• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan pada Masa Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Implementasi Kebijakan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan pada Masa Tanggap Darurat Bencana Erupsi Gunung Sinabung Tahun 2014"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim seperti suhu yang lebih tinggi, curah hujan ekstrim, angin lebih kencang dan badai air. Bencana alam dan konflik sosial yang terjadi selama ini menimbulkan tingginya angka kesakitan dan kematian. Sejak tahun 1990 kejadian bencana semakin meningkat secara signifikan dan mempengaruhi 270 juta penduduk setiap tahun. Efek bencana pada populasi meliputi kematian langsung dan cacat serta wabah penyakit yang disebabkan oleh pergeseran ekologik (Leaning, 2013).

Hampir seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia bergantung dari alam karena memiliki kesuburan tanah dan kekayaan alam. Namun, segala keuntungan itu juga sebanding dengan resiko ancaman bencana yang ada. Banyak bencana alam yang melanda Indonesia sehingga Indonesia sering disebut sebagai “Supermarketnya Bencana” seperti banjir bandang, tsunami, gunung meletus ataupun tanah longsor (BNPB, 2010).

(2)

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.” Oleh karenanya, sebagai negara yang kehidupannya bergantung pada alam, maka setiap kejadian bencana memberikan efek yang cukup besar pada kehidupan bangsa Indonesia.

Indonesia mempunyai 129 gunung api aktif yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. Jumlah tersebut sama dengan 13% gunung api aktif di dunia. Setiap tahun antara 10 sampai 12 gunung api yang meningkat aktivitasnya (Akhmad, 2010). Untuk wilayah Sumatera Utara, terdapat tiga gunung aktif yaitu Gunung Sinabung, Gunung Sibayak dan Gunung Sorik Merapi. Namun, saat ini yang Gunung yang sedang mendapat perhatian nasional adalah Gunung Sinabung.

Gunung Sinabung adalah sebuah gunung di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Ketinggian Gunung Sinabung berada pada 2.460 meter. Pada awalnya Gunung Sinabung adalah Gunung api tipe B, namun sejak mengalami erupsi pada tanggal 27 Agustus 2010, maka status Gunung Sinabung pun berubah menjadi tipe A(Kemntrian ESDM, 2014).

(3)

Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Sinabung sangat menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan kesuburan tanah untuk pertanian. Hasil pertanian berupa sayur dan buah-buahan merupakan komoditi utama di darah tersebut. Masyarakat Karo juga sangat menghormati dan bangga dengan keberadaan Gunung tersebut dengan anggapan bahwa rejeki yang mereka miliki dari pertanian adalah berkat Gunung Sinabung sehingga kejadian erupsi ini sangat mengganggu perekonomian warga setempat.

Bencana erupsi Gunung Sinabung menyebabkan diungsikannya penduduk yang bermukim di wilayah 5 km area terdampak. Tujuannya adalah untuk menghindarkan penduduk dari bahaya abu vulkanik, material gunung api dan awan panas yang membahayakan jiwa penduduk. Menurut data dari media center per tanggal 5 Januari 2013 di posko utama Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung Kabanjahe diketahui total jumlah pengungsi 6.387 KK dengan jumlah 20.491 jiwa. Jumlah pengungsi mencapai puncaknya pada tanggal 5 Februari 2014 dengan jumlah pengungsi 32.303 orang, dan 9.978 Kepala Keluarga.

(4)

tempat tingggal, mata pencaharian dan masa depan anak-anak mereka yang sedang bersekolah.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 Desember 2013 dan 10 Januari 2014 di titik pengungsian Mesjid Agung, UKA dan GBKP kota Kabanjahe dan Losd Tiga Binanga terlihat di lokasi pengungsian yang tersedia tidak nyaman buat pengungsi karena sempit sementara jumlah pengungsi banyak. Pengungsi tidur dalam keadaan berdesak-desakan. Abu vulkanik dan udara dingin yang sangat menusuk kulit di daerah pegunungan itu merupakan ancaman bagi kesehatan pengungsi.

(5)

Di Losd Tiga Binanga, air bersih menjadi masalah karena ketersediaannya masih banyak kekurangan. Kondisi ini membuat banyak masyarakat tidak mandi karena kekurangan air. Jika ingin mandi dan mencuci pakaian pengungsi harus pergi ke sungai harus menggunakan truk dari donatur agar dapat membawa mereka.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa pengungsi, menurut mereka, penyaluran bantuan kepada pengungsi masih belum merata. Karena beberapa lokasi pengungsian dapat menerima langsung bantuan dari pihak di luar daerah, sedangkan posko pengungsian lainnya sama sekali tidak menerima bantuan tersebut.

Dalam hal penempatan jumlah tim medis di lokasi pengungsian juga kurang memadai terlihat tim medis yang selalu bertugas setiap harinya ada 2 sampai 5 orang dengan berbagi dalam 3 shift dan dokter jaga tidak selalu ada. Hal ini terlihat jelas di lokasi pengungsian Lods Tiga Binanga pada tanggal 13 desember 2013, padahal warga di pengungsian mencapai ribuan orang sehingga tidak sesuai dengan beban kerja yang ada. Indrina (2009) dalam penelitiannya mengatakan beban kerja yang tidak sesuai mengurangi kemampuan pelayanan kesehatan sehingga jumlah tenaga harus disesuaikan dengan beban kerja.

(6)

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau dan setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Tentunya undang-undang ini berlaku pada kejadian bencana.

Koordinasi sangat diperlukan karena Dinas Kesehatan selalu berhubungan dengan instansi lain yang terlibat dalam penangangaan bencana pada setiap kegiatan pelayanan kesehatan agar pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan optimal (Imran, 2012). Mekipun demikian masih ditemukan kesenjangan antara kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan pelayanan kesehatan dengan harapan pengungsi.

(7)

Beberapa penelitian menunjukkan tidak semua kebijakan dapat diimplementasikan oleh pelaku kebijakan dengan semestinya atau ada kalanya kebijakan yang dibuat tidak dijadikan pedoman. Hal itu dapat terjadi dikarenakan berbagai macam faktor. Fakhriyani (2011) mengatakan bahwa kebijakan mitigasi bencana yang ditetapkan di Sumatera Barat untuk mengurangi resiko bencana tidak berjalan sempurna akibat kurang koordinasi antar stakeholder, pemerintah dan masyarakat, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya untuk peningkatan koordinasi. Nhayatun (2010) juga menemukan ketidakmaksimalan pelaksanaan kebijakan banjir di kota Semarang yang berhubungan dengan birokrasi yang tidak efektif dan efesien.

Kebijakan dapat membantu menyelesaikan permasalahan kesehatan yang dihadapi pemerintah khususnya pemerintah daerah. Hal itu bisa terjadi jika ada kesepahaman, pembagian tugas yang jelas dan pengorganisasian yang tepat. Pada penelitian Cahyo (2010) yang menganalisa kebijakan daerah pemerintah Kabupaten Blitar tentang kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana mengatakan bahwa perlu adanya legalitas suatu kebijakan, peningkatan kapasitas SDM, dan kapasitas penunjang serta peningkatan kemampuan masyarakat agar kebijakan dapat terlaksana dengan baik.

(8)

Kabupaten Karo dan Rumah Sakit Umum dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut di situasi masa tanggap darurat erupsi Gunung Sinabung.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung khususnya bidang kesehatan ditemukan beberapa masalah yaitu koordinasi antar petugas kesehatan, kebutuhan sumber daya manusia kesehatan yang kurang memadai, sarana dan prasarana kesehatan serta kebijakan kesehatan yang ada tidak teraplikasi sebagaimana mestinya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah pokok penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan akibat erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat berdasarkan KMK Nomor 145 Tahun 2007 di tingkat Kabupaten Karo?

2. Apa saja alternatif kebijakan yang efektif dalam Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan pada masa tanggap darurat akibat erupsi Gunung Sinabung?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

(9)

2. Memberikan masukan dan alternatif yang dapat membantu pelaksanaan Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan akibat erupsi Gunung Sinabung pada masa tanggap darurat tahun 2014 menurut KMK Nomor 145 tahun 2007.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian dapat bermanfaat, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah Kabupaten Karo dapat dijadikan masukan dalam evaluasi dan perbaikan kebijakan penanggulangan bencana, sehingga efektif dalam pelaksanaan dan penganggaran kegiatan pelayanan kesehatan.

2. Bagi mahasiswa, menambah pengetahuan tentang bagaimana memanajemen sumber daya kesehatan yang ada dalam situasi bencana dengan mengikuti prosedur kebijakan kesehatan yang sudah ada.

Referensi

Dokumen terkait

2.498.000.000,- (Dua milyar empat ratus sembilan puluh delapan juta rupiah) Tahun Anggaran 2017, maka dengan ini diumumkan bahwa Pemenang E-lelang pemilihan langsung

Terapi individu sosialisai dalam penelitian ini terbukti efektif untuk diterapkan dalam perubahan perilaku isolasi sosial pada pasien skizofrenia selama proses penyembuhan pasien

[r]

Salah satu bentuk pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai intelektual tinggi adalah melalui program akselerasi (percepatan belajar) adalah program

 Urutan spektrum gelombang dari energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah ke tingkat energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah

penarikan kesimpulan 0,03 ˂ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Cooperatif Script terhadap.

Belajar Matematika Siswa Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII SMPN 01.

Video game memiliki potensi yang besar sebagai media untuk mengajarkan perilaku santun dalam berinteraksi dengan media sosial melalui umpan balik langsung yang