• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Kinerja Penetrometer Digital Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Kinerja Penetrometer Digital Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN KINERJA PENETROMETER DIGITAL BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

TOFAN ARGANDHI PUTRA

F14070069

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERFORMANCE TEST OF DIGITAL PENETROMETER BASE

ON MICROCONTROLLER ATMEGA 8535

Radite Praeko Agus Setiawan and Tofan Argandhi Putra

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 0857 1933 4499, e-mail:

tofanargandhi@gmail.com

ABTRACT

Performance test of digital penetrometer had been conducted to evaluate the performance of developed digital penetrometer. Force was measured using a ring type load cell, while the penetration depth was measured using an ultrasonic distance sensor. All measured data can be displayed on the LCD and recorded on a flash memory. Measurement of forces have an accuracy of 0.1 kg, whereas the depth of measurement has an accuracy of 5 mm. Recorded data were force of penetration, depth of penetration and ambient temperature. Ambient temperature used to correct the speed of ultrasonic sensor in the air. Results of tests showed that the digital penetrometer based on microcontroller ATmega 8535 wich have accurate reading for measuring temperature, depth and penetration resistance of the soil. Cone index data used for determining trafficability, estimating traction ratio (at 50% slip), specific draft prediction for plowing and specific torque for rotary tilling.

(3)

Tofan Argandhi Putra. F14070069. Pengujian Kinerja Penetrometer Digital Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535. Dibimbing oleh Radite Praeko Agus Setiawan. 2012.

RINGKASAN

Penetrometer adalah alat untuk mengukur kekuatan tanah yang disebabkan karena adanya tahanan penetrasi tanah. Dengan data tahanan penetrasi tanah dapat dihitung indeks kerucut (cone index). Cone index merupakan besaran yang menunjukkan harga tahanan tanah terhadap gaya penetrasi dari cone (vertikal) dibagi luas dasar cone. Satuan besaran ini dinyatakan dalam satuan gaya per satuan luas (kg/cm2). Cone index atau indeks kerucut suatu tanah adalah nilai gaya penetrasi kerucut dibagi luas dari kerucut yang digunakan pada saat menguji. Pada umumnya cone yang digunakan pada saat uji di lapangan memiliki luas penampang 2 cm2 untuk lahan keras dan 4 cm2 untuk lahan lunak. Cara penggunaan penetrometer adalah pasang cone pada ujung batang penetrometer setelah itu tegakkan secara vertikal pada tanah yang akan diuji. Tekan penetrometer ke dalam tanah dengan gaya tekan yang tetap sampai ujung cone berada di bawah permukaan tanah. Pada kedalaman tertentu dibaca besarnya tekanan vertikal yang diberikan untuk menekan alat tersebut.

Pengukuran cone index dapat dilakukan dengan beberapa metode. Salah satunya yaitu uji duga. Uji duga adalah gaya yang diperlukan untuk menekan atau memasukan sebuah alat duga ke dalam tanah yang merupakan ukuran kekuatan tanah. Data penetrometer digunakan untuk kegiatan pertanian salah satunya adalah mengetahui daya dukung tanah. Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung alat yang berada di atasnya. Apabila suatu alat berada di atas tanah, maka alat tersebut akan memberikan ground pressure. Jika ground pressure alat lebih besar dari daya dukung tanah, maka alat tersebut akan terbenam. Fungsi data pengambilan penetrometer juga dapat digunakan untuk mengetahui draft spesifik (ketahanan tanah spesifik), pendugaan rasio traksi, draft spesifik untuk pembajakan, pendugaan torsi spesifik untuk rotary tilling dan penentuan trafficability. Nilai daya dukung tanah dapat diketahui dengan cara pengukuran atau uji langsung di lapangan.

Penetrometer yang ada sekarang ini masih berupa penetrometer tipe analog dan penetrometer tipe mekanis yang membutuhkan tiga hingga empat pekerja saat mengoperasikan penetrometer tersebut. Pekerja pertama sebagai penekan penetrometer, pekerja kedua sebagai pembaca skala tahanan penetrasi tanah, pekerja ketiga sebagai pembaca kedalaman tanah dan pekerja keempat mencatat hubungan antara tahanan penetrasi tanah dengan kedalaman tanah. Karena itu pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan penetrometer digital yang dapat merekam data gaya penetrasi dan kedalaman penetrasi sekaligus mengetahui suhu pada saat pengujian (Muzani, 2012).

Tujuan penelitian ini adalah menguji kinerja penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 yang telah dirancang oleh Muzani (2012) dimana terdapat sensor gaya tipe cincin, sensor kedalaman penetrasi tipe ultrasonic ranger dan sensor suhu dengan IC LM35. Data yang dihasilkan adalah data kekuatan tanah, nilai kedalaman penetrasi tanah dan suhu udara atau lingkungan. Data tersebut dapat disimpan melalui flash memory atau media penyimpanan sementara sehingga mudah untuk diolah lebih lanjut oleh pengguna dan untuk mengirim data dari penetrometer digital ke dalam komputer dibutuhkan kabel USB Serial dan program pembacaan port.

(4)

pengujian kinerja penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 di Laboratorium Siswadhi Soepardjo.

Sistem kerja dari alat ukur kekuatan tanah yaitu menekan penetrometer hingga batang penekan masuk ke dalam tanah. Dengan adanya penekanan maka didapat nilai penetrasi tanah tersebut sesuai dengan kemampuan tanah menahan tekanan yang diberikan dari tenaga manusia sebagai penekan alat tersebut. Penetrometer digital memberikan data berupa nilai tekanan tanah, nilai suhu dan nilai kedalaman batang penekan tanah. Gaya tekan diukur dengan menggunakan sensor strain gage yang dipasang pada cincin tranduser. Pengerutan cincin tranduser direspon oleh sensor strain gage berupa nilai hambatan karena tegangan yang dihasilkan terlalu kecil, maka dibutuhkan penguat. Data tersebut kemudian diolah oleh mikrokontroler untuk diubah menjadi satuan kgf. Data kedalaman diperoleh dengan menggunakan bantuan sensor utrasonic ranger. Data suhu diperoleh dengan menggunakan sensor suhu berjenis LM35. Suhu yang diukur adalah suhu lingkungan sekitar pengambilan data. Suhu lingkungan digunakan untuk membuktikan adanya indikasi perubahan pembacaan karena faktor suhu antara suhu lingkungan dengan sensor ultrasonic ranger.

Tenaga yang diperoleh dari alat ukur kekuatan tanah (penetrometer) yaitu tenaga manusia. Sedangkan untuk pengoprasian alat dan baterai 9 volt untuk komponen elektronika penetrometer. Dimensi dari alat ini yaitu tinggi 95 cm yang terdiri dari panjang batang penekan sebesar 70 cm dan sisanya batang penghubung antara lengan dengan cincin.

(5)

PENGUJIAN KINERJA PENETROMETER DIGITAL BERBASIS

MIKROKONTROLER ATMEGA 8535

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

TOFAN ARGANDHI PUTRA F 14070069

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

vi Judul Skripsi : Pengujian Kinerja Penetrometer Digital Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535 Nama : Tofan Argandhi Putra

NIM : F 14070069

Menyetujui, Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr.) NIP. 196212231986011001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.) NIP. 19661201 199103 1 004

(7)

vii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengujian Kinerja Penetrometer Digital Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535 adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012 Yang membuat pernyataan

(8)

viii © Hak cipta milik Tofan Argandhi Putra, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(9)

ix

BIODATA PENULIS

Tofan Argandhi Putra, dilahirkan di Pati, dari pasangan Agus Akhmadi dan Rita Maphilinda, merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Brebes 5 Kabupaten Brebes, pada tahun 2004 lulus dari SMPN 2 Kota Brebes dan lulus dari SMAN 1 Kota Brebes pada tahun 2007.

Penulis terdaftar di Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem pada tahun 2007. Selama kuliah penulis mengikuti beberapa kegiatan mahasiswa yaitu Agricultural Engineering Design Club (AEDC) sebgai staf, Pesatuan Tennis Fakultas Teknologi Pertanian (anggota), Organisasi Daerah Brebes (sebagai wakil ketua), Himpunanan Mahasiswa Teknik Pertanian (anggota) dan lain sebagainya. Penulis melaksanakan praktik lapangan pada tahun 2010 di PT. Agrowiyana Bakrie Sumatra Plantation, Tungkal Ulu, Jambi, dengan judul “Mempelajari Aspek Mekanisasi Pertanian Budidaya Kelapa Sawit di PT. Agrowiyana Bakrie Sumatra Plantation”. Penulis menyukai olahraga panjat tebing, tenis lapangan dan mempunyai hobi memancing.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul “ Pengujian Kinerja Penetrometer Digital Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535“. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana S1 di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam menyusun skripsi ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiwan, M.Agr. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan, praktik lapangan, penelitian dan penulisan skripsi dengan penuh pengertian.

2. Dr.Ir. Iwayan Astika, M.Si. selaku dosen penguji skripsi yang telah membina penulis dalam menyempurnakan tugas akhir.

3. Kedua orang tua penulis (Agus Akhmadi dan Rita Maphilinda) atas segala kasih sayang dan doa yang tak pernah habis.

4. Ketiga adik penulis (Shefira Bella Ardiena, Aufa Linda Ardian dan M. Naffael Arasyid) atas segala dorongan dan doa untuk penulis.

5. M. Tahir Sapsal yang telah membantu penelitian penulis.

6. Ahmad Muzani, Hans Budi Findranov, Muammar Tawarudin Akbar, Damar Wahyu Bintoro, Satria Asa Negara, Fauzi Kadarisman dan M. Wiryawan yang selalu setia bersama penulis untuk membantu penelitian.

7. Teman-teman Teknik Pertanian angkatan 44 kenangan indah selama proses belajar, penelitian dan penulisan skripsi ini.

8. Ahmad Muzani yang selalu mendampingi serta memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam penulisan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendoakan penulis dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bogor, November 2012

(11)

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Ruang Lingkup ... 2

1.3

Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1

Tanah Secara Umum ... 3

2.2

Sifat Fisik Tanah ... 3

2.2

Sifat Mekanis Tanah ... 8

2.3

Jenis-jenis Tanah ... 8

2.4

Penetrometer ... 9

III.METODE PENELITIAN ... 16

3.1

Waktu dan Tempat ... 16

3.2

Alat dan Bahan ... 16

3.3

Tahapan penelitian ... 16

3.4

Prosedur Kalibrasi ... 17

3.5

Tahapan Pengujian Penetrometer ... 17

3.6

Tahap Pengukuran Kadar Air ... 17

3.7

Tahapan Pengolahan Data ... 19

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1

Hasil Kalibrasi Jarak untuk Sensor Ultrasonik Ranger ... 20

4.2

Hasil Kalibrasi Beban Penetrometer ... 23

4.3

Perbandingan Hasil Pengukuran Penetrasi Tanah ... 27

(12)

xii

4.5

Kalibrasi Sensor Gaya (Strain gage) dan Sensor Jarak (Ultrasonik) ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

5.1

Kesimpulan ... 36

5.2

Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur dan sebaran besar butir tanah berdasarkan sistem USDA ... 4

Gambar 2. Penampang vertikal lapisan tanah (sumber www.keisya-lambudi.bogspot.com)... 5

Gambar 3. Bagian penetrometer SR-2 (Setiawan 2004) ... 10

Gambar 4. Penetrometer Tipe SR-2 ... 11

Gambar 5. Cone pada penetrometer ... 12

Gambar 6. Bagan metodologi penelitian ... 16

Gambar 7. Timbangan digital dan cawan ... 18

Gambar 8. Pengering dengan suhu 110 oC ... 18

Gambar 9. Meja kalibrasi sensor jarak (ultrasonik) ... 20

Gambar 10. Skala penggaris dan sudut kemiringan pada meja kalibrasi ... 21

Gambar 11. Penghalang dengan sudut 0o ... 21

Gambar 12. Penghalang dengan sudut kemiringan 5o ... 21

Gambar 13. Penghalang dengan sudut kemiringan 10o ... 22

Gambar 14. Penghalang dengan sudut kemiringan 15o ... 22

Gambar 15. Penghalang dengan sudut kemiringan 20o ... 22

Gambar 16. Skala penggaris meja kalibrasi sensor jarak (ultasonik) ... 23

Gambar 17. Penetrometer SR-2 dan timbangan ... 24

Gambar 18. Kegiatan kalibrasi dengan operator ... 24

Gambar 19. Kalibrasi dengan massa operator 62 kg ... 24

Gambar 20. Kalibrasi dengan massa operator 67 kg ... 25

Gambar 21. Kalibrasi dengan massa operator 64 kg ... 25

Gambar 22. Kalibrasi dengan massa operator 74 kg ... 26

Gambar 23. Kalibrasi dengan massa operator 63 kg ... 26

Gambar 24. Kalibrasi dengan massa operator 65 kg ... 27

Gambar 25. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-1 titik ke-1 ... 28

Gambar 26. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-1 titik ke-2 ... 28

Gambar 27. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-1 titik ke-3 ... 29

Gambar 28. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-2 titik ke-1 ... 29

Gambar 29. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-2 titik ke-2 ... 30

Gambar 30. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-2 titik ke-3 ... 30

Gambar 31. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-3 titik ke-1 ... 31

Gambar 32. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-3 titik ke-2 ... 31

Gambar 33. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-3 titik ke-3 ... 32

Gambar 34. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-4 titik ke-1 ... 32

Gambar 35. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-4 titik ke-2 ... 33

Gambar 36. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-4 titik ke-3 ... 33

Gambar 37. Penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 ... 34

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spesifikasi soil penetrometer SR-2 ... 39

Lampiran 2. Contoh perhitungan cone index ... 40

Lampiran 3. Tabel spesifikasi mikrokontroler ATmega 8535 ... 41

Lampiran 4. Spesifikasi penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 ... 42

Lampiran 5. Tabel pengujian tahanan penetrasi tanah ... 44

Lampiran 6. Tabel kadar air pengujian ke-1 sampai pengujian ke-6 ... 56

Lampiran 7. Tabel kalibrasi sensor jarak (ultasonik) ... 62

Lampiran 8. Kalibrasi penguat untuk sensor gaya (strain gage) ... 63

Lampiran 9. Tegangan referensi pada ADC ... 66

Lampiran 10. Sifat Tanah di Laboratorium Siswadhi Soepardjo Leuwikopo, Dramaga ... 67

Lampiran 11. Spesifikasi sensor kedalaman (ultrasonik) DT-SENSE USIRR (#991-992) ... 68

(16)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kesuburan tanah merupakan faktor vital yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Saat ini petani belum memiliki pedoman khusus untuk mengetahui apakah suatu tanah masih subur atau tidak. Untuk itu dengan beberapa pengujian kekuatan tanah yang dapat dilakukan di lahan setidaknya dapat menjadi pedoman sementara untuk mengindikasikan tingkat kesuburan suatu lahan sebelum penanaman produk pertanian. Pengujian tanah untuk keperluan perancangan lahan dapat berupa uji tanah di lapangan dan uji tanah di laboratorium, baik itu berupa uji fisik maupun uji mekanik dan uji untuk mengetahui kekuatan tanah. Sedangkan uji tanah di lapangan diperlukan untuk mencari data langsung dari lapangan. Uji ini dapat berupa uji lapisan tanah dengan alat bor, uji kepadatan dan kekuatan tanah. Uji kekuatan tanah dapat berupa uji penetrasi standar atau standard penetration test dan uji sondir atau uji penetrasi konus (cone penetration test). Uji lapangan ini termasuk pelaksanaan pengambilan sampel tanah untuk keperluan uji laboratoium. Sedangkan untuk uji di laboratorium dapat berupa analisis butiran dan komposisi butiran atau gradasi, kadar air, berat isi dan sifat kimia tanah. Uji geser dengan alat geser langsung maupun dan alat triaxial hingga uji pemampatan tanah atau consolidation test. Dalam pengujian kekuatan tanah ini dilakukan menggunakan alat yaitu penetrometer digital. Penetrometer adalah alat untuk mengukur kekuatan tanah. Data yang diambil dari penetrometer adalah data gaya tekanan tanah yang menjadi acuan kekuatan tanah. Penyondiran adalah proses pemasukan suatu batang tusuk ke dalam tanah, dengan bantuan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat membaca atau mengetahui kekuatan suatu tanah pada kedalaman tertentu sehingga dapat diketahui bahwa dari berbagai lapisan tanah memiliki kekuatan yang berbeda.

Penyelidikan dengan penyondiran disebut penetrasi dan alat sondir yang biasa digunakan adalah penetrometer. Pada umumnya penetrometer memiliki ujung yang berbentuk cone (kerucut) dihubungkan pada suatu rangkaian stang dalam wadah luar dengan bantuan suatu rangka dari besi dan dongkrak yang ditekan ke dalam tanah. Ada dua macam ujung penetrometer, yaitu:

1. Tipe standar atau mantel conus

Pada jenis ini yang diukur adalah perlawanan pada ujung (konus). Hal ini dilakukan dengan cara menekan stang dalam hingga cone menembus ke bawah permukaan tanah, sedangkan seluruh wadah luar tetap di luar. Gaya yang dibutuhkan untuk menekan konus tersebut diukur dengan alat pengukur kedalaman.

2. Tipe friction sleeve atau bikonus

(17)

2

1.2

Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada pengujian alat ukur kekuatan tanah secara mekanis (penetrometer tipe SR-2) dan digital dengan menghasilkan data berupa gaya reaksi tanah yang menjadi acuan untuk mengetahui nilai kekuatan tanah. Kemudian dilakukan pengujian tanah secara digital dengan penetrometer digital berbasis mikrokontroler Atmega 8535. Setelah mendapatkan hasil dari pengujian penetrometer digital, selanjutnya dilakukan uji penetrometer analog untuk membandingkan hasil dan diambil kesimpulan untuk kelayakan penetrometer digital.

1.3

Tujuan

(18)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tanah Secara Umum

Tanah merupakan media pertumbuhan tanaman. Tanah berasal dari bahasa latin yaitu solum yang berarti bagian teratas kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah secara umum terdiri dari tiga bahan yaitu butiran tanah (padatan), cair (cairan) dan udara (gas) yang terdapat dalam ruang pori antar butiran-butiran tanah tersebut. Komposisi dari ketiga bahan penyusun tanah tersebut selalu beda untuk tiap jenis tanah dan kondisi lingkungan. Hubungan dari ketiga bahan penyusun tanah ini menunjukan sifat-sifat fisik tanah (Hillel 1971). Definisi ilmiah tanah (Hardjowigeno 1992) adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison yang terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Kondisi tanah yang baik adalah pemadatan tanah rendah, bobot isi tanah rendah, aerasi tanah yang baik, porositas tanah tinggi dan drainase yang baik.

2.2

Sifat Fisik Tanah

2.1.1 Warna Tanah

Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu, kuning dan putih (Syarief 1979). Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat-sifat prinsip warnanya. Dalam menentukan warna cahaya dapat juga menggunakan munsell soil colour chart sebagai pembeda warna tersebut. Penentuan ini meliputi penentuan warna dasar, warna karat atau kohesi dan humus. Warna tanah penting untuk diketahui karena berhubungan dengan kandungan bahan organik yang terdapat di dalam tanah tersebut, iklim, drainase tanah dan mineralogi tanah (Thompson dan Troen 1978). Mineral-mineral yang terdapat dalam jumlah tertentu di dalam tanah kebanyakan berwarna agak terang. Sebagai akibatnya tanah-tanah berwarna agak kelabu terang. Jika terdiri dari mineral-mineral serupa itu maka tanah sedikit mengalami perubahan kimiawi.

2.1.2 Tekstur Tanah

(19)

4 Gambar 1. Diagram segitiga tekstur dan sebaran besar butir tanah berdasarkan sistem USDA

Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air, ketersediaan air di dalam tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air (perkolasi). Dengan demikian secara tidak langsung tekstur tanah juga dapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisien dalam pemupukan. Tekstur dapat ditentukan dengan metode yaitu dengan metode pipet dan metode hidrometer. Kedua metode tersebut ditentukan berdasarkan perbedaan kecepatan air partikel di dalam air (Hakim et al. 1986).

2.1.3 Struktur Tanah

Struktur tanah digunakan untuk menunjukkan ukuran partikel-partikel tanah seperti pasir, debu dan liat yang membentuk agregat satu dengan lainnya yang dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur tanah yang terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Struktur yang dapat memodifikasi pengaruh tekstur yaitu berhubungan dengan kelembaban porositas, unsur hara, jasad hidup dan pengaruh permukaan akar. Tipe struktur terdapat empat bentuk utama, yaitu:

- bentuk lempung - bentuk prisma - bentuk gumpal

- bentuk spheroidel atau bulat

(20)

5 dapat berkembang dari butir-butir tunggal ataupun kondisi tanah butiran besar. Pembentukan ini kadang-kadang sampai ke tahap perkembangan struktural yang mantap.

Gambar 2. Penampang vertikal lapisan tanah (sumber www.keisya-lambudi.bogspot.com) 1. Horizon O

- Lapisan atas, lapisan olah dan lapisan humus.

- Lapisan teratas suatu penampang tanah yang biasanya banyak mengandung bahan organik sebagai hasil dekomposisi seresah sehingga warnanya gelap.

- Merupakan lapisan utama. 2. Horizon A

- Horison mineral berwarna agak gelap. 3. Horizon E

- Horison mineral yang telah tereluviasi (tercuci) sehingga kadar liat silikat, F dan Al rendah, tetapi pasir dan debu kuarsa dan mineral resistansi lainnya tinggi, berwarna terang.

4. Horizon B

- Horrison illuvial atau horison tempat terakumulasinya bahan-bahan yang tercuci dari horison di atasnya (akumulasi bahan eluvial).

- Ketebalan lapisan lebih besar dari horizon A. - Horizon B dibagi menjadi beberapa sub lapisan:

1. Sub lapisan B 1: daerah peralihan horizon (warna agak gelap). 2. Sub lapisan B 2: daerah kandungan kapur tinggi (warna terang).

3. Sub lapisan B 3: daerah penimbunan unsur Fe missal Fe2O3 (warna merah). 5. Horizon C

- Horizon C atau lapisan batuan induk merupakan hasil pelapukan dan penghancuran oleh iklim terhadap batuan induk yang berlangsung lama.

(21)

6 6. Horizon R (bedrock)

- Merupakan dasar tanah yang terdiri dari batuan yang sangat pejal dan belum mengalami pelapukan.

Kegunaan profil tanah adalah untuk mengetahui kedalaman lapisan olah (Lapisan tanah atas = O-A) dan solum (O-A-E-B), untuk mengetahui kelengkapan atau diferensiasi horison pada profil dan mengetahui warna tanah. Struktur tanah dapat memodifikasi pengaruh tekstur dalam hubungannya dalam kelembaban, porositas, tersedianya unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pertumbuhan akar. Sistem penanaman yang mampu menjaga kemantapan agregat tanah akan memberikan hasil yang tinggi bagi produksi pertanian (Hakim et al. 1986).

2.1.4 Kadar Air dan Kerapatan Isi (bulk density)

Kadar air adalah hilangnya berat ketika objek lembab dikeringkan sesuai dengan teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air yang diterapkan dan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan kelembaban. Metode umum yang biasa dipakai untuk menentukan jumlah air yang dikandung oleh tanah adalah persentase terhadap tanah kering (Hakim et al. 1986). Bobot tanah yang lembab dalam hal ini dipakai karena keadaan lembab sering bergejolak dengan keadaan air.

Kadar dan ketersediaan air tanah sebenarnya pada setiap koefisien umum bervariasi terutama tergantung pada tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi dan kedalaman solum atau lapisan tanah. Di samping itu, faktor iklim dan tanaman juga menentukan kadar air serta ketersediaan air tanah. Faktor iklim juga berpengaruh seperti curah hujan, temperatur dan kecepatan yang pada prinsipnya terkait dengan suplai air dan evapotranspirasi. Faktor tanaman yang berpengaruh meliputi bentuk dan kedalaman perakaran, toleransi terhadap kekeringan serta tingkat pertumbuhan yang pada prinsipnya terkait dengan kebutuhan air tanaman (Hanafiah, 2005). Pengukuran kadar air tanah dapat dilakukan dengan cara metode pengeringan pengering. Pada metode ini hanya air yang diuapkan selama pengeringan. Sesuai dengan standar pengukuran kadar air, agregat halus dan kasar dalam keadaan lembab atau kering dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan menimbang agregat yang masih mengandung kadar air, lalu mengeringkannya dalam pengering. Prosedur pengujian meliputi tahapan-tahapan, antara lain:

1. Tempatkan benda uji dalam cawan, lalu timbang dan catat massanya.

2. Keringkan dengan menggunakan pengering ataupun dengan menggunakan kompor.

3. Pelaksanaan pengeringan dapat dilakukan dengan pengering maupun pengeringan di atas kompor untuk benda uji yang tidak mengandung bahan organik. Proses pengeringan menggunakan pengering yaitu dengan cara membuka tutup cawan dan menempatkan tanah di dalam pengering selama 24 jam. Sedangkan pengeringan untuk benda uji yang tidak mengandung bahan organik dilakukan di atas kompor atau dibakar langsung setelah disiram dengan spirtus.

4. Lakukan penimbangan dan pengeringan secara berulang-ulang sehingga mencapai bobot yang tetap. Lalu cawan yang berisi benda uji yang telah dikeringkan kemudian dinginkan dalam desikator. Setelah dingin, cawan yang berisi tanah kering ditimbang dan catat massanya.

Besarnya kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air =

x 100 (1)

Dimana :

(22)

7 W2 –W3 = Berat bahan kering (gram).

Besarnya kadar air dinyatakan dalam persen dengan ketelitian satu angka di belakang koma. Kerapatan isi tanah dapat dihitung dengan rumus (Setiawan et al. 2002):

ρd =

(2) Dimana :

ρd = kerapatan isi tanah (g/cm3) mtk = massa tanah kering (gram)

Vt = volume tanah dalam ring sampel (cm3)

Kerapatan isi dapat dinyatakan dengan bulk density basah dan bulk density kering. Bulk density basah menyatakan massa tanah keseluruhan per unit volume. Bulk density kering menunjukan perbandingan massa tanah kering pengering terhadap volume keseluruhan.

2.1.5 Ruang Pori Total

Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan air. Persentase volume ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan porositas, contoh tanah ditempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian campuran ini ditimbang. Perbedaan berat antara keadaan jenuh air yang kering pengering merupakan volume ruang pori. Untuk 400 cm3 campuran yang berisi 200 gram (200 cm3) air pada kondisi jenuh porositas tanahnya akan mencapai 50% (Foth 1988).

Tanah dengan tekstur halus mempunyai kisaran ukuran dan bentuk partikel yang luas. Hal ini telah ditekankan bahwa tanah permukaan yang berpasir mempunyai porositas kecil daripada tanah liat. Berarti bahwa tanah pasir mempunyai volume yang lebih sedikit ditempati oleh ruang pori. Ruang pori total pada tanah pasir mungkin rendah, tetapi mempunyai proporsi besar yang disusun dari komposisi pori-pori yang besar serta sangat efisien dalam pergerakan udara dan alirannya. Persentase volume yang dapat terisi oleh pori-pori kecil pada tanah pasir rendah serta menyebabkan kapasitas saat menahan air relatif rendah. Sebaliknya tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus memiliki ruang pori total lebih banyak dan proporsi relatif besar yang tersusun atas pori-pori kecil, yang menyebabkan tanah mempunyai kapasitas kemampuan menahan air yang tinggi.

2.1.6 Infiltrasi

Infiltrasi dari segi hidrologi penting karena hal ini menandai peralihan dari air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak lambat. Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah derajat kemampatan, kandungan air dan permeabilitas lapisan bawah permukaan, nisbi air serta iklim mikro tanah. Infiltrasi berpengaruh saat mulai terjadinya aliran permukaan dan laju aliran permukaan atau run off. Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah sebagai berikut:

- Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh - Kelembaban tanah

- Pemampatan tanah oleh curah hujan

- Penyumbatan oleh bahan yang halus (bahan endapan) - Pemampatan oleh orang dan hewan

- Struktur tanah - Tumbuh-tumbuhan

- Udara yang terdapat dalam tanah - Topografi

(23)

8 - Kekasaran permukaan

- Mutu air - Suhu udara

- Adanya kerak di permukaan

2.1.7 Stabilitas Agregat

Stabilitas agregat adalah ketahanan rata-rata agregat tanah melawan pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Stabilitas agregat tergantung pada ketahanan tanah melawan daya dispersi air dan kekuatan sementasi atau pengikatan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam stabilitas agregat antara lain bahan-bahan pelekat agregat tanah, bentuk dan ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Stabilitas agregat yang terbentuk tergantung pada keutuhan tanah permukaan agregat pada saat rehidrasi dan kekuatan ikatan antar koloid dan partikel di dalam agregat pada saat basah.

2.2

Sifat Mekanis Tanah

2.2.1 Permeabilitas

Semua jenis tanah bersifat lolos air (permeable) dimana air bebas mengalir melalui ruang-ruang kosong (pori-pori) yang ada di antara butiran-butiran tanah. Tanah diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara. Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi. Hal ini dapat menurunkan laju aliran air.

Koefisien permeabilitas tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel maka semakin kecil pula ukuran pori serta makin rendah koefisien permeabilitasnya. Menurut Susanto dan Purnomo (1996), pada kebanyakan tanah konduktivitas hidrolik tidak selamanya tetap. Hal ini dikarenakan berbagai proses kimia, fisika dan biologis. Konduktivitas hidrolik bisa berubah saat air masuk dan mengalir ke dalam tanah. Perubahan yang terjadi pada komposisi ion komplek dapat dipertukarkan seperti saat air memasuki tanah sehingga mempunyai komposisi atau konsentrasi zat terlarut serta berbeda dengan larutan awal. Hal ini bisa merubah konduktivitas hidrolik. Secara umum konduktivitas akan berkurang bila konsentrasi zat terlarut elektrolit berkurang. Hal ini disebabkan adanya fenomena pengembangan dan dispersi yang juga dipengaruhi oleh jenis-jenis kation. Selain itu juga terdapat pelepasan dan perpindahan partikel-partikel lempung selama aliran yang lain bisa menghasilkan penyumbatan pori-pori tanah.

2.3

Jenis-jenis Tanah

Tanah sebagai benda alam mempunyai sifat-sifat yang bervariasi. Sifat tanah yang berbeda-beda pada berbagai tempat mencerminkan pengaruh dari berbagai faktor pembentuknya di alam. Tanah dipandang sebagai alat produksi pertanian, karena tanah berfungsi sebagai media tumbuhnya tanaman. Produktivitas tanaman pertanian banyak ditentukan oleh sifat-sifat tanah yang bersangkutan, baik sifat fisika tanah, kimiawi tanah, maupun biologi tanah yang bersangkutan. Sebagai media tumbuhnya tanaman tanah mampu berperan sebagai berikut:

- Tempat berdirinya tanaman

- Tempat menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman - Tempat menyediakan air yang dibutuhkan oleh tanaman

- Tempat menyediakan udara bagi pernafasan akar tanaman

(24)

9 tersusun dari bahan mineral, bahan organik dan air tanah. Bahan mineral berasal dari hasil pelapukan batuan. Sedangkan bahan organik berasal dari hasil penguraian organisme yang mati. Di dalam tanah selalu terjadi proses destruktif dan konstruktif. Proses destruktif adalah penguraian bahan mineral dan bahan organik. Sedangkan proses konstruktif adalah proses penyusunan kembali hasil penguraian bahan mineral dan bahan organik menjadi senyawa baru.

Adanya empat komponen tanah tersebut serta dinamika di dalam tanah menyebabkan tanah mampu berperan sebagai media tumbuhnya tanaman. Perbandingan komponen-komponen tanah pada setiap tempat tergantung pada jenis tanah, lapisan tanah, pengaruh cuaca dan iklim serta campur tangan manusia. Karakteristik dari jenis-jenis tanah yaitu sebagai berikut:

1. Litosol yaitu tanah yang baru mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami perkembangan tanah. Berasal dari batuan-batuan konglomerat dan granit, kesuburannya cukup dan cocok dimanfaatkan untuk jenis tanaman hutan. Penyebarannya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan Sumatera.

2. Latosol yaitu tanah yang telah mengalami pelapukan intensif, warna tanah tergantung susunan bahan induknya dan keadaan iklim. Latosol merah berasal dari vulkan intermedier, tanah ini subur sehingga dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan. Penyebarannya di seluruh Indonesia kecuali di Nusa Tenggara dan Maluku Selatan.

3. Aluvial yaitu tanah muda yang berasal dari hasil pengendapan. Sifatnya tergantung dari asalnya yang dibawa oleh sungai. Tanah aluvial yang berasal dari gunung api umumnya subur karena banyak mengandung mineral. Tanah ini sangat cocok untuk persawahan. Penyebarannya di lembah-lembah sungai dan dataran pantai seperti di Karawang dan Indramayu.

4. Regosol belum jelas penampakan pemisahan horisonnya. Tanah regosol terdiri dari regosol abu vulkanik, bukit pasir dan batuan sedimen. Tanah ini dapat dikategorikan tanah yang cukup subur. 5. Grumusol atau Margalit terdiri dari beberapa macam. Grumusol pada batu kapur, grumusol pada

sedimen keras, grumusol pada lembah-lembah kaki pegunungan, grumusol endapan aluvial. Kesuburan tanah cukup sehingga dimanfaatkan untuk pertanian padi dan tebu. Penyebarannya di Madura, Gunung Kidul, Jawa Timur dan Nusa Tenggara.

6. Organosol yaitu tanah yang mengandung paling banyak bahan organik, tidak mengalami perkembangan profil dan disebut juga tanah gambut. Bahan organik ini terdiri atas akumulasi sisa-sisa vegetasi yang telah mengalami humifikasi tetapi belum mengalami mineralisasi. Tanah ini kurang subur. Tanah ini belum dimanfaatkan secara maksimal tetapi dapat dimanfaatkan untuk persawahan. Penyebarannya di Sumatera, Kalimantan dan Papua.

2.4

Penetrometer

Alat ini terdiri dari dua jenis yaitu penetrometer dinamis dan penetrometer statis. Penetrometer dinamis atau dynamic cone penetrometer pertama kali ditemukan tahun 1959 dan telah dikembangkan oleh Prof. George F. Penabur. Alat ini menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari baja dimana memiliki massa rata-rata sebesar 6.8 kg, panjangnya sebesar 153 cm dan memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi ke dalam tanah sekitar 38 cm serta memiliki kemiringan sisi luar dari kerucut sebesar 45 derajat. Selain penetrometer dinamis terdapat jenis penetrometer statis (static cone penetrometer). Alat ini pertama kali ditemukan di Belanda. Alat ini memiliki diameter kerucut sebesar 60derajat. Alat ini untuk mengukur lahan dengan luas 1.5 cm2. Pada perkembangannya peralatan ini semakin praktis dan semakin canggih sehingga memudahkan pengguna dalam pengoperasiannya. Alat ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu:

(25)

10 Alat ini mempunyai kekuatan atau gaya dorong dari 20 kN sampai 200 kN. Penetrometer terdiri dari kerucut dengan bahan baja tahan karat berbentuk lingkaran dengan besar sudut sebesar 30 derajat. Suatu poros penggerak dan suatu alat pengukur tekanan. Penetrometer pada umumnya terdiri atas dua jenis ukuran kerucut. Jenis pertama dengan suatu garis tengah dasar sebesar 0.798 inch yang digunakan untuk lahan bertekstur lunak. Jenis kedua mimiliki ukuran kerucut sebesar 0.505 inch digunakan untuk lahan yang sulit ditembus atau keras. Bagian ujung ukurannya lebih luas dibandingkan poros penggerak untuk membatasi friksi batang dengan lahan. Poros penggerak pada umumnya lurus setiap tiga inch untuk penentuan kedalaman compaction.

Gambar 3. Bagian penetrometer SR-2 (Setiawan 2004)

(26)

11 lembut. Dengan menekan atau memukul berbagai macam alat ke dalam tanah serta mengukur besarnya gaya atau jumlah pukulan yang diperlukan dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan yang berbeda dan didapatkan indikasi mengenai kekuatannya (Wesley 1977). Percobaan ini sering disebut percobaan penetrasi. Dilihat dari cara penggunaannya penetrometer terbagi menjadi dua macam:

- Penetrometer statis

Ujungnya ditekan ke dalam tanah pada kecepatan tertentu dan gaya perlawanannya diukur sehingga didapatkan nilai penetrasinya dalam kg/cm2.

- Penetrometer dinamis

Penetrometer yang unjungnya dimasukkan ke dalam tanah dan saat pengambilan data penetrasi dilakukan dengan menjatuhkan beban sebagai indikator gaya penetrasi. Beban dijatuhkan dengan ketinggian tertentu yang sudah diatur dan jumlah pukulan yang diperlukan untuk mendorong ujung tersebut hingga harus menembus jarak tertentu (misalnya dalam satuan pukulan per meter). Penetrometer yang umum digunakan di Indonesia adalah alat sondir yang disebut dutch penetrometer. Dengan alat ini ujungnya ditekan secara langsung ke dalam tanah. Ujung alat berupa konus (kerucut) dan dihubungkan dengan rangkain stang bor (pipa sondir). Pipa sondir ditekan masuk ke dalam tanah dengan bantuan alat dongkrak. Pada dasarnya ujung penetrometer yang sudah ada terdapat dua macam (Soetoto dan Aryono 1980) yaitu:

1. Tipe standar atau mantel conus

Pada jenis ini objek yang diukur adalah perlawanan pada ujung (konus). Hal ini dilakukan hanya dengan menekan batang dalam. Selanjutnya menekan bagian kerucut tersebut ke bawah sedangkan bagian pembacaan tetap di luar. Gaya yang dibutuhkan untuk menekan konus tersebut ke bawah diukur dengan suatu alat pengukur. Setelah dilakukan pengukuran, konus, stang dalam dan wadah luar dimajukan sampai pada kedalaman berikutnya, dimana pengukuran selanjutnya dilakukan hanya dengan menekan bagian stang dalam saja.

2. Tipe lengan gesek atau biconus

Pada jenis ini kekuatan tanah dapat diukur sekaligus cone index dan hambatan lekatnya. Hal ini dilakukan dengan penekanan stang dalam seperti pada tipe standar. Pembacaan nilai konus dan hambatan lekat dilakukan setiap 10 cm. Dengan alat sondir yang mencapai pada kedalaman 30 cm atau lebih bila tanah yang diselidiki memiliki tekstur lunak. Alat ini sangat cocok di Indonesia karena banyak dijumpai lapisan lempung dengan kekuatan tanah rendah, sehingga tidak sulit saat kerucut menembus tanah. Perlu diketahui bahwa nilai cone index memiliki konversi nilai dari setiap jenis ukuran cone atau kerucut.

(27)

12 2.4.1 Cone index

Cone merupakan konstruksi alat pengukur kekuatan tanah yang bersentuhan langsung dengan tanah sehingga perlu adanya bahan yang kuat, tidak mudah berkarat dan mudah menembus tanah. Cone index adalah ukuran dari resistensi tanah terhadap tindakan penetrasi dan juga sebagai indikator dari kekuatan tanah. Cone index mempunyai hubungan linier terhadap bulk density dan dipengaruhi oleh kelembaban. Cone index merupakan besaran ketahanan tanah terhadap gaya penetrasi dari penusukan cone ke arah yang tegak lurus. Hasil dari data tahanan penetrasi dibagi luas permukaan kerucut. Satuan besaran ini dinyatakan dalam satuan massa per satuan luas (kg/cm2). Cone index atau indeks kerucut suatu tanah juga didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk menahan gaya penetrasi kerucut dimana penetrometer sebagai alat untuk mendapatkan indeks kerucut tanah.

Gambar 5. Cone pada penetrometer

Di samping itu banyak literatur yang menunjukkan bahwa nilai aplikasi untuk teknik ini tergantung pada mutu penafsiran data yang dikumpulkan. Pengujian penetrasi standar dan pengambilan sampel dengan tabung memiliki keunggulan, yaitu:

1. Diperoleh informasi berguna yang lebih akurat dan secara langsung mengenai sifat-sifat tanah. 2. Kecepatan pendugaan yang lebih tinggi.

3. Interval pengujian yang lebih pendek memungkinkan mengidentifikasi lapisan-lapisan tanah bawah permukaan yang lebih teliti. Cone index dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ci

(1)

Dimana :

Ci = Cone index (kg/(cm2)) F = Tahanan penetrasi (kg) A = Luas kerucut kecil (cm2)

Konversi cone index yang diukur dengan kerucut besar 2

= + 2.7 (

(28)

13 Dimana :

Ab = Luas kerucut besar (cm2) Ak = Luas kerucut kecil (cm2)

Cone indeks juga bisa dapat digunakan untuk menghitung rumus tahanan geser atau shear resistance, menentukan trafficability, pendugaan rasio traksi (pada slip 50%) dan draft spesifik untuk pembajakan (F). Rumus yang memakai data cone index sebagai berikut:

- Cone index untuk tahanan geser

Tahanan geser dihitung dengan menggunakan rumus:

S =

(3)

Dimana :

T = Torsi maksimum (kg cm) R = Jari-jari shear ring (cm) S = Shear resistance (kg/cm2)

- Cone index untuk menentukan trafficability

Selain shear resistance data cone index juga dapat menduga trafficability dengan melihat nilai cone index dan melihat ukuran luas penampang lingkaran serta sudut pada kerucut penetrometer. Berikut adalah tabel trafficability.

Tabel 1. Penentuan trafficability (Setiawan 2004)

- Cone index untuk pendugaan rasio traksi

Data penetrometer dapat digunakan untuk pendugaan rasio traksi. Pendugaan rasio traksi pada slip 50% dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Berdasarkan cone index

Tr = 0.65-

T

r

= 0.65

(4) – 11.0 < 11.0

Trafficabilility

Instrument Operation

Easy Possible Impossible Rotary tilling > 5.0 2.5 – 5.0 < 2.5 Plowing > 6.5 4.0 – 6.5 < 4.0 Cone index (kg/cm 2 )

by cone 30  , 2 cm 2

0 – 15 cm dept h Plowing with gridle

> 3.5 2.0 – 3.5 < 2.0 Rotary tilling > 6.0 6.0 – 10.5 < 10.5

Plowing 0 0 – 3.0 < 3.0

Plate sinkage (cm) rectangular plate 10 x 2.5

cm, pressure 1.6 kg/cm 2 Plowing with gridle

(29)

14 Berdasarkan shear resistance

Tr = 0.65-

T

r

= 0.65

(5)

Berdasarkan shear resistance

Tr = 0.65-

T

r

= 0.65

(6)

Dimana :

Tr = Rasio traksi pada slip 50% Ci = Cone index (kg/cm2)

S = Tahanan geser pada 20 kg beban normal

- Cone index untuk draft spesifik dalam pembajakan

F =

(7)

Indeks plastisitas dihitung dengan rumus sebagai berikut:

I

p = 0.8C – 4.5 (8)

F’ =

+

(9)

Atau

F’ =

+

(10)

Dimana :

Ip = Indeks plastisitas (%) C = Clay content (%)

F = Draft spesifik untuk pembajakan (kg/cm2)

F’ = Draft spesifik untuk pembajakan oleh indeks plastisitas (kg/cm2)

- Cone index untuk pendugaan torsi spesifik untuk rotary tilling

F’ =

+ 0.013 (11)

atau

F’ =

+ 0.013 (12)

(30)
(31)

16

III.

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada November 2011 sampai Oktober 2012 di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

3.2

Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini dilakukan tiga kegiatan yaitu kalibrasi alat, uji penetrasi dan pengukuran kadar air. Oleh sebab itu alat dan bahan digolongkan sebagai berikut:

1. Peralatan dikelompokan menjadi:

(1) Alat kalibrasi penetrometer digital dan penetrometer mekanis terdiri atas: penggaris, timbangan, termometer, kalkulator, penetrometer mekanis dan penetrometer digital.

(2) Alat pengujian penetrometer mekanis dan digital terdiri atas: software pembacaan port, alat tulis, plastik dan pipa besi berdiameter 6 cm.

(3) Alat pengukur kadar air terdiri atas: pengering, cawan, timbangan digital dan alat tulis.

2. Bahan dikelompokan menjadi:

(1) Bahan pengujian penetrometer mekanis dan digital yaitu lahan dengan jenis tanah latosol. (2) Bahan pengukuran kadar air yaitu sampel tanah hasil pengujian lapang.

3.3

Tahapan penelitian

[image:31.595.107.550.473.719.2]

Tahapan penelitian merupakan langkah untuk pengujian sebuah alat dengan adanya tahapan penelitian konsep kerja dari pengujian alat akan berjalan secara sistematis. Adapun tahap pengujian alat disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Gambar 6. Bagan metodologi penelitian

Pengambilan data kadar air tanah Pengambilan data

suhu lingkungan Mulai

Pengambilan sampel tanah dari tiap pengujian penetrometer mekanis dan digital Kalibrasi penetrometer mekanis dan digital

Menghitung cone index

Pengolahan data

Selesai Pengukuran gaya dan kedalaman tanah

Pengukuran dengan penetrometer digital

(32)

17

3.4

Prosedur Kalibrasi

Kemampuan alat pengukur penetrometer ditentukan dengan beberapa parameter oleh Holman (1985) sebagai berikut:

a. Alat adalah perubahan yang menunjukan nilai masukan perperubahan nilai keluaran.

b. Ketelitian alat adalah besarnya penyimpangan yang dilakukan oleh instrumen untuk nilai masukan yang telah diketahui.

c. Ketepatan alat adalah kemampuan alat untuk menunjukan kembali angka tertentu untuk ketelitian yang telah diketahui.

d. Kemampuan baca adalah selang nilai parameter yang dapat diukur oleh instrumen.

Untuk memperoleh kemampuan baca penetrometer, pengujian penetrometer dilakukan pada penguat operasional, sensor gaya, sensor suhu dan cincin tranduser. Kalibrasi penetrometer mekanis dilakukan terhadap perbandingan nilai penetrasi dalam skala penetrometer dengan nilai massa yang dikeluarkan pada skala timbangan. Nilai massa yang diberikan dengan interval yaitu 10 kg, 20 kg, 30 kg, 40 kg dan 50 kg.

Kalibrasi penetrometer digital dilakukan terhadap sensor tekanan, sensor kedalaman dan sensor suhu. Untuk kalibrasi sensor tekan dilakukan dua tahap yaitu kalibrasi penguat dan kalibrasi keluaran pada LCD dalam satuan kilogram. Kalibrasi penguat dilakukan dengan cara memberikan beban mati pada cincin tranduser dengan taraf kombinasi 1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg dan 10 kg dimana konversi 1 kg = 51.8 mV. Sedangkan pembebanan kalibrasi dengan menggunakan timbangan massa dilakukan dengan pemberian massa 10 kg, 20 kg, 30 kg, 40 kg, 50 kg, 60 kg dan 70 kg.

Kalibrasi sensor kedalaman dilakukan dengan cara membandingkan antara jarak pada sensor kedalaman dengan penggaris dengan interval 10 cm yang terdiri dari 60 cm, 50 cm, 40 cm, 30 cm, 20 cm dan 10 cm.

Kalibrasi sensor suhu dengan membandingkan alat suhu yaitu termometer pada taraf suhu 29 oC, 30 oC, 31 oC, 32 oC, 33 oC, 34 oC dan 35 oC. Setelah itu dimunculkan melalui LCD.

3.5

Tahapan Pengujian Penetrometer

Pengujian dilakukan menggunakan penetrometer mekanis dan penetrometer digital. Tanah yang digunakan adalah tanah jenis latosol Dramaga IPB. Pengujian kedua penetrometer dengan memberikan kompresi ke dalam tanah pada setiap interval kedalaman 10 cm yang terdiri dari 10 cm, 20 cm, 30cm, 40 cm, 50 cm dan 60 cm. Penentuan titik dilakukan setiap hari secara acak. Setiap titik pengujian akan dibuat pengujian yang dilakukan pagi, siang, sore dan malam hari. Jumlah titik yang diambil setiap pengujian adalah sepuluh titik. Setiap titik dibuat garis membentuk segitiga. Dari setiap titik pada segitiga tersebut dilakukan penetrasi sebanyak enam kali, tiga kali untuk penetrometer analog dan tiga kali untuk penetrometer digital.

3.6

Tahap Pengukuran Kadar Air

(33)

18 sampel tanah menggunakan cone yang memiliki penampang lingkaran yang lebar dengan diameter 4 cm. Tanah akan menempel pada sisi atas cone. Selanjutnya tanah diambil dan dimasukan ke dalam plastik. Setelah semua sampel tanah dikemas, sampel tanah dibawa ke Laboratorium Mekatronika IPB untuk ditimbang dan dikeringkan dengan menggunakan pengering. Sampel tanah yang ditimbang yaitu hasil dari campuran tanah di tiga titik setiap pengujian. Hasil tersebut kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Sampel tanah dikeringkan dengan suhu 110 oC. Tanah yang dikeringkan, yaitu sampel tanah yang diambil dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60 cm.

[image:33.595.148.466.198.422.2]

Gambar 7. Timbangan digital dan cawan

[image:33.595.156.467.468.695.2]

(34)

19

3.7

Tahapan Pengolahan Data

a. Perhitungan Peneterasi Tanah dan Cone index

Untuk penetrasi tanah dilakukan dengan menggunakan penetrometer digital dan penetrometer tipe SR-2 (Gambar 11) dengan kerucut berpenampang 2 cm2.

(1)

Dimana :

Ci = Cone index (kg/ ) F = Tahanan penetrasi (kg) A = Luas kerucut kecil ( ) b. Perhitungan kadar air

Kadar air merupakan jumlah air yang tersedia dalam pori tanah dalam massa tertentu. Kadar air tanah diukur dengan mengambil contoh tanah pada titik uji dengan ring sample, kemudian ditimbang (massa tanah basah + cawan). Contoh tanah dikeringkan di dalam pengering selama 24 jam dengan suhu 110 oC kemudian ditimbang (massa tanah kering + cawan). Kadar air tanah untuk seluruh contoh dihitung. Kadar air tanah dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air =

x 100 (2)

Dimana :

W1 = Massa cawan + tanah basah (gram) W2 = Massa cawan + tanah kering (gram) W3 = Massa cawan kosong (gram) W1 –W2 = Massa air (gram)

(35)

20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Kalibrasi Jarak untuk Sensor Ultrasonik Ranger

[image:35.595.107.535.234.637.2]

Kalibrasi sensor ultrasonik bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kemiringan suatu permukaan dengan pengaruh pembacaan sensor ultrasonik. Modul SRF-04 adalah sebuah modul pemancar dan penerima gelombang ultrasonik yang dipasang sebagai sensor jarak pada penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535. Pada sensor ultrasonic ranger terdapat dua mata yang berfungsi untuk memantulkan gelombang. Dari pantulan gelombang tersebut kemudian dimunculkan pada LCD sebagai jarak dengan satuan cm. Pada penetrometer digital, kemampuan dalam membaca kedalaman terbatas pada kedalaman 70 cm.

Gambar 9. Meja kalibrasi sensor jarak (ultrasonik)

Penggunaan meja dibuat untuk kalibrasi sensor jarak (ultrasonik) yang dilengkapi dengan skala penggaris dan sudut. Kelengkapan lain yaitu kubus sebagai penghalang atau bidang pantul jarak pada saat kalibrasi. Kubus akan digerakan sesuai dengan uji kalibrasi dengan jarak yang ditentukan yaitu 10 cm, 20 cm, 30 cm sampai 60 cm. Skala penggaris digunakan 0 cm sampai dengan 60 cm. Sedangkan skala kemiringan sudut yaitu 5o, 10o, 15o dan 20o. Kubus juga dimiringkan terhadap sumbu horizontal dengan kemiringan 5o, 10o, 15o dan 20o.

(36)
[image:36.595.152.471.128.265.2]

21 dikeluarkan adalah nilai keluaran angka yang tidak stabil dan tidak sesuai pada kenyataannya. Nilai tersebut menunjukan angka maksimal dari pembacaan sensor ultrasonik yaitu 583.99 mm.

[image:36.595.146.494.303.491.2]

Gambar 10. Skala penggaris dan sudut kemiringan pada meja kalibrasi

[image:36.595.108.497.523.725.2]

Gambar 11. Penghalang dengan sudut 0o

(37)
[image:37.595.137.493.83.273.2] [image:37.595.148.490.320.505.2]

22 Gambar 13. Penghalang dengan sudut kemiringan 10o

Gambar 14. Penghalang dengan sudut kemiringan 15o

(38)
[image:38.595.127.489.84.391.2]

23 Gambar 16. Skala penggaris meja kalibrasi sensor jarak (ultasonik)

4.2

Hasil Kalibrasi Beban Penetrometer

Pengukuran tahanan penetrasi tanah di lapang memerlukan kestabilan pada saat penekanan sebelum membandingkan kedua alat tersebut dilakukan kalibrasi. Kalibrasi penetrometer mekanis dan penetrometer digital berbasis ATmega 8535 dilakukan dengan cara memberi tekanan pada kedua penetrometer. Timbangan berat badan digunakan untuk melihat perbedaan skala antara penetrometer digital dan penetrometer mekanis tipe SR-2. Hasil yang didapat yaitu tingkat pembacaan gaya tekan dengan satuan kgf.

Untuk kalibrasi penetrometer digital berbasis ATmega 8535 menggunakan timbangan berat badan. Pada kalibrasi ini tidak digunakan kerucut pada saat pengambilan data tahanan penetrasi. Kalibrasi ini dilakukan dengan cara menggunakan tiga orang yang memiliki massa berbeda. Kalibrasi penetrometer mekanis dilakukan dengan cara yang sama yaitu menggunakan tiga orang yang masing-masing memiliki massa berbeda. Hasil yang didapat yaitu perbandingan skala yang ditunjukan pada penetrometer dan timbangan berat badan. Hasil tersebut dapat dilihat di halaman 43 Lampiran 5.

Sebagai pembanding kedua alat tersebut diambil beberapa data penetrasi tanah yang dilakukan pada kondisi berbeda. Data-data pembacaan skala kedua penetrometer tersebut disajikan pada Lampiran 5. Perbandingan ketelitian alat yaitu penetrometer mekanis tipe SR-2 dan penetrometer digital berbasis ATmega 8535 dengan alat timbangan badan menunjukan perbedaan ketelitian masing-masing penetrometer.

(39)

24 pembacaan penetrometer mekanis tipe SR-2. Pada penetrometer mekanis terdapat pegas sebagai pemberi nilai penetrasi pada penetrometer tipe SR-2. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada grafik kalibrasi yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan. Pengulangan pertama menggunakan operator dengan massa badan 62 kg, operator kedua memiliki massa 67 kg dan massa operator ketiga sebesar 64 kg.

[image:39.595.99.516.137.801.2]

Gambar 17. Penetrometer SR-2 dan timbangan Gambar 18. Kegiatan kalibrasi dengan operator

Gambar 19. Kalibrasi dengan massa operator 62 kg

y = 1.12x - 1.6 R² = 0.998

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50 60

S

kal

a

Pen

e

tr

o

m

e

te

r

M

e

kan

is (k

g

f)

Skala Timbangan (kg)

[image:39.595.348.517.158.391.2]
(40)
[image:40.595.107.513.69.668.2]

25 Gambar 20. Kalibrasi dengan massa operator 67 kg

Gambar 21. Kalibrasi dengan massa operator 64 kg

Kalibrasi juga dilakukan untuk penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535. Dalam pengambilan data kalibrasi, skala yang ditunjukan oleh penetrometer digital menunjukan nilai ketelitian alat yang bagus dengan nilai R2 = 0.998. Pengambilan gaya tekan pada penetrometer digital diambil hingga skala 70 kg. Hal ini merupakan salah satu kelebihan penetrometer digital berbasis ATmega 8535 yang mampu mengukur penetrasi tanah lebih dari 60 kgf. Pada saat kalibrasi penetrometer digital, operator yang digunakan memiliki beban yaitu 74 kg, 63 kg dan 65 kg. Skala yang dihasilkan penetrometer relatif berbanding lurus dengan timbangan berat badan. Berikut adalah grafik kalibrasi penetrometer digital.

y = 1.07x + 0.1 R² = 0.998

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50 60

S kal a Pen e tr o m e te r M e kan is (k g f)

Skala Timbangan (kg)

Kalibrasi ke-2 Linear (Kalibrasi ke-2)

y = 1.12x - 1.8 R² = 0.998

0 10 20 30 40 50 60

0 10 20 30 40 50 60

S kal a Pen e tr o m e te r M e kan is (k g f)

Skala Timbangan (kg)

(41)
[image:41.595.100.522.44.817.2]

26 Gambar 22. Kalibrasi dengan massa operator 74 kg

Gambar 23. Kalibrasi dengan massa operator 63 kg

y = 0.992x + 0.142 R² = 0.999

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Kalibrasi Ke-1 Linear (Kalibrasi Ke-1)

y = 0.989x + 0.428 R² = 0.997

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 10 20 30 40 50 60 70 80

(42)
[image:42.595.100.532.78.404.2]

27 Gambar 24. Kalibrasi dengan massa operator 65 kg

4.3

Perbandingan Hasil Pengukuran Penetrasi Tanah

Pengujian penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 dilakukan dengan membandingkan uji lapang penetrometer mekanis tipe SR-2. Setiap pengujian dilakukan di lahan percobaan Laboratorium Siswadhi Soepardjo dengan jenis tanah yang sama yaitu latosol. Pengujian ini dilakukan pada kondisi tanah tidak terlalu keras karena kemampuan dalam membaca untuk penetrometer mekanis tipe SR-2 hanya terbatas pada skala kurang lebih 60 kgf untuk tahanan penetrasi. Pengambilan data penetrasi tanah dilakukan enam kali pengujian. Setiap pengujian dilakukan empat kali pengulangan dalam jangka waktu enam jam. Sebaran pengambilan data dilakukan di tiga tempat dengan lahan dan jenis tanah yang sama secara. Dalam pengambilan lokasi ditentukan secara acak. Setiap titik pengambilan data dibuat alur membentuk segitiga. Terdapat enam titik penetrasi disetiap tempat. Tiga titik penetrasi untuk penetrometer mekanis dan tiga titik untuk penetrometer digital. Pengujian pertama dilakukan dengan kondisi lahan sehari setelah hujan dengan kondisi tanah lembab. Perbandingan nilai tahanan penetrasi pada penetrometer tipe SR-2 dengan penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 memiliki kesamaan nilai tahanan pada skala 1 sampai 20 kgf, di atas nilai tersebut terjadi sedikit perubahan gaya untuk skala penetrometer digital. Seperti yang ditunjukan dari data kalibrasi saat pengujian kedua alat tersebut bahwa terjadi peningkatan skala penetrometer digital pada pembebanan di atas 20 kgf. Untuk data perbandingan pengujian pertama sampai keenam dapat dilihat pada tabel penetrasi tanah pada Lampiran 6. Pada pengujian ini digunakan cone dengan luas 2 cm2. Grafik pengujian penetrasi setiap alat dapat dilihat pada gambar berikut:

y = 0.992x + 1.142 R² = 0.998

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 10 20 30 40 50 60 70 80

(43)
[image:43.595.102.527.82.810.2]

28 Gambar 25. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-1 titik ke-1

Gambar 26. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-1 titik ke-2

-70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0

0 10 20 30

Ke

da

la

m

a

n

(cm

)

Cone indekd (kg/cm²)

Penetrometer Mekanis

Penetrometer Digital

-70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0

0 10 20 30

Ke

da

la

m

a

n

(cm

)

Cone Indeks (kg/cm²)

Penetrometer Mekanis

(44)
[image:44.595.103.527.85.793.2]

29 Gambar 27. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-1 titik ke-3

Gambar 28. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-2 titik ke-1

-70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0

0 10 20 30

Ke

da

la

m

a

n

(cm

)

Cone indeks (kg/cm²)

Penetrometer Mekanis

Penetrometer Digital

-70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0

0 10 20 30

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

(45)
[image:45.595.105.522.88.766.2]

30 Gambar 29. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-2 titik ke-2

Gambar 30. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-2 titik ke-3

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

Penetrometer Digital

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

(46)
[image:46.595.104.521.85.816.2]

31 Gambar 31. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-3 titik ke-1

Gambar 32. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-3 titik ke-2

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30 40

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

Penetrometer Digital

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

(47)
[image:47.595.101.527.56.811.2]

32 Gambar 33. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-3 titik ke-3

Gambar 34. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-4 titik ke-1

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

Penetrometer Digital

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

K

ed

al

am

an

(c

m

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

(48)
[image:48.595.103.522.63.822.2]

33 Gambar 35. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-4 titik ke-2

Gambar 36. Grafik pengujian ke-1 ulangan ke-4 titik ke-3

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

K

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone Indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

Penetrometer Digital

70 60 50 40 30 20 10 0

0 10 20 30

e

d

al

am

an

(

cm

)

Cone indeks (kg/cm2)

Penetrometer Mekanis

(49)
[image:49.595.185.454.85.278.2]

34 Gambar 37. Penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535

Gambar 38. Penetrometer mekanis tipe SR-2

4.4

Perhitungan Peneterasi Tanah dan

Cone index

Penetrasi tanah dilakukan dengan menggunakan penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 dan penetrometer tipe SR-2 dengan kerucut berpenampang 2 cm2. Pengukuran dilakukan pada tiga tempat berbeda dengan jenis tanah yang sama. Kedalaman yang diuji yaitu 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm dan 60 cm. Tahanan penetrasi dihitung dengan rumus (Setiawan et al. 2002) berikut:

Ci

(1)

Dimana :

Ci = Tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) F = Tahanan penetrasi (kg)

[image:49.595.169.453.321.521.2]
(50)

35 Sebagai salah satu contoh perhitungan cone index dapat diambil dari pengujian pertama yang dilakukan pada pagi hari pukul 06.00. Untuk massa penetrometer mekanis tipe SR-2 yaitu sebesar 2 kg. Sedangkan penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 memiliki massa yang sama sebesar 2 kg dan kerucut yang digunakan kedua penetrometer ini yaitu kerucut dengan luas 2 cm2. Contoh perhitungan diambil dari data penetrometer digital berbasis ATmega 8535 pada pengujian ke-1 pengulangan ke-1 titik ke-1 di Laboratorium Siswadhi Soepardjo Leuwikopo Dramaga IPB.

Tabel 2. Pengujian penetrometer digital ke-1 ulangan ke-1

Titik Kedalaman

10 cm 20 cm 30 cm 40 cm 50 cm 60 cm

1 37 kg/cm2 40 kg/cm2 44 kg/cm2 45 kg/cm2 48 kg/cm2 42 kg/cm2

2 38 kg/cm2 45 kg/cm2 42 kg/cm2 40 kg/cm2 39 kg/cm2 40 kg/cm2

3 40 kg/cm2 49 kg/cm2 41 kg/cm2 41 kg/cm2 43 kg/cm2 40 kg/cm2

Rata-rata 38.3 kg/cm2 44.7 kg/cm2 42.3 kg/cm2 42.0 kg/cm2 43.3 kg/cm2 40.7 kg/cm2

4.5

Kalibrasi Sensor Gaya (

Strain gage

) dan Sensor Jarak (Ultrasonik)

(51)

36

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian pengujian penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kalibrasi jarak penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 memiliki keluaran nilai error pada jarak 20 cm dengan sudut 20o, jarak 30 cm dengan sudut 20o, jarak 40 cm dengan sudut 15o dan 20o sehingga untuk penggunaan alat didapatkan toleransi kemiringan sampai sudut kurang dari 15o.

2. Pengambilan data kalibrasi penetrometer mekanis menunjukan nilai R2 sebesar 0.998 artinya bahwa penetrometer mekanis masih dapat digunakan. Sedangkan pengambilan data kalibrasi dengan menggunakan penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 nilai R2 yang ditampilkan menunjukan nilai yang sama dengan penetrometer mekanis tipe SR-2 yaitu 0.998. 3. Pada pengujian di lapang terdapat penyimpangan data yaitu pengurangan skala tekan di

penetrometer SR-2 sehingga dalam pembacaan skala di atas 20 kgf kurang tepat. Sedangkan penetrometer digital berbasis mikrokontroler ATmega 8535 memiliki ketepatan pembacaan sesuai dengan tekanan yang diberikan.

Gambar

Gambar 6. Bagan metodologi penelitian
Gambar 8. Pengering dengan suhu 110 oC
Gambar 9. Meja kalibrasi sensor jarak (ultrasonik)
Gambar 12. Penghalang dengan sudut kemiringan 5o
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan pada perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 adalah :.. Metode perancangan

RANCANG BANGUN ROBOT LINE FOLLOWER DENGAN KENDALI PID BERBASIS MIKROKONTROLER..

Laporan akhir ini berjudul, “ALAT PENGERING TANGAN OTOMATIS MENGGUNAKAN SENSOR PIR BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 ” yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan

PERANCANGAN ALAT PENGISI BATERAI LEAD ACID BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535.. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1)

Data sheet Mikrokontroler ATMega 8535 Data sheet Ultrasonik

Perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 yang dapat melayani 4 lantai melatar belakangi penelitian..

Deteksi objek bergerak menggunakan CMUCam berbasis mikrokontroler ATMega 8535 dapat dikembangkan dan daplikasikan pada berbagai bidang, yang tentunya dengan beberapa pertimbangan

Perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 yang dapat melayani 4 lantai melatar belakangi penelitian..