• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biodiversitas Dan Sifat Kimia Tanah Pada Ekosistem Lada Dan Ubi Kayu Di Lampung Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biodiversitas Dan Sifat Kimia Tanah Pada Ekosistem Lada Dan Ubi Kayu Di Lampung Timur"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA

EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR

ARFI IRAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Biodiversitas dan Sifat Kimia Tanah pada Ekosistem Lada dan Ubi Kayu di Lampung Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Arfi Irawati

(3)
(4)

Lampung Timur. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI, ATANG SUTANDI dan KOMARUDDIN IDRIS.

Biodiversitas tanah merupakan keragaman sifat biologi tanah yang terjadi di permukaan tanah hingga ke daerah rizosfer atau pada kedalaman tanah tertentu. Keragaman sifat kimia, fisika dan biologi tanah pada suatu ekosistem pertanian akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga dalam pengelolaan tanah perlu disesuaikan dengan karakteristik komoditas yang akan dikembangkan. Tanaman budidaya dapat menjadi penciri spesifik bagi suatu daerah, dalam hal ini tanaman lada merupakan komoditas asli Daerah Lampung yang produk pasca panennya dikenal sebagai Lada Hitam Lampung dan ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki nilai investasi agribisnis dan fungsi ketahanan pangan. Permasalahan yang terjadi pada tanaman lada adalah produksi yang rendah (8.25%) berada di bawah potensi hasil yaitu 4 ton.h-1 per tahun, sedangkan tanaman ubi kayu telah dapat mencapai target (87.63%) dari potensi produksi nasional 25–30 ton.h-1 per tahun. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi lada dan mempertahankan produksi ubi kayu dikarenakan kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biodiversitas fauna tanah, mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu serta kontribusi sifat-sifat biologi dan kimia tanah sebagai penciri dari kedua ekosistem tersebut.

Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai Februari 2014. Lokasi pengambilan contoh tanah pada wilayah kecamatan Sukadana dan Margatiga di Kabupaten Lampung Timur. Ektraksi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Indentifikasi fauna tanah dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan kimia untuk mengektraksi fauna tanah adalah etilen glikol dan alkohol 70% untuk mengidentifikasi dan menyimpan fauna tanah, sedangkan alat yang digunakan adalah berlese funnel extractor. Analisis mikrob tanah fungsional menggunakan bahan dan alat untuk membuat media spesifik bagi pertumbuhan azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik, total fungi dan total mikrob. Analisis sifat kimia tanah menggunakan bahan dan alat laboratorium yang disesuaikan dengan metode yang dilakukan untuk mengetahui kadar air, pH, N total, P tersedia, P potensial, K potensial, C organik, Al dapat ditukar (Aldd), H dapat ditukar (Hdd), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), Ca dapat ditukar (Cadd), Mg dapat ditukar (Mgdd), K dapat ditukar (Kdd), Na dapat ditukar (Nadd) dan tekstur di laboratorium. Perhitungan dilakukan terhadap jumlah fauna tanah, indeks keragaman Shannon, indeks kemerataan Pielou, indeks dominansi Simpson, bobot biomassa fauna tanah, populasi mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah. Variabilitas data pada setiap lokasi pengambilan contoh tanah diuji menggunakan standar deviasi dan uji t (p<0,05) dilakukan untuk membandingkan dua nilai tengah variabel pengamatan. Analisis diskiriminan dilakukan untuk mengetahui peranan dari variabel pengamatan yang dapat menjadi penciri yang membedakan ekosistem lada dan ubi kayu. Keseluruhan data dianalisis menggunakan program Statistical Product and Service Solution versi 16 (SPSS 16).

(5)

ketersediaan ruang gerak untuk mendukung aktivitas fauna tanah dan mempertahankan populasi. Pada ekosistem lada, berdasarkan lama penggunaan terjadi pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan lahan 11-20 yaitu menjadi 10 taksa karena tidak ditemukan Diplopoda. Pada ekosistem ubi kayu, pengaruh lama penggunaan lahan ≤5 tahun secara signifikan tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 6-13 tahun. Rata-rata populasi azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob, pada ekosistem lada lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dengan ekosistem ubi kayu. Sedangkan rata-rata populasi mikrob pelarut fosfat dan total fungi tidak berbeda nyata pada ekosistem lada dibandingkan ekosistem ubi kayu. Berdasarkan lama penggunaan lahan dapat diketahui bahwa suatu ekosistem yang telah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama kurun waktu tertentu, ternyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap populasi mikrob tanah fungsional pada ekosistem lada dan ubi kayu. Sifat kimia tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata secara signifikan dengan ekosistem ubi kayu, tetapi terjadi heterogenitas terhadap nilai rata-rata yang dapat disebabkan perubahan iklim, tindakan budidaya tanaman yang dilakukan dan campur tangan manusia. Untuk mengetahui informasi mengenai variabel pengamatan yang paling berperan (berkontribusi) sebagai faktor pembeda pada ekosistem lada dan ubi kayu, dimana variabel pengamatan yang memiliki nilai koefisien yang lebih besar akan menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar pada kedua ekosistem. Variabel-variabel tersebut adalah KTK, Aldd, kandungan liat, C organic, kandungan pasir dan total mikrob.

Kata kunci: fauna tanah, mikrob fungsional, penggunaan lahan

SUMMARY

ARFI IRAWATI. Soil Biodiversity and Soil Chemistry at Pepper and Cassava Ecosystems in East Lampung. Supervised by RAHAYU WIDYASTUTI, ATANG SUTANDI and KOMARUDDIN IDRIS.

(6)

plant that is known as Lampung Black Pepper and also cassava as a valuable crops in agribusiness investment and food security functions. The main problems that happened in the pepper production is the actual productivity (8.25%) lower than the potential productivity, i.e. 4 ton.h-1, while the cassava plant has been able to reach the target (87.63%) of the national potential production about 25-30 ton.h-1. Therefore, it is important to increase the production of pepper and keep up the cassava production. The objective of this research was to study the biodiversity of soil fauna, soil microbial functional groups and chemical characteristic of soil in the ecosystem of pepper and cassava along with the contribution of the characteristic of biological and chemical soil as an additional indicator of these ecosystems.

The study was started from July 2013 to February 2014. The location of soil sampling was in Margatiga and Sukadana districts in East Lampung Regency. Extraction of soil fauna was carried out in the Laboratory of Biotechnology, Faculty of Agriculture, University of Lampung. Identification of soil fauna was conducted at the Laboratory of Soil Biotechnology and soil chemical analysis was carried out in the Laboratory of Soil Chemistry and Fertility, Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University.

Chemical materials for soil fauna extraction was ethylene glycol and alcohol 70% was used to preserve soil fauna samples. Berlese funnel extractor was used to extract soil fauna. Analysis of the soil microbial functional groups were used a specific medium for azotobacter, phosphate solubilizing microbes, sellullotic microbes, population of total fungi and microbes. Analysis of soil chemical properties used materials and laboratory equipments that was adapted to the method to determine water content, pH, total N, available P, potential P, the potential K, organic C, exchangeable Al, exchangeable H, cation exchange capacity (CEC), based saturation (BS), exchangeable Ca, exchangeable Mg, exchangeable K, exchangeable Na and soil textures. The calculation was performed for soil fauna population, Shannon's diversity index, Pielou's evenness index, Simpson’s dominance index, soil fauna biomass, population of soil microbial functional groups and soil chemical characteristics. The variability of the data at each site soil sampling was tested by using standard deviation and t-test (p <0.05) in order to compare the two mean values of observation variables. Discriminant analysis was conducted to determine the role of observation variables that could be a marker to distinguish pepper and cassaca ecosystems. All the data were analyzed using the program Statistical Product and Service Solutions (SPSS 16).

(7)

intervention. Based on discriminat analysis showed that the variables had contribution to differentiate the both ecosystems were (CEC), exchangeable Al, clay content, organic carbon, sand content and total microbes.

(8)
(9)

BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA

EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR

ARFI IRAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

BIODIVERSITAS DAN SIFAT KIMIA TANAH PADA

EKOSISTEM LADA DAN UBI KAYU DI LAMPUNG TIMUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODE PENELITIAN 3

Bahan 3

Alat 4

Prosedur 5

Analisis Data 9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Kondisi Umum Wilayah 10

Kelimpahan Fauna Tanah 12

Biomassa Fauna Tanah 18

Populasi Mikroba Tanah Fungsional 21

Sifat Kimia Tanah 24

4 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 34

(12)

DAFTAR TABEL

1 Medium spesifik untuk menentukan kelompok mikrob tanah fungsional 3

2 Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah 4

3 Referensi bobot individu fauna tanah 7

4 Kriteria penilaian hasil analisis sifat kimia tanah 9

5 Data curah bulanan (mm.bln-1) tahun 2013 di wilayah Kecamatan Sukadana

dan Margatiga, Lampung Timur

10

6 Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi

pengambilan contoh tanah di Lampung Timur

11

7 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

14

8 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada

berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

16

9 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur

17

10 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

19

11 Rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama

penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

20

12 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur

21

13 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

22

14 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

22

15 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur

23

16 Sifat-sifat kimia dan tekstur tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

24

17 Tabel karakteristik sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

25

18 Sifat kimia tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan

(≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

26

19 Sifat kimia tanah pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur

27

20 Nilai Wilks’ lamda terhadap ekosistem lada dan ubi kayu 28

21 Koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi terhadap rata-rata kelimpahan fauna, mikrob fungsional dan sifat kimia tanah

28

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Berlese Funnel Extractor untuk mengekstraksi contoh tanah 4

2 Titik pengambilan contoh tanah pada luasan 0.5 ha pada ekosistem lada dan

ubi kayu di Lampung Timur

5

3 Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung

Timur

13

4 Total biomassa fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung

Timur

18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur 34

2 Informasi kondisi lahan sebagai lokasi pengambilan contoh tanah penelitian 35

3 Fauna tanah pada ekosistem lada di Lampung Timur 37

4 Fauna tanah pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur 38

5 Mikrob tanah fungsional pada ekosistem lada di Lampung Timur 39

6 Mikrob tanah fungsional pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur 40

7 Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada di Lampung Timur

41

8 Kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu di Lampung

Timur

41

9 Populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada di Lampung Timur

42

10 Populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu di Lampung Timur

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Biodiversitas tanah merupakan keragaman sifat biologi tanah yang terjadi di permukaan tanah hingga ke daerah rizosfer atau pada kedalaman tanah tertentu. Biodiversitas tanah pada lingkungan tumbuh tanaman akan melengkapi data sifat kimia dan fisika tanah yang telah lebih dahulu menjadi fokus perhatian dalam pengelolaan tanah pertanian. Keragaman sifat kimia, fisika dan biologi tanah pada suatu ekosistem pertanian akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sehingga dalam pengelolaan tanah perlu disesuaikan dengan karakteristik komoditas yang akan dikembangkan. Menurut Breure (2004), biodiversitas tanah ditujukan terhadap semua organisme yang hidup di dalam tanah yang dapat dikelompokkan ke dalam makro, meso maupun mikrofauna dan kelompok mikrob yaitu bakteri, jamur, protozoa dan alga. Mikrob tanah memiliki peranan penting dalam mempertahankan kemampuan tanah secara terus menerus dengan menjaga fungsi ekologi di daerah perakaran melalui hubungan timbal balik dengan tanaman pada suatu ekosistem.

Tanah yang sehat didefinisikan sebagai tanah yang mampu mendukung fungsi suatu ekosistem, mampu mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman secara biologi dan mampu mempertahankan kualitas lingkungan (Doran dan Safley 1997). Kesuburan tanah untuk kegiatan pertanian umumnya terbatas pada pengelolaan unsur hara dan tindakan pencegahan terjadinya kekurangan unsur hara, sedangkan tanah yang sehat merujuk secara global terhadap kemampuan tanah yang berfungsi sebagai suatu sistem kehidupan yang berkelanjutan dalam suatu ekosistem (Doran dan Zeiss 2000). Tanah memiliki keragaman biologi yang sangat tinggi dan organisme tanah merupakan faktor kunci yang akan dipengaruhi oleh tanah sebagai habitatnya (Havlicek 2012). Sifat-sifat tanah akan berhubungan dengan pengolahan tanah, residu pengelolaan lahan, rotasi tanaman dan input kimia yang dapat memperkirakan kualitas tanah pada suatu ekosistem. Hal tersebut dengan mempertimbangkan kehadiran makro, meso dan mikrofauna karena organisme tanah tersebut berpengaruh terhadap status unsur hara, struktur tanah dan proses-proses yang terjadi di dalam tanah (Elliot et al. 1996). Hubungan antara keragaman produsen tingkat 1 (tanaman) dengan dekomposer yaitu mikrob dan kelompok fauna tanah dapat menjadi petunjuk dasar dari keberadaan suatu ekosistem yang berfungsi sebagai ekosistem pertanian (Schloter et al. 2003).

(15)

menerapkan pengelolaan tanaman terpadu pada tanah Inceptisols dan Ultisols. Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan sentra pertanaman lada dan ubi kayu. Data pada tahun 2013 menunjukkan bahwa luas tanaman lada di Kabupaten Lampung Timur adalah 8.621 ha dengan produktivitas 0.33 ton.ha-1 per tahun, sedangkan luas tanaman ubi kayu adalah 54.073 ha dengan produktivitas 26.39 ton.ha-1 per tahun (BPS Lampung Timur 2014). Dengan demikian, Lampung Timur memiliki potensi wilayah yang mendukung budidaya tanaman lada dan ubi kayu, sehingga apabila disertai dengan memperbaiki sifat biologi dan kimia tanah maka akan dapat meningkatkan produktivitas lahan kedua komoditas tersebut.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi pada tanaman lada adalah produktivitas yang rendah (8.25%) berada di bawah potensi hasil yaitu 4 ton.h-1, selain itu terjadi penurunan luas lahan yang salah satunya diakibatkan alih fungsi lahan sehingga mempengaruhi penurunan produksi lada. Alih fungsi lahan yang dimaksud adalah dengan mengganti tanaman lada menjadi tanaman ubi kayu sehingga kemudian tanaman lada ditinggalkan petani. Padahal lada masih memiliki harga jual yang tinggi. Dalam hal ini tanaman ubi kayu telah dapat mencapai target (87.63%) dari potensi produksi nasional 25–30 ton.h-1. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi lada dan mempertahankan produksi ubi kayu dengan memanfaatkan hasil analisis yang dilakukan terhadap biodiversitas tanah dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu, dikarenakan kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan daerah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari biodiversitas fauna tanah, mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu serta kontribusi sifat-sifat biologi dan kimia tanah sebagai penciri dari kedua ekosistem tersebut.

Manfaat Penelitian

(16)

2 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai pada Bulan Juli 2013 sampai Februari 2014. Lokasi pengambilan contoh di Kabupaten Lampung Timur yaitu di Desa Sukadana Timur, Sukadana Baru, Margatiga, Lehan, Pakuan Aji, Putra Aji, Surya Mataram, Gedungwani, Sukaraja dan Sukadana Selatan. Desa-desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada ekosistem lada dan ubi kayu yang masih produktif .

Pada penelitian ini, ektraksi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Indentifikasi fauna tanah dan analisis mikrob tanah fungsional dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan analisis kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan kimia yang digunakan untuk menampung fauna tanah hasil ekstraksi adalah etilen glikol, sedangkan untuk mengidentifikasi dan menyimpan fauna tanah digunakan alkohol 70%. Analisis mikrob menggunakan bahan-bahan untuk pembuatan larutan pengenceran (larutan fisiologis) dan media spesifik bagi pertumbuhan mikrob tanah fungsional (Tabel 1). Analisis sifat kimia dan tekstur tanah menggunakan bahan-bahan yang sesuai dengan metode analisis untuk setiap parameter pengamatan (Tabel 2).

Tabel 1 Medium spesifik untuk menentukan kelompok mikrob tanah fungsional

No. Mikrob fungsional Media

1. Azotobacter Nitrogen Free Media (NFM) 2. Mikrob pelarut fosfat Pikovskaya

3. Mikrob sellulotik Carboxymethyl cellulase (CMC)

4. Total Fungi Martin agar

(17)

Tabel 2 Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah

No. Parameter Metode Analisis

1. pH H2O; KCl

2. N total (%) Kjeldahl

3 P (ppm); P (mg.100g-1) Bray I; HCl 25%

4. K (mg.100g-1) HCL 25 %

5. C organik (%) Walkey and Black

6. Aldd; Hdd (cmol (+) kg-1) Titrasi 7. KTK (cmol (+) kg-1) Destilasi

8. KB (%) Perkolasi

9. Cadd;Mgdd;Kdd;Nadd (cmol (+) kg-1) Perkolasi

10. Tekstur Metode pipet

Alat

(18)

Gambar 1 Berlese Funnel Extractor untuk mengekstraksi contoh tanah

Berlese Funnel Extractor disusun dengan cara:

 Pipa paralon yang berisi contoh tanah diletakkan di atas sebuah corong plastik berukuran besar. Sebelumnya diletakkan kain kasa berukuran 2 mm di bagian bawah paralon yang berfungsi untuk menyaring fauna tanah sekaligus menahan tanah turun ke botol penampung.

 Lampu bohlam (40 watt) yang berfungsi sebagai sumber panas, dipasang ± 10 cm di atas pipa. Fauna tanah akan turun sebagai reaksi dari panas yang diberikan, sehingga akhirnya tertampung pada botol yang berisi etilen glikol sebanyak 30 ml. Etilen glikol berfungsi sebagai pengawet sementara bagi fauna tanah. Fauna tanah hasil ekstraksi akan disimpan dalam alkohol 70%.

Alat-alat laboratorium yang digunakan pada analisis mikroba tanah fungsional diantaranya adalah timbangan digital, autoklaf dan laminar flow. Analisis sifat-sifat kimia tanah menggunakan alat-alat laboratorium diantaranya yaitu pH-meter, flamefotometer dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

Prosedur

Pengambilan Contoh Tanah

Lokasi pengambilan contoh tanah berada pada kondisi lahan yang relatif homogen. Pada 20 lokasi, contoh tanah yang diambil berasal dari lahan seluas 0.5 ha. Pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal dari 5 titik pengambilan contoh tanah pada kedalaman 0 – 20 cm. Contoh tanah untuk pengamatan fauna tanah diambil dari 20 lokasi sehingga diperoleh 100 contoh tanah dalam paralon. Contoh tanah komposit digunakan untuk pengamatan populasi mikrob tanah fungsional dan sifat kimia tanah yaitu dengan mengambil sebanyak 1-2 kg dari kemudian diikat dan ditutup rapat serta diberi kode berupa catatan tentang lokasi dan waktu pengambilan contoh tanah.

(19)

Gambar 2 Titik pengambilan contoh tanah pada luasan 0.5 ha pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Fauna Tanah

Contoh tanah diekstraksi dengan Berlese Funnel Extractor selama 7 – 10 hari dengan suhu tidak lebih dari 60oC karena pada suhu yang lebih tinggi akan mempengaruhi kondisi fauna tanah yang sangat rentan dan dapat mengalami kematian. Fauna tanah hasil ekstraksi disimpan ke dalam tempat (botol penampung) yang berisi alkohol 70% sebanyak 30 ml, kemudian dilakukan pengamatan menggunakan stereomikroskop. Identifikasi fauna tanah mengacu kepada Borror et al. (1989) dan Coleman et al. (2004).

Perhitungan dilakukan terhadap jumlah individu, keragaman, kemerataan, dominansi dan bobot biomassa fauna tanah yaitu:

1. Jumlah individu fauna tanah ditetapkan dengan rumus Meyer (1996) dalam dalam suatu habitat dihitung berdasarkan rumus indeks keragaman Shannon (Ludwig dan Reynold 1988; Margurran 2004).

H'= (pi S

i=1

) (ln pi )

Keterangan: H’ = indek keragaman Shannon pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu fauna dalam contoh tanah Kriteria indeks keragaman: H’<1.0 = keragaman rendah

1.0<H’<3.322 = keragaman sedang

H’>3.322 = keragaman tinggi

3. Kemerataan fauna tanah dihitung menggunakan rumus indeks kemerataan Pielou (1969;1975) dalam Margurran (2004).

E= H'

H max Keterangan : E = Indeks kemerataan

H’ = Indeks keragaman

H max = Indeks keragaman maksimum (ln S) S = Jumlah jenis

(20)

4. Dominansi fauna tanah dihitung menggunakan rumus indeks dominansi Simpson (Ludwig dan Reynold 1988; Margurran 2004).

D= pi 2 n

i=1

Keterangan : D = Indeks dominansi Simpson pi = ni/N

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = jumlah total individu fauna dalam contoh tanah Kriteria nilai indeks dominansi : D < 0.5 = dominansi rendah

D > 0.5 = dominansi tinggi

5. Biomasa fauna tanah adalah ukuran berat (massa) seluruh organisme hidup suatu habitat pada waktu tertentu yang diukur dalam satuan miligram (mg) dan dihitung dengan merujuk pada tabel bobot individu fauna tanah (Widyastuti 2002) (Tabel 3).

Tabel 3 Referensi bobot individu fauna tanah

No. Taksa Bobot Individu (mg) Referensi

1. Acari :

Oribatida 0.0011 Edwards (1967)

Lainnya 0.0045 Edwards (1967)

2. Collembola :

Hypogastruridae 0.0056 Edwards (1967)

Onychiuridae 0.0114 Edwards (1967)

Isotomidae 0.0044 Edwards (1967)

Entomobrydae 0.0084 Edwards (1967)

Sminthuridae 0.0023 Edwards (1967)

Poduridae 0.0023 Edwards (1967)

Neelidae 0.0023 Edwards (1967)

3. Protura 0.0004 Hanagarth et al. (1999)

4. Symphila 0.0800 Hanagarth et al. (1999)

5. Araneae (Spiders) 0.5724 Hanagarth et al. (1999)

6. Coleoptera:

Carabidae 0.9128 Hanagarth et al. (1999)

Staphylinidae 0.3160 Hanagarth et al. (1999)

Lainnya 0.8689 Hanagarth et al. (1999)

Coleoptera (larva) 0.9894 Hanagarth et al. (1999)

7. Diptera 0.4490 Edwards (1967)

Formicidae 0.5000 Petersen and Luxton (1982)

Lainnya 0.5000 Petersen and Luxton (1982)

14. Isopoda 0.1130 Hanagarth et al. (1999)

15. Isoptera 0.6000 Petersen and Luxton (1982)

16. Lepidoptera (larva) 1.9800 Hanagarth et al. (1999)

17. Oligochaeta:

Earthworms 21.000 Petersen and Luxton (1982)

Enchytraeids 0.0320 Petersen and Luxton (1982)

18. Orthoptera 0.0100 Hanagarth et al. (1999)

19. Pseudoscorpiones 0.1587 Hanagarth et al. (1999)

20. Psocoptera 0.2777 Edwards (1967)

21. Thysanoptera 0.0200 Hanagarth et al. (1999)

22. Trichoptera 0.2200 Hanagarth et al. (1999)

(21)

Mikrob Tanah Fungsional Seri pengenceran

Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukkan ke dalam 90 ml larutan pengenceran (NaCl 0.85%) sehingga menjadi 100 ml larutan. Kemudian diambil 1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml larutan pengenceran dalam tabung reaksi untuk memperoleh pengenceran 10-2. Dari pengenceran tersebut, kemudian diambil 1 ml dan ditambahkan ke dalam 9 ml larutan pengenceran pada tabung reaksi yang lain sehingga diperoleh pengenceran 10-3, demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran 10-7. Tingkat pengenceran yang dilakukan untuk masing-masing parameter mikrob tanah fungsional adalah:

 Populasi azotobacter: pengenceran 10-3 dan 10-4

 Populasi mikrob pelarut fosfat: pengenceran 10-3 dan 10-4

 Populasi mikrob sellulotik: pengenceran 10-3 dan 10-4

 Total fungi: pengenceran 10-3 dan 10-4

 Total mikrob: pengenceran 10-6 dan 10-7

Medium spesifik yang digunakan, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Tahap analisis mikrob selanjutnya dilakukan di dalam laminar flow yaitu memasukkan 1 ml dari larutan pengenceran ke dalam cawan berkembangbiak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Hasil akhir penghitungan mikrob tanah fungsional pada cawan menggunakan colony forming unit (cfu) per berat kering mutlak (bkm) yaitu sel tunggal atau sekumpulan sel yang jika ditumbuhkan dalam cawan akan membentuk koloni dan telah dikonversi ke dalam berat kering mutlak contoh tanah. Pengamatan populasi koloni dilakukan terhadap kelompok mikrob tanah fungsional yaitu azotobacter, mikrob pelarut fosfat, mikrob sellulotik, total fungi dan total mikrob. Asumsi yang digunakan pada metode ini adalah bahwa tiap mikrob yang hidup pada suspensi tanah yang berkembang membentuk suatu koloni dalam keadaan lingkungan memungkinkan.

Identifikasi koloni

Koloni yang tumbuh pada media spesifik dihitung jumlahnya dengan memperhatikan beberapa syarat yaitu:

1. Azotobacter pada media NFM dicirikan dengan munculnya koloni kecil, biasanya memiliki permukaan cekung dibagian tengah seperti susu dan mengkilap.

2. Mikroba pelarut fosfat membentuk koloni dengan zona bening pada medium pikovskaya.

(22)

4. Fungi yang tumbuh pada media martin agar umumnya berbentuk spora yang berasal dari miselium yang aktif tumbuh dan berada dalam kondisi dorman.

Syarat koloni yang dapat dihitung adalah: 1. Satu koloni dihitung satu koloni.

2. Dua koloni yang bertumpuk dihitung satu koloni.

3. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung satu koloni.

4. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung dua koloni. 5. Koloni yang terlalu besar (lebih dari setengah luas cawan) tidak dihitung. 6. Koloni yang besar kurang dari setengah luas cawan dihitung satu koloni.

Populasi mikrob dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh di dalam cawan petri pada tingkat pengenceran tertentu sehingga diperoleh nilai cfu/bkm.

Populasi mikrob (cfu/bkm) = � � (

� � )

Analisis Sifat Kimia Tanah

Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah (2005) (Tabel 4).

Tabel 4 Kriteria penilaian hasil analisis sifat kimia tanah

Parameter Tanah

Nilai Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Sumber : Balai Penelitian Tanah (2005)

Analisis Data

(23)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah

Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi 105°15' BT – 106°20' BT dan 4°37' LS – 5°37' LS dan berjarak 80.24 km dari ibukota propinsi. Suhu udara berkisar antara 24° – 34°C. Wilayah Lampung Timur berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut (m dpl). Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2000 – 2500 mm termasuk dalam kategori iklim B menurut Smith dan Ferguson yang dicirikan oleh bulan basah selama 6 bulan yaitu Desember – Juni dan bulan kering selama 6 bulan yaitu Juli – Nopember (BPS Lampung Timur 2014). Pengambilan contoh tanah dilakukan pada bulan Agustus 2013 yaitu pada kondisi curah hujan berjumlah 2 mm.bln-1 di wilayah Kecamatan Sukadana dan 1 mm.bln-1 di wilayah Kecamatan Margatiga (Tabel 5).

Tabel 5 Data curah bulanan (mm.bln-1) tahun 2013 di wilayah Kecamatan Sukadana dan Margatiga, Lampung Timur

Bulan Sukadana Marga Tiga

mm.bln-1

Pemilihan lokasi dilakukan melalui penelusuran data sekunder dan informasi yang diperoleh dari penyuluh pertanian dan petani setempat. Berdasarkan hal tersebut, terpilih Kecamatan Sukadana dan Margatiga yang memiliki luas panen lada tertinggi di Kabupaten Lampung Timur. Selama ini, pada kedua kecamatan tersebut merupakan wilayah potensial untuk pengembangan tanaman lada dan terdapat juga tanaman ubi kayu yang menjadi tanaman pilihan petani untuk menggantikan tanaman lain yang sudah tidak produktif. Hal ini menjadi penyebab yang mempengaruhi terjadinya penurunan luas panen tanaman lada, selain karena serangan hama penyakit dan alih fungsi lahan lainnya.

(24)

lada yang sudah tidak produktif. Pada budidaya lada, petani tidak melakukan pemupukan dan pemeliharaan tanaman secara intensif karena petani masih beranggapan bahwa tanaman masih dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil panen yang cukup. Pada ekosistem ubi kayu, pengambilan contoh tanah dilakukan saat tanaman berumur 6 bulan yaitu pada lahan yang telah ditanami selama 3 tahun hingga 13 tahun. Pengolahan tanah, pemupukan dan pemeliharaan tanaman pada ubi kayu dilakukan lebih intensif dibandingkan terhadap tanaman lada. Sejarah penggunaan lahan pada ekosistem lada dan ubi kayu adalah semak belukar dan pernah ditanami padi lahan kering, jagung, kedelai, kakao dan kopi (Tabel 6).

Tabel 6 Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi pengambilan contoh tanah di Lampung Timur

Lokasi Jenis tanah Tanaman Lama penggunaan

lahan

Sukadana Timur Ultisols Lada (tahun 1998) 15 tahun

Sukadana Baru Inceptisols Lada (tahun 2000) 13 tahun

Margatiga Inceptisols Lada (tahun 2003) 10 tahun

Lehan Inceptisols Lada (tahun 1998) 15 tahun

Pakuan Aji Inceptisols Lada (tahun 2003) 10 tahun

Putra Aji Inceptisols Lada (tahun 1993) 20 tahun

Surya Mataram Inceptisols Lada (tahun 2003) 10 tahun

Gedungwani Timur Inceptisols Lada (tahun 2003) 10 tahun

Sukaraja Inceptisols Lada (tahun 2000) 10 tahun

Sukadana Selatan Inceptisols Lada (tahun 2000) 13 tahun

Sukadana Timur Ultisols Ubi kayu (tahun 2005) 8 tahun

Sukadana Baru Inceptisols Ubi kayu (tahun 2000) 13 tahun

Margatiga Inceptisols Ubi kayu (tahun 2008) 5 tahun

Lehan Inceptisols Ubi kayu (tahun 2006) 7 tahun

Pakuan Aji Inceptisols Ubi kayu (tahun 2007) 6 tahun

Putra Aji Inceptisols Ubi kayu (tahun 2010) 3 tahun

Surya Mataram Inceptisols Ubi kayu (tahun 2007) 6 tahun

Gedungwani Timur Inceptisols Ubi kayu ( tahun 2008) 5 tahun

Sukaraja Inceptisols Ubi kayu (tahun 2008) 5 tahun

Sukadana Selatan Inceptisols Ubi kayu (tahun 2009) 4 tahun

(25)

memberikan respon baik terhadap pengelolaan tanah karena memiliki golongan liat tipe 1:1 yang bersama dengan oksida besi dan aluminium dapat menjamin daya olah yang baik (Soepardi 1983). Liat tipe 1:1 disebut juga kaolinit yang liatnya tidak mudah terdispersi, dapat membentuk agregat yang stabil dan memiliki sifat tidak mudah mengembang.

Karakteristik tanaman lada dan ubi kayu merupakan bagian penting dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan kedua tanaman tersebut. Tanaman lada (Piper nigrum L.) sebagai King of Spice dapat ditanam pada daerah yang memiliki ketinggian tempat 0-700 m dpl (di atas permukaan laut), curah hujan 1000-3000 mm.tahun-1 dengan jumlah hari hujan 110-170 hari per tahun, kisaran suhu 20-35oC, kelembaban 60-93% dan terdapat keseimbangan perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Ubikayu modern (Manihot esculenta Cranzt) merupakan salah satu spesies dari genus Manihot yang telah teridentifikasi dan dibudidayakan secara komersial yang secara taksonomi sinonim dengan Manihot utilissima. Tanaman ubikayu akan tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian <1500 dpl, memiliki curah hujan 750-1000 mm.tahun-1, kisaran suhu 25-28oC, tumbuh baik pada tanah bertekstur berpasir hingga liat dan gembur serta berkembang optimal pada pH 5.8 (pH 4.5–8.0).

Kelimpahan Fauna Tanah

Biodiversitas adalah keragaman organisme hidup yang berada di daerah daratan, laut dan ekosistem air termasuk juga aspek ekologi berupa keragaman individu dalam suatu spesies, keragaman antar spesies dan keragaman dalam suatu ekosistem. Keragaman berguna untuk menggambarkan keberadaan individu suatu spesies atau kelompok suatu spesies dalam ekosistem yang menjelaskan tentang proses ekologi yang berbeda-beda. Biodiversitas merupakan fungsi dari beberapa komponen yaitu (1) Total jumlah spesies yang ditemukan dan kekayaan spesies; (2) Keragaman genetik dalam suatu spesies; (3) Keragaman ekosistem (pertanian atau alami); (4) Distribusi individu dari suatu spesies (kemerataan) (Breure 2004). Sistem klasifikasi fauna tanah Van der Drift (1951 dalam Widyastuti 2002) berdasarkan ukuran tubuh yaitu kelompok mikrofauna (<0.2 mm), mesofauna (0.2 – 2.0 mm), makrofauna (2.0 – 20.0 mm) dan mega fauna (>20.0 mm).

(26)

kelompok mesofauna dan 9872 individu dalam kelompok makrofauna. Total jumlah fauna tanah yang ditemukan pada kedua ekosistem adalah 17529 individu (Gambar 3).

Gambar 3 Total kelimpahan fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Populasi fauna tanah yang lebih tinggi pada ekosistem ubi kayu dibandingkan dengan ekosistem lada menunjukkan bahwa tindakan penggunaan lahan dapat mempengaruhi kelimpahan fauna tanah. Hal ini juga dapat diketahui dari jumlah makrofauna yang lebih dominan dibandingkan dengan jumlah mesofauna pada kedua ekosistem. Kemungkinan yang terjadi adalah terdapat keadaan yang sesuai bagi perkembangan makrofauna tanah, yaitu berkurangnya kompetisi dalam memperoleh sumber makanan dan terjaminnya ketersediaan ruang gerak untuk mendukung aktivitas fauna tanah dan mempertahankan populasi. Hubungan fungsional yang terjadi pada siklus rantai makanan dapat dilihat pada makrofauna yang akan memanfaatkan fauna tanah yang ukurannya lebih kecil sebagai sumber makanan. Hasil penelitian menunjukkan populasi mesofauna yang lebih rendah dibandingkan makrofauna. Penyebab lain rendahnya populasi mesofauna adalah berkurangnya kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan cekaman lingkungan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi curah hujan yang rendah (bulan Agustus) pada waktu pengambilan contoh tanah. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2002) bahwa jumlah fauna tanah mengalami penurunan pada periode lahan sawah tidak ditanami (bera) yaitu bulan Agustus-Oktober.

Fauna tanah yang terdapat di ekosistem lada dan ubi kayu merupakan arthropoda tanah yang memiliki sifat-sifat khas yang dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam tanah. Menurut Borror et al. (1989), arthropoda dicirikan dengan memiliki bagian tubuh yang beruas, tidak hanya pada kakinya. Arthropoda memanfaatkan serasah sebagai tempat hidup dan sumber makanannya. Moldenke (1999) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam kelompok arthropoda predator dan parasit yaitu acari, aranea, hymenoptera dan pseudoscorpion. Acari dan isoptera merupakan kelompok arthropoda penghancur yang dapat menjadi hama bagi tanaman karena memakan akar tanaman yang masih hidup bila bahan makanan dari sumber yang telah mati ternyata kurang mencukupi. Acari dan colembola (springtails) merupakan kelompok mikro arthropoda pemakan fungi dan beberapa jenis bakteri yang ada di permukaan akar.

(27)

Fauna tanah memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mempertahankan hidupnya yaitu pada kondisi lingkungan spesifik yang paling memungkinkan bagi kehidupan dan aktivitasnya. Berdasarkan hal tersebut, kemudian dilihat pengaruh ekosistem terhadap rata-rata jumlah fauna tanah pada masing-masing taksa (Tabel 7). Hasil uji nilai tengah menunjukkan bahwa rata-rata kelimpahan fauna tanah pada masing-masing taksa tidak berbeda nyata pada ekosistem lada dengan ekosistem ubi kayu, kecuali pada Pseudoscorpion yang berbeda nyata. Hal ini dapat disebabkan Pseudoscorpion memiliki sifat khas yaitu menyukai tempat yang memiliki naungan seperti kondisi pada ekosistem lada dan tersedianya sumber makanan yang sesuai karena merupakan kelompok predator yang memakan fauna dengan ukuran tubuh lebih kecil seperti acari-mites dan hymenoptera (formicidae) (Moldenke 1999).

Tabel 7 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Taksa Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu

Rata-rata STD Rata-rata STD

Indeks Keragaman Shannon (H’) 1.85 1.24

Indeks Kemerataan Pielou (E) 0.77 0.52

Indeks Dominansi Simpson (D) 0.11 0.31

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Keragaman fauna tanah dapat dikelompokkan berdasarkan besarnya nilai indeks keragaman Shannon (H’) yaitu pada ekosistem lada H’ = 1.85 dan pada

ekosistem ubi kayu H’ = 1.24. Kedua nilai tersebut termasuk dalam kategori

(28)

semakin tinggi keanekaragaman atau jumlah jenis fauna tanah. Menurut Schloter et al. (2003) bahwa indeks keragaman Shannon menunjukkan distribusi dari kelimpahan spesies dan dapat mengungkap spesies yang jarang ditemukan.

Indeks kemerataan Pielou (E) pada ekosistem lada sebesar 0.77 dan pada ekosistem ubi kayu sebesar 0.52. Hal ini berarti bahwa pada ekosistem lada menunjukkan penyebaran individu fauna tanah yang lebih merata dibandingkan ekosistem ubi kayu dan kemungkinan masih ada fauna tanah yang mendominasi. Nilai kemerataan yang mendekati 1 berarti bahwa indeks kemerataan mendekati nilai maksimal (0-1) dan indeks kemerataan ini dapat digunakan untuk menunjukkan derajat kemerataan terhadap kelimpahan jenis dan dapat menjadi indikator adanya dominansi suatu spesies dalam suatu komunitas.

Indeks dominansi Simpson menunjukkan distribusi kelimpahan suatu spesies yang dititikberatkan pada spesies yang sering ditemui (Schloter et al. 2003). Indeks dominansi Simpson (D) pada ekosistem lada adalah rendah dan fauna tanah yang mendominasi pada ekosistem lada yaitu Hymenoptera, Famili Formicidae (semut). Sedangkan pada ekosistem ubi kayu (D = 0.31) menunjukkan dominansi sedang dan fauna tanah yang mendominasi adalah Hymenoptera (Famili Formicidae) dan Isopoda. Dominansi oleh Hymenoptera dapat dipengaruhi oleh kemampuannya yang lebih mudah beradaptasi dengan mudah pada kondisi lingkungan yang terbuka seperti pada ekosistem ubi kayu, bahkan pada saat terjadi perubahan faktor lingkungan. Menurut Borror et al. (1996), Hymenoptera merupakan kelompok taksa yang memiliki keragaman besar terhadap kebiasaan dan perilaku sosialnya (serangga eusosial), hidupnya berkoloni dengan beberapa tingkatan (kasta). Famili Formicidae (semut) terdapat di semua habitat darat dan jumlahnya melebihi berbagai jenis hewan darat lainnya. Formicidae memiliki kebiasaan makan yang beragam yaitu banyak yang memakan hewan lain dalam keadaan hidup atau mati (karnivora), beberapa makan tanaman (herbivora), jamur dan di dalam sarang makan sekresi dan bertukar makanan dengan individu lain. Coleman et al. (2004), semut memiliki pengaruh yang besar dalam suatu ekosistem yaitu sebagai ecosystems engineers dan mempengaruhi karakteristik tanah. Umumnya bersifat sebagai predator terhadap invertebrata kecil termasuk Acari (Oribatida-Mites) dan dapat mengurangi kelimpahan predator lain (Spiders). Menurut Coleman (2004), bahwa Isopoda umumnya sebagai saprofor dan merupakan serangga persemaian yang disebut serangga gulung yang mampu menggulungkan tubuhnya seperti bola dan merupakan hama penting bagi tumbuh-tumbuhan yang dibudidayakan (Borror et al. 1989).

Pada ekosistem lada, berdasarkan lama penggunaan lahan tidak terdapat perbedaan terhadap rata-rata jumlah fauna tanah masing-masing taksa, antara

lama penggunaan lahan ≤10 tahun dan 11-20 tahun (Tabel 8). Tetapi terjadi

(29)

adanya kompetisi antar jenis fauna tanah. Persaingan dalam memanfaatkan sumber makanan maupun energi dan persaingan dalam pemangsaan terhadap fauna tanah yang ukurannya lebih kecil. Kecenderungan tersebut menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan mempertahankan populasi, sehingga suatu jenis hanya bertahan dalam beberapa generasi. Kecepatan penambahan dan pengurangan jenis dapat terjadi karena populasi yang padat atau menurut Sugiyarto (2003) makrofauna tanah dapat merespon perubahan lingkungan dengan cara bermigrasi ke tempat lain. Menurut Mazzoncini et al. (2010) bahwa keragaman populasi mesofauna (mikroarthropoda) sedikit dipengaruhi oleh pengolahan tanah dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang mempengaruhi biodiversitas fauna tanah pada seluruh taksa (Liiri 2012). Keberadaan fauna tanah memberikan pengaruh terhadap total individu, jumlah jenis dan kelimpahan fauna tanah, sedangkan untuk dapat mengetahui tingkat kesuburan tanah maka diperlukan pengamatan secara menyeluruh terhadap fauna dan mikrob tanah serta produktivitas tanah (Zhu dan Zhu 2015).

Tabel 8 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada

Indeks Keragaman Shannon (H’) 2.04 1.96

Indeks Kemerataan Pielou (E) 0.85 0.85

Indeks Dominansi Simpson (D) 0.17 0.16

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

(30)

(sedang), indeks kemerataan Pielou (rendah), baik pada lama penggunaan lahan

≤5 tahun maupun 6-13 tahun. Indeks dominansi Simpson termasuk kategori

rendah, baik pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun maupun 6-13 tahun. Dalam hal ini kelimpahan fauna tanah didominasi oleh Hymenoptera, baik pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun maupun 6-13 tahun yang disebabkan Hymenoptera memiliki rata-rata jumlah fauna tanah yang tertinggi.

Tabel 9 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di

Total individu.m-2 890 1173

Indeks Keragaman Shannon (H’) 1.41 1.44

Indeks Kemerataan Pielou (E) 0.59 0.60

Indeks Dominansi Simpson (D) 0.41 0.31

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

(31)

Biomassa Fauna Tanah

Biomassa fauna tanah sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan perbedaan bobot individu fauna tanah dan merupakan salah satu sumber bahan organik dalam tanah. Keragaman sifat biologi tanah termasuk didalamnya adalah ukuran dan kepadatan populasi mikrob, jumlah dan biomassa mikrofauna dan makrofauna (Elliot et al. 1996). Dalam hal ini total biomassa fauna tanah lebih tinggi pada ekosistem ubi kayu yaitu sebesar 3560.00 mg (biomassa mesofauna = 87.26 mg dan makrofauna = 2194.95 mg) di bandingkan ekosistem lada sebesar 2282.21 mg (biomassa mesofauna = 60.36 mg dan makrofauna = 3500.03 mg) (Gambar 4).

Gambar 4 Total biomassa fauna tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Berdasarkan rata-rata biomassa setiap taksa, diketahui bahwa rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu, kecuali biomassa Pseudoscorpion (Tabel 10), dimana hal ini berkaitan dengan populasi Pseudoscorpion pada kedua ekosistem tersebut. Walaupun rata-rata biomassa fauna tanah pada kedua ekosistem tidak berbeda nyata, tetapi heterogenitas antar lokasi pengambilan contoh tanah menunjukkan keragaman yang cukup bervariasi. Menurut Tan et al. (2010); Xin et al. (2012) bahwa biomassa fauna tanah dipengaruhi oleh fauna tanah dengan ukuran tubuh yang berbeda-beda dan memiliki peranan serta respon yang berbeda terhadap perubahan lingkungan.

Pada ekosistem lada, rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada setiap taksa menunjukkan tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu, kecuali pada Pseudoscorpion yang berbeda nyata. Berdasarkan rata-rata biomassa fauna tanah dapat diketahui bahwa indeks keragaman Shannon sedang (H’ = 1.81) dan indeks kemerataan Pielou tinggi (E = 0.75). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata biomassa fauna tanah relatif menyebar merata dan tidak ada dominansi. Hal ini dijelaskan dengan indeks dominansi Simpson rendah (D = 0.24). Pada ekosistem ubi kayu, rata-rata biomassa fauna tanah menunjukkan indeks keragaman

Shannon sedang (H’ = 1.04) dan indeks kemerataan Pielou rendah (E =0.43).

(32)

Tabel 10 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Taksa Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu

Rata-rata STD Rata-rata STD

Indeks Keragaman Shannon (H’) 1.81 1.04

Indeks Kemerataan Pielou (E) 0.75 0.43

Indeks Dominansi Simpson (D) 0.24 0.59

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Berdasarkan lama penggunaan lahan, pada ekosistem lada, rata-rata biomassa fauna tanah pada lama penggunaan lahan ≤ 10 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 11-20 tahun, kecuali berbeda nyata terhadap biomassa Diplopoda (Tabel 11). Hal ini disebabkan terjadinya pengurangan jumlah taksa pada lama penggunaan 10-20 tahun, sehingga berpengaruh terhadap bobot biomassanya. Menurut Bargett et al. (1998) bahwa pengaruh kegiatan pertanian pada arthropoda dapat menyebabkan fast cycle sehingga keragaman akan berkurang, tetapi tidak ada kepastian arthropoda terbaik antara pertanian organik dan intensif karena sangat dipengaruhi oleh lokasi, iklim, jenis tanaman dan jenis arthropodanya (Hole et al. 2005). Pada lama penggunaan lahan ≤ 10

(33)

Tabel 11 Rata-rata biomassa fauna tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

Taksa 10 tahun 11-20 tahun

Indeks Keragaman Shannon (H’) 1.69 1.30

Indeks Kemerataan Pielou (E) 0.70 0.56

Indeks Dominansi Simpson (D) 0.28 0.40

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Pada ekosistem ubi kayu, rata-rata biomassa fauna tanah pada lama

penggunaan lahan ≤5 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan

6-13 tahun (Tabel 12). Indeks keragaman Shannon dan indeks kemerataan Pielou pada kedua lama penggunaan lahan termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menunjukkan terjadinya dominansi yaitu pada lama penggunaan lahan ≤5 tahun memiliki indeks dominansi Simpson yang tinggi (D = 0.61) yaitu dominansi oleh Hymenoptera yang menunjukkan rata-rata biomassa tertinggi. Sedangkan pada lama penggunaan lahan 6-13 tahun memiliki indeks dominansi Simpson yang sedang ( D = 0.58) dan terdapat dua taksa yang mendominasi yaitu Hymenoptera dan Isopoda. Hymenoptera memiliki populasi yang lebih tinggi dibandingkan fauna tanah lain yang ada di ekosistem lada dan ubi kayu dan merupakan fauna tanah yang mudah beradaptasi, bahkan pada lingkungan yang ekstrim. Kemudian bobot tubuh yang dimiliki juga lebih tinggi sehingga dapat menyumbangkan biomassa yang besar. Hal ini mempengaruhi total biomassa pada lama

penggunaan lahan ≤5 tahun menjadi tinggi daripada lama penggunaan lahan 6-13

(34)

Tabel 12 Rata-rata biomassa fauna tanah (mg.m-2) pada ekosistem ubi kayu

Indeks Keragaman Shannon (H’) 0.90 0.97

Indeks Kemerataan Pielou (E) 0.38 0.40

Indeks Dominansi Simpson (D) 0.61 0.58

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Populasi Mikrob Tanah Fungsional

(35)

walaupun tidak berbeda nyata secara signifikan. Pada tanah dengan persentase pasir yang tinggi akan memiliki komposisi pori-pori makro yang lebih besar dibandingkan pori-pori yang kecil. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mikrob yang hanya dapat berkembang dalam pori-pori mikro. Sedangkan pada ekosistem ubi kayu, permukaan tanah hampir tidak ada serasah dan lebih terbuka karena tidak adanya naungan.

Tabel 13 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Mikrob fungsional Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu

Rata-rata STD Rata-rata STD

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Berdasarkan lama penggunaan lahan dapat diketahui bahwa suatu ekosistem yang telah digunakan untuk menanam tanaman budidaya selama kurun waktu tertentu, ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap populasi mikrob tanah fungsional. Pada ekosistem lada, rata-rata populasi mikrob tanah fungsional pada lama penggunaan lahan ≤10 tahun tidak berbeda nyata dengan lama penggunaan lahan 11-20 tahun (Tabel 14).

Tabel 14 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

Mikrob fungsional 10 tahun 11-20 tahun

Rata-rata STD Rata-rata STD

( log cfu.bkm-1)a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

(36)

Tabel 15 Rata-rata populasi mikrob tanah fungsional (log cfu.bkm-1) pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur

Mikroba fungsional ≤5thn 6-13 thn

Rata-rata STD Rata-rata STD

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Hal tersebut dapat berarti bahwa perubahan kondisi lingkungan tumbuh yang disebabkan penerapan kegiatan budidaya tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan mikrob tanah fungsional. Walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lama penggunaan lahan tetapi menurut BBSDLP (2007) bahwa analisis terhadap terhadap keragaman jenis dan kepadatan populasi mikrob tanah dapat menjadi indikator untuk menilai kualitas dan kesehatan tanah, dimana keragaman tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, kadar air, jenis penggunaan lahan dan cara pengelolaannya. Menurut Xin et al. (2012), fauna tanah berperan dalam penghancuran serasah tanaman, sehingga mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dan menstimulasi aktivitas mikrob.

Pada ekosistem lada dan ubi kayu, rata-rata populasi azotobacter lebih rendah daripada mikrob tanah fungsional lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan kondisi tanah masam yang mempengaruhi perkembangan azotobacter yang sangat sensitif pada pH rendah (pH<6) sehingga jarang dijumpai (BBSDLP 2007). Azotobacter akan memanfaatkan sumber N untuk mempertahankan hidupnya dan kemudian akan menyediakan N tersebut untuk tanaman. Azotobacter merupakan bakteri penambat N yang sudah ada pada rizosfer tanaman di dalam tanah dan keberadaannnya tanpa melalui suatu simbiosis serta mampu tumbuh pada berbagai macam karbohidrat dan asam organik (Aquailanti et al. 2004).

Mikrob pelarut fosfat memiliki kemampuan meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman dan hal ini sangat tergantung dari jenis mikrob pelarut fosfat dan sumber P yang ada. Kemampuan bakteri dalam melarutkan P dari fosfat tidak larut dapat diketahui secara kualitatif dengan adanya zona bening. Perbedaan rata-rata populasi mikrob pelarut fosfat dapat disebabkan antar lokasi pengambilan contoh tanah memiliki keragaman sumber fosfat dan keragaman kandungan fosfat. Penambahan pupuk yang mengandung fosfat dapat mempengaruhi kelangsungan hidup mikrob pelarut fosfat yang memanfaatkan fosfat untuk kepentingan metabolismenya walaupun dari sumber yang jumlahnya sedikit.

(37)

biomassa tanaman (Anderson dan Cairney 2004). Menurut Groenigren et al. (2010) bahwa pengelolaan tanah dapat mempengaruhi keberadaan kelompok mikrob tanah dengan berbagai cara yang mungkin diakibatkan karena kehilangan N, pertumbuhan tanaman dan karbon organik tanah. Pada pengolahan tanah minimum, populasi bakteri dan jamur secara signifikan meningkat pada lapisan permukaan tanah dibandingkan pengolahan tanah konvensional yang melakukan pengolahan tanah dengan cara dibajak hingga kedalaman 25 cm dan kemudian dihaluskan. Hasil penelitian Schloter et al. (2003) bahwa populasi bakteri dan jamur kemungkinan dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan kualitas tanah. Menurut Buckley dan Smith (2001) bahwa struktur kelompok mikrob tanah pada lahan yang ditinggalkan selama 7 tahun setelah ditanami memiliki banyak kemiripan dengan lahan terdekat yang dibudidayakan dibandingkan dengan lahan yang tidak dibudidayakan. Penelitian dalam jangka panjang oleh Steenwerth et al. (2002) di daerah dekat pesisir pantai menunjukkan populasi mikrob lebih tinggi pada lahan padang rumput untuk penggembalaan dalam dibandingkan pada lahan yang digunakan untuk pertanaman.

Sifat Kimia Tanah

Berdasarkan uji dua nilai tengah menunjukkan bahwa sifat kimia tanah pada ekosistem lada tidak berbeda nyata dengan ekosistem ubi kayu dan keragaman yang terjadi berasal dari nilai rata-rata parameter pengamatan yang bervariasi pada tiap-tiap lokasi pengambilan contoh tanah (Tabel 16).

Tabel 16 Sifat kimia dan tekstur tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur

Sifat Kimia Tanah Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu

Rata-rataa STD Rata-rata STD

(38)

Heterogenitas tersebut dapat disebabkan perubahan iklim, tindakan budidaya tanaman yang dilakukan dan campur tangan manusia dalam mengelola suatu ekositem. Pada ekosistem lada tidak dilakukan pengolahan tanah dan pemupukan hanya satu tahun sekali, sedangkan pada ekosistem ubi kayu dilakukan pengolahan tanah intensif dan pemberian pupuk Nitrogen:Phosphat:Kalium (NPK) dengan perbandingan 15:15:15 dengan frekuensi satu hingga dua kali selama satu musim tanam (<1 tahun).

Penambahan bahan organik dilakukan satu tahun sekali pada takaran yang disesuaikan dengan ketersediaan bahan organik tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi keragaman sifat kimia tanah pada lokasi pengambilan contoh tanah dan dalam hal karakterisasi sifat kimia tanah (Tabel 17). Hasil karakterisasi sifat-sifat kimia tanah menunjukkan bahwa kandungan P potensial dan K potensial sangat tinggi baik pada ekosistem lada maupun ubi kayu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kandungan P dan K yang sangat tinggi tetapi belum dapat dimanfaatkan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan fosfat dan kalium bagi tanaman. Kemungkinan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengapuran yang bertujuan untuk meningkatkan pH tanah karena reaksi tanah akan berjalan baik pada kondisi pH mendekati netral (6.6 – 7.5). Menurut Cakmak (2005) bahwa unsur K berperan penting dalam meningkatkan kualitas, ukuran dan berat buah. Kurangnya ketersediaan K dapat mengakibatkan rendahnya efisiensi N dan P dan tidak tercapainya produksi tinggi suatu tanaman. Tabel 17 Tabel karakteristik sifat kimia tanah pada ekosistem lada dan ubi kayu

di Lampung Timur

Sifat Kimia Tanah Ekosistem Lada Ekosistem Ubikayu

pH Masam Masam

N total (%) Rendah Rendah

P tersedia (ppm P) Rendah Rendah

P potensial (mg.100g -1) Sangat tinggi Sangat tinggi

K potensial (mg.100g -1) Sangat tinggi Sangat tinggi

(39)

pemupukan. Lada merupakan tanaman yang menghendaki unsur-unsur hara dalam jumlah yang cukup besar. Untuk menghasilkan 1 kg buah lada dibutuhkan 32 g N, 5 g P, 28 g K, 8 g Ca dan 3 g Mg (Wahid et al. 1996). Untuk mencapai produksi lada sekitar 1500 kg/ha pada tiap musim maka di Lampung disarankan melakukan pemupukan dengan dosis 1600 g NPKMg (12-12-4-2).tnm-1 (Zaubin et al. 2005). Untuk mendapatkan dosis pemupukan dan kultivasi yang optimal pada tanaman lada diperlukan identifikasi karakter wilayah pengembangan (spesifik lokasi) sehingga formulasi dan dosis pemupukan yang diberikan menjadi lebih rasional yaitu pemupukan berimbang (Tjahjana et al. 2012). Pada ekosistem lada dan ubi kayu menunjukkan ketersediaan Ca dan Mg dalam kategori sedang. Hal tersebut menjadi perhatian karena ketersediaan unsur hara Ca dan Mg dapat menjadi rendah diakibatkan kehilangan karena terangkut tanaman, pencucian dan erosi. Ketersediaan Ca dan Mg yang rendah dapat disebabkan rendahnya usaha untuk meningkatkan bahan organik dan pupuk anorganik yang dapat mempengaruhi KB, pH, kegiatan biologi dan ketersediaan hara lainnya (Soepardi 1983).

Tanaman ubi kayu sangat respon terhadap pupuk N dan pembentukan umbi memerlukan unsur hara P dan K(Onwueme 1978 dalam Wargiono et al. 2009). Kebutuhan terhadap unsur hara K akan melebihi kebutuhan terhadap N dan apabila terjadi kekurangan N dan K maka tidak akan memperoleh hasil umbi optimal. Kebutuhan ubikayu terhadap K adalah sekitar 187 kg untuk menghasilkan 30 t/ha (Ispandi 2003). Ubikayu tidak memerlukan pupuk N terlalu banyak karena dapat menghambat perkembangan umbi dan meningkatkan kandungan sianida. Berdasarkan lama penggunaan lahan maka diketahui bahwa antara ekosistem lada dan ubi kayu tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap parameter sifat-sifat tanah yang diamati (Tabel 18 dan Tabel 19).

Tabel 18 Sifat kimia tanah pada ekosistem lada berdasarkan lama penggunaan

lahan (≤10 tahun dan 11-20 tahun) di Lampung Timur

Sifat Kimia Tanah ≤10 tahun 11-20 tahun

Rata-rataa STD Rata-rata STD

(40)

Tabel 19 Sifat kimia tanah pada ekosistem ubi kayu berdasarkan lama penggunaan lahan (≤ 5 tahun dan 6-13 tahun) di Lampung Timur

Sifat Kimia Tanah ≤5 tahun 6-13 tahun

Rata-rataa STD Rata-rata STD

Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda menurut uji t pada taraf 5%; STD = Standar deviasi

Hal tersebut kemungkinan disebabkan penambahan pupuk, bahan organik dan kegiatan pengolahan tanah tidak mempengaruhi sifat-sifat kimia tanah baik pada ekosistem lada maupun ekosistem ubi kayu. Bahkan, pada ekosistem lada tidak dilakukan pemberian pupuk anorganik dan organik sehingga sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi lada. Demikian halnya pada ekosistem ubi kayu, pemupukan yang dilakukan tidak disesuaikan dengan dosis anjuran walaupun hasil panen cukup tinggi.

Hasil penelitian pada tanah Ultisols Lampung yang ditanami ubi kayu kurang dari 10 tahun menunjukkan bahwa mineralisasi N dan kesuburan tanah lebih tinggi dengan mempertimbangan beberapa sifat kimia tanah yaitu pH, N, C-organik, P dan basa-basa dapat ditukar lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang telah ditanami ubi kayu selama lebih dari 30 tahun (Wijanarko et al. 2012). Ubikayu memiliki beberapa keunggulan agronomis yaitu potensi hasil tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap kemasaman tanah dan kekeringan, umur panen fleksibel dan fleksibel dalam usahatani (Wargiono et al. 2006). Salah satu fase penting dalam pertumbuhan ubikayu adalah kemampuan adaptasi terhadap cekaman lingkungan yang terjadi pada keadaan suhu lebih rendah atau lebih tinggi, kondisi ternaungi dan kekurangan air karena secara fisiologis akan mempengaruhi laju akumulasi bahan kering (Wargiono et al. 2009).

(41)

mempengaruhi dalam siklus kehidupan fauna tanah, mikrob tanah dan ketersediaan unsur hara. Kompetisi akan terjadi dalam mempertahankan sumber energi dan sumber makanan sehingga dapat menyebabkan unsur hara menjadi tersedia atau bahkan tidak tersedia untuk menjamin kelangsungan hidup organisme tanah dan pertumbuhan tanaman.

Dengan mempertimbangkan bahwa pada uji dua nilai tengah terhadap masing-masing variabel pengamatan menunjukkan tidak berbeda nyata antara ekosistem lada dan ekosistem ubi kayu, maka kemudian dilakukan analisis diskriminan. Berdasarkan hal tersebut, kemudian diketahui bahwa analisis diskriminan dimaksudkan untuk mengetahui informasi mengenai variabel pengamatan yang paling berperan (berkontribusi) dalam melakukan diskriminasi pada kedua ekosistem yaitu lada dan ubi kayu. Nilai wilks’ lamda (0,131) menunjukkan matriks keragaman (covarian matrix) variabel-variabel pengamatan pada kedua ekosistem tidak berbeda nyata. Artinya bahwa berdasarkan matriks keragaman tersebut maka kemudian keseluruhan data variabel pengamatan dapat dilanjutkan untuk diuji diskriminansi (Tabel 20).

Tabel 20 Nilai Wilks’ lambda terhadap ekosistem lada dan ubi kayu

Nilai Wilks' Lambda Chi-square Derajat bebas Sig.

0.131 20.359 16 0.204

Dalam analisis diskriminan, terdapat nilai fungsi pada koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi (Tabel 21) yang dapat menunjukkan bahwa secara relatif, variabel yang memiliki nilai koefisien yang lebih besar maka akan menyumbangkan kekuatan diskriminasi yang lebih besar pada kedua ekosistem tersebut.

Tabel 21 Koefisien fungsi diskriminan terstandardisasi terhadap rata-rata kelimpahan fauna, mikrob fungsional dan sifat kimia tanah

(42)

Pada analisis diskriminan, variabel-variabel yang mempunyai kontribusi besar dalam membedakan kedua ekosistem tersebut adalah KTK, Aldd, liat, C organik, pasir dan total mikrob dibandingkan dengan variabel pengamatan lainnya. Sedangkan berdasarkan klasifikasi terhadap keanggotaan (variabel pengamatan) dalam kelompok menunjukkan bahwa hasil pengelompokan setiap anggota adalah 100% benar, baik keanggotaan untuk ekosistem lada maupun keanggotaan pada ekosistem ubi kayu (Tabel 22).

Tabel 22 Hasil klasifikasi terhadap keanggotaan dalam kelompok ekosistem

Lokasi Keanggotaan dalam kelompoka Total

Ekosistem lada Ekosistem ubi kayu

Ekosistem lada 100 0 100

Ekosistem ubi kayu 0 100 100

a

Pengelompokan secara benar (100%)

(43)

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur, ditemukan 11 taksa yaitu kelompok mesofauna (Acari dan Collembola) dan kelompok makrofauna (Aranea, Coleoptera, Diplura, Diplopoda, Chilopoda, Hymenoptera, Isopoda, Isoptera, dan Pseudoscorpion) dengan total jumlah fauna tanah 17529 individu.

2. Kelimpahan fauna tanah tidak berbeda pada ekosistem lada dan ubi kayu, dan didominasi oleh Hymenoptera. Pada ekosistem lada dengan lama penggunaan lahan 11-20 tahun terjadi pengurangan taksa yaitu tidak ditemukannya Diplopoda.

3. Rata-rata populasi mikroba tanah fungsional menunjukkan bahwa azotobacter, mikrob sellulotik dan total mikrob lebih tinggi dan berbeda nyata dengan ekosistem lada dan ubi kayu, sedangkan mikrob pelarut fosfat dan total fungi tidak berbeda nyata. Demikian halnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan lama penggunaan lahan.

4. Sifat kimia tanah tidak berbeda pada ekosistem lada dan ubi kayu bahkan berdasarkan perbedaan lama penggunaan lahan.

5. Analisis diskriminan terhadap seluruh variabel pengamatan menunjukkan bahwa KTK, Aldd, liat, C organik, pasir dan total mikrob memberikan kontribusi sebagai penciri/pembeda pada ekosistem lada dan ubi kayu di Lampung Timur.

Saran

Gambar

Tabel 2  Parameter pengamatan dan metode analisis sifat kimia tanah
Tabel 3  Referensi bobot individu fauna tanah
Tabel 6  Jenis tanah dan lama penggunaan lahan lada dan ubi kayu pada lokasi
Tabel 8 Rata-rata kelimpahan fauna tanah (individu.m-2) pada ekosistem lada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis dari penelitian ini adalah kualitas tanah lahan budidaya apel (Malus sylvestris Mill) di kecamatan Bumiaji, Batu telah mengalami penurunan kualitas berdasarkan sifat

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfologi dan sifat-sifat fisik tanah pada lahan yang ditanami ubi kayu ( Manihot esculenta Crantz ) dalam jangka panjang dengan

Tanpa pemberian biochar, hampir tidak ada tanaman jagung yang tumbuh sehingga tidak diperoleh hasil jagung, maka untuk meningkatkan hasil selama tiga musim tanam

Dalam penelitian ini KTK tanah mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena perlakuan yang diberikan ke lahan seperti tanaman LCC, jamur Trichoderma serta kombinasi LCC +

Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah di Desa Juhut secara kualitatif dapat diketahui kesuburan fisik tanah paling tinggi yaitu lahan talas beneng

Lebih tingginya nilai fosfor pada lahan sawah bekas tambang dikarenakan dari pemupukan P yang tidak larut dalam larutan tanah akibat kurangnya bahan organik sehingga

Ciri tanah ultisol yang terutama menjadi kendala bagi budidaya tanaman antara lain pH rendah, kejenuhan Al tinggi, lempung beraktifitas rendah, daya serat terhadap posfat

Dari kegiatan inventarisasi tegakan yang dilakukan pada petak penelitian masing-masing penutupan lahan, diketahui bahwa hutan mangrove memiliki jumlah pohon yang