PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN
PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE.
TESIS
Oleh
JAMALUDDIN 087005113/HK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN
PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE.
TESIS
Untuk Memperoleh Gelas Magister Humaniora
Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
JAMALUDDIN 087005113/HK
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT
RULE.
Nama Mahasiswa : Jamaluddin Nomor Pokok : 087005113/HK Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K E T U A
(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) A n g g o t a
(Prof.Dr. Sunarmi, SH, MHum) A n g g o t a
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
Dekan
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Telah diuji pada
Tanggal 06 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : 1. Prof. Bismar Nasution, S.H., M.H. Anggota : 2. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.
ABSTRAK
Persoalan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tidak hanya menghantui penyaluran kredit Mikro di Bank Umum. Kredit mikro pemerintah yang diberi label Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga menghadapi bencana kredit bermasalah yang semakin membesar. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam perkreditan merupakan prinsip utama Bank dalam memberikan kredit. Hal ini harus dilakukan tanpa terkecuali dalam hal penyaluran kredit kepada UMKM. Hal ini menjadi penyebab terjadinya ketakutan di kalangan bankir khususnya bankir bank-bank BUMN di dalam menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhadap risiko. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para bankir terutama bagi mereka yang menduduki posisi direksi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah memberikan perlindungan hukum kepada Direksi Bank BUMN karena telah mengakomodasi prinsip business
judgement rule. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut penerapan prinsip business judgement rule dalam penelitian ini yaitu: bagaimana penerapan prinsip
kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) dan bagaimana risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM serta bagaimana pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit bermasalah (non performing loan) pada UMKM berdasarkan doktrin business
judgement rule.
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practise yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
perbankan di Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang risiko bisnis bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada Undang-Undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional terhadap bisnis bank.
ABSTRACT
Increasing of Non Performing Loan condition is also endangered the Kredit Usaha Rakyat (KUR). Prudencial principle utilities on delivered as loan in banking industry became the main principle either for the loan whose delivered to Small Scale Industry. This condition scarifying all the bankers include the goverment bankers because of this bank inherent risk business. Therefore this research conduct of three focus, there are: how the eligibility of prudencial principle in delivering loan to the small scale industry which used goverment guarantee form and how the risk it self for the bank and also how was the board responsibility in facing non performing loan from its industry based on business judgement rule principle.
This normative judicial research was conducted to answer the problems mentioned above by collecting the data including legislation, Central Bank regulation, articles, court decission and other law material that related to the object throught a library research. The result of research was collected, analyzed dan systemized to the stipulations based on existing best practise in banking industry, until can be interprented into the business judgment rule principle.
The summary of the research is: first, the eligibility of prudential principle in delivering loan to small scale industry using goverment guarantee is a must. Second, increasing of non performing loan is also could be came from those program as the others. Third, prudencial principle which refer to central bank legislation became the underlying of business judgement rule in banking industry. Recomendation from this research is: First, Central Bank as an authority should had been warrant to all the parties in the legalisation process when non performing loan appears. Second, Central Bank should made sosialisation to bankers, enterpreuneur, prosecutor, police departement and judges about the inherent risk of banking business which is related with business judgement rule principle that had been stated on Legal Entity Law, in order to establish a proportional point of view about it.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan
judul ”PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT
KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN PRINSIP
BUSINESS JUDGEMENT RULE ”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat
yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Hukum
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih sangat jauh dari
kata sempurna dengan segala keterbatasan yang penulis miliki. Penulis pun
menyadari bahwa didalam proses penyelesaian tesis ini penulis banyak memperoleh
bantuan baik pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
perkenankan penulis pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.& H.,
M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister;
2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B., M.Sc., atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasacsarjana Universitas Sumatera
Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., atas segala pelayanan, pengarahan
dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di
Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara;
4. Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr.
Sunarmi, S.H., M.Hum., juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji;
5. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing dan
Penguji.
6. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada, Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Anggota Komisi
Penguji.
7. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Anggota Komisi Penguji.
8. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada Bapak Kuwat Waluyo, S.E., M.M. dan Bapak Ir. Ircham
Sjafindra Rambe, M.B.A., selaku Inspektur Kantor Inspeksi PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk di Medan tempat selama ini penulis beraktivitas
sehari-hari, atas ijin, kritik dan saran yang membangun sehingga Tesis ini dapat
9. Penghargaan dan terima kasih yang tulus dan setinggi-tingginya penulis haturkan
kepada Ayahanda H. Supandi, Ibunda Hj. Rohati, Kakak penulis Siti Fatimah,
S.Pd. beserta Suami dan si kecil R. Suryadinata, S.H. dan R. Nazwa Aulia Dinata,
seluruh adik-adik penulis Robiatul Adawiyah, S.Si. dan Ahmad Syaogi, serta
seluruh keluarga besar penulis atas segala cinta kasih dan doa yang diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
10. Teristimewa dan penuh rasa kasih kepada Rr. Ika Rafika Sulistiorini, S.E., atas
semangat untuk selalu meluangkan waktu menjadi seorang bidadari yang setiap
detik tidak pernah lupa menyinari hari-hari penulis.
11. Rekan-rekan seperjuangan Program Pascasarjana Hukum Ekonomi angkatan XIII
atas semangat kebersamaan yang tak akan terlupakan, dan semoga Allah SWT
meridhoi jalinan kebersamaan itu tetap terjaga dimanapun kita berada.
12. Seluruh staf dan pegawai di Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas
Sumatera Utara atas segala bantuan, pelayanan dan kemudahan yang telah
diberikan kiranya Allah SWT yang membalas semua kebaikannya.
13. Semua pihak yang telah membantu saya selama menyelesaikan studi yang tidak
Akhir kata, segala saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan guna
penyempurnaan yang lebih baik. Harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, September 2010 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : JAMALUDDIN
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Februari 1983
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Internal Auditor
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri Gunung Putri V, Bogor (Lulus Tahun 1994).
- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama I Cileungsi, Bogor (Lulus Tahun 1997).
- Sekolah Menengah Umum I Cibinong, Bogor (Lulus Tahun 2000).
- Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (Lulus Tahun 2005).
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A Latar Belakang ... 1
B Perumusan Masalah ... 11
C Tujuan Penelitian ... 12
D Manfaat Penelitian ... 12
E Keaslian Penelitian ... 13
F Kerangka Teori Dan Konsepsional ... 15
G Metode Penelitian ... 29
BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA UMKM ... 34
A Prinsip Kehati-Hatian Dalam Dunia Perbankan ... 34
1 Prinsip Kehati-hatian Sebagai Prinsip Utama Dalam Pemberian Kredit ... 34
2 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ... 38
3 Pengawasan Dalam Pemberian Kredit ... 39
4 Penggunaan Rambu-Rambu Hukum ... 41
5 Pembuatan Kebijakan Perkreditan ... 44
B Pengaturan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk ... 52
1 Kebijakan Pokok Dalam Perkreditan ... 52
2 Tata Cara Penilaian Kualitas Kupedes ... 70
3 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) ... 71
4 Peringatan Dini ... 72
5 Asuransi ... 75
6 Profesionalisme Dan Integritas Pejabat Perkreditan ... 76
C Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Dengan Pola Penjaminan Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk ... 77
1 Pola Kredit ... 78
2 Obyek Penjaminan ... 78
3 Ketentuan Umum ... 79
4 Kebijakan Dan Prosedur Kredit ... 81
5 Penjaminan Kredit ... 83
6 Penghapusbukuan Kredit ... 85
7 Pengawasan, Pembinaan Dan Pelaporan ... 85
D Lembaga Penjamin Kredit Sebagai Mitra Perbankan dan UMKM Untuk Solusi Penyelesaian kredit Bermasalah ... 86
BAB III PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM ... 95
A Karakteristik Bisnis Bank ... 95
C Jenis Risiko Bank Dan Pengelolaannya ... 99
D Risiko Kredit Untuk Penyaluran Kredit Berpola Penjaminan Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk ... 106
BAB IV PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK BUMN ATAS PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM .. 114
A Doktrin-Doktrin Yang Terkait Dengan Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas ... 114
B Kerugian Bukan Karena Kesalahan Atau Kelalaian Direksi ... 125
C Direksi Telah Melakukan Pengurusan Dengan Itikad Baik Dan Kehati-Hatian Untuk Kepentingan Perusahaan Dan Sesuai Dengan Maksud Dan Tujuan Perusahaan ... 133
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 152
A Kesimpulan ... 152
B Saran ... 154
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Hlm
1. Kutipan Laporan Neraca Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Posisi 31 Desember 2009 ... 9
2. Kondisi Kredit Usaha Rakyat di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Posisi 31 Desember 2009 ... 10
ABSTRAK
Persoalan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tidak hanya menghantui penyaluran kredit Mikro di Bank Umum. Kredit mikro pemerintah yang diberi label Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga menghadapi bencana kredit bermasalah yang semakin membesar. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam perkreditan merupakan prinsip utama Bank dalam memberikan kredit. Hal ini harus dilakukan tanpa terkecuali dalam hal penyaluran kredit kepada UMKM. Hal ini menjadi penyebab terjadinya ketakutan di kalangan bankir khususnya bankir bank-bank BUMN di dalam menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhadap risiko. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para bankir terutama bagi mereka yang menduduki posisi direksi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah memberikan perlindungan hukum kepada Direksi Bank BUMN karena telah mengakomodasi prinsip business
judgement rule. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut penerapan prinsip business judgement rule dalam penelitian ini yaitu: bagaimana penerapan prinsip
kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) dan bagaimana risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM serta bagaimana pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit bermasalah (non performing loan) pada UMKM berdasarkan doktrin business
judgement rule.
Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practise yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
perbankan di Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang risiko bisnis bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada Undang-Undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional terhadap bisnis bank.
ABSTRACT
Increasing of Non Performing Loan condition is also endangered the Kredit Usaha Rakyat (KUR). Prudencial principle utilities on delivered as loan in banking industry became the main principle either for the loan whose delivered to Small Scale Industry. This condition scarifying all the bankers include the goverment bankers because of this bank inherent risk business. Therefore this research conduct of three focus, there are: how the eligibility of prudencial principle in delivering loan to the small scale industry which used goverment guarantee form and how the risk it self for the bank and also how was the board responsibility in facing non performing loan from its industry based on business judgement rule principle.
This normative judicial research was conducted to answer the problems mentioned above by collecting the data including legislation, Central Bank regulation, articles, court decission and other law material that related to the object throught a library research. The result of research was collected, analyzed dan systemized to the stipulations based on existing best practise in banking industry, until can be interprented into the business judgment rule principle.
The summary of the research is: first, the eligibility of prudential principle in delivering loan to small scale industry using goverment guarantee is a must. Second, increasing of non performing loan is also could be came from those program as the others. Third, prudencial principle which refer to central bank legislation became the underlying of business judgement rule in banking industry. Recomendation from this research is: First, Central Bank as an authority should had been warrant to all the parties in the legalisation process when non performing loan appears. Second, Central Bank should made sosialisation to bankers, enterpreuneur, prosecutor, police departement and judges about the inherent risk of banking business which is related with business judgement rule principle that had been stated on Legal Entity Law, in order to establish a proportional point of view about it.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Usaha pemberian kredit menempati posisi yang paling utama dan menentukan
dalam perbankan, mengingat usaha perkreditan akan membantu pelaksanaan
pembangunan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan kerja yang pada
akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, disamping itu
bagi bank sendiri bahwa perkreditan ini merupakan usaha yang memberikan
keuntungan dan pendapatan yang terbesar dalam penerimaan bank. Tujuan dari
pemberian kredit tidak terlepas dari falsafah yang dianut suatu negara.1
Di negara-negara liberal, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk
memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang dianut oleh
negara yang bersangkutan, yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan (profitability) serta
keamanan (safety) merupakan tujuan dari pemberian kredit. Keuntungan tersebut
dalam bentuk bunga yang diterima, sedangkan keamanan yang dimaksud adalah
bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang dan atau jasa betul-betul
terjamin pengembaliannya. Pancasila adalah sebagai dasar dan falsafah negara kita,
1
maka tujuan kredit tidak semata-mata keuntungan melainkan disesuaikan dengan
tujuan negara yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.2
Fasilitas kredit sebagai aktivitas utama lembaga perbankan pada dasarnya
memiliki ciri yang sama sejak dulu. Namun dalam perkembangannya saat ini
mengarah pada variasi dan pola-pola yang menggabungkan perkembangan teknologi
dengan segmen pasar dan regulasi yang menyertainya. Jika dilihat dari segi pola dan
penggolongan kreditnya, maka salah satu produk perbankan dalam memberikan
kreditnya kepada masyarakat adalah melalui kredit Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah atau yang saat ini lebih populer dikenal dengan istilah UMKM.3
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu
memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada
masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan
masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan dalam mewujudkan
stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu
pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan,
perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang
tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha
besar dan Badan Usaha Milik Negara.
Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam
perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian
2
Ibid.
3
nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan
ekonomi pasca krisis ekonomi. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh
sektor dengan produktivitas yang rendah, seperti: sektor pertanian, perdagangan dan
industri rumah tangga. Pada sektor inilah jumlah usaha mikro dan kecil terkonsentrasi
(84,7%) yang memperebutkan porsi PDB sebesar 30,4% pada tahun 2003. Hal ini
mengindikasikan masih rendahnya produktivitas dan daya saing usaha mikro dan
kecil.4
Selama tahun 2000 – 2003 peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam
penciptaan nilai tambah terus meningkat dari 54,51% pada tahun 2000 menjadi
56,72% pada tahun 2003. Sebaliknya peranan usaha besar semakin berkurang dari
45,49% pada tahun 2000 menjadi 43,28% pada tahun 2003. Usaha mikro, kecil dan
menengah menyediakan kebutuhan barang dan jasa nasional sebesar 43,8%,
sementara usaha besar 42,1% dan impor 14,1%.5
Pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi Usaha mikro dan kecil sebesar 4,1%,
usaha menengah tumbuh sebesar 5,1%, sedang usaha besar hanya tumbuh 3,5%.
Pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah telah meningkatkan kontribusi usaha
mikro, kecil dan menengah untuk pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2,37% dari
total pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,1%. Usaha mikro, kecil dan
menengah memiliki keunggulan pertumbuhan PDB dalam sektor sekunder yang
tumbuh masing-masing sebesar 5,60%, 4,65% dan 5,36% pada periode 2001-2003,
4
Departemen Koperasi Dan UKM, Renstra 2004-2009, http://depkop.go.id, diakses tanggal 28 Januari 2010.
5
sedang usaha besar hanya tumbuh sebesar 3,36%, 3,60% dan 4,04% pada periode
yang sama. Usaha mikro, kecil dan menengah di sektor sekunder dan tersier relatif
potensial dikembangkan pada masa mendatang mengingat memiliki pertumbuhan
ekonomi yang tinggi.6
Usaha mikro dan kecil umumnya memiliki keunggulan dalam bidang yang
memanfaatkan sumber daya alam dan padat karya, seperti: pertanian tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan dan restoran. Usaha menengah
memiliki keunggulan dalam penciptaan nilai tambah di sektor hotel, keuangan,
persewaan, jasa perusahaan dan kehutanan. Usaha besar memiliki keunggulan dalam
industri pengolahan, listrik dan gas, komunikasi dan pertambangan. Hal ini
membuktikan usaha mikro, kecil, menengah dan usaha besar di dalam praktiknya
saling melengkapi.7
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar
modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu
pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan
koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi
melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan
barang dan / atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor
6
Ibid.
7
dan / atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di
samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan
publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu
pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber
penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan
hasil privatisasi.8
Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan
keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan
kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara
lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan
pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance).
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
dipandang sebagai suatu undang-undang baru yang mengatur BUMN secara lebih
komprehensif dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha. Undang-undang
tersebut dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang
akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance). Penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat
penting dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN. Pengalaman
membuktikan bahwa keterpurukan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia,
antara lain disebabkan perusahaan-perusahaan di negara tersebut tidak menerapkan
8
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) secara
konsisten.
Maksud dan tujuan pembentukan BUMN itu sendiri sebagaimana tertuang
dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara yaitu:
1. Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Dalam koridor ini BUMN
diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus
memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
dan membantu penerimaan keuangan negara.
b. Mengejar keuntungan, meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk
mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan
pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan
demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya
(kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk
Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan
umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan perusahaan yang sehat.
c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan / atau
banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN,
baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan
usaha untuk menyediakan barang dan / atau jasa yang dibutuhkan oleh
masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan
koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas
tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN.
Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah
dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan
kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan
pengusaha golongan ekonomi lemah.
e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
2. Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan / atau
kesusilaan.
Wujud dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam menggerakkan sektor
riil sebagaimana tercantum dalam Inpres Nomor 6 tahun 2007 tanggal 08 Juni 2007
tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM
serta Nota Kesepahaman Bersama antara Pemerintah, Perbankan dan Perusahaan
telah menerbitkan ketentuan melalui Surat Edaran Direksi Nomor:
S.4-DIR/ADK/01/2008 tanggal 21 Januari 2008 tentang Kredit Usaha Rakyat yang
kemudian di revisi dengan Surat Edaran Direksi Nomor: S.4a-DIR/ADK/01/2008
tanggal 17 Maret 2009. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tersebut telah diluncurkan pada
tanggal 5 November 2007 oleh Presiden RI. Dalam peluncuran tersebut, Presiden RI
memberi nama kredit tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sehubungan dengan hal tersebut, agar tidak menimbulkan kerancuan didalam
pelaksanaannya untuk selanjutnya kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi
dengan pola penjaminan (KUMKP) dirubah menjadi Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Adapun tujuan dari pengguliran dana melalui pola pembiayaan dengan bentuk Kredit
Usaha Rakyat (KUR) adalah untuk memberikan kemudahan pada usaha mikro, kecil
dan koperasi untuk memperoleh fasilitas kredit dari Bank.
Fokus bisnis BRI adalah pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk merupakan salah satu bank BUMN yang
sangat concern terhadap penyaluran dana kredit kepada UMKM termasuk terhadap
program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai wujud salah satu fungsinya sebagai
agent of development. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu strategi
pemerintah dalam menyediakan pembiayaan bagi pengusaha mikro yang layak
namun belum bankable. KUR masih dipandang sebagai alat yang efektif dalam
menggerakkan sektor riil khususnya dalam hal menyediakan kemudahan akses
permodalan bagi pengusaha mikro. Hal ini dicerminkan dari kebijakan pemerintah
kedepan. Sementara itu, pada tahun 2009 ini BRI telah menyatakan komitmen kepada
pemerintah untuk menyalurkan KUR sebesar Rp.8 trilliun. Dengan mengacu pada
porsi penyaluran KUR Mikro tahun 2008 (70% dari total penyaluran KUR BRI)
maka untuk tahun 2009 BRI harus menyalurkan KUR Mikro sebesar Rp.5,6 trilliun.9
Hasil penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah dilakukan oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk tergambar dari Laporan Neraca Keuangan posisi 31
[image:28.612.112.543.384.609.2]Desember 2009 dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1.
Kutipan Laporan Neraca Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
Posisi 31 Desember 2009
Delta Komposisi Komposisi
Kenaikan Dec-08 Dec-09
161.061
205.542 27,62%
a. Mikro 42.756 54.075 26,47% 26,55% 26,31% - KUR Mikro 4.466 2.851 -36,16% 10,45% 5,27% - Non KUR Mikro 38.290 51.224 33,78% 89,55% 94,73% b. Ritel 65.853 88.761 34,79% 40,89% 43,18% - KUR Ritel 2.401 2.470 2,87% 3,65% 2,78% - Non KUR Ritel 63.452 86.291 35,99% 96,35% 97,22% c. Ritel Program 8.200 8.993 9,67% 5,09% 4,38% d. Syariah 999 - n/a 0,62% 0,00% e. Menengah 12.453 14.968 20,20% 7,73% 7,28% f. Korporasi 30.800 38.745 25,80% 19,12% 18,85%
(8.810)
(13.003) 47,59%
(dalam Rp. Milliar)
Dec-08 Dec-09
Pinjaman
PPAP
Aktiva
Sumber : Laporan Sumber Dan Penggunaan Pada Rapat Asset Liabilities Cordination (ALCO) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk tanggal 28 Januari 2010.
9
Adapun perincian atas angka non performing loan (kredit bermasalah) dari
pengguliran dana atas program Kredit Usaha Rakyat secara terperinci adalah sebagai
[image:29.612.114.517.265.313.2]berikut:
Tabel 2.
Kondisi Kredit Usaha Rakyat
di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Posisi 31 Desember 2009
Segmen Debitur Outstanding Kredit (OS) OS NPL % NPL KUR Ritel 28.991 2.469.726.084.914 126.242.895.068 5,11 KUR Mikro 1.209.618 2.851.462.506.000 169.722.343.000 5,95 Sumber : Laporan Kondisi NPL KUR Nasional pada Rapat Asset Liabilities Cordination
(ALCO) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk tanggal 28 Januari 2010.
Struktur klasifikasi kualitas kredit yang dimiliki oleh suatu bank sangat
menentukan tingkat kesehatan bank. Perkreditan suatu bank dikategorikan sehat bila
bank tersebut memiliki ratio Non Performing Loan (NPL) lebih kecil dari 5%. Rasio
Non Performing Loan adalah perbandingan antara kredit lancar dengan jumlah kredit
kurang lancar, kredit kurang lancar dan kredit macet dikali 100%.10
Timbulnya kredit macet tidak saja akan merugikan para pemilik dana dan
yang sebagian besar adalah anggota masyarakat dari berbagai lapisan dan tingkatan
kehidupan yang dapat meresahkan masyarakat bahkan merusak sendi perekonomian
negara.11 Naiknya NPL akan memaksa perbankan memperkuat struktur
permodalannya. Untuk keperluan ini, boleh jadi perbankan akan memperbesar porsi
10
Lihat Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP, tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
11
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Konsekuensinya adalah pada saat
perbankan berupaya memperkuat struktur permodalan, secara otomatis hal ini akan
mengurangi kemampuan perbankan melakukan ekspansi kredit (ke sektor riil).12
Dana yang disalurkan sebagai kredit oleh PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk sebagian besar adalah dana masyarakat yang dihimpun baik melalui
deposito, giro maupun tabungan. Sementara dana masyarakat yang disimpan di bank
tidak dijamin dalam bentuk jaminan kebendaan tetapi hanya berdasarkan prinsip
kepercayaan, maka dalam penyaluran kredit tersebut bank harus memperhatikan
prinsip-prinsip perkreditan yang sehat serta asas kehati-hatian.
Melihat kondisi yang saling kontra tersebut, hal yang penting di kaji sebagai
bahan perumusan masalah adalah adanya ketidaksinergisan antara kebijakan
pemerintah mengenai UMKM dengan pengaturan penyaluran kredit dari Bank
Indonesia selaku regulator perbankan di Indonesia.
B. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit
kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha
Rakyat)?
12
2. Bagaimana risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat)
kepada sektor UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk?
3. Bagaimana pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit
bermasalah (non performing loan) pada UMKM berdasarkan doktrin business
judgement rule?
C. Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan prinsip kehati-hatian perbankan
dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola
penjaminan (Kredit Usaha Rakyat).
2. Untuk mengetahui dan menganalisis risiko penyaluran kredit berpola penjaminan
(Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN
terhadap timbulnya kredit bermasalah (non perfroming loan / NPL) di bank
BUMN berdasarkan doktrin business judgement rule.
D. Manfaat Penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis
1. Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
teori-teori yang dapat dipakai didalam penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran
kredit melalui pendekatan prinsip business judgement rule pada Bank BUMN
berbentuk Perseroan Terbatas. Dengan demikian penelitian ini akan memberikan
sumbangan yang berarti kepada pengembangan ilmu hukum khususnya hukum
ekonomi.
2. Manfaat praktis.
Penelitian ini akan menghubungkan teori, konsep serta kelaziman yang
berlaku didalam dunia perbankan dengan azas dan peraturan / ketentuan hukum
khususnya mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui
pendekatan prinsip business judgement rule. Dengan adanya suatu kesamaan
pandangan terhadap konsep business judgment rule maka akan memudahkan semua
pihak, yaitu penegak hukum, praktisi perbankan, masyarakat dan stakeholder Bank
untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bank.
E. Keaslian Penelitian.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diberlakukan sejak tanggal 16
Agustus 2007 atau dengan perkataan lain undang-undang tersebut relatif baru
walaupun pada sistem common law prinsip business judgement rule telah lama
(lima) orang mahasiswa Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera
Utara yaitu:
1. Katharina Melati Siagian, dengan judul Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam
Pemberian Kredit (Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk) pada
tahun 2006.
2. Rudi Dogar Harahap, dengan judul Penerapan Business Judgment Rule Dalam
Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas
pada tahun 2008.
3. Delmon Frengki, dengan judul Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan
Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Studi Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia Cabang Lubuk Pakam) pada tahun 2008.
4. Kusmono, dengan judul Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan
Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian pada tahun 2008.
5. Marganti Panggabean, dengan judul Analisis Pertanggungjawaban Direksi
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
pada tahun 2008.
Namun, penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda objek penelitiannya,
penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan yang bergerak di sektor
bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk penyaluran kredit dengan
pola penjaminan sehingga pendekatan yang dipakai untuk menganalisis permasalahan
penelitian menggunakan ketentuan perundang-undangan, aturan Bank Indonesia,
F. Kerangka Teori Dan Konsepsional.
1. Kerangka Teori.
Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan
pertunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang
bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh
karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih oleh
masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan.13
Ternyata keadilan saja tidak cukup, masyarakat membutuhkan peran hukum
lebih luas dari hanya sekedar penegakan keadilan, tetapi masyarakat juga
menginginkan hukum dapat menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama
lain serta kepentingannya juga terlayani. Oleh karenanya, Satjipto Rahardjo dengan
mengutip pendapat Radbruch yang mengemukakan bahwa hukum harus memiliki tiga
nilai dasar yaitu: kepastian hukum (rechtsickerheit), kemanfaatan (zubeckmassigheit)
dan keadilan (gezechtigheit).14
Selain tiga nilai dasar tersebut, dalam penelitian ini, konsep hukum yang akan
digunakan adalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Menurut J.D. Ny.
Hart, hukum yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi harus memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 18.
14
a. Hukum harus dapat membuat prediksi (predictibility), yaitu apakah hukum itu
dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku dalam memprediksi
kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi.
b. Hukum itu mempunyai kemampuan prosedural (procedural capability) dalam
menyelesaikan sengketa. Misalnya dalam mengatur peradilan tribunal (court of
administrative tribunal), penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), dan penunjukan arbiter konsiliasi (conciliation) dan
lembaga-lembaga yang berfungsi sama dalam penyelesaian sengketa.
c. Pembuatan, pengkodifikasian hukum (codification of laws) oleh pembuat hukum
bertujuan untuk pembangunan Negara.
d. Hukum setelah mempunyai keabsahan, agar mempunyai kemampuan maka harus
dibuat pendidikannya (education) dan selanjutnya disosialisasikan.
e. Hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan (balance), karena hal ini
berkaitan dengan inisiatif pembangunan ekonomi.
f. Hukum itu berperan dalam menentukan definisi dan status yang jelas (definition
and clarity of status), yang dalam hal ini hukum tersebut harus memberikan
definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu dari orang.
g. Hukum itu harus dapat mengakomodasi (accomodation) keseimbangan, definisi
dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu atau
h. Tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan hukum sebagai dasar
pembangunan adalah unsur stabilitas (stability) sebagaimana diuraikan dimuka.15
Peraturan atau norma hukum, itu tidak lahir dengan sendirinya. Ia
dilatarbelakangi oleh dasar-dasar filosofis tertentu, yang disebut dengan asas hukum.
Sehingga untuk mempelajari norma hukum, kita harus mengetahui asas-asas
hukumnya. Hal ini disebabkan asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan
etis yang merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan cita-cita sosial
serta pandangan etis masyarakat.
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa barangkali tidak berlebihan apabila
dikatakan asas hukum merupakan jantungnya perautan hukum. Karena itu ia
merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti
bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada
asas-asas hukum tersebut. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa asas-asas hukum bukan
peraturan hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di
dalamnya.16
Demikian juga bila berbicara tentang perbankan, bahwa dalam melaksanakan
kemitraan antara bank dan nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang
15
Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU, hlm. 19.
16
sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus)
yaitu:17
a. Asas Demokrasi Ekonomi.
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti, fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
demokrasi ekonomi yang berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tersebut harus
dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
1) Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan
mempertahankan kelemahan struktur ekonomi nasional dan posisi Indonesia
dalam perekonomian dunia.
2) Sistem etatisme, dalam arti bahwa negara beserta aparatur negara bersifat
dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di
luar sektor negara.
3) Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.18
17
Rahmadi Usman, Op Cit. hlm. 14.
18
b. Asas Kepercayaan.
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank
dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama
bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan,
sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Demikian juga bank melengkapi
dirinya dengan peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman serta kebijakan sehingga
mampu mengelola dana ataupun titipan masyarakat dengan baik. Kepercayaan sangat
mahal nilainya sebab tidak akan ada nasabah yang berani menitipkan dananya pada
suatu bank jika ia tidak yakin akan ada nasabah yang berani menitipkan dananya pada
suatu bank jika ia tidak yakin dan percaya pada bank tersebut.19
c. Asas Kerahasiaan.
Dalam hubungan antara bank dengan nasabah terdapat kewajiban bagi bank
untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali
jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku, hal ini dinamakan
rahasia bank. Dengan demikian istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam
hubungan antara bank dengan nasabah walaupun bersifat rahasia tapi tidak tergolong
rahasia bank bank menurut undang-undang perbankan. Rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya. Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini
19
diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun nasabah. Oleh karenanya bank harus
memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya.20
d. Asas Kehati-hatian.
Perkataan kehati-hatian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
memperhatikan dengan sungguh-sungguh.21 Menurut A.C. Page dan R.B. Ferguson
sebagaimana dijelaskan dalam ”The Prudent Man Rule”, bahwa setiap orang yang
bertugas mengelola sesuatu investasi untuk kepentingan pihak lain, harus selalu
bertindak hati-hati dan di dalam pikiran merasa terikat secara moral dengan pihak lain
tersebut. Bagi seorang pengusaha, ia harus sadar bahwa yang dikelolanya adalah
milik orang lain dan secara moral bertanggungjawab kepada masyarakat.22
Ross Cranston mengemukakan bahwa diperbankan aturan kehati-hatian
(prudential regulation) membedakan antara aturan preventif dan aturan protektif
dengan perincian sebagai berikut:
1) Preventif (pencegahan), mencakup hal-hal yang bersifat teknis yang sengaja
diadakan untuk membentengi krisis dengan cara mengurangi risiko yang dihadapi
bank. Teknik-teknik ini meliputi antara lain pengawasan dan monitoring
manajemen bank, kecukupan modal, solvensi dan standar likuiditas serta batas
maksimum pemberian kredit.
20
Ibid.
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 301.
22
2) Protektif, bermaksud memberikan perlindungan dan dukungan kepada bank
terutama pada saat krisis mengancam. Fasilitas pinjaman dari bank sentral (lender
of last resort) merupakan manfaat yang segera tersedia, tetapi yang terutama
adalah bantuan penyelamatan (rescue operation) merupakan hal yang dibutuhkan,
dan juga skema pembayaran dibawah asuransi perlindungan deposan.23
Industri perbankan merupakan suatu industri yang sangat bertumpu pada
kepercayaan (fiduciary) masyarakat yang memiliki uang untuk disimpan24 di bank.
Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai risiko baik
risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional maupun risiko reputasi. Banyaknya
ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam melindungi kepentingan
masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban modal minimum sesuai
kondisi bank, batas pemberian kredit dan ketentuan yang mengatur mengatasi bank
yang mengalami krisis, menjadikan sektor perbankan yang ”highly regulated”.
Pengurus bank adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang
tinggi dalam mengelola bank. Alasannya adalah bank sebagai industri keuangan yang
kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank.25
Menyimak pendapat Ross Cranston sebagaimana diuraikan tersebut di atas
bahwa aturan kehati-hatian (prudential regulation) di perbankan mencakup aturan
23
Ross Cranston, Principles of Banking Law 84 (1997), hlm. 11.
24
Hikmahanto Juwana, Bunga Rampai Hukum ekonomi dan Hukum Internasional, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), hlm. 4.
25
preventif dan aturan protektif. Ketentuan-ketentuan tersebut telah diakomodasikan
dalam Undang-Undang Perbankan yang mencakup sisi dasar aspek hukum
implementasi prinsip kehati-hatian perbankan di Indonesia sebagaimana tercantum
dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.9/12/DPNP tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance yang mengandung asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi dan kewajaran.
Pada Bank BUMN yang bergerak dalam jasa perbankan, aspek hukum The
Prudential Banking Practice juga sudah diakomodasikan dalam undang-undang
perbankan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang menegaskan bahwa Bank
Indonesia menetapkan batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan
penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan
oleh bank kepada peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
Batasan umum penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit adalah
bahwa bank sebelum menyalurkan kredit harus melakukan penilaian yang seksama
terhadap calon debitur meliputi apa yang disebut 5C’s of Credit yaitu:
a. Character (Karakter).
b. Capacity (kapasitas)
c. Capital (Modal)
d. Condition (Kondisi)
Selain hal tersebut di atas, bank juga harus menilai seluruh aspek-aspek
perkreditan yang ada. Tujuannya adalah untuk menghindari kredit bermasalah yang
berujung pada kredit macet. Kondisi macetnya suatu fasilitas kredit bukan hanya
menimbulkan kerugian bagi bank tetapi juga menimbulkan kerugian bagi nasabah
penyimpan dana, karena sumber dana bank dalam menyalurkan kredit sebagian besar
adalah dana titipan nasabah. Oleh karena itu, bank wajib mengedepankan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit.
Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah
ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan
bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko
tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada
akhirnya mengalami kebangkrutan.
Risiko, khususnya di dalam konteks bisnis (bagi Bank dan lembaga
keuangan), tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya Risiko
bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang
mampu mengelolanya dengan baik. Hal itu mungkin yang melatarbelakangi mengapa
kalimat “Saya akan ambil Risiko tersebut,” dalam bahasa Inggris lebih banyak
dinyatakan dengan, I will take that chance.
Secara sederhana J.P Morgan mengartikan risiko sebagai suatu ketidak pastian
dari Net Return yang terjadi, atau secara komprehensif risiko merupakan suatu
terhadap nilai suatu portofolio aset yang dapat diukur dengan probabilitas tertentu
dalam rentang waktu yang diketahui. 26
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat diartikan bahwa gampangnya
risiko hari ini bisa diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan tetapi
malangnya, risiko tidaklah bisa diukur seperti menghitung pendapatan dan biaya yang
harus dikeluarkan bank karena risiko tidaklah bersifat “tangible” (kasat mata).
Pengukuran risiko lebih merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan
dalam menerapkan praktik perbankan berbasis risiko. Jadi untuk menilai risiko yang
“intangible” (tidak kasat mata), mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar.
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 11/25/PBI/2009, menjelaskan defenisi
risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya, walaupun
mengadopsi Bassel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi tersebut. Adapun
jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:
a. Risiko Kredit
b. Risiko Pasar
c. Risiko Operasional.
d. Risiko Likuiditas
e. Risiko Hukum
26
f. Risiko Reputasi
g. Risiko Strategik.
h. Risiko Kepatuhan
Mencermati jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank,
menuntut paradigma baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya
mengenal risiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika
dulu pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan
tanggung jawab Direksi. Jika dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang
harus dikontrol, sekarang risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.27
Bercermin dari petikan perkataan Alan Greenspan : “...We should not forget
that basic economic function of these regulated entities (banks) is to take risk. If we minimize risk taking in order to reduce failure rates to zero, we will, by defenition, have eliminated the purpose of banking system”. Pengelolaan risiko Bank bukan
berarti menghilangkan risiko sampai menjadi nihil, tetapi lebih ditekankan kepada
bagaimana mengukur, memonitor, mengelola dan mangambil keuntungan dan
mengamankan bank dari risiko-risiko tersebut.28
2. Konsepsional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penulisan ini,
maka digunakan definisi operasional sebagai berikut:
27
Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 11/25/PBI/2009.
28
a. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.29
b. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus
juta rupiah).30
c. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
29
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
30
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima
ratus juta rupiah).31
d. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sesuai kriteria
sebagai berikut:
1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,- (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,-
(lima puluh milyar rupiah).32
e. Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) adalah semua kredit yang
memiliki risiko tinggi, karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam
memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan
suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian
atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau
31
Ibid, lihat Pasal 6 ayat (2).
32
telah ada suatu indikasi potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan
kewajibannya tidak akan mampu dilunasi debitur.
f. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi
dengan pola penjaminan (KUMKP).
g. Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Risiko dalam
konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank.33
h. Prinsip business judgement rule berdasarkan Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatasmerupakan pembelaan kepada
para Direksi terhadap fiduciary duty karena prinsip ini menekankan bahwa para
anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang
timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business judgment)
oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu
keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.
i. Fiduciary duty adalah Duty of loyality and good faith bersama-sama dengan duty of care and skill (dalam sistem common law). Konsep fiduciary duty berdasarkan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dijabarkan
bahwa Direksi berkewajiban untuk menjalankan pengurusan perseroan yang
antara lain meliputi pengurusan sehari-hari berdasarkan keahlian, peluang yang
33
tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan berdasarkan itikad baik dan tanggung jawab.
j. Pertanggungjawaban Direksi berdasarkan konsep fiduciary duty dalam konteks
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas adalah setiap
anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi dan atau tanggung
renteng atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya dalam menjalankan penguruan perseroan dengan tidak
seksama dan tekun.
G. Metode Penelitian.
Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologi dan
sistematis. Metodologi berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah
sedangkan sistematis berarti sesuai pedoman / aturan penelitian yang berlaku untuk
karya ilmiah.34
Metode adalah alat untuk mencari jawab dari suatu permasalahan, oleh karena
itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu apa yang dicari.35 Agar dapat dipercaya
kebenarannya suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan menggunakan suatu
metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat
memahami obyek menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan.
34
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Bandung: Citra Aditya, 2002), hlm. 2.
35
1. Jenis dan Sifat Penelitian.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan
hukum normatif. Untuk mendukung hasil analisis tersebut, digunakan juga
pendekatan hukum secara empiris yang memaparkan kondisi riil di lapangan perihal
pemberian fasilitas kredit berpola penjaminan bagi sektor UMKM di PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
Penelitian hukum normatif dilakukan melalui pendekatan studi perpustakaan
(library research) berdasarkan data sekunder yang bersumber dari produk hukum
yang mengatur kebijakan terhadap pelaku UMKM baik dari hukum perbankan
maupun peraturan pemerintah yang mengaturnya.
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Suatu
penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.36 Jenis penelitian dalam
penulisan tesis ini termasuk jenis penelitian hukum doktrinal / normatif. Sedangkan
jika dilihat dari sifatnya termasuk penelitian deskriptif dan menurut bentuknya
penelitian ini merupakan penelitian diagnostik yaitu penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa
gejala37 yang dalam hal ini tentang penerapan prinsip business judgement rule dalam
penyaluran kredit berpola penjaminan kepada UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk berdasarkan prinsip kehati-hatian pada perbankan.
36
Ibid. hlm. 10.
37
2. Jenis Data dan Sumber Data.
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu
data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah
dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, Koran,
majalah, jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.
Mengacu pendapat Soerjono Soekanto dalam menggunakan data sekunder di
bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga),
maka penulis menggunakan data sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer38 yaitu;
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2004.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Badan Usaha
Milik Negara.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
38
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro Kecil Dan Menengah.
7) Instruksi Presiden Nomor. 6 Tahun 2007 Tanggal 8 Juni 2007 Tentang
Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.
8) Peraturan-Peraturan Bank Indonesia.
9) Nota Kesepahaman Bersama Antara Pemerintah, Perbankan Dan Perusahaan
Penjamin Pada Tanggal 9 Oktober 2007.
10) Peraturan Internal PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer,39 terdiri atas: berbagai hasil penelitian, hasil
penelitian ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan penerapan prinsip
kehati-hatian dalam penyaluran kredit di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
berdasarkan konsep business judgement rule.
c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,40 dalam tesis ini
penulis menggunakan bahan dari media internet, Black’s Law Dictionary, kamus
hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Mengingat bahwa jenis penelitian ini bersifat yuridis normatif maka untuk
memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan dalam penelitian ini
39
Ibid, hlm. 19.
40
adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research)
melalui studi dokumen untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti.
4. Analisis Data.
Metode analisis data yang dilakukan menggunakan data sekunder melalui
pengolahan data sebagai prosedur penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan hasil
pengolahan data yang diperoleh akan diuraikan dan dan dianalisis melalui teori yang
ada untuk kepentingan analisis kuantitatif dan analisis isi (content analysis).
Pendekatan terhadap sudut pandang regulasi hukum terhadap penyaluran kredit
perbankan berpola penjaminan kepada UMKM dan prinsip business judgement rule
yang dikaji melalui perbandingan antara keduanya. Penarikan kesimpulan dalam
BAB II
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM
A. Prinsip Kehati-Hatian Dalam Dunia Perbankan.
1. Prinsip Kehati-Hatian Sebagai Prinsip Utama Bank Dalam Memberikan Kredit.
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, di dalam suatu kredit terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pemberian kredit atau kreditur yaitu bank.
b. Penerima kredit atau debitur.
c. Penyediaan uang.
d. Perjanjian kredit yang merupakan aturan main dari hubungan ini.
e. Jangka waktu pengembalian kredit.
f. Bunga atas kredit yang dinikmati oleh debitur.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
secara seksama, mengingat sumber dana kredit yang disalurkan adalah bukan dana
dari bank itu sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu
penerapan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam,
penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah
dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi
perkreditan yang teratur dan lengkap.
Seluruh hal tersebut di atas bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut
dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman
pokok dan bunga. Apabila kredit yang telah disalurkan bank kepada masyarakat
dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada bank tepat pada waktunya sesuai
dengan perjanjian kredit maka kualitas kredit dapat digolongkan menjadi non
performing loan (NPL / kredit bermasalah). Jumlah kredit NPL yang tinggi dapat
mengakibatkan terganggunya kesehatan bank yang bersangkutan.
Melalui penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dinilai akan
menurunkan kredit bermasalah (NPL). Selain itu, bank-bank yang memiliki NPL
besar saat ini terus melakukan restrukturisasi untuk menurunkan kredit
bermasalahnya. Fakta membuktikan bahwa NPL Bank Mandiri pada tahun 2005
tercatat sebesar 26,7% atau meningkat sangat tinggi dibanding tahun sebelumnya
yang hanya sebesar 7,4%, sedangkan NPL Bank BNI pada tahun 2005 tercatat 14,4%.
Untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah tersebut pada bank-bank BUMN
dalam memberikan kredit, harus mengikuti tahap-tahap yang tepat sehingga terhindar
dari kredit bermasalah. 41
Salah satu indikator pencegah timbulnya kredit bermasalah adalah melalui