• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tahapan penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA SITU GINTUNG OLEH PKPU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos. I )

Disusun oleh :

ERSYAD TONNEDY NIM: 105054102070

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA SITU GINTUNG OLEH PKPU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam ( S. Sos. I )

Disusun oleh : ERSYAD TONNEDY

NIM: 105054102070

Pembimbing:

Ismet Firdaus, M.Si NIP: 150411196

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan

ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 20 April 2010

(4)

ABSTRAK

Ersyad Tonnedy

Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU

Ancaman bencana tidak mengenal waktu dan tempat. Rusaknya infrastruktur, bangunan rumah, hilangnya korban jiwa, harta benda dan mata pencaharian, hingga timbulnya rasa trauma yang membekas adalah gambaran kerugian akibat bencana. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu penanggulangan bencana yang bersifat menyeluruh baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana.

Penulis mengambil judul Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU karena pada dasarnya penanggulangan bencana merupakan upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak bencana dengan tujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman dan kerugian akibat bencana

Berdasarkan UU penanggulangan bencana RI No. 24/ 2007, penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu tahapan pra bencana (pencegahan; kesiapsiagaan; mitigasi), tanggap darurat dan pasca bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi). Rangkaian tahapan penanganan bencana tersebut merupakan upaya melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun, mengembalikan kerugian harta benda dan kerusakan sarana prasarana serta memulihkan kehidupan dan penghidupan masyarakat

Prosedur pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling. Adapun informan dalam penelitian ini berjumlah 10 orang, yang terdiri dari 7 orang penerima program dan 3 orang koordinator program (pelaksana program), yaitu Koordinator Rescue, Koordinator Pemberdayaan Ekonomi dan Koordinator divisi Kesehatan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini adalah tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU, yaitu pada masa tanggap darurat dengan menurunkan Team Ekspedisi/ SAR, membuat posko bantuan darurat, mengadakan program dapur air, program bersih rumah, program steam gratis dan memberikan beragam paket-paket sumbangan bagi korban Situ Gintung. Pada masa pasca bencana/ recovery yaitu kegiatan rehabilitasi meliputi program trauma healing anak-anak, program tag sale, program wisata keluarga dan program gizi. Kemudian masa rekonstruksi melalui program ekonomi. Sedangkan pada tahapan pra bencana, PKPU tidak ikut terlibat dalam upaya-upaya penanganan bencana. Kemudian faktor pendukung tahapan penanggulangan bencana PKPU yaitu tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, adanya mitra usaha yaitu para donator yang mendukung jalannya program dari segi pendanaan, kemudian mitra kerja yang solid. Faktor penghambatnya yaitu kondisi medan yang berat dan sulitnya akses keluar masuk wilayah bencana akibat lumpur dan material-material lainnya, serta terhalang oleh ribuan orang yang datang melihat, lokasi korban dan pengungsian yang terpencar sehingga agak menyulitkan pelaksanaan program penanggulangan bencana.

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Adil dan Maha Pengasih. Hanya

kepada-Nya kita memuji, memohon ampun dan pertolongan. Hanya dengan inayah-Nyalah

penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada tingkat strata satu (S1).

Shalawat serta salam semoga tercurah ke haribaan baginda Rasulullah SAW beserta

keluarganya, sahabat-sahabatnya dan seluruh umatnya sampai akhir zaman yang senantiasa

ikhlas mengikuti sunah-sunah serta jejak perjuangannya.

Terselesaikannya skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik moril

maupun materiil yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta

para pembantu Dekan I, II dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Helmi Rustandi, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial

dan sebagai Penguji, terimakasih telah memberikan kritik, saran dan masukan untuk

skripsi yang telah penulis selesaikan.

3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial,

sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia membagi waktunya

untuk memberikan arahan, bimbingan dan motivasi serta masukan-masukan berharga

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Helmi Rustandi, M.A. dan Ibu Wati Nilamsari, M.Si., selaku Dosen Penguji,

penulis mengucapkan terima kasih telah memberikan kritik, saran dan masukan

(6)

5. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi beserta seluruh Civitas Akademika yang

telah membagi wawasan serta keilmuan, juga membimbing penulis selama mengikuti

proses perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Pimpinan Perpustakaan, para staff dan para karyawan, baik perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah maupun perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah

membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan khususnya dalam proses

penyelesaian skripsi

7. Para staff dan pengurus PKPU, Bapak Ir. Muhammad Yasin, Bapak Nurzaman, Bapak

Feri, Mba Ida, Mba Nia, Mba Ina dan seluruh pengurus dan staff PKPU yang tidak bisa

disebutkan satu persatu atas kesediaannya memberian kesempatan bagi penulis untuk

mengambil skripsi di PKPU. Kemudian kepada para korban Situ Gintung yang telah

banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Ibunda “Murni Ainun, S. Pd” dan Ayahanda “Ir. Edison” yang begitu tulus mencintai,

mengerti dan tidak henti-hentinya selalu mengiringkan do’a bagi penulis. Kakakku

tersayang “Erisya Indah Rahmania Tonnedy, S.pt” dan adikku “Ervan Tonnedy” terima

kasih atas dukungan, motivasi dan canda tawanya. Nenek dan Kakek, Nek Mami, Mbah

Putri, Om dan tanteku, bibi, sepupu-sepupuku, de Ria, Harits, Fadel, Bayu, Taufan dan

lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.

9. Sahabat dan teman-teman seperjuangan di Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial

Angkatan 2005. Kawan-kawan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial angkatan 2003, 2004,

2006, 2007, 2008 terima kasih atas support dan dukungannya.

10.Teman-teman “Capung Community”

11.“Nda” terima kasih atas perhatiannya yang selalu mendukung dan memberikan semangat

bagi penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

(7)

13.Teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa terima kasih

penulis kepada kalian.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis, tentu

banyak kesalahan dan kekhilafan penulis dalam skripsi ini. Selanjutnya penulis ucapkan

terima kasih dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin

Ciputat, 20 April 2010

(8)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……….……. 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 13

D. Metodologi Penelitian………. 14

E. Sistematika Penulisan……….. 21

BAB II LANDASAN TEORI A. Bencana……….... 23

1. Pengertian Bencana ………. ….. 23

2. Jenis - Jenis Bencana... 25

3. Penyebab Bencana………... 26

4. Dampak - Dampak Bencana………... 28

5. Pengelolaan Bencana (Disaster Management)……... 30

6. Tahapan Penanggulangan Bencana……….... 37

a. Pra Bencana……….. 40

1) Pencegahan (prevention)………. 41

2) Kesiapsiagaan (preparedness)……….... 43

3) Mitigasi (mitigation)………... 47

b. Tanggap Darurat (response)………... 52

c. Pasca Bencana (pemulihan/ recovery)…………... 57

1) Rehabilitasi (rehabilitation)………... 59

2) Rekonstruksi (reconstruction)……….. 62

BAB III GAMBARAN UMUM PKPU A. Profil PKPU…………... 65

1. Sejarah Singkat………... 65

2. Visi dan Misi………..…. 66

3. Tujuan ………. 66

(9)

5. Aktivitas Lembaga………. 67

6. Struktur Lembaga………... 68

7. Jaringan Kerja………... 70

B. Profil Situ Gintung………... 70

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU ….………... 73

1. Pra Bencana………. 73

2. Tanggap Darurat……….………... 74

a. Menurunkan Team Ekspedisi/ SAR...…... 74

b. Penyediaan Posko Bantuan………... 83

c. Program Dapur Air……..………... 86

d. Program Bersih Rumah..………... 88

e. Program Steam Gratis………... 91

f. Paket-Paket Sumbangan …..………. 93

3. Pasca Bencana (pemulihan/ Recovery)…..…………. 96

a. Rehabilitasi………...……….… 96

1)Program Trauma Healing Anak-Anak……..… 96

2)Program Tag Sale……….……... 101

3)Program Wisata Keluarga…………..……... 105

4)Program Gizi………. 107

b. Rekonstruksi……….. 113

1)Program Ekonomi………... 113

B. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU………. ………... 127

1. Faktor Pendukung………... 130

2. Faktor Penghambat………... 130

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………... 111

B. Saran………...………... 112

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rancangan Penelitian………... 15

Tabel 2 Siklus Penanganan Bencana………... 40

Tabel 3 Struktur Lembaga PKPU.………. 69

Tabel 4 Aktivitas Team Ekspedisi/ SAR PKPU……… 83

Tabel 5 Aktivitas Penyediaan Posko Bantuan PKPU……… 85

Tabel 6 Aktivitas Program Dapur Air PKPU………. 87

Tabel 7 Aktivitas Program Bersih Rumah PKPU………... 90

Tabel 8 Aktivitas Program Steam Gratis PKPU………. 92

Tabel 9 Aktivitas Program Trauma Healing Anak PKPU……….. 101

Tabel 10 Aktivitas Program Tag Sale PKPU……… 104

Tabel 11 Aktivitas Program Wisata Keluarga………... 107

Tabel 12 Aktivitas Program Gizi………... 111

Tabel 13 Aktivitas Program Ekonomi PKPU……… 119

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keterangan Riset/ Penelitian Lampiran 2 Form Assesment

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Wilayah Indonesia yang bercirikan kepulauan dan lingkungan alam tropiknya dengan

curah hujan yang cukup tinggi, secara alamiah dapat menyebabkan terjadinya

pembentukan situ, danau atau waduk yang kemudian selain berfungsi sebagai tempat

penampungan dari air hujan, mata air maupun sungai-sungai yang terdapat disekitarnya,

juga dimanfaatkan untuk perairan ladang pertanian, tambak dan tempat wisata alam.

Situ adalah sejenis waduk kecil sebagai wadah genangan air di atas permukaan tanah

atau air permukaan yang terbentuk secara alamiah sebagai siklus hidrologi dan

merupakan salah satu bagian yang juga berperan potensial dalam kawasan lindung.1

Sedangkan waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai

kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun buatan manusia.2

Terjadinya pembentukan situ atau danau baik secara alami maupun buatan, yang

tanpa disadari semakin lama sudah berumur relatif tua namun tidak disertai dengan

adanya pemeliharaan dan perawatan yang memadai, kemudian ditambah dengan

pelanggaran-pelanggaran tata ruang yang terjadi dan telah berlangsung sejak lama, sedikit

demi sedikit menyebabkan kemungkinan akan kerentanan terhadap terjadinya bencana

sangatlah besar. Hingga fenomena bencana jebolnya tanggul situ atau danau di Indonesia

yang sangat berdampak bagi lingkungan sekitarnya menjadi semakin bertambah.

1 Roviky, “Dongeng Seputar Situ-situ di Indonesia,” artikel diakses pada Selasa, 23 Februari 2010 dari http://rovicky.wordpress.com/2009/03/30/dongeng-seputar-situ-situ-di-indonesia-beauty-and-the-beast-1/

(14)

Hasil inventarisasi situ-situ di Jabodetabek oleh BBWS-CC (Balai Besar Waduk dan

Sungai-Ciliwung Cisadane) yang dilakukan tahun 2009, Jabodetabek yang dulunya

memiliki 202 situ kini hanya tinggal 182 situ. Situ-situ yang tersisa pun saat ini cukup

memprihatinkan dan kurang baik, ada pula yang dinyatakan rusak.3 Dengan demikian,

seharusnya menjadi tolak ukur untuk dapat berbuat banyak dalam menjamin keselamatan

warga.4

Wilayah, daerah dan lokasi yang semestinya tidak/ kurang layak dihuni atau

dikembangkan sebagai pemukiman, aktivitas produksi dan industri tanpa memperhatikan

kaidah alam dan perilakunya, serta tidak menggunakan pertimbangan ilmu pengetahuan

dan teknologi yang bijaksana dan tepat, misalnya pada lokasi pinggir danau/ situ, dapat

menimbulkan kerentanan terhadap bencana. Pada akhirnya, aktivitas pembangunan,

industri, produksi, transportasi dan rekreasi untuk tujuan pembangunan sosial, budaya,

politik, hukum dan keamanan yang dapat dilihat betapa semarak dan berpacu tanpa

henti-hentinya tersebut, menjadi kandas dan pudar manakala bencana datang dengan

dahsyatnya.5

Lebih-lebih Indonesia kini termasuk dalam daftar negara paling beresiko bencana

(dilansir Badan Pencegahan Bencana PBB atau United Nations International Strategy for

Disaster Reduction). Dalam daftar ini, negara-negara di Asia mendominasi dan Indonesia

berada diposisi Sembilan (sangat tinggi) bersama Bangladesh, China, India dan

Myanmar. Data disusun berdasarkan bencana sejak tahun 1977 sampai 2009, yang tidak

hanya mengukur resiko bencana, namun juga menunjukan kemampuan negara dan

masyarakat di negara bersangkutan dalam menanggulangi bencana. Tidak mengherankan

3 “Situ Gintung Segera di Bangun Lagi,”

Kompas, 18 Mei 2009, h. 7.

4 “Departemen PU Kaji Kondisi Situ di JABOTABEK” artikel diakses pada Sabtu, 20 Maret 2010 dari http://bbwsciliwungcisadane.com/index.php?option=com_content&task=view&id=136 &Itemid=2

5 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief,

(15)

bila Indonesia oleh masyarakat Internasional dikenal sebagai supermarket bencana,

karena hampir semua jenis bencana ada di Indonesia. Jepang misalnya, masuk dalam

negara beresiko sedang atau medium karena dinilai sangat siap menghadapi bencana jenis

apapun.6

Dalam dasa warsa terakhir pengelolaan bencana semakin bergeser kearah

pemberdayaan komunitas, seperti yang dicanangkan dalam World Conference on Natural

Disaster Reduction di Yokohama pada tahun 1994 mengenai Community-based Disaster

Management. Suatu kesadaran mengenai pentingnya upaya pemberdayaan komunitas agar

memiliki informasi yang memadai, memiliki kewaspadaan yang lebih tinggi, lebih aktif,

serta memiliki kemampuan untuk berkoordinasi dan mendukung pemerintah. Tentunya

bukan hanya sekedar merespon bencana tetapi juga dalam kegiatan mitigasi.7

Melihat banyaknya potensi bencana, sudah seharusnya bangsa Indonesia senantiasa

sadar dan waspada. Bencana sudah seyogyanya dijadikan peristiwa yang membuat kita

patut merenungi dan merefleksi diri bahwa negara kita merupakan wilayah yang hampir

semua bencana exist.8

Ketika terjadinya suatu bencana maka kita berhadapan dengan manusia, sehingga

kondisi serta kebutuhan para korban harus didahulukan dan akhir dari tindakan terlihat

pada hasil yang dinikmati korban. Kebutuhan korban harus dimaknai sebagai menjawab

kebutuhan manusia yang tengah menderita tersebut.9

Terjadinya bencana seolah menagih simpati jiwa kemanusiaan kita untuk

mengaplikasikan nilai-nilai moral. Dengan demikian, suara hati manusia tanpa harus

memandang agama dan kepercayaannya akan bicara mengenai tindakan-tindakan yang

6 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,” Komunika, Edisi 12/tahun V (Agustus 2009): h. 8. 7 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 92.

8 Kodoatie dan Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 2-3.

(16)

berperikemanusiaan. Begitu banyak manusia yang tunduk pada tuntutan-tuntutan moral

karena menanti surga dan kekhawatiran akan Jahanam dan ancaman siksa. Tentu dalam

hal ini, agama mempunyai peran sebagai pendorong untuk menerapkan nilai-nilai moral.

Dalam kerangka interaksi sosial, aplikasi nilai-nilai moral adalah harga mati yang tak bisa

ditawar lagi karena keadilan dan tatanan sosial bersemayam dalam nilai-nilai moral yang

bertanggungjawab.10 Seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an (QS. Al-Maidah/ 5: 2) yang

berbunyi:11

! "#$ % &' ()*

+ & ,- "./ 0123

" 5 6 78,* 9 : ; <=,> ?,*

+ & ,- @  B'C D$/E72 F ;

'G HIJK LM /NK O 7PQ8 S T2 6 "U

V> 7W/X 72 O 'G YZ [&,\7]

@ %0^$ _' 7 @ ` 'Gab K <X cF

def"g,* _ & ,- @ `

V B#7h i L "#7h k6h

QH d*,* Y. ,8lB*

L "#7h k6h dm,m=n

@M / #,* O a8Zh

Z@Q8 V $ do 78 #,* cp

Artinya:

“Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.”

Allah SWT menyuruh umat manusia untuk saling membantu, tolong menolong dalam

mengerjakan kabaikan/ kebajikan dan ketaqwaan. Sebaliknya Allah melarang kita untuk

saling menolong dalam melakukan perbuatan dosa dan pelanggaran.

Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendirian namun membutuhkan orang

lain. Tak hanya sebagai teman dalam kesendirian, tetapi juga partner dalam melakukan

10 “Aplikasi Nilai-Nilai Moral Dalam Bencana”, artikel diakses pada Kamis, 25 Februari 2010 dari http://en.search.zorpia.com/murtaufiq/journal/1770283

(17)

sesuatu. Entah itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik maupun amal perbuatan yang

terkait dengan ibadah kepada Tuhan. Di sinilah tercipta hubungan untuk saling tolong

menolong antara manusia satu dengan yang lainnya. Allah SWT memberikan rule

(kaidah/ panduan) agar dalam melakukan tolong menolong itu seyogyanya dalam

melakukan hal-hal yang baik, tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah keagamaan

maupun budaya atau norma yang berlaku di masyarakat dimana kita tinggal.

Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan.12

Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk biologis, makhluk pribadi dan

makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, manusia tidak

dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia ada kalanya sehat, sakit senang dan

ada kalanya susah. Kita sangat membutuhkan bantuan orang lain. Jadi adab kepada orang

yang kena musibah adalah membantu atau menolong mereka untuk meringankan

penderitaannya, serta menghiburnya dalam kesusahan. Allah SWT akan senantiasa

menolong hambanya yang suka memberi pertolongan kepada orang lain.13 Sebagaimana

dalam suatu hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:

)

Artinya:

“Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya sendiri.” (H.R Muslim).

Kita harus mencoba memahami setiap musibah yang kita dapatkan. Segala musibah

tersebut terjadi dengan seizin Allah. Manusia memang ditakdirkan tidak pernah lepas dari

ujian. Baik yang sudah diprediksikan ataupun yang datang tiba-tiba seketika. Musibah

12 Ahmad Nurcholish, “Tolong Menolong Dalam Kebajikan”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://ahmadnurcholish.wordpress.com/2008/08/27/tolong-menolong-dalam-kebajikan-qs-al-maidah52/

(18)

merupakan salah satu cara Allah dalam menilai keimanan seseorang kepada takdir, karena

seorang mukmin yakin bahwa segala sesuatu yang diterimanya adalah ketentuan dari

Allah SWT.14

Sudah selayaknya manusia sebagai salah satu penghuni muka bumi ini untuk

senantiasa merawat, melestarikan serta menjaga bumi ini dari hal-hal negatif yang dapat

merusak alam semesta. Paling tidak dapat mengurangi terjadinya bencana yang

disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia dan kelalaian-kelalaiannya yang berakibat

fatal.15 Peringatan Allah seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an (QS. Ar-Rum/ 30: 41)

yang berbunyi:16

&"\7V V> <f$q,* kQ QH "*,*

[&7 ?,* "gQr /= C<f$s .  `

Z Z * GV\78 du u * v# r .

# w$x'GV\ "#7* @ #yz'& cN

Artinya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan ulah manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Allah dengan segala Kebesaran dan Anugrah-Nya telah memberikan akal budi dan

pikiran kepada manusia yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya di planet

bumi. Manusia sebagai makhluk sosial itulah yang justru cenderung kurang bijaksana

menyikapi dan menyiasati eksistensi alam sebagai habitatnya yang penuh dengan rahasia

dan peristiwa alam, serta berpotensi menimbulkan bencana yang bisa datang dan pergi

tiba-tiba.17

14 “Ujian Bagi Mereka Adalah Ujian Bagi Kita”, artikel diakses pada Rabu, 23 Februari 2010 dari http://mta-online.com/v2/2009/10/02/ujian-bagi-mereka-adalah-ujian-bagi-kita/

15 Agus Mustofa,

Menuai Bencana (Surabaya: PADMA press, 2005), h. 236. 16 M Said,

(19)

Pada hakekatnya bencana juga merupakan suatu cobaan, peringatan dan ujian dalam

kehidupan manusia didunia. Sebagai suatu alat introspeksi diri serta pelajaran berharga

bagi manusia untuk senantiasa memperbaiki dirinya, karena suatu saat kita pasti akan

kembali kepada-Nya.

Sebagaimana dalam firman Allah SWT (QS. Al-Anbiyaa/ 21: 35) yang berbunyi:18

K K{ s |J,q L # 78} 7P G' "g,* Y

G s # '? L QH (~* Qr Q '&7

,-• 2 ,>7*Q8 @ #"z'&#h c[Q

Artinya:

“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”

Bagi orang-orang yang menggunakan akalnya dan membuka diri, mereka akan dapat

mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Hikmah tersebut

akan menjadi pelajaran berharga untuk menghadapi masalah di masa depan, serta

membangun kedekatan dengan Allah sang penguasa kehidupan. Demikian seharusnya

kita menyikapi setiap bencana yang menimpa kita, menimpa sahabat-sahabat kita atau

mungkin sanak famili kita. Hikmah yang terkandung di dalam bencana tentu selalu

memuat beberapa pelajaran agar kita berintrospeksi dan kemudian termotivasi untuk

melangkah kearah yang lebih baik dan produktif. Bagi orang-orang yang berfikir positif,

mereka akan selalu berpendapat bahwa semua ini adalah ujian dan cobaan. Ujian terhadap

keimanan kita dan cobaan bagi kesabaran kita dalam menerima musibah. Karena semua

itu datangnya dari Allah dan kita pun akan kembali pada-Nya.19

18 Said,

(20)

Untuk itu, atas semua musibah dan bencana yang tengah kita alami saat ini,

seharusnya membuat kita mawas diri dan jangan sampai menunggu bencana yang lebih

besar kembali datang memusnahkan kita. Penanggulangan terhadap ancaman bencana

yang tidak mengenal waktu dan tempat, juga memerlukan pengelolaan secara menyeluruh

baik sebelum terjadi bencana, saat terjadi bencana maupun juga pasca terjadinya bencana.

Penanggulangan bencana harus ditangani secara terpadu dan terkoordinasi, serta

menekankan pada upaya penanganan secara sistemik, termasuk kebijakan-kebijakan

sosial terkait. Kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegah), kuratif

(penyembuh) dan pengembangan (developmental). Kebijakan sosial adalah ketetapan

yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi

preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban

negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2006a).20

Penanggulangan bencana pada hakekatnya merupakan upaya kemanusiaan untuk

melindungi dan menyelamatkan manusia sebagai sumber daya pembangun dari ancaman

bencana. Penanggulangan bencana juga merupakan upaya kegiatan ekonomi yang

bertujuan memulihkan dan mengembalikan kerugian harta benda, kerusakan sarana dan

prasarana, serta kehidupan dan penghidupan masyarakat. 21

Usaha kesejahteraan sosial dengan mengacu pada program penanggulangan bencana

yang secara kongkrit, bertujuan untuk mengembalikan keberfungsian sosial para korban

bencana pada kondisi yang normal dan merupakan suatu tanggung jawab bersama semua

kalangan baik pemerintah, swasta maupun lapisan dan golongan masyarakat lainnya

untuk turut andil dalam proses penanggulangan bencana.

20 Suharto,

Kebijakan Sosial; Sebagai Kebijakan Publik, h. 11. 21 Soeladi,

(21)

Dalam undang-undang no. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok

kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut:

“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan falsafah kita, yaitu pancasila”.22

Dalam kondisi bencana, diperlukan upaya penanganan agar dapat menumbuhkan

semangat korban dalam membangun kembali wilayahnya yang telah hancur dengan

partisipasi sosial masyarakat, dimana manusia (warga masyarakat) tidak boleh dipandang

dan diperlakukan sebagai objek pembangunan belaka, namun menjadi subjek terhadap

pembangunan daerahnya sendiri.23 Dengan melaksanakan aktivitas kemanusiaan baik itu

didalam maupun diluar lembaga pelayanan sosial, yang direkat tidak hanya oleh sikap

karitatif atau belas kasihan, melainkan dengan dasar pengetahuan (body of knowledge)

dan keterampilan (body of skill),24 untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan

masyarakat agar berfungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikis dan sosial,

serta dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan peran dan situasi

sosialnya.25

Hal-hal tersebut diatas dapat diwujudkan melalui pelayanan-pelayanan sosial yang

pada prinsipnya mempunyai tiga unsur utama, yaitu: 1. Pelayanan sosial merupakan

aktivitas profesi pekerjaan sosial bersama dengan profesi lain (bukan monopoli profesi

pekerjaan sosial), 2. Pelayanan sosial ditujukan untuk membantu agar seseorang dapat

mengembangkan diri, tidak bergantung, memperkuat relasi keluarga dan juga

22 Syarif Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial,1997), h. 5.

23 Jusman Iskandar, Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat (Bandung: KM STKS, 1993), h. 27. 24 Edi Suharto, M.Sc,

Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Bandung: LSP-STKS, 1997), h. 392.

(22)

memperbaiki individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, 3. Pelayanan sosial diberikan

agar penerima pelayanan dapat berfungsi sosial dengan baik.26

Selama ini, umumnya banyak diantara kita yang bereaksi hanya pada waktu terjadi

bencana dan setelah itu dilupakan, baru ramai lagi saat terjadi bencana pada waktu dan

lokasi lain. Penanggulangan bencana sesaat (responsive) lebih terlihat dari pada upaya

antisipatif dan pencegahan (preventif) yang cenderung dilupakan.27 Penanggulangan

bencana harus dilakukan baik sebelum, pada saat maupun setelah terjadi bencana. Upaya

ini harus dilakukan secara terus menerus secara bersama, baik oleh pemerintah,

masyarakat serta dunia usaha yang merupakan segi tiga kekuatan yang harus solid dalam

penanggulangan bencana.

Bencana yang terjadi di Indonesia selalu menimbulkan bentuk simpatik dari

masyarakat baik secara nasional maupun internasional dari lembaga pemerintah, swasta,

organisasi-organisasi, partai politik dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).28 Kini

semakin banyak lembaga-lembaga terkait yang concern dan aware terhadap masalah

penanggulangan bencana, yang diwujudkan dengan penyediaan berbagai bentuk usaha

kesejahteraan sosial melalui berbagai program-program pelayanan sosial yang konkrit

(jelas).

PKPU sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional yang telah melakukan berbagai misi

kemanusiaan baik didalam maupun luar negeri, tetap konsisten dan kontinyu menjalankan

aksi-aksi kemanusiaannya. Bencana jebolnya tanggul Situ Gintung yang menyebabkan

terjadi banjir bandang beberapa waktu silam juga tak luput untuk ditangani. Beragam

rangkaian aksi program-program penanggulangan bencana untuk para korban bencana

26 Soetarso, MSW, Kesejahteraan Sosial, Pelayanan Sosial dan Kebijakan Sosial (Bandung: Koprasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1993), h. 103.

27 “Resiko Tinggal di Negeri Seribu Bencana,”Edisi 12/tahun V, h. 8.

(23)

Situ Gintung digulirkan oleh PKPU secara bertahap dari awal terjadinya bencana hingga

proses pasca bencana/ recovery.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka kemudian mendorong

penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian secara lebih mendalam mengenai

“Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung Oleh PKPU.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan penulis dalam hal ilmu pengetahuan, waktu, dana dan

demi terfokusnya pikiran, maka peneliti membatasi masalah penanggulangan bencana

(disaster management) Situ Gintung pada “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ

Gintung oleh PKPU.”

2. Perumusan Masalah

1.) Apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ

Gintung?

2.) Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan

bencana Situ Gintung oleh PKPU ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana bentuk aplikasi tahapan penanggulangan bencana

Situ Gintung oleh PKPU dilaksanakan.

b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam program

(24)

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah khasanah

ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan juga diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran serta masukan bagi lembaga yang bergerak dalam bidang

penanggulangan bencana (disaster management).

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan

bagi masyarakat secara umum dan tentunya dapat menambah wawasan bagi

penulis.

D. Metodologi Penelitian 1. Unit Analisa

Pencatatan data penelitian ini menggunakan sampel yang bertujuan menjaring

informasi dari berbagai sumber. Teknik yang digunakan untuk penentuan subyek

dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling dimana informan dipilih

berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat

dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.29 Menurut

Neuman konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana

memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi yang

mantap dan terpercaya mengenai elemen-elemen yang ada. Tidak ada ketentuan baku

29 Irawan Soehartono,

(25)

tentang jumlah informan minimal yang harus dipenuhi pada suatu penelitian

kualitatif.30

Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisis adalah keterwakilan unsur dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana oleh PKPU, yaitu 7 orang dari para korban

bencana Situ Gintung sebagai wakil dari unsur penerima/ peserta program. Kemudian

3 orang koordinator program, yaitu Koordinator Rescue, Koordinator Pemberdayaan

Ekonomi dan Koordinator Divisi Kesehatan sebagai unsur dari pemberi/ pelaksana

program.

Tabel 1 : Rancangan Penelitian

No. Informan Informasi yang dicari Jumlah

1. Koordinator Divisi Program

Perihal Program Penanganan Bencana untuk Situ Gintung, Faktor pendukung dan penghambat program

3 orang

2. Penerima Program (Korban Situ Gintung)

Perihal pelayanan sosial yang diterima 7 orang

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut

Nawawi pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses

menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek,

dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis

maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan

informasi-30 Lawrence W. Neuman.

(26)

informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan menjadi suatu generalisasi

yang dapat diterima oleh akal sehat manusia.31

Kemudian menurut Bagdon dan Taylor dalam Syamsir menjelaskan bahwa

metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.32

Oleh sebab itu, penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk

menggambarkan tahapan-tahapan program yang dilakukan PKPU dalam upaya

melakukan penanggulangan bencana bagi para korban jebolnya tanggul Situ Gintung.

3. Sumber Data

a. Data primer yaitu berupa data yang diperoleh dari partisipan atau sasaran

penelitian. Data primer yang penulis gunakan adalah observasi dan interview atau

wawancara langsung kepada semua unsur terkait penyelenggaraan program.

b. Data sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diperoleh dari berbagai

sumber dan literatur, buku-buku, internet juga beragam sumber atau

tulisan-tulisan lainnya terkait dengan masalah dalam penelitian ini. Seperti laporan

praktikum Penanggulangan Bencana Situ Gintung PKPU dan brosur PKPU.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang

dilakukan adalah melalui:

a. Observasi

Yaitu pengamatan langsung pada suatu objek yang diteliti. Dimana penulis

melakukan pengamatan secara langsung, memperhatikan secara akurat, mencatat

31 Nawawi Hadari,

Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), h. 209.

(27)

fenomena yang muncul dan mempertimbangkan antar aspek dari hasil rangkaian

tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk korban bencana

Situ Gintung.

b. Interview atau wawancara

Yaitu suatu alat pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa

jenis data.33 Wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data dari

berbagai narasumber. Alat yang digunakan dalam pencatatan data berupa alat tulis

dan tape recorder. Pencarian data dengan metode ini sangatlah penting untuk

mendapatkan berbagai informasi mengenai tahapan penanggulangan bencana Situ

Gintung oleh PKPU.

c. Dokumentasi

Yaitu suatu cara memperoleh data yang tidak diperoleh dengan observasi dan

interview, namun dengan melakukan penelusuran data melalui telaah buku,

majalah, surat kabar, jurnal, sumber internet, laporan hasil praktikum

penanggulangan bencana Situ Gintung PKPU dan sumber lain terkait dengan

masalah yang sedang diteliti.

5. Teknik Analisis Data

Setelah terkumpulnya data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan

permasalahan penelitian, maka selanjutnya penulis melakukan analisis terhadap data

dan informasi tersebut. Dalam menulis data tersebut penulis menggunakan analisis

deskriptif, yaitu mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual

dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara.

(28)

Nasir mengemukakan bahwa analisa data merupakan bagian yang sangat penting

dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi data dan

makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.34

Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data-data kualitatif

dari hasil wawancara mendalam yang berupa kalimat-kalimat atau pernyataan

pendapat atau sikap tersebut, dianalisa dan diinterpretasikan untuk mengetahui makna

yang terkandung didalamnya dan memahami keterikatan dengan permasalahan yang

sedang diteliti.

Data kualitatif dari hasil wawancara, observasi langsung dan dokumentasi,

selanjutnya disusun dalam catatan lapangan. Kemudian diringkas dan dipilih hal-hal

yang penting dan pokok, dikategorikan serta disusun secara sistematis dengan

mengacu pada perumusan masalah dan tinjauan teoritis yang berkaitan dengan

penelitian ini.

6. Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria, yaitu:

a. Kredibilitas dengan teknik triangulasi, yaitu memeriksa keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain.35 Misalnya membandingkan keadaan perspektif

seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Kemudian juga

membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Dalam hal ini

penulis melakukan perbandingan wawancara dari informan satu ke informan lain

dan juga melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi yang penulis

lakukan.

34 Mohammad Nasir D,

Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 405.

(29)

b. Ketekunan/ keajegan pengamatan, dengan maksud menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang

sedang dicari. Kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Dengan kata lain peneliti hanya memusatkan jawaban sesuai dengan rumusan

masalah saja. Dalam teknik keabsahan ketekunan ini, penulis melakukan

pengamatan hanya kepada masalah yang sedang diteliti yaitu tahapan

penanggulangan bencana Situ Gintung oleh PKPU.

7. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, maka peneliti menggunakan

teknik penulisan berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang

diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta, 2007.

8. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan perbandingan, maka penulis memaparkan beberapa skripsi sebagai

berikut:

1) Dalam skripsi yang berjudul: Upaya Pekerja Sosial dalam Menumbuhkan

Semangat Membangun Kembali Masyarakat Korban Bencana Gempa Bumi di

Klaten (Jawa Tengah) pada Tahap Rehablitasi.

Di susun oleh : Dedi Gunawan

Univ/ Prog Studi : Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta/

Kesejahteraan Sosial

(30)

Skripsi ini jelas berbeda dengan skripsi saya, adapun letak perbedaannya antara

lain:

a. Subjek dan objeknya: subjek skripsi ini adalah pekerja sosial di wilayah

Klaten (Jawa Tengah) dan objeknya adalah kegiatan rehabilitasi yang

dilaksanakan untuk korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa Tengah).

b. Adapun masalah yang dibahas dalam skripsinya yaitu, Pertama: Bagaimana

proses rehabilitasi untuk korban bencana gempa bumi di Klaten (Jawa

Tengah)? Kedua: Bagaimana kontribusi pekerja sosial dalam menumbuhkan

semangat membangun kembali masyarakat korban bencana gempa bumi di

Klaten (Jawa Tengah)?.

Dengan melihat skripsi diatas, maka skripsi saya berbeda materi yang dibahas,

yaitu tentang: “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU”.

Adapun masalah yang penulis bahas adalah:

a. Apa saja tahapan penanggulangan bencana yang dilakukan PKPU untuk Situ

Gintung ?

b. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam tahapan penanggulangan

bencana Situ Gintung oleh PKPU ?

9. Teknik Penulisan

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi” yang diterbitkan oleh UIN

Jakarta Press Tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini berdasarkan sistematika penulisan, yaitu sebagai berikut:

(31)

Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II Landasan Teori

Pengertian Bencana, Jenis-Jenis Bencana, Penyebab Bencana,

Dampak-Dampak Bencana, Pengelolaan Bencana (Disaster Management), Tahapan

Penanggulangan Bencana meliputi tahap Pra bencana yaitu Pencegahan

(prevention); Kesiapsiagaan (preparedness); Mitigasi (mitigation), Tanggap

Darurat (response), Pasca Bencana (Pemulihan/ recovery) yaitu Rehablitasi

(rehabilitation) danRekonstruksi (reconstruction).

BAB III Gambaran Umum PKPU

Sejarah Berdiri, Visi dan Misi, Tujuan, Nilai Budaya Organisasi, Aktivitas

Lembaga, Struktur Lembaga, Jaringan Kerja dan Profil Situ Gintung.

BAB IV Temuan dan Analisis

Analisis Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh PKPU, Analisis

Faktor Pendukung dan Penghambat Program Penanggulangan Bencana Situ

Gintung oleh PKPU.

BAB V Penutup

(32)

BAB II LANDASAN TEORI

B. Bencana

1. Pengertian Bencana

Istilah bencana dapat diartikan sebagai sesuatu yang menimbulkan kesusahan,

kerugian, penderitaan, malapetaka, kecelakaan dan mara bahaya.36 Bencana

merupakan kejadian yang luar biasa, diluar kemampuan normal seseorang

menghadapinya, menakutkan dan juga mengancam keselamatan jiwa. Akibatnya,

berbagai bangunan penting hancur, korban jiwa berjatuhan dan mempengaruhi

kondisi psikologis dari mereka yang terkena dampak bencana.37

Bencana adalah keadaan yang mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat

yang disebabkan oleh gejala alam atau perbuatan manusia. Bencana dapat terjadi

36 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 100.

37 Nani Nurrachman, ed.,

(33)

melalui proses yang panjang atau situasi tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa

adanya tanda-tanda.38 Bencana merupakan sumber kesulitan dan kemalangan yang

potensial untuk sementara waktu, menjerumuskan kelompok-kelompok tertentu ke

bawah garis kemiskinan. Bencana dapat menimbulkan kehilangan jiwa, rumah dan

aset, mengganggu peluang penghidupan, pendidikan dan penyelenggaran

pelayanan-pelayanan sosial, menggerogoti tabungan dan menciptakan masalah-masalah

kesehatan, seringkali dengan konsekuensi-konsekuensi yang berjangka panjang.39

Bencana merupakan gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan.

Gangguan atau kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak disangka-sangka

dan wilayah cakupan cukup luas. Dampak kepada manusia seperti kehilangan jiwa,

luka-luka dan kerugian harta benda. Dampak ke pendukung utama struktur sosial dan

ekonomi seperti kerusakan infrastruktur berupa sistem jalan, air bersih, listrik,

komunikasi dan pelayanan penting lainnya.40

Dalam UU RI No. 24/ 2007 dikatakan bahwa bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau non-alam maupun faktor

manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.41

Dengan demikian, maka dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian bencana yaitu suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat

menimbulkan ancaman dan gangguan terhadap keberfungsian suatu masyarakat

38 Deny Hidayati, Panduan Siaga Bencana Berbasis Mayarakat (Jakarta: LIPI Press. Vol. 8 no. 1, 2005), h. 65.

39 ProVention Consortium Secretariat, Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Resiko Bencana: Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan (Yogyakarta: Circle Indonesia, 2007), h. 40.

40 Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu (Jakarta: Yarsif Watampone, 2006), h. 67.

41 Sentosa Sembiring,

(34)

melebihi batas kemampuannya, sehingga mengakibatkan kerusakan, kerugian serta

penderitaan bahkan sampai jatuhnya korban jiwa, baik terjadi karena alam ataupun

non-alam (seperti oleh manusia) ataupun karena faktor keduanya.

C. Jenis - Jenis Bencana

Dalam UU RI No. 24/ 2007 berdasarkan jenis dan klasifikasinya, bencana yang

terjadi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Bencana Alam :

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus,

banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

b. Bencana non-Alam :

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam

yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah

penyakit.

c. Bencana Sosial :

Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa karena

manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas

masyarakat dan terror.42

Sedangkan jenis bencana menurut UU No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air

yaitu banjir, erosi dan sedimentasi, tanah longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles,

perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologoi dan fisik air, terancam punahnya

jenis tumbuhan dan satwa, wabah penyakit, intrusi, perembesan dan kekeringan.

Kemudian dalam Disaster Management Handbook, jenis bencana yaitugempa bumi,

(35)

letusan gunung berapi, tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kebakaran,

kekeringan, wabah/ epidemik, kecelakaan besar, kerusuhan massal.43

Bencana yang menimbulkan ancaman dan kerugian bagi umat manusia, juga dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: geologi (gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan

tanah), hidro-meteorologi (banjir, topan, banjir bandang, kekeringan), biologi

(epidemi, penyakit tanaman, hewan), teknologi (kecelakaan transportasi, industri),

lingkungan (kebakaran, kebakaran hutan, penggundulan hutan), sosial (konflik,

terrorisme).44

D. Penyebab Bencana

Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua yaitu alam dan manusia (dapat juga

karena faktor keduanya). Secara alami bencana akan selalu terjadi di muka bumi,

misalnya tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda dari langit ke

bumi, tidak adanya hujan pada suatu lokasi dalam waktu yang relatif lama sehingga

menimbulkan bencana kekeringan atau sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di

suatu lokasi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor. Bencana oleh aktivitas

manusia adalah terutama akibat eksploitasi alam yang berlebihan, alih tata guna lahan

meningkat, pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan kebutuhan pokok dan

non-pokok meningkat, kebutuhan infrastrukturpun meningkat.45 Bencana yang

dikarenakan ulah manusia, antara lain dapat pula disebabkan oleh gencarnya

43 Kodoatie dan Sjarief,

Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 5.

44 “Pengantar Bencana,” artikel diakses pada Jum’at, 07 Agustus 2009 dari http://www.pirba.hrdp- network.com/e5781/e5795/e5809/e14422/eventReport14449/pengantar

bencana(FILEminimizer).ppt

(36)

pembangunan fisik terutama di kota, yang tidak atau kurang memperhatikan aspek

kelestarian dan keseimbangan alam.46

Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana adalah penegakan

hukum (law enforcement). Peraturan perundangan telah banyak diterbitkan, namun

pada implementasinya sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi

maupun hukuman yang tegas walaupun sudah dinyatakan dalam aturan. Sehingga ada

istilah yaitu low law enforcement.47

Proses penggunaan lahan yang terus-menerus, lama kelamaan dapat menimbulkan

gerakan masa. Gerakan masa yang dapat menimbulkan bencana adalah gerakan masa

yang terjadi pada daerah yang berpenghuni, sehingga menimbulkan resiko kerugian

terhadap harta maupun jiwa. Penggunaan lahan bersifat dinamis, mempunyai

kecenderungan merubah faktor-faktor topografi, keadaan tanah, batuan dan vegetasi

alam, sehingga dapat mengganggu stabilitas.48

BAKORNAS PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan

Pengungsi) dalam “Panduan Pengenalan Karakter Bencana dan Upaya Mitigasi di

Indonesia” menjelaskan empat faktor utama yang dapat menimbulkan terjadinya

bencana, yaitu kekurangan pemahaman terhadap karakteristik bahaya (hazard), sikap

atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam

(vulnerability), kurangnya informasi atau peringatan dini (early warning) yang

menyebabkan ketidaksiapan dan ketidakmampuan/ ketidakberdayaan dalam

menghadapi ancaman bahaya.49

46 Warto dkk,

Ujicoba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam pada Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Departemen Sosial RI, 2003), h. 11.

47 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 93.

48 Sutikno, dkk., “Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Bencana Alam Akibat Gerakan Massa Tanah/ Batuan di Daerah Temanggung, Jateng” (Laporan Penelitian Fakultas Geologi Universitas Gajah Mada, 1992), h. 10.

49 A.B. Susanto,

(37)

E. Dampak - Dampak Bencana

Dampak bencana yaitu pengaruh atau segala sesuatu yang terjadi akibat bencana.

Berbagai dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana adalah kematian,

luka-luka, kerusakan, kehilangan dan kehancuran harta benda, sumber mata pencaharian

dan hasil pertanian, gangguan proses produksi, gangguan gaya hidup, kehilangan

tempat tinggal, kerusakan infrastruktur, gangguan sistem pemerintahan, kerugian

ekonomi, dampak psikologi, dll.50

Dampak bencana bervariasi tergantung pada kondisi, kerentanan lingkungan dan

masyarakat.51 Namun seiring dengan berjalannya waktu, dampak bencana secara fisik

perlahan teratasi dengan berbagai program bantuan dari berbagai organisasi, baik

pemerintah maupun LSM. 52

Para korban selamat saat terjadi bencana mengalami persoalan dalam penyesuaian

diri terhadap kondisi fisik, psikologis dan sosial yang ada setelah terjadinya bencana.

Seringkali kondisi tersebut memunculkan konflik batin bagi korban yang

bersangkutan untuk bisa menerima kenyataan bahwa kondisi kini sudah tidak seperti

dulu.53 Bencana sebagai suatu pengalaman traumatik, karena dalam waktu sekejap

perubahan di lingkungan dan diri sendiri terjadi secara sangat bermakna.54

Secara sederhana trauma bermakna pukulan atau luka yang mengacu pada

pengalaman-pengalaman mengagetkan dan menyakitkan, bahkan mengancam nyawa

50 Kodoatie dan Sjarief, Pengelolaan Bencana Terpadu, h. 146. 51 Hidayati,

Panduan Siaga Bencana Berbasis Mayarakat, h. 65.

52 Nurrachman, Pemulihan Trauma: Panduan Praktis Pemulihan Trauma Akibat Bencana Alam, h. 11. 53 Saru Arifin, “Studi Model Kebijakan Mitigasi Difabel Korban Bencana Alam (Studi Kasus di Kabupaten Bantul, Yogakarta),” (Laporan Penelitian Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2008), h. 5.

(38)

yang memukul dan menimbulkan luka, dimana situasinya melebihi situasi sulit yang

dialami manusia sehari-hari pada kondisi wajar.55

Reaksi terhadap trauma tidak dapat disamaratakan antara seseorang dengan

lainnya. Demikian pula dengan faktor yang melatarbelakangi perbedaan seseorang

dalam reaksi trauma. Sifat pengalaman traumatik, ciri/ kualitas diri seseorang yang

mengalami dan ada/ tidak adanya dukungan sosial juga mempengaruhi reaksi

seseorang terhadap trauma yang dialami.56

Bencana juga merupakan salah satu faktor besar yang dapat menghambat lajunya

pembangunan nasional. Dalam pembangunan terdapat fungsi-fungsi pembangunan,

dimana fungsi tersebut mempunyai tugas yang harus dilaksanakan yaitu peningkatan

pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan masyarakat (community care)

dan pengembangan manusia (human development).57 Semua fungsi pembangunan

tersebut dapat terhambat atau bahkan hilang apabila terjadi suatu bencana. Bencana

juga merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya tingkat kesejahteraan

masyarakat. Untuk itu, berbagai unsur terkait harus menjadikan pengurangan resiko

bencana sebagai prioritas pembangunan nasional, sehingga bencana dapat dicegah

atau paling tidak dapat dikurangi dampaknya.58

F. Pengelolaan Bencana (Disaster Management)

Manajemen bencana membahas tentang bagaimana mengelola resiko bencana.

Meliputi persiapan, pemberian dukungan dan pembangunan kembali masyarakat

ketika bencana terjadi. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang berkelanjutan

55 Kristi poerwandari, “Psikologi Korban Pasca Bencana,”

Jurnal Perempuan no. 40, Maret 2005, h. 47. 56Ibid., h. 38.

57 Edi Suharto,

Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refia Aditama, 2005), h. 5. 58 Syamsul Maarif, SIP, M.Si. “Indonesia Supermarket Bencana,”

(39)

dimana setiap individu, kelompok dan masyarakat mengelola bahaya dalam sebuah

usaha untuk menghindari dan mengatasi pengaruh bencana sebagai akibat dari

bencana tersebut. Manajemen bencana adalah sebuah proses yang terus-menerus

dimana pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil merencanakan dan mengurangi

pengaruh bencana, mengambil tindakan segera setelah bencana terjadi dan mengambil

langkah-langkah untuk pemulihan. Prinsip manajemen bencana adalah bagaimana

mengatasi keterbatasan manusia dalam memprediksi dan menghadapi bencana, yang

kemudian dituangkan dalam strategi dan kebijakan dalam mengantisipasi, mencegah

dan menangani bencana melalui tahapan penanggulangan bencana.59

Ada beberapa substansi yang perlu dalam filosofi pengelolaan bencana, meliputi:

1. Bencana memberi dampak mulai yang sangat kecil sampai ke yang sangat besar,

tergantung dari antara lain jenis bencana, luas area yang terkena, land-use.

2. Kerugian baik jiwa maupun materi (harta) dialami oleh semua lapisan masyarakat,

stakeholders maupun pemerintah

3. Penanggung jawab utama pengelolaan bencana ada di Pemerintah yang berperan

dominan sebagai enabler

4. Pemerintah dibantu oleh stakeholder terkait.60

Pengelolaan bencana adalah suatu proses terpadu yang mempromosikan

koordinasi pengembangan dan pengelolaan bencana juga pengelolaan aspek lainnya

yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam rangka mengoptimalkan

kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial dan untuk meningkatkan

tindakan-59 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 10.

(40)

tindakan (measures) yang terorganisir dan sistematis terkait dengan preventif,

mitigasi, persiapan, respon darurat dan pemulihan.61

Pengelolaan bencana dapat dikelompokan dalam 3 elemen penting, yaitu the

enabling environmental, peran-peran institusi (institutional roles) dan alat-alat

manajemen (management instruments).62

1. Enabling Environmental

Sebagai suatu pengkondisian yang memungkinkan terjadi terhadap hal-hal

utama atau substansi pokok yang membuat pengelolaan dilakukan dengan

cara-cara, strategi dan langkah-langkah ideal yang tepat sehingga tercapai tujuan

pengelolaan bencana yang optimal. Ada 3 hal substansi di dalam pengkondisian

tersebut, yaitu kebijakan, kerangka kerja legislatif dan finansial.

a. Kebijakan, Visi dan Misi

Pengelolaan bencana harus dibuat sesuai dalam tahapan siklus pengelolaan

bencana mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Kebijakan

ditetapkan oleh pemerintah yang dapat dimengerti dan diterima oleh semua

lapisan masyarakat. Secara makro hal-hal yang perlu diakomodir dalam

penentuan kebijakan diantaranya:

1. Pengelolaan bencana harus dilihat dari multi aspek meliputi: teknik,

sosial-budaya, ekonomi, hukum, kelembagaan dan politik.

2. Semua stakeholder harus terlibat dengan masing-masing peran sebagai

pengelola bencana yang meliputi: penyedia pelayanan (service provider),

pengatur (regulator), perencana (planner), organisasi pendukung (support

organization), pelaksana kegiatan, pemakai (user) dari hasil pelaksanaan

61 Susanto,

Sebuah Pendekatan Strategic Management: Disaster Management di Negeri Rawan Bencana, h. 79.

(41)

dari rencana tindak dan penerima dampak bencana baik langsung maupun

tidak langsung.

3. Keterkaitan kebijakan pengelolaan bencana dengan kebijakan-kebijakan

lainnya

4. Kebutuhan biaya untuk pengelolaan bencana

b. Kerangka kerja legislatif

Adalah kebijakan tentang bencana yang diterjemahkan dalam aspek

hukum. Perlu adanya peraturan perundangan tentang bencana sebagai acuan

hukum. Kerangka legislatif ini berperan sebagai rambu-rambu yang harus

dipatuhi oleh semua pihak.

1. Reformasi peraturan yang ada

a. Kerangka kerja institusi, meliputi peran legal dan tanggung jawab dari

institusi, interelasi antar institusi dan para pihak lainnya yang sesuai

dengan fungsi-fungsi penyedia pelayanan, pengatur, perencana,

pelaksana, organisasi pendukung dan pemakai (user).

b. Mekanisme para pihak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan bencana

c. Mekanisme penyelesaian konflik

2. Peraturan tentang bencana

RUU tentang bencana telah disusun oleh DPR RI yang terdiri dari 10

bab dan 72 pasal.

3. Penegakan hukum

Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan bencana adalah

penegakan hukum. Peraturan perundangan telah banyak diterbitkan namun

sering dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun

(42)

c. Finansial

Pembiayaan untuk pengelolaan bencana meliputi semua biaya untuk

kegiatan struktural maupun non-struktural, baik yang berskala kecil, skala

kabupaten, skala propinsi maupun skala nasional. Substansi pentingnya adalah

menyangkut waktu terjadi bencana sesuai dengan siklus tahapan

penanggulangan bencana yaitu pada masa pra bencana, saat bencana dan pasca

bencana. Aspek-aspek finansial yang harus dikaji meliputi proses anggaran,

pengelolaan finansial, pengertian biaya, penentuan manfaat, hubungan

manfaat-biaya, ekonomi publik.

2. Peran Institusi

a. Penciptaan kerangka kerja organisasi-bentuk dan fungsi

Pengelolaan bencana adalah kompleks dan saling ketergantungannya sangat

tinggi, maka dalam kelembagaan perlu dibuat organisasi lintas batas, baik

secara nasional, propinsi maupun kabupaten kota. Untuk institusi nasional

resmi dan legal yang menangani adalah Bakornas PBP (Badan Koordinasi

Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) yang bersifat

non struktural dan bertanggung jawab langsung pada Presiden.

b. Para pihak pengelolaan bencana

Meliputi unsur pemerintah (enabler), perguruan tinggi, lembaga swadaya

masyarakat (LSM), sukarelawan/ti (volunteer), swasta/ investor, kontraktor,

konsultan, masyarakat. Pada prinsipnya pihak-pihak ini dikelompokan menjadi

5 group, yaitu: pengatur (regulator), perencana (planner), pemakai (user),

organisasi pendukung (support organizations), penyedia pelayanan (service

(43)

c. Institutional Capacity Building

Adalah semua usaha usaha dan upaya untuk melatih, mendidik, mengajar,

mengembangkan kemampuan dan kecakapan sumber daya manusia.

Tujuannya agar sumber daya manusia dapat lebih efektif dan efisien bekerja di

bidangnya, dapat bekerja sama dan menjalin komunikasi secara lebih baik

dengan sumber daya manusia dibidang lainnya dalam konteks pengelolaan

bencana.

1) Kapasitas pengelolaan

Diperlukan pendidikan, pelatihan dan pengajaran yang sistematis baik

untuk jangka pendek, menengah dan panjang termasuk juga situasi dan

kondisi normal maupun darurat.

2) Kapasitas pengaturan

Building capacity yang menonjolkan keterampilan daripada alih ilmu

pengetahuan dapat dipakai untuk meningkatkan penampilan organisasi

yang terstruktur termasuk dalam organisasi pengelolaan bencana. Pelatihan

dapat meliputi pelatihan manajemen, pemberdayaan sumber daya manusia,

tindakan-tindakan terapan dalam pengelolaan bencana, pengenalan

bencana spesifik dan pengelolaannya.

3) Berbagai (Alih) ilmu pengetahuan

Karena bencana dapat dialami oleh semua orang maka pengertian alih

pengetahuan dan teknologi perlu dibuat secara tersistem dan terfokus

kepada SDM yang menerimanya. Dapat saja alih ilmu ini untuk

substansi-substansi yang canggih dan modern sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan namun perlu juga dilakukan transfer teknologi yang sederhana

(44)

3. Alat-alat manajemen atau instrument-instrumen pengelolaan

Instrumen-instrumen pengelolaan bencana meliputi:

1. Analisis penilaian bencana

Terkait pemahaman tentang kebencanaan oleh para pihak. Analisis meliputi

kuantitas dan kualitas terhadap potensi bencana. Terkait dengan pertumbuhan

penduduk dan ekonomi, tata guna lahan, keseimbangan antara keberlanjutan

ekologi, ekonomi dan sosial, otonomi daerah, perpaduan sistem alam dan

sistem manusia, proses terjadinya, lokasi kejadian, penyebarannya, daerah

rawan, dll.

2. Perancangan dan perencanaan pengelolaan bencana terpadu

Pengelolaan bencana (disaster management) harus menyeluruh dan terpadu dan

merupakan proses, harus kontinyu dan bukan tindakan periodic (sesaat). Unsur

manajemennya antara lain: manusia (SDM), alam (SDA), infrastruktur,

institusi, keuangan, kebijakan, legalitas dan kemampuan pengelolaan.

3. Instrument perubahan sosial

Meliputi pendidikan, pelatihan, komunikasi, partisipasi dan kepedulian

4. Pengendalian perencanaan tata guna lahan dan perlindungan alam

Penentuan zona khusus dari pemakaian tanah dilarang, peraturan pembangunan,

standar aplikasi daerah konservasi dan suaka alam, peraturan pembuangan

sampah,dll.

5. Pengalihan dan pengelolaan data dan informasi

Meliputi sistem informasi, penyelenggaraan dan materi informasi, jaringan

informasi, penyelenggaraan informasi, pembagian data dan alih teknologi.

Gambar

Tabel 1 : Rancangan Penelitian
Tabel 2: Siklus Penanganan Bencana
Tabel 3: Struktur Lembaga PKPU
Tabel 4: Aktivitas Team Ekspedisi/ SAR PKPU
+7

Referensi

Dokumen terkait

(Studi Penanganan Tanggap Darurat Penanggulangan Bencana Banjir Di Kabupaten Lamongan Tahun 2013

Karena kegiatan pelatihan penanggulangan bencana bidang tanggap darurat selalu dilaksanakan oleh Dinas Kesejahtraan Sosial Provinsi Bengkulu kegiatan pendataan korban

Dengan adanya perubahan paradigma penanggulangan bencana dari penekanan terhadap aspek tanggap darurat kepada penekanan secara holistik manajemen resiko bencana,

Pada tahap tanggap darurat, sumber pendanaannya dapat berasal dari tiga sumber: pertama adalah dana penanggulangan bencana yang telah dialokasikan dalam APBN atau APBD

Setelah dietetapkan status tanggap darurat bencana maka Badan Penanggulangan Bencana bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, untuk evakuasi masyarakat korban bencana

(1) Penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh Polri dalam kegiatan pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana, menggunakan anggaran kontinjensi Polri

Dilihat dari kebutuhan yang ada, Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan lembaga yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan Tanggap Darurat Bencana di

Apa saja alternatif kebijakan yang efektif dalam Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan pada masa tanggap darurat akibat erupsi Gunung