• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemupukan N dan P Terhadap Keragaan dan Hasil Tebu Transgenik IPB 1 di PG Djatiroto, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemupukan N dan P Terhadap Keragaan dan Hasil Tebu Transgenik IPB 1 di PG Djatiroto, Jawa Timur"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMUPUKAN N DAN P TERHADAP

KERAGAAN DAN HASIL TEBU TRANSGENIK IPB 1

DI PG DJATIROTO, JAWA TIMUR

RIFKI RAHMATULLAH

A14070043

PROGARAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMMARY

RIFKI RAHMATULLAH. Effect of N and P Fertilization on Growth and Production in Transgenic Sugarcane of IPB 1 at PG Djatiroto, East Java. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and SYAIFUL ANWAR.

One approach to improve sugar production and saving of fertilizer is develoving genetically modified sugarcane plants. The transgenic sugarcane IPB 1 contains bacterial phytase gene that can alter phytic acid which is a form of organic-P to become inorganic-P, so it can be used by plants. Phytase will also

increase the availability of other mineral nutrients in plant tissues such as Mg2+,

Ca2+, and Fe2+. The nutrients are utilized by plant for synthesis of chlorophyll and

inturn will increase photosynthesis and the yield of sugarcane. The research was aimed study to (1) the effectivity of N and P fertilization on transgenic sugarcane IPB 1 by observing growth and production of sugarcane, and (2) to select seven best clones by scoring the growth and production of sugarcane.

The research was conducted at PG Djatiroto Experiment Station, Lumajang, East Java. Total of 23 clones of transgenic sugarcane IPB 1 and 1 clone of isogenic sugarcane PS 851 were treated with four fertilization, i.e.: (a) 50% N and 50% P, (b) 100% N and 50% P, (c) 50% N and 100% P, and (d) 100% N and 100% P, where 100% N and 100% P, respectively, equals to 800 kg ZA/ha and 200 kg SP-36/ha. 800 kg ZA/ha and 200 kg SP-36/ha together with 100 kg KCl/ha are the recommended fertilization rate for the area.

Growth parameters abserved were number of stalk, stalk height, and stalk diameter. Measurement of the growth parameters were conducted twice, i.e. at the ages of 6 and 9 months (Januari and April 2011). Production parameters, namely yield, sugar content, and sugar production were determined after sugarcane harvesting at the age of 12 months. Some data were analyzed using Statistical

Analysis Software (SAS) at α value of 0,05.

The results showed that the transgenic sugarcane IPB 1 can effectively utilized fertilizers as indicated by insignificant effect of fertilization treatment. The best growth and production were resulted by 50% N and 50% P fertilization. Seven best clones at this rate of fertilizaation are transgenic sugarcane IPB 1-1, IPB 1-3, IPB 1-6, IPB 1-7, IPB 1-46, IPB 1-52, and IPB 1-56 the seven best sugarcane clones.

(3)

RINGKASAN

Salah satu teknologi untuk meningkatkan produksi gula dan menghemat pemupukan adalah melalui rekayasa genetika tanaman tebu. Tebu transgenik IPB 1 merupakan hasil dari rekayasa genetika yang membawa gen fitase bakteri sehingga mampu mengubah asam fitat yang merupakan bentuk P-organik yang sukar digunakan tanaman dalam jaringan menjadi P anorganik dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman. Fitase juga mampu meningkatkan ketersediaan

hara mineral lain di dalam jaringan tanaman seperti Mg2+, Ca2+, dan Fe2+. Hara

tersebut dapat dimanfaatkan tanaman untuk sintesis klorofil sehingga dapat meningkatkan fotosintesis dan rendemen tebu. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mencari efektivitas pemupukan N dan P pada tebu transgenik IPB 1 dengan melihat pengaruhnya pada keragaan dan hasil tebu, dan (2) untuk mendapatkan tujuh klon terbaik dengan skoring keragaan dan hasil tebu.

Penelitian dilakukan di PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur. Total 23 klon tebu transgenik IPB 1 dan 1 klon isogenik PS 851 diberikan empat perlakuan dosis pemupukan, yaitu: (a) N 50% dan P 50%, (b) N 100% dan P 50%, (c) N 50% dan P 100%, dan (d) N 100% dan P 100% yang mengikuti dosis 800 kg ZA/ha dan 200 kg SP-36/ha. 800 kg ZA/ha dan 200 kg SP-36/ha diberikan bersama 100 kg KCl/ha mengikuti dosis rekomendasi pemupukan untuk area tersebut.

Parameter keragaan yang diukur meliputi keragaan tinggi batang, jumlah batang, dan diameter. Pengukuran keragaan dilakukan dua kali, yaitu saat tebu umur 6 dan 9 bulan (Januari dan April 2011). Parameter hasil tebu, yaitu: bobot, hablur, dan rendemen dilakukan setelah pemanenan pada umur 12 bulan. Sebagian data alalisis statistik menggunakan Statistical Analysis Software (SAS)

pada nilai taraf nyata α 0,05.

Hasil menunjukkan bahwa tebu transgenik IPB 1 bisa efektif menggunakan pupuk yang menunjukkan tidak signifikannya pengaruh dari perlakuan pemupukan. Dosis rekomendasi pemupukan yang telah efektif mencukupi tebu untuk keragaan dan hasil tebu adalah dosis N 50% dan P 50%. Skoring menunjukkan perlakuan klon tebu transgenik IPB 1-1, IPB 1-3, IPB 1-6, IPB 1-7, IPB 1-46, IPB 1-52, dan IPB 1-56 adalah tujuh klon tebu terbaik.

(4)

PENGARUH PEMUPUKAN N DAN P TERHADAP

KERAGAAN DAN HASIL TEBU TRANSGENIK IPB 1

DI PG DJATIROTO, JAWA TIMUR

RIFKI RAHMATULLAH

A14070043

Skripsi ini

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGARAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Pemupukan N dan P Terhadap Keragaan dan

Hasil Tebu Transgenik IPB 1 di PG Djatiroto, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Rifki Rahmatullah

Nomor Pokok : A14070043

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS NIP. 19620927 198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

Dosen Pembingbing II

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada tanggal 11 Juni

1989. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara dari keluarga bapak

Oha Nugraha dan ibu Endah Surtiasih BA.

Penulis menyelesaikan pendidikan formalnya dari SD Muhammadiyah

Ciwahang, Garut pada tahun 2001. Pendidikan Tsanawiyyah di Pesantren

Persatuan Islam 76 Tarogong, Garut pada tahun 2004. Muallimien Pesantren

Persatuan Islam 76 Tarogong, Garut pada tahun 2006 dan SMAN 9 Garut pada

tahun 2007. Penulis diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur USMI pada tahun 2007 yang kemudian pada semester tiga diterima

di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam beberapa

organisasi kemahasiswaan diantaranya BEM Fakultas Pertanian, BEM Keluarga

(7)

KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan.

Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Pengaruh Pemupukan N dan P

Terhadap Keragaan dan Hasil Tebu Transgenik IPB 1 di PG Djatiroto, Jawa

Timur.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Endah Surtiasih BA, ibu nomor satu di dunia, dan ayahanda Oha Nugraha

(Alm).

2. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa, MS dan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan,

dan saran selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Terima kasih kepada Indonesian Center for Biodiversity and

Boitechnology (ICBB).

4. Staf Laboratorium Bioteknologi Tanah, IPB.

5. Segenap staf kebun percobaan PG Djatiroto PTPN XI, spesial untuk

Samian, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

6. Saudara penulis, Ganjar Santika, S.E.I, Maryam Mutiara, dan Hilal

Fathurahman, atas dukungannya sehingga penulis bisa menjadi sarjana.

7. Hadi Wisa Nugraha, teman satu penelitian. Good Job Bro!

8. Nurdiah (Ibu Diah) yang telah meminjamkan banyak buku literatur.

9. Rizky Nazarreta, terima kasih selalu mengingatkan tentang menyelesaikan

skripsi.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Bogor, Februari 2012

(8)

DAFTAR ISI

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian... 11

3.2. Bahan dan Alat... 11

3.3. Perlakuan... 11

3.4. Rancangan Penelitian... 12

3.5. Metode Pengukuran Keragaan... 13

3.6. Metode Pengukuran Hasil... 14

3.7. Uji Statistik... 15

3.8. Skoring... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian... 17

4.2. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan dan Hasil Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 17 4.2.1. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 18

4.2.2. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 25

4.2.3. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 32

(9)

4.2.4. Pengaruh Pemupukan Terhadap Bobot Tebu Transgenik

IPB 1 dan Isogenik PS 851... 39

4.2.5. Pengaruh Pemupukan Terhadap Rendemen Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 41

4.2.6. Pengaruh Pemupukan Terhadap Hablur Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 43

4.2.7. Pembahasan Keseluruhan Analisis Ragam Keragaan dan Hasil Tebu... 45

4.3. Skoring Klon Terbaik Tebu Transgenik IPB 1 851... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 49

5.1. Kesimpulan... 49

5.2. Saran... 49

VI. DAFTAR PUSTAKA... 50

LAMPIRAN... 52

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Skoring Kriteria untuk Masing-masing Kelas... 15

2. Data Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan... 18

3. Uji Duncan untuk Ulangan pada Jumlah Batang Umur 6 Bulan... 24

4. Uji Duncan untuk Klon Tebu pada Jumlah Batang Umur 6 Bulan... 24

5. Uji Duncan untuk Ulangan pada Jumlah Batang Umur 9 Bulan... 25

6. Data Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan... 26

7. Uji Duncan untuk Klon Tebu pada Tinggi Batang Umur 6 Bulan... 31

8. Uji Duncan untu Ulangan pada Tinggi Batang Umur 9 Bulan... 31

9. Uji Duncan untuk Klon Tebu pada Tinggi Batang Umur 9 Bulan... 32

10. Data Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan... 33

11. Uji Duncan untuk Ulangan pada Diameter Batang Umur 9 Bulan... 39

12. Bobot Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 39

13. Uji Duncan untuk Ulangan pada Bobot Tebu... 40

14. Rendemen Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 41

15. Uji Duncan untuk Ulangan pada Rendemen... 42

16. Uji Duncan untuk Klon Tebu Rendemen... 43

17. Hablur Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 43 18. Uji Duncan untuk Ulangan pada Hablur... 44

19. Skoring Data Keragaan dan Hasil untuk Seluruh Pemupukan... 47

20. Skoring Pemupukan N 50% dan P 100%... 48

(11)

i DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kandungan Tebu... 9

2. Rancangan Penelitian... 12

3. Peta Lokasi Penelitian PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur... 17

4. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

16. Grafik Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan... 34

17. Grafik Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 9 Bulan... 34

18. Grafik Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 50% dan P 50%... 35

19. Grafik Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 100% dan P 50%... 36

20. Grafik Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 50% dan P 100%... 37

21. Grafik Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 100% dan P 100% ... 38 22. Grafik Bobot Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 40

23. Grafik Rendemen Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 42

24. Grafik Hablur Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 44

25. Struktur Asam Fitat yang Mengkelat Unsur Bervalensi Dua... 45

26. Proses Perombakan Asam Fitat... 45

(12)

ii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Umur 6 Bulan dan 9 Bulan... 53

2. Data Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan... 54

3. Data Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan... 55

4. Data Bobot Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 56

5. Data Rendemen Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 57

6. Data Hablur Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851... 58

7. Analisis Ragam Jumlah Batang pada Umur 6 Bulan... 59

8. Analisis Ragam Jumlah Batang Tebu pada Umur 9 Bulan... 59

9. Analisis Ragam Tinggi Batang Tebu pada Umur 6 Bulan... 59

10. Analisis Ragam Tinggi Batang pada Umur 9 Bulan... 60

11. Analisis Ragam Diameter Batang Tebu pada Umur 6 Bulan... 60

12. Analisis Ragam Diameter Batang Tebu pada Umur 6 Bulan... 60

13. Analisis Ragam Bobot Tebu... 61

14. Analisis Ragam Rendemen Tebu... 61

15. Analisis Ragam Hablur Tebu... 61

16. Hasil Analisa Tanah yang di Tanami Clotaria, Pabrik Gula Djatiroto... 62

17. Hasil Analisa Tanah Kebun Bero... 62

18. Luas Lahan Tanam Tebu (000 ha) dan Produksinya (ton)... 63

19. Peta Perkebunan Areal Pabrik Gula Djatiroto... 63

20. Batang Tebu Umur 6 Bulan... 64

21. Batang Tebu Umur 9 Bulan... 64

22. Tinggi Tebu Umur 6 Bulan... 64

23. Tinggi Tebu Umur 6 Bulan... 64

24. Sungai Irigasi yang Mengalir dari Timur ke Barat, Area Penelitian Tebu Transgenik IPB 1 Ada di Sebelah Kanan... 65

(13)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tebu merupakan salah satu komoditas penting pada bidang perkebunan di

wilayah tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Hampir sekitar 65% produksi

gula di dunia berasal dari tebu. Selain untuk produksi gula, tebu juga dapat

dimanfaatkan untuk industri farmasi, industri pangan, industri lain yang

menggunakan bahan dari hasil industri gula seperti untuk pakan ternak, pabrik

kertas, dan sebagai bahan baku produksi biofuel (etanol).

Di Indonesia produksi gula belum mampu mengimbangi besarnya

konsumsi masyarakat, meningkatnya konsumsi gula dari tahun ke tahun

disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan

penduduk, dan bertambahnya industri yang memerlukan bahan baku gula. Solusi

yang dilakukan oleh pemerintah selama ini untuk memenuhi kebutuhan gula

dalam negeri ialah melakukan impor gula. Cara ini kurang tepat untuk

memecahkan masalah kekurangan gula karena hanya solusi untuk jangka pendek

dan mengeluarkan banyak biaya. Cara yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah

memantapkan produksi gula dalam negeri, yakni tanaman tebu yang memiliki

banyak keunggulan agar input bisa ditekan sedikit mungkin dengan tetap pada

pencapaian target meningkatkan produksi (output) sehingga tanaman tebu tetap

kompetitif dengan tanaman lain yang dapat diusahakan pada tanah yang sama

(Soeparto, 1981).

Salah satu teknologi yang bisa menjawab tantangan meningkatkan

produksi gula tersebut adalah melalui rekayasa genetika tanaman tebu, yaitu

dengan melakukan transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman

yang mempunyai keunggulan tertentu. Tebu transgenik IPB 1 merupakan salah

satu hasil dari rekayasa genetika melalui penyisipan gen fitase yang mampu

meningkatkan ketersediaan fosfor dalam jaringan tanaman dengan cara mengubah

asam fitat yang merupakan bentuk P-organik yang sukar digunakan tanaman

dalam jaringan menjadi P dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman

(14)

2

Fitase merupakan suatu enzim yang mampu merombak fitat – senyawa

organik yang menyimpan unsur fosfat dalam sel tanaman – menjadi ester yang

berfosfat rendah dan melepaskan unsur fosfat anorganik. Fitase mampu

meningkatkan ketersediaan hara mineral lain di dalam jaringan tanaman. Unsur

tersebut dapat dimanfaatkan tanaman untuk sintesis klorofil sehingga dapat

meningkatkan fotosintesis dan metabolisme dalam tanaman yang secara tidak

langsung dapat meningkatkan rendemen tebu. Jika fitase dilepaskan ke

lingkungan perakaran, akan terjadi peningkatan persediaan hara mineral di

perakaran dan tanaman menjadi lebih efisien dalam pemanfaatan pupuk

(Nurhasanah, 2007).

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui pengaruh pemupukan N dan P terhadap keragaan dan hasil

tebu transgenik IPB 1 dengan pemupukan N 50% dan P 50%, N 100%

dan P 50%, N 50% dan P 100%, dan N 100% dan P 100% dari dosis

rekomendasi.

b. Menentukan tujuh klon tebu transgenik IPB 1 terbaik dari 23 klon tebu

transgenik IPB 1 melalui skoring data keragaan tebu dan hasil tebu.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui dosis pemupukan yang

paling efisien untuk tanaman tebu transgenik IPB 1 sehingga bisa menghemat

(15)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman tebu termasuk dalam famili Gramineae atau lebih dikenal

sebagai kelompok rumput-rumputan. Secara morfologi, tanaman tebu bisa dibagi

menjadi beberapa bagian, yaitu batang, akar dan bunga. Terdapat tiga jenis spesies

tebu yang dikenal, yaitu S. officinarium, S. robustum, dan S. spontaneum, serta

dua sub spesies, yaitu S. sinense dan S. barberi (Fauconnier, 1993). Dari tiga

spesies tersebut, Saccharum officinarum merupakan jenis yang paling banyak

dikembangkan dan dibudidayakan karena kandungan sukrosanya yang tinggi

(Sudiatso, 1982).

PS 851 merupakan varietas unggul hasil dari persilangan antara PS 57

(varietas unggul yang dilepas P3GI tahun 1985) dengan B 37172 (varietas

introduksi dari Barbados, Amerika Latin). PS 851 mempunyai perkecambahan

baik dengan sifat pertumbuhan awal dan pembentukan tunas yang serempak,

berbatang tegak, diameter sedang, berbunga jarang, dan kadar sabut sekitar 14%.

Keunggulan lain dari tebu PS 851, yaitu daun tua mudah lepas dan tanaman tegak

memberikan tingkat potensi rendemen tinggi.

2.1. Tebu Trasngenik

Tebu transgenik adalah tebu yang telah disisipi gen fitase yang mampu

meningkatkan ketersediaan fosfor dalam jaringan tanaman dengan cara mengubah

asam fitat yang merupakan bentuk P-organik yang sukar digunakan tanaman

dalam jaringan menjadi P dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman

(Santosa, 2010). Tebu transgenik akan tumbuh lebih baik dibandingkan tebu

nontransgenik karena dapat menghasilkan enzim fitase yang dapat melarutkan

fosfat sehingga tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, tebu

transgenik dengan penyisipan gen fitase dimungkinkan akan memberi dampak

positif terhadap ekologi tanah terutama pada daerah perakaran.

2.2. Fitat dan Fitase

Fitat dalam tanaman merupakan bentuk P yang disimpan dalam bentuk

fosfat dan sukar digunakan. Fosfat tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman bila

(16)

4 dan terlepasnya unsur fosfat anorganik. Fosfat organik yang ada di dalam sel

tanaman akan memberikan pengaruh positif pada proses pembentukan klorofil

sehingga meningkatkan fotosintesis dan metabolisme tanaman tebu yang pada

akhirnya akan meningkatkan rendemen tebu (Nurhasanah, 2007).

Fitase (mio-inositol heksafosfat fosfohidrolase, E.C. 3.1.3.8.) merupakan

suatu fosfomonoeterase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi

orthifosfat organik dan ester-ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah.

Asam fitat adalah sejenis ester fosfat yang dapat mengikat mineral penting (Ca2+,

Fe2+, Mg2+) dan protein (Widowati et al., 2008). Pelepasan fitase ke lingkungan

sekitar perakaran juga akan meningkatkan ketersediaan berbagai mineral sehingga

efisiensi pemupukan P yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas tebu

(Santosa, 2004). Tanaman tebu secara alami telah memiliki aktivitas fitase, tetapi

aktivitasnya rendah sebagai contoh pada tebu cv PS 851 hanya 0,047-0,059 U ml-1

(Nurhasanah, 2007).

2.3. Fosfor

Fosfor merupakan unsur esensial bagi tanaman dan dalam jaringan

tanaman umumnya mengandung 0,5% P. Unsur P digunakan tanaman sebagai

bahan penyusun asam nukleat, fosfolipid, fitin (garam Ca-Mg inositol hexafosfat),

ATP, dan posfopiridin nukleotida. Defisiensi P akan mengganggu pertumbuhan

tanaman dan gejalanya dikenali dengan terjadinya warna kekuning-kuningan pada

daun tua yang diikuti dengan gugurnya daun. Sementara pada daun yang masih

muda memiliki warna hijau daun gelap yang disertai bayang–bayang merah

keunguan karena adanya akumulasi pigmen inositin (Ma’shun et al., 2003).

Tanaman umumnya menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat terutama

dalam bentuk H2PO4- dan HPO42-. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah sangat

rendah karena retensinya dalam tanah sangat tinggi. Recovery rate dari pupuk P

sangat rendah antara 10-30% sisanya 70-90% tertinggal dalam bentuk immobil.

Sumber utama fosfor dalam tanah berupa mineral primer apatit yaitu senyawa

komplek dari tricalcium fosfat 3 (Ca3(PO)4) CaX2, yang mana X adalah Cl-, F-,

OH-, CO32-. Fosfor yang terdapat dalam tanah mineral ini merupakan P yang

terfiksasi (tidak tersedia bagi tanaman) dan akan tersedia bagi tanaman setelah

(17)

5 Unsur P memiliki fungsi yang sangat sentral dalam proses kehidupan

tanaman karena berperan dalam pemecahan karbohidrat untuk energi,

penyimpanan dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP.

Selain itu, unsur P juga berperan dalam pembelahan sel melalui peranan

nukleoprotein yang ada dalam inti sel, selanjutnya berperan dalam meneruskan

sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi melalui peranan DNA. Begitu

pentingnya peran unsur P sehingga jika unsur tersebut tidak ada maka

proses-proses tersebut tidak dapat berlangsung (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

Ketidakefisienan pemupukan P pada tanaman tebu merupakan salah satu

aspek penting yang mempengaruhi produktivitas tebu. Menurut Soepardi (1983),

di tanah P dapat ditemukan dalam bentuk P anorganik dan P organik. P anorganik

di dalam tanah sangat beragam seperti contohnya Al(OH)2H2PO4, CaHPO4, dan

FePO4.H2O. Senyawa P sederhana di dalam tanah relatif sukar larut akibat adanya

pengikatan P oleh Fe dan Al (pada tanah masam) dan Ca serta Mg (pada tanah

alkalin). Menurut Ma’shun (2003), P yang terdapat di dalam tanah terkandung

dalam inositol fosfat, fosfolipid, asam nukleat, dan gula fosforilasi.

Senyawa-senyawa tersebut terkandung dalam sisa-sisa tanaman dan binatang.

2.4. Nitrogen

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial bagi tanaman dan

diserap tanaman dalam bentuk ion amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) yang

terdapat dalam larutan tanah. Nitrogen bersifat mobil sehingga mudah tercuci dan

menguap (Soepardi, 1983). Dalam jaringan tubuh organisme, nitrogen bersama

tiga unsur yang lain (C, H, dan O) membentuk molekul kompleks yang disebut

dengan protein (C, H, O, dan N) (Ma’shun et al., 2003).

Penyerapan unsur hara makro terutama nitrogen oleh tanaman sangat

tergantung pada pertumbuhan akar. Jika pertumbuhan akar belum sempurna maka

penyerapan unsur N dari dalam tanah kurang optimum, sehingga berpengaruh

terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Hardjowigeno (1989), dengan

memanjangnya akar suatu tumbuhan berarti memperpendek jarak yang harus

ditempuh unsur-unsur hara untuk masuk ke dalam tanaman melalui aliran massa

(18)

6 Nitrogen berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman, menjadikan daun

tanaman menjadi lebih hijau dan segar serta banyak mengandung butir-butir hijau

daun yang penting dalam proses fotosintesis. Hampir pada semua jenis tanaman,

nitrogen merupakan pengatur terhadap penggunaan kalium, fosfat, dan bahan

penyusun lainnya. Tanaman yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil, daun

hijau kekuning-kuningan dan mudah rontok (Soepardi, 1983). Menurut Ma’shum

(2003), kekurangan nitrogen pada jaringan tanaman pada mulanya akan

mengakibatkan terjadi klorosis pada daun dan pada tingkat selanjutnya

mengakibatkan daun tanaman mudah gugur, pertumbuhan vegetatif terhambat

serta pada akhirnya produksi tanaman menurun drastis, tetapi jika kelebihan

nitrogen maka tanaman akan rebah dan akan mudah terserang penyakit. N

merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tanaman tebu.

Kelebihan dan kekurangan pupuk N menyebabkan gangguan pada pertumbuhan,

produktivitas dan kualitas tebu.

pertumbuhannya menjadi lambat mulai ketinggian 1.200 mdpl. Menurut Indriani

dan Sumiarsih (1992), dalam bukunya Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan

Tegalan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan tanaman tebu,

diantaranya:

2.5.1. Curah Hujan

Iklim yang sesuai agar pertumbuhan tebu maksimal, salah satunya adalah

penyebaran curah hujan bulanan, penyebaran curah hujan tahunan, jumlah bulan

basah, dan jumlah bulan kering untuk wilayah yang akan ditanami menurut

(19)

7 untuk pengembangan tebu di daerah dataran rendah. Selain itu, penyebaran

hujannya harus sesuai dengan pertumbuhan dan kematangan tebu.

Tebu membutuhkan banyak air pada masa vegetatif dan saat memasuki

berakhirnya fase tersebut dibutuhkan lingkungan yang kering agar proses

pemasakan berjalan dengan baik. Berdasarkan kebutuhan air pada setiap fase

pertumbuhannya, curah hujan bulanan yang ideal di wilayah pertanaman tebu

adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan berturut-turut, 125 mm/bulan pada 2 bulan

transisi, dan kurang dari 75 mm/bulan pada 4-5 bulan berturut-turut.

2.5.2. Sinar Matahari

Radiasi sinar matahari sangat besar peranannya untuk pertumbuhan tebu,

terutama untuk fotosintesis yang selanjutnya akan mengatur pertunasan dan

pemanjangan batang. Proses fotosintesis yang terhambat saat cuaca berawan akan

menghambat pembentukan gula dan anakan, sedangkan jika cuaca seperti itu

terjadi pada malam hari saat suhu akan naik maka proses pernafasan meningkat,

akibatnya akan mengurangi akumulasi gula pada batang tebu.

Proses klentek (pembersihan daun kering) dilakukan untuk pemeliharaan

tebu. Pekerjaan pengklentekan ke-1 diikuti dengan menggulud dan pembersihan

rumput-rumputan sehingga kebun tampak bersih. Pengklentekan ke-2 dilakukan

ketika tebu berumur 6-7 bulan, daun-daun yang dilepaskan adalah daun dari ±7-9

ruas diatas guludan sampai pada batas daun-daun yang hijau. Setelah

batang/rumpun diklentek, sinar matahari dapat masuk ke sela-sela rumpun. Ini

berarti mempercepat proses pengolahan glukosa-sakarosa di dalam batang tebu

sehingga bisa meningkatkan rendeman tebu/produksi kristal (Sutardjo, 1994).

2.5.3. Angin

Kecepatan angin idealnya tidak lebih dari 10 km/jam agar tebu bisa

tumbuh dengan baik. Pada kecepatan angin seperti ini, suhu dan kadar CO2 di

sekitar tajuk tebu akan turun, sehingga fotosintesis tetap berlangsung dengan baik.

Apabila angin melebihi 10 km/jam, apalagi disertai hujan lebat, maka tanaman

tebu yang sudah tinggi akan roboh. Pada saat tebu roboh, ujung tanaman tumbuh

lagi secara vertikal. Akibatnya, sebagian sukrosa yang telah terbentuk digunakan

(20)

8

2.5.4. Suhu

Suhu mempengaruhi pertumbuhan menebal dan memanjangnya tebu. Hal

ini berkaitan dengan proses penimbunan sukrosa pada batang tebu. Pada proses itu

diperlukan suhu panas pada siang hari dan suhu rendah pada malam hari seperti

halnya radiasi matahari. Pertumbuhan tebu membutuhkan suhu optimal antara

24-30o C dengan beda suhu musiman tidak lebih dari 6o C. Selain itu beda suhu antara

siang dan malam tidak lebih dari 10o C.

2.5.5. Kelembaban Udara

Pertumbuhan tanaman tebu tidak banyak dipengaruhi oleh kelembaban

udara, asalkan kadar air di dalam tanah cukup tersedia.

2.5.6. Kemiringan Lahan

Bentuk lahan sebaiknya datar sampai berombak lemah, dengan kemiringan

kurang dari 8%. Daerah yang terbaik untuk tanaman tebu adalah daerah yang

memiliki kemiringan kurang dari 2%. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap

ketersediaan air di dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman tebu sehingga

pertumbuhannya menjadi merata.

2.5.7. Tanah

Ketersediaan air dan pH berkisar antara 5,7-7 merupakan sesuatu yang

dibutuhkan agar pertumbuhan tebu optimal. Apabila tebu ditanam pada tanah

dengan pH di bawah 5,5 maka perakarannya tidak akan menyerap air maupun

unsur hara dengan baik, sedangkan pada pH di atas 7,5, tanaman akan sering

mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat dan juga

dapat menyebabkan terjadinya klorosis pada daun, akibat dari tidak cukup

tersedianya unsur Fe.

Sudiatso (1982) menambahkan bahwa syarat lainnya adalah kedalaman

efektif minimal 50 cm, tekstur sedang sampai berat, struktur baik dan mantap,

tidak terdapat lapisan padas, tidak tergenang air, kadar garam kurang dari 1

millimush/cm3, kadar Cl kurang dari 0,06%, serta kadar Na kurang dari 12%.

Tanah di Pulau Jawa yang banyak ditanami tebu adalah pada tipe tanah Aluvial

(21)

9

2.6. Kandungan Tebu

Bila tebu dipotong akan terlihat serat dan cairan yang manis. Serat dan

kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5 % dari bobot tebu.

Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5 % yang mengandung banyak unsur

penting, antara lain: amylum, sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Nira terdiri dari air

dan bahan kering. Bahan kering tersebut ada yang larut dan ada yang tidak larut

dalam nira. Gula yang merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat

dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut

juga mengandung bahan bukan tebu.

Gambar 1. Kandungan Tebu

2.7. Rendemen

Rendemen masa kemasakan tebu adalah suatu timbunan sakarosa di dalam

batang tebu. Semula, semasa tebu masih dalam masa pertumbuhan, sakarosa ini

merupakan hasil asimilasi daun tebu. Gula ini diperlukan untuk pembentukan

sel-sel dan semua keadaan yang dapat menimbulkan pertumbuhan baru (Sutardjo,

1994). Rendemen tebu menunjukkan besar kecilnya kandungan gula di dalam

batang tebu. Kandungan gula pada batang tebu tersebut optimal terjadi setelah

fase pertumbuhan vegetatif dan menurun sebelum fase kematian.

Berdasarkan waktu dan bahan ujinya, rendemen dapat dibagi menjadi

rendemen efektif, rendemen sementara, dan rendemen contoh. Rendemen tebu

juga bisa berkurang karena beberapa faktor antara lain, yaitu varietas, mutu

budidaya, pertumbuhan tanaman yang kurang baik, umur tebangan, dan keadaan

lingkungan. Komponen-komponen yang bisa menentukan rendemen

(22)

10 (gula maupun bukan gula yang terkandung dalam nira tebu). Pol sangat ditentukan

oleh sifat genetis, sedangkan brik lebih mudah dipengaruhi oleh faktor

lingkungan. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan tingkat rendemen yang tinggi

diutamakan memilih varietas yang sudah memiliki bakat rendemen yang tinggi

(23)

11

III.

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari–Agustus 2011. Pengukuran

keragaan dilakukan langsung di Kebun Percobaan Sumbersuko V9/10, PG

Djatiroto, Jawa Timur. Sementara pengukuran untuk rendemen dan hablur

dilakukan di laboratorium PG Djatiroto.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 23 klon tebu transgenik

IPB 1 dan 1 klon tebu isogenik PS 851 (non-transgenik) sebagai kontrol sehingga

jumlahnya menjadi 24 klon tebu. 23 klon tebu transgenik IPB 1 ini didapatkan

dari hasil seleksi 69 klon tebu transgenik IPB 1 yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya oleh Miza (2009). Pemilihan 23 klon tebu transgenik IPB 1

ini juga karena merupakan yang paling unggul dari segi keragaan, kandungan hara

N dan P serta kandungan klorofil dan tingkat laju fotosintesisnya (Marliani,

Setiap klon diberikan empat perlakuan pemupukan yang berbeda, yaitu:

(a) N 50% dan P 50%, (b) N 100% dan P 50%, (c) N 50% dan P 100%, dan (d) N

100% dan P 100%. Empat pemupukan tersebut mengikuti dosis standar

rekomendasi pemupukan untuk tebu, yaitu: 800 kg ZA/ha, 200 kg SP-36/ha. 800

kg ZA/ha, 200 kg SP-36/ha diberikan bersama-sama dengan 100 kg KCl/ha yang

merupakan dosis rekomendasi untuk area tersebut. Pemberian pupuk dibagi

(24)

12 waktu tanam bibit. Kedua, pemupukan 400 kg ZA/ha dan 100 kg KCl/ha pada

waktu umur tebu 30-40 hari setelah tanam.

3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan

dua faktorial, yaitu klon tebu dan dosis pupuk. Tebu ditanam di kebun percobaan

Sumbersuko V9/10 PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur. Ulangan merupakan

kelompok, dipilih berdasarkan perbedaan saluran irigasi pada setiap blok

(Gambar 1). Pengelompokkan berdasarkan kondisi tanah di lahan kebun

percobaan tidak dilakukan karena kondisi tanah pada kebun percobaan dianggap

homogen pada setiap blok.

Jumlah satuan percobaan = 24 (klon tebu) x 4 (pemupukan) x 3 (ulangan)

(25)

13

Pengukuran keragaan dilakukan langsung di Kebun Percobaan

Sumbersuko V9/10 dengan membawa peralatan penelitian ke dalam kebun

percobaan. Pengukuran keragaan dilakukan dua kali, yaitu pada saat tebu berumur

6 bulan dan 9 bulan. Keragaan yang diukur meliputi jumlah batang, tinggi batang,

dan diameter batang. Sampel klon tebu yang di ukur untuk keragaan tinggi batang

dan diameter batang pada saat umur 6 bulan dan 9 bulan merupakan sampel yang

sama.

a. Jumlah batang: dihitung secara manual dengan bantuan alat hand counter. Jumlah batang yang dihitung merupakan seluruh jumlah batang

yang ada di dalam leng.

b. Tinggi batang: diukur pada batang tebu yang berada di batas permukaan tanah sampai bagian segitiga daun dengan menggunakan meteran. Batang

yang diukur berjumlah lima batang pada satu rumpun yang ada di dalam

leng. Seluruh nilai tinggi batang yang didapatkan kemudian dijumlahkan

(26)

14 c. Diameter batang: diukur pada bagian tengah dengan menggunakan skate macth. Diameter batang yang diukur berjumlah lima batang pada satu

rumpun yang ada di dalam leng. Seluruh nilai diameter batang yang

didapatkan kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan.

3.6. Metode Pengukuran Hasil

a. Pengukuran bobot: seluruh tebu yang ada dalam satu leng ditebang kemudian ditimbang. Nilai bobot yang didapatkan kemudian dikalikan

1100, nilai tersebut merupakan jumlah leng yang ada dalam 1 ha, agar

mendapatkan nilai bobot per hektar.

Bobot tebu per hektar = bobot per leng x 1100

b. Metode perhitungan rendemen dan hablur: metode perhitungan menggunakan metode rendemen sementara. Berikut ini merupakan

tahapan untuk mendapatkan nilai rendemen dengan menggunakan

perhitungan Metode Rendemen Sementara (Rs) :

1) 10 batang tebu diambil secara acak disetiap petak percobaan dari

kebun percobaan. Tebu yang diambil merupakan batang tebu yang

posisinya berada di tengah petakan.

2) Tebu dibawa ke pabrik dan dipotong menjadi tiga bagian sama panjang

untuk mengidentifikasi penyakit yang ada pada batang tebu.

3) Tebu kemudian ditimbang.

4) Tebu digiling untuk mengambil nira yang ada pada tebu. Tahapan

untuk mendapatkan nilai nira adalah sebagai berikut:

a) Dilakukan pressing terhadap tebu untuk mendapatkan brik

(gula maupun bukan gula yang terkandung dalam tebu),

b) Setelah didapatkan nilai brik kemudian diambil masing-masing

sampel 100 ml ditambahkan asetat timbal basa sebanyak 50 ml

dan akuades 50 ml,

c) Setelah dicampur, larutan kemudian disaring dengan

menggunakan kertas tapis sampai didapatkan pol (gula yang

terlarut dalam nira tebu). Nilai pol dapat dilihat di tabel

(27)

15

d) Kemudian dicari nilai harkat pemurnian (HP) dengan

rumus:

e) Kemudian dicari nilai nira (WS) dengan rumus:

WS = (brik - pol).0,4 - pol

5) Menghitung nilai rendemen sementara: Rs = HP.WS

6) Menghitung hablur dengan rumus:

dianalisis keragamannya dengan bantuan Statistical Analysis Software (SAS).

Empat sumber keragaman yang diukur, yaitu: pemupukan, klon tebu, interaksi,

dan ulangan pada taraf nyata α 0,05. Nilai F hitung sumber keragaman yang

berbeda nyata pada α 0,05 kemudian dilanjutkan dengan uji duncan.

3.8. Skoring

Skoring dilakukan dengan mengkelaskan sebaran frekuensi data keragaan

tebu (jumlah batang, tinggi batang, diameter batang) saat umur 6 dan 9 bulan

kemudian data hasil tebu (bobot, rendemen, hablur). Data-data yang telah

dikelaskan kemudian diberikan nilai skor berdasarkan kriteria kelas. Tujuan

skoring ialah untuk mencari 7 klon terbaik dari 23 klon tebu transgenik IPB 1

yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 1. Skoring Kriteria untuk Masing-Masing Kelas

Kriteria Skor untuk masing-masing kelas

1 2 3 4 5 6 7 8

Untuk membuat sebaran frekuensi data dan menentukan klon pilihan,

terdapat beberapa langkah, yaitu :

1. Menentukan banyaknya selang kelas. Banyak kelas = 3.3 log (n)+1

2. Menentukan lebar selang kelas = ( Xmax-Xmin ) / banyaknya selang kelas

(28)

16

4. Data diberikan skor dengan menyesuaikannya pada kelas

5. Skor yang diperoleh berdasarkan kriteria kemudian dijumlahkan

6. Klon diurutkan berdasarkan total skor untuk melihat klon terbaik yang

(29)

17

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian

Tebu transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 ditanam di Kebun Percobaan

Sumbersuko V9/10, PG Djatiroto, Jawa Timur. Secara administrasi, lokasi

penanaman termasuk kedalam wilayah Kecamatan Djatiroto, Kabupaten

Lumajang, Jawa Timur dan letak geografis lokasi penanaman berada pada

113o18’11”–113o25’5” BT dan 8o70’30”–8o12’30” LS, terletak pada ketinggian

29 mdpl. Lokasi penanaman untuk penelitian tebu transgenik IPB 1 ini digunakan

lahan seluas ± 10.000 m2.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur.

4.2. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan dan Hasil Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Ada beberapa fase pertumbuhan pada tebu, yaitu fase perkecambahan,

fase pertunasan 1-3 bulan, fase pemanjangan batang 3-9 bulan, dan fase

kemasakan/fase generatif maksimal 10-12 bulan. Pengamatan keragaan tebu

(30)

18 tebu berumur 6 bulan dan 9 bulan, dimana tebu masih berada pada fase

pemanjangan batang. Proses pemanjangan batang merupakan pertumbuhan yang

didukung oleh perkembangan beberapa bagian tanaman, yaitu perkembangan

tajuk daun, akar, dan pemanjangan batang.

Keragaan tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 yang diamati pada

penelitian ini meliputi keragaan tebu, yaitu: jumlah batang, tinggi batang, dan

diameter batang, dan hasil tebu, yaitu: bobot, rendemen, dan hablur.

4.2.1. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Data keragaan jumlah batang tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851

umur 6 bulan dan 9 bulan disajikan pada Tabel 2. Jumlah dosis pemupukan N dan

P yang berbeda pada setiap klon tebu menghasilkan nilai rataan jumlah batang

yang berbeda. Tebu transgenik IPB 1 memiliki nilai rataan jumlah batang yang

lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rataan isogenik PS 851 pada pemupukan b,

c, dan d saat umur 6 bulan.

Tabel 2. Data Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan.

Klon Jumlah Batang 6 Bulan (satuan) Jumlah Batang 9 Bulan (satuan)

(31)

19

pemupukan c yang memiliki nilai rataan jumlah batang terendah. Penyebaran data

jumlah batang umur 6 bulan bisa dilihat lebih jelas pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan.

Saat umur 9 bulan, tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan a dan

pemupukan b memiliki nilai rataan jumlah batang yang lebih tinggi dibandingkan

isogenik PS 851, sedangkan pada pemupukan c nilai rataan jumlah batangnya

lebih rendah dibandingkan isogenik PS 851 (Tabel 2). Nilai rataan jumlah batang

tebu tertinggi saat umur 9 bulan ada pada pemupukan a, disusul pemupukan b,

pemupukan c, dan pemupukan d.

Posisi urutan nilai jumlah batang telah mengalami perubahan dari umur 6

bulan ke 9 bulan, perubahan urutan terjadi dikarenakan klon tebu mengalami

penambahan dan pengurangan jumlah batang, namun perubahan tersebut lebih

didominasi oleh berkurangnya jumlah batang. Seperti yang terjadi pada

pemupukan d, rataan jumlah batang tebu transgenik IPB 1 mengalami penurunan

jumlah batang yang cukup signifikan dari 64 batang menjadi 57 batang. Turunnya

(32)

20 jumlah batang tersebut disebabkan adanya batang tebu yang roboh dan serangan

hama penggerek batang.

Klon tebu transgenik IPB 1-1 pada pemupukan a memiliki jumlah batang

terbanyak dengan nilai 71 batang, sedangkan klon tebu transgenik IPB 1-62 pada

pemupukan c memiliki nilai jumlah batang terendah dengan nilai 47 batang. Tebu

transgenik IPB 1 pemupukan a umur 9 bulan memiliki rataan jumlah batangnya

tertinggi yaitu 63 batang. Penyebaran nilai jumlah batang tebu umur 9 bulan bada

empat pemupukan dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 9 Bulan.

Selanjutnya, dibandingkan nilai jumlah batang tebu saat umur 6 bulan

dengan 9 bulan pada setiap dosis pemupukan yang sama dengan menggunakan

grafik (Gambar 6, 7, 8, dan 9). Data yang digunakan untuk membuat grafik

berasal dari Tabel 2. Grafik tersebut menunjukkan perbandingan nilai jumlah

batang tebu untuk 23 klon tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 untuk setiap

dosis pemupukan saat umur 6 bulan dan 9 bulan.

Urutan nilai jumlah batang dari yang tertinggi sampai terendah pada

pemupukan a saat umur tebu 6 bulan adalah klon tebu transgenik IPB 17, IPB

1-5, IPB 1-59, IPB 1-53, IPB 1-36, IPB 1-3, IPB 1-46, IPB 1-6, IPB 1-52, IPB 1-1,

IPB 1-34, isogenik PS 851, IPB 1-71, IPB 1-4, IPB 1-55, IPB 1-37, IPB 1-7, IPB

1-21, IPB 1-2, IPB 1-12, IPB 1-51, IPB 1-40, IPB 1-62, dan IPB 1-56. Ada 11

klon tebu transgenik IPB 1 yang nilainya lebih tinggi dari isogenik PS 851 dan 12

(33)

21 klon tebu transgenik IPB 1 berada di bawah nilai isogenik PS 851. Kemudian

urutan nilai jumlah batang yang tertinggi sampai terendah pada pemupukan a saat

umur tebu 9 bulan adalah klon tebu transgenik IPB 1, IPB 5, IPB 3, IPB

1-17, IPB 1-55, IPB 1-46, IPB 1-59, IPB 1-52, IPB 1-51, IPB 1-37, IPB 1-71, IPB

6, IPB 36, IPB 4, IPB 2, IPB 62, IPB 53, IPB 40, IPB 7, IPB

1-12, isogenik PS 851, IPB 1-21, IPB 1-56, dan IPB 1-34. Ada 20 klon tebu

transgenik IPB 1 yang nilainya lebih tinggi dari isogenik PS 851 dan 3 klon tebu

transgenik IPB 1 berada di bawah nilai isogenik PS 851. Terjadi penambahan klon

tebu transgenik IPB 1 yang nilainya lebih tinggi dari isogenik dari umur 6 bulan

ke 9 bulan, hal tersebut disebabkan isogenik PS 851 mengalami penurunan jumlah

batang dari 63 batang menjadi 56 batang (Gambar 6).

Gambar 6. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 50% dan P 50%.

Urutan nilai jumlah batang dari yang tertinggi sampai yang terendah pada

pemupukan b saat umur 6 bulan adalah klon tebu transgenik IPB 1-53, IPB 1-17,

IPB 1-1, IPB 1-52, IPB 1-4, IPB 1-55, IPB 1-59, IPB 1-5, IPB 1-37, IPB 1-6, IPB

51, IPB 40, IPB 56, IPB 3, IPB 2, IPB 36, IPB 7, IPB 12, IPB

1-34, IPB 1-71, IPB 1-46, isogenik PS 851, IPB 1-62, dan IPB 1-21. Ada 21 klon

tebu transgenik IPB 1 yang nilainya berada di atas nilai isogenik PS 851 dan 2

klon sisanya berada di bawah nilai isogenik PS 851. Nilai jumlah batang tertinggi

terdapat pada klon tebu transgenik IPB 1-53 dengan nilai 76 batang dan dua klon

(34)

22 dengan nilai 52 batang dan 55 batang. Urutan nilai jumlah batang dari yang

tertinggi sampai yang terkecil pada pemupukan b saat umur 9 bulan adalah klon

tebu transgenik IPB 3, IPB 52, IPB 7, IPB 40, IPB 56, IPB 53, IPB

1, IPB 59, IPB 51, IPB 46, IPB 55, IPB 5, IPB 37, IPB 71, IPB

1-17, IPB 1-4, isogenik PS 851, IPB 1-6, IPB 1-2, IPB 1-34, IPB 1-12, IPB 1-36,

IPB 1-21, dan IPB 1-62. Terdapat 16 klon tebu transgenik IPB 1 yang nilainya

berada di atas nilai isogenik PS 851 dan 7 klon transgenik IPB 1 nilainya berada

di bawah isogenik PS 851. Terjadi penurunan banyaknya tebu transgenik IPB 1

yang nilainya lebih tinggi dari isogenik PS 851 saat umut 6 bulan ke 9 bulan. Hal

itu terjadi karena tebu transgenik mengalami penurunan rataan jumlah batang dari

66 batang menjadi 62 batang, sementara isogenik PS 851 mengalami penambahan

jumlah batang dari 57 batang menjadi 59 batang. Klon tebu transgenik IPB 1-62

dan IPB 1-21 nilainya selalu berada dibawah isogenik PS 851 baik pada saat

berumur 6 bulan maupun 9 bulan (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 100% dan P 50%.

Urutan nilai jumlah batang dari yang paling tinggi sampai yang paling

rendah pada pemupukan c saat umur 6 bulan adalah klon tebu transgenik IPB 1-5,

IPB 1-52, IPB 1-36, IPB 1-34, IPB 1-1, IPB 1-59, IPB 1-56, IPB 1-37, IPB 1-53,

IPB 1-40, IPB 1-55, IPB 1-17, IPB 1-6, IPB 1-3, IPB 1-7, IPB 1-21, IPB 1-2, IPB

1-46, isogenik PS 851, IPB 1-4, IPB 1-71, IPB 1-12, IPB 1-51, dan IPB 1-62. Ada

18 klon transgenik IPB 1 yang nilainya berada di atas isogenik PS 851 dan 5 klon

(35)

23 transgenik IPB 1 nilainya berada di bawah isogenik PS 851. Kemudian urutan

nilai keragaan jumlah batang dari yang tertinggi sampai terendah pada pemupukan

c saat umur 9 bulan adalah klon tebu transgenik IPB 1-59, IPB 1-34, isogenik PS

851, IPB 1-5, IPB 1-36, IPB 1-55, IPB 1-37, IPB 1-21, IPB 1-51, IPB 1-46, IPB

1-3, IPB 1-56, IPB 1-52, IPB 1-40, IPB 1-7, IPB 1-53, IPB 1-6, IPB 1-1, IPB 1-2,

IPB 1-17, IPB 1-12, IPB 1-71, IPB 1-4, dan IPB 1-62. Ada 2 klon tebu transgenik

IPB 1 yang nilai jumlah batangnya berada di atas nilai isogenik PS 851 dan ada 21

klon tebu transgenik IPB 1 yang nilainya berada di bawah nilai isogenik PS 851.

Pada klon tebu transgenik IPB 1-59 mengalami peningkatan jumlah batang dari

55 batang menjadi 69 batang, selain itu isogenik PS 851 juga terjadi peningkatan

jumlah batang dari 58 batang menjadi 69 batang. Sementara itu, rataan jumlah

batang tebu transgenik IPB 1 mengalami penurunan dari 61 batang menjadi 59

batang (Gambar 8).

Gambar 8. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 50% dan P 100%.

Urutan nilai jumlah batang tebu pada pemupukan c saat umur 6 bulan dari

yang tertinggi sampai yang terendah adalah klon tebu transgenik IPB 1, IPB

1-3, IPB 1-52, IPB 1-34, IPB 1-71, IPB 1-46, IPB 1-51-3, IPB 1-7, IPB 1-4, IPB 1-37,

IPB 1-56, IPB 1-40, IPB 1-12, IPB 1-2, IPB 1-36, isogenik PS 851, IPB 1-51, IPB

(36)

24 Kemudian urutan nilai jumlah batang tebu pada pemupukan d saat berumur 9

bulan dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah klon tebu transgenik IPB

1-7, IPB 1-3, IPB 1-31-7, IPB 1-11-7, IPB 1-40, IPB 1-4, IPB 1-56, IPB 1-46, IPB 1-12,

IPB 52, IPB 2, isogenik PS 851, IPB 53, IPB 1, IPB 6, IPB 51, IPB

1-55, IPB 1-34, IPB 1-5, IPB 1-59, IPB 1-36, IPB 1-71, IPB 1-62, dan IPB 1-21.

Ada 11 klon tebu transgenik IPB 1 yang nilainya berada di atas nilai isogenik PS

851 dan 12 klon tebu transgenik IPB 1 nilainya berada di bawah nilai isogenik PS

851. Tebu transgenik IPB 1 mengalami penurunan rataan jumlah batang dari 64

batang menjadi 57 batang, sedangkan isogenik PS 851 mengalami penurunan

jumlah batang dari 63 batang menjadi 57 batang (Gambar 9).

Gambar 9. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 100% dan P 100%.

Setelah dibahas mengenai jumlah batang saat tebu berumur 6 bulan dan 9

bulan dengan menggunakan grafik, selanjutnya dilakukan analisis statistik pada

empat sumber keragaman, yaitu: pemupukan, klon tebu, interaksi, dan ulangan.

Hasil analisis statistik pada umur tebu 6 bulan menunjukkan nilai F hitung jumlah

batang tebu untuk sumber keragaman interaksi dan pemupukan nilainya tidak

berbeda nyata, sementara nilai F hitung untuk sumber keragaman ulangan dan

klon tebu nilainya berbeda nyata (Lampiran 7). Sumber keragaman ulangan dan

klon tebu kemudian dilanjutkan dengan uji duncan, hasilnya dapat dilihat sebagai

(37)

25 Tabel 3. Uji Duncan untuk Ulangan pada Jumlah Batang Umur 6 Bulan.

Ulangan Rataan Jumlah Batang (satuan)

1 66 a

2 64 b

3 61 c

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%.

Rataan jumlah batang tebu umur 6 bulan berbeda nyata antara ulangan 1,

2, dan 3. Ulangan 1 memiliki nilai rataan yang paling tinggi dibandingkan dengan

ulangan 2 dan ulangan 3.

Tabel 4. Uji Duncan untuk Klon Tebu pada Jumlah Batang Umur 6 Bulan.

Klon Tebu Rataan Jumlah Batang (satuan) Klon Tebu Rataan Jumlah Batang (satuan)

IPB 1-53 69 a IPB 1-55 64 ab

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%.

Hasil uji duncan menunjukkan nilai jumlah batang tebu dipengaruhi oleh

klon tebu. Ranking nilai rataan jumlah batang klon tebu hasil uji duncan

dibedakan ke dalam enam grup (Tabel 4). Nilai rataan jumlah batang tertinggi

terdapat pada klon tebu transgenik IPB 1-53, IPB 1-1, dan IPB 1-52. Tiga klon

tersebut memiliki nilai rataan jumlah batang yang sama, yaitu 69 batang.

Saat umur 6 bulan, klon tebu transgenik IPB 1 memiliki kecenderungan

nilai rataan jumlah batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan isogenik PS

851. Ada 21 klon tebu transgenik IPB 1 yang memiliki nilai rataan jumlah batang

di atas isogenik PS 851 dan dua klon tebu transgenik IPB 1 nilai rataan jumlah

batangnya berada di bawah isogenik PS 851.

Hasil analisis statistik pada jumlah batang tebu umur 9 bulan menunjukkan

nilai F hitung untuk sumber keragaman pemupukan, klon tebu, dan interaksi

hasilnya tidak berbeda nyata, sementara nilai F hitung untuk sumber keragaman

ulangan hasilnya berbeda nyata (Lampiran 8). Sumber keragaman ulangan

dilanjutkan dengan uji duncan (Tabel 5). Ulangan tebu umur 9 bulan memiliki

rataan nilai jumlah batang yang paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan

(38)

26 Tabel 5. Uji Duncan untuk Ulangan pada Jumlah Batang Umur 9 Bulan

Ulangan Rataan Jumlah Batang (satuan)

1 63 a

2 58 b

3 58 b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%.

4.2.2. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Selama tersedianya nutrisi untuk tanaman ketika potensi genetik tumbuh

belum mencapai maksimal maka tanaman akan terus mengalami pertumbuhan.

Fase pemanjangan batang tebu terjadi pada umur 3-9 bulan. Fase ini merupakan

fase paling dominan dari keseluruhan fase pertumbuhan tebu dan sangat

dipengaruhi oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi,

ketersediaan hara nitrogen dalam tanah dan faktor inhern tebu.

Tabel 6. Data Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan.

Klon Tinggi Batang 6 Bulan (sm) Tinggi Batang 9 Bulan (cm)

a b c d rataan a b c d rataan nilai klon tebu merupakan rataan dari nilai ulangan 1, 2, dan 3.

Tabel 6 menyajikan data keragaan tinggi batang tebu transgenik IPB 1 dan

isogenik PS 851 umur 6 bulan dan 9 bulan. Saat umur 6 bulan, nilai rataan tinggi

batang tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan b, c, dan d nilainya lebih tinggi

(39)

27 rataan tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan a nilainya lebih rendah

dibandingkan dengan nilai isogenik PS 851. Kemudian saat umur 9 bulan, rataan

tinggi batang tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan b dan pemupukan c

memiliki nilai rataan tinggi batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

isogenik PS 851, sementara nilai rataan tinggi batang tebu transgenik IPB 1 pada

pemupukan a dan pemupukan d lebih rendah dibandingkan dengan nilai isogenik

PS 851. Tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan b memiliki rataan tinggi batang

yang paling tinggi saat umur 6 bulan dan 9 bulan.

Gambar 10. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan.

Saat tebu berumur 6 bulan, klon tebu transgenik IPB 1-36 pada

pemupukan b memiliki nilai tinggi batang yang tertinggi dengan nilai 244 cm,

sedangkan klon tebu transgenik IPB 1-62 pada pemupukan c memiliki nilai tinggi

batang terendah dengan nilai 213 cm. Tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan b

memiliki nilai rataan tinggi batang tertinggi dengan nilai 233 cm, sedangkan tebu

transgenik IPB 1 pada pemupukan a memiliki nilai rataan tinggi batang yang

terendah dengan nilai 227 cm. Nilai rataan tinggi batang tebu transgenik IPB 1

pada dosis pemupukan d tidak berdampak terhadap hasil nilai tinggi batang yang

paling tinggi. Gambar 10 menunjukkan bahwa perbedaan pemupukan

memberikan hasil yang bervariasi terhadap nilai tinggi batang saat berumur 6

(40)

28 Saat umur 6 bulan rataan tinggi batang yang dimiliki oleh tebu adalah 230

cm dan saat umur 9 bulan rataan tinggi batangnya menjadi 279 cm. Tinggi batang

tebu telah mengalami penambahan. Penambahan tinggi batang ini bisa

meningkatkan bobot tebu sehingga hasil panen meningkat.

Gambar 11. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 9 Bulan.

Klon tebu transgenik IPB 1-7 pada pemupukan d memiliki nilai tinggi

batang yang tertinggi saat tebu berumur 9 bulan dengan nilai 297 cm, sementara

klon tebu transgenik IPB 1-62 pada perlakuan c memiliki tinggi batang terendah

dengan nilai 257 cm. Tinggi batang tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan b

memiliki rataan paling tinggi dibandingkan dengan pemupukan a, pemupukan c,

dan pemupukan d (Tabel 6). Gambar 11 memperlihatkan penyebaran nilai rataan

tinggi batang yang bervariasi pada tebu transgenik IPB 1 dan isogenik PS 851 saat

berumur 9 bulan.

Dalam melihat nilai pertumbuhan tinggi batang tebu transgenik IPB 1,

dibandingkan nilai tinggi batang tebu saat umur 6 bulan dengan 9 bulan pada

setiap dosis pemupukan yang sama dengan menggunakan grafik (Gambar 12, 13,

14, dan 15). Data yang digunakan untuk membuat grafik berasal dari Tabel 6, dari

grafik tersebut juga bisa dilihat perbandingan pertumbuhan tinggi batang 23 klon

tebu transgenik IPB 1 dengan isogenik PS 851 yang merupakan kontrol.

Urutan nilai tinggi batang tebu umur 6 bulan pada pemupukan a dari yang

(41)

29 IPB 1-51, isogenik PS 851, IPB 1-12, IPB 1-71, IPB 1-7, IPB 1-3, IPB 1-34, IPB

2, IPB 6, IPB 21, IPB 17, IPB 4, IPB 52, IPB 62, IPB 36, IPB

1-59, IPB 1-46, IPB 1-40, IPB 1-37, IPB 1-1, IPB 1-56, IPB 1-53. Kemudian urutan

nilai tinggi batang umur 9 bulan pada pemupukan a dari yang tertinggi sampai

yang terendah adalah klon tebu transgenik IPB 1-46, IPB 1-6, IPB 1-3, IPB 1-52,

IPB 1-2, isogenik PS 851, IPB 1-17, IPB 1-36, IPB 1-1, IPB 1-37, IPB 1-56, IPB

34, IPB 40, IPB 59, IPB 4, IPB 5, IPB 51, IPB 53, IPB 12, IPB

1-62, IPB 1-21, IPB 1-71, IPB 1-55, dan IPB 1-7. Pada saat umur 6 bulan, hanya 7

klon tebu transgenik IPB 1 yang nilai rataan tinggi batangnya berada di atas

isogenik PS 851 dan 5 klon tebu transgenik IPB 1 yang nilai rataan tinggi

batangnya berada di atas isogenik PS 851 saat umur 9 bulan (Gambar 12).

Gambar 12. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 50% dan P 50%.

Urutan nilai tinggi batang tebu pada pemupukan b umur 6 bulan dari yang

tertinggi sampai yang terendah adalah klon tebu transgenik IPB 1-36, IPB 1-37,

IPB 1-56, IPB 1-34, IPB 1-40, IPB 1-17, IPB 1-3, IPB 1-52, IPB 1-55, IPB 1-4,

IPB 1-2, IPB 1-46, IPB 1-7, IPB 1-5, IPB 1-53, IPB 1-71, IPB 1-21, IPB 1-6, IPB

1-1, IPB 1-62, IPB 1-59, IPB 1-12, IPB 1-51, isogenik PS 851. Seluruh klon tebu

transgenik IPB 1 memiliki nilai rataan tinggi batang yang lebih besar

dibandingkan dengan isogenik PS 851. Kemudian urutan nilai tinggi batang tebu

pada pemupukan b saat umur 9 bulan adalah klon tebu transgenik IPB 7, IPB

(42)

30 IPB 1-51, IPB 1-53, isogenik PS 851, IPB 1-59, IPB 1-37, IPB 1-52, IPB 1-34,

IPB 1-21, IPB 1-62, IPB 1-36, IPB 1-5, IPB 1-6, IPB 1-55, IPB 1-2. Ada 12 klon

tebu transgenik IPB 1 yang nilainya berada di atas nilai isogenik PS 851. Ada 12

klon tersebut mampu mempertahankan nilainya tetap berada di atas nilai isogenik

PS 851 dari saat umur 6 bulan (Gambar 13).

Gambar 13. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 100% dan P 50%.

Gambar 14. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 50% dan P 100%.

Urutan nilai tinggi batang tebu pada pemupukan c saat umur 6 bulan dari

(43)

31 851, IPB 1-53, IPB 1-2, IPB 1-1, IPB 1-4, IPB 1-36, dan IPB 1-62. Kemudian

urutan nilai tinggi batang tebu pada pemupukan c umur 9 bulan dari yang tertinggi

sampai terendah adalah klon tebu transgenik IPB 1-59, IPB 1-34, IPB 1-56, IPB

7, IPB 21, IPB 53, IPB 2, IPB 17, IPB 12, IPB 36, IPB 46, IPB

1-3, IPB 1-51, IPB 1-40, IPB 1-37, isogenik PS 851, IPB 1-1, IPB 1-55, IPB 1-52,

IPB 1-5, IPB 1-71, IPB 1-6, IPB 1-4, dan IPB 1-62. Sebanyak 13 klon tebu

transgenik IPB 1 nilainya tetap berada di atas nilai isogenik PS 851 dari saat umur

6 bulan dan 9 bulan, yaitu klon tebu transgenik IPB-59, IPB 1-46, IPB 1-51, IPB

1-40, IPB 1-17, IPB 1-37, IPB 1-46, IPB 1-12, IPB 1-51, IPB 1-7, IPB 1-3 , IPB

1-21, dan IPB 1-34 (Gambar 14).

Gambar 15. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan pada Pemupukan N 100% dan P 100%.

Urutan nilai tinggi batang tebu pada pemupukan d saat umur 6 bulan dari

yang tertinggi sampai yang terendah adalah klon tebu transgenik IPB 5, IPB

(44)

1-32 Beberapa klon tebu transgenik IPB 1 memiliki nilai tinggi batang lebih tinggi

dibandingkan isogenik PS 851 saat umur 6 bulan maupun umur 9 bulan.

Hasil analisis statistik keragaan tinggi batang saat umur 6 bulan, nilai F

hitung untuk sumber keragaman pemupukan, interaksi, dan ulangan menunjukkan

hasil yang tidak berbeda nyata, sementara nilai F hitung untuk sumber keragaman

klon tebu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 9). Sumber

keragaman klon tebu selanjutnya diuji duncan untuk melihat perbedaan nyata dan

tidak nyata antar setiap klon tebu, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 7. Uji Duncan untuk Klon Tebu pada Tinggi Batang Umur 6 Bulan Klon Tebu Rataan Tinggi Batang (cm) Klon Tebu Rataan Tinggi Batang (cm)

IPB 1-40 235 a IPB 1-46 230 abcd

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%.

Hasil uji duncan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai rataan tinggi

batang umur 6 bulan dipengaruhi oleh klon tebu dan 23 klon tebu transgenik IPB

1 nilai rataan tinggi batangnya lebih tinggi dari isogenik PS 851. Ranking nilai

rataan tinggi batang tebu umur 6 bulan dibagi ke dalam enam grup. Klon tebu

dengan nilai rataan tinggi batang tertinggi terdapat pada klon tebu transgenik IPB

1-40 dan IPB 1-5 dengan nilai 235 cm, sementara isogenik PS 851 yang berfungsi

sebagai kontrol memiliki nilai rataan tinggi batang terpendek yaitu 223.

Hasil analisis statistik keragaan tinggi batang umur 9 bulan, nilai F hitung

pada sumber keragaman pemupukan dan interaksi menunjukkan hasil yang tidak

berbeda nyata, sementara nilai F hitung pada sumber keragaman ulangan dan klon

tebu menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 10). Ulangan dan klon

tebu selanjutnya dilakukan uji duncan, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 8. Uji Duncan untuk Ulangan pada Tinggi Batang Umur 9 Bulan

Ulangan Rataan Tinggi Batang (cm)

1 282 a

3 280 a

2 273 b

(45)

33 Rataaan tinggi batang tebu tidak berbeda nyata pada ulangan 1 dan 3,

kemudian ulangan 1 dan 3 tersebut berbeda nyata dengan ulangan 2. Nilai rataan

tinggi batang tebu umur 9 bulan yang paling tinggi terdapat pada ulangan 1

dengan nilai 282 cm.

Tabel 9. Uji Duncan untuk Klon Tebu pada Tinggi Batang Umur 9 Bulan Klon Tebu Rataan Tinggi Batang (cm) Klon Tebu Rataan Tinggi Batang (cm)

IPB 1-7 287 a IPB 1-53 278 abcd

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji α 5%.

Hasil uji duncan pada Tabel 9 menunjukkan nilai rataan tinggi batang

umur 9 bulan dipengaruhi oleh klon tebu. Ranking nilai rataan tinggi batang tebu

umur 9 bulan di bagi ke dalam tujuh grup. Klon tebu isogenik PS 851 yang saat

umur 6 bulan memiliki nilai rataan tinggi batang terpendek mengalami

peningkatan yang sangat signifikan sehingga posisinya naik ke peringkat 8 saat

umur 9 bulan. Pada umur 9 bulan ini ada 16 klon tebu transgenik IPB 1 yang nilai

rataan tinggi batangnya berada di bawah isogenik PS 851 dan 7 klon transgenik

IPB 1 yang nilai rataan tinggi batangnya berada di atas isogenik PS 851. Nilai

rataan tinggi batang tertinggi adalah klon tebu transgenik IPB 1-7 dengan nilai

287 cm dan nilai rataan tinggi batang terpendek terdapat pada klon tebu

transgenik IPB 1-62 dengan nilai 268 cm.

4.2.3. Pengaruh Pemupukan Terhadap Keragaan Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Pada Tabel 10 disajikan data keragaan diameter batang tebu transgenik

IPB 1 dan isogenik PS 851. Pada saat tebu berumur 6 bulan, rata-rata diameter

batang yang dimiliki oleh tebu adalah 25,9 mm dan pada saat tebu berumur 9

bulan rata-rata diameter batang tebu adalah 25,6 mm, artinya telah terjadi

penurunan diameter batang sebesar 0,3 mm. Penurunan nilai diameter batang tebu

dikarenakan tebu mengalami pemanjangan/penambahan tinggi batang sehingga

(46)

34 Tabel 10. Data Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851

Umur 6 Bulan dan 9 Bulan.

Klon Diameter Batang 6 Bulan Diameter Batang 9 Bulan

a b c d rataan a b c d rataan nilai klon tebu merupakan rataan dari nilai ulangan 1, 2, dan 3.

Saat tebu berumur 6 bulan, rataan nilai diameter batang tebu transgenik

IPB 1 pada pemupukan a, b, dan c lebih rendah dibandingkan dengan nilai

diameter batang isogenik PS 851, sedangkan rataan nilai diameter batang tebu

transgenik IPB 1 pada pemupukan d lebih tinggi dibandingkan dengan nilai

diameter batang isogenik PS 851. Kemudian saat umur tebu 9 bulan, rataan nilai

diameter batang tebu transgenik IPB 1 pada pemupukan b dan c nilainya lebih

rendah dibandingkan nilai diameter batang isogenik PS 851, pada pemupukan a

nilai tebu transgenik IPB 1 sama dengan isogenik PS 851, dan pada pemupukan d

nilainya lebih tinggi dari isogenik PS 851. Rataan nilai tebu transgenik IPB 1 pada

pemupukan d nilainya selalu lebih tinggi dibandingkan pemupukan a, b, c, dan

isogenik PS 851 saat umur tebu 6 bulan dan 9 bulan. Nilai diameter batang pada

isogenik PS 851 di pemupukan d nilainya selalu paling kecil dibandingkan dengan

nilai isogenik PS 851 pada pemupukan a, b, dan c saat umur tebu 6 dan 9 bulan.

Nilai diameter batang tebu yang paling besar saat umur 6 bulan terdapat

pada empat klon tebu transgenik IPB 1, yaitu: klon tebu transgenik IPB 1-34 dan

(47)

35 pemupukan d dengan masing-masing nilai 27,7 mm. Kemudian klon tebu dengan

nilai diameter paling kecil terdapat pada klon IPB 1-51 pada pemupukan b dengan

Gambar

Tabel 2. Data Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur
Gambar 9. Grafik Jumlah Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851
Gambar 13. Grafik Tinggi Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851
Tabel 10. Data Diameter Batang Tebu Transgenik IPB 1 dan Isogenik PS 851 Umur 6 Bulan dan 9 Bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rekombinasi genetik dengan teknik rekayasa genetika melalui penyisipan gen yang dikehendaki (gen fitase) ke dalam tebu, mempunyai prospek yang menjanjikan Gen fitase yang..

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Keragaman

Walaupun takaran nitrogen tidak meningkatkan kadar N dalam tanah, tetapi nitrogen berkorelasi positif dengan bobot batang tebu dan hablur (Tabel 2).. Hal ini mengindikasikan