• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan kualitas susu kambing peranakan etawah (PE) pada kondisi tatalaksana yang berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi dan kualitas susu kambing peranakan etawah (PE) pada kondisi tatalaksana yang berbeda"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU KAMBING PERANAKAN

ETAWAH (PE) PADA KONDISI TATALAKSANA

YANG BERBEDA

SKRIPSI

JUNAIDI HAKIM RANGKUTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Junaidi Hakim Rangkuti. D14086016. 2011. Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) pada Kondisi Tatalaksana yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Afton Atabany, M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr.

Kambing perah merupakan ternak yang mempunyai karakteristik diantaranya mampu beradaptasi dengan kondisi yang kurang menguntungkan, mudah dipelihara, cepat berkembangbiak dengan daya reproduksi tinggi dan efisien dalam mengubah pakan menjadi susu. Produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bangsa, genetik, umur, ketinggian tempat dan tatalaksana pemeliharaan (perkandangan, pemberian pakan, pemerahan, penanganan reproduksi dan penyakit). Penelitian tentang produksi dan kualitas susu kambing Peranakan Etawah (PE) pada kondisi tatalaksana yang berbeda perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi tatalaksana terhadap produksi dan kualitas susu kambing Peranakan Etawah.

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Januari sampai Februari 2011. Pelaksanaan penelitian dilakukan di empat peternakan kambing perah. Analisa susu dilakukan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kambing PE yang digunakan berjumlah 51 ekor yang terdiri dari kondisi A sebanyak 13 ekor, kondisi B sebanyak 13 ekor, kondisi C sebanyak 12 ekor dan kondisi D sebanyak 13 ekor.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t untuk membandingkan empat peternakan yaitu peternakan Cordero (kondisi A, pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut dan rasio pakan hijauan dan konsentrat 36:64), peternakan Prima Fit (kondisi B, pada ketinggian 350 meter di atas permukaan laut dan rasio pakan hijauan dan konsentrat 40:60), peternakan milik Bapak Purwadi (kondisi C, pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut dan rasio pakan hijauan dan konsentrat 50:50) dan PT Gizi Dewata Utama (kondisi D, pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut dan rasio pakan hijauan dan konsentrat 64:36). Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah jenis pakan hijauan dan konsentrat, rasio pemberian pakan hijauan dan konsentrat, konsumsi pakan, produksi susu, kualitas susu dan efisiensi produksi susu.

(3)

persentase bahan kering susu dan persentase BKTL susu tertinggi ada pada kondisi D, persentase protein susu tertinggi ada pada kondisi A sedangkan persentase lemak susu dan gross energi susu tertinggi ada pada kondisi B. Kondisi tatalaksana yang berbeda mempengaruhi produksi susu dan produksi kadar komposisi susu yang dihasilkan. Produksi susu tertinggi ada pada kondisi D, produksi kadar bahan kering, kadar protein, kadar lemak, kadar BKTL dan kadar gross energi susu tertinggi juga ada pada kondisi D. Kondisi tatalaksana yang berbeda mempengaruhi efisiensi produksi bahan kering susu, protein susu, lemak susu dan gross energi susu. Efisiensi produksi bahan kering susu tertinggi ada pada kondisi B dan D, efisiensi produksi kadar protein susu tertinggi ada pada kondisi A, B dan C, efisiensi produksi kadar lemak dan efisiensi produksi kadar gross energi susu tertinggi ada pada perlakuan B.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa kondisi D menghasilkan produksi susu tertinggi dengan kualitas susu terbaik. Kondisi D menggunakan rasio hijauan dan konsentrat sebesar 64:36 pada ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut.

(4)

ABSTRACT

Milk Yield of Etawah Grade Goat Differing in Rearing Management

Rangkuti, J. H, A. Atabany, and B. P. Purwanto

Milk production of goat influenced by breed, genetic, age and rearing management. In Indonesian breed, genetic and age of goats among dairy goat farm are almost the same, but the rearing management varied any the farm. Therefore it was needed to know effect of rearing management on milk production of using goat. A study was done for 2 month to observe effect of rearing management on milk production of Etawah grade goat at 4 dairy goat farms. The data were then analyzed using t – test for comparing the farms (Cordero : A, 700 m above sea level, Prima Fit : B, 350 m, Mr. Purwadi : C, 300 m and PT Gizi Dewata Utama : D, 500 m). The forage : concentrate ratios at each farm were 36 : 64, 40 : 60, 50 : 50 and 64 : 36 for A, B , C and D, respectively. From the results it was concludec that the best farms was D fam that had highest milk production dan best milk quality.

(5)

PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU KAMBING PERANAKAN

ETAWAH (PE) PADA KONDISI TATALAKSANA

YANG BERBEDA

JUNAIDI HAKIM RANGKUTI

D14086016

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

Judul : Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) pada Kondisi Tatalaksana yang Berbeda

Nama : Junaidi Hakim Rangkuti NIM : D14086016

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Afton Atabany, M.Si.) (Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr.) NIP: 19640521 199512 1 002 NIP: 19600503 198503 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Februari 1987 di Kota Padangsidimpuan, Propinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) Amir Hakim Rangkuti dan Ibunda Zuaidah Nasution.

Pendidikan penulis dimulai dengan bersekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) Persit Kartika Chandra Kirana Padangsidimpuan pada tahun 1991-1993. Tahun 1993 penulis melanjutkan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 15/142431 Padangsidimpuan dan diselesaikan tahun 1999. Penulis melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Padangsidimpuan tahun 1999 dan diselesaikan tahun 2002. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Padangsidimpuan pada tahun 2002 dan diselesaikan tahun 2005.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktotar Program Diploma, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2005 dan diselesaikan tahun 2008. Penulis melanjutkan ke program Sarjana di Program Alih Jenis, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2008. Penulis aktif di Organisasi Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan- Bogor (IMATAPSEL-Bogor) selama masih kuliah di Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ’alamin

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah (PE) pada Kondisi Tatalaksana yang Berbeda” dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kambing perah merupakan ternak yang mempunyai karakteristik diantaranya mampu beradaptasi dengan kondisi yang kurang menguntungkan, mudah dipelihara, cepat berkembangbiak dengan daya reproduksi tinggi dan efisien dalam mengubah pakan menjadi susu. Produksi susu kambing dipengaruhi oleh faktor bangsa, genetik, umur, ketinggian tempat dan tatalaksana pemeliharaan. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengaruh kondisi tatalaksana pemeliharaan kambing Peranakan Etawah betina laktasi terhadap produksi dan kualitas susu kambing Peranakan Etawah.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu terutama kepada pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Bogor, Juni 2011

(9)

DAFTAR ISI

Rasio Pakan Hijauan dan Konsentrat ... 11

Produksi Susu ... 11

Pemilihan Lokasi Penelitian ... 16

Pengukuran Konsumsi pakan ... 16

Analisa Kualitas Pakan ... 16

(10)

Pengukuran Produksi Susu ... 17

Analisa Kualitas Susu ... 17

Produksi Kadar Komposisi Susu ... 19

Efisiensi Produksi Susu ... 19

Pengumpulan Data ... 20

Analisis Data ... 20

KEADAAN UMUM LOKASI ... 22

Peternakan Kambing Perah Cordero ... 22

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 23

Pemerahan ... 23

Peternakan Kambing Perah Prima Fit ... 23

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 24

Pemerahan ... 25

Peternakan Kambing Perah Milik Bapak Purwadi ... 25

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 26

Produksi Susu dan Kadar Komponen Susu ... 41

Produksi Susu ... 42

Produksi Kadar Komposisi BK Susu ... 44

Produksi Kadar Komposisi Protein Susu ... 45

Produksi Kadar Komposisi Lemak Susu ... 46

Produksi Kadar Komposisi BKTL Susu ... 47

Produksi Kadar Komposisi Gross Energi Susu ... 48

Efisiensi Produksi Susu ... 48

Efisiensi Produksi Bahan Kering Susu ... 49

Efisiensi Produksi Protein Susu ... 50

Efisiensi Produksi Lemak Susu ... 50

(11)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

Kesimpulan ... 52

Saran ... 52

UCAPAN TERIMA KASIH ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Bahan Kering Harian Kambing Perah yang Memiliki

Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4 %... 7 2. Kebutuhan Protein Kasar dengan 20 % Protein tidak Terdegradasi Dalam Rumen pada Kambing Perah yang Memiliki Anak

Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4 % ... .. 8 3. Konsumsi Bahan Kering Harian Kambing Perah yang Memiliki

Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4 %... 10 4. Komposisi Susu Kambing, Sapi dan ASI... 13 5. Komposisi Pakan dari Masing-masing Peternakan pada Saat

Penelitiann... 29 6. Konsumsi Pakan Kambing PE dari Masing-masing Kondisi pada

Saat Penelitian... 31 7. Konsumsi Zat Makanan Kambing PE dari Masing-masing Kondisi

pada Saat Penelitiann... 33 8. Komposisi Susu dari Masing-masing Kondisi pada Saat Penelitian... 37 9. Produksi Susu dan Kadar Komponen Susu Kambing PE dari

dari Masing-masing Kondisi pada Saat Penelitian... 41 10. Efisiensi Produksi Susu Kambing PE dari Masing-masing Kondisi

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. (a). Kambing PE Kondisi A; (b). Kambing PE Kondisi B

(c). Kambing PE Kondisi C; (d). Kambing PE Kondisi D.. ... 15 2. Kandang Pemeliharaan Kambing PE di Peternakan Cordero ... 22 3. Kandang Pemeliharaan Betina Laktasi di Peternakan Prima Fit ... 24 4. Kandang Pemeliharaan Betina Laktasi di Peternakan Milik

(14)

DAFTAR LAMPIRAN 11. Hasil Analisis Uji t Produksi Kadar Protein Susu Kambing PE

pada Saat Penelitian ... 80 12. Hasil Analisis Uji t Produksi Kadar Lemak Kambing PE pada

Saat Penelitian ... 82 13. Hasil Analisis Uji t Produksi Kadar BKTL Susu Kambing PE

pada Saat Penelitian ... 84 14. Hasil Analisis Uji t Produksi Kadar Gross Energi Susu Kambing

PE pada Saat Penelitian ... 86 15. Hasil Analisis Uji t Efisiensi Produksi Bahan Kering Susu

Kambing PE pada Saat Penelitian ... 88 16. Hasil Analisis Uji t Efisiensi Produksi Protein Susu Kambing

PE pada Saat Penelitian ... 90 17. Hasil Analisis Uji t Efisiensi Produksi Lemak Susu Kambing

PE pada Saat Penelitian ... 92 18. Hasil Analisis Uji t Efisiensi Produksi Gross Energi Susu

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemeliharaan kambing perah merupakan salah satu alternatif diversifikasi ternak penghasil susu disamping sapi perah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia. Kambing perah merupakan ternak yang lebih efisien dibandingkan sapi serta mempunyai karakteristik yang istimewa diantaranya adalah mampu beradaptasi dengan kondisi yang kurang menguntungkan, mudah dipelihara, cepat berkembangbiak dengan daya reproduksi tinggi dan efisien dalam mengubah pakan menjadi susu.

Kambing perah yang dipelihara di Indonesia umumnya adalah kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Kacang asli Indonesia dengan kambing Etawah (Jamnapari) asli India, sehingga kambing PE memiliki sifat diantara kedua tetuanya namun lebih mendekati ke arah performa kambing Etawah. Persilangan ini dilakukan karena kambing Etawah terkenal dengan potensi pertumbuhannya dan kemampuannya dalam menghasilkan susu sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu kambing lokal di Indonesia.

Produksi susu yang dihasilkan kambing PE masih sangat beragam. Produksi susu kambing dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor bangsa, ketinggian tempat dan tatalaksana pemeliharaan yaitu perkandangan, pemberian pakan, pemerahan, penanganan reproduksi dan penyakit.

Ketinggian tempat di atas permukaan laut mempengaruhi suhu lingkungan, semakin rendah ketinggian tempat di atas permukaan laut maka semakin tinggi suhu lingkungan sehingga konsumsi pakan menurun dan meningkatkan konsumsi air minum. Penurunan konsumsi pakan akan mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan.

Kebutuhan pakan bagi ternak sangat penting karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Kebutuhuan hidup pokok dapat diperoleh dari hijauan, sedangkan untuk produksi susu diperlukan pakan tambahan. Pemberian pakan yang salah dapat mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.

(16)

harus diberikan sejumlah konsentrat disamping hijauan untuk mencapai produksi susu yang tinggi. Pemberian konsentrat yang terlalu banyak tidak akan selalu dapat meningkatkan produksi susu, bahkan akan menjurus ke arah penggemukan. Konsentrat yang diberikan terlalu banyak tidak ekonomis, karena harga konsentrat relatif lebih mahal daripada hijauan.

Penelitian tentang pengaruh kondisi tatalaksana terhadap produksi dan kualitas susu kambing Peranakan Etawah perlu dilakukan. Pada penelitian ini digunakan kambing Peranakan Etawah betina periode laktasi pada empat peternakan dengan kondisi tatalaksana seperti ketinggian tempat dan rasio pemperian pakan yang berbeda.

Tujuan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing

Ternak kambing berasal dari kambing liar yang didomestikasi sebagai ruminansia kecil dari ordo Ungulata, sub-ordo Artiodactila, family Bovidae, sub-family Caprinae, genus Capra dan spesies Capra hircus (Williamson dan Payne, 1993). Kambing adalah hewan bukit yang baik dan dapat menempuh perjalanan jauh untuk mencapai makanan kesukaannya baik berupa tunas, semak, perdu atau tanaman lainnya (Blakely dan Bade, 1991). Kambing berfungsi sebagai ternak penghasil daging, susu, kulit dan bulu serta kotoran (Devendra dan Burns, 1994).

Menurut Sudono dan Abdulgani (2002), kambing tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, karena memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap hijauan pakan ternak, rerumputan dan dedaunan serta mampu memanfaatkan bermacam-macam hijauan yang tidak dapat dimakan oleh ternak ruminansia lainnya seperti domba dan sapi. Kambing juga mempunyai kemampuan beradaptasi yang luas terhadap berbagai keadaan lingkungan.

Kambing Etawah

Bangsa kambing Etawah merupakan bangsa kambing yang paling popular dipelihara secara luas sebagai penghasil susu di India dan Asia Tenggara. Kambing Etawah berasal dari distrik Etawah daerah antara sungai Yamuna dan Chambal, propinsi Uttar Pradesh, India dengan nama kambing Jamnapari tetapi di Indonesia dikenal sebagai kambing Etawah (Mason, 1976). Kambing Etawah termasuk tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu. Kambing Etawah di Indonesia merupakan keturunan dari kambing Jamnapari yang diimpor dari India sekitar tahun 1920 (Devendra dan Burns, 1994).

(18)

dan potensi pertumbuhannya, bangsa ini digunakan secara luas untuk meningkatkan mutu kambing yang lebih kecil diberbagai negara seperti Malaysia dan Indonesia (Devendra dan Burns, 1994).

Kambing Kacang

Kambing Kacang merupakan ternak potong bermutu tinggi, subur dan cocok untuk daerah pedesaan yang masih jarang penduduknya dengan pola peternakan ekstensif (Sudono dan Abdulgani, 2002). Kambing Kacang merupakan kambing yang tahan derita, lincah, mampu beradaptasi dengan baik dan tersebar luas di wilayah Malaysia dan Indonesia (Devendra dan Burns, 1994).

Menurut Mekir et al. (1986), kambing Kacang memiliki sifat fisik bertubuh pendek, kepala ringan dan kecil, telinga pendek dan tegak ke atas depan. Pada umumnya memiliki warna rambut tunggal yaitu putih, hitam dan coklat tetapi terdapat juga warna campuran dari dua atau tiga warna tersebut. Kambing Kacang betina mempunyai rambut pendek pada seluruh tubuhnya kecuali pada bagian ekor dan dagu sedangkan pada jantan selain di seluruh tubuh dan dagu juga tumbuh rambut panjang di sepanjang garis leher, pundak dan punggung sampai ekor dan pantat.

Kambing Peranakan Etawah

Kambing PE merupakan hasil kawin tatar (grading-up) antara kambing Kacang dengan kambing Etawah, sehingga mempunyai sifat diantara tetuanya (Atabany, 2001). Didukung oleh Heryadi (2004), kambing PE merupakan hasil persilangan yang tidak terarah dan kurang terpola antara kambing Etawah asal India dan kambing lokal yaitu kambing Kacang dengan karakteristik yang lebih mendekati ke arah performa kambing Etawah.

(19)

Pakan

Zat makanan adalah komponen bahan makanan yang dapat dicerna, dapat diserap serta bermanfaat bagi tubuh (Sutardi, 1980). Zat makanan merupakan substansi kimia dalam bahan makanan yang dapat dimetabolisasi dan dimanfaatkan untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Jika persediaan zat makanan cukup dan memenuhi persyaratan dari segi kualitas, kuantitas dan palatabilitas, maka kebutuhan akan hidup pokok, produksi dan reproduksi terpenuhi (Sudono, 1985).

Kambing perah mempunyai potensi genetik untuk memegang peranan penting dalam menyediakan protein kualitas tinggi dari susu melalui konversi pakan dari sumber hijauan non kompetitif (Budiarto, 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produksi susu adalah dari segi pemberian pakan dan minum. Pakan yang diberikan untuk ternak kambing harus dapat memenuhi kebutuhannya untuk hidup pokok dan reproduksi (Ensminger, 2001).

Menurut National Research Council (NRC) (2006), kebutuhan nutrisi yang diperlukan kambing ialah energi, protein, mineral, vitamin dan air. Jumlah pakan yang diberikan tergantung ukuran tubuh, kondisi kambing (pertumbuhan, bunting dan laktasi), jenis kelamin (Sudono dan Abdulgani, 2002), umur dan kapasitas produksi (Gall, 1981). Pakan yang melebihi kebutuhan hidup pokoknya akan dimanfaatkan untuk produksi yang lebih tinggi (Devendra dan Burns, 1994). Kambing PE menyukai pakan beragam tanaman berupa daun kaliandra, mahoni, daun nangka, daun pisang, daun dadap, rumput Setaria dan rumput gajah (Astuti et al., 2002).

Konsumsi Pakan

(20)

al., 1989). Hewan ruminansia akan berhenti makan setelah kapasitas rumennya terpenuhi, meskipun sesungguhnya masih membutuhkan tambahan energi untuk metabolisme tubuhnya (Suryapratama, 1999). Menurut Parakkasi (1999), tingkat konsumsi ternak dapat dipengaruhi oleh ternak itu sendiri (bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan tipe bangsa), makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (temperatur, kelembaban dan sinar matahari).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Atabany (2001) menunjukkan induk laktasi kambing PE dengan rataan bobot hidup 48 kg, mengkonsumsi 8,19 kg pakan segar per ekor per hari. Pakan konsentrat, ampas tahu dan singkong yang diberikan selalu habis dikonsumsi. Rataan banyaknya rumput yang dikonsumsi induk laktasi 76,63% dari pemberian atau 4,19 kg/ekor/hari. Pemberian rumput dilakukan tiga kali sehari, sedangkan konsentrat dua kali sehari. Menurut Budiarto (2006), konsumsi rata-rata pakan segar kambing PE pada penelitiannya di Kecamatan Kaligesing 7,19±0,65 kg/ekor/hari.

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering (BK) kambing merupakan satu faktor yang sangat penting. Menurut Devendra dan Burns (1994), kapasitas mengkonsumsi pakan secara aktif merupakan faktor pembatas yang mendasar dalam pemanfaatan pakan. Kambing perah berproduksi tinggi karena mempunyai kemampuan mengkonsumsi bahan kering yang relatif tinggi. Despal et al. (2007) menambahkan, pakan dengan kandungan bahan kering tinggi berpengaruh terhadap intake, pada ruminansia intake dipengaruhi oleh tingkat penyerapan dan bentuk pakan. Kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung dan saluran pencernaan secara keseluruhan (Parakkasi, 1999).

(21)

Tabel 1. Konsumsi Bahan Kering Harian Kambing Perah yang Memiliki Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4%

Status (produksi susu) Bobot Badan (kg)

Konsumsi

(kg/hari) % Bobot Badan Awal Laktasi

(0,88-1,61 kg/hari) 30 1,38 4,59

40 1,67 4,17

50 1,94 3,87

60 2,19 3,66

Pertengahan Laktasi

(0,63-1,15 kg/hari) 30 1,22 4,05

40 1,48 3,70

50 1,72 3,44

60 1,95 3,25

Akhir Laktasi

(0,55-1,25 kg/hari) 30 1,12 3,74

40 1,36 3,41

50 1,58 3,16

60 1,79 2,99

Sumber: NRC (2006)

Kambing lokal (bangsa kambing pedaging dan perah) di daerah tropis yang diberi pakan sekenyangnya mempunyai konsumsi bahan kering harian dalam kisaran 1,8-4,7% dari berat hidupnya (Devendra dan Burns, 1994). Menurut Jaelani (1999), kisaran konsumsi kambing PE pada penelitiannya adalah 446,51 gram/ekor/hari atau setara dengan 3,3-3,75% dari berat hidup, sedangkan menurut Atabany (2001) konsumsi bahan kering harian kambing PE dengan rataan bobot hidup 48 kg pada penelitiannya di peternakan Barokah adalah 1759 gram/ekor/hari atau setara dengan 3,7% dari berat hidup.

Konsumsi Protein Kasar

(22)

memperbaiki dan menggantikan sel tubuh yang rusak serta untuk produksi. Protein dalam tubuh diubah menjadi energi jika diperlukan.

Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk Protein Kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi protein (Ensminger, 1991). Protein sangat diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu (Sudono, 1999). Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut sehingga menurunkan konsumsi. Kebutuhan protein kasar dengan 20% tidak terdegradasi dalam rumen pada kambing perah yang memiliki anak tunggal dengan kadar lemak susu 4% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Protein Kasar dengan 20% Protein tidak Terdegradasi dalam Rumen pada Kambing Perah yang Memiliki Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4%

Status (produksi susu) Bobot Badan (kg) Kebutuhan (gram/hari) Awal Laktasi

(0,88-1,61 kg/hari) 30 77

40 93

50 109

60 124

Pertengahan Laktasi

(0,63-1,15 kg/hari) 30 70

40 86

50 100

60 114

Akhir Laktasi

(0,55-1,25 kg/hari) 30 67

40 81

50 95

60 108

Sumber: NRC (2006)

(23)

utama dalam produksi susu kambing karena pada musim kering kandungan PK rumput mengalami penurunan yang drastis, yaitu dibawah 4%. Konsumsi PK yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah jenis bahan pakan khususnya bahan penyusun konsentrat. Konsentrat merupakan pakan penguat dengan kadar serat kasar rendah dan banyak mengandung protein dan juga energi. Palatabilitas pakan dan jumlah pakan yang dimakan akan meningkatkan konsumsi protein yang lebih banyak dari kebutuhan minimalnya sehingga dapat berguna untuk meningkatkan bobot badan. Protein dalam tubuh diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein dapat diperoleh dari bahan-bahan pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan yang berasal dari biji-bijian. Menurut Atabany (2001), konsumsi PK kambing PE pada penelitiannya di peternakan Barokah adalah 215 gram/ekor/hari.

Konsumsi Lemak

Menurut Parakkasi (1999), lemak merupakan zat tidak larut air, sistem organik yang larut dalam pelarut organik. Lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Sutardi, 1980). Parakkasi (1999) menambahkan, ruminansia dewasa kurang toleransi terhadap lemak, kecuali anak ruminansia yang masih menggunakan makanan cair. Kadar lemak ransum ruminan yang melebihi 7-8% menyebabkan gangguan pencernaan, terutama penurunan konsumsi yang disebabkan oleh gangguan fungsi mikroorganisme dalam rumen. Jika dipandang dari segi energi lemak akan mengandung energi lebih kurang dua kali nilai energi biji-bijian yang baik (Parakkasi, 1999).

Bahan makanan utama ruminan (hijauan) tidak banyak mengandung lemak (sekitar 3% saja), akan tetapi jika konsumsi hijauan tersebut cukup banyak maka konsumsi dari lemak akan relatif banyak pula, apalagi ditambah bahan makanan khusus (dari berbagai makanan konsentrat) yang banyak mengandung lemak (Parakkasi, 1999).

Konsumsi Energi

(24)

oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan energi karena reaksi anabolik dan katabolik dalam tubuh memerlukan energi. Kebutuhan energi kambing perah yang memiliki anak tunggal dengan kadar lemak susu 4% dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan Energi Kambing Perah yang Memiliki Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4%

Status (produksi susu) Bobot Badan (kg) Kebutuhan (kg/hari) Awal Laktasi

(0,88-1,61 kg/hari) 30 0,73

40 0,89

50 1,03

60 1,16

Pertengahan Laktasi

(0.63-1,15 kg/hari) 30 0,64

40 0,78

50 0,91

60 1,04

Akhir Laktasi

(0,55-1,25 kg/hari) 30 0,59

40 0,72

50 0,84

60 0,95

Sumber: NRC (2006)

(25)

Rasio Pakan Hijauan dan Konsentrat

Pemberian formula ransum yang tepat merupakan hal penting dalam efisiensi pemanfaatannya. Kekurangan satu atau kelebihan zat makanan akan menurunkan efisiensi produksi. Persentase pemberian hijauan dalam ransum tergantung pada kualitas hijauannya, bila kualitas hijauan tinggi maka persentasenya dalam ransum dapat ditingkatkan, sebaliknya bila kualitas hijauan rendah maka persentasenya dalam ransum harus diturunkan dengan ketentuan batas minimal serat kasar dan protein ransum tetap terjaga (Suherman, 2005).

Menurut Basya (1983), untuk dapat memproduksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kandungan protein dan lemak dalam batas-batas normal, perimbangan itu haruslah 60:40. Namun hendaknya dipahami bahwa angka perimbangan itu belum merupakan suatu imbangan optimal yang mutlak karena perimbangan itu dapat bergeser ke kiri atau ke kanan sesuai dengan kualitas hijauan yang diberikan. Apabila hijauan yang diberikan berkualitas tinggi, maka perimbangan bergeser ke kiri yaitu ke arah pemberian yang lebih banyak. Sebaliknya apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah, maka perimbangan tadi bergeser ke kanan yaitu pemberian konsentrat ditingkatkan sedangkan pemberian hijauan diturunkan.

Menurut Sudono et al. (2003), pakan yang terlalu banyak hijauan menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam pakan, sapi betina dewasa yang sedang laktasi dan kering membutuhkan kadar serat kasar dalam ransum minimal 17% dari bahan kering. Kadar lemak kasar susu dipengaruhi oleh rasio hijauan dan konsentrat, turunnya rasio hijauan dalam bahan pakan menghasilkan kandungan lemak susu rendah yang diikuti oleh peningkatan protein susu. Menurut Arora (1995), pemberian rasio pakan konsentrat lebih besar daripada hijauan menyebabkan pH rumen menurun yang disebabkan konsentrat akan menekan kerja buffer karena mastikasi berkurang akibat produksi saliva menurun dan meningkatkan produksi volatile fatty acid (VFA).

Produksi Susu

(26)

dan aktivitas pemerahan (Phalepi, 2004). Phalepi (2004) menambahkan, produksi susu pada ternak yang umur tua lebih tinggi dari pada ternak umur muda karena ternak umur muda masih mengalami pertumbuhan. Pendistribusian zat-zat makanan pada ternak muda hanya sebagian untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan, termasuk kelenjar ambing yang masih pada tahap perkembangan. Produksi akan meningkat sejak induk beranak kemudian akan turun hingga akhir masa laktasi (Blakely dan Bade, 1991). Puncak produksi akan dicapai pada hari ke 48-72 setelah beranak (Devendra dan Burns, 1994), menurut Atabany (2001), puncak produksi susu kambing di peternakan Barokah pada hari ke-11, menurut Sutama dan Budiarsana (1997), puncak produksi susu kambing PE akan dicapai pada hari ke-40 setelah beranak.

Menurut Novita et al. (2006), produksi susu pada kambing PE dapat berkisar antara 567,1 gram/ekor/hari, hingga 863 gram/ekor/hari (Subhagiana, 1998) sedangkan menurut Atabany (2001), produksi susu harian kambing PE di peternakan Barokah 0,99 kg/ekor/hari. Perbedaan produksi susu tersebut menurut Phalepi (2004) karena produksi susu dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana pemeliharaan, kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak, dan aktivitas pemerahan.

Komposisi Susu

Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan tidak mendapat kondisi apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (SNI, 1998). Secara alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan, yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain (Sudono, 1999).

(27)

warnanya lebih putih dari susu sapi, karena susu kambing tidak mengandung karoten, yang menyebabkan warna agak kekuningan seperti susu sapi.

Kualitas susu ditentukan oleh (1) warna, bau, rasa, uji masak, uji penyaringan (kebersihan) dan (2) berat jenis, kadar lemak, bahan kering tanpa lemak dan kadar protein (Sudono, 1999). Secara keseluruhan nilai gizi susu kambing lebih tinggi dibandingkan susu sapi kecuali kadar kolesterol sedangkan kandungan protein, vitamin C dan vitamin D mempunyai nilai yang sama. Apabila dibandingkan dengan air susu ibu (ASI), nilai gizi susu kambing lebih tinggi kecuali pada kandungan lemak, zat besi (Fe) dan kolesterol. Perbandingan susu kambing, susu sapi dan ASI menurut American Dairy Goat Association (2002) dapat dillihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Susu Kambing, Sapi dan ASI

Komposisi Kambing Sapi ASI

Protein (%) 3,0 3,0 1,1

Lemak (%) 3,8 3,6 4

Kalori (/100ml) 70 69 68

Vitamin A (IU/gram) 39 21 32

Vitamin B (µg/100mg) 68 45 17

Riboflavin (µg/100mg) 210 159 26

Vitamin C (mg asam askorbat/100ml) 2 2 3

Vitamin D (IU/gram) 0,7 0,7 0,3

Kalsium (%) 0,19 0,18 0,04

Fe (%) 0,07 0,06 0,2

Fosfor (%) 0,27 0,23 0,06

Kolesterol (mg/100ml) 12 15 20

Sumber : American Dairy Goat Association (2002)

(28)

Komposisi susu bervariasi tergantung bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas makanannya (Larson, 1981). Kandungan susu relatif tidak berubah untuk satu spesies kecuali kadar lemak. Asam lemak rantai pendek (C4-C14)

disintesis dalam kelenjar ambing. Asam lemak ini berasal dari asetat dan beta hidroksi butirat yang diproduksi di rumen. Protein susu sebagian besar disintesis di kelenjar ambing dari asam amino dan sebagian lagi ditransfer langsung dari darah. Laktosa berasal dari glukosa yang ada di dalam darah sementara mineral dan vitamin ditransfer langsung dari darah (Schmidt, 1971).

Tingginya kadar nutrien air susu kambing dipengaruhi oleh faktor bangsa yang berbeda, pakan, jumlah air yang diminum, tingkat laktasi, interval pemerahan dan iklim daerah setempat (Joesoep, 1986). Menurut Atabany (2001) komposisi susu kambing PE pada penelitiannya di peternakan Barokah yaitu berat jenis 1,0292, bahan kering 16,38%, lemak 6,68%, protein 2,93 %, Solid Non Fat (SNF) 9,69%. Menurut Subhagiana (1998) komposisi susu kambing PE pada penelitiannya adalah bahan kering 13,70-14,30%, protein 3,55-4,24% dan lemak 4,22-4,44%.

Efisiensi Produksi Susu

Efisiensi dapat diartikan sebagai peningkatan keluaran (output) satuan produksi dibandingkan dengan masukan (input) (Budiarsana et al., 2001). Efisiensi (produksi) dikatakan nol adalah bila ternak tidak menghasilkan produksi sama sekali. Terdapatnya variasi produksi di dalam spesies ternak yang sama disebabkan oleh faktor individu ternaknya yaitu besarnya ternak, tingkat konsumsi pakan dan produksi ternaknya (Devendra dan Mc Leroy, 1982). Efisiensi (E) dinyatakan dengan rumus : E = P/F x 100, dimana P adalah produk (dalam hal ini susu) yang dinyatakan sebagai energi dan F adalah energi (EM) dalam pakan yang dikonsumsi (Devendra dan Burns, 1994).

(29)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan Januari sampai Februari 2011. Pelaksanaan penelitian dilakukan di peternakan kambing perah Cordero, peternakan kambing perah Prima Fit, peternakan kambing perah milik Bapak Purwadi dan PT Gizi Dewata Utama. Analisa susu dilakukan diLaboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing Peranakan Etawah betina laktasi yang tidak dibatasi umur dan bobot badan. Kambing yang diamati berjumlah 51 ekor yang terdiri dari 13 ekor pada peternakan Cordero (kondisi A), 13 ekor pada peternakan Prima Fit (kondisi B), 12 ekor pada peternakan milik Bapak Purwadi (kondisi C) dan 13 ekor pada PT Gizi Dewata Utama (kondisi D). Kambing Peranakan Etawah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

(c) (d)

(30)

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, timbangan pakan untuk menimbang pakan, gelas ukur untuk mengukur produksi susu dan alat serta bahan untuk analisa komposisi susu yang ada di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian

Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi peternakan (kondisi) dipilih berdasarkan ketentuan yaitu memiliki induk kambing PE yang sedang laktasi. Peternakan yang memiliki ketentuan tersebut akan dijadikan sebagai tempat penelitian.

Pengukuran Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan diukur dengan menghitung jumlah pemberian pakan/ekor/hari dan jumlah pakan yang tersisa/ekor/hari dalam gram. Pengukuran konsumsi pakan dilakukan pada setiap pemberian pakan dengan menggunakan timbangan pakan yang digunakan di masing-masing kondisi.

Analisa Kualitas Pakan

Sampel pakan yang diambil dari masing-masing kondisi dianalisa oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penghitungan Rasio Pakan Hijauan dan Konsentrat

(31)

BJ

Pengukuran produksi susu dilakukan pada tiap ekor ternak dengan menggunakan gelas ukur, hasil produksi susu dikonversi dari mililiter ke gram. Selain produksi susu, interval pemerahan dan berapa kali dilakukan pemerahan setiap hari juga diamati.

Analisa Kualitas Susu

Sampel susu dari masing-masing kondisi diambil sebanyak 250 ml pada setiap satu kali analisa dan dibawa ke Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk dilakukan analisa komposisi susu yakni berat jenis, kadar bahan kering, kadar lemak, kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL), kadar protein dan gross energi.

Berat Jenis Susu. Pengukuran berat jenis dilakukan 3 jam setelah pemerahan atau apabila temperatur suhu 20-300C. Sampel susu sebanyak 200 ml dihomogenkan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung. Berat jenis dan suhunya dicatat. Berat jenis susu diukur dengan laktodensimeter yang telah ditera pada suhu 27,50C. Hasil pengukuran berat jenis dengan menggunakan laktodensimeter tersebut dibakukan pada suhu 27,50C.

Kadar Bahan Kering Susu. Penentuan kadar bahan kering dilakukan dengan menggunakan Rumus Fleischmann yaitu :

Keterangan : L = lemak BJ = berat jenis

(32)

KH) indikator. Larutan tersebut dititrasi lagi dengan NaOH 0,1 N sampai berwarna merah muda. Banyaknya NaOH yang digunakan dicatat (b ml). Kemudian dikalikan dengan faktor formol susu kambing. Faktor formol didapatkan dari kadar protein susu berdasarkan hasil analisis dengan metode Kjeldahl dibagi dengan banyaknya (ml) NaOH 0,1 N yang dipakai untuk titrasi tersebut. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : a = banyaknya NaOH yang digunakan pada titrasi pertama b = banyaknya NaOH yang digunakan pada titrasi kedua

Kadar Lemak Susu. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode Gerber (Sudono et al. 1989). H2SO4 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 91-92%

dimasukkan ke dalam butirometer, ditambakan 11 ml susu dan 1 mililiter amyalkohol p.a. Butirometer ditutup dengan sumbat karet dan dikocok perlahan-lahan sampai homogen, kemudian butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 65-700C selama 10 menit. Setelah itu butirometer disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1200 putaran/menit. Kemudian butirometer tersebut dimasukkan ke dalam penangas air lagi selama 5 menit. Kemudian dibaca pada skala yang terdapat pada butirometer.

Kadar BKTL Susu. Penentuan kadar BKTL dihitung dengan mengurangi kadar bahan kering dengan kadar lemaknya.

Kadar Energi Bruto Susu. Penentuan gross energi susu dapat dilakukan setelah ditentukan kadar abu susu dan kadar karbohidrat susu, lalu menggunakan rumus:

(33)

% kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat awal (Y). Kemudian sampel dibakar di atas hot plate sampai tidak berasap lalu dimasukkan dalam tanur untuk diabukan pada suhu 400-6000C. Setelah abu menjadi putih seluruhnya didinginkan dalam eksikator, lalu sampel ditimbang kembali untuk mendapatkan berat akhir (Z). Penentuan kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : X = berat cawan Y = berat awal Z = berat akhir

Produksi Kadar Komposisi Susu

Produksi kadar komposisi susu dihitung berdasarkan bahan kering susu yang dihasilkan. Produksi kadar komposisi susu meliputi produksi bahan kering, protein kasar, lemak kasar, BKTL dan gross energi susu, dihitung dengan cara:

1) Produksi bahan kering susu (gram/ekor/hari) = produksi susu (ml/ekor/hari) x BJ x kadar bahan kering susu (%)

2) Produksi protein susu (gram/ekor/hari) = produksi susu (ml/ekor/hari) x BJ x kadar bahan kering susu (%) x protein susu (%)

3) Produksi lemak susu (gram/ekor/hari) = produksi susu (ml/ekor/hari) x BJ x kadar bahan kering susu (%) x lemak susu (%)

4) Produksi BKTL susu (gram/ekor/hari) = produksi susu (ml/ekor/hari) x BJ x kadar bahan kring susu (%) x BKTL susu (%)

5) Produksi gross energi susu (gram/ekor/hari) = produksi susu (ml/ekor/hari) x BJ x kadar bahan kring susu (%) x gross energi susu (kalori/gram)

Efisiensi Produksi Susu

(34)

100

Data yang dikumpulkan merupakan data primer. Data primer diperoleh dengan cara mengukur langsung konsumsi pakan dan produksi susu kambing perah dari masing-masing kondisi, melihat hasil analisa kualitas pakan dan kualitas susu.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji t untuk membandingkan empat peternakan yaitu peternakan Cordero (kondisi A yaitu peternakan yang berada pada ketinggian tempat 700 meter di atas permukaan laut dan menggunakan rasio pakan hijauan dan konsentrat 36:64), peternakan Prima Fit (kondisi B yaitu peternakan yang berada pada ketinggian tempat 350 meter di atas permukaan laut dan menggunakan rasio pakan hijauan dan konsentrat 40:60), peternakan milik Bapak Purwadi (kondisi C yaitu peternakan yang berada pada ketinggian tempat 300 meter di atas permukaan laut dan menggunakan rasio pakan hijauan dan konsentrat 50:50) dan PT Gizi Dewata Utama (kondisi D yaitu peternakan yang berada pada ketinggian tempat 500 meter di atas permukaan laut dan menggunakan rasio pakan hijauan dan konsentrat 64:36).

Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), rumus uji t yang digunakan adalah sebagai berikut:

(35)

1

n = Jumlah individu sampel/ukuran contoh

Peubah yang Diamati

(36)

KEADAAN UMUM LOKASI

Peternakan Kambing Perah Cordero

Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan Bapak Agus Setiawan. Peternakan Cordero dirintis dari tahun 2007 dengan latar belakang hobi dari para pemilik dalam memelihara ternak. Bapak Sauqi Marsyal dan Bapak Akhmad Firmansyah telah melakukan usaha sejenis dari tahun 2006 sampai 2007 yang bertempat di Nambo, karena manajemen dan penanganan terhadap kambing yang kurang baik mengakibatkan terjadinya kerugian. Bapak Agus Setiawan telah melakukan usaha sejenis ini lebih lama, yaitu dari tahun 2003 sampai 2007 yang bertempat di Setu.

Peternakan Cordero terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Kecamatan Tamansari berada pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, temperatur lingkungan sekitar 25-270C, kelembaban udara sekitar 65-80% dan curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/tahun. Luas areal peternakan Cordero sekitar 1,5 ha yang terdiri atas lahan rumput 8000 m2 dan sisanya adalah bangunan kandang, tempat tinggal dan lahan kosong yang direncanakan untuk pembangunan kandang sapi. Peternakan Cordero memiliki 6 kandang yaitu kandang B, C, D, E, F, dan H. Pemeliharaan kambing perah menggunakan kandang B, C, D, E, F dan G, sedangkan kandang H digunakan untuk pemeliharaan sapi perah. Salah satu kandang pemeliharaan yang digunakan di peternakan Cordero dapat dilihat pada Gambar 2.

(37)

Pada awalnya kambing di peternakan ini didatangkan dari tempat usaha awal masing-masing pemilik pada akhir tahun 2007. Kambing milik Bapak Agus Setiawan sebanyak 90 ekor dan kambing milik bapak Sauqi dan Bapak Akhmad sebanyak 60 ekor. Pada awal pendirian usaha ini mengalami masalah yang cukup serius yakni mengalami masalah penurunan populasi sebesar 50% karena kondisi peternakan yang relatif belum stabil. Menurut pengelola, hal ini disebabkan oleh beberapa penyakit seperti paru-paru, diare dan kembung yang terjadi ketika proses pemindahan dari peternakan sebelumnya.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan di peternakan Cordero adalah adalah hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), sedangkan konsentrat yang diberikan merupakan campuran dari ampas tempe dan konsentrat buatan pabrik. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari setelah dilakukan pemerahan susu yaitu sekitar pukul 07.30 WIB dan sore hari sebelum dilakukan pemerahan susu yaitu sekitar pukul 16.00 WIB.

Pemerahan

Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 06.30 WIB dan sore hari pukul 17.30 WIB.

Peternakan Prima Fit

Peternakan Prima Fit merupakan peternakan milik Bapak H. Dwi Susanto yang didirikan pada tahun 2002 di Jl. Sukamaju, Kampung Cibuntu Batas, Desa Cibuntu. Desa Cibuntu terletak di daerah dengan ketinggian 350 meter di atas permukaan laut, temperatur lingkungan 25-300C, kelembaban 65-72% dan curah hujan 1800–2000 mm/tahun. Keadaan geografis Desa Cibuntu adalah di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cisadas, di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cinangka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Ciampea Udik dan disebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciaruteun Udik.

(38)

dan seekor kambing PE jantan yang dibeli di Kaligesing, Purworejo. Pada tahun 2007 pemilik membeli 5 ekor pejantan kambing perah yaitu kambing British Alpine, Saanen, Boer dan Togenburg. Kambing-kambing tersebut akan digunakan sebagai pejantan agar keturunan yang dihasilkan semakin baik. Tahun 2010 pemilik tidak hanya memelihara kambing perah, tetapi pada awal Januari 2010 pemilik memelihara sapi perah dan sapi potong serta pada bulan Maret 2010 pemilik memelihara kuda.

Luas areal yang digunakan pada awal didirikannya peternakan ini kurang lebih 4027 m2 yang berstatus sewa. Pemilik membeli lahan yang semula disewa sehingga luas areal yang digunakan sekarang ini menjadi 1 ha. Lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk kandang kambing, kandang sapi perah dan sapi potong, kandang kuda, tempat tinggal karyawan, musholla dan lahan rumput.

Peternakan Prima Fit memiliki 3 unit kandang pemeliharaan untuk kambing perah yang memiliki fungsi yang berbeda-beda pada setiap unitnya. Kandang yang digunakan sebagai tempat pemeliharaan kambing betina laktasi berada di unit II. Kandang pemeliharaan betina laktasi di peternakan Prima Fit dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kandang Pemeliharaan Betina Laktasi di Peternakan Prima Fit.

Pemberian pakan dan Air Minum

(39)

Pemberian air minum di peternakan ini hanya satu kali dalam seminggu, hal ini dilakukan dengan alasan kambing merupakan ternak tropis sehingga sudah terbiasa dalam kondisi panas sehingga kambing tidak membutuhkan banyak air untuk minum.

Pemerahan

Pemerahan susu kambing di peternakan Prima Fit dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari dengan selang pemerahan yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pukul 16.30 WIB.

Peternakan Milik Bapak Purwadi

Peternakan kambing perah milik Bapak Purwadi terletak di Kelurahan Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Kelurahan Cimahpar berada pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut yang memiliki temperatur lingkungan sekitar 25-310C dengan kelembaban sekitar 65-83% dan curah hujan rata-rata 3500-4000 mm/tahun.

Peternakan ini didirikan pada tahun 1997 dengan latar belakang memiliki hobi memelihara ternak dan akhirnya berubah menjadi bisnis. Luas areal peternakan milik Bapak Purwadi sekitar 1 ha yang terdiri atas bangunan kandang sebanyak 5 buah kandang dan 2 buah rumah tempat tinggal karyawan. Pada awalnya kambing yang dipelihara sebanyak 35 ekor yang dibeli dari Cibedug dan karena pemilik merasa pemeliharaan kambing sangat menguntungkan maka pemilik menambah populasi kambing peliharaannya menjadi 500 ekor yang terdiri dari beberapa macam bangsa kambing perah yaitu kambing Peranakan Etawah, kambing Jawarandu, dan kambing Saanen.

(40)

Gambar 4. Kandang Pemeliharaan Betina Laktasi di Peternakan Milik Bapak Purwadi.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan di peternakan ini berupa hijauan dan ampas tempe. Hijauan yang diberikan adalah rumput lapang yang tumbuh di sekitar peternakan dan pinggiran jalan tol, sedangkan ampas tempe dibeli dari daerah Bogor, Tangerang dan Jakarta. Pemberian rumput dan ampas tempe dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi setelah dilakukan pemerahan susu dan sore hari sebelum dilakukan pemerahan susu.

Pemberian air minum dilakukan jika suhu lingkungan tinggi karena menurut keterangan dari salah satu peternak pada saat suhu lingkungan rendah kandungan air dari hijauan dan ampas tempe sudah mencukupi kebutuhan air dari kambing yang dipelihara.

Pemerahan

Pemerahan dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Pemerahan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB.

PT Gizi Dewata Utama

(41)

Peternakan didirikan pada tahun 1998 dengan latar belakang hobi dalam memelihara ternak dan untuk pengobatan asma yang dialami oleh putrinya. Penyakit asma tersebut telah sembuh karena mengkonsumsi susu kambing. Pada awalnya pemilik memelihara 4 ekor kambing Peranakan Etawah dengan tujuan hanya untuk mengambil susu untuk obat asma agar lebih mudah mendapatkan susu kambing. Setelah putri pemilik sembuh, pemilik menambah populasi kambing yang dipelihara dengan tujuan untuk membantu masyarakat di daerah sekitar peternakan mendapatkan susu bagi yang membutuhkan susu sebagai obat. Kambing yang dipelihara adalah kambing Peranakan Etawah, Saanen, Peranakan Etawah Saanen (PESA), Saanen Peranakan Etawah (SAPERA), dan persilangan kambing PE dengan kambing Alpine.

Lokasi pemeliharaan PT Gizi Dewata Utama ada 2 tempat yaitu di Desa Bendungan Kecamatan Ciawi dan di Desa Cilember Kecamatan Megamendung. Lokasi pemeliharaan di Desa Bendungan digunakan sebagai tempat pemeliharaan kambing betina dan tempat pembesaran kambing jantan sampai dewasa kelamin, sedangkan di Desa Cilember digunakan sebagai tempat pemeliharaan pejantan. Luas areal peternakan di Desa Bendungan sekitar 1 ha yang terdiri atas 300 m2 digunakan sebagai tempat bangunan Villa dan sisanya adalah bangunan kandang dan rumah tempat tinggal karyawan. Lokasi pemeliharaan di Desa Bendungan memiliki 3 unit kandang yang digunakan 1 unit sebagai kandang pemeliharaan betina induk, 1 unit tempat pemeliharaan anak sampai lepas sapih dan 1 unit kandang pemeliharaan kambing jantan dan betina dari lepas sapih sampai dewasa kelamin. Kandang yang digunakan untuk tempat pemeliharaan betina laktasi dapat dilihat pada Gambar 5.

(42)

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan di peternakan ini berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan adalah beberapa jenis daun-daunan dari tanaman pohon yang tumbuh di sekitar Desa Bendungan diantaranya daun Kaliandra (Calliandra calothyrsus), daun Nangka (Artocarpus heterophyllus), daun Ki Ancret (Spathodea

campanulata) dan daun Mindi (Melia azedarach). Konsentrat yang diberikan

merupakan campuran dari ampas bir, bungkil kelapa, dedak padi, garam, kapur dan molases dengan konsentrat buatan pabrik. Daun-daunan diberikan satu kali dalam sehari yaitu pada sore hari setelah dilakukan pemerahan susu pukul 17.00 WIB. Konsentrat diberikan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari sebelum dilakukan pemerahan susu yaitu pukul 07.00 WIB dan sore hari setelah dilakukan pemerahan yaitu pukul 17.00 WIB.

Pemberian air minum dilakukan ad libitum, setiap kandang dilengkapi tempat air minum yang terbuat dari pipa paralon dan kran air otomatis yang terbuka jika air dalam pipa paralon berkurang.

Pemerahan

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Pakan

Komposisi zat makanan dari pakan yang diberikan pada masing-masing kondisi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Pakan dari Masing-masing Kondisi pada Saat Penelitian

Kondisi

Keterangan : A = Peternakan pada ketinggian 700 m dpl dan rasio pakan 36:64; B = Peternakan pada ketinggian 350 m dpl dan rasio pakan 40:60; C = Peternakan pada ketinggian 300 m dpl dan rasio pakan 50:50; D = Peternakan pada ketinggian 500 m dpl dan rasio pakan 64:36; BK = Bahan Kering; PK = Protein Kasar; SK = Serat kasar; LK = Lemak Kasar; BETN= Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen; GE= Gross Energi.

Kondisi A terdiri atas rumput gajah dan campuran konsentrat dengan ampas tempe. Kondisi B dan C yang terdiri atas rumput lapang dan ampas tempe. Kondisi D terdiri atas daun-daunan dan campuran konsentrat dengan ampas bir, bungkil kelapa, dedak padi, garam, kapur dan molases.

Komposisi zat-zat makanan dari pakan yang diberikan pada keempat kondisi memiliki banyak perbedaan. Kondisi A mempunyai kandungan bahan bahan kering tertinggi diikuti oleh kondisi D, C dan B karena rasio konsentrat tinggi walaupun bahan kering konsentrat yang digunakan belum sesuai dengan syarat bahan kering konsentrat. Syarat bahan kering konsentrat yaitu 86% (SNI, 2009). Menurut Sutardi (1980) produksi susu dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan komposisi zat makanannya. Tingginya kandungan bahan kering ransum diharapkan akan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering.

(44)

pakan akan baik karena kandungan protein kasar, lemak kasar dan karbohidrat yang lebih tinggi.

Kondisi D mempunyai kandungan protein kasar lebih tinggi dari kondisi C, B dan A. Rasio konsentrat yang diberikan rendah akan tetapi konsentrat tersebut campuran dari konsentrat, ampas bir, bungkil kelapa, dedak padi, garam, kapur dan molases sehingga mengandung gizi yang tinggi khususnya protein kasar. Pemberian pakan dengan sumber protein meningkatkan konsumsi pakan, karena protein mempunyai kecernaan yang tinggi (Parakkasi, 1999).

Kandungan serat kasar tertinggi terdapat pada kondisi B diikuti kondisi A, C dan D. Tingginya kandungan serat kasar akan menyebabkan konsumsi serat kasar yang tinggi. Konsumsi serat kasar yang tinggi akan menyebabkan kandungan lemak kasar susu tinggi. Menurut Despal et al. (2008), kadar serat yang rendah pada ransum sapi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kadar lemak susu rendah. Meskipun konsumsi serat kasar tinggi belum tentu akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi terbaik. Menurut Wilson et al. (1998) serat kasar berupa lignin bersifat menurunkan daya cerna.

Kandungan lemak kasar tertinggi terdapat pada kondisi C diikuti oleh kondisi D, A dan B. Kandungan BETN pakan yang paling tinggi adalah kondisi D dan kandungan gross energi yang paling tinggi adalah kondisi D. Tingginya kandungan energi ransum diharapkan konsumsi energi menjadi tinggi sehingga kebutuhan energi ternak tercukupi, namun kandungan energi dapat mempengaruhi keefisienan penggunaan ransum, semakin tinggi kandungan energi dalam ransum semakin banyak energi yang dapat dicerna sehingga produksi susu yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Tetapi apabila energi dalam ransum berlebihan juga dapat menyebabkan penurunan keefisienan penggunaan ransum (Prior et al., 1977).

(45)

merupakan campuran pakan yang mengandung kadar air 14%, protein kasar 16-18% (SNI, 2009), mengandung serat kasar kurang dari 18% (Sofyan et al., 2000).

Konsumsi Pakan

Pemberian pakan pada kambing merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Tingkat konsumsi zat makanan sangat mempengaruhi performans produksi ternak, sedangkan tingkat konsumsi suatu pakan mencerminkan tingkat palatabilitas pakan tersebut.

Parakkasi (1999) menegaskan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar zat makanan dalam pakan untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Konsumsi pakan kambing PE dari masing-masing kondisi pada saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 dan konsumsi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Konsumsi Pakan Kambing PE dari Masing-masing Kondisi pada Saat Penelitian

Pakan Kondisi

A B C D

Pemberian Pakan

Hijauan (gram) 742,45±66,70 753,21±35,52 1120,89±15,88 1669,16±12,61

Konsentrat (gram) 1276,78±0,00 1065,06±0,00 1109,69±7,07 960,00±0,00

Total (gram) 2019,23±66,70 1818,26±35,52 2230,58±22,95 2629,16±12,61

Sisa Pakan

Hijauan (gram) 174,15±66,47 0 259,86±12,42 137,68±18,90

Konsentrat (gram) 42,41±43,98 0 0 0

Total (gram) 216,57±91,44 0 259,86±12,42 137,68±18,90

Konsumsi Pakan

Hijauan (gram) 568,29±73,46 753,21±35,52 861,03±3,46 1531,48±23,38

Konsentrat (gram) 1234,37±128,93 1065,06±0,00 1109,69±7,07 960,00±0,00

Total (gram) 1802,66±182,67a 1818,26±35,52a 1970,72±10,53b 2491,48±23,38c

Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A = Peternakan pada ketinggian 700 m dpl dan rasio pakan 36:64; B = Peternakan pada ketinggian 350 m dpl dan rasio pakan 40:60; C = Peternakan pada ketinggian 300 m dpl dan rasio pakan 50:50; D = Peternakan pada ketinggian 500 m dpl dan rasio pakan 64:36.

(46)

memproduksi susu. Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kondisi tatalaksana yang berbeda memberikan perbedaan terhadap konsumsi pakan (P<0,05). Perbedaan tatalaksana dalam hal pemberian pakan dengan rasio pakan hijauan dan konsentrat yang berbeda menyebabkan perbedaan pH rumen. Penurunan pH dapat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba dalam proses pencernaan pakan dan selanjutnya akan mengakibatkan kecernaan pakan menurun. Penurunan kecernaan pakan maka akan menyebabkan konsumsi menurun. Menurut Tillman et al. (1989) meningkatnya daya cerna menyebabkan konsumsi meningkat. Parakkasi (1999) menyatakan, konsumsi ternak dipengaruhi oleh hewan itu sendiri (bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan bangsa sapi), makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (temperatur, kelembaban dan sinar matahari).

Berdasarkan hasil uji t, konsumsi pakan yang tertinggi adalah kondisi D sebesar 2491,48±23,38 gram/ekor/hari diikuti oleh kondisi C sebesar 1970,72±10,53 gram/ekor/hari, kondisi B sebesar 1818,26±35,52 gram/ekor/hari dan kondisi A sebesar 1802,66±182,67 gram/ekor/hari, dimana kondisi A sama dengan kondisi B. Konsumsi pakan tertinggi ada pada kondisi D disebabkan memiliki rasio hijauan lebih tinggi sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi maka kambing akan memakan hijauan lebih banyak. Pakan konsentrat tinggi akan gizi sehingga dengan hanya mengkonsumsi sedikit sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi.

Konsumsi pakan terendah ada pada kondisi A disebabkan rasio hijauan lebih rendah daripada konsentrat sehingga pH rumen menurun. Penurunan pH dapat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba dalam proses pencernaan pakan dan selanjutnya akan mengakibatkan kecernaan pakan menurun. Penurunan kecernaan pakan maka akan menyebabkan konsumsi menurun. Menurut Tillman et al. (1989) meningkatnya daya cerna menyebabkan konsumsi meningkat.

(47)

yang diberi pakan rumput Raja dan konsentrat adalah 1141,4±48,90-1221,4±55 gram/ekor/hari. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Atabany (2001), Adriani (2003) dan Adiati et al. (2000).

Tabel 7. Konsumsi Zat Makanan Kambing PE dari Masing-masing Kondisi pada

(gram/ekor/hari) 153,81±15,72d 133,77±5,08c 93,27±0,44a 103,59±1,13b

Protein Kasar

(gram/ekor/hari) 205,32±20,76a 235,65±3,13b 266,76±1,57c 591,79±4,50d

Serat Kasar

(gram/ekor/hari) 648,39±65,90a 852,42±11,54c 700,61±3,71b 621,02±7,04a

Lemak Kasar

(gram/ekor/hari) 58,18±5,89b 38,51±0,52a 128,61±0,79c 134,26±0,84d

BETN

(gram/ekor/hari) 736,96±74,54b 557,01±15,20a 781,48±4,02b 1041,34±9,86c

Gross Energi pada ketinggian 350 m dpl dan rasio pakan 40:60; C = Peternakan pada ketinggian 300 m dpl dan rasio pakan 50:50; D = Peternakan pada ketinggian 500 m dpl dan rasio pakan 64:36.

Konsumsi Abu

Tabel 7 memperlihatkan bahwa kondisi tatalaksana yang berbeda memberikan perbedaan (P<0,05) terhadap konsumsi abu yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil uji t, konsumsi abu tertinggi adalah kondisi A sebesar 153,81±15,72 gram/ekor/hari diikuti oleh kondisi B sebesar 133,77±5,08 gram/ekor/hari, kondisi D sebesar 103,59±1,13 gram/ekor/hari dan kondisi C sebesar 93,27±0,44 gram/ekor/hari. Konsumsi abu tertinggi terjadi pada kondisi A disebabkan kandungan abu pakan lebih tinggi daripada kondisi B, D dan C.

(48)

Konsumsi Protein Kasar

Protein kasar merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis. Protein sangat diperlukan untuk pertumbuhan, reproduksi dan produksi susu (Sudono, 1999). Tabel 7 memperlihatkan bahwa konsumsi protein kasar berbeda (P<0,05) akibat kondisi tatalaksana yang berbeda.

Berdasarkan hasil uji t, konsumsi protein kasar tertinggi terjadi pada kondisi D sebesar 591,79±4,50 gram/ekor/hari diikuti oleh kondisi C, B dan A sebesar 266,76±1,57; 235,65±3,13 dan 205,32±20,76 gram/ekor/hari. Konsumsi protein kasar kondisi D lebih tinggi daripada kondisi A, B dan C karena kondisi D memiliki kandungan protein kasar pakan lebih tinggi. Konsumsi protein kasar kondisi A merupakan konsumsi pakan terendah karena kondisi A memiliki kandungan protein kasar pakan lebih rendah daripada kondisi B, C dan D.

Menurut Atabany (2001), konsumsi protein kasar kambing PE induk laktasi hasil penelitian di peternakan Barokah yaitu 215 gram/ekor/hari. Menurut Adriani (2003) konsumsi protein kasar kambing PE berkisar antara 225,4-286,3 gram/ekor/hari. Konsumsi protein kasar pada kondisi B, C dan D lebih tinggi daripada konsumsi protein kasar kambing PE hasil penelitian Atabany (2001) dan Adriani (2003), hal ini disebabkan konsumsi bahan kering kondisi B, C dan D lebih tinggi.

Konsumsi Serat Kasar

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa konsumsi serat kasar berbeda (P<0,05) akibat kondisi tatalaksana yang berbeda. Berdasarkan hasil uji t, konsumsi serat kasar yang tertinggi adalah kondisi B sebesar 852,42±11,54 gram/ekor/hari diikuti oleh kondisi C, A dan D sebesar 700,61±3,71; 648,39±65,90 dan 621,02±7,04 gram/ekor/hari, dimana kondisi A dan D memiliki konsumsi serat kasar yang sama.

(49)

Mikroba yang terdapat dalam rumen membantu proses pencernaan serat kasar pada proses fermentasinya. Serat kasar yang berasal dari pakan masuk ke dalam rumen kemudian difermentasi menjadi VFA dan diserap untuk mencukupi ketersediaan energi untuk pertumbuhan. Meskipun demikian, konsumsi serat kasar yang tinggi bukan berarti akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi terbaik karena serat kasar berupa lignin bersifat menurunkan daya cerna (Wilson et al., 1998).

Menurut Atabany (2001), konsumsi serat kasar kambing PE di peternakan Barokah adalah 386 gram/ekor/hari, sedangkan menurut Adriani (2003) konsumsi serat kasar kambing PE laktasi berkisar antara 266,9-284,9 gram/ekor/hari. Hasil tersebut lebih rendah dari konsumsi serat kasar hasil penelitian ini, karena konsumsi bahan kering dan kandungan serat kasar pakan yang diberikan pada penelitian ini lebih tinggi.

Konsumsi Lemak Kasar

Lemak merupakan zat tidak larut air, sistem organik yang larut dalam pelarut organik (Parakkasi, 1999). Lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Sutardi, 1980). Pada Tabel 7 dapat dilihat kondisi tatalaksana yang berbeda memberikan perbedaan terhadap konsumsi lemak kasar (P<0,05). Berdasarkan hasil uji t, konsumsi lemak kasar tertinggi terjadi pada kondisi D sebesar 134,26±0,84 gram/ekor/hari diikuti oleh kondisi C, A dan B sebesar 128,61±0,79; 58,18±5,89 dan 38,51±0,52 gram/ekor/hari.

Konsumsi lemak kasar kondisi D lebih tinggi daripada kondisi C, A dan B disebabkan kondisi D memiliki kandungan lemak kasar pakan lebih tinggi daripada kondisi C, A dan B. Parakkasi (1999) menyatakan, bahan makanan utama ruminan (hijauan) tidak banyak mengandung lemak (sekitar 3% saja), akan tetapi jika konsumsi hijauan tersebut cukup banyak maka konsumsi dari lemak akan relatif banyak pula, apalagi ditambah bahan makanan khusus (dari berbagai makanan konsentrat) yang banyak mengandung lemak.

(50)

gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan konsumsi bahan kering dan kandungan lemak kasar kondisi A, C dan D lebih tinggi.

Konsumsi lemak kasar kondisi C dan D lebih tinggi dari konsumsi lemak kasar kambing PE laktasi hasil penelitian Adriani (2003) berkisar antara 67-69,6 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan konsumsi bahan kering dan kandungan lemak kasar pakan pada kondisi C dan D lebih tinggi.

Konsumsi BETN

Konsumsi BETN hasil penelitian pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa kondisi tatalaksana yang berbeda memberikan perbedaan (P<0,05) terhadap konsumsi BETN. Berdasarkan hasil uji t, konsumsi BETN tertinggi terjadi pada kondisi D sebesar 1041,34±9,86 gram/ekor/hari diikuti kondisi C, A dan B sebesar 781,48±4,02; 736,96±74,54 dan 557,01±15,20 gram/ekor/hari.

Konsumsi BETN tertinggi terjadi pada kondisi D karena selisih kandungan karbohidrat dengan serat kasar atau yang disebut BETN kondisi D lebih tinggi dari kondisi C, A dan B. Konsumsi BETN Konsumsi BETN terendah terjadi pada kondisi B karena kandungan BETN pakan pada kondisi B lebih rendah daripada kondisi A, C dan D.

Menurut Anggorodi (1994), kandungan karbohidrat pada tumbuh-tumbuhan biasanya mewakili 50-75% dari bahan kering. Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan selisih dari karbohidrat dan serat kasar (Sofyan et al., 2000). Konsumsi BETN kondisi D lebih tinggi daripada konsumsi BETN induk kambing PE laktasi hasil penelitian Atabany (2001) di peternakan Barokah yaitu 817 gram/ekor/hari. Konsumsi BETN kondisi D juga lebih tinggi daripada konsumsi BETN kambing PE laktasi hasil penelitian Adriani (2003) yang berkisar antara 919,4-1014,6%.

Konsumsi Gross Energi

(51)

Berdasarkan hasil uji t, konsumsi gross energi tertinggi terjadi pada kondisi D sebesar 12400061,31±109741,51 kalori diikuti oleh kondisi C sebesar 9090474,24±48983,46 kalori, kondisi B sebesar 8311144,38±156874,28 kalori dan kondisi A sebesar 7735464,51±784551,89 kalori. Konsumsi gross energi tertinggi terjadi pada kondisi D disebabkan kandungan gross energi pakan pada kondisi D lebih tinggi dari kondisi B, C dan A.

Konsumsi gross energi terendah terjadi pada kondisi A disebabkan kandungan gross energi pakan yang lebih rendah. Menurut Atabany (2001) konsumsi gross energi induk kambing PE laktasi yang diberi pakan rumput gajah, konsentrat, ampas tahu dan singkong dengan kandungan gross energi pakan 3591 kalori/gram, 4689 kalori/gram, 3838 kalori/gram dan 4400 kalori/gram di peternakan Barokah yaitu 5453 kalori/gram.

Komposisi Susu

Komposisi susu kambing PE hasil penelitian dari masing-masing kondisi dapat dilihat pada Tabel 8.

Keterangan : A = Peternakan pada ketinggian 700 m dpl dan rasio pakan 36:64; B = Peternakan pada ketinggian 350 m dpl dan rasio pakan 40:60; C = Peternakan pada ketinggian 300 m dpl dan rasio pakan 50:50; D = Peternakan pada ketinggian 500 m dpl dan rasio pakan 64:36; BK = Bahan Kering; BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak.

Sumber : Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Berat Jenis Susu

Gambar

Tabel 1. Konsumsi Bahan Kering Harian Kambing Perah yang Memiliki Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4%
Tabel 2. Kebutuhan Protein Kasar dengan 20% Protein tidak Terdegradasi dalam Rumen pada Kambing Perah yang Memiliki Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4%
Tabel 3. Kebutuhan Energi Kambing Perah yang Memiliki Anak Tunggal dengan Kadar Lemak Susu 4%
Tabel 4. Komposisi Susu Kambing, Sapi dan ASI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui Gambar 5 dapat diketahui kesukaan panelis terhadap kekentalan susu kambing dengan perlakuan biskuit biosuplemen 5% memiliki frekuensi terbanyak pada skala

Penelitian ini menganalisis tingkat produksi susu kambing PE berdasarkan ketinggian tempat pemeliharaan pada peternakan rakyat di sebagian daerah di Jawa Barat pada suhu

Berbedahalnyadenganhasilpenelitian dariMorand-Fehr (1991) yang menyatakan bahwa kambing perah dengan bobot badan yang lebih besar akan memiliki tingkat produksi susu

Kesimpulan penelitian adalah permberian pakan berkualitas pada kambing Peranakan Etawah saat laktasi dapat meningkatkan produksi susu yang dihasilkan kambing dengan

Peningkatan Produksi dan Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Sebagai Respon Perbaikan Kualitas Pakan.. Jurnal Ilmiah

Parameter berat jenis susu dapat pula digunakan untuk mengetahui pemalsuan susu yang dengan bahan-bahan lain yang tidak seharusnya ada pada susu murni, selain itu berat jenis

Suatu penelitian telah dilakukan di stasion perubahan Balai Penelitian Ternak, Ciawi untuk mengamati aktivitas reproduksi (birahi, ovulasi, kadar hormon progesteron dan

Kesimpulan penelitian adalah permberian pakan berkualitas pada kambing Peranakan Etawah saat laktasi dapat meningkatkan produksi susu yang dihasilkan kambing dengan