
p1 .00000 4.31354 1.000 -14.0552 14.0552
p3 -11.60000 4.31354 .192 -25.6552 2.4552
p4 -22.80000* 4.31354 .000 -36.8552 -8.7448
p3 k- 1.00000 4.31354 1.000 -13.0552 15.0552
k+ -2.00000 4.31354 1.000 -16.0552 12.0552
p1 11.60000 4.31354 .192 -2.4552 25.6552
p2 11.60000 4.31354 .192 -2.4552 25.6552
p4 -11.20000 4.31354 .237 -25.2552 2.8552
p4 k- 12.20000 4.31354 .139 -1.8552 26.2552
k+ 9.20000 4.31354 .651 -4.8552 23.2552
p1 22.80000* 4.31354 .000 8.7448 36.8552
p2 22.80000* 4.31354 .000 8.7448 36.8552
Tests of Normality
*. This is a lower bound of the true significance.
Multiple Comparisons
Lower Bound Upper Bound
p2 14.20000 4.87237 .114 -1.6760 30.0760
p3 -1.40000 4.87237 1.000 -17.2760 14.4760
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Tests of Normality
*. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
spermatid Based on Mean 2.168 5 24 .092
Based on Median 1.578 5 24 .204
Based on Median and with
adjusted df
Within Groups 8976.800 24 374.033
Multiple Comparisons
Lower Bound Upper Bound
p2 51.00000* 13.27705 .012 7.7383 94.2617
p3 2.80000 13.27705 1.000 -40.4617 46.0617
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.