• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 di lahan percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 di lahan percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, Jawa Timur"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERCOBAAN PG DJATIROTO PTPN XI, LUMAJANG,

JAWA TIMUR

Oleh:

ANGREA PRATSNA PARAMITHA

A14063483

PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ANGREA PRATSNA PARAMITHA. Keanekaragaman Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 di Lahan Percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, Jawa Timur (Dibawah bimbingan DWI ANDREAS SANTOSA dan RAHAYU WIDYASTUTI).

Indonesia saat ini berusaha untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan cara meningkatkan hasil pertanian menggunakan rekayasa genetik. Salah satunya adalah tebu dengan penyisipan gen fitase untuk meningkatkan ketersediaan fosfor (P) di dalam jaringan tanaman yang dapat mengefisiensikan pemakaian pupuk P. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi mengenai keanekaragaman dan populasi mikrob tanah fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan perakaran tebu isogenik PS 851 di kebun percobaan PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) dan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Sampel tanah diambil dari perakaran tebu transgenik di lahan milik PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, Jawa Timur. Pengambilan sampel dilakukan secara komposit pada 9 titik secara acak dengan dua kali ulangan (duplo). Perhitungan jumlah mikrob dilakukan dengan metode hitung cawan dengan satuan CFU (colony formed unit)/gram tanah dan metode MPN (most propbable number) dengan satuan sel/gram tanah.

Hasil analisis mikrobiologi, keanekaragaman jumlah mikrob fungsional di perakaran tebu transgenik IPB 1 cukup tinggi sampai dengan 209,3 x 104 CFU/gram tanah. Perakaran tebu transgenik IPB 1 memiliki jumlah rata-rata populasi Azotobacter (25,1 x 104 CFU/gram tanah), Pseudomonas (19,1 x 104 CFU/gram tanah), mikrob pelarut fosfat (44,6 x 104 CFU/gram tanah), mikrob pendegradasi selulosa (11,5 x 104 CFU/gram tanah), mikrob pendegradasi protein (11,3 x 104 CFU/gram tanah) dan Nitrobacter (59,5 x 103 sel/gram tanah) yang lebih tinggi dibandingkan pada perakaran tebu isogenik PS 851. Tingginya rata-rata populasi mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik dapat dimungkinkan akibat dari aktifitas fitase pada tebu transgenik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tebu transgenik. Pertumbuhan tebu transgenik yang lebih baik dapat menghasilkan eksudat yang lebih banyak dibandingkan tebu isogenik, sehingga mikrob yang tumbuh dan berkembang di daerah perakaran tebu transgenik IPB 1 lebih banyak dibandingkan tebu isogenik PS 851 yang tidak menghasilkan enzim fitase.

Jumlah rata-rata populasi Azospirillum (23 x 103 sel/gram tanah) dan

Nitrosomonas (9,73 x 103 sel/gram tanah) pada perakaran tebu transgenik lebih kecil dibandingkan pada perakaran tebu isogenik, meskipun perbedaannya tidak terlalu besar. Hal ini dapat dikarenakan adanya persaingan antar mikrob dalam memperoleh sumber energi yang sama. Dampak dari penanaman tebu transgenik IPB 1 terhadap keanekaragaman dan jumlah mikrob fungsional belum terlihat, karena tidak adanya perbedaan yang besar antara jumlah mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dengan perakaran tebu isogenik PS 851.

(3)

Rizosphere of IPB 1 Transgenic Sugarcane at the Experiment Field of PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, East Java (Under the guidance of DWI ANDREAS SANTOSA dan RAHAYU WIDYASTUTI)

Recently, Indonesia is making efforts to improve food security by increasing agricultural production by genetic-engineering techniques. One of the techniques is a sugarcane with phytase gene insertion to increase the availability of phosphorus (P) in plant tissue, thus it can be efficient in P-fertilizer use. This reasearch aimed to explore the diversity and population of functional soil microbes in the rizosphere of IPB 1 transgenic sugarcane and the isogenic of PS 851 at the PG Djatiroto, Lumajang, East Java. This analysis was done at the Laboratory of Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) and the Soil Biotechnology Laboratory of Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University. The soil samples were taken from rhizhospere of transgenic sugarcane in the PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, East Java. Composite soil samples were taken from 9 randomized points with two replications. The calculation of total microbes was using plate counting method with units of CFU (colony forming units)/gram of soil and MPN method (most probable number) with units of cells/gram of soil.

Results of the microbiological analysis of functional microbe diversity in the rhizosphere of IPB 1 transgenic sugarcane was high (209.3 x 104 CFU/g soil). Rhizosphere of transgenic sugarcane IPB 1 has an average population of

Azotobacter (1.25 x 104 CFU/g soil), Pseudomonas (19.1 x 104 CFU/g soil), phosphate solubilizing microbes (44.6 x 104 CFU/g soil), cellulose degrading microbes (11.5 x 104 CFU/g soil), protein degrading microbes (11.3 x 104 CFU/g soil) and Nitrobacter (59.5 x 103 cells/g soil) was higher than that in the rhizosphere of PS 851 isogenic sugarcane. The average of functional microbes population in the rhizosphere of transgenic sugarcane was high probably due to phytase activity in transgenic sugarcane that affected the growth of transgenic sugarcane. The better growth of transgenic sugarcane may be due to more exudate production compared to isogenic sugarcane, thus microbes that grew and developed in the rhizosfere of IPB 1 transgenic sugarcane were higher than that in the rhizosphere of PS 851 isogenic sugarcane.

The average number of Azospirillum population (23 x 103 cells/g soil) and

Nitrosomonas (9.73 x 103 cells/g soil) in the rhizosphere of transgenic sugar cane was less than in rhizosphere of isogenic sugarcane, although the different was not too large. This could be due to the competition between microbes in obtaining the same energy source. Based on the result, there was no significant impact of IPB 1 transgenic sugarcane on population and diversity of funcional microbes in the rhizosphere.

(4)

KEANEKARAGAMAN MIKROB FUNGSIONAL PADA

PERAKARAN TEBU TRANSGENIK IPB 1 DI LAHAN

PERCOBAAN PG DJATIROTO PTPN XI, LUMAJANG,

JAWA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ANGREA PRATSNA PARAMITHA

A14063483

PROGRAM STUDI ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Penelitian : Keanekaragaman Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 di Lahan Percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Angrea Pratsna Paramitha Nomor Pokok : A14063483

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc NIP. 19620927 198811 1 001 NIP. 19610607 199002 2 001

Mengetahui,

Kepala Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Juli 1988 di Malang, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Supa’at, BSc dan Hj. Wiwik Dwi Asri Wahyuni.

(7)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 di Lahan Percobaan PG Djatiroto PTPN XI, Lumajang, Jawa Timur” ini tepat pada waktunya.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa selaku pembimbing I dan Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc selaku pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan

skripsi ini dari awal sampai akhir.

2. Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan untuk kemajuan penulis di masa mendatang.

3. Seluruh staf Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB; Bu Asih, Bu Jul, Pak Jito, Bu Yeti.

4. Para staf Laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB); Bu Yanti, Mbak Salmah, Teteh Tati, Mas Putra, Mas Kis, Mas Wito, Mas Yono, Mbak Ike, Shafar dan Rizky yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini.

5. Kedua orang tuaku (H. Supa’at, BSc dan Hj. Wiwik Dwi Asri Wahyuni), kakakku (Chandra Dewi Permatasari), adikku (Dyan Ratih Kumalasari Putri Satria Iskandar), serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan bantuan baik moril, spiritual, maupun material yang tidak akan pernah dapat terbayar.

6. Seluruh staf PG Djatiroto PTPN XI yang telah membantu pada penelitian di lapang.

(8)

8. Teman-teman Soilers Angkatan 43, mpo-mpo (Melita, Maretha Isyana, Bestari Intan Maharani, Nahrul Hayati, Marieta Ginting, Pranawita Karina), semua sahabat (Poppy Hariani, Amalia, Pitty, Ulfi, Natasha Sonya, Silvester Ardiles, Ardi Pratama, Chisida Naurin Nisa, Andi Krisnantono, Moch. Ryan Akbar) dan teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas semua dukungan dan motivasi.

9. Terimakasih kepada Bayu Arisandy yang selalu mendukung disaat-saat yang sulit, selalu mendengarkan segala keluh kesah, dan menenangkan disaat bimbang, dan selalu memberi motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu disempurnakan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kemajuan penulis di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, Januari 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati ... 3

2.2. Mikrob Tanah ... 3

2.2.1. Azotobacter sp... ... 4

2.2.2. Azospirillum sp... 4

2.2.3. Mikrob Pelarut Fosfat... ... 5

2.2.4. Pseudomonas sp... ... 6

2.2.5. Mikrob Pendegradasi Selulosa ... ... 6

2.2.6. Mikrob Pendegradasi Protein... ... 7

2.2.7. Nitrosomonas sp... ... 7

2.2.8. Nitrobacter sp... ... 8

2.3. Tebu Transgenik ... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

3.2. Bahan dan Alat ... 11

3.3. Metode Penelitian ... 13

3.3.1. Pengambilan Sampel ... 13

3.3.2. Isolasi Mikrob Tanah ... 13

  IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Mikrob Penambat N2 ... 16

4.2. Jumlah Populasi Pseudomonas sp ... 18

4.3. Populasi Bakteri Nitrifikasi ... 19

4.4. Populasi Mikrob Pelarut Fosfat ... 21

4.5. Populasi Mikrob Pendegradasi Selulosa ... 23

4.6. Populasi Mikrob Pendegradasi Protein ... 25

4.7. Keanekaragaman Populasi Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 dan Perakaran Tebu Isogenik PS 851 ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 31

(10)

ii

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(11)

DAFTAR TABEL

Lampiran

Nomor Halaman

1. Populasi Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1

dan Tebu Isogenik PS 851 ... 35

2. Perakaran Tebu Trangenik dan Isogenik yang terdapat Bakteri yang Dapat Menghambat Pertumbuhan Mikrob Lain ... 36

3. Komposisi Media NFB (Azospirillum) ... 36

4. Komposisi Unsur Mikro Dalam NFB ... 37

5. Komposisi Media Verstraete (Nitrosomonas) ... 37

6. Komposisi Media Seleksi Nitrobacter. ... 37

7. Komposisi Media Pikovskaya (Mikrob Pelarut Fosfat) ... 37

8. Komposisi Media King B (Pseudomonas) ... 38

9. Komposisi Media Seleksi Azotobacter ... 38

10. Komposisi Media CMC (Mikrob Pendegradasi Selulosa) ... 38

11. Komposisi Media Skim Milk, Half Strength (Mikrob Pendegradasi Protein) ... 38

12. Denah Pertanaman dan Perbandingan Jumlah mikrob fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 dengan Tebu Isogenik PS 851 ... 39

13. Skor Kriteria Untuk Masing-Masing Kelas ... 40

(12)

iv

DAFTAR GAMBAR

Teks

Nomor Halaman

1. Lokasi penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang,

Kecamatan Djatiroto ... 11

2. Denah tanaman tebu transgenik kebun Gedung Mas V.7 TG 2009/2010 pabrik gula Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur ... 12

3. Pembuatan seri pengenceran.. ... 14

4. Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 16

5. Populasi Azospirillum pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 17

6. Populasi Pseudomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 18

7. Populasi Nitrosomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 20

8. Populasi Nitrobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 20

9. Populasi mikrob pelarut fosfat pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 22

10. Pembentukan zona bening pada mikrob pendegradasi selulosa pada media CMC (Carboxyl Methyl Celullose) ... 23

11. Populasi mikrob pendegradasi selulosa pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 24

12. Populasi mikrob pendegradasi protein pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 ... 26

13. Rata-rata populai mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dibandingkan dengan tebu isogenik PS 851...28

(13)

1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan habitat berbagai jenis mikrob yang berperan penting dalam aliran energi dan daur nutrien yang berkaitan dengan ketersediaan hara pada tumbuhan. Menurut Irianto (2002) perakaran tumbuhan pada saat fotosintesis akan memasok oksigen ke rizhosfer. Secara berkelanjutan perakaran tumbuhan akan membebaskan nutrien yang berasal dari eksudat, sekresi akar atau lisisnya sel-sel akar. Beragam mikrob hidup dan berkembang di rizhosfer dan mendapatkan keuntungan dari ketersediaan oksigen dan nutrien.

Keanekaragaman dan jumlah mikrob tanah ditentukan oleh beberapa faktor di dalam tanah yaitu kelembaban, aerasi, suhu, bahan organik, kemasaman, dan kandungan unsur hara (Alexander, 1961). Ekosistem mikrob tanah terdiri dari beberapa kelompok yaitu bakteri, fungi, aktinomisetes, ganggang, dan protozoa

(Killham, 1994). Bakteri dan fungi merupakan kelompok yang paling penting dibandingkan yang lainnya karena jenisnya bervariasi. Kelompok bakteri yang bermanfaat antara lain bakteri penambat N2 yang hidup bebas (Azotobacter sp., Azospirillum sp.), bakteri nitrifikasi (Nitrosomonas sp., Nitrobacter sp.), bakteri pelarut fosfat, bakteri pendegradasi selulosa, dan bakteri pendegradasi protein. Fungi tanah yang bermanfaat antara lain fungi pelarut fosfat dan fungi penghasil antibiotik .

Keberadaan mikrob tanah pada suatu lahan pertanian dapat meningkatkan produktivitas suatu tanaman. Mikrob tanah dapat melapukkan sisa tanaman maupun organisme yang sudah mati, merombak senyawa organik seperti selulosa dan protein serta melarutkan unsur-unsur di dalam tanah sehingga tersedia oleh tanaman. Namun belum banyak penelitian mengenai jumlah, jenis dan keanekaragaman mikrob tanah yang bersifat menguntungkan. Melihat begitu banyaknya jenis dan manfaat mikrob tanah perlu dilakukan usaha untuk mengeksplorasi berbagai jenis mikrob tanah pada lahan pertanian maupun nonpertanian.

(14)

2

tanaman seperti kapas tahan hama penyakit, padi toleran terhadap kekeringan, dan juga tebu dengan gen fitase untuk meningkatkan ketersediaan fosfor (P) didalam jaringan tanaman yang dapat mengefisiensikan pemakaian pupuk P. Tanaman transgenik masih menjadi pro dan kontra di dalam masyarakat, terutama efeknya terhadap kesehatan dan dampak lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melakukan penelitian tentang pengaruh tanaman transgenik terhadap ekosistem di dalam tanah terutama pada mikrob tanah yang sangat sensitif dengan perubahan keadaan lingkungan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari jumlah dan keanekaragaman mikrob tanah fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan perakaran tebu isogenik PS 851. 2. Melihat pengaruh tebu transgenik terhadap pertumbuhan mikrob pada

perakaran tebu transgenik IPB 1 di kebun percobaan PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini yaitu:

1. Mikrob tanah fungsional dapat diisolasi dari perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851.

(15)

2.1 Keanekaragaman Hayati Tanah

Keanekaragaman merupakan suatu hal atau keadaan yang beraneka ragam atau bervariasi. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah semua kehidupan diatas bumi ini (tumbuhan, hewan, jamur dan mikrob) serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman ekologi dimana organisme hidup (Macfarlane, 2007). Menurut UU RI No. 5 Th. 1994, keanekaragaman hayati meliputi seluruh spesies tumbuhan, binatang, mikrob dan gen-gen yang terkandung dalam makhluk hidup di seluruh muka bumi.

Keanekaragaman hayati tanah menggambarkan adanya variabilitas kehidupan organisme di dalam tanah. Organisme di dalam tanah meliputi fauna

tanah dan mikrob tanah. Organisme tanah memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Peranan organisme tanah antara lain dalam mendekomposisi bahan organik, mempengaruhi siklus hara dalam tanah dan memperbaiki sifat fisik tanah (Sutanto, 2005).

2.2 Mikrob Tanah

Salah satu parameter yang menentukan produktivitas tanah adalah mikrob tanah (Sutedjo et al., 1991). Tanah yang berada dalam kondisi normal mengandung berbagai jenis mikrob (Schlegel dan Schmidt, 1994). Tanah yang baik adalah tanah yang mengandung beraneka macam mikrob yang berguna bagi tanaman. Diantara kelompok mikrob, bakteri adalah kelompok yang paling banyak mendapat perhatian. Peranan bakteri di tanah sangatlah penting, banyak dari jenis bakteri yang dapat menambat N2 ke dalam tanah dan juga dapat

melarutkan P yang terjerap di dalam tanah.

(16)

4

aktivitas metabolisme sehingga mengeluarkan senyawa metabolit yang disebut eksudat ke dalam tanah (Purwaningsih et al., 2004). Eksudat tersebut dimanfaatkan bakteri di dalam tanah, sehingga bakteri tersebut dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri. Oleh karena itu populasi bakteri di daerah perakaran tanaman lebih banyak dibandingkan di daerah tanpa perakaran tanaman. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi beberapa faktor antara lain keanekaragaman mikrob tanah, faktor iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, faktor nutrisi dan lingkungan, serta populasi mikrob yang merupakan indikator tingkat kesuburan tanah (Allen dan Allen, 1981).

2.2.1 Azotobacter sp.

Azotobacter berfungsi sebagai penambat N2 yang melimpah di atmosfer

dan menyediakan nitrogen bagi tanaman. Azotobacter dapat juga digolongkan sebagai bakteri pemacu tumbuh (plant growth promoting rhizobacteria atau yield increasing bacteria) yang menghasilkan vitamin dan zat pengatur tumbuh seperti IAA, kinetin dan giberelin (Tang et al., 1994; Glick, 1995).

Azotobacter adalah bakteri penambat N2 aerobik yang mampu menambat

N2 dalam jumlah yang cukup tinggi, bervariasi ±2 - 15 mg N/gram sumber karbon

yang digunakan, meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan (Rao,

1994). Azotobacter pada medium yang sesuai mampu menambat 10-20 mg N/gram gula (Allison, 1973). Waksman (1963) menyatakan bahwa kemampuan ini tergantung kepada sumber energinya, keberadaan nitrogen yang terpakai, mineral, reaksi tanah dan faktor lingkungan yang lain, serta kehadiran bakteri tertentu. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen antara lain suhu, kelembaban tanah, pH tanah, sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen.

2.2.2 Azospirillum sp.

Azospirillum merupakan bakteri penambat N2 dan penghasil zat tumbuh

(17)

rambut akar, perpanjangan akar, dan luas permukaan akar yang disebabkan oleh produksi asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan oleh Azospirillum. Selain mensintesis IAA dan menambat nitrogen bebas, beberapa golongan dari

Azospirillum dapat melarutkan fosfat, mensintesis siderofor, dan sebagai agen pengendali hayati (Bachhawat dan Gosh, 1989; Seshadri et al., 2000; Bashan dan Bashan, 2002). Azospirillum juga dapat melarutkan fosfat dengan cara mensekresikan asam glukonat (Rodriguez et al., 2004).

2.2.3 Mikrob Pelarut Fosfat

Mikrob pelarut fosfat merupakan bakteri ataupun fungi yang mempunyai kemampuan dalam melepaskan ikatan fosfat dan berperan dalam melarutkan fosfat dari tidak tersedia menjadi tersedia (Alexander, 1977; Rao, 1994). Bakteri pelarut fosfat berfungsi dalam melarutkan fosfat dalam bentuk terikat menjadi tersedia, meningkatkan fosfat tersedia, memperbaiki pertumbuhan tanaman dan

meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat (Rao, 1994).

Unsur P merupakan unsur hara makro ensensial bagi tanaman dan kekurangan P akan mengakibatkan menurunnya daya serap tanaman terhadap unsur-unsur yang lain. Menurut Soepardi (1983) peranan unsur P pada tanaman, yaitu:

1. Berperan dalam pembelahanan sel dan pembentukan lemak dan albumin

2. Berperan dalam pembentukan bunga, buah dan biji

3. Berpengaruh terhadap perkembangan akar halus dan rambut akar 4. Berperan dalam kematangan tanaman, melawan pengaruh nitrogen 5. Membuat tanaman tidak mudah rebah

6. Tanaman lebih tahan penyakit

(18)

6

metabolismenya. Enzim fosfatase sangat berpengaruh dalam mineralisasi P organik. Peningkatan mineralisasi P organik juga dipengaruhi oleh kenaikan pH tanah (Tisdale et al., 1985).

2.2.4 Pseudomonas sp.

Pseudomonas adalah bakteri yang dapat ditemukan hampir dalam semua media alami seperti di dalam tanah dan air. Bakteri ini memiliki ciri berbentuk batang, pada umumnya motil, memiliki flagella monotrikus, politrikus dan lofotrikus, Gram negatif, beberapa diketahui bersifat aerob fakultatif, serta bersel satu dengan ukuran (0,5-1,0)x(1,5-4,0) µm (Schaad et al, 2001). Banyak diantara bakteri ini yang merugikan karena dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Beberapa contohnya adalah Pseudomonas syringae, P. aeruginosa, P. solanacearum (Anas, 1989). Sejak tahun 1970, telah banyak pula penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa species dari Pseudomonas terutama dari

Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas putida dapat membantu

pertumbuhan tanaman yang akhirnya dapat meningkatkan produksi tanaman. Bakteri Pseudomonas berpotensi ekonomis sebagai agen biokontrol (Dupler dan Baker, 1984). Pseudomonas menghasilkan siderofor (senyawa organik yang dapat membentuk khelat dengan Fe3+, dengan KSp lebih dari 30) dan antibiotik yang dapat melawan organisme penyebab penyakit. Selain itu

Pseudomonas memproduksi senyawa -ketoglukonik yang dapat melarutkan

fosfat serta dapat menghasilkan zat tumbuh seperti IAA (Anas, 1989).

2.2.5 Mikrob Pendegradasi Selulosa

Selulosa merupakan polimer dari untaian rantai lurus unit glukosa dengan ikatan β-1,4-glikosida yang menyebabkannya sukar larut (Murashima et al., 2003). Ikatan ini dapat terurai jika dihidrolisis oleh enzim selulase. Enzim selulase terdiri atas tiga komponen, yaitu: endo 1,4 β-D glukanase, ekso 1,4 β glukanase

dan β-D glukosidase (Fikrinda dan Anas, 2000).

(19)

langsung antara bakteri dan permukaan selulosa (Ilmen et al., 1997). Banyaknya bahan organik sebagai sumber selulosa sangat berpengaruh terhadap banyaknya jumlah mikrob pendegradasi selulosa di dalam tanah.

Fungi berfilamen lebih berperan dalam mendegradasi selulosa pada tanah-tanah yang masam. Sementara pada tanah-tanah-tanah-tanah netral sampai alkalin yang lebih berperan dalam mendegradasi selulosa adalah dari golongan bakteri. Di alam bahan berselulosa dihancurkan oleh kerjasama banyak mikrob. Menurut Lewis et al. (1988) kultur campuran bakteri selulolitik dengan bakteri non selulolitik yang lain sangat ideal dalam proses degradasi selulosa.

2.2.6 Mikrob Pendegradasi Protein

Mikrob pendegradasi protein merupakan mikrob yang dapat mensekresi protease sehingga dapat menghidrolisis protein. Protein merupakan salah satu senyawa penyusun makhluk hidup. Berdasarkan aktivitasnya, enzim protease dibedakan menjadi proteinase (endopeptidolitik) yang menghidrolisis molekul protein menjadi polipeptida dan peptidase (eksopeptidolitik) yang menghidrolisis fragmen polipeptida menjadi asam amino (Whitaken, 1994; Rao, 1994).

Enzim protease banyak dimanfaatkan secara komersial. Penggunaan protease secara komersial banyak digunakan untuk detergen, pembuatan keju,

penanganan limbah, pengempukan daging sehingga banyak mikrob penghasil protease dimanfaatkan untuk memproduksi enzim secara komersial. Mikrob penghasil enzim protease antara lain Bacillus subtilis (bakteri) dan Aspergillus oryzae (fungi) (Susanti, 2003).

2.2.7 Nitrosomonas sp.

Nitrosomonas merupakan salah satu bakteri yang berperan dalam proses nitrifikasi. Nitrosomonas merupakan bakteri kemoautotrofik yang merupakan bakteri yang mengubah bahan-bahan anorganik sebagai sumber energinya.

(20)

8

Proses pembelahan sel pada Nitrosomonas bisa memakan waktu beberapa hari (Marsh et al., 2005).

Proses nitrifikasi oleh Nitrosomonas adalah mengubah amoniak (NH3)

menjadi nitrit (NO2-) yang juga disebut dengan nitritasi. Proses nitritasi ini dapat

menurunkan pH lingkungan sekitar karena dalam proses ini melepaskan ion H+. Dibawah ini merupakan proses nitritasi yang dilakukan oleh bakteri nitrit:

Nitrosomonas atau

2NH

3

+ 3O

2

2HNO

2

+ 2H

2

O + 158 kilokalori

(amoniak) Nitrosococcus (nitrit)

Setelah proses nitritasi maka selanjutnya adalah proses nitratasi yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Proses nitratasi sangat tergantung pada proses nitritasi yang berlangsung sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada proses nitratasi memerlukan nitrit yang dihasilkan oleh bakteri nitritasi.

2.2.8 Nitrobacter sp.

Nitrobacter merupakan bakteri Gram negatif dan kemoautotrofik.

Nitrobacter merupakan bakteri yang lambat tumbuh seperti Nitrosomonas.

Nitrobacter tumbuh pada kisaran pH 7-8 dan tumbuh optimal pada kisaran pH 7,3-7,5 serta optimal pada suhu 30oC (Bhaskar dan Charyulu, 2005). Bakteri ini mengubah bahan anorganik sebagai sumber energinya. Nitrobacter merupakan bakteri nitrifikasi yang berasosiasi dengan bakteri nitritasi seperti Nitrosomonas

dan Nitrosococcus. Bakteri ini memperoleh energi dari mengubah nitrit menjadi nitrat. Dibawah ini merupakan proses nitratasi:

Nitrobacter

2HNO

2

+ O

2

2HNO

3

+ 2H

2

O + 36 kilokalori

(nitrit) (nitrat)

(21)

proses nitrifikasi maka pH disekitar lingkungan akan menurun karena terlepasnya ion H+ pada lingkungan.

2.3 Tebu Transgenik

Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup lain ke dalam tanaman yang menghasilkan suatu tanaman baru mempunyai suatu keunggulan tertentu. Sedangkan tanaman isogenik merupakan tanaman yang memiliki gen yang sama dengan tanaman transgenik, kecuali pada gen transgenik yang disisipkan pada tanaman transgenik. Penelitian tentang tanaman transgenik diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia.

Sudah banyak penelitian tentang tanaman transgenik, bahkan sudah dibudidayakan seperti kapas transgenik tahan hama, padi transgenik yang mengandung vitamin A dalam jumlah tinggi, kedelai transgenik tahan herbisida, dan lain-lain. Salah satu tanaman transgenik yang sedang diteliti di Indonesia adalah tebu transgenik yang disisipi gen fitase. Tebu transgenik tersebut adalah tebu yang telah disisipi gen fitase yang mampu meningkatkan ketersediaan fosfor dalam jaringan tanaman dengan cara mengubah asam fitat yang merupakan bentuk P-organik yang sukar digunakan tanaman dalam jaringan menjadi P dalam

bentuk yang dapat digunakan oleh tanaman (Santosa, 2010).

Sanchez (1976) mengemukakan bahwa unsur P merupakan unsur hara makro esensial dan pada daerah tropis merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman urutan ketiga setelah air dan nitrogen. Fosfor terdapat dalam jumlah sedikit pada tanah mineral. Menurut Soepardi (1979) sebagian besar fosfor berada dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman. Di dalam tanah, P dapat ditemukan dalam bentuk P anorganik dan P organik. P anorganik di dalam tanah sangat beragam seperti contohnya Al(OH)2H2PO4, CaHPO4.H2O, dan FePO4.H2O.

(22)

10

gula fosfat. Total P organik di dalam tanah-tanah pertanian berkisar antara 100-400 ppm pada tanah yang diberikan pemupukan bahan organik, sedangkan pada tanah-tanah yang tidak diberi pemupukan bahan organik berkisar antara 2-54 ppm (Tisdale et al., 1985). Namun di dalam tanah yang paling dominan hanya inositol fosfat, fosfolipid serta asam nukleat. P organik dalam bentuk inositol fosfat yang dapat diuraikan oleh enzim fitase pada tebu transgenik sehingga dapat tesedia bagi tanaman.

(23)

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) dan Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai sejak April 2010 sampai dengan September 2010. Pengambilan sampel tanah dilakukan di kebun percobaan tebu transgenik PG Djatiroto Lumajang.

Gambar 1. Lokasi penanaman, Propinsi Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Kecamatan Djatiroto

3.2. Bahan dan Alat

(24)

12

digunakan berasal dari 23 klon (perbanyakan) IPB 1, yaitu IPB 1-1, IPB 1-2, IPB 1-3, IPB 1-4, IPB 1-5, IPB 1-6, IPB 1-7, IPB 1-12, IPB 1-17, IPB 1-21, IPB 1-34, IPB 1-36, IPB 1-37, IPB 1-40, IPB 1-46, IPB 1-51, IPB 1-52, IPB 1-53, IPB 1-55, IPB 1-56, IPB 1-59, IPB 1-62, IPB 1-71, sedangkan untuk tebu isogenik hanya menggunakan sampel tanah PS 851. Denah penanaman dan lahan yang diambil sampel tanahnya dari perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 dapat dilihat di Gambar 2.

Latering 1 Latering 2 Latering 3 Latering 4

BL IPB1 – 18 IPB1 – 19 IPB1 – 36

BL IPB1 – 17 IPB1 – 20 IPB1 – 37

BL IPB1 – 14 PS 851 IPB1 – 40

BL IPB1 – 13 IPB1 – 21 IPB1 – 46

BL IPB1 – 12 IPB1 – 22 IPB1 – 51

POJ IPB1 – 11 IPB1 – 23 IPB1 – 52

POJ IPB1 – 10 IPB1 – 24 IPB1 – 53

BL IPB1 – 8 IPB1 – 25 IPB1 – 55

POJ IPB1 – 7 IPB1 – 27 IPB1 – 56

IPB1 – 1 IPB1 – 6 IPB1 – 29 IPB1 – 62

IPB1 – 2 IPB1 – 5 IPB1 – 31 IPB1 – 71

IPB1 – 3 IPB1 – 4 IPB1 – 34 IPB1 – 59

Ket: = lahan tebu yang dijadikan sampel UTARA

Gambar 2. Denah penanaman tebu transgenik kebun Gedung Mas V.7 TG 2009/2010 pabrik gula Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur

(25)

erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, laminar air flow, pipet mikro 1 mL, tip, oven, dan autoklaf, vorteks. Media yang digunakan untuk isolasi mikrob antara lain King B untuk isolasi Pseudomonas, media seleksi Azotobacter, media NFB (Nitrogen Free Broth) untuk isolasi Azospirillum, Media CMC (Carboxyl Methyl Celullose) untuk isolasi mikrob pendegradasi selulosa, media Skim Milk untuk isolasi mikrob pendegradasi protein, media Pikovskaya untuk isolasi mikrob pelarut fosfat, media Verstraete untuk isolasi Nitrosomonas, dan media seleksi

Nitrobacter.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Pengambilan Sampel Tanah

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada perakaran tebu transgenik di lahan percobaan PG Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur. Tiap perakaran klon tebu diambil sampel tanah pada daerah perakaran tebu sedalam 15-30 cm. Sampel tanah diambil secara komposit dari 9 titik secara acak pada perakaran tebu lalu dicampur jadi satu kemudian diambil 200 gram. Pengambilan sampel tanah dilakukan dua kali ulangan (duplo).

3.3.2. Isolasi Mikrob Tanah

Sampel diambil 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 mL larutan fisiologis (0,85% NaCl) dan dihomogenkan dengan vorteks selama 3-5 menit. Dari tabung reaksi pertama dipipet lagi sebanyak 1 mL. Prosedur ini dilakukan sampai pengenceran yang diinginkan dan dilakukan dalam tempat yang aseptik agar terjaga dari kontaminan.

Penghitungan jumlah mikrob dilakukan dengan metode hitung cawan (Lay, 1994) dan MPN (Most Probable Number). Populasi mikrob tanah yang dihitung menggunakan metode hitung cawan antara lain Azotobacter, Pseudomonas,

mikrob pelarut fosfat, mikrob pendegradasi protein, mikrob pendegradasi selulosa. Metode MPN digunakan untuk menghitung populasi Nitrosomonas, Nitrobacter dan Azospirillum.

(26)

14

dimasukkan kedalam cawan petri maka siap dituang media yang telah disterilkan sebanyak 10-20 mL. Media yang dituang dalam kondisi yang tidak terlalu panas, sekitar 40oC. Inkubasi dilakukan 3-7 hari di dalam inkubator pada suhu 35oC. Setelah mikrob diinkubasi sampai waktu yang ditentukan, maka mikrob dihitung populasinya menggunakan metode hitung cawan dengan satuan CFU (colony formed unit)/gram tanah.

Gambar 3. Pembuatan seri pengenceran, a) metode hitung cawan, b) metode MPN dengan 3 tabung

9 mL Larutan fisiologis

1 mL 1 mL 1 mL 1mL

Sampel tanah 1 gram

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

1 mL 1 mL

tabung reaksi yang sudah terisi media

1 mL 1 mL 1 mL

9 mL Larutan fisiologis

Sampel tanah 1 gram

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

1 mL 1 mL

1 mL

a)

(27)

Metode MPN dilakukan dengan cara seri pengenceran yang ditentukan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi media yang telah disterilkan sebanyak 1 mL. Setiap seri pengenceran yang diinginkan dimasukkan ke dalam 3 atau 5 tabung reaksi yang telah terisi media. Inkubasi untuk menumbuhkan

Nitosomonas dan Nitrobacter membutuhkan selama 3-4 minggu dan untuk

(28)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Populasi Bakteri Penambat N2

Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 104 CFU/gram tanah (Tabel Lampiran 1). Tidak ditemukan Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1-1. Berdasarkan Gambar 4 jumlah populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik yang berada di bawah jumlah populasi Azotobacter

pada perakaran tebu isogenik yaitu IPB 1, 21,34, 37, 40, 46, 56, 1-59, 1-62, sedangkan yang lain berada di atas isogeniknya.

Gambar 4. Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851

Menurut Sutedjo et al. (1991) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

Azotobacter salah satunya adalah konsentrasi elemen-elemen mineral tertentu terutama fosfat. Perakaran IPB 1-1 tidak terdapat populasi Azotobacter mungkin dapat terjadi akibat adanya antagonistik dari bakteri lain ataupun kurangnya aerasi pada perakaran yang memiliki tekstur dominan liat karena Azotobacter

merupakan bakteri aerobik. Menurut Lewis et al. (1991) pertumbuhan

Pseudomonas fluoresens dapat menghambat pertumbuhan Azotobacter. Populasi

(29)

tanah (Tabel Lampiran 1). Isolat sampel tanah tebu transgenik IPB 1-1 juga ditemukan bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain (Tabel Lampiran 2).

Gambar 5. Populasi Azospirillum pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851

Populasi Azospirillum tertinggi pada perakaran IPB 1-7 sebesar 74,5 x 103 sel/ gram tanah (Tabel Lampiran 1) dan yang terendah pada perakaran IPB 1-34 dan 1-46 sebesar 2 x 103 sel/ gram tanah (Tabel Lampiran 1). Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah populasi Azospirillum pada perakaran IPB 1-7 lebih tinggi daripada populasi pada perakaran tebu isogenik, sedangkan jumlah

Azospirillum pada perakaran IPB 1-59 sama dengan PS 851 yaitu sebesar 54 x 103 sel/gram tanah (Tabel Lampiran 1). Selain kedua klon tebu transgenik yang disebutkan tadi, seluruh perakaran pada klon tebu transgenik populasi

Azospirillum berada dibawah PS 851. Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat beberapa klon dengan jumlah populasi yang cukup rendah dibandingkan dengan tebu PS 851 yaitu IPB 1-1, 1-21, 1-36, 1-37, 1-40, 1-46. Perbedaan jumlah populasi tersebut mungkin disebabkan berbedanya jumlah bahan organik pada setiap lahan percobaan. Ketersediaan sumber energi (C-organik) di lingkungan

rizosfer merupakan faktor utama yang menentukan banyaknya N2 yang ditambat

dan memacu perkembangan mikrob penambat N2 (Alexander, 1961). Persaingan

(30)

18

mempengaruhi pertumbuhan mikrob penambat N2. Jumlah Azospirillum pada

tanah-tanah normal berkisar antara 10-1000 sel/gram tanah (Syarifudin, 2002).

4.2. Populasi Pseudomonas sp.

Pseudomonas merupakan bakteri yang sering ditemui di daerah perakaran.

[image:30.595.105.512.313.524.2]

Pseudomonas memiliki perkembangan yang cepat dan biasa mendominasi daerah perakaran. Banyak dari spesies Pseudomonas yang merugikan, tetapi telah banyak pula penelitian tentang Pseudomonas yang menunjukkan ada beberapa spesies yang menguntungkan untuk perkembangan tanaman terutama Pseudomonas fluorecent dan Pseudomonasputida.

Gambar 6. Populasi Pseudomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851

Jumlah populasi Pseudomonas yang paling tinggi terdapat pada perakaran tebu transgenik IPB 1-53 sebesar 97,8 x 104 CFU/gram tanah (Tabel Lampiran 1).

Pseudomonas tidak ditemukan pada perakaran tebu transgenik IPB 1-17. Populasi

Pseudomonas di perakaran tebu isogenik PS 851 sebesar 9,58 x 104 CFU/gram tanah (Tabel Lampiran 1). Gambar 6 menunjukkan sebagian besar pada perakaran klon tebu transgenik memiliki populasi Pseudomonas yang cukup tinggi dibandingkan dengan perakaran pada tebu isogenik. Gen fitase pada tebu transgenik mengeluarkan enzim fitase yang dapat membebaskan fosfat organik

(31)

dan akan cepat diserap oleh tumbuhan dan merangsang pertumbuhan mikrob lainnya (Irianto, 2002).

Di dalam isolasi Pseudomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 ditemukan Pseudomonas yang dapat melarutkan fosfat. Hal ini dilakukan dengan memindahkan media tumbuh Pseudomonas ke media yang mengandung fosfat dan terbentuk zona bening. Beberapa spesies Pseudomonas dari hasil penelitian ini ternyata menghasilkan suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob lain yang kemungkinan besar merupakan antibiotik. Tingginya populasi

Pseudomonas penghasil antibiotik dapat menyebabkan berkurangnya populasi mikrob yang lainnya.

4.3. Populasi Bakteri Nitrifikasi

Nitrifikasi merupakan proses oksidasi dari amonium menjadi nitrat. Amonium di dalam tanah merupakan suatu awal dari serangkaian reaksi yang membentuk nitrit dan nitrat yang diperantarai oleh bakteri khusus yang disebut bakteri nitrifikasi. Nitrifikasi berlangsung dua tingkatan proses di dalamnya yaitu proses nitritasi yang melibatkan bakteri golongan Nitrosomonas dan nitratasi yang melibatkan bakteri golongan Nitrobacter (Sutedjo et al., 1991). Proses terbentuknya nitrit yaitu teroksidasinya amonium menjadi nitrit oleh bantuan

Nitrosomonas, lalu nitrit yang dihasilkan diubah oleh Nitrobacter menjadi nitrat. Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang dapat di gunakan langsung oleh tanaman (Paul dan Clark, 1996), sehingga proses nitrifikasi sangat penting dalam pertumbuhan tanaman.

(32)
[image:32.595.112.514.85.277.2]

20

Gambar 7. Populasi Nitrosomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851.

Nitrosomonas merupakan bakteri kemoautrotof yang sumber energinya dari bahan-bahan anorganik dan sumber karbon dari CO2 (Alexander, 1961). Salah

satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Nitrosomonas adalah banyaknya kandungan ammonium di dalam tanah yang dapat dimanfaatkan untuk proses metabolisme Nitrosomonas (Rao, 1994). Menurut Paul dan Clark (1996) faktor-faktor lain yang berpengaruh pada pertumbuhan bakteri nitrifikasi adalah kemasaman, aerasi, kelembaban dan suhu tanah.

Gambar 8. Populasi Nitrobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851

[image:32.595.87.533.497.726.2]
(33)

Populasi Nitrobacter pada perakaran tebu transgenik yang tertinggi pada perakaran tebu transgenik yaitu IPB 1-12, 1-37, dan 1-52 sebesar 140 x 103 sel/ gram tanah (Tabel Lampiran 1). Populasi yang terendah dari perakaran IPB 1-55 sebesar 1,75 x 103 sel/ gram tanah (Tabel Lampiran 1). Perakaran tebu isogenik memiliki jumlah populasi sebesar 14 x 103 sel/ gram tanah (Tabel Lampiran 1). Gambar 8 menunjukkan bahwa secara keseluruhan jumlah populasi Nitrobacter

pada perakaran tebu transgenik IPB 1 kebanyakan berada di atas isogeniknya. Pertumbuhan Nitrobacter sp. dipengaruhi oleh faktor-faktor yang hampir sama seperti pada Nitrosomonas sp. Dalam pertumbuhannya, bakteri ini membutuhkan nitrit yang dihasilkan Nitrosomonas dalam proses nitritasi untuk digunakan dalam metabolisme tubuhnya. Hasil dari proses nitratasi yang dilakukan oleh Nitrobacter

menghasilkan nitrat yang merupakan bentuk nitrogen yang mudah untuk diserap oleh tumbuhan.

4.4. Populasi Mikrob Pelarut Fosfat

Fosfor merupakan unsur hara esensial bagi tumbuhan. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang mengandung fosfor dalam jumlah cukup dapat juga mengalami defisiensi fosfor. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk fosfat anorganik yang dapat terlarut (H2PO4- dan HPO42-). Sebagian besar bentuk

anorganik dari fosfat didalam tanah berupa senyawa Ca, Fe, Al, dan F yang mengikat kuat unsur P sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Rao, 1994). Sekresi asam organik oleh bakteri pelarut fosfat dapat melepaskan ikatan P anorganik di dalam tanah. Oleh sebab itu mikrob yang dapat melarutkan fosfat memegang peranan penting akan tersedianya unsur P yang dapat diserap oleh tanaman.

(34)
[image:34.595.113.513.85.287.2]

22

Gambar 9. Populasi mikrob pelarut fosfat pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851

Populasi mikrob pelarut fosfat pada sampel tanah tebu transgenik IPB 1

tertinggi pada perakaran IPB 1-46 yaitu sebesar 209,3 x 104 CFU/gram tanah (Tabel Lampiran 1). Populasi mikrob pelarut fosfat terendah pada perakaran tebu isogenik PS 851 yaitu sebesar 0,025 x 104 CFU/gram tanah (Tabel Lampiran 1). Beberapa sampel tanah dari perakaran tebu transgenik IPB 1 yang memiliki populasi mikrob pelarut fosfat yang rendah seperti pada perakaran IPB 1, 6, 1-62, dan 1-71. Perlakuan pada penanaman tebu transgenik dan tebu isogenik ini dilakukan dengan cara tidak menambahkan pupuk fosfat. Penyerapan fosfat dari dalam tanah bergantung pada residu dalam tanah pada waktu tanam sebelumnya. Pertumbuhan mikrob pelarut fosfat tergantung dari banyaknya fosfat di dalam tanah. Karena tidak adanya analisis banyaknya unsur P didalam tanah, jadi belum diketahui banyaknya kandungan P yang sebenarnya pada perakaran tebu transgenik dan tebu isogenik. Jumlah bahan organik di dalam tanah juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrob pelarut fosfat. Mikrob pelarut fosfat membutuhkan banyak bahan organik dan menghasilkan asam-asam organik sebagai hasil metabolismenya.

4.5. Populasi Mikrob Pendegradasi Selulosa

Selulosa merupakan senyawa penyusun tumbuhan yang sulit terurai. Selulosa dapat terurai oleh proses mikrobiologi. Selulosa dapat dipecah menjadi

(35)

glukosa oleh enzim selulase yang disekresikan oleh mikrob perombak selulosa. Tahap pertama dari perombakan selulosa adalah pemecahan polimer selulosa oleh enzim selulase yang akan mengubah polimer tersebut menjadi monomer glukosa. Tahap kedua adalah metabolisme dari gula sederhana (glukosa) menjadi CO2,

[image:35.595.213.411.247.437.2]

asam organik atau alkohol yang berlangsung secara aerob (Alexander, 1961). Mikrob pendegradasi selulosa sangat berperan dalam penyediaan sumber karbon dari bahan organik yang dapat dimanfaatkan mikrob lain.

Gambar 10. Pembentukan zona bening pada mikrob pendegradasi selulosa pada media CMC (Carboxyl Methyl Celullose)

Gambar 10 menunjukkan zona bening yang merupakan daerah perombakan selulosa. Koloni bakteri tersebut menghasilkan enzim selulolitik yang mampu mendegradasikan selulosa secara nyata. Isolat dari sampel tanah perakaran tebu transgenik banyak dijumpai fungi. Fungi tumbuh pada isolat sampel tanah IPB 1-37, 1-46, 1-51, 1-52, 1-53, 1-55, 1-56, serta 1-57. Kebanyakan dari jenis fungi tersebut adalah Aspergillus sp. Namun dari semua isolat tersebut tidak ditemukan fungi yang dapat mendegradasi selulosa. Hasil isolasi yang terlihat hanya bakteri yang dominan dalam mendegradasikan selulosa.

(36)

24

perakaran tebu isogenik juga tidak terdeteksi adanya pertumbuhan mikrob pendegradasi selulosa. Populasi mikrob pendegrasi selulosa pada perakaran tebu transgenik maupun isogenik tidak terlalu bagus karena banyak dari perakaran yang memiliki sedikit mikrob pendegradasi selulosa, bahkan tidak ada sama sekali. Menurut Alexander (1961) populasi bakteri selulolitik di tanah berkisar antara kurang dari 100 (kebanyakan tidak ada sama sekali) sampai lebih dari 5 x 105 CFU per gram tanah. Kemungkinan jumlah bahan organik yang rendah pada sebagian daerah perakaran klon tebu yang mungkin menyebabkan rendahnya populasi mikrob pendegradasi selulosa yang sumber energinya dari bahan organik.

Gambar 11. Populasi mikrob pendegradasi selulosa pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan Tebu Isogenik PS 851

Rao (1994) dan Alexander (1961) mengatakan bahwa faktor lingkungan yang berpengaruh pada pendegradasian selulosa adalah banyaknya nitrogen, suhu, aerasi, kelembaban, pH, banyaknya karbohidrat dan proporsi lignin. Dekomposisi selulosa berbanding lurus dengan banyaknya nitrogen yang ditambahkan. Bila nitrogen diberikan dalam jumlah yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, maka pendekomposisian selulosa menjadi menurun (Alexander, 1961). Proses dekomposisi terutama pedekomposisian selulosa sangat baik pada C:N antara

(37)

20:1, jika terlalu tinggi ataupun terlalu rendah maka proses dekomposisi kurang maksimal (Paul dan Clark, 1996).

Tanah pada kebun percobaan milik PG Djatiroto yang ditanami tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 adalah jenis tanah Inceptisol yang derajat kemasamannya cukup tinggi. Perlakuan yang diberikan pada penanaman tebu transgenik dan tebu isogenik ini adalah dengan memberikan pupuk ZA yang dapat menambah kemasaman pada tanah. Sebagaimana yang telah diuraikan mikrob pendegradasi selulosa yang ditemukan dominan dari golongan bakteri. Kebanyakan bakteri tidak cocok hidup di lingkungan yang memiliki kemasaman yang tinggi. Dalam lingkungan yang netral sampai alkalin, bakteri pendegradasi selulosa dapat tumbuh dengan baik (Alexander, 1961).

4.6. Populasi Mikrob Pendegradasi Protein

Protease merupakan enzim yang berfungsi dalam mineralisasi N organik sehingga mempengaruhi ketersediaan N di dalam tanah. Mikrob pendegradasi protein dapat mensekresikan enzim protease yang dapat memecah protein menjadi asam-asam amino (Sylvia et al., 1999). Hasil dari pemecahan protein tersebut yaitu polipeptida (Smith, 1982), asam-asam amino, dan turunan nitrogen lainnya (Waksman, 1963). Asam-asam amino dan turunan nitrogen hasil pemecahan protein akan diubah menjadi nitrogen anorganik oleh mikrob amonifikasi sehingga nitrogen dapat dimanfaatkan oleh tanaman dan mikrob di dalam tanah.

Mikrob pendegaradasi protein pada isolat dicirikan dengan adanya zona bening di sekitar koloni. Zona bening ini merupakan daerah hasil perombakan protein. Semakin lebar diameter zona bening yang dihasilkan mikrob pendegradasi protein maka semakin tinggi pula aktivitas enzim protease yang dimiliki mikrob pendegradasi protein. Populasi mikrob pendegradasi protein pada

(38)

26

[image:38.595.114.510.83.295.2]

Gambar 12. Populasi mikrob pendegradasi protein pada perakaran tebu transgenik

IPB 1 dan tebu isogenik PS 851

Gambar 12 menunjukkan bahwa populasi mikrob pendegradasi protein pada perakaran tebu isogenik yang digunakan sebagai kontrol relatif lebih rendah dibandingkan dengan populasi mikrob pendegradasi protein pada perakaran tebu

transgenik. Hal ini dapat disebabkan adanya aktivitas fitase dalam tebu transgenik yang dapat melarutkan fosfat menjadi tersedia bagi tanaman dan mikrob di daerah sekitar perakaran sehingga merangsang pertumbuhan mikrob. Jika terdapat banyak nutrisi di dalam tanah maka mikrob akan tumbuh dan berkembang baik. Mikrob pendegradasi protein sangat membutuhkan bahan organik sebagai sumber energinya, sama seperti mikrob pendegradasi selulosa. Jika bahan organik di suatu lahan sedikit maka akan berpengaruh pada pertumbuhan mikrob pendegradasi protein.

Populasi mikrob pendegradasi protein yang rendah pada perakaran IPB 1-6 juga terjadi pada mikrob pendegradasi selulosa dan mikrob pelarut fosfat pada perakaran yang sama. Hal ini dimungkinkan adanya antagonistik antar bakteri, karena dalam isolat sampel perakran IPB 1-6 ditemukan adanya bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob lainnya (Tabel Lampiran 2). Pertumbuhan mikrob antagonis yang tinggi terutama mikrob yang dapat menghasilkan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan mikrob yang lain.

(39)

4.7. Keanekaragaman Populasi Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 dan Perakaran Tebu Isogenik PS 851

Dari rataan jumlah mikrob fungsional, rata-rata jumlah mikrob pada perakaran tebu transgenik lebih tinggi daripada tebu non transgenik. Gambar 13 menunjukkan bahwa rata-rata populasi Azotobacter, Pseudomonas, mikrob pelarut fosfat, mikrob pendegradasi selulosa, mikrob pendegradasi protein,

Nitrosomonasdan Nitrobacter lebih tinggi pada perakaran tebu transgenik IPB 1 daripada perakaran tebu isogenik PS 851. Sedangkan rata-rata populasi

Azospirillum dan Nitrosomonas pada perakaran tebu transgenik lebih kecil daripada pada perakaran tebu isogenik, meskipun perbedaannya tidak terlalu besar.

Dilihat pada Tabel Lampiran 1 tidak ada pertumbuhan mikrob pendegradasi seulosa pada sebagian perakaran tebu transgenik IPB 1. Tidak adanya

pertumbuhan mikrob pendegradasi selulosa pada sebagian perakaran tebu isogenik wajar terjadi di segala jenis tanah karena kebanyakan mikrob pendegradasi selulosa tidak ada sama sekali di dalam tanah mineral (Alexander, 1961). Selain itu penyebab perbedaan pertumbuhan mikrob pendegradasi selulosa pada perakaran tebu transgenik mungkin diakibatkan kadar bahan organik di setiap lahan berbeda-beda sebab tidak diberikan pemupukan bahan organik pada perlakuan penanaman tebu. Mikrob pendegradasi selulosa bermanfaat dalam pendekomposisian bahan organik sehingga menambah sumber karbon di dalam tanah yang dapat di manfaatkan oleh mikrob dan tanaman (Waksman, 1963).

(40)

28

[image:40.595.112.512.94.349.2]

Perbandingan Jumlah Populasi Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 dan Tebu Isogenik PS 851

Gambar 13. Rata-rata populai mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dibandingkan dengan tebu isogenik PS 851

Tingginya populasi mikob pendegradasi selulosa dan protein pada keseluruhan perakaran tebu transgenik ternyata mempengaruhi pertumbuhan mikrob pelarut fosfat yang membutuhkan senyawa organik untuk proses metabolismenya. Dilihat pada Tabel Lampiran 1 jumlah rata-rata populasi pelarut fosfat keseluruhan perakaran tebu transgenik lebih tinggi daripada isogenik yaitu sebesar 44,6 x 104 CFU/gram tanah. Meskipun pada kedua lahan dilakukan perlakuan tanpa pemupukan P namun pasokan unsur P didalam tanah dapat terpenuhi oleh adanya residu P dari waktu tanam sebelumnya. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa P di dalam tanah teretensi oleh unsur-unsur lain di dalam tanah menjadi Fe-P atau Al-P (pada tanah masam). Dengan adanya mikrob pelarut fosfat dapat membantu dalam melarutkan fosfat teretensi yang kemudian dapat dimanfaatkan mikrob lain maupun tanaman.

Selain itu, pertumbuhan mikob pendegradasi selulosa dan protein ternyata

dapat mempengaruhi pertumbuhan Pseudomonas yang juga merupakan bakteri pelarut fosfat. Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa jumlah populasi mikrob pendegradasi selulosa dan protein yang rendah pada perakaran tebu isogenik mempengaruhi rendahnya jumlah populasi mikrob pelarut fosfat dan

(41)

Pseudomonas. Sedangkan tingginya jumlah populasi mikrob pendegradasi selulosa dan protein mempengaruhi tingginya Pseudomonas pada rata-rata perakaran tebu transgenik PS IPB 1.

Pertumbuhan Nitrosomonas pada keseluruhan perakaran tebu transgenik IPB 1 lebih rendah dibandingkan dengan tebu isogenik PS 851, meskipun tidak terlalu besar. Hal ini mungkin disebabkan adanya persaingan antar mikrob dalam memperoleh sumber energi yang sama. Umumnya pertumbuhan Nitrosomonas

mempengaruhi pertumbuhan Nitrobacter, semakin tinggi populasi Nitrosomonas

akan meningkatkan pertumbuhan Nitrobacter yang membutuhkan nitrit dalam metabolismenya. Rata-rata populasi Nitrobacter yang lebih tinggi daripada

[image:41.595.92.512.411.640.2]

Nitrosomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1, mungkin dapat terjadi akibat tingginya efektifitas Nitrosomonas dalam menghasilkan nitrit. Meskipun jumlah populasi Nitrosomonas yang sedikit, jika memiliki efektivitas yang tinggi dalam menghasilkan nitrit maka dimungkinkan dapat mempengaruhi tingginya pertumbuhan Nitrobacter.

Gambar 14. Skoring keragaan tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851 (Marliani, 2011)

Selain dari pengaruh pertumbuhan mikrob yang lain, pertumbuhan mikrob fungsional pada perakaran tebu transgenik dan isogenik mungkin dipengaruh oleh tanaman tebu transgenik itu sendiri. Enzim fitase pada tebu transgenik dapat mempengaruhi penyerapan fosfat pada tanaman. Hal ini menyebabkan

(42)

30

(43)

5.1 Kesimpulan

Perakaran tebu transgenik IPB 1 memiliki keanekaragaman populasi mikrob fungsional mencapai 20,93 x 105 CFU/gram tanah. Perakaran tebu transgenik IPB 1 memiliki jumlah rata-rata populasi Azotobacter, Pseudomonas, mikrob pelarut fosfat, mikrob pendegradasi selulosa, mikrob pendegradasi protein dan Nitrobacter yang lebih tinggi dibandingkan dengan perakaran tebu isogenik PS 851. Sedangkan pada perbandingan rata-rata populasi Azospirillum dan

Nitrosomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 lebih rendah dibandingkan dengan perakaran tebu isogenik PS 851, meskipun perbedaannya tidak terlalu besar.

Tingginya rata-rata populasi mikrob fungsional pada perakaran tebu tansgenik dapat dimungkinkan akibat dari aktivitas fitase pada tebu transgenik

yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tebu transgenik sehingga dapat menghasilkan eksudat yang lebih banyak dibandingkan tebu isogenik sehingga mikrob yang tumbuh dan berkembang di daerah perakaran tebu transgenik IPB 1 lebih banyak dibandingkan tebu isogenik PS 851 yang tidak menghasilkan enzim fitase. Dampak dari penanaman tebu transgenik IPB 1 terhadap keragaman dan jumlah mikrob fungsional belum terlihat, karena tidak adanya perbedaan yang besar antara mikrob fungsional pada perakaran yang ditanami tebu transgenik IPB 1 dengan perakaran yang ditanami tebu isogenik PS 851.

5.2 Saran

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, O.N. dan E.K. Allen. 1981. The Leguminosae, a Source Book of Characteristics, Uses, and Nodulation. Wisconsin: University of Wisconsin Press.

Alexanderr, M. 1961. Soil Microbiology. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Allison, F.E. 1973. Soil Organic Matter and It’s Role in Crop Production. New York:Elsevier Scientific Publishing Company.

Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Bogor: PAU Institut Pertanian Bogor.

Bachhawat, A.K. and S. Ghosh. 1989. Temperature inhibition of siderophore production in Azospirillum brasilense. J. Bacteriol 171: 4092-4094.

Bashan Y. and L.E. Bashan. 2002. Protection of tomato seedlings against infection by Pseudomonas syringae Pv tomato growt-promoting bacterium

Azospirillum brasilense. Appl. Environ. Microbiol. 6: 2637-2643.

Bhaskar, K.V. and P.B.B.N. Charyulu. 2005. Effect of environmental factors on nitrifying bacteria isolated from the rhizosphere of Setaria italica (L.) Beauv. African Journal of Biotechnology 4 (10): 1145-1146.

Dupler, M. and Baker. 1984. Survival of Pseudomonas putida, a biological control agent in soil. J. Phytopathology74(2): 195-200.

Fikrida dan I. Anas. 2000. Isolasi dan seleksi bakteri penghasil selulase ekstermofilik dari ekosistem air hitam. J. Mikrobiol. 5(2): 48-53.

Glick, B.R. 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria. Canadian Journal of Microbiology 41: 109-117

Grundmann, G.L., M. Neyra, P. Normand. (2000). High-resolution phylogenetic analysis of NO2--oxidizing Nitrobacter species using the rrs-rrl IGS

sequence and rrl genes. Int. J. Syst. Evo. Microbiol. 50 (5): 1893–1901

Ilmen, M., A. Soloheimo, M. Leina dan M.E. Pentilla. 1997. Regulation of cellulases gene expression in the filamentous fungus Trichoderma reesei. Appl. Environ. Microbiol. 63 (4): 1208-1306.

Irianto, A. 2002. Mikrobiologi Lingkungan. Jakarta: Universitas Tebuka Press.

Kennedy, A.C. dan V.L. Gewin. 1997. Soil microbial diversity: present and future considerations. Soil Sci. 162: 607-617.

(45)

Kucey, R.M.N. 1987. Increased phosphorus uptake by wheat and field beans inoculated with a phosphorus-solubilizing Penicillium biliji strain and with vesicular-arbuscular mycorhizal fungi. Appl. Environ. Microbiol. 53: 2699-2703.

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lewis, S.M., L. Montgomery, K.A. Garlab, L.L. Beger dan G.C. Fahey. 1988. Effect of alkalin hydrogen peroxide treatment on invitro degradation cellulosic substrates by mix ruminal microorganism and Bacteroides succinogenes S85. Appl. Environ. Microbiol. 54: 1163-1169.

Macfarlane, I. 2007. Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Global Village Ltd.

Marliani, V.P. 2011. Analisis Kandungan Hara N dan P serta Klorofil Tebu Transgenik IPB 1 yang Ditanam Di Kebun Percobaan PG Djatiroto, Jawa Timur. Bogor : Skipsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Marsh, K.L., G.K. Sims dan R.L. Mulvaney. 2005. Availability of urea to autotrophic ammonia-oxidizing bacteria as related to the fate of 14C- and 15N-labeled urea added to soil. Biol. Fert. Soil. 42:137-145

Murashima, K., A. Kosogi dan R.H. Doi. 2003. Synergitic effect of cellulosome xylanase and cellulases from Clostridium cellulovorans on plant cell wall degradation. J. Bacteriol 185: 1518-1524.

Paul, E.A dan F.E. Clark. 1996. Soil Microbiology and Biochemicstry. New York: Academic Press.

Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chandan Merna F. P. 1986. Elements of Microbiology. New York: McGraw-Hill Company.

Purwaningsih, S., R. Hardiningsih, Wardah, dan A. Sujadi. 2004. Populasi bakteri dari tanah di desa Tudu-Aog, Kecamatan Passi, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Biodiversitas. Vol. 5 No. 1 :13-16.

Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Rodriguez H., T. Gonzales, I. Goire dan Y. Bashan. 2004. Gluconic acid production and phosphatase solubilization by the plant growth-promoting bacterium Azospirillum spp. Naturwissenschaften 91: 552-555.

(46)

34

Santosa, D.A. 2010. Laporan Akhir Tebu Transgenik IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase untuk Menghemat Pemakaian Pupuk P. Bogor: Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology.

Schaad, N.W, J.B. Jones dan W. Chun. 2001. Plant Pathologenic Bacteria. Third Edition. New York: the American Phytopatological Society.

Schlegel, H.G. dan K. Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum.Penerjemah R.M Tedjo Baskoro. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Seshadri, S., R. Muthukumarasamy, C. Lakshminarasimhan, S. Ignacimuthu. 2000. Solubilization of inorganic phosphates by Azospirillum halopraeferans. Curr. Soil 5: 565-567

Smith, O.L. 1982. Soil Microbiology : A Model of Decomposition and Nutrient Cycling. Florida: CRC Press, Inc.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra dan S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.

Susanti, E. 2003. Isolasi dan karakterisasi protease dari Bacillus subtilis

1012M15. Biodiversitas 4 (1): 12-17

Sutanto, R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Kanisius.

Syarifudin, A. 2002. Teknik identifikasi mikroorganisme penyedia unsur hara tanaman pada ultisol pulau Buru. Buletin Teknik Pertanian 7 (1): 21-24.

Sylvia, D.M., G.H. Peter, J.F. Jeffry, dan A.Z. David. 1999. Principles and Application of Soil Microbiology. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Tang, W., J.J. Pasternak dan B.R. Glick. 1994. Stimulation of canola root growth byPseudomonas putida GR 12-2 and its genetically engineer derivates. Life Science Advance 13: 89-95.

Tisdale, S.L., L.N. Werner dan P.B. James. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New York: Macmillan Publishing Company.

UU RI No. 5 Tahun 1994. Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati.

Waksman, S.A. 1963. Soil Microbiology. New york: John Wiley & Sons, Inc.

(47)
[image:47.595.58.565.186.678.2]

Tabel Lampiran 1. Populasi Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 dan Tebu Isogenik PS 851

Sampel

Tanah Jumlah Populasi Mikrob /gram tanah

Azotobacter (104)

Pseudomonas (104)

Pelarut P (104)

P. Selulosa (104)

P. Protein (104)

Nitrosomonas (103)

Nitrobacter (103)

Azospirillum (103)

IPB 1-1 0 10 0.25 0 39.8 14.8 2 4.9

IPB 1-2 35 36.3 10.8 0 8 6 2.2 26

IPB 1-3 36 13.3 3.75 0 15.3 3 2.45 12

IPB 1-4 33.3 0.25 63.3 0 1.25 17.3 72 12.5

IPB 1-5 40 0.25 26.8 0 30 3.5 72 13

IPB 1-6 40.5 4 1 0 0 4.5 55.8 31.5

IPB 1-7 20 4.75 73.3 2.5 4.25 8.75 65 74.5

IPB 1-12 26.3 3 71.3 2.75 3.25 2.75 14 41

IPB 1-17 18.5 0 31.8 22.8 6 12.3 62.5 41

IPB 1-21 0.5 15.3 39.8 2.5 3.25 7 70.5 6.15

IPB 1-34 2.5 8.75 89.5 152 2.75 6 57 2

IPB 1-36 0.25 12.5 36 2.75 3.25 4.5 23,8 3.25

IPB 1-37 0.5 3 39.5 2.25 5 3.25 140 3.4

IPB 1-40 4.75 2.5 31 2.75 22.5 8.5 110 2.25

IPB 1-46 14.3 17.3 209.3 3.25 26 6 125 2

IPB 1-51 87.8 40.5 47.3 24 20.8 12.3 72 4.5

IPB 1-52 57.5 46.3 36.5 27.3 13.5 7 140 17.5

IPB 1-53 55.8 97.8 150 19.3 17 1.33 110 19

IPB 1-55 23.2 41.7 24.3 0 8.4 12.5 1.75 39

IPB 1-56 3.85 24.4 10.4 0 14.3 7.75 14 33.5

IPB 1-59 8.48 21.3 28.1 0.475 9.83 7.75 6.5 54

IPB 1-62 10.7 22.1 0.475 0 4.9 9.25 12.5 24

IPB 1-71 57.5 15.3 0.775 0 1.85 14 12.5 21.5

rata-rata 25.1 19.1 44.6 11.5 11.3 9.73 59.5 23

PS 851

(48)
[image:48.595.104.487.103.718.2]

36

Tabel Lampiran 2. Perakaran Tebu Trangenik dan Isogenik yang terdapat Bakteri yang Dapat Menghambat Pertumbuhan Mikrob Lain

Sampel Tanah Ada/ Tidak Mikrob Penghambat Pertumbuhan

IPB 1-1 Ada

IPB 1-2 Ada

IPB 1-3 Ada

IPB 1-4 Ada

IPB 1-5 Ada

IPB 1-6 Ada

IPB 1-7 Ada

IPB 1-12 Ada

IPB 1-17 Ada

IPB 1-21 Tidak Ada

IPB 1-34 Ada

IPB 1-36 Ada

IPB 1-37 Ada

IPB 1-40 Ada

IPB 1-46 Tidak Ada

IPB 1-51 Tidak Ada

IPB 1-52 Ada

IPB 1-53 Ada

IPB 1-55 Ada

IPB 1-56 Tidak Ada

IPB 1-59 Tidak Ada

IPB 1-62 Ada

IPB 1-71 Ada

PS 851 (isogenik) Ada

Tabel Lampiran 3. Komposisi Media NFB (Azospirillum) pH 6,8

Bahan gram/ Liter

Asam malat 5

K2PO4 0,5

MgSO4.7H2O 0,2

NaCl 0,1

(49)

Unsur Mikro 2 mL Bromtimol Blue (0,5% dalam 0,2 M KOH) 2 mL

Agar 1,75

Tabel Lampiran 4. Komposisi Unsur Mikro dalam NFB

Bahan gram/ Liter

CuSO4.5H2O 0,4

ZnSO4.7H2O 0,12

H2BO3 1,4

NaMoO4.2H2O 1

MnSO4.H2O 1,5

Tabel Lampiran 5. Komposisi Media Verstraete (Nitrosomonas) pH 7

Bahan gram/ Liter

(NH4)2SO4 0,5

KH2PO4 0,2

CaCl2.2H2O 0,04

MgSO4.7H2O 0,04

Fe sitrat 0,5 mg

Fenol Red (pH 6,2-8,4) 0,5 mg

Aqudes 1 Liter

Tabel Lampiran 6. Komposisi Media Seleksi Nitrobacter pH 7

Bahan gram/ Liter

KNO2 0,006

K2HPO4 1

NaCl 0,3

MgSO4.7H2O 0,1

FeSO4.7H2O 0,03

CaCO3 1

CaCl2 0,3

Aquades 1 Liter

Tabel Lampiran 7. Komposisi Media Pikovskaya (Mikrob Pelarut Fosfat) pH 6,8

Bahan gram/ Liter

Glukosa 10

Ca3(PO4)2 5

(NH4)2SO4 0,5

KCl 0,2

MgSO4.7H2O 0,1

MnSO4 0,03

FeSO4 0,03

Yeast ekstrak Agar

(50)

38

Tabel Lampiran 8. Komposisi Media King B (Pseudomonas) pH 7

Bahan gram/Liter Protease Pepton

Gliserol KH2PO4

MgSO4.7H2O

Agar 20 10 mL 1,2 1,5 20

Tabel Lampiran 9. Komposisi Media Seleksi Azotobacter pH 7

Bahan gram/Liter K2HPO4

MgSO4.7H2O

CaSO4

FeSO4

NaMoO3.H2O

KI Sukrose CaCO3 Agar 5 2 1 0,2 0,1 0,1 10 3 20

Tabel Lampiran 10. Komposisi Media CMC (Mikrob Pendegradasi Selulosa) pH 6,8

Bahan gram/Liter KH2PO4

K2SO4

NaCl FeSO4

MnSO4

NH4NO3

CMC Agar 1 0,5 0,5 0,01 0,01 1 10 20

Tabel Lampiran 11. Komposisi Media Skim Milk, Half Strength (Mikrob Pendegradasi Protein) pH 6,8

Bahan gram/Liter Bubuk Skim

Agar

(51)
[image:51.595.74.516.129.699.2]

Tabel Lampiran 12. Denah Pertanaman dan Perbandingan Jumlah Mikrob Fungsional pada Perakaran Tebu Transgenik IPB 1 dengan Tebu Isogenik PS 851

BL IPB 1-18 IPB 1-19 IPB 1-36

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

BL IPB 1-17 IPB 1-20 IPB 1-37

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

BL IPB 1-14 PS 851 IPB 1-40

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

BL IPB 1-13 IPB 1-21 IPB 1-46

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

BL IPB 1-12 IPB 1-22 IPB 1-51

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

POJ IPB 1-11 IPB 1-23 IPB 1-52

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

POJ IPB 1-10 IPB 1-24 IPB 1-53

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

BL IPB 1-8 IPB 1-25 IPB 1-55

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

POJ IPB 1-7 IPB 1-27 IPB 1-56

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

IPB 1-1 IPB 1-6 IPB 1-29 IPB 1-62

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

IPB 1-2 IPB 1-5 IPB 1-31 IPB 1-71

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

IPB 1-3 IPB 1-4 IPB 1-34 IPB 1-59

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8 5 6 7 8

Keterangan:

Jumlah mikrob lebih rendah dari isogenik

Lahan tebu isogenik PS 851 Lahan selain sampel Jumlah mikrob lebih tinggi dari isogenik

Azotobacter

Pseudomonas

Mikrob pelarut P

(52)
[image:52.595.108.519.102.260.2] [image:52.595.94.515.607.747.2]

40

Tabel Lampiran 13. Skor Kriteria untuk Masing-Masing Kelas (Marliani, 2011) Kriteria Skor Untuk Masing-Masing Kelas

1 2 3 4 5 6 7 8 Diameter

Batang

30 60 90 120 150 180 210 240

Tinggi Batang 30 60 90 120 150 180 210 240

Jumlah Batang 20 40 60 80 100 120 140 160

P Total 20 40 60 80 100 120 140 160

N Total 20 40 60 80 100 120 140 160

Jumlah Ruas 20 40 60 80 100 120 140 160

Panjang Daun 10 20 30 40 50 60 70 80

Lebar Daun 10 20 30 40 50 60 70 80

Untuk membuat sebaran frekeunsi data dan menentukan klon pilihan, terdapat

beberapa langkah, yaitu:

1. Menentukan banyaknya selang kelas dari setiap kriteria Banyaknya selang kelas = 3.3 log (n) +1

2. Menentukan lebar selang kelas

Lebar selang kelas = (Xmax-Xmin) / banyaknya selang kelas

3. Masukkan data-data yang ada ke dalam masing-masing kelas 4. Berikan skor pada masing-masing data

5. Jumlahkan skor yang diperoleh untuk setiap klon, berdasarkan kriteria yang ada

6. Urutkan skor yang diperoleh masing-masing klon, untuk mendapatkan klon terbaik (skor semakin tinggi)  

 

Tabel Lampiran 14. Keragaan Tebu Transgenik IPB 1 yang Mengekspresikan Gen Fitase pada Umur 6 Bulan (Marliani, 2011)

Klon Tinggi Batang (cm) Diameter Batang (cm) Ruas Batang

Daun

Gambar

Gambar 6. Populasi Pseudomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu
Gambar 7. Populasi Nitrosomonas pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851
Gambar 9. Populasi mikrob pelarut fosfat pada perakaran tebu transgenik IPB 1 dan tebu isogenik PS 851
Gambar 10. Pembentukan zona bening pada mikrob pendegradasi selulosa pada  media CMC (Carboxyl Methyl Celullose)
+7

Referensi

Dokumen terkait

KEGIATAN : JASA KONSULTAN PENGAWAS REHABILITASI RUMAH DINAS BUKIT GALANG LOKASI PEKERJAAN : KANTOR WILAYAH DJBC KHUSUS KEPULAUAN RIAU, KAB KARIMUN SUMBER DANA : DIPA KANTOR WILAYAH

According to the Compilation of Islamic Law or the fiqh of the results of ijtihad fuqaha Nusantara, the assets obtained in marriage, except those obtained through

Resort Hotel di kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah suatu kawasan wisata alam dan wisata rekreasi yang terdiri dari resort sebagai sarana rekreasi dan

Mata kuliah ini membahas tentang psikologi sebagai ilmu yang meliputi pemahaman perilaku individu (organisme), mekanisme perilaku individu (organisme) menurut teori

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos dengan periode yang telah

Hasil isolasi bakteri dengan nutrien broth, terlihat bahwa ketiga lokasi pem- buangan limbah merkuri dapat ditumbuhi oleh bakteri, dengan uji morfologi me-

You warrant that, at the date of entering into the Contract,       no conflict of interest exists or is likely to arise in the       performance of your obligations under

Data primer adalah jenis data yang diperoleh langsung dari obyek penelitian sebagai bahan informasi yang dicari (Azwar, 1998: 91). Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh