• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis dari Tanah dan Pengujian Toksisitasnya terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis dari Tanah dan Pengujian Toksisitasnya terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI BAKTERI Bacillus thuringiensis DARI TANAH

DAN PENGUJIAN TOKSISITASNYA TERHADAP ULAT

GRAYAK (Spodoptera litura)

IKRA ALMA KHUDRA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

IKRA ALMA KHUDRA. Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis dari Tanah dan Pengujian Toksisitasnya terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura). Di bawah bimbingan NISA RACHMANIA MUBARIK dan IMAN RUSMANA.

Bacillus thuringiensis (Bt) diketahui dapat menghambat pertumbuhan larva Lepidoptera seperti ulat grayak (Spodoptera litura), yang menyebabkan banyak masalah di bidang pertanian. Penghambatan aktivitas Bt disebabkan racun protein kristal yang diproduksi selama fase sporulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi Bt dari berbagai contoh tanah dan uji toksisitas terhadap larva ulat grayak instar kelima. Dua isolat berhasil diisolasi dari sampel tanah yaitu isolat 47 dan Lot 2. Isolat-isolat termasuk bakteri Gram positif, berbentuk batang, memiliki endospora subterminal, dan kristal protein. Morfologi koloni isolat berbentuk bulat, berwarna putih, dan tepian berkerut. Kedua isolat diuji dengan ulat grayak instar kelima dengan metode celup. Toksisitas isolat lebih tinggi tetapi tidak berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan Bt pembanding subsp. aizawai dan kontrol negatif. Kontrol negatif memiliki persentase kematian yang cukup tinggi yaitu 72,5%.

Kata kunci: isolasi, Bacillus thuringiensis, Spodoptera litura, kristal protein.

ABSTRACT

IKRA ALMA KHUDRA. Isolation of Bacillus thuringiensis Bacteria from Soil and Test of Toxicity to Armyworm (Spodoptera litura). Under direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and IMAN RUSMANA.

Bacillus thuringiensis (Bt) is known to inhibit growth of Lepidoptera larvae such as armyworm (Spodoptera litura) larvae which cause many problem in agriculture. Inhibition activity of Bt due to protein crystal toxin produced during sporulation phase. This study was aimed to isolate Bt from various soil samples and to test its toxicity to the armyworm fifth instar larvae. Two isolates was isolated from soil samples i.e. 47 and Lot 2 isolates. The isolates are Gram positive rod-shaped, had subterminal endospores and crystals of proteins. Colony morphology of the isolates was round, white, and corrugate edge. Both of isolates were tested to the fifth instars of armyworm larvae by immersion method. The toxicity of isolates was higher however it was not significantly different with positive control (Bt subsp. aizawai) and the negative control. The negative control had high percentage of mortality up to 72.5%.

(3)

ISOLASI BAKTERI Bacillus thuringiensis DARI TANAH

DAN PENGUJIAN TOKSISITASNYA TERHADAP ULAT

GRAYAK (Spodoptera litura)

IKRA ALMA KHUDRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Isolasi Bakteri

Bacillus thuringiensis

dari Tanah dan Pengujian

Toksisitasnya terhadap Ulat Grayak (

Spodoptera litura

)

Nama

: Ikra Alma Khudra

NIM

: G34070065

Disetujui:

Pembimbing I

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si.

NIP 19671127 199302 2 001

Pembimbing II

Dr. Iman Rusmana, M.Si.

NIP 19650720 199103 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.

NIP 19641002 198903 1 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga

karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul “Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis

dari Tanah dan Pengujian Toksisitasnya terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura)” ini dilakukan mulai Februari 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Nisa Rachmania Mubarik dan Bapak Iman Rusmana atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Kanthi Arum Widayati sebagai wakil komisi pendidikan atas saran dan diskusi yang diberikan. Selanjutnya ungkapan terima kasih kepada Kak Jonatan, Mba Echa, Mba Maisya, Nia, Susan, Adian, Rina, Yakub, Nita, Gesty, Anggi, Aya, Atun, Hokie, Debie, Faizal, Ari, dan seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, serta teman-teman yang selama ini ikut membantu terlaksananya penelitian ini khususnya di Biologi angkatan 44. Terima kasih juga untuk keluarga tercinta yang senantiasa memberi cinta, doa dan dukungan.

Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pariaman Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 12 November 1989 dari pasangan Alinurdin. A, S.Pd. dan Malidarni, M.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis lulus dari SMP Negeri 1 Pariaman pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pariaman dan lulus tahun 2007. Setelah itu, penulis lulus seleksi masuk jurusan Biologi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Biologi Dasar dan Mikrobiologi Dasar pada tahun 2010-2011. Selama di perkuliahan penulis menjadi anggota organisasi mahasiswa daerah “Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang” (IPMM) IPB. Penulis juga pernah mengikuti berbagai seminar dan pelatihan seperti Seminar “Grand Opening Leadership and Enterpreneurship School IPB 2009”, Seminar dan workshop PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) BEM FMIPA IPB Tahun 2009, dan terakhir Seminar PKM “Explore Your Creativity with PKM” IPB tahun 2011.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 1

Bahan dan Alat ... 1

Metode ... 1

Isolasi Bakteri Bt dari Berbagai Sampel Tanah.. ... 1

Peremajaan dan Pengamatan Mikrob ... 1

Penyiapan Suspensi Isolat Bt untuk Uji Toksisitas. ... 2

Pengujian Toksisitas Isolat Bt terhadap Ulat Grayak. ... 2

HASIL Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis dari Tanah. ... 2

Kurva Turbiditas Pertumbuhan Isolat Bt.. ... 4

Aplikasi Isolat Bt terhadap Ulat Grayak. ... 4

PEMBAHASAN... 5

SIMPULAN ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 6

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perolehan isolat Bacillus dan persentase bakteri penghasil kristal protein dari sampel tanah ... 2

2 Karakter morfologi isolat Bt hasil isolasi dan Btpembanding ... 3

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 (a) Sel Bt isolat 47, (b) sel Bt isolat Lot 2, (c) Bt pembanding subsp. aizawai, dan (d) isolat Bt pembanding pakistani ... 3

2 (a) Kurva turbiditas pertumbuhan isolat 47, dan (b) kurva pertumbuhan isolat Lot 2 ... 4

3 Diagram persentase kumulatif mortalitas larva ulat grayak instar lima sampai hari ke-4...4

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Alur metode isolasi ... 9

2 Koloni (a) isolat 47 dan (b) Lot 2 ... 10

3 Hasil pewarnaan Gram isolat (a) 47 dan (b) Lot 2 pada perbesaran 1000x ... 10

4 Hasil pengukuran kekeruhan biakan pada panjang gelombang 620 nm ... 10

5 Aplikasi isolat ke ulat grayak ... 11

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat diisolasi langsung dari tanah, kotoran, dan bagian tumbuhan, termasuk bakteri Gram positif, membentuk spora dan fakultatif saprofit tanah (U.S. EPA 1998). Bakteri ini dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat membunuh hama beberapa golongan serangga seperti Lepidoptera, Diptera, Coleoptera, Hymenoptera, Homoptera dan Mallophaga (Bravo et al. 1998). Bt dapat menghasilkan senyawa protein yang dapat merusak saluran pencernaan hama serangga salah satunya hama ulat grayak (Spodoptera litura).

Ulat grayak adalah salah satu hama yang bersifat polifag atau dapat menyerang berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, dan buah-buahan. Hama ini termasuk ke dalam famili Noctuidae dan Ordo Lepidoptera (Ginting 1991). Ulat grayak tersebar luas di daerah dengan iklim panas dan lembab dari subtropis sampai daerah tropis. Berdasarkan data Direktorat Perlindungan Tanaman (2008), serangan ulat grayak pada tanaman kedelai di Indonesia mencapai 1.316 ha pada tahun 2006.

Serangan tersebut terus meningkat seiring peningkatan produksi tanaman. Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat hama ulat grayak terhadap pertanian menyebabkan perlunya dilakukan usaha-usaha untuk menanggulangi masalah ini.

Biopestisida yang diproduksi dari isolat Bt merupakan salah satu alternatif yang sangat menjanjikan terhadap gangguan hama ulat grayak. Biopestisida tidak menyebabkan kerusakan lingkungan, spesifik membunuh hama ulat grayak, mudah terdegradasi oleh lingkungan, dan dapat dinaikkan patogenisitas nya dengan teknik rekayasa genetika (Khetan 2001).

Pengendalian hayati hama ulat grayak dengan menggunakan toksin Bt ini perlu dilakukan karena dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan pestisida kimiawi cukup besar. Dampak negatif tersebut antara lain mematikan serangga bukan sasaran, menyebabkan resistensi serangga terhadap bahan aktif insektisida kimia tertentu, menyebabkan terjadinya resurgensi hama, serta dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Situmorang et al. 1993).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri Bt dari berbagai sampel tanah serta menguji toksisitasnya terhadap ulat grayak (S. litura).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2011 sampai Agustus 2011 di Labo-ratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari Kabupaten Sukadana-Lampung, Tabanan-Bali, Lempake-Kalimantan Timur; media Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth

(NB), daun talas untuk makanan ulat, larutan

Tween 80, aquades steril. Ulat grayak untuk perlakuan diperoleh dari Departemen Hama dan Proteksi Tanaman IPB. Alat-alat laboratorium yang digunakan ialah cawan Petri, vortex, laminar, autoklaf, penangas, mikroskop cahaya, spektrofotometer, pipet mikro, serta peralatan lain yang biasa digunakan di laboratorium mikrobiologi.

Metode

Isolasi Bakteri Bt dari Berbagai Sampel Tanah. Isolasi dilakukan dengan cara mensuspensikan 3 gram contoh tanah ke dalam 30 ml garam fisiologis 0,85% steril dalam botol Schott. Suspensi tersebut kemudian dikocok dengan alat pengocok selama beberapa menit, kemudian diberikan perlakuan panas pada suhu 80 oC selama 10 menit. Selanjutnya suspensi diencerkan serial sampai pengenceran 10-4 dengan garam fisiologis. Dari masing-masing pengenceran 10-3 dan 10-4 secara aseptik diambil suspensi sebanyak 0,1 ml dengan menggunakan pipet mikro dan dicawankan dengan metode cawan sebar pada medium NA dengan dua kali ulangan. Cawan-cawan tersebut selanjutnya diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu 28 0C selama 48 jam (Rusmana & Hadioetomo 1994).

Peremajaan dan Pengamatan Mikrob.

(11)

2

Penyiapan Suspensi Isolat Bt untuk Uji Toksisitas. Jumlah sel dari isolat bakteri yang sudah didapat, dihitung jumlah selnya menggunakan metode cawan sebar dan turbidimetrik. Jumlah sel yang diperoleh dari hitungan cawan tersebut dibandingkan dengan nilai OD (optical density) pada panjang gelombang 620 nm menggunakan spektrofotometer sehingga didapat kurva standar isolat. Selain itu dilakukan pengukuran kurva pertumbuhan isolat Bt hasil isolasi untuk mengetahui waktu spora diproduksi secara maksimal.

Pengujian Toksisitas Isolat Bt terhadap Ulat Grayak. Pengujian dilakukan dengan memberi makan 10 larva

S. litura instar lima untuk masing-masing isolat uji dengan potongan daun talas yang telah dicelupkan dalam suspensi isolat bakteri umur 52 jam dan larutan Tween 80 lalu selama beberapa menit dibiarkan kering udara. Perlakuan ini dibuat lima kali ulangan.

Sebagai kontrol digunakan potongan-potongan daun yang dicelup ke dalam akuades steril, sedangkan pembanding digunakan potongan-potongan daun yang dicelup ke dalam suspensi B. thuringiensis

subsp. aizawai. Larva-larva uji ditempatkan pada wadah plastik yang ditutup dengan kain kasa.

Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan acak lengkap dengan 5 kali ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap persentase kumulatif mortalitas ulat setiap hari selama empat hari berturut-turut. Data yang diperoleh kemudian disajikan di dalam tabel persentase mortalitas dan dianalisis melalui grafik mortalitas kumulatif.

HASIL

Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis

dari Tanah. Hasil isolasi dari 15 sampel tanah yang diperiksa didapatkan 453 koloni bakteri dengan ciri-ciri seperti genus

Bacillus. Dua isolat (11,3%) dari total koloni

Bacillus yang diperiksa memiliki ciri-ciri koloni dan mikroskopis mirip Bt (Tabel 1). Koloni Bt secara umum memiliki ciri-ciri berwarna putih, besar koloni 5-10 mm, tepian sedikit berkerut atau bergelombang, elevasi timbul, dan memiliki permukaan yang kasar. Dua koloni yang memiliki kristal protein hasil isolasi tersebut berasal dari sampel tanah asal Kabupaten Lempake-Kalimantan dengan kode isolat 47, dan sampel tanah dari Kabupaten Tabanan-Bali dengan kode Lot 2 (Tabel 1).

Tabel 1 Perolehan isolat Bacillus dan persentase bakteri penghasil kristal protein dari sampel Tanah

(12)

3

Sementara itu sampel dari tanah Lampung dengan kode isolat L1 sampai L4 tidak didapatkan satupun koloni Bacillus

yang memiliki kristal protein. Sebelumnya pada tahap isolasi dilakukan renjatan panas dengan suhu 80 0C selama 10 menit untuk mematikan sel vegetatif bakteri serta mematahkan dormansi endospora sehingga koloni-koloni yang tumbuh pada media NA semuanya berasal dari endospora (Rusmana & Hadioetomo 1994).

Secara mikroskopis, dapat dilihat bentuk sel bakteri yang diduga Bt hasil isolasi memiliki bentuk sel batang, memiliki kristal protein, panjang 3-5 µm, dan lebar 1-2 µm. Ciri-ciri ini sama dengan Bt subsp.

aizawai dan pakistani yang digunakan sebagai pembanding (Gambar 1).

Sel-sel bakteri hasil isolasi yang diduga Bt, memiliki kristal protein yang terletak

bersebelahan dengan letak spora yang subterminal (Tabel 2). Pengamatan lekapan basah isolat di bawah mikroskop cahaya dilakukan pada jam ke-48 ketika isolat-isolat telah mengalami sporulasi.

Hasil pengamatan karakter morfologi menujukkan bentuk koloni yang sama dengan Bt pembanding yaitu koloni berbentuk bulat, tepian berkerut, elevasi timbul, permukaannya kasar, dan berwarna putih. Pengamatan mikroskopis di bawah mikroskop cahaya perbesaran 1000x memperlihatkan bentuk sel batang. Isolat 47 memiliki bentuk sel batang namun agak pendek. Sel menghasilkan endospora berbentuk oval dengan letak subterminal. Hasil preparat lekapan basah terlihat bakteri Bt bersifat motil dan termasuk ke dalam bakteri Gram positif dengan pewarnaan Gram.

Gambar 1 (a) Sel Bt isolat 47, (b) isolat Lot 2, (c) Bt pembanding subsp. aizawai dan (d) Bt sp.

pakistani. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 1000x. K= kristal, S= endospora.

Tabel 2 Karakter morfologi isolat Bt hasil isolasi dan Bt pembanding

No Isolat Bt Morfologi

koloni Bentuk sel

(13)

4

Gambar 2 (a) Kurva turbiditas pertumbuhan isolat 47, dan (b) Lot 2.

Kurva Turbiditas Pertumbuhan Isolat Bt. Berdasarkan kurva turbiditas pertumbuhan di atas dapat dilihat aktivitas pertumbuhan bakteri isolat, baik isolat 47 maupun Lot 2 mengalami fase eksponensial pada jam ke-4 sampai jam ke-8.

Setelah jam ke-8 pertumbuhan mencapai fase stasioner sampai akhir pengukuran kurva yaitu pada jam ke-36. Pada saat mencapai fase stasioner (jam ke-8) dilakukan penghitungan jumlah sel dengan metode cawan sebar.

Jumlah sel isolat pada saat stasioner mencapai 1,56x107 sel/ml untuk isolat 47, dan 1,5x107 sel/ml untuk isolat lot 2.

Aplikasi Isolat Bt terhadap Ulat Grayak. Isolat yang digunakan untuk perlakuan ialah isolat-isolat yang berumur 52 jam. Hal ini dimaksudkan agar kristal protein sudah terbentuk di dalam sel. Kristal protein akan terbentuk seiring terjadinya sporulasi. Pada pengamatan sebelumnya, isolat-isolat baru mengalami fase sporulasi setelah jam ke- 48.

Aplikasi isolat kepada ulat grayak dilakukan selama empat hari. Kemudian ulat yang mati dengan ciri-ciri akibat perlakuan Bt seperti tubuh berwarna coklat hitam, mengkerut, melengkung, kering dan kaku diamati dan dilihat persentase kumulatif kematiannya.

Pemberian isolat tampak efektif pada hari ke-1 hingga hari ke-2. Persentase kematian ulat pada hari ke-1 mencapai 17,5% (sampel 47) dan 22,5% (sampel Lot 2). Pada hari ke-2, kematian ulat mencapai 35% (sampel 47) dan 42,5% (sampel Lot 2). Jika dibandingkan dengan kontrol negatif dan Bt pembanding, hasil ini cukup baik sampai hari ke-2. Memasuki hari ke-3 hasil pemberian isolat tampak tidak sesuai dengan dugaan sebelumnya karena persentase kematian ulat kontrol cukup besar mencapai 62,5%.

Hasil pemberian perlakuan isolat terhadap ulat grayak pada hari keempat dapat menyebabkan mortalitas ulat sampai 95% untuk isolat 47 dan 87,5% untuk isolat Lot 2, sementara persentase mortalitas ulat yang diberi perlakuan Bt pembanding subsp.

aizawai lebih rendah dari isolat yaitu 85% (Gambar 3). Perlakuan kontrol negatif memiliki presentase kematian yang cukup besar yaitu sampai 62,5% pada hari ke-3 dan 72,5% pada hari ke-4.

Gambar 3 Diagram persentase kumulatif mortalitas larva ulat grayak instar lima sampai hari ke-4.

(14)

5

PEMBAHASAN

Bakteri Bacillus merupakan bakteri yang umum menghuni tanah dan memiliki endospora. Endospora merupakan bentuk dorman bakteri-bakteri tertentu dan bersifat tahan terhadap suhu tinggi, sinar ultraviolet, sinar-X, bahan kimia, dan pengeringan. Selain adanya endospora, beberapa Bacillus seperti halnya B. thuringiensis memiliki strktur yang disebut kristal protein. Kristal protein ini adalah ciri khas bakteri Bt. Kemampuannya membentuk kristal (tubuh paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami sporulasi. Kristal tersebut merupakan kompleks protein yang mengandung toksin (δ-endotoksin) yang terbentuk di dalam sel 2-3 jam setelah akhir fase eksponensial dan baru keluar dari sel pada waktu sel mengalami autolisis setelah sporulasi sempurna (Trizelia 2001).

Kristal protein tersusun dari subunit-subunit protein yang berbentuk batang atau halter, mempunyai berat molekul 130 – 140 kDa yang berupa protoksin. Protoksin akan menjadi toksin setelah mengalami hidrolisis dalam kondisi alkalin di dalam saluran pencernaan serangga. Hidrolisis ini melepaskan protein kecil dengan berat molekul sekitar 60 kDa dan bersifat toksik (Trizelia 2001).

Kristal protein ini disandikan oleh gen yang dikenal sebagai gen cry. Sampai saat ini hampir 300 gen cry telah diidentifikasi dan diklasifikasikan ke dalam 51 kelompok dan subkelompok berdasarkan kesamaan urutan asam amino (Crickmore et al. 1998).

Pengklasifikasikan galur Bt didasarkan atas metode fenotipik menggunakan serotipe H yang memungkinkan diferensiasi galur serotipe dan subspesies berdasarkan antigen flagellar (Moraga 2004).

Daya racun Bt juga berbeda pada setiap inang. Hal ini disebabkan oleh gen cry yang menyandikan kristal protein pada setiap galur Bt. Gen cryI diketahui efektif untuk mengendalikan hama Lepidoptera, gen cryII

untuk Diptera dan Lepidoptera, Coleoptera (cryIII), Diptera (cryIV), atau Coleoptera dan Lepidoptera (cryV). Selain itu pada beberapa galur Bt juga terdapat gen cyt yang menyandikan faktor cytolytic nonspesifik (Crickmore et al. 1998).

Hasil isolasi dari beberapa contoh tanah yang telah dilakukan, didapatkan 453 koloni bakteri dengan ciri-ciri seperti genus Bacillus.

Dua isolat (11,3%) dari total koloni Bacillus

yang diperiksa memiliki ciri-ciri koloni dan

mikroskopis mirip Bt. Rendahnya perolehan bakteri hasil isolasi kemungkinan besar dipengaruhi oleh kandungan spora bakteri penghasil kristal di dalam contoh tanah dan viabilitas sporanya. Dalam hubungannya dengan habitat tersebut, diperlukan pengambilan sampel berulang kali karena penemuan bakteri entomopatogenik pada suatu saat tertentu dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain hujan dan berbagai faktor lainnya. Ada kemungkinan pada saat pengambilan sampel ditemukan bakteri entomopatogenik di suatu tempat tertentu tetapi pada saat lain tidak dapat ditemukan lagi dan sebaliknya (Salaki 2009). Tingkat kelembaban dan pencemaran tanah oleh polusi udara dapat juga menjadi faktor sedikitnya perolehan spora Bt.

Perlakuan renjatan panas pada tahap isolasi dilakukan untuk mematahkan dormansi endospora dan mematikan sel-sel vegetatif yang terdapat dalam contoh tanah yang akan diperiksa. Bakteri Bt memiliki ciri koloni seperti bewarna putih berbentuk bulat, tepian berkerut atau bergelombang, elevasi timbul, dan permukaannya kasar (Rusmana & Hadioetomo 1994).

Hasil kurva turbiditas pertumbuhan menunjukkan isolat-isolat mengalami akhir fase eksponensial pada jam ke-8 dan dilanjutkan fase stasioner. Menurut Sembiring & Fachmiasari (2004), bakteri mencapai puncak pertumbuhan pada waktu yang berbeda bergantung pada media pertumbuhan yang digunakan. Fase pertumbuhan eksponensial dapat juga berbeda karena perbedaan kemampuan bakteri untuk tumbuh pada jenis media pertumbuhan yang tersedia.

Pembentukan kristal protein bersamaan waktunya dengan peristiwa sporulasi, umumnya terjadi 2-3 jam setelah pertumbuhan eksponensial berakhir (Sembiring & Fachmiasari 2004). Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, isolat 47 maupun Lot 2 mengalami sporulasi pada jam ke-48. Sporulasi ini diduga dipengaruhi oleh aktivitas

quorum sensing yang dimiliki bakteri

Bacillus.

(15)

6

konjugasi, produksi antibiotik, motilitas, sporulasi, dan, pembentukan biofilm (Melissa & Bonnie 2001). Pada umumnya autoinducer

pada Gram positif menggunakan senyawa peptida yang dihasilkan melalui jalur ATP

Binding Cassette (ABC) (Rukayadi & Hwang 2009).

Pengaplikasian dilakukan terhadap 10 larva instar lima untuk setiap perlakuan. Ulat grayak diberi makan daun talas yang sebelumnya sudah dicelup ke dalam campuran isolat dan 4% larutan Tween 80. Larutan ini berfungsi untuk membantu melekatkan spora dan kristal protein pada makanan ulat. Suspensi isolat yang diberikan berumur 52 jam (waktu sporulasi) sehingga isolat memiliki jumlah spora 107-108 spora/ml. Secara kumulatif pemberian perlakuan isolat terhadap ulat grayak pada hari keempat dapat menyebabkan mortalitas ulat sampai 95% untuk isolat 47 dan 87,5% untuk isolat Lot 2, sementara persentase mortalitas ulat yang diberi perlakuan Bt pembanding subsp.

aizawai lebih rendah dari isolat yaitu 85% (Gambar 3). Hal ini mungkin terjadi karena subsp. Bt yang digunakan sebagai pembanding adalah Bt subsp. aizawai yang kurang efektif untuk membunuh Lepidoptera (Sembiring 2004). Pada data perlakuan terlihat kontrol negatif memiliki presentase kematian yang cukup besar yaitu sampai 62,5% pada hari 3 dan 72,5% pada hari ke-4. Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh tidak terkontrolnya faktor lingkungan saat pengaplikasian seperti suhu ruangan, cahaya, dan kelembababan. Menurut Trizelia (2001), radiasi UV sinar matahari dan suhu tinggi menyebabkan kristal protein bersifat labil. Selain itu pH permukaan daun yang tinggi juga dapat menyebabkan daya racun Bt menurun.

Standar deviasi persentase pada hari ke-4 berkisar dari 5 sampai 9,5742 yang menunjukkan data cukup beragam. Hal sama terjadi pada hari ke-1 hingga ke-3 yang memperlihatkan keragaman data yang cukup besar. Untuk itu, aplikasi isolat terhadap hama ulat dengan memperhatikan faktor eksternal atau lingkungan bioassay perlu dilakukan untuk mengetahui keefektifan toksisitas isolat terhadap ulat grayak (S. litura).

Mekanisme toksisitas dimulai dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah aplikasi. Kristal protein yang masuk ke dalam saluran pencernaan ulat bersama makanan, akan diaktivasi oleh suasana basa yang terdapat pada usus ulat. Kristal protein yang mengandung d-toksin akan diubah menjadi

protoksin dan akhirnya menjadi toksin yang teraktivasi. Kemudian toksin ini akan menempel pada reseptor yang terdapat pada sel epitelium usus ulat. Selanjutnya terjadi perforasi membran usus dan ulat akan mengalami gangguan pencernaan dan pada akhirnya akan mati.

Ulat yang mati akibat perlakuan Bt dapat diamati dari ciri-ciri fisik seperti tubuh berwarna coklat atau hitam, mengkerut, melengkung, kering dan kaku. Menurut Trizelia (2001), infeksi Bt tidak selalu mematikan larva, larva masih mampu bertahan hidup dan berhasil menjadi pupa dan imago, tetapi imago yang terbentuk tersebut biasanya berukuran kecil, cacat, lama hidupnya lebih pendek dan kemampuan meletakkan telurnya berkurang atau mandul.

Hasil pemberian isolat tampak cukup baik pada hari 1 sampai 2, namun pada hari ke-3 dan ke-4 kontrol negatif memperlihatkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Kontrol negatif memiliki nilai presenatase kematian yang besar dibanding hari sebelumnya.

SIMPULAN

Hasil isolasi Bacillus didapatkan 2 isolat bakteri penghasil kristal protein dari total 453 isolat yaitu isolat 47 dan Lot 2 yang berasal dari Lempake Kalimantan Timur dan Tabanan Bali. Isolat hampir sama dan sesuai dengan ciri-ciri Bt pembanding aizawai dan pakistani

yaitu memiliki koloni berwarna putih, tepian berkerut atau bergelombang, elevasi timbul, dan permukaannya kasar. Toksisitas isolat-isolat lebih tinggi namun tidak berbeda nyata daripada Bt pembanding subsp. aizawai dan kontrol negatif. Kontrol negatif memiliki presentase kematian yang cukup tinggi yaitu 72,5%.

DAFTAR PUSTAKA

Bravo A et al.1998. Characterization of cry

genes in a Mexican Bacillus thuringiensis galur collection. Appl Environ Microbiol

64: 4965-4972.

Crickmore N et. al. 1998. Revision of the nomenclature for the Bacillus thuringiensis pesticidal crystal proteins.

Microbiol Mol Biol Rev 62: 807–813. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.

(16)

7

Ginting BB. 1991. Mengenal Spodoptera litura hama yang menyerang banyak tanaman. Media Unika Majalah Ilmiah Unika Santo Thomas Sumatera Utara 2: 26-35.

Khetan SK. 2001. Microbial Pest Control.

New York: Marcel Dekker Inc.

Melissa BM, Bonnie LB. 2001. Quorum sensing in bacteria. Annu Rev Microbiol

55: 165-199.

Moraga QE, Tovar, GE, Garcia VP, Alvarez SC. 2004. Isolation, geographical diversity and insecticidal activity of

Bacillus thuringiensis from soils in Spain.

Microbiol Res 159: 59-71

Rukayadi Y, Hwang JK. 2009. Pencegahan

quorum sensing: suatu pendekatan baru dalam mengatasi infeksi bakteri.

Medicinus 22: 22-27.

Rusmana I, Hadioetomo RS. 1994. Isolasi

Bacillus thuringiensis berl. dari peternakan ulat sutra dan toksisitasnya terhadap larva Crocidolomia binotalis

zell. dan Spodoptera litura F. Hayati 21-23.

Salaki CL, Situmorang J, Sembiring L. 2009. Isolation and Characterization of Indonesian indigenous bacteria (Bacillus thuringiensis) which are potential for biological control agent against cabbage heart caterpillar (Crocidolomia binotalis

Zell). Biota 1: 1-6.

Sembiring T, Fachmiasari AS. 2004. Kombinasi ekstrak kedelai dengan tepung jagung dan tapioka sebagai media produksi kristal dan spora Bacillus thuringiensis. J Tekno Indones 27: 33-49. Situmorang J, Sembiring L, Sumarmi S. 1993.

Eksplorasi bakteri entomopatogenik sebagai agen pengendali hayati serangga hama Plutella, Spodoptera dan Heliothis. J Mat Sains. 1:1-10.

Trizelia. 2001. Pemanfaatan Bacillus thuringiensis untuk pengendalian hama

Crocidolomia binotalis [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(17)

8

(18)

9

Lampiran 1 Alur metode isolasi

3 gram sampel tanah + 30 ml garam fisologis 0.85 %

Dilakukan penyebaran di cawan NA sebanyak 0.1 ml dari pengenceran 10-3 dan 10-4 Diberikan renjatan panas 80o C

selama 10 menit

Dilakukan penggoresan di cawan NA Dilakukan pengamatan

mikroskopis

Koloni Bacillus tidak terpisah dengan baik

Pengenceran serial 10-2– 10-4 (1 ml ke dalam 9 ml garam

fisiologis 0.85%)

Koloni Bacillus terpisah dengan baik

Sel mirip Bt (memiliki spora dan kristal)

Dimurnikan dengan metode cawan gores

(19)

10

Lampiran 2 Koloni isolat (a) 47 dan (b) Lot 2

Lampiran 3 Hasil pewarnaan Gram isolat (a) 47 dan (b) Lot 2 pada perbesaran 1000x

Lampiran 4 Hasil pengukuran kekeruhan biakan pada panjang gelombang 620 nm

no jam

ke

47 Lot 2

tanpa rejatan panas

rejatan panas

tanpa rejatan panas

rejatan panas

1 0 0,001 0,001 0,002 0,002

2 2 0,033 0,033 0,023 0,023

3 4 0,147 0,147 0,115 0,115

4 6 0,66 0,66 0,436 0,436

5 8 1,077 1,077 0,878 0,878

6 10 1,097 1,097 0,987 0,987

7 12 1,162 1,162 1,018 1,018

8 14 1,149 1,161 1,021 1,038

9 16 1,146 1,192 1,021 1,123

10 18 1,134 1,18 1,034 1,184

11 20 1,119 1,154 1,037 1,183

12 22 1,108 1,171 1,022 1,163

13 24 1,075 1,134 0,991 1,131

14 26 1,077 1,143 0,986 1,128

15 28 1,051 1,114 0,961 1,1

16 30 1,108 1,139 1,008 1,162

17 32 1,107 1,148 1,011 1,167

18 34 1,107 1,189 1,007 1,174

19 36 1,104 1,221 1,007 1,179

(b) (a)

(20)

11

Lampiran 5 Aplikasi isolat ke ulat grayak

Gambar

Tabel 1 Perolehan isolat Bacillus dan persentase bakteri penghasil kristal protein dari sampel
Gambar 1 (a) Sel Bt  isolat 47, (b) isolat  Lot 2, (c) Bt pembanding subsp. aizawai dan (d)  Bt sp
Gambar 3 Diagram persentase kumulatif mortalitas larva ulat grayak instar lima sampai hari ke-4.

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak 14 sampel tanah ini dikeringudarakan untuk selanjutnya dilakukan isolasi, sehingga diperoleh masing-masing 14 isolat bakteri penitrifikasi, yaitu bakteri pengoksidasi

Abstrak — Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif berspora penghasil protein toksin yang bersifat insektisidal, salah satunya terhadap Spodoptera litura

Sebanyak 14 sampel tanah ini dikeringudarakan untuk selanjutnya dilakukan isolasi, sehingga diperoleh masing-masing 14 isolat bakteri penitrifikasi, yaitu bakteri pengoksidasi

Walaupun dari tanah lahan lebak ada tiga isolat yang memiliki tingkat mortalitas mencapai 100 % tetapi tingkat mortalitas tertinggi pada hari pertama yaitu, PUM

Isolat bakteri penambat N non-simbiotik pada sampel tanah HTA1 memperlihatkan bentuk, tepian dan elevasi yang berbeda-beda dengan warna koloni yang didominasi oleh

Skripsi yang berjudul “Isolasi Bakteri Bacillus thuringiensis dari Tanah Kota Makassar dan Uji Aktivitas Bioinsektisida terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti” yang

Sebagai hasil isolasi ditemukan empat jenis isolat bakteri yang berasal dari permukaan kulit buah mengkudu sebelum dicuci (sampel a), isolat ini diberi kode A,B,C dan D, sedangkan

Isolat bakteri penambat N non-simbiotik pada sampel tanah HTA1 memperlihatkan bentuk, tepian dan elevasi yang berbeda-beda dengan warna koloni yang didominasi oleh