• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Thermal dari Bangunan Greenhouse Serre dan Sree Modifikasi untuk Tanaman Krisan (Chrysanthemum Morifolium Ramat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Thermal dari Bangunan Greenhouse Serre dan Sree Modifikasi untuk Tanaman Krisan (Chrysanthemum Morifolium Ramat)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN DAN UJI KARAKTERISTIK PAPAN PARTIKEL

DARI SERAT BUAH BINTARO

Anton S

1

, Budi Indra Setiawan

2

, Naresworo Nugroho

3 1,2

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, PO Box 16680, Bogor, Jawa Barat.

3

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, PO Box 16680, Bogor, Jawa Barat.

Telepon: +62 856 9335 0660, email: anton.sil45 @gmail.com

ABSTRAK

Abstrak: Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp (bagian luar), mesokarp (lapisan tengah), dan endokarp (biji yang dilapisi kulit biji). Secara fisik buah bintaro berserat serabut seperti kelapa. Selama ini buah bintaro belum banyak dimanfaatkan sehingga nilai ekonomisnya masih rendah. Adanya kandungan lignoselulosa pada serat buah bintaro berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan partikel serat buah bintaro dan pengaruh perlakuan variasi kadar perekat terhadap kualitas papan partikel. Jenis perekat yang digunakan adalah perekat fenol formaldehida (10% dan 12%) dengan kerapatan target adalah 0,7 g/cm3. Untuk mengetahui kelayakan papan partikel berbahan baku serat buah bintaro, dilakukan pengujian-pengujian sesuai standar JIS A 5908: 2003. Parameter yang diuji yaitu sifat fisis dan sifat mekanis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pengujian papan partikel yang menggunakan perekat fenol formaldehida, Modulus of Elasticity (MOE) yang termasuk sifat mekanis dan sifat pengembangan tebal belum memenuhi standar JIS A 5908: 2003 untuk pemanfaatannya sebagai bahan konstruksi. Sehingga masih perlu dilakukan upaya peningkatan sifat MOE dan pengembangan tebal papan partikel tersebut. Semakin tinggi kadar perekat yang ditambahkan pada papan partikel maka sifat mekanis akan semakin meningkat, sebaliknya sifat fisis akan menurun dengan berkurangnya kadar perekat.

(2)

FORMING AND PERFORMANCE TEST OF PARTICLE BOARD

FROM BINTARO

S (Cerbera manghas) FIBER

Anton S

1

, Budi Indra Setiawan

2

, Naresworo Nugroho

3 1,2

Department of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java.

3

Department of Forest Product, Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java.

Phone +62 856 9335 0660, email: anton.sil45 @gmail.com

ABSTRACT

Abstract: Bintaro is a drupe fruit, that consists of three layers, namely epicarp (exterior), mesocarp (middle layer), and endocarp (seed grain leather). Physically, bintaro fibers as same as coconut fibers. Before this, this fruit has not been widely utilized, so it still has low economic value. The existence of the lignocellulosic content in the fiber of bintaro potential to used as raw material for particle board. This study aims to determine the physical and mechanical properties of particle boards and the effect of variation in levels of particle board adhesive to the qualities. The type of adhesive agent that used in thes studyis phenol formaldehyde adhesive (10% and 12%)and target of density is 0.7 g/cm3. To determine the feasibility of particle board made from bintaro fiber, performed some tests according to JIS A 5908: 2003 standard about particleboards. Any parameters that tested according to the standard is the physical properties and mechanical properties. The results of test for particle board using phenol formaldehyde adhesives showed that Modulus of elasticity (MOE) and thickness swelling after immersion properties does not meet requirements in the standards of JIS A 5908: 2003 for its use in industrial. So, it still needs any treatment to improve the MOE and decrease the thickness swelling after immersion properties of the particle board. A higher levels of adhesive which added to the particle board will increase the mechanical properties, on the other hands, physical properties would decrease in lower levels of adhesive.

(3)

Anton S. F44080025. Pembuatan dan Uji Karakteristik Papan Partikel Dari Serat Buah Bintaro (Cerbera manghas). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS. 2012

RINGKASAN

Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah), dan endokarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa). Secara fisik buah bintaro berserat serabut seperti kelapa. Selama ini buah bintaro belum banyak dimanfaatkan sehingga nilai ekonomisnya masih rendah. Serat pada buah bintaro dibentuk dari selulosa (Iman, 2011). Serat Buah Bintaro merupakan salah satu bahan baku

berlignoselulosa bukan kayu yang memiliki kandungan holoselulosa sebesar 65,47%; α-selulosa sebesar 56,76%; lignin sebesar 28,30%; dan ekstraktif sebesar 7,55%. Adanya kandungan lignoselulosa pada serat buah bintaro berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan partikel serat buah bintaro dan pengaruh perlakuan variasi kadar perekat terhadap kualitas papan partikel. Dengan demikian, buah bintaro yang selama ini belum banyak dimanfaatkan memerlukan usaha pemanfaatan, agar menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Jenis perekat yang digunakan adalah perekat fenol formaldehida (10% dan 12%) dengan kerapatan target 0,7 g/cm3. Untuk mengetahui kelayakan papan partikel berbahan baku serat buah bintaro, dilakukan pengujian-pengujian sesuai standar JIS A 5908: 2003. Parameter yang diuji yaitu sifat fisis dan sifat mekanis. Sifat fisis terdiri dari kerapatan, kadar air, dan pengembangan tebal. Sedangkan, sifat mekanis yang diuji terdiri dari modulus elastisitas (MOE), modulus patah (MOR), kekuatan rekat internal (IB), dan kuat pegang sekrup. Nilai daya serap air yang tidak dipersyaratkan dalam standar JIS A 5908:2003, namun tetap diuji, karena berhubungan erat dengan stabilitas dimensi papan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat fisis papan partikel serat buah bintaro memenuhi standar JIS A 5908: 2003. Kerapatan papan partikel yang dihasilkan berkisar 0,66 – 0,77 g/cm3, memenuhi rentang kerapatan yang dipersyaratkan JIS A5908 : 2003 sebesar 0,40 – 0,90 g/cm3. Nilai rata-rata kadar air papan partikel berkisar antara 9,44 – 9,72%, memenuhi standar JIS A 5908 : 2003 yang mensyaratkan kadar air papan partikel berkisar antara 5 – 13%. Daya serap air papan partikel selama 2 jam yang dihasilkan papan partikel dengan kadar perekat 10% mencapai 48,53%, sedangkan pada kadar perekat 12%, daya serap air mencapai 43,58%. Nilai rata-rata daya serap air setelah perendaman 24 jam adalah 70,51% untuk kadar perekat 10%, dan 66,64% untuk kadar perekat 12%. Nilai rata-rata pengembangan tebal selama 2 jam yang rendah dihasilkan pada kadar perekat 10% sebesar 9,39%, dan 9,58% pada papan partikel dengan kadar perekat 12%. Nilai rata-rata pengembangan tebal setelah perendaman dalam air selama 24 jam menghasilkan pengembangan tebal sebesar 22,28% untuk papan partikel dengan kadar perekat 10%, dan 16,89% untuk papan partikel dengan kadar perekat 12%, sedangkan standar JIS A-5908:2003 mensyaratkan nilai pengembangan tebal maksimal 12%. Penggunaan perekat fenol formaldehida mampu meningkatkan stabilitas dimensi papan.

(4)

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Industri yang bergerak dalam bidang hasil hutan khususnya pengolahan kayu, saat ini dihadapkan pada permasalahan ketersediaan bahan baku. Jumlah bahan baku yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu yang diperlukan oleh industri. Data statistik Kementerian Kehutanan (2011) menunjukkan bahwa volume impor kayu bulat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mencapai 1,821,913 ton dengan nilai impor sebesar US$ 1,292,603,740. Kondisi ini berdampak pada kinerja industri kayu yang juga mengalami penurunan.

Beberapa alternatif telah dikembangkan dalam rangka untuk mengatasi makin langkanya bahan baku kayu dari alam, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi telah diciptakan produk-produk turunan dari kayu seperti papan partikel, papan semen, papan serat, dan lain sebagainya. Produk papan turunan ini umumnya dibuat dengan menggunakan bahan tambahan berupa perekat, akan membantu terbentuknya ikatan antar serat yang lebih kuat sehingga dihasilkan sifat papan yang baik.

Papan partikel cukup efisien dalam menggunakan bahan baku. Papan partikel dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku berupa limbah kayu, kayu dengan kualitas rendah, dan bahan berlignoselulosa lainnya. Penggunaan berbagai bahan yang umumnya jarang dimanfaatkan tersebut tanpa mengabaikan sifat-sifat fisik maupun mekanik yang disyaratkan pada standar yang diacu. Papan partikel umumnya digunakan sebagai partisi, komponen mebel, peredam, dan produk furnitur lainnya.

Buah bintaro (Cerbera manghas) merupakan buah drupa (berbiji) dengan serat lignoselulosa yang menyerupai buah kelapa. Selama ini masyarakat hanya mengenal tanaman bintaro sebagai tanaman peneduh kota dan belum banyak dimanfaatkan sehingga nilai ekonomisnya masih rendah. Serat pada buah bintaro dibentuk dari selulosa (Iman, 2011). Serat Buah Bintaro merupakan salah satu bahan baku berlignoselulosa bukan kayu yang memiliki kandungan holoselulosa sebesar 65.47%, α -selulosa sebesar 56.76%, lignin sebesar 28.30%, dan ekstraktif sebesar 7.55%. Adanya kandungan lignoselulosa pada serat buah bintaro berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel.

Dengan demikian, buah bintaro yang selama ini belum banyak dimanfaatkan memerlukan usaha pemanfaatan, agar menjadi produk yang lebih tepat guna dan memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat. Dalam penelitian ini digunakan serat buah bintaro yang sudah dikeringkan dengan variasi dua kadar perekat pada papan partikel yang dibuat. Diharapkan dengan penggunaan serat buah bintaro ini, didapat papan partikel dengan bahan baku dari limbah hasil pengolahan buah bintaro yang juga memenuhi standar kualitas papan partikel berdasarkan standar JIS A-5908-2003.

1.2

TUJUAN

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah:

1. Memanfaatkan limbah serat buah bintaro sebagai bahan baku papan partikel.

2. Mengetahui kualitas papan partikel dengan beberapa komposisi perekat terhadap standar JIS A 5908 : 2003.

1.3

SASARAN

(5)

1. Dihasilkannya papan partikel berbahan baku serat buah bintaro.

2. Diketahui kualitas papan partikel dengan beberapa komposisi (perekat terhadap berat kering udara partikel) terhadap standar JIS A 5908 : 2003.

1.4 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari penelitian yang akan dilakukan adalah : 1. Menyiapkan bahan penyusun papan partikel.

2. Membuat papan partikel berbahan baku serat buah bintaro dengan beberapa komposisi perekat terhadap berat kering udara partikel.

3. Menguji sifat fisis dan mekanis, sebagai parameter kualitas papan partikel berdasarkan standar JIS untuk papan partikel.

(6)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

PAPAN PARTIKEL

Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panel kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan perekat sintesis atau bahan pengikat lain dan dikempa panas (Maloney, 1993). Sifat bahan baku kayu sangat berpengaruh terhadap sifat papan partikelnya. Sifat kayu tersebut antara lain jenis dan kerapatan kayu, penggunaan kulit kayu, bentuk dan ukuran bahan baku, penggunaan kulit kayu, tipe, ukuran dan geometri partikel kayu, kadar air kayu, dan kandungan ekstraktifnya (Bowyer et al., 2003). Kalis (2008) menyatakan bahwa papan serat sabut kelapa memenuhi standar FAO (1996) yang mensyaratkan kerapatan sebesar 0.42 – 0.80 g/cm3, untuk pengaruh papan dengan kadar perekat dibedakan, pada benda uji kekuatan patah diperoleh hasil modulus patah (MOR) pada kadar perekat 5 % = 371 kg/cm2, 7 % = 375 kg/cm2 dan 9 % = 381 kg/cm2. Sedangkan hasil modulus elastisitas (MOE) dari kadar perekat 5 % = 22,855 kg/cm2, 7 % = 28,244 kg/cm2 dan 9 % = 32,654 kg/cm2.

Secara umum papan partikel dapat diklasifikasikan berdasarkan kerapatan dan proses pembuatannya. Kollmann et al. (1975) mengemukakan bahwa papan partikel diklasifikasikan berdasarkan tipe bahan baku dan metode produksi serat, metode pembentukan kasuran, kerapatan papan serta jenis dan tempat penggunaannya, namun cara terbaik untuk mengklasifikasikan papan partikel adalah berdasarkan kerapatannya. Berdasarkan rekomendasi ASTM 1974, dalam standard designation 1554-67 mengklasifikasikan papan partikel ke dalam tiga kelompok, yaitu berkerapatan rendah , berkerapatan sedang, dan papan partikel berkerapatan tinggi.

Papan partikel berkerapatan tinggi yaitu papan partikel yang mempunyai kerapatan lebih dari 50 lb/ft3 atau kerapatan lebih dari 0.80 g/cm3. Klasifikasi berdasarkan kerapatannya menurut FAO (1958) dan USDA (1955) dalam Kollmann et al. (1975) adalah seperti ditujukan pada tabel berikut: Tabel 1. Klasifikasi papan partikel menurut FAO (1958) dan USDA (1955)

Papan Partikel

(serat)

Kerapatan

g/cm3 lb/ft3

Tidak ditekan

Papan serat lunak agak kaku, SRF (Semi Rigid) 0.02 – 0.15 1.25 – 9.5 Papan serat lunak kaku, RF (Rigid) 0.15 – 0.40 9.5 - 25

Ditekan

Papan serat sedang (MDF) 0.40 – 0.80 25 - 50 Papan serat keras (Hardboard/HF) 0.80 – 1.20 50 - 75 Papan serat spesial (SDHF) 1.20 – 1.45 75 - 90 Sumber : Kollmann et al. (1975)

(7)

terbentuknya ikatan antar partikel, sedangkan pembuatan papan dengan cara basah menggunakan air untuk membantu terbentuknya ikatan antar partikel.

Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis papan menurut FAO (1996)

Sifat Papan Satuan Nilai Standar

Kerapatan (g/cm3) 0.42 – 0.80 Modulus patah (MOR) (kg/cm2) 108 - 280 Modulus elastisitas (MOE) (kg/cm2) 1,000 – 49,000 Kekuatan tarik tegak lurus permukaan (kg/cm2) 85 - 210

Daya serap air (%) 6 - 40

Sumber : Pasaribu dan Purba (1986 : 16)

Tsoumis (1991) menyatakan berdasarkan morfologinya, partikel yang digunakan sebagai bahan baku dibedakan menjadi :

a. Flakes, memiliki dimensi yang bervariasi dengan ketebalan antara 0.2 – 0.5 mm, panjang antara 10 - 50 mm, dan lebar antara 2.0 - 2.5 mm. Rasio antara panjang partikel dengan ketebalannya adalah 60 - 120 : 1 atau lebih tinggi. Flakes berukuran besar dan persegi dengan ukuran panjang dan lebar berturut-turut 50x50 mm2 – 70x70 mm2 dan tebal antara 0.6 - 0.8 mm disebut wafers. Partikel yang mirip dengan wafers tetapi lebih tipis dan kadang-kadang sedikit lebih panjang disebut strands.

b. Silvers, berbentuk serpihan dengan tebal sampai 5 mm dan panjang sampai dengan 15 mm. c. Fines, berupa serbuk gergaji atau serbuk hasil pengamplasan

Papan partikel mempunyai kelemahan stabilitas dimensi yang rendah. Pengembangan tebal papan partikel sekitar 10 - 25% dari kondisi kering ke basah melebihi pengembangan kayu utuh serta pengembangan liniernya sampai 0.20%. Pengembangan tebal hanya sebagian yang dapat kembali, jadi jika papan partikel secara berulang-ulang berada pada kondisi basah kemudian dikeringkan lagi maka ketebalannya akan meningkat secara terus-menerus. Secara tetap, pengembangan tebal yang terjadi pada komponen papan partikel yang tidak dapat dipulihkan kembali disebut irreversible swelling (Bowyer et al., 2003).

Tabel 3. Standar sifat fisis dan mekanis papan partikel berdasarkan JIS A 5908-2003 dan SNI 03-2105-2006

Sifat Papan Satuan SNI 03-2105-2006 JIS A 5908-2003

Kerapatan (g/cm3) 0.4 – 0.9 0.4 – 0.9 Kadar air (%) ≤ 14 5 - 13

Daya serap air (%) - -

(8)

2.2

BUAH BINTARO (

Cerbera manghas

)

Buah bintaro merupakan buah drupa (buah biji) terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa), dan endokarp (biji yang dilapisi kulit biji atau testa) (Jamieson dan Reynolds, 1967). Secara fisik buah bintaro berserat serabut seperti kelapa. Tanaman ini biasa tumbuh di bagian tepi daratan mangrove atau hutan rawa pesisir atau di pantai hingga jauh ke darat (400 m d.p.l), menyukai tanah pasir, terbuka terhadap udara serta ditempat-tempat yang tidak teratur tergenang air pasang surut.

Pohon bintaro sering disebut juga sebagai Mangga Laut, Buta Badak, Babuto, dan Kayu Gurita. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal sebagai Sea Mango Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) Bintaro dinamai sebagai Cerbera manghas. Nama Bintaro juga sering disematkan kepada kerabat dekatnya yang bernama ilmiah Cerbera odollam. Bintaro umumnya mempunyai tinggi 4 - 6 meter meskipun terkadang mampu mencapai 12 m. Daunnya berwarna hijau tua mengkilat berbentuk bulat telur. Bunga Bintaro berbau harum, terdiri atas lima petal dengan mahkota berbentuk terompet yang pangkalnya berwarna merah muda. Buah bintaro berbentuk bulat telur dengan panjang sekitar 5 - 10 cm. Ketika masih muda berwarna hijau pucat dan berubah menjadi merah cerah saat masak.

Buah Bintaro dideskripsikan oleh Khanh (2001) berbentuk bulat dan berwarna hijau pucat dan ketika tua akan berwarna merah. Merupakan buah drupa (buah biji) yang terdiri dari tiga lapisan yaitu epikarp atau eksokarp (kulit bagian terluar buah), mesokarp (lapisan tengah berupa serat seperti sabut kelapa), dan endokarp. Terkadang dihasilkan dua biji berbentuk elips atau oval dalam satu buah ( Khahn, 2001). Walapun berbentuk indah namun buah Bintaro tidak dapat dikonsumsi, karena mengandung zat yang bersifat racun terhadap manusia.

Biji buah Bintaro (Cerbera odollam) dipilih sebagai alternatif bahan bakar karena memiliki kandungan minyak sekitar 43 - 64 % dan merupakan tumbuhan penghasil minyak non pangan yang memiliki potensi untuk dikembangkan (Imahara et al., 2006).

Serat pada buah bintaro di bentuk dari selulosa. Serat selulosa tersebut memiliki ikatan glikosida. Konfigurasi inilah yang membuat selulosa bersifat keras, sukar larut dalam air, dan tidak manis. Kandungan kimia serat buah Bintaro disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan kimia serat buah bintaro

Komponen Nilai (%)

Zat Ekstraktif 7.55

Lignin 28.30

HoloSelulosa 65.47

α-Selulosa 56.76

Sumber: Data primer (2012)

Selain kandungan minyak dari biji buah bintaro, ampas dari sisa pemerasan minyak bintaro dapat dijadikan arang briket atau dibuat menjadi pupuk kompos. Cangkang buah bintaro dapat dijadikan briket yang memiliki nilai kalor tinggi.

2.3

PENGARUH BAHAN BAKU TERHADAP PAPAN PARTIKEL

(9)

Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa terdiri dari komposisi berbagai unit gula dengan rantai moleku yang lebih pendek. Lignin merupakan zat organik polimer yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kekuatan mekanik. Kandungan lignin dalam tumbuhan cukup bervariasi, yaitu berkisar 20-40 persen. Pada penggunaan kayu secara umum, lignin digunakan sebagai bagian integral kayu (Sostrohamidjojo, 1995). Hasil penelitian Sumarna (1976) menunjukkan bahwa kandungan kimia kayu yang banyak berpengaruh pada produk papan olahan seperti papan serat dan papan partikel yang dihasilkan adalah lignin dan zat ekstraktif (kelarutan dalam etanol benzena). Bahkan, dengan kandungan lignin yang tinggi, bahan serat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai papan komposit tanpa perekat eksternal (binderless) (Xu et al., 2006).

Menurut Pizzi (1983) zat ekstraktif merupakan hambatan secara fisik maupun kimiawi terhadap proses perekatan papan partikel. Adanya lapisan ekstraktif di permukaan kayu akan menghalangi resin mencapai selulosa sehingga akan menghasilkan garis perekatan yang kurang baik dan kekuatan rekatnya rendah. Selain itu, zat ekstraktif menyebabkan pemakaian perekat kurang efisien, laju pengerasan perekat terhambat, dan mengurangi sifat tahan air papan partikel. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu menurut Maloney (1993) antara 5 - 30%. Djalal (1984) menambahkan bahwa peningkatan kadar zar ekstraktif dapat mengurangi kerekatan, sehingga akan menghasilkan kekuatan rekat yang rendah.

2.4

BAHAN PEREKAT

Pada proses pembuatan papan partikel, bahan baku berupa serat kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya diirekatkan dengan perekat terlebih dahulu sebelum kemudian dikempa. Perekat yang dapat digunakan untuk papan partikel adalah perekat buatan dan perekat alami. Contoh perekat buatan yang dapat digunakan antara lain Urea Formaldehida (UF), Fenol Formaldehida (PF), Melamin Formaldehida (MF), dan isosianat (Bowyer et al., 2003).

Faktor yang mempengaruhi perekatan yaitu bahan yang direkat, perekat dan kondisi perekatan. Bahan yang direkat, seperti kayu, akan mempengaruhi perekatan dari segi anatomi, berat jenis, zat ekstraktif, kadar air dan keadaan permukaan. Sedangkan macam perekat, keadaan perekat, komposisi perekat, dan masa tunggu akan mempengaruhi perekatan. Pada pengempaan bahan yang akan direkat maka suhu, lamanya pengempaan dan besarnya tekanan yang diberikan akan mempengaruhi perekatan (Sutigno 1988).

(10)

Perekat fenol formaldehida merupakan perekat resin fenolik, dibentuk melalui reaksi kondensasi antara formaldehida dengan senyawa fenolik (Pizzi et al., 1997). Menurut Hartomo et al. (1992), perekat fenol formaldehida merupakan salah satu jenis perekat termoset yang berbentuk resin kental dan tahan disimpan selama 6 bulan. Proses setting-nya berasal dari polimerisasi kondensasi dengan eliminasi air. Perekat jenis ini baik digunakan untuk perekat kayu, karena sifatnya yang tahan terhadap cuaca, air panas, dan bahan kimia. Sutigno (1988) mengatakan bahwa perekat fenol formaldehida termasuk perekat eksterior yang tahan terhadap pengaruh cuaca.

(11)

III.

METODE PENELITIAN

3.1

WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Penelitian ini dilakukan mulai Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Wisma Wageningen, Laboratorium Biokomposit, Laboratorium Penggergajian dan Pengerjaan Kayu, Laboratorium Anatomi dan Fisika Kayu, serta Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

3.2

ALAT DAN BAHAN

3.2.1 Alat

1. Alat pencacah, untuk mendapatkan serat bintaro dari daging buah bintaro utuh. 2. Rotary Blender dan Spray Gun, sebagai tempat pencampuran bahan papan partikel. 3. Oven, untuk mengeringkan bahan.

4. Cetakan terbuat dari kayu, berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm. 5. Alat pengurai serabut, untuk menguraikan serat buah bintaro.

6. Lempeng alumunium 2 buah, sebagai alas bagian atas dan bawah bahan saat pengempaan. 7. Kertas teflon, untuk melapisi lempeng alumunium bagian atas dan bawah.

8. Kempa panas (Hot Press), berfungsi untuk memberi tekanan pada papan partikel agar sesuai dengan pengatur ketebalan yang dipergunakan.

9. Timbangan, untuk mengukur massa partikel.

10. Neraca analitik digital, mengukur massa perekat, kadar air, dan pengembangan tebal dalam tahap pengujian.

11. Desikator. 12. Mikrometer. 13. Kaliper. 14. Gergaji. 15. Ember plastik.

16. Universal Testing Machine. 17. Alat Tulis Kantor.

3.2.2 Bahan

1. Daging buah bintaro yang dikeringkan 2. Perekat Fenol Formaldehida

3. Blok kayu untuk pengujian Internal Bonding 4. Lem Epoxy untuk pengujian Internal Bonding

3.3 PROSEDUR PENELITIAN

3.3.1 Pembuatan Contoh Uji

a.

Persiapan Partikel

(12)

dengan cangkang biji buah Bintaro. Proses ini dilakukan terhadap buah Bintaro yang sudah jatuh dari pohon dan kulit buah yang mulai mengelupas tanpa dikeringkan terlebih dahulu untuk memudahkan pengerjaan terhadap buah tersebut. Serat yang didapat melalui pencacahan manual tersebut kemudian diseragamkan ukurannya dengan panjang 2-4 cm menggunakan gunting. Untuk menghasilkan papan partikel dengan sifat-sifat mekanis yang tinggi, maka dibutuhkan partikel dengan slenderness ratio (nisbah panjang dengan tebal partikel) yang optimal. Akan tetapi ukuran partikel yang optimal seperti halnya dalam papan partikel konvensional dapat saja menyebabkan penurunan assesibilitas oksidator terhadap komponen kimia partikel sehingga diduga akan menurunkan sifat mekanis papan. Oleh karena itu, terdapat ukuran partikel yang optimal yang dapat menghasilkan papan partikel dengan kualitas yang baik. Partikel tersebut kemudian dikeringkan dengan bantuan panas matahari hingga mencapai kadar air < 8%.

b.

Pencampuran Bahan

Partikel dan perekat ditimbang sesuai kebutuhan yang didasarkan pada kadar perekat dan target kerapatan papan partikel, dalam penelitian ini kadar perekat yang digunakan adalah 10% dan 12%, sedangkan target kerapatan adalah 0.7 g/cm3. Partikel yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam rotary blender, sedangkan perekat fenol formaldehida dimasukkan ke dalam spray gun. Saat rotary blender berputar, perekat fenol formaldehida disemprotkan ke dalam blender menggunakan spray gun hingga perekat dan partikel tercampur merata.

c.

Pembuatan Lembaran

Campuran partikel dan perekat yang telah tercampur merata dimasukkan ke dalam pencetak lembaran yang berukuran (30 x 30 x 10) cm dan kemudian dipadatkan. Pada bagian bawah dan atas cetakan dilapisi dengan pelat alumunium dan kertas teflon. Campuran partikel dan perekat yang dimasukkan harus dipastikan tersebar secara merata di dalam cetakan agar menghasilkan papan dengan kerapatan yang seragam.

d.

Pengempaan

Pengempaan dingin dilakukan pada pembentukan mat. Menurut Kollman (1975), tujuan pembentukan mat adalah untuk menyiapkan bentuk dasar yang tetap dari partikel dan siap untuk dikempa. Mat kemudian dikempa tanpa proses pemanas dan langkah ini merupakan pengempaan pendahuluan atau prepassing (Bowyer et al., 2003). Kemudian dilakukan pengempaan panas terhadap mat yang sudah dilakukan pengempaan dingin (pendahuluan). Sebelum pengempaan dilakukan pada bagian dua sisi kiri dan kanan diletakkan batang besi profil persegi dengan panjang sisi 1 cm agar didapat ketebalan yang diinginkan,yaitu 1 cm. Pengempaan panas dilakukan dengan menggunakan mesin kempa panas (hot press) dengan waktu pengempaan kurang lebih 12 menit, suhu kempa 160oC dan tekanan kempa 25 kg/cm2. Spesifikasi mesin kempa disajikan pada lampiran 3.

e.

Pengkondisian

(13)

f.

Pemotongan Contoh Uji

Papan partikel yang telah dilakukan pengkondisian kemudian dipotong sesuai pola yang mengacu pada standar JIS 5908 : 2003 sesuai dengan Gambar 2.

Gambar 2. Pola pemotongan sampel uji

Keterangan:

1 = contoh uji kerapatan dan kadar air, berukuran 10 cm x 10 cm.

2 = contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal,berukuran 5 cm x 5 cm. 3 = contoh uji MOE dan MOR, berukuran 5 cm x 20 cm.

(14)

Gambar 3. Diagram alir (flow chart) proses pembuatan papan partikel Persiapan partikel dari cangkang buah bintaro

Pengeringan partikel

Pemotongan partikel dengan panjang 2-4 cm

Penimbangan partikel

Pencampuran partikel dengan perekat

Pengisian campuran ke dalam cetakan

Pengempaan pendahuluan (dingin)

Pengempaan panas

Produk papan partikel

Pengkondisian

Pengujian sifat fisis -mekanis

(15)

3.3.2 Pengujian Papan Partikel

Untuk mengetahui kelayakan papan partikel berbahan baku serat buah bintaro, dilakukan pengujian-pengujian sesuai standar JIS A 5908: 2003, sebagai berikut:

1.

Pengujian Sifat Fisis

a.

Kerapatan Papan Partikel

Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm yang sudah dalam keadaan kering udara ditimbang. Kemudian pengukuran dimensi dilakukan meliputi panjang, lebar, dan tebal untuk mengetahui volume contoh uji. Kerapatan papan dihitung menggunakan rumus:

��� (�) = �� (�)

� ( �)

...(1)

b.

Kadar Air

Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang berat kering udara (BKU), kemudian oven pada suhu 103±2°C selama 24 jam, setelah dioven contoh uji dimasukan ke dalam desikator selama 10 menit, kemudian dikeluarkan untuk ditimbang. Selanjutnya dimasukan kembali ke dalam oven selama ± 3 jam, dan dimasukan kedalam desikator, dikeluarkan dan ditimbang. Demikian selanjutnya hingga mencapai berat konstan yaitu berat kering oven (BKO). Nilai kadar air dihitung menggunakan rumus:

� % = − 100% ...(2)

Keterangan:

BA = Berat Awal (g) BKO = Berat Kering Oven (g)

c.

Daya Serap Air

Contoh uji 5 cm x 5 cm x 1 cm pada kondisi kering udara ditimbang beratnya (B0). Kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Selanjutnya contoh uji diangkat dan ditiriskan sampai tidak ada lagi air yang menetes, kemudian timbang kembali beratnya (B1). Nilai daya serap air dihitung menggunakan rumus:

� � % = 1− 0

0 100%

...(3) Keterangan:

B0 = Berat Awal (g)

B1 = Berat setelah perendaman (g)

d.

Pengembangan Tebal Papan Partikel

Uji ini berhubungan dengan uji daya serap air, dengan ukuran sampel 5 cm x 5 cm x 1 cm. Papan partikel yang telah terbentuk kemudian direndam dalam air selama beberapa waktu. Sehingga dapat dihitung pengembangan tebal papan partikel yang menyerap air.

� � % =�1−�0

�0 100% ...(4)

Keterangan:

T0 = Tebal Awal (cm)

(16)

2.

Pengujian Sifat Mekanis

a.

Penentuan modulus elastisitas (MOE)

Pengujian dilakukan menggunakan alat uji mekanis (Universal Testing Machine). Spesifikasi alat uji mekanis disajikan pada lampiran 4. Contoh uji dalam kondisi kering udara dibentangkan dengan jarak sangga 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 7.5 cm. Kemudian pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Nilai MOE dihitung menggunakan rumus :

= ∆

3

4∆ ℎ3 ...(5)

Keterangan :

∆P = Selisih beban (kg) L = Jarak sangga (cm)

∆y = Perubahan defleksi setiap perubahan beban (cm) b = Lebar contoh uji (cm)

h = Tebal contoh uji (cm)

Gambar 4. Skema pengujian MOE dan MOR menggunakan UTM

b.

Penentuan modulus Patah (MOR)

Pengujian modulus patah menggunakan contoh uji yang sama dengan contoh uji pengujian modulus elastisitas. Nilai MOR dapat dihitung menggunakan rumus umumnya :

�=32 2 ...(6)

Keterangan :

P = Berat maksimum (kgf) L = Jarak sangga (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm)

(17)

Uji ini merupakan upaya pengendalian kualitas yang penting karena menunjukkan kesempurnaan pencampuran, pembentukan, dan pengepresan papan partikel, serta merupakan ukuran terbaik tentang kualitas pembuatan suatu papan karena menunjukkan ikatan antar partikel. Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm pada kondisi kering udara diukur panjang dan lebarnya untuk menghitung luas permukaan (A). selanjutnya contoh uji direkatkan diantara dua buah blok kayu yang berukuran 5 cm x 5 cm dengan perekat epoxy dan biarkan mengering selama 24 jam agar proses perekatannya sempurna (Gambar 3). Kemudian contoh uji diletakkan pada mesin uji Kemudian blok kayu ditarik tegak lurus permukaan contoh uji sampai diketahui nilai beban maksimum. Nilai kekuatan rekat internal dihitung dengan menggunakan rumus:

IB = ...(7) Keterangan :

IB = Kekuatan rekat internal (kg/cm2) Pmax = Beban maksimum (kg)

A = Luas permukaan contoh uji (cm)

Gambar 5. Sampel uji kekuatan rekat internal (Internal Bonding)

d.

Penentuan kuat pegang sekrup (

Screw Holding

)

Sekrup yang digunakan berdiameter 0.31 cm, panjang 1.3 cm dimasukkan kedalam contoh uji hingga mencapai kedalaman 0.8 cm. Proses pengujian dilakukan dengan cara contoh uji dijepit pada sisi kanan dan kiri. Kemudian sekrup ditarik keatas hingga beban maksimum sampai sekrup tercabut. Besarnya beban maksimum yang tercapai dalam satuan kilogram.

3.4 RANCANGAN PERCOBAAN DAN ANALISIS DATA

Data penelitian ini diolah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, yang terdiri dari satu faktor yaitu variasi kadar perekat dengan dua taraf perlakuan perekat 10% dan 12%, sehingga papan partikel yang akan dibuat sebanyak 6 papan. Rancangan acak lengkap merupakan jenis rancangan percobaan yang paling sederhana. Pada Rancangan Acak Lengkap (RAL), tidak ada faktor lain di luar faktor yang diteliti, yang mempengaruhi percobaan atau faktor yang dapat mempengaruhi percobaan tersebut sudah diketahui, namun dapat dikontrol (Montgomery, 2001). Pada Rancangan Acak Lengkap (RAL) ini, data hasil percobaan Y dinyatakan dalam model matematik :

(18)

dimana : i = kadar perekat 10% dan 12% j = ulangan

Yij = nilai pengamatan karena pengaruh faktor perbedaan kadar perekat pada

taraf ke-i dan ulangan pada taraf ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan kadar perekat pada taraf ke-i , merupakan selisih antara rata-rata perlakuan dengan rataan umum (Yi- μ)

εij = pengaruh acak (galat) pada perlakuan kadar perekat taraf ke-i ulangan ke-j

Selanjutnya, papan partikel tersebut diuji dan diperoleh data berupa data sifat fisis dan mekanis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, untuk mengetahui pengaruh perlakuan (perbedaan persentase kadar perekat) yang diberikan terhadap sifat-sifat papan partikel dari serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman uji F. Nilai F yang dihitung dibandingkan dengan nilai F tabel 5% dan nilai F tabel 1%. Nilai F hitung didapat melalui rumus:

ℎ� �= �

� ...(9)

dimana : KTP = Kuadrat Tengah Perlakuan, merupakan pembagian antara Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) dengan derajat bebas perlakuan

KTG = Kuadrat Tengah Galat, merupakan pembagian antara Jumlah Kuadrat Galat (JKG) dengan derajat bebas galat.

Nilai Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) merupakan jumlah pengaruh perlakuan (Ʃτi), sedangkan

Jumlah Kuadrat Galat (JKG) merupakan jumlah pengaruh acak (Ʃεij). Derajat bebas perlakuan merupakan jumlah perlakuan dikurangi 1 (i-1), sedangkan derajat bebas galat merupakan perkalian antara jumlah perlakuan dengan jumlah ulangan dikurangi 1 (i(j-1)). Nilai F tabel 1% dan F tabel 5% disajikan pada lampiran 5 dan lampiran 6.

Apabila F hitung < F tabel 5 %, maka tidak ada perbedaan nyata (non-significant different). ApabilaF tabel 1% > F hitung > F tabel 5 %, maka terdapat perbedaan nyata (significant different). Sedangkan apabila F hitung > F tabel1 % > F tabel 5 %, maka terdapat perbedaan sangat nyata (highly significant different) antar perlakuan.

(19)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL SERAT BUAH BINTARO

Papan partikel dari serat buah bintaro dibuat melalui metode yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Papan yang dicetak dengan dimensi panjang 30 cm, lebar 30 cm, dan tebal 1 cm. Papan partikel dari serat buah bintaro dibuat dengan dua komposisi perekat PF (Phenol Formaldehyde), yaitu 10% dan 12% dengan masing-masing tiga kali ulangan. Gambar papan partikel serat buah bintaro disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Papan partikel serat buah bintaro

Dalam proses pembuatan papan partikel ini terdapat beberapa hal yang mengakibatkan kualitas papan partikel belum memenuhi standar yang ditetapkan pada JIS A 5908:2003. Kualitas papan partikel serat buah bintaro disajikan pada subbab berikutnya. Pertama, proses persiapan partikel yang dilakukan secara manual akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan mesin. Persiapan partikel dengan cara manual (dipotong 2-4 cm) mengakibatkan geometri partikel yang akan dikempa tidak seragam dan masih terdapat kandungan bahan non serat (pith), sehingga kualitas papan partikel yang dihasilkan tidak mencapai kualitas papan pada kondisi ideal. Sifat pengembangan tebal akan turun apabila geometri partikel seragam, karena akan mengurangi rongga antar partikel yang bisa diisi oleh air.

(20)

mekanis papan partikel lebih rendah. Kandungan pith yang cukup banyak akibat proses persiapan partikel secara manual akan menyerap lebih banyak perekat, sehingga ikatan antar partikel menjadi lebih lemah. Oleh karena itu, dibutuhkan alat pencacah serat buat bintaro secara mekanis yang dapat menyeragamkan geometri partikel dan menghilangkan pith pada partikel yang diap dikempa.

Kedua, proses pencampuran partikel dengan perekat akan mempengaruhi kualitas papan partikel yang dihasilkan. Penyebaran partikel yang tidak merata akan menyebabkan simpangan baku antar sampel dalam satu perlakuan menjadi lebih besar. Pada proses pencampuran yang dilakukan, penggunaan rotary blender sebagai wadah dengan kecepatan berputar hingga 400 kali per manit dan spray gun yang berfungsi untuk menyemprotkan perekat cair ke dalam rotary blender menghasilkan campuran antara partikel dan perekat kurang merata. Hal ini ditunjukkan pada sifat kekuatan rekat internal (internal bonding) yang ditampilkan selanjutnya. Berat jenis partikel yang rendah menyebabkan proses pengadukan di dalam rotary blender berlangsung kurang optimal, sehingga terjadi pencampuran perekat yang kurang merata. Salah satu indikator proses pencampuran yang kurang merata tersebut ditunjukkan oleh adanya noda atau bercak akibat penggumpalan perekat pada permukaan papan. Oleh karena itu diperlukan alat pencampur antara partikel dan perekat yang bisa mencampur perekat dengan partikel dengan berat jenis rendah secara merata.

Proses pengempaan panas dilakukan menggunakan mesin kempa yang spesifikasinya disajikan pada lampiran 3. Proses pengempaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas papan partikel yang dihasilkan. Tekanan kempa, lama pengempaan, dan suhu pengempaan disesuaikan dengan karakteristik partikel dan perekat yang digunakan, agar dapat mencapai kualitas optimum papan yang dihasilkan. Semakin rendah berat jenis partikel yang digunakan, maka tekanan yang dibutuhkan akan semakin tinggi. Pada penelitian ini, papan dikempa dengan tekanan 25 kg/cm2. Lama pengempaan disesuaikan dengan perekat fenol formaldehida (PF) yang membutuhkan suhu pengempaan yang tinggi dan lama pengempaan yang cukup lama. Oleh karena itu, pada penelitian ini suhu yang diberikan sebesar 160oC selama 12 menit.

Kerapatan papan yang sudah ditetapkan, mengharuskan penggunaan plat baja profil persegi dengan sisi sebesar tebal papan yang ingin dihasilkan. Pada penelitian ini, tebal yang diinginkan sebesar 1 cm, oleh karena itu digunakan plat baja profil persegi dengan sisi 1 cm. Hasil pengukuran kerapatan papan partikel, didapat kerapatan papan yang tidak sesuai dengan kerapatan target. Hal ini diduga akibat penempatan plat baja yang hanya pada kedua sisi papan, sehingga terjadi pergerakan partikel ke arah yang tidak ditahan oleh plat baja tersebut.

4.2

SIFAT FISIS PAPAN PARTIKEL

4.2.1 Kerapatan

Nilai kerapatan sampel uji papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 0.66 g/cm³ sampai 0.77 g/cm³. Nilai rata-rata kerapatan papan partikel tertinggi terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 12%, yaitu sebesar 0.73 g/cm³, sedangkan nilai rata-rata kerapatan untuk papan partikel dengan kadar perekat PF 10 % sebesar 0.69 g/cm³. Secara keseluruhan nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan bahwa kerapatan papan partikel berkisar 0.4 g/cm³ sampai 0.9 g/cm³. Nilai rata-rata hasil pengujian kerapatan papan partikel dapat dilihat pada Gambar 7.

(21)

yang digunakan hanya terdapat pada dua sisi saja sedangkan dua sisi lainya tidak diberi plat besi untuk menahan penyebaran partikel kayu sehingga papan partikel yang dihasilkan memiliki luasan yang lebih besar dan kerapatanya menjadi lebih rendah. Sutigno (1994) menyatakan bahwa jumlah dan keadaan bahan pada hamparan bersama-sama dengan teknik pengempaan mempengaruhi kerapatan papan partikel. Selain itu, dalam pencampuran perekat dengan partikel, berat perekat dan serat ditambahkan masing-masing 5% dari jumlah perekat hasil perhitungan atau yang biasa disebut spilasi, dengan maksud menghindari kehilangan saat penyemprotan ke dalam serat yang diaduk dengan menggunakan rotary blender.

Gambar 7. Grafik nilai rata-rata kerapatan papan partikel

Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap kerapatan papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 6. Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa kadar perekat yang berbeda tidak berpengaruh nyata (F hitung < F tabel 5% < F tabel 1%) terhadap nilai kerapatan, yang berarti diperoleh nilai rataan kerapatan seragam pada setiap papan dengan kadar perekat yang berbeda. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai standar deviasi antara kedua perlakuan sebesar 0.02.

Tabel 5. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap kerapatan

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 0.660 0.708 -0.048 -0.018 -0.030 10% 0.670 0.708 -0.038 -0.018 -0.020 10% 0.740 0.708 0.0316 -0.018 0.050 12% 0.770 0.708 0.061 0.018 0.043 12% 0.690 0.708 -0.018 0.018 -0.036 12% 0.720 0.708 0.011 0.018 -0.006

Jumlah Kuadrat 3.02 3.010 0.009 0.002 0.007

0.69 0.73 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

PF 10% PF 12%

K er a pa ta n (g r/cm 3 ) Komposisi Perekat

JIS A 5908 -2003

(22)

Tabel 6. Analisis sidik ragam kerapatan Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 0.002 0.002 1.000 7.71 21.2

Galat 4 0.007 0.002

Total 5 0.009

Dari Gambar 7 diperoleh rata-rata nilai kerapatan pada papan partikel dengan kadar perekat 12% lebih besar dibandingkan dengan papan partikel dengan kadar perekat 10%. Menurut Tsoumis (1991), penambahan perekat (resin) akan mempengaruhi kerapatan papan partikel yang dihasilkan. Kerapatan serat bintaro yang relatif rendah juga mempengaruhi kerapatan papan partikel yang dibuat. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa nilai kerapatan papan partikel juga sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan dimana semakin rendah kerapatan bahan baku yang digunakan maka kerapatan papan yang dihasilkan akan semakin tinggi.

4.2.2 Kadar Air

Nilai kadar air sampel uji papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 8.87 % sampai 10.81 %. Nilai rata-rata kadar air papan partikel tertinggi terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10%, yaitu sebesar 9.72 %, sedangkan nilai rata-rata kadar air untuk papan partikel dengan kadar perekat PF 12 % sebesar 9.44 %. Secara keseluruhan nilai kadar air papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan bahwa kadar air papan partikel berkisar antara 5% sampai 13% . Nilai rata-rata hasil pengujian kadar air papan partikel dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik nilai rata-rata kadar air papan partikel

Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai kadar air papan partikel yang dihasilkan cukup tinggi, namun masih memenuhi kadar air yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003. Widarmana (1977) menyatakan bahwa kadar air papan komposit sangat tergantung pada kondisi udara disekitarnya, karena bahan baku papan komposit adalah bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa yang bersifat higroskopis. Penggunaan perekat cair dapat meningkatkan kadar air papan partikel. Menurut

9.72 9.44 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00

PF 10% PF 12%

K a da r Air (%) Komposisi Perekat

JIS A 5908 -2003

(23)

Bowyer et al. (2003), apabila pada pembuatan papan partikel menggunakan perekat cair maka kadar air papan akan bertambah 4-6%.

Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap kadar air papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 8. Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa kadar perekat yang berbeda tidak berpengaruh nyata (F hitung < F tabel 5% < F tabel 1%) terhadap nilai kadar air, yang berarti diperoleh nilai rataan kadar air seragam pada setiap papan dengan kadar perekat yang berbeda. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai standar deviasi antara kedua perlakuan sebesar 0.19.

Berdasarkan Gambar 8, kadar air akan semakin menurun dengan semakin tingginya kerapatan. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada kadar perekat yang semakin tinggi maka papan partikel yang dihasilkan akan memiliki ikatan antar partikel yang lebih kuat, sehingga air akan lebih sulit masuk dan mempengaruhi kadar air papan. Menurut Sutigno (1994), kadar air dipengaruhi oleh kerapatan papan partikelnya. Semakin tinggi kerapatan papan partikel maka semakin rendah kadar air kesetimbangannya.

Tabel 7. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap kadar air

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh Perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 9.050 9.580 -0.530 0.143 -0.673 10% 9.310 9.580 -0.270 0.143 -0.413 10% 10.81 9.580 1.230 0.143 1.087 12% 9.840 9.580 0.260 -0.143 0.403 12% 9.600 9.580 0.020 -0.143 0.163 12% 8.870 9.580 -0.710 -0.143 -0.567

Jumlah Kuadrat 553.097 550.658 2.439 0.123 2.316

Tabel 8. Analisis sidik ragam kadar air

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 0.123 0.123 0.212 7.71 21.2

Galat 4 2.316 0.579

Total 5 2.439

Dari data di atas, dengan pengaruh yang tidak nyata antara kadar perekat dengan kadar air dibanding, kadar perekat PF 10% merupakan kadar perekat yang lebih baik digunakan. Karena secara ekonomis lebih efisien dalam penggunaan perekat untuk pembuatan papan partikel.

4.2.3 Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal merupakan perubahan dimensi papan dengan bertambahnya ketebalan dari papan tersebut. pengembangan tebal ini menentukan suatu papan dapat digunakan untuk eksterior atau interior. Pengembangan tebal yang tinggi pada papan partikel tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior karena memiliki stabilitas dimensi produk yang rendah dan sifat mekanisnya akan rendah juga (Massijaya et al., 2000). Pengujian pengembangan tebal dilakukan dengan merendam papan partikel selama 2 jam dan 24 jam.

(24)

terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 12% yaitu 9.58%, sedangkan papan partikel dengan kadar perekat PF 10% mengalami pengembangan tebal yang lebih rendah, yaitu 9.39%.

Nilai pengembangan tebal sampel uji papan partikel setelah perendaman 24 jam berkisar antara 15.03% sampai 24.87%. Nilai tertinggi pengembangan tebal rata-rata setelah peredaman 24 jam terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10% yaitu 22.28%, sedangkan papan partikel dengan kadar perekat PF 12% mengalami pengembangan tebal yang lebih rendah, yaitu 16.89%. Nilai rata-rata pengujian pengembangan tebal setelah perendaman 2 jam dan setelah perendaman 24 jam papan partikel dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel yang dihasilkan tidak memenuhi ketentuan pengembangan tebal setelah perendaman 24 jam berdasarkan standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan nilai pengembangan tebal papan partikel yaitu maksimal 12%. Nilai pengembangan tebal papan partikel dari buah bintaro yang relatif tinggi diduga disebabkan oleh tingkat absorpsi air oleh bahan baku yang tinggi dan sifat perekat yang digunakan.

Gambar 9. Grafik nilai rata-rata pengembangan tebal papan partikel

Setiawan (2008) menyatakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungan dengan absorbsi air, karena semakin banyak air yang diabsorbsi dan memasuki struktur partikel maka semakin banyak pula perubahan dimensi yang dihasilkan, hal tersebut dibuktikan dengan besarnya nilai daya serap air yang tinggi. Semakin tinggi kadar perekat fenol yang digunakan, sifat tahan air papan partikel akan semakin besar. Hal ini diduga karena semakin banyak partikel serat yang terikat oleh perekat dan mengurangi rongga yang dapat diisi oleh air. Ruhendi et al. (2007) turut menyatakan bahwa perekat fenol formaldehida lebih tahan terhadap perlakuan air, tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi, tahan terhadap bakteri, jamur serta tahan terhadap bahan kimia, seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu.

Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap besarnya pengembangan tebal papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 10 dan Tabel 12. Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa kadar perekat yang berbeda tidak berpengaruh nyata (F hitung < F tabel 5% < F tabel 1%) terhadap nilai pengembangan tebal 2 jam maupun 24 jam, yang berarti diperoleh nilai rataan pengembangan tebal seragam pada setiap papan dengan kadar perekat yang berbeda. Hal ini juga ditunjukkan oleh

9.39 9.58 22.28 16.89 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

PF 10% PF 12%

P eng em ba ng a n T eba l (%) Kadar Perekat

Setelah 2 Jam Setelah 24 Jam JIS A 5908

-2003

(25)

nilai standar deviasi antara kedua perlakuan sebesar 0.13 untuk pengembangan tebal 2 jam dan 3.80 untuk pengembangan tebal selama 24 jam.

Tabel 9. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap pengembangan tebal 2 jam

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 9.520 9.487 0.033 -0.093 0.127 10% 9.220 9.487 -0.267 -0.093 -0.173 10% 9.550 9.487 0.063 -0.093 0.157 12% 9.810 9.487 0.323 0.093 0.230 12% 9.410 9.487 -0.077 0.093 -0.170 12% 9.520 9.487 0.033 0.093 -0.060

Jumlah Kuadrat 542.256 539.981 0.188 0.052 0.156

Tabel 10. Analisis sidik ragam pengembangan tebal 2 jam

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F tabel 1%

Kadar Perekat 1 0.055 0.055 1.282 7.71 21.2

Galat 4 0.156 0.039

Total 5 0.188

Tabel 11. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap pengembangan tebal 24 jam

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 24.870 19.585 5.285 2.692 2.593 10% 18.000 19.585 -1.585 2.692 -4.277 10% 23.960 19.585 4.375 2.692 1.683 12% 21.510 19.585 1.925 -2.692 4.617 12% 15.030 19.585 -4.555 -2.692 -1.863 12% 14.140 19.585 -5.445 -2.692 -2.753

Jumlah Kuadrat 2405.119 2301.433 103.686 43.470 60.215

Tabel 12. Analisis sidik ragam pengembangan tebal 24 jam

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 43.470 43.470 2.887 7.71 21.2

Galat 4 60.215 15.054

Total 5 103.686

4.2.4 Daya Serap Air

(26)

air tertinggi setelah perendaman 2 jam terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10% sebesar 48.53%, sedangkan nilai daya serap air pada papan partikel dengan kadar perekat 12% lebih rendah, yaitu sebesar 43.58%.

Nilai daya serap air sampel uji papan partikel setelah perendaman 24 jam berkisar antara 58.54% sampai 75.79%. Nilai rata-rata daya serap air tertinggi setelah perendaman 24 jam terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10% sebesar 70.51%, sedangkan nilai daya serap air pada papan partikel dengan kadar perekat 12% lebih rendah, yaitu sebesar 66.64%. Nilai rata-rata hasil pengujian daya serap air papan partikel setelah perendaman selama 2 jam dan setelah perendaman selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 menunjukkan bahwa tingginya nilai rata-rata daya serap air papan partikel yang dihasilkan baik perendaman 2 jam maupun 24 jam memiliki nilai daya serap air yang relatif tinggi. Hal ini diduga akibat serat dari buah bintaro mempunyai berat jenis yang rendah, dimana rongga selnya besar sehingga mudah menyerap air dalam kapasitas besar. Penggunaan perekat fenol formaldehida bertujuan untuk mereduksi penyerapan air pada papan partikel.

Gambar 10. Grafik nilai rata-rata daya serap air papan partikel

Pada pembuatan papan partikel digunakan perekat fenol formaldehida (PF) yang bertujuan untuk mengurangi nilai daya serap air dan pengembangan tebal papan partikel. Selain pemilihan jenis perekat, cara lain yang biasa dilakukan untuk mengatasi penyerapan air adalah dengan menggunakan zat aditif. Menurut Bowyer et al. (2003) ada beberapa bahan aditif yang dapat ditambahkan pada papan komposit dan paling banyak digunakan adalah parafin, sehingga akan meningkatkan resistensi ketahanan terhadap air. Standar JIS A5908-2003 tidak mensyaratkan nilai untuk daya serap air, namun pengujian ini tetap dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan komposit yang dihasilkan terhadap air.

Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap besarnya daya serap air papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 14 dan Tabel 16. Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa kadar perekat yang berbeda tidak berpengaruh nyata (F hitung < F tabel 5% < F tabel 1%)) terhadap nilai daya serap air 2 jam maupun 24 jam, yang berarti diperoleh nilai rataan daya serap air seragam pada setiap papan dengan kadar perekat yang berbeda. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai standar deviasi

48.53 43.58 70.51 66.64 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

PF 10% PF 12%

Da y a Sera p Air ( %) Kadar Perekat

(27)

antara kedua perlakuan sebesar 3.49 untuk pengembangan tebal 2 jam dan 2.73 untuk pengembangan tebal selama 24 jam.

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa dengan semakin bertambahnya kadar perekat maka daya serap air semakin menurun. Hal tersebut dapatdijelaskan bahwa dengan semakin bertambahnya kadar perekat maka partikel akan semakin terlapisi dengan baik oleh perekat, sehingga kontak antara partikel dan air menjadi lebih kecil. Perekat yang memasuki dinding serat dan kemudian mengeras dapat menciptakan hambatan fisik (physical barrier) sehingga menyebabkan penurunan penyerapan air dalam batas waktu tertentu.Pertambahan pengembangan tebal seiring dengan pertambahan daya serap air papan partikelnya.

Tabel 13. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap daya serap air 2 jam

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 51.270 46.058 5.212 2.475 2.737 10% 38.330 46.058 -7.728 2.475 -10.203 10% 56.000 46.058 9.942 2.475 7.467 12% 47.130 46.058 1.072 -2.475 3.547 12% 36.470 46.058 -9.588 -2.475 -7.113 12% 47.150 46.058 1.092 -2.475 3.567

Jumlah Kuadrat 13008.222 12728.220 280.002 36.754 243.248

Tabel 14. Analisis sidik ragam daya serap air 2 jam

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 36.754 36.754 0.604 7.71 21.2

Galat 4 243.248 60.812

Total 5 280.002

Tabel 15. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap daya serap air 24 jam

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 73.370 68.580 4.790 1.933 2.857 10% 62.380 68.580 -6.200 1.933 -8.133 10% 75.790 68.580 7.210 1.933 5.277 12% 69.110 68.580 0.530 -1.933 2.463 12% 58.540 68.580 -10.040 -1.933 -8.107 12% 72.290 68.580 3.710 -1.933 5.643

(28)

Tabel 16. Analisis sidik ragam daya serap air 24 jam

Sumber Keragaman

Derajat bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 22.427 22.427 0.436 7.71 21.2

Galat 4 205.788 51.42

Total 5 228.215

4.3

SIFAT MEKANIS PAPAN PARTIKEL

4.3.1 Modulus Elastisitas (

Modulus of Elasticity

)

Modulus of Elasticity (MOE) merupakan ukuran ketahanan papan untuk memperatahankan bentuk yang berhubungan dengan kekakuan papan. Modulus elastisitas juga merupakan salah satu kekuatan mekanis yang sangat penting diketahui pada papan partikel. Nilai modulus elastisitas didapat dari kurva tegangan-regangan hasil uji lentur papan, merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan pada daerah elastis bahan.

Nilai MOE sampel uji papan pertikal yang dihasilkan berkisar antara 8557 kg/cm2 sampai 14557 kg/cm2. Nilai rata-rata MOE tertinggi terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 12%, sedangkan nilai rata-rata MOE terendah terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10%. Nilai rata-rata hasil pengujian MOE papan partikel dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 menunjukan bahwa semua papan partikel yang dihasilkan tidak memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan nilai MOE papan partikel yaitu minimum 20400 kg/cm². Hal ini diduga disebabkan oleh ukuran partikel yang digunakan dalam pembuatan papan partikel yang bervariasi, sehingga diduga kandungan debu yang masih tinggi mengakibatkan distribusi perekat tidak merata dan lebih banyak menutupi permukaan debu akibatnya ikatan antara partikelnya kurang kompak. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa selain kerapatan, kadar perekat, geometri partikel merupakan ciri utama yang menentukan sifat MOE yang dihasilkan.

Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya nilai MOE papan partikel yang dihasilkan masih banyaknya bahan non serat yang biasa disebut pith, yang tidak ikut terbuang. Muharam (1995) menyatakan bahwa pith merupakan bahan yang berupa spons atau gabus yang bersifat tidak memberikan kekuatan oleh karena itu bila dalam pembuatan papan partikel, pith diikutsertakan maka akan menghasilkan kekuatan yang rendah dan memerlukan banyak perekat.

(29)

Gambar 11. Grafik nilai rata-rata MOE papan partikel

Tabel 17. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap modulus elastisitas (MOE)

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 8557.030 11905.742 -3348.712 -2053.415 -1295.297 10% 10622.510 11905.742 -1283.232 -2053.415 770.183 10% 10377.440 11905.742 -1528.302 -2053.415 525.113 12% 14047.480 11905.742 2141.738 2053.415 88.323 12% 13272.540 11905.742 1366.798 2053.415 -686.617 12% 14557.450 11905.742 2651.708 2053.415 598.293

Jumlah

Kuadrat 879163104.979 850480107.800 28682997.179 25299078.973 3383918.205

Tabel 18. Analisis sidik ragam MOE

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 25299078.973 25299078.973 29.905 7.71 21.2

Galat 4 3383918.205 845979.551

Total 5 28682997.179

4.3.2 Modulus Patah (

Modulus of Rapture

)

Modulus of Rapture atau modulus patah merupakan kemampuan papan untuk menahan beban lentur hingga batas maksimum atau hingga sampel papan tersebut patah. Parameter ini penting untuk diketahui, karena penggunaan papan partikel yang pada umumnya sebagai material furnitur selalu menuntut pemakaian secata vertikal.

Nilai rata-rata MOR sampel uji papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 127.73 kg/cm2 sampai 211.59 kg/cm². Nilai rata-rata MOR papan partikel tertinggi terdapat pada papan partikel

9852 13959 0 5000 10000 15000 20000 25000

PF 10% PF 12%

M O E ( k g /cm 2 ) Kadar Perekat

JIS A 5908 - 2003

(30)
[image:30.595.121.504.135.359.2]

dengan kadar perekat PF 12% sebesar 205.62 kg/cm², sedangkan nilai rata-rata MOR terendah terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10% sebesar 144.61 kg/cm². Nilai rata-rata hasil pengujian MOR papan partikel dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Grafik nilai rata-rata MOR papan partikel

Gambar 12 menunjukkan bahwa nilai rata-rata modulus patah papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan nilai modulus patah papan partikel minimal 82 kg/cm². Gambar 12 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi kerapatan papan partikel yang dihasilkan maka sifat modulus patah papan partikel juga akan semakin tinggi. Faktor yang mempengaruhi kekuatan patah papan partikel diantaranya adalah berat jenis kayu, geometri partikel, kadar perekat, kadar air partikel, dan prosedur pengempaan (Koch, 1972 dalam Nuryawan, 2007).

Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap besarnya MOR papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 20. Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa kadar perekat yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap nilai Modulus of Rapture (MOR) (F tabel 5% < F tabel 1% < F hitung), yang berarti diperoleh nilai rataan MOR tidak seragam pada setiap papan dengan kadar perekat yang berbeda. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai standar deviasi antara kedua perlakuan sebesar 43.14.

Tabel 19. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap modulus patah (MOR)

Perlakuan Pengamatan Nilai Rataan Umum Ragam perlakuan Pengaruh

Rangkaian Acak /

Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 127.730 175.117 -47.387 -30.507 -16.880 10% 159.990 175.117 -15.127 -30.507 15.380 10% 146.110 175.117 -29.007 -30.507 1.500 12% 194.310 175.117 19.193 30.507 -11.313 12% 210.960 175.117 35.843 30.507 5.337 12% 211.600 175.117 36.483 30.507 5.977

Jumlah Kuadrat 190294.943 183995.082 6299.861 5583.940 715.921

144.61 205.62 0 50 100 150 200 250

PF 10% PF 12%

M O R (k g /cm 2 ) Kadar Perekat

JIS A 5908 - 2003

(31)
[image:31.595.104.516.61.745.2]

Tabel 20. Analisis sidik ragam MOR Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 5583.940 5583.940 31.198 7.71 21.2

Galat 4 715.921 178.980

Total 5 6299.861

4.3.3 Kekuatan Rekat Internal (

Internal Bonding

)

Kekuatan rekat internal (IB) menunjukkan kekuatan ikatan antar partikel per satuan luas dalam setiap lembaran papan partikel. Pengujian kekuatan rekat internal dilakukan agar dapat mengindikasikan keberhasilan dalam pencampuran perekat, pembentukan, dan pengempaan (Bowyer et al., 2003).

Nilai kekuatan rekat internal sampel uji papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 4.95 kg/cm² sampai 11.27 kg/cm². Nilai rata-rata kekuatan rekat internal papan partikel tertinggi terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 12% sebesar 9.21 kg/cm², sedangkan nilai terendah terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10% sebesar 8.35 kg/cm². Secara keseluruhan nilai kekuatan rekat internal papan partikel yang dihasilkan sudah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan internal bond papan partikel yaitu 1.5 kg/cm². Nilai rata-rata hasil pengujian kekuatan rekat internal papan partikel dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai kekuatan rekat internal papan partikel lebih tinggi dengan bertambahnya kadar perekat yang digunakan. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa sifat kekuatan rekat yang dihasilkan pada papan akan semakin sempurna dengan bertambahnya perekat yang digunakan dalam proses pembuatan papan partikel. Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap besarnya Internal Bonding (IB) papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 22. Hasil analisis keragaman dengan uji F menunjukkan bahwa kadar perekat yang berbeda, tidak berpengaruh nyata terhadap nilai IB, yang berarti diperoleh nilai rataan IB seragam pada setiap papan dengan kadar perekat yang berbeda. Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai standar deviasi antara kedua perlakuan sebesar 0.60.

Gambar 13. Grafik nilai rata-rata kekuatan rekat internal (Internal Bonding) papan partikel 8.35 9.21 0 2 4 6 8 10 12

PF 10% PF 12%

Inte rna l B o nd ing ( k g /cm 2 ) Kadar Perekat

JIS A 5908 - 2003

[image:31.595.121.514.513.734.2]
(32)
[image:32.595.104.516.64.770.2]

Tabel 21. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap kekuatan rekat internal (internal bonding) Perlakuan Nilai Pengamatan Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 4.960 8.778 -3.818 -0.428 -3.390 10% 11.270 8.778 2.492 -0.428 2.920 10% 8.820 8.778 0.042 -0.428 0.470 12% 10.000 8.778 1.222 0.428 0.793 12% 8.630 8.778 -0.148 0.428 -0.577 12% 8.990 8.778 0.212 0.428 -0.217

Jumlah Kuadrat 484.704 462.355 22.349 1.101 21.248

Tabel 22. Analisis sidik ragam kekuatan rekat internal (internal bonding)

Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung

F Tabel 5%

F Tabel 1%

Kadar Perekat 1 1.101 1.101 0.207 7.71 21.2

Galat 4 21.248 5.312

Total 5 22.349

4.3.4 Kuat Pegang Sekrup (

Screw Holding Power

)

[image:32.595.109.505.516.740.2]

Kuat pegang sekrup merupakan kemampuan papan partikel untuk menahan sekrup yang ditanamkan pada papan partikel. Nilai kuat pegang sekrup sampel uji papan partikel dihasilkan berkisar antara 54.81 kg sampai 93.69 kg. Nilai kuat pegang sekrup tertinggi terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 12% sebesar 74.98 kg, sedangkan nilai kuat pegang sekrup terendah terdapat pada papan partikel dengan kadar perekat PF 10% sebesar 74.44 kg. Secara keseluruhan nilai kuat pegang sekrup papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang mensyaratkan kuat pegang sekrup papan partikel yaitu minimal 31 kg. Nilai rata-rata hasil pengujian kuat pengang sekrup papan partikel dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik nilai rata-rata kuat pegang sekrup papan partikel 74.44 74.98 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

PF 10% PF 12%

Scre w H o ldi ng ( k g ) Kadar Perekat

JIS A 5908 - 2003

(33)

Gambar 14 menunjukkan bahwa papan partikel dengan kadar perekat 12% memiliki nilai kuat pegang sekrup yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan partikel dengan kadar perekat yang lebih rendah. Untuk mengetahui pengaruh kadar perekat fenol formaldehida terhadap besarnya nilai kuat pegang sekrup papan partikel serat buah bintaro maka dilakukan analisis keragaman, hasilnya disajikan dalam Tabel 24.

Tabel 23. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap kuat pegang sekrup

Perlakuan

Nilai Pengamatan

Rataan

Umum Ragam

Pengaruh perlakuan

Rangkaian Acak / Galat

Yij μ Yij-μ τi εij

10% 74.820 76.478 -1.658 -2.058 0.400 10% 93.630 76.478 17.152 -2.058 19.210 10% 54.810 76.478 -21.668 -2.058 -19.610 12% 70.520 76.478 -5.958 2.058 -8.017 12% 77.230 76.478 0.752 2.058 -1.307 12% 87.860 76.478 11.382 2.058 9.323

[image:33.595.104.525.131.824.2]

Jumlah Kuadrat 36025.668 35093.613 932.055 25.420 906.635

Tabel 24. Analisis sidik ragam kuat pegang

Gambar

Gambar 12. Grafik nilai rata-rata MOR papan partikel
Gambar 13. Grafik nilai rata-rata kekuatan rekat internal (Internal Bonding) papan partikel
Tabel 21. Perhitungan pengaruh perlakuan dan galat terhadap kekuatan rekat internal (internal bonding)
Tabel 24. Analisis sidik ragam kuat pegang sekrup
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Penetapan Baku Mutu Air

[r]

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian PT

Laporan keuangan Perusahaan periode 31 Desember 2013 diaudit oleh KAP Hendrawinata eddy &amp; sidharta yang juga telah ditunjuk untuk menyelenggarakan audit laporan keuangan Pt

In this paper, we presented a work flow for the semiautomatic ex- traction of orthographic views for indoor scenes from laser range scans and high resolution panoramic images.

The camera pose is computed using the entire images intensities under a photometric visual and virtual servoing (VVS) framework1. The camera extrinsic and intrinsic parameters

bertempat di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat, kami Panitia Pengadaan Meubelair dan Alat Pengolah Data Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012, telah

Ketinggian tempat lokasi penelitian yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot pucuk total per plot pada masing-masing klon yang diuji, tetapi terdapat kecenderungan bobot pucuk