• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia dan Gastropoda (Moluska) di Pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia dan Gastropoda (Moluska) di Pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA DAN

GASTROPODA (MOLUSKA) DI PESISIR GLAYEM

JUNTINYUAT, INDRAMAYU, JAWA BARAT

NUR’AINI YUNIARTI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

NUR’AINI YUNIARTI. Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia dan Gastropoda (Moluska) di Pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh TRI HERU WIDARTO dan TRI ATMOWIDI.

Beberapa jenis moluska dari kelas bivalvia dan gastropoda yang hidup di pesisir Glayem dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk bahan pakan ternak, bahan kerajinan, dan kegiatan perekonomian lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan distribusi moluska kelas bivalvia dan gastropoda di pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat dan faktor-faktor abiotik yang mempengaruhinya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2012. Pengambilan sampel moluska dilakukan secara acak (simple random sampling) pada 3 stasiun dengan menggunakan metode transek kuadrat (quadrat transect) dari tepi pantai ke arah tubir. Secara umum kualitas air di pesisir Glayem baik, namun kadar amonia pada ketiga stasiun melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Di pesisir tersebut ditemukan 15 spesies yang terdiri dari 6 spesies bivalvia dan 9 spesies gastropoda. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi terdapat pada spesies Donax incarnatus dengan nilai 51.28%. INP terendah sebesar 1 % pada 3 jenis moluska dari kelas gastropoda. Nilai Keanekaragaman Jenis (H’) rendah, berkisar antara 1.17-1.41, nilai keseragaman (E) sedang berkisar antara 0.43-0.52, nilai dominansi (C) tiap stasiun sama, yaitu sebesar 0.01. Kepadatan bivalvia tertinggi pada stasiun 3, yaitu sebesar 16.4 ind/m2, dan kepadatan gastropoda tertinggi pada stasiun 1 sebesar 8 ind/m2. Indeks Similaritas tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan 3 sebesar 0.875, sedangkan pola sebaran 11 jenis moluska mengelompok dan 4 jenis lainnya acak.

Kata kunci : Keanekaragaman, Donax incarnatus,distribusi, faktor abiotik.

ABSTRACT

NUR’AINI YUNIARTI. Diversity and Distribution of Bivalve dan Gastropod (Molluscs) in Coastal Area of Glayem Juntinyuat, Indramayu, West Java. Supervised by TRI HERU WIDARTO and TRI ATMOWIDI.

There are several species of molluscs from bivalves and gastropods living in the coastal area of Glayem, Indramayu, West Java. They are used by people for animal feed ingredients, craft materials and other economic activities. The aims of the research were to study diversity and distribution of molluscs in the coastal area and influencing abiotic factors. The research was conducted on January-May 2012. Mollusc samples were collected from 3 stations randomly by using quadrat transect method from the coast line to the reef edge. Generally, the water quality in the coastal of Glayem is fair good, but the ammonia level at all three stations exceeded the standard quality. We found 15 species; 6 species belongs to bivalve, and 9 species belongs to gastropod. The highest Important Value Index (IVI) was showed by Donax incarnatus with 51.28%. The lowest IVI of 1% was displayed by three species of molluscs from class gastropod. The diversity index (H’) ranged from 1.17-1.41, the Evenness index (E) ranged from 0.43-0.52, the dominancy index (C) at each stations of 0.01. The highest density of bivalve at station 3 was 16.4 ind/m2, and the highest density of gastropod at station 1 was 8 ind/m2. The highest Similarity index found in station 2 and 3 was 0.875. Meanwhile, the distribution of 11 species of molluscs was clump and the other 4 species was distributed randomly.

(3)

1

KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA DAN

GASTROPODA (MOLUSKA) DI PESISIR GLAYEM

JUNTINYUAT, INDRAMAYU, JAWA BARAT

NUR’AINI YUNIARTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia dan Gastropoda (Moluska) di Pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat

Nama : Nur’aini Yuniarti NIM : G34080027

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc Dr. Tri Atmowidi, M.Si NIP. 19620513 198703 1 002 NIP. 19670827 199303 1 003

Diketahui

Ketua Departemen Biologi FMIPA IPB

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si NIP. 19641002 198903 1 002

(5)

1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Keanekaragaman dan Distribusi Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) di Pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc dan Dr. Tri Atmowidi, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, nasehat, serta waktu konsultasi selama penelitian dan pembuatan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr. Rita Megia, DEA yang telah bersedia menguji pada saat ujian karya ilmiah dan memberikan saran, koreksi, motivasi dan nasehat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Ir. Ristiyanti M. Marwoto, M.Si selaku kepala laboratorium Malakologi LIPI Cibinong dan mba Naning selaku staf asisten peneliti di LIPI Cibinong, ibu Siti selaku staf laboran laboratorium Biomikro I MSP FPIK yang telah membantu dalam proses identifikasi. Terima kasih kepada Mama, Papa, Nanang, Dede (adik-adiku) tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan semangat dengan tulus hati serta tenaga dan waktunya selama pengambilan sampel sampai karya ilmiah ini selesai. Terima kasih kepada Dede, unnie Aya, Zuhay, Yuan, Rani, Reihan, Riska (teman seperjuangan penelitian), temen-temen “Wisma Bintang” (Starback) dan teman-teman seperjuangan Biologi 45 yang selalu membawa kebahagiaan, motivasi dan doa dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun sebagai perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Juni 1991 di Indramayu dari ayah Sumangku Jahri dan ibu Halimah Tus’ Sadiyah sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Kenari Jatibarang pada tahun 1994, melanjutkan ke SD PUI Jatibarang pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMP N I Jatibarang pada tahun 2002, dan melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas di SMA N I Sliyeg pada tahun 2005.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA N I Sliyeg dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA IPB pada tahun 2009/2010, wakil direktur MIPA GO FIELD (Bina desa Fakultas MIPA) pada tahun 2010/2011, tenaga pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Expert Darmaga pada tahun 2009 sampai 2011, asisten praktikum Biologi dasar TPB (Tingkat Persiapan Bersama) tahun ajaran 2011/2012.

Penulis pernah meraih prestasi lolos Finalis Abstrak dalam Konferensi Ilmuwan Muda Indonesia (KIMI) Universitas Indonesia pada tahun 2011, lolos PKM GT (Gagasan Tertulis) didanai DIKTI dengan judul Strategi Pembangunan Berkelanjutan Kawasan Pesisir Berbasis Kelautan di Indonesia pada tahun 2010, lolos PKMP didanai DIKTI dengan judul Potensi Bahan Aktif Keladi Tikus (Typonium flagelliforme Lodd.) sebagai Biofungisida Cendawan Antraknosa (Colletitrichum capsici) Buah Cabai (Capsicum) pada tahun 2009, dan Finalis PKM Generation BEM TPB IPB. Penulis pernah melakukan kegiatan studi lapang di Pantai pangandaran dengan judul Keanekaragaman Mikroalga di Pantai Pangandaran Ciamis, Jawa Barat. Selain itu penulis juga melakukan kegiatan praktek lapangan di Parung Farm, Parung dengan judul Bercocok Tanam Bayam (Amaranthus sp.) dengan Teknik Hidroponik Sistem Pasang Surut (Ebb and Flow) di Parung Farm, Parung, Bogor.

(7)

1

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 1

Bahan dan Alat ... 2

Pengambilan dan Identifikasi Sampel ... 2

Pengukuran Parameter Lingkungan ... 2

Analisis Data ... 2

HASIL Kondisi Lingkungan... 4

Kekayaan Jenis dan Indeks Nilai Penting (INP) ... 4

Kepadatan Bivalvia dan Gastropoda ... 6

Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ... 6

Pengelompokan Habitat (Is) ... 6

Pola Sebaran Jenis (Id) ... 7

Pengaruh Habitat terhadap Jumlah Moluska ... 7

PEMBAHASAN ... 7

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 10

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter fisika-kimia perairan pesisir Glayem ... 4

2 Jumlah spesies moluska yang ditemukan di sepanjang pesisir Glayem ... 4

3 Indeks Nilai Penting (INP) dari setiap spesies yang ditemukan di pesisir Glayem ... 5

4 Indeks Keanekaragaman (H’),Keseragaman (E), dan Dominansi (C) moluska di pesisir Glayem ... 6

5 Indeks Similaritas Jenis moluska di pesisir Glayem ... 6

6 Pola sebaran jenis bivalvia dan gastropoda di pesisir Glayem ... 7

7 Rata-rata jumlah individu moluska/m2 yang ditemukan di pesisir Glayem ... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Gastropoda yang ditemukan di pesisir Glayem (a) Pomacea cannaliculata,(b)Turritela terebra, (c) Polinices mamilla, (d) Natica bicolor, (e) Natica maculosa, (f) Cerithidea cingulata, (g) Nassarius coronatus, (h) Filopaludina javanica, (i) Telescopium telescopium. . 5

2 Bivalvia yang ditemukan di pesisir Glayem (a) Donax cuneatus, (b) Donax compresus, (c) Donax incarnatus, (d) Donax Apex, (e) Siliqua radiata, (f) Mactra antiquata (Spengler 1802)/M.violacea (Gmelin1791).. ... 6

3 Kepadatan (D) masing-masing stasiun di pesisir Glayem dengan standard error (a) bivalvia, (b) gastropoda ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta pengambilan spesimen moluska di pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat. A: Provinsi Jawa Barat; B: Kabupaten Indramayu ... 13

2 Peta dan foto lokasi pengambilan sampel moluska di pesisir Glayem: Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3 ... 14

3 Metode pengukuran parameter kimia perairan ... 15

4 Jenis-jenis moluska yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan ... 16

5 Deskripsi famili bivalvia dan gastropoda yang ditemukan ... 17

6 Hasil analisis ANOVA bivalvia dengan software SAS ... 19

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir adalah wilayah peralihan atau transisi antara lingkungan laut dan darat. Pesisir merupakan lingkungan yang terletak di sepanjang garis pantai (Delinom 2007). Indramayu merupakan kawasan pesisir di pantai utara Jawa yang termasuk bagian dari pesisir delta Cimanuk. Panjang garis pantainya kurang lebih 114 km dan salah satu daerah pantai utara Jawa Barat yang sangat strategis. Kawasan pesisir Indramayu telah dikenal dengan sumber daya biota laut yang berlimpah, termasuk dari kelas bivalvia dan gastropoda (Kalay 2009).

Pesisir Glayem merupakan salah satu pantai di pesisir Indramayu yang menjadi objek wisata kuliner seafood dan panorama pantai. Namun kawasan pesisir Pantai Glayem merupakan daerah yang cukup parah terkena abrasi. Selain itu, kerusakan juga terjadi karena aktivitas manusia sehingga pesisir Glayem yang merupakan lokasi pendaratan kapal nelayan menjadi semakin menyempit. Di daerah ini masih terdapat beberapa jenis moluska dari kelas bivalvia dan gastropoda yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk bahan pakan ternak, bahan kerajinan, dan kegiatan perekonomian lainnya.

Moluska merupakan salah satu filum dari kingdom Animalia yang didalamnya terdapat kelas terbesar yaitu bivalvia dan gastropoda (Dharma 1992). Di Indonesia tercatat sekitar 3400 jenis moluska dan diperkirakan lebih dari 20 jenis bernilai ekonomis, dan beberapa jenis diantaranya telah dapat dibudidayakan. Jenis-jenis tersebut sebagian besar masuk kedalam kelas bivalvia (Sulistijo et al.1980). Bivalvia dan gastropoda mempunyai bentuk tubuh dan ukuran cangkang yang beraneka ragam. Bentuk cangkang ini sangat penting dalam menentukan spesies kedua kelas tersebut (Nurdin et al. 2008).

Anggota kelas bivalvia dapat hidup pada semua tipe perairan, yaitu air tawar, estuari dan perairan laut, memiliki sepasang cangkang dengan otot yang kuat, kepala tidak berkembang baik, dan kaki berbentuk kapak. Kelas Gastropoda dapat hidup di semua tipe perairan dari terrestrial (daratan) sampai lautan, memiliki cangkang tunggal, berulir dan memiliki kepala yang berkembang baik (Dharma 1992). Bivalvia dan gastropoda dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan sumber protein, pakan ternak, bahan industri, perhiasan, bahan dasar kosmetik, obat-obatan, dan bahan pupuk.

Di alam kelimpahan dan distribusi gastropoda maupun bivalvia dipengaruhi oleh beberapa faktor abiotik dan biotik seperti: kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, pemangsaan oleh predator dan kompetisi. Tekanan dan perubahan lingkungan juga dapat mempengaruhi jumlah jenis dan perbedaan struktur dari gastropoda dan bivalvia (Susiana 2011). Keanekaragaman bivalvia dan gastropoda tidak hanya menunjukkan keanekaragaman jumlah spesies, tetapi juga menunjukkan struktur, tingkatan tropik, dan keanekaragaman makro-mikro habitat mereka (Hendrickx et al. 2007).

Keanekaragaman dan distribusi bivalvia dan gastropoda di Indramayu belum pernah dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman dan distribusi bivalvia dan gastropoda tersebut di habitatnya. Data yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan dalam pengelolaannya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan manusia secara berkelanjutan. Dengan mengetahui kehidupan biota di habitat alaminya berarti akan memudahkan dalam menentukan lokasi budidayanya (Safar et al. 2000).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan pola penyebaran (distribusi) moluska kelas bivalvia dan gastropoda di pesisir Glayem Juntinyuat Indramayu, Jawa Barat. Selain itu, dipelajari juga faktor-faktor abiotik yang mempengaruhinya, sehingga dapat dijadikan dasar pengelolaan perairan selanjutnya.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

(10)

Museum Zoologi Laboratorium Malakologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, substrat, air laut, sampel bivalvia dan gastropoda. Alat yang digunakan adalah sekop tangan, kerangka kuadrat (transek kuadrat) ukuran 1x1 m, meteran, label, ember, pensil, termometer, jangka sorong, kamera digital, pHmeter, secchi disk, hand refraktometer, serta seperangkat alat laboratorium untuk menganalisis DO, BOD (in situ), alkalinitas, dan amonia.

Pengambilan dan Identifikasi Sampel

Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi 3 stasiun, yaitu daerah tempat pendaratan kapal nelayan berupa muara (stasiun 1), daerah pantai wisata (stasiun 2), dan daerah pantai sepi pengunjung (stasiun 3) (Lampiran 2). Di setiap stasiun dilakukan 10 penentuan titik kuadrat secara acak (Simple Random Sampling) (Cuff & Coleman 1979) sehingga pada masing-masing stasiun terdapat 10 ulangan pengambilan sampel.

Pengambilan sampel dilakukan satu kali selama penelitian dengan metode sampel kuadrat (Quadrat Sampling) (Fachrul 2008). Semua sampel bivalvia dan gastropoda yang terdapat di dalam transek kuadrat dengan ukuran 1x1 m dikoleksi bersama dengan substratnya, kemudian dihitung jumlahnya, dibersihkan dan dimasukkan ke dalam alkohol 70 %. Sedangkan substrat dianalisis menjadi 4 fraksi (pasir kasar, pasir halus, debu, dan liat) di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB.

Hasil koleksi diidentifikasi sampai tingkat spesies berdasarkan morfologi, pola warna dan corak cangkang, serta ciri-ciri taksonomi penting. Identifikasi dengan menggunakan buku Indonesian Shells II (Dharma 1992), Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells I) (Dharma 1988), The Encyclopedia Of Shells (Dance 1974), Marine Invertebrates of the Pacific Northwest (Kozloff & Price 1987) dan mencocokkan dengan koleksi Museum Zoologi LIPI Cibinong.

Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan seperti suhu menggunakan termometer, pH dengan pHmeter, kekeruhan air dengan secchi disk, kedalaman air menggunakan tali dan meteran, salinitas dengan alat hand refraktometer, DO dilakukan secara in situ dengan metode

tetrimetrik standar Winkler, pengukuran BOD dilakukan di laboratorium PROLING. Sedangkan pengukuran alkalinitas dan amonia dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Indramayu menggunakan metode titrasi kimia dan test kit spektrofotometri (Lampiran 3). Semua pengukuran fisika kimia perairan tersebut dilakukan sebanyak 3 ulangan pada setiap stasiun.

Analisis data

Analisis data dilakukan menggunakan pendekatan statistik uji ANOVA (Analysis of Variance), dan parameter perhitungan menggunakan data hasil identifikasi sebagai acuan. Parameter tersebut meliputi Indeks Nilai Penting (INP), Kepadatan (D), Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C), Pengelompokan Habitat (Is), dan Pola Sebaran Jenis (Id).

1. Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks Nilai Penting (INP) atau important value index merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu organisme dalam ekosistemnya. Apabila INP bernilai tinggi maka organisme tersebut memiliki peran penting dalam ekosistemnya (Fachrul 2008).

= +

=jumlah individu satu spesies

=kerapatan satu spesies×100%

=jumlah titik ditemukannya satu spesies

=frekuensi satu spesies×100%

2. Kepadatan (D)

Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas atau volume area (Brower et al. 1977). Untuk menghitung kepadatan dapat menggunakan rumus dibawah ini:

=

Keterangan :

D = Kepadatan moluska (Individu/m²) Ni = Jumlah Individu spesies moluska A = Luas total (m²)

3. Indeks Keanekaragaman (H’)

(11)

3

1987). Tujuan utama teori ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakaturan dalam suatu sistem.

=−∑

Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman S = Jumlah Spesies

Pi = ni/N

ni = Jumlah individu spesies ke-I N = Jumlah Individu Total

Kriteria indeks keanekaragaman berdasarkan Shannon-Wiener (Krebs 1989)adalah:

H’≤3.32 : Keanekaragaman rendah 3.32≤H’≤9.97 : Keanekaragaman sedang H’≥ 9.97 : Keanekaragaman tinggi

Keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan.Perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan sebaliknya pada perairan yang buruk atau tercemar. Kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Fachrul 2008) adalah : H’>3 = Air bersih

1<H’<3 = Setengah tercemar H’<1 = Tercemar berat 4. Indeks Keseragaman (E)

Indeks ini menunjukkan pola sebaran biota, yaitu merata atau tidak. Jika nilai indeks Keseragaman (Evenness) relatif tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata (Magurran 1987).

=

=

Keterangan :

E = indeks keseragaman (0 – 1) H’ maks = keanekaragaman maksimun H’ = keanekaragaman

Ln = logaritma natural S = jumlah jenis

E < 0.4 : Keseragaman rendah 0.4 < E < 0.6 : Keseragaman sedang E > 0.6 : Keseragaman tinggi E = 0; kemerataan antara spesies rendah,

artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.

E = 1; kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

5. Dominansi (C)

Untuk mengetahui adanya dominasi jenis tertentu di perairan dapat digunakan indeks dominansi simpson (Magurran 1987).

= ∑ 2

=

Keterangan:

C = indeks dominansi

ni = jumlah individu spesies ke-i N = jumlah individu total

0 < C < 0.5 :Tidak ada yang mendominasi 0.5 < C < 1 :Terdapat jenis yang mendominasi C = 0; berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

C = 1; berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas tidak stabil, karena terjadi tekanan ekologis.

6. Pengelompokan Habitat (Is)

Disebut juga Indeks Similaritas Sorenson (Is) (Wirakusumah 2003) digunakan untuk membandingkan kesamaan antar stasiun berdasakan kesamaan antar spesies.

= 2

( + )

Keterangan :

Is = Indeks Similaritas Sorenson A = Jumlah jenis pada stasiun A B = Jumlah jenis pada stasiun B W = Jumlah jenis yang sama pada kedua

stasiun

7. Pola sebaran (Id)

Pola sebaran individu di alam ada 3 macam, yaitu seragam, acak, dan mengelompok. Pola ini diketahui dari hasil nilai indeks Morisita (Id) (Brower et al. 1977).

= ∑

2

(∑ )2

Keterangan:

n = ukuran contoh (jumlah kuadrat) Σx = total dari jumlah individu suatu

organisme dalam kuadrat Σx2

= total dari kuadrat jumlah individu suatu organisme dalam kuadrat

(12)

HASIL

Kondisi Lingkungan

Karakteristik habitat perairan antar stasiun bervariasi karena dipengaruhi faktor abiotik maupun biotik perairan. Hal ini berpengaruh terhadap keanekaragaman dan distribusi moluska yang mendiami lokasi tersebut. Stasiun 1 merupakan daerah muara tempat pendaratan kapal nelayan, terdapat tempat pelelangan ikan (TPI), pemukiman penduduk, dan dekat dengan areal persawahan. Substrat pada stasiun 1 menunjukkan presentase liat dan debu lebih besar dari kedua stasiun yang lain, didominasi oleh pasir kasar dengan arus air yang tenang karena merupakan terusan area irigasi.

Stasiun 2 berada di area objek wisata pantai Glayem yang didalamnya terdapat aktivitas manusia (pengunjung), pemukiman penduduk, dan rumah makan. Substrat didominasi oleh pasir kasar dan pecahan cangkang. Stasiun 3 masih di area pantai Glayem namun dengan aktivitas manusia (pengunjung) yang lebih sepi dibanding stasiun 2 dengan substrat yang didominasi oleh pasir kasar dan pecahan cangkang.

Di ketiga stasiun tidak ditemukan vegetasi. Pengukuran fisika kimia perairan pada stasiun 2 dan 3 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda karena daerah homogen, sedangkan stasiun 1 berbeda dengan stasiun yang lain. Secara umum kualitas air di pesisir Glayem baik, namun kadar amonia pada ketiga stasiun melebihi baku mutu yang telah ditetapkan (Tabel 1).

Kekayaan Jenis dan Indeks Nilai

Penting (INP)

Total individu yang diperoleh berjumlah 351 individu (Lampiran 4). Hasil identifikasi moluska dari ketiga stasiun penelitian diperoleh 9 famili (Tabel 2) yang terdiri dari 9 spesies dari kelas gastropoda (Gambar 1) dan 6 spesies lainnya termasuk kelas bivalvia (Gambar 2). Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) dari setiap jenis moluska yang ditemukan pada ketiga stasiun menunjukkan Donax incarnatus memiliki INP tertinggi yaitu sebesar 51.28%. Sedangkan nilai INP terendah sebesar 1.11% (Tabel 3).

Tabel 2 Jumlah spesies moluska yang ditemukan di sepanjang pesisir Glayem

No. Famili Jumlah spesies Bivalvia

1. Donacidae 4 2. Mactridae 1 3. Cultellidae 1

Gastropoda

4. Turriteridae 1 5. Naticidae 3 6. Potamididae 2 7. Ampullariidae 1 8. Nassariidae 1 9. Viviparidae 1 Total spesies 15

Tabel 1 Parameter fisika-kimia perairan pesisir Glayem

Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Baku mutu*

Suhu Air (oC) 28 29 29 28

pH 7.4 7.8 7.8 7.5-8.5

Suhu Lingkungan (oC) 31 32 32 30-33

Kecerahan Air (cm) 18 8 7 30-40

Kedalaman Air 0-50 0-20 0-20 -

Tekstur Substrat

Pasir Kasar (%) 83.86 91.94 92.82 -

Pasir Halus (%) 3.25 3.48 1.52 -

Debu (%) 8.22 1.88 3.88 -

Liat (%) 4.67 2.70 1.78 -

Salinitas (o/oo) 3 33 33 0.5-40

DO 3 5 5 4-≥ 5

BOD 1 2 2 0.5-7

Alkalinitas 111 120 120 120-180

Amonia (mg/l) 0.5 0.7 0.2 ≤ 0.1

(13)

5

Tabel 3 Indeks Nilai Penting (INP) dari setiap spesies yang ditemukan di pesisir Glayem No Nama spesies ∑ K KR (%) F FR (%) INP (%)

1 Donax incarnatus 121 0.34 34.47 0.67 16.81 51.28 2 Donax compresus 72 0.21 20.51 0.70 17.65 38.16

3 Donax cuneatus 7 0.02 1.99 0.10 2.52 4.52

4 Donax apex 36 0.10 10.26 0.47 11.76 22.02

5 Mactra antiquata 22 0.06 6.27 0.37 9.24 15.51

6 Siliqua radiata 7 0.02 1.99 0.20 5.04 7.04

7 Turritela terebra 2 0.01 0.57 0.03 0.84 1.41

8 Cerithidea cingulata 2 0.01 0.57 0.03 0.84 1.41

9 Natica maculosa 10 0.03 2.85 0.23 5.88 8.73

10 Natica bicolor 27 0.08 7.69 0.33 8.40 16.10

11 Polinices mamilla 4 0.01 1.14 0.13 3.36 4.50

12 Telescopium telescopium 1 0.00 0.28 0.03 0.84 1.13 13 Pomacea cannaliculata 21 0.06 5.98 0.30 7.56 13.55 14 Nassarius costatus 4 0.01 1.14 0.13 3.36 4.50 15 Filopaludina javanica 15 0.04 4.27 0.23 5.88 10.16

Total 351 1 100 3.97 100 200

Keterangan : � = Jumlah total individu spesies i yang ditemukan K = Kerapatan

KR = Kerapatan Relatif F = Frekuensi FR = Frekuensi Relatif

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

(14)

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 2 Bivalvia yang ditemukan di pesisir Glayem: (a) Donax cuneatus, (b) Donax compresus, (c) Donax incarnatus, (d) Donax Apex, (e) Siliqua radiata, (f) Mactra antiquate (Spengler 1802) / M.violacea (Gmelin1791) (Lampiran 5).

Kepadatan Bivalvia dan Gastropoda

Kepadatan bivalvia tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 16.4 ind/m2, sedangkan stasiun 1 dan 2 memiliki nilai kepadatan sebesar 0.3 ind/m2 dan 9.8 ind/m2 (Gambar 3a). Kepadatan gastropoda tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 8 ind/m2, sedangkan pada stasiun 2 dan 3 sangat rendah sebesar 0.2 ind/m2 dan 0.4 ind/m2 (Gambar 3b).

Gambar 3 Kepadatan (D) masing-masing stasiun di pesisir Glayem dengan standard error (a) bivalvia, (b) gastropoda

Keanekaragaman (H’), Keseragaman

(E), dan Dominansi (C)

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Keanekaragaman (H’) pada setiap stasiun hampir sama dan nilai tertinggi pada stasiun 1 dan 3 sebesar 1.41 dan terendah pada stasiun 2 sebesar 1.17. Nilai Keseragaman (E) tertinggi pada stasiun 1 dan 3 sebesar 0.52, dan terendah pada stasiun 2 sebesar 0.43. Sedangkan nilai Dominansi (C) ketiga stasiun sama sebesar 0.01 (Tabel 4).

Tabel 4 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) moluska di pesisir Glayem

Pengelompokan Habitat (Is)

Hasil perhitungan Indeks kesamaan jenis menunjukkan bahwa stasiun 2 dan 3 memiliki nilai tertinggi sebesar 0.875. Sedangkan indeks Similaritas terendah terdapat antara stasiun 1 dan 3 dengan nilai 0.333 (Tabel 5). Tabel 5 Indeks Similaritas Jenis moluska di

pesisir Glayem 0 5 10 15 20 25

st.1 st.2 st.3

k ep a d a ta n (i n d /m 2 ) stasiun (a) 0 2 4 6 8 10 12

st.1 st.2 st.3

k ep a d a ta n (in d /m 2 ) stasiun (b)

Indeks Stasiun1 Stasiun2 Stasiun3

H' 1.41 1.17 1.41

E 0.52 0.43 0.52

C 0.01 0.01 0.01

Stasiun 1 2 3

1 1 0.375 0.333

2 1 0.875

(15)

7

Pola Sebaran Jenis (Id)

Pola sebaran (distribusi) gastropoda dan bivalvia dengan menggunakan Indeks Morisita di pesisir Glayem secara umum mengelompok. Berdasarkan hasil perhitungan terdapat 4 spesies yang memiliki pola sebaran acak, yaitu Natica maculosa, Polinices mamilla, Telescopium telescopium, Nassarius costatus, dan 11 spesies lainnya mengelompok (Tabel 6).

Pengaruh Habitat terhadap Jumlah

Moluska

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah bivalvia pada ketiga stasiun masing-masing memiliki nilai yang berbeda nyata (Tabel 7), artinya karakteristik habitat mempengaruhi jumlah bivalvia dan gastropoda (Lampiran 6 dan 7).

Tabel 6 Pola sebaran jenis bivalvia dan gastropoda di pesisir Glayem

No Jenis Jumlah Id Pola sebaran

1 Donax incarnatus 121 1,90 Mengelompok

2 Donax compresus 72 1,76 Mengelompok

3 Donax cuneatus 7 7,14 Mengelompok

4 Donax apex 36 2,43 Mengelompok

5 Mactra antiquata 22 2,08 Mengelompok

6 Siliqua radiata 7 1,43 Mengelompok

7 Turritela terebra 2 30 Mengelompok

8 Cerithidea cingulata 2 30 Mengelompok

9 Natica maculosa 10 0 Acak

10 Natica bicolor 27 2,82 Mengelompok

11 Polinices mamilla 4 0 Acak

12 Telescopium telescopium 1 * Acak

13 Pomacea cannaliculata 21 3,57 Mengelompok

14 Nassarius costatus 4 0 Acak

15 Filopaludina javanica 15 3,71 Mengelompok

Keterangan: * Tidak terdefinisi; Id < 1 : penyebaran spesies bersifat acak Id > 1 : penyebaran bersifat mengelompok

Tabel 7 Rata-rata jumlah individu moluska/m2 yang ditemukan di pesisir Glayem Jumlah individu Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Gastropoda 8.30a*±4.16 0.20b*±0.42 0.20b*±0.42 Bivalvia 0.30a*±0.48 9.80b*±4.94 16.40c*±6.95

* superskrip yang berbeda pada setiap baris yang sama, menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf α=5% (P < 0.05)

PEMBAHASAN

Nilai parameter fisika dan kimia perairan antar stasiun berbeda, karena setiap stasiun memiliki karakteristik habitat yang berbeda. Stasiun 1 berupa muara sungai, sedangkan karakteristik habitat pada stasiun 2 dan 3 sama, yaitu daerah pantai. Secara umum kualitas air di pesisir Glayem baik, namun kadar amonia pada ketiga stasiun melebihi baku mutu yang telah ditetapkan. Salah satu komponen biota akuatik yang sangat berpotensi terkena dampak toksisitas amonia dan logam berat yang terkandung di perairan adalah organisme bentik (makrobentos) seperti bivalvia dan gastropoda (Sudarso 2008). Di perairan, amonia umumnya terlarut dalam bentuk NH4+. Konsentrasi amonia

dalam suatu perairan harus diatur secara hati-hati karena amonia yang tidak terionisasi (NH3) dapat menjadi sangat beracun bagi

makhluk hidup. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu di perairan. Pada pH 7 atau kurang sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi, sebaliknya pada pH lebih besar dari 7 amonia tidak terionisasi dan akan bersifat toksik (Effendi 2003).

(16)

karakteristik daerah yang berbeda pula. Hal ini juga pernah diutarakan oleh Safar et al. (2000) bahwa perbedaan karateristik habitat perairan akan mempengaruhi parameter fisika kimia perairan yang berpengaruh pula terhadap kepadatan moluska yang mendiami lokasi tersebut.

Persentase substrat tertinggi pada ketiga stasiun didominasi oleh substrat pasir kasar dengan persentase ≥ 90 %. Pratami (2005) menyatakan bahwa perbedaan porositas substrat dari fraksi pasir akan mempengaruhi kandungan oksigen dan nutrien pada lingkungan perairan. Porositas atau fraksi substrat yang padat/halus seperti liat akan mengakibatkan oksigen sulit tembus karena tidak terdapat pori udara sebagai tempat pertukaran gas, namun jumlah nutrien (bahan organik) yang tersedia lebih banyak. Sedangkan pada fraksi substrat yang lebih kasar seperti pasir memiliki pori udara yang lebih besar sehingga kandungan oksigen relatif lebih besar.

Kondisi lingkungan pada stasiun 2 dan 3 dipengaruhi oleh pasang surut yang terdapat pada zona intertidal, hal ini dapat mempengaruhi kehidupan bivalvia dan gastropoda karena menurut Karwati (2002) pasang surut berhubungan dengan adanya genangan air yang menggenangi kehidupan moluska. Parameter fisika dan kimia lingkungan perairan sangat mempengaruhi organisme yang hidup di tempat tersebut khususnya bivalvia dan gastropoda. Hal ini karena menurut Krisanti (2004) makrozoobentos khususnya bivalvia dan gastropoda dapat digunakan sebagai biota indikator parameter kimia dan fisika perairan karena sifatnya relatif menetap di suatu lokasi. Secara langsung atau tidak langsung parameter fisika dan kimia lingkungan tersebut mempengaruhi kehidupan moluska sebagai makrobentos melalui perantaraan habitatnya.

Jumlah spesies moluska yang diperoleh dari ketiga stasiun sebagian besar merupakan anggota gastropoda. Hal ini karena mungkin gastropoda memiliki kemampuan hidup yang lebih tinggi pada kondisi lingkungan perairan dengan substrat pasir sampai daratan (terrestrial). Namun jumlah individu dan nilai INP tertinggi terdapat pada spesies Donax incarnatus dari famili Donacidae kelas Bivalvia. INP merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu organisme dalam ekosistemnya (Fachrul 2008). Hal ini menggambarkan bahwa D. Incarnatus memiliki peranan yang besar

terhadap spesies lain pada struktur komunitas moluska di ekosistem pesisir Glayem. Sedangkan INP terendah ditemukan pada Telescopium telescopium dari kelas Gastropoda. Semakin besar INP berarti jenis tersebut memiliki peranan yang semakin besar dalam komunitasnya.

Genus Donax termasuk spesies D. incarnatus, Donax compresus, Donax cuneatus, Donax apex mendominasi stasiun 2 dan 3 mungkin karena kemampuan adaptasinya yang tinggi pada perubahan pasang surut, namun distribusinya tetap dibatasi oleh kebutuhan terhadap lingkungan pantai dengan kandungan bahan organik tinggi dan pada stasiun 2 dan 3 memiliki karakteristik habitat perairan pantai dengan substrat pasir kasar sampai halus yang mendukung kehidupannya (Thippeswamy & Joseph 1991). Genus Donax khususnya spesies Donax cuneatus juga ditemukan melimpah di pantai Carita Pandeglang, Banten (Dibyowati 2009).

Famili Donacidae merupakan salah satu famili dari kelas bivalvia yang hidup memendamkan diri di dalam pasir pada daerah pasang surut (zona intertidal). Kerang ini dimanfaatkan oleh penduduk sekitar pesisir Glayem sebagai bahan makanan sumber protein dan bahan pakan ternak untuk ternak ayam dan bebek.

Stasiun 1 didominasi oleh kelas Gastropoda dari famili Naticidae yaitu Natica bicolor, Natica maculosa, Polinices mamilla karena karakteristik habitat yang berupa bebatuan, sisa-sisa tali jangkar peralatan kapal nelayan, tumpukan tanah dan sampah kering, sehingga stasiun 1 cocok sebagai tempat melekatnya gastropoda. Gastropoda lebih menyukai karakteristik habitat pada stasiun 1 karena kaki gastropoda teradaptasi untuk merayap/berjalan walaupun ada beberapa spesies yang menggunakannya untuk berenang. Selain itu pada stasiun 1 ditemukan beberapa jenis gastropoda air tawar seperti Pomacea cannaliculata dan Filopaludina javanica karena memiliki nilai salinitas rendah dan letak persawahan yang tidak terlalu jauh dengan stasiun pengambilan sampel.

(17)

9

akan rendah. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat pula adanya pengaruh faktor biotik seperti aktivitas manusia.

Aktivitas manusia di pesisir Glayem yang dapat merusak ekosistem habitat dari bivalvia dan gastropoda diantaranya yaitu eksploitasi sumber daya alam yang berlebih, pengadaan objek wisata yang mencemari lingkungan pesisir dengan membuang limbah dan polutan langsung kelaut, dan penyempitan wilayah pesisir akibat pembangunan. Pada stasiun 2 yang merupakan daerah pantai wisata dengan adanya aktivitas pengunjung setiap hari kepadatan bivalvia lebih kecil dibanding dengan stasiun 3 yang tidak terdapat aktivitas manusia. Stasiun 3 dapat mendukung kehidupan bivalvia secara alami tanpa ada gangguan dari aktivitas manusia. Kepadatan gastropoda tertinggi terdapat pada stasiun 1. Hal ini karena pada stasiun 1 walaupun substrat didominasi oleh pasir kasar, namun kondisi habitat di stasiun 1 terdapat patok-patok kayu lapuk bekas pendaratan kapal nelayan, tali-tali jangkar dan batuan kali sebagai tempat melekat gastropoda yang lebih motil dari kelas bivalvia.

Nilai indeks Shannon Wiener/indeks keanekaragaman (H’) pada setiap stasiun hampir sama, namun dari hasil perhitungan nilai ketiga stasiun masih ≤ 3.32 yang berarti keanekaragaman jenis pada ketiga stasiun masih rendah (Krebs 1989). Hal ini karena ekosistem mengalami tekanan atau kondisinya menurun akibat adanya gangguan-gangguan secara alami maupun aktivitas manusia. Keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan 3 karena karakteristik habitat pada stasiun 1 terdiri dari berbagai substrat seperti pasir, batuan, patok kayu lapuk, dan tanah. Sedangkan pada stasiun 3 tidak mengalami gangguan dari aktivitas manusia. Keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 2 karena pengaruh substrat yang cenderung homogen dan adanya gangguan dari aktivitas manusia. Berdasarkan nilai indeks Shannon Wiener yang didapat, kualitas air di ketiga stasiun pengamatan menunjukkan perairan yang setengah tercemar (Fachrul 2008), hal ini juga dapat dilihat dari nilai amonia yang melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.

Nilai keseragaman (E) tertinggi pada stasiun 1 dan 3, hal ini menggambarkan spesies bivalvia dan gastropoda yang ditemukan pada kedua stasiun tersebut tingkat keseragamannya sedang karena nilai keseragaman 0.4 < E < 0.6 (Magurran 1987). Sedangkan nilai terkecil terdapat pada stasiun

2 yang berarti tingkat keseragaman lebih rendah dibanding kedua stasiun yang lain. Tinggi rendahnya tingkat keseragaman dipengaruhi oleh kesuburan habitat yang dapat mendukung kehidupan setiap spesies yang menempati lokasi tersebut (Dibyowati 2009). Nilai Dominansi (C) ketiga stasiun sama, yang berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil (Magurran 1987).

Tingginya nilai indeks similaritas (pengelompokkan habitat) antara stasiun 2 dan 3 disebabkan oleh kondisi karakteristik habitat yang sama yaitu berupa pantai yang termasuk zona intertidal. Sehingga memiliki kesamaan bivalvia dan gastropoda yang ditemukan. Dari 15 spesies yang ditemukan pada kedua stasiun terdapat 7 spesies yang sama yaitu D. incarnatus, D. compresus, D. cuneatus, D. apex, Mactra antiquata, Nassarius costatus, Siliqua radiata. Hal ini berbeda pada stasiun 1 yang tidak memiliki kesamaan karakteristik habitat dengan stasiun 2 maupun stasiun 3 sehingga jumlah bivalvia dan gastropoda yang sama relatif lebih sedikit.

Kondisi lingkungan perairan dapat mempengaruhi pola sebaran jenis suatu perairan. Pola sebaran jenis di pesisir Glayem secara umum yaitu mengelompok, dapat dilihat dari 11 spesies memiliki nilai Indeks Morisita (Id) > 1, dan 4 spesies lainnya memiliki pola sebaran acak dengan Id < 1 (Brower et al. 1977). Sebaran acak jika spesies dengan pola sebaran seragam sangat jarang ditemukan di alam. Sebaran seragam diartikan sebagai seragam dengan pola sebaran acak, yakni didalam sebaran jenis acak terdapat jenis-jenis yang seragam sebarannya. Pola penyebaran mengelompok berkaitan dengan kondisi lingkungan abiotik (DO, suhu, salinitas) yang berfluktuasi, ketersediaan bahan organik yang tinggi, tipe substrat yang baik dan cocok bagi kehidupan spesies tersebut. Pola sebaran acak menunjukkan penyebaran individu dalam populasi tidak memiliki pola, biasanya terjadi karena adanya pengaruh faktor biotik dan abiotik.

Karakteristik habitat suatu wilayah dapat mempengaruhi jumlah moluska yang mendiami wilayah tersebut. Uji ANOVA dari data yang kami peroleh menunjukkan hal tersebut. Jumlah bivalvia di ketiga stasiun memiliki nilai yang berbeda nyata.

(18)

menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0.05). Namun jumlah gastropoda di stasiun 2 nilainya tidak berbeda nyata (P > 0.05) dengan stasiun 3 karena karakteristik kedua daerah tersebut sama berupa pantai berpasir sehingga tidak mendukung kehidupan gastropoda. Berbeda dengan karakteristik daerah pada stasiun 1 yang cocok sebagai habitat gastropoda.

SIMPULAN

Jumlah total sampel yang didapat sebanyak 351 individu yang terdiri dari 6 spesies bivalvia dan 9 spesies gastropoda. Spesies Donax incarnatus merupakan spesies yang mendominasi daerah pengamatan dan memiliki INP tertinggi, sebesar 51.28%. Dilihat dari kepadatan moluska diduga stasiun 1 dengan karakteristik daerah berupa muara sungai merupakan habitat yang cocok untuk kelas gastropoda. Kelas bivalvia nampaknya lebih cocok pada habitat stasiun 2 dan 3 dengan karakteristik daerah berupa pantai. Selain itu, dari hasil perhitungan secara umum keanekaragaman spesies bivalvia dan gastropoda di pesisir Glayem rendah dengan pola sebaran mengelompok. Hasil analisis jumlah individu bivalvia dan gastropoda yang ditemukan pada setiap stasiun menunjukkan bahwa aktivitas manusia dan perbedaan karakteristik habitat dan substrat (faktor abiotik) berpengaruh nyata terhadap jumlah moluska yang ditemukan.

SARAN

Penelitian selanjutnya disarankan dilakukan secara berkala terutama berdasarkan perbedaan musim untuk melihat dinamika moluska. Perlu adanya penelitian lanjut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh amonia terhadap keberadaan komunitas moluska di perairan pesisir Glayem.

DAFTAR PUSTAKA

Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratory Method for General Ecology. Iowa: Brown Publishing Dubuque.

Cuff W, Coleman N. 1979. Optimal survey design: lessons from a stratified random sample of macrobenthos. J Fish Res Board of Canada 36:351-361. Dance SP. 1974. The Encyclopedia Of Shells.

London: Blanford Press.

Delinom RM. 2007. Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Jakarta: LIPI Press. Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia

(Indonesian Shells I). Jakarta: PT. Sarana Graha.

________. 1992. Indonesian Shells II. Jakarta: PT. Sarana Graha.

Dibyowati L. 2009. Keanekaragaman moluska (bivalvia dan gastropoda) di sepanjang Pantai Carita, Pandeglang, Banten. [skripsi]Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fachrul MF. 2008. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Hendrickx ME, Brusca RC, Cordero M,

Ramirez G. 2007. Marine and brackish-water molluscan biodiversity in the gulf of California. Mexico. Scientia Mar 71:637-647.

Kalay DE. 2009. Distribusi sedimen pada perairan teluk Indramyu. J Triton 5:50-59.

Karwati N. 2002. Struktur komunitas Gastropoda dan Bivalvia pada ekosistem mangrove dan padang lamun di gugus pulau Pari kepulauan Seribu. [skripsi]Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP 02/MENKLH/I/1998.http://www.iipso nline.com/KEP_MLH_02_1988_IND. html. [30 Maret 2012].

Kozloff EN, Price LH. 1987. Marine Invertebrates of the Pacific Northwest. United states of America: University of Washington Press.

Krebs CJ. 1989. Ecologycal Methodology. London: Harper and Row Publishers. Krisanti M. 2004. Karakteristik biota indikator

kualitas air sungai. [skripsi]Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Magurran AE. 1987. Ecologycal Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton University Press.

(19)

11

2008. Lampung: Universitas Lampung. hlm 505-520

Pratami CE. 2005. Sebaran moluska (bivalvia dan gastropoda) di perairan teluk Jobokuto, pantai Kartini Jepara, Jawa Tengah. [skripsi]Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Safar D, Eidman M, Bengen DG, Wouthuyzen S. 2000. Distribusi spasial kerang darah (Anadara maculosa) dan interaksinya dengan karakteristik habitat di rataan terumbu teluk Kotania, Seram Barat, Maluku. J Aquat Sci Fisheries 8:217-227.

Sudarso Y, Wardiatno Y, Sualia I. 2008. Pengaruh kontaminasi logam berat di sedimen terhadap komunitas bentik makroavertebrata: studi kasus di waduk Saguling-Jawa Barat. J Aquat Sci Fisheries 1:49-59.

Sulistijo, Nontji A, Soegiarto A. 1980. Potensi dan Usaha Pengembangan Budidaya Perairan di Indonesia. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional. Susiana. 2011. Diversitas dan kerapatan

mangrove, gastropoda dan bivalvia di estuari Perancak, Bali. [skripsi]Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Thippeswamy S, Joseph MM. 1991. Population selection strategies in the wedge clam, Donax incarnatus (Gmelin) from Panambur beach, Mangalore. J Indian Mar Sci 20:147-151.

Wirakusumah S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Menopang Pengetahuan Ilmu-Ilmu Lingkungan. Jakarta: UI Press.

(20)
(21)

13

Lampiran 1 Peta pengambilan spesimen moluska di pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat. A: Provinsi Jawa Barat; B: Kabupaten Indramayu

A

B

Keterangan

:

= Letak kabupaten Indramayu

(22)

Lampiran 2 Peta dan foto lokasi pengambilan sampel moluska di pesisir Glayem: Stasiun 1, Stasiun 2, Stasiun 3

Keterangan : = transek kuadrat ukuran 1x1 m

Stasiun 1 Pendaratan kapal nelayan

Stasiun 2 Pantai wisata Stasiun 3 Pantai sepi pengunjung

Stasiun 1

Stasiun 2

(23)

15

Lampiran 3 Metode pengukuran parameter kimia perairan

Metode pengukuran parameter kimia perairan di lapangan (in situ) 1. Dissolved Oxygen (DO)

Penentuan oksigen terlarut (DO) dilakukan secara tetrimetrik menurut metode standar Winkler. Analisa DO secara tetrimetrik ini dilakukan dengan menggunakan botol yang dirancang khusus untuk menghindari terjadinya gelembung udara pada saat botol ditutup yang disebut botol BOD.

Prosedur penentuan DO sebagai berikut:

1. Air sampel dimasukkan kedalam botol BOD 125 ml sampai meluap (jangan sampai terjadi gelembung udara), tutup kembali.

2. 1 ml (20 tetes) Mangan Sulfat (MnSO4) dan NaOH + KI ditambahkan dengan pipet dibawah permukaan air dalam botol. Botol ditutup kembali dan diaduk dengan membolak-balik botol. Biarkan beberapa saat hingga terbentuk endapan coklat dengan sempurna.

3. 1 ml (20 tetes) H2SO4 pekat ditambahkan dengan hati-hati. Kemudian diaduk dengan cara yang sama sampai semua endapan larut.

4. 50 ml air dari botol BOD diambil menggunakan gelas ukur. Kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer (usahakan tidak terjadi gelembung).

5. Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua ke kuning muda. Tambahkan 3-4 tetes indikator amilum hingga terbentuk warna biru. Titrasi dilanjutkan sampai tepat tidak berwarna (bening).

Perhitungan :

=� × ×�

� ×

(1000 × 2)

� − �

Metode pengukuran parameter kimia perairan di laboratrium PROLING 1. Biologycal Oxygen Demand (BOD)

Prosedur penentuan BOD sebagai berikut :

1. Air sampel didalam wadah diaerasi untuk meningkatkan kadar oksigen air sampel menggunakan aerator selama 15 menit.

2. Air sampel dipindahkan kedalam botol BOD gelap dan terang sampai penuh. Air dalam botol BOD terang segera dianalisa kadar oksigen terlarutnya (DO1). Air dalam botol BOD gelap diinkubasi dalam BOD inkubator dengan suhu 20oC selama 5 hari. Setelah 5 hari ditentukan kadar oksigen terlarutnya (DO5). Prosedur penentuan DO1 dan DO5 sama seperti prosedur penentuan DO dilapangan (in situ).

Perhitungan:

5 = ( 1− 5)

DO1 = kadar oksigen terlarut tanpa inkubasi DO5 = kadar oksigen terlarut setelah inkubasi 5 hari

Metode pengukuran parameter kualitas perairan di laboratrium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu

1. Alkalinitas

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri dan metode titrasi kimia. 2. Amonia

(24)

Lampiran 4 Jenis-jenis moluska yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan

Nama Famili dan Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Total Bivalvia

1. Donacidae

a. Donax incarnatus* 58 63 121

b. Donax compresus* 2 25 45 72

c. Donax cuneatus* 5 2 7

d. Donax apex* 8 28 36

2. Mactridae

a. Mactra antiquata 1 1 20 22

3. Cultellidae

a. Siliqua radiata 1 6 7

Gastropoda 4. Turriteridae

a. Turritela terebra 2 2

5. Naticidae

a. Natica maculosa 10 10

b. Natica bicolor 27 27

c. Polinices mamilla 4 4

6. Potamididae

a. Telescopium telescopium 1 1

b. Cerithidea cingulata 2 2

7. Ampullariidae

a. Pomacea cannaliculata (*)(**) 21 21

8. Nassariidae

a. Nassarius costatus 1 2 1 4

9. Viviparidae

a. Filopaludina javanica (*)(**) 15 15

Jumlah total individu 83 100 168 351

Jumlah total spesies 9 7 9 15

Jumlah total family 9

(25)

17

Lampiran 5 Deskripsi famili bivalvia dan gastropoda yang ditemukan Kingdom : Animalia

Filum : Moluska Kelas : Bivalvia

Ordo : Veneroida

1. Famili Donacidae

Ukuran cangkang kecil sampai sedang, berbentuk hampir segitiga dan berwarna menarik dan berkilau, cangkang padat dan tebal. Garis tepi bagian dalam halus, dan permukaan cangkang halus. Terdapat dua gigi utama dengan gigi lateral pada sisi masing-masing valve. Hidup didalam pasir di daerah pasang surut dan beriklim panas atau laut hangat, dapat ditemukan dilautan hindia dan jawa.

Famili : Donacidae Genus : Donax

Spesies :a. Donax incarnatus

Ukuran cangkang berkisar antara 10-27 mm, warna cangkang merah muda kekuningan.

b. Donax compresus

Ukuran cangkang berkisar antara 5-16 mm, warna cangkang abu-abu keunguan dan cangkang bagian dalam berwarna ungu tua.

c. Donax cuneatus

Ukuran cangkang berkisar antara 10-18 mm, permukaan cangkang seperti bersisik, berwarna hijau kecokelatan.

d.Donax apex

Ukuran cangkang 8-12 mm, warna cangkang putih berkilau, dan pada daerah bagian dalam umbu dan hinge berwarna coklat.

2. Famili Mactridae

Cangkang tebal dan kuat, berbentuk segitiga atau agak memanjang, halus atau dengan hiasan konsentrik, terdapat gigi lateral, siphon berkembang baik yang ditandai siphon yang panjang. Hidup dalam pasir di laut dangkal. Banyak spesies tersebar di Asia dan Thailand khususnya di kepulauan seribu dan Jakarta.

Genus : Mactra

Spesies :a. Mactra antiquata(Spengler 1802), Mactra violacea(Gmelin 1791)

Cangkang berukuran sekitar ± 25 mm. Tekstur cangkang bagian luar dan dalam halus. Warna cangkang putih, abu-abu dan pada ujung umbo berwarna ungu.

3. Famili Cultellidae

Cangkang tipis berbentuk panjang ramping dan pipih atau agak oval dengan umbo kecil dan terdapat di anterior. Adanya tulang rusuk internal yang kuat, dari gigi cardinal yang vertical. Hidup membenamkan diri di dalam pasir di daerah pasang surut, laut dingin dan hangat di Indo-Pacific.

Genus : Siliqua

Spesies : a. Siliqua radiata

Cangkang tipis, mudah pecah, dan transparan (tembus cahaya). Berwarna ungu atau warna cokelat pucat bersinar dengan tiga atau empat garis putih melebar. Ukuran 10-15 mm.

Kelas : Gastropoda Ordo : Sorbeoconcha

4. Famili Turritellidae

Cangkang tebal, panjang, meruncing dan ramping, ukuran cangkang berkisar antara 8-14 cm. Tidak mempunyai umbilicus operculumnya tipis dan bening. Tidak mempunyai canal dan termasuk herbivorus dengan 25 atau lebih putaran ulir dan suture ke dalam. Masing-masing ulir mempunyai enam ulir. Hidup pada laut pasang surut sampai laut lepas pantai pada pasir yang berlumpur.

Genus : Turitella

Spesies :a. Turritela terebra

(26)

Ordo : Mesogastropoda

5. Famili Potamididae

Cangkang tebal dan kuat. Collumela bergulung dan mempunyai canal yang pendek. Umumnya hidup di hutan-hutan bakau, ada yang menempel pada dahan-dahan batang pohon bakau. Termasuk herbivorous.

Genus : Cheritium

Spesies : a. Cerithidea cingulata

Ukuran cangkang 20-25 mm, dengan tekstur kasar karena terdapat ornamen cangkang berupa tonjolan seperti jerawat (tuberkel). Warna cangkang hitam atau kecokelatan. Mempunyai putaran dextral. Mulut cangkang berbentuk contong dan bagian puncak lancip.

b. Telescopium telescopium

Ukuran cangkang 20-25 mm, tebal, memanjang berbentuk kerucut dengan titik puncak menara. Dasar aperture datar, suture jarang-jarang. Tulang rusuk berbentuk spiral yang kuat. Collumela kembar sperti pencabut sumbat botol. Cangkang berwarna sangat cokelat gelap dengan spiral garis putih atau abu-abu gelap.

6. Famili Ampullariidae

Cangkangnya berukuran agak besar dan berbentuk gelembung. Aperturenya besar. Operculumnya berkapur, cangkang umumnya berbentuk dextral. Termasuk herbivourus dan hidup di air tawar dan daerah persawahan.

Genus : Pomacea

Spesies : a. Pomacea cannaliculata

Ukuran cangkang berkisar 36-42 mm, lebar berkisar 32-40 mm, panjang aperture berkisar 27-33 mm, lebar aperture berkisar 21-26 mm, panjang seluk akhir berkisar 31-41 mm; gembung; sulur agak tinggi, runcing dan sedikit berjenjang; warna kuning, kuning kehijauan atau kecokelatan dengan hiasan sabuk-sabuk lingkar cokelat; mulut lebar, tepinya tipis dan agak menebal di sebelah dalamnya, operculum tipis dan lunak berwarna cokelat atau cokelat kehijauan. Hidup di berbagai perairan tawar yang tergenang atau berarus lambat hingga 1000 m dpl.

7. Famili Viviparidae

Hidup di air tawar cangkangnya berbentuk seperti pyramid dan berukuran kecil, operculumnya berkapur, termasuk herbivorous dan ovoviviparous.

Genus : Filopaludina

Spesies : a. Filopaludina javanica

Ukuran cangkang berkisar antara 20-25 mm, lebar berkisar 14-17 mm. panjang aperture berkisar 11-11 mm, lebar aperture 9-10 mm, kerucut membulat, agak tipis, hijau kecoklatan atau kuning kehijauan, terkadang terdapat coklat kemerahan, dihiasi 3-5 garis lingkang coklat kehitaman; bergaris-garis tumbuh halus; puncak agak runcing tetapi romping; jumlah seluk 6-7, agak cembung, seluk akhir besar; mulut membundar, tepinya bersambung, tidak melebar, umumnya hitam; operculum agak bundar telur, tipis, agak cekung, coklat kehitaman, bergaris-garis konsentrik dengan intinya agak di tepi.ditemukan melimpah di danau, sungai, sawah dan dapat dikonsumsi.

Ordo : Littorinimorpha

8. Famili Naticidae

Cangkangnya berukuran sedang dan tebal, bentuknya agak membengkak, aperturenya lebar. Operculumnya ada yang tipis bening dan ada juga yang berkapur. Hidup di dalam pasir dan termasuk carnivourus.

Genus : Natica

Spesies : a. Natica maculosa

Ukuran cangkang berkisar antara 25-30 mm, berwarna putih kekuningan dengan corak warna seperti macan tutul berwarna coklat atau jingga.

b. Natica bicolor

(27)

19

c. Polinices mamilla

Ukuran cangkang berkisar antara 35-40 mm dan berwarna putih susu dengan permukaan halus dan berkilau.

Ordo : Caenogastropoda

9. Famili Nassariidae

Cangkangnya berukuran kecil, agak membengkak atau agak memanjang. Aperture relative kecil dan sempit. Mempunyai penebalan seperti dinding pada aperture. Operculum tipis dan bening. Kebanyakan hidup di laut dangkal atau daerah pasang surut.

Genus : Nassarius

Spesies : a. Nassarius coronatus

Ukuran cangkang berkisar antara 18-20 mm dengan warna cokelat kehitaman dan permukaan cangkang kasar karena terdapat banyak ornament tuberkel (tonjolan seperti jerawat).

Lampiran 6 Hasil analisis ANOVA bivalvia dengan software SAS 1. Analisis ANOVA jumlah bivalvia di pesisir glayem

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah Nilai F Pr > F Bivalvia 2 1310.07 655.03 26.96 < 0.0001 Galat 27 656.10 24.30

Total 29 1966.17

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 24.3 Critical Value of t 2.05183 Least Significant Difference 4.5233

Means with the same letter are not significantly different. t Grouping Mean N PLK

A 16.400 10 sta3 B 9.800 10 sta2 C 0.300 10 sta1

Lampiran 7 Hasil analisis ANOVA gastropoda dengan software SAS 1. Analisis ANOVA jumlah gastropoda di pesisir glayem

Sumber db Jumlah kuadrat Kuadrat Tengah

Nilai F Pr > F

Gastropoda 2 437.40 218.70 37.07 < 0.0001 Galat 27 159.30 5.90

Total 29 596.70

Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 27 Error Mean Square 5.9 Critical Value of t 2.05183 Least Significant Difference 2.2289

Means with the same letter are not significantly different. t Grouping Mean N PLK

A 8.300 10 sta1 B 0.200 10 sta2 B

Gambar

Tabel 2  Jumlah spesies moluska yang
Tabel 3 Indeks Nilai Penting (INP) dari setiap spesies yang ditemukan di pesisir Glayem
Gambar 2 Bivalvia yang ditemukan di pesisir Glayem: (a) Donax cuneatus, (b) Donax compresus,
Tabel 7 Rata-rata jumlah individu moluska/m2 yang ditemukan di pesisir Glayem

Referensi

Dokumen terkait

ombak membuat organisme laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi terkena.. terpaan ombak daripada di daerah tenang pada kisaran pasang surut

Pada posisi bulan setengah, distribusi frekuensi panjang Melanoides individu dewasa mendominasi stasiun yang berada di depan muara sungai, sedangkan untuk individu mudanya

organisme laut dapat hidup di daerah yang lebih tinggi, di daerah yang terkena.. terpaan ombak dari pada di daerah tenang pada kisaran pasang surut

Materi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer berupa data hasil pemeruman dengan menggunakan Echosounder, data hasil pengamatan pasang surut selama

Penelitian ini bertujuan menentukan indeks kerentanan wilayah pesisir Kabupaten Subang berdasarkan parameter fisik pesisir, yaitu geomorfologi, rentang pasang surut,

Kelimpahan fitoplankton tinggi di suatu stasiun diduga karena faktor lingkungan dari perairan pada stasiun tersebut yang mendukung kehidupan fitoplankton.. Kandungan

pengambilan sampel dilakukan hanya satu periode, yaitu pada waktu surut. Lokasi penelitian dibagi atas 3 stasiun pengamatan, stasiun I dengan ciri-ciri mangrove yang tumbuh

Dengan demikian konsentrasi MPT di stasiun 4, 5, 6 dan 7 mempunyai nilai tinggi, namun lebih rendah dari stasiun 3 yang dipengaruhi oleh pasang surut dan mempunyai persebaran membentuk