• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

SKRIPSI

OLEH:

ARNES ANESTESIA SAMOSIR NIM 091501025

PROGRAM SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ARNES ANESTESIA SAMOSIR NIM 091501025

PROGRAM SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

OLEH:

ARNES ANESTESIA SAMOSIR NIM 091501025

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 04 Februari 2014

Pembimbing I,

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Pembimbing II,

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

NIP 198005202005012006

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001

Drs. Rasmadin Mukhtar, M.S., Apt. NIP 194909101980031002

Medan, Februari 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan

rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus

amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae

Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren”. Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus

dan ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan

Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis

dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si, Apt.,

dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah

memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga

selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak Drs. Syahrial Yoenoes, S.U., Apt.,

selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis

selama perkuliahan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas

yang telah mendidik penulis selama perkuliahan. Prof. Dr. Rosidah., M.Si.,

Apt., Ibu Dra. Suwarti Aris., M.Si., Apt., dan Bapak Drs.Rasmadin Mukhtar,

M.S., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan

arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan perhargaan

(5)

tiada hentinya berdoa dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan

penulis, untuk adik-adikku Otania Hosianna dan Anggi Mareta serta

teman-teman yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang

farmasi.

Medan, April 2014

Penulis,

Arnes Anestesia S

(6)
(7)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

ABSTRAK

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam penghambatan karsinogenesis mamae mencit betina yang diinduksi

dengan benzo(α)piren serta untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun

bangun-bangun yang memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.

Uji antikarsinogenesis ekstrak etanol daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) dilakukan terhadap mencit betina yang diinduksi

benzo(α)piren. Mencit betina dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok

normal, benzo(α)piren dan 3 kelompok uji. Semua kelompok kecuali kelompok normal, diinduksi dengan benzo(α)piren (15 mg/kg bb) selama 14 hari. Pada hari ke-15 sampai hari ke-28 kelompok normal diberi suspensi CMC 1% dan kelompok uji diberi ekstrak etanol daun bangun-bangun dosis 250, 500 dan 750 mg/kg bb per hari. Parameter yang diamati selama penelitian adalah berat badan, jumlah nodul dan insidensi kematian. Kemudian mencit dibedah dan diambil tumor payudara yang terbentuk. Gambaran jaringan tumor diamati dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin-eosin.

Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan yang paling signifikan terjadi pada kelompok benzo(α)piren diikuti oleh kelompok ekstrak 250, 500 dan 750 mg/kg bb. Rata-rata jumlah nodul yang paling banyak yaitu

pada kelompok benzo(α)piren (2,00 ± 1,225), diikuti kelompok 250 dan 750 mg/kg bb dengan rata-rata jumlah nodul yang sama (0,40 ± 0,548) dan pada kelompok ekstrak 500 mg/kg bb (0,40 ± 0,447). Persen insidensi kematian mencit secara berurut adalah kelompok ekstrak 750 mg/kg bb (40%), kelompok benzo(α)piren (33,33%), kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb dengan persen insidensi kematian yang sama (25%) dan kelompok normal (0%). Gambaran jaringan tumor payudara mencit betina terlihat bahwa pada

kelompok benzo(α)piren telah terjadi fibrioadenoma, sedangkan pada

kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb terbentuk kista dan pada kelompok ekstrak 750 mg/kg bb terjadi adenokarsinoma.

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki kemampuan untuk menghambat karsinogenesis mamae mencit betina yang

diinduksi benzo(α)piren dan dosis 500 mg/kg bb memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.

(8)

EFFECT OF ETHANOLIC LEAVES EXTRACT OF

BANGUN-BANGUN (

Plectranthus amboinicus

(Lour.)

Spreng) AGAINST MAMMARY CARCINOGENESIS

OF FEMALE MICE INDUCED BY

BENZO(α)PIREN

ABSTRACT

Breast cancer is one of the causes of cancer death worldwide after lung cancer, stomach, liver and colon. One of medicinal plants traditionally used to treat cancer is bangun-bangun leaves (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng). The purpose of this study was to determine the ability of ethanolic leaves extract of bangun-bangun in the inhibition of mammary carcinogenesis

induced by benzo(α)piren in female mice and to investigate the dose of

ethanolic leaves extract of bangun-bangun that gives the best effect in the inhibition of carcinogenesis.

Anticarcinogenesis test of ethanolic leaves extract of bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) conducted on female mice that

induced by benzo(α)piren. Female mice were divided into 5 groups: the normal

group, benzo(α)piren and 3 test groups. Except for the normal group, all groups induced by benzo(α)piren (15 mg/kg bw) for 14 days. On the 15th to the 28th

day, the normal group were given 1% CMC suspension and the test groups were given ethanolic leaves extract of bangun-bangun dose of 250, 500 and 750 mg/kg bw per day. Parameters were observed during the study were body weight, number of nodules and the incidence of death. Then the mice were dissected and taken breast tumors are formed. Picture of tumor tissue was observed using hematoxiline-eosine staining.

The results showed that weight loss the most significant is in the group of benzo(α)piren followed by the extract group 250, 500 and 750 mg/kg

bw. The average number of nodules that has the most nodules is benzo(α) piren

group (2.00 ± 1.225), followed by extract groups of 250 and 750 mg/kg ( 0.40 ± 0.548) and in the group of 500 mg extract/kg body weight (0.40 ± 0.447). Percent incidence of mice death sequentially were extract 750 mg/kg (40%),

groups of benzo(α)piren (33.33%), extract groups of 250 and 500 mg/kg bw

(25%) and normal group (0%). The image of breast tumor tissue of female

mice shows that the group of benzo(α)piren fibrioadenoma has occurred, while

in the extract of 250 and 500 mg/kg in the form of cysts and the group of extract 750 mg/kg bw occurred adenocarcinoma.

It can be concluded that the ethanolic leaves extract of bangun-bangun has the ability to inhibit mammary carcinogenesis in female mice induced by

benzo(α)piren and a dose of 500 mg/kg bw gave the best effect in the inhibition

of carcinogenesis.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 ... L atar Belakang ... 1

1.2 ... P erumusan Masalah ... 4

1.3 ... H ipotesis ... 4

(10)

1.5 ... M

anfaat penelitian ... 5

1.6 ... K erangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 ... U raian Tumbuhan ... 7

2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 7

2.1.2 Nama daerah ... 7

2.1.3 Morfologi tumbuhan ... 8

2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan ... 8

2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 9

2.2 ... K anker ... 9

2.2.1 ... K arsinogenesis ... 12

2.2.2 ... Siklus sel ... 15

2.2.3 ... B enzo(α)piren ... 17

2.2.4 ... K anker payudara ... 19

2.2.5 ... F itoestrogen ... 22

(11)

BAB II METODE PENELITIAN ... 27

3.1 ... A

lat dan Bahan ... 27

3.1.1 ... A

lat ... 27

3.1.2 ... B

ahan ... 27

3.2 Hewan Percobaan ... 28

3.3 ... P

embuatan Pereaksi ... 28

3.3.1 ... P

ereaksi Bouchardat ... 28

3.3.2 ...

Pereaksi Dragendorff ... 29

3.3.3 ... P

ereaksi Mayer ... 29

3.3.4 ... P

ereaksi besi (III) klorida 1% b/v ... 29

3.3.5 ... P

ereaksi Molisch ... 29

3.3.6 ... P

ereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 29

3.3.7 ... P

ereaksi klorakhidrat ... 29

3.3.8 ... P

(12)

3.3.9 ... P

ereaksi asam klorida 2 N ... 30

3.3.10 ... P ereaksi natrium hidroksida 2 N ... 30

3.3.11 ... P ereaksi Liebermann-Burchard ... 30

3.4 ... P engumpulan dan Pengolahan Tumbuhan ... 30

3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 30

3.4.2 Identifikasi tumbuhan ... 30

3.4.3 Pembuatan simplisia ... 31

3.5 ... P emeriksaan Karakteristik Simplisia ... 31

3.5.1 ... P emeriksaan makroskopik ... 31

3.5.2 ... P emeriksaan miksroskopik ... 31

3.5.3 ... P enetapan kadar air ... 31

3.5.4 ... P enetapan kadar sari larut dalam air ... 32

3.5.5 ... P enetapan kadar sari larut dalam etanol ... 33

(13)

3.5.7 ... P

enetapan kadar abu tidak larut asam ... 33

3.6 ... S

krining Fitokimia Simplisia ... 33

3.6.1 ... P

emeriksaan alkaloid ... 34

3.6.2 ... P

emeriksaan flavanoid ... 34

3.6.3 ... P

emeriksaan glikosida ... 34

3.6.4 ... P

emeriksaan steroid/triterpenoid ... 35

3.6.5 ... P

emeriksaan saponin ... 35

3.6.6 ... P

emeriksaan tanin ... 35

3.7 ... P

embuatan Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun ... 36

3.8 ... K

arakterisasi Ekstrak Etanol Daun Bangun-bangun ... 36

3.9 ... P emeriksaan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun ... 36

3.10 ... U

ji Efek Karsinogenesis ... 37

3.10.1 ... P

(14)

3.10.2 ... P

enyiapan sediaan uji ... 37

3.10.2.1 ... P

enyiapan CMC 1% ... 37

3.10.2.2 ... P enyiapan larutan benzo(α)piren 15 mg/kg BB 38

3.10.2.3 ... P enyiapan suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun (SEDBB) ... 38

3.10.2.4 ... P enyiapan larutan formalin 10% ... 38

3.10.2.5 ... U

ji antikarsinogenesis ... 39

3.10.2.6 ... P

engambilan jaringan ... 40

3.10.2.7 ... P emeriksaan gambaran jaringan kelenjar payudara dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin ... 41

3.11 Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 ... H

asil Identifikasi Tumbuhan ... 45

4.2 ... H

asil Karakterisasi Tumbuhan dan Serbuk Simplisia ... 45

4.3 ... H

asil Skrining Fitokimia Simplisia Daun Bangun-Bangun ... 47

(15)

4.5 Hasil Ekstraksi ... 50

4.6 Hasil Uji Antikarsinogenesis Ekstrak Etanol Daun

Bangun-Bangun ... 50

4.6.1 ... T umor multiplicity ... 50

4.6.2 ... P

ersen insidensi ... 54

4.6.3 ... P

erubahan berat badan mencit ... 55

4.6.4 ... G ambaran jaringan payudara mencit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 ... K

esimpulan ... 60

5.2 ... S

aran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun bangun-bangun ... 46

4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia daun bangun-bangun ... 47

4.3 Hasil karakterisasi ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 49

4.4 Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 50

4.5 Jumlah nodul sebelum dan sesudah pemberian ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 52

4.6 Hasil uji one way ANOVA jumlah nodul sesudah pemberian ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 53

4.7 Hasil persen insidensi kematian mencit pada uji karsinogenesis ... 54

(17)
[image:17.595.118.500.174.549.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 ... Diagram

kerangka pikir penelitian ... 6

2.1 ... Struktur

benzo(α)piren ... 17

2.2 ... Struktur

benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida ... 18

4.1 ... Nodul

pada daerah sekitar payudara sesudah perlakuan ... 51

4.2 ... Grafik

perubahan berat badan rata-rata mencit ... 56

4.3 ... Gambara n jaringan payudara mencit dengan pewarnaan

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. ...G ambar identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) ... 66

2. ...G ambar tumbuhan daun bangun-bangun ... 67

3. ...G ambar simplisia dan serbuk simplisia daun bangun-bangun

(Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) ... 68

4. ...G ambaran mikroskopik simplisia daun bangun-bangun ... 69

5. ...B agan skrining fitokimia ... 70

6. ...B agan kerja pembuatan ekstrak ... 71

7. ...B agan kerja uji antikarsinogenesis ... 72

8. ...B agan kerja penyiapan suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun (SEDBB) ... 73

9. ...B

agan kerja penyiapan larutan benzo(α)piren 0,3 mg/20g bb ... 75

(19)

11. ...P erhitungan hasil penetapan kadar air ... 77

12. ...P erhitungan hasil penetapan kadar sari larut dalam air ... 78

13. ...P erhitungan hasil penetapan kadar sari larut dalam etanol ... 80

14. ...P erhitungan hasil penetapan kadar abu total ... 81

15. ...P erhitungan hasil penetapan kadar abu tidak larut dalam asam . 82

16. ...C ontoh perhitungan dosis suspensi ekstrak etanol daun bangun-bangun ... 83

17. ...T abel berat badan mencit selama penginduksian benzo(α)piren 84

18. ...T abel berat badan mencit selama pemberian ekstrak ... 85

19. ...H asil analisa mean jumlah nodul dengan SPS 17 ... 86

20. ...H asil analisa pair sample t-test jumlah nodul dengan SPSS 17 .. 87

21. ...H asil uji one way ANOVA jumlah nodul dengan SPSS 17 ... 88

(20)

PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BANGUN-BANGUN

(

Plectranthus amboinicus

(Lour.) Spreng) TERHADAP

PENGHAMBATAN KARSINOGENESIS MAMMAE

MENCIT BETINA YANG DIINDUKSI

BENZO(α)PIREN

ABSTRAK

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun bangun-bangun dalam penghambatan karsinogenesis mamae mencit betina yang diinduksi

dengan benzo(α)piren serta untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun

bangun-bangun yang memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.

Uji antikarsinogenesis ekstrak etanol daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) dilakukan terhadap mencit betina yang diinduksi

benzo(α)piren. Mencit betina dibagi menjadi 5 kelompok yaitu: kelompok

normal, benzo(α)piren dan 3 kelompok uji. Semua kelompok kecuali kelompok normal, diinduksi dengan benzo(α)piren (15 mg/kg bb) selama 14 hari. Pada hari ke-15 sampai hari ke-28 kelompok normal diberi suspensi CMC 1% dan kelompok uji diberi ekstrak etanol daun bangun-bangun dosis 250, 500 dan 750 mg/kg bb per hari. Parameter yang diamati selama penelitian adalah berat badan, jumlah nodul dan insidensi kematian. Kemudian mencit dibedah dan diambil tumor payudara yang terbentuk. Gambaran jaringan tumor diamati dengan menggunakan pewarnaan hematoxilin-eosin.

Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan yang paling signifikan terjadi pada kelompok benzo(α)piren diikuti oleh kelompok ekstrak 250, 500 dan 750 mg/kg bb. Rata-rata jumlah nodul yang paling banyak yaitu

pada kelompok benzo(α)piren (2,00 ± 1,225), diikuti kelompok 250 dan 750 mg/kg bb dengan rata-rata jumlah nodul yang sama (0,40 ± 0,548) dan pada kelompok ekstrak 500 mg/kg bb (0,40 ± 0,447). Persen insidensi kematian mencit secara berurut adalah kelompok ekstrak 750 mg/kg bb (40%), kelompok benzo(α)piren (33,33%), kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb dengan persen insidensi kematian yang sama (25%) dan kelompok normal (0%). Gambaran jaringan tumor payudara mencit betina terlihat bahwa pada

kelompok benzo(α)piren telah terjadi fibrioadenoma, sedangkan pada

kelompok ekstrak 250 dan 500 mg/kg bb terbentuk kista dan pada kelompok ekstrak 750 mg/kg bb terjadi adenokarsinoma.

Dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki kemampuan untuk menghambat karsinogenesis mamae mencit betina yang

diinduksi benzo(α)piren dan dosis 500 mg/kg bb memberikan efek terbaik dalam penghambatan karsinogenesis.

(21)

EFFECT OF ETHANOLIC LEAVES EXTRACT OF

BANGUN-BANGUN (

Plectranthus amboinicus

(Lour.)

Spreng) AGAINST MAMMARY CARCINOGENESIS

OF FEMALE MICE INDUCED BY

BENZO(α)PIREN

ABSTRACT

Breast cancer is one of the causes of cancer death worldwide after lung cancer, stomach, liver and colon. One of medicinal plants traditionally used to treat cancer is bangun-bangun leaves (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng). The purpose of this study was to determine the ability of ethanolic leaves extract of bangun-bangun in the inhibition of mammary carcinogenesis

induced by benzo(α)piren in female mice and to investigate the dose of

ethanolic leaves extract of bangun-bangun that gives the best effect in the inhibition of carcinogenesis.

Anticarcinogenesis test of ethanolic leaves extract of bangun-bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng) conducted on female mice that

induced by benzo(α)piren. Female mice were divided into 5 groups: the normal

group, benzo(α)piren and 3 test groups. Except for the normal group, all groups induced by benzo(α)piren (15 mg/kg bw) for 14 days. On the 15th to the 28th

day, the normal group were given 1% CMC suspension and the test groups were given ethanolic leaves extract of bangun-bangun dose of 250, 500 and 750 mg/kg bw per day. Parameters were observed during the study were body weight, number of nodules and the incidence of death. Then the mice were dissected and taken breast tumors are formed. Picture of tumor tissue was observed using hematoxiline-eosine staining.

The results showed that weight loss the most significant is in the group of benzo(α)piren followed by the extract group 250, 500 and 750 mg/kg

bw. The average number of nodules that has the most nodules is benzo(α) piren

group (2.00 ± 1.225), followed by extract groups of 250 and 750 mg/kg ( 0.40 ± 0.548) and in the group of 500 mg extract/kg body weight (0.40 ± 0.447). Percent incidence of mice death sequentially were extract 750 mg/kg (40%),

groups of benzo(α)piren (33.33%), extract groups of 250 and 500 mg/kg bw

(25%) and normal group (0%). The image of breast tumor tissue of female

mice shows that the group of benzo(α)piren fibrioadenoma has occurred, while

in the extract of 250 and 500 mg/kg in the form of cysts and the group of extract 750 mg/kg bw occurred adenocarcinoma.

It can be concluded that the ethanolic leaves extract of bangun-bangun has the ability to inhibit mammary carcinogenesis in female mice induced by

benzo(α)piren and a dose of 500 mg/kg bw gave the best effect in the inhibition

of carcinogenesis.

(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker penyebab kematian

di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

di Amerika pada tahun 2010 sebesar 209.060 kasus baru (Jemal, et al., 2010).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi

terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya multidrug

resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan faktor

penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Penanganan kanker dengan agen

kemoterapi masih menjadi pilihan dalam pengobatan kanker. Namun karena

adanya mekanisme multidrug resistance (MDR) ini menyebabkan

berkurangnya efikasi obat kemoterapi (Conze, et al., 2001).

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan

untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Tumbuh-tumbuhan di Indonesia

terbukti mampu mencegah maupun mengobati kanker. Meski perlu penelitian

dan pengembangan lebih lanjut tetapi sudah banyak yang berhasil sembuh

menggunakan obat tradisional ini sehingga pengobatan tradisional pun menjadi

(23)

Obat tradisional telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di

dunia. Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di

dunia adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi

penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk

penyakit tertentu di antaranya kanker. WHO merekomendasi penggunaan obat

tradisional dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan

pengobatan penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (Kumalasari,

2006).

Daun bangun–bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng),

sebutan yang sering dipakai orang di tanah Batak, merupakan salah satu

tanaman di Indonesia yang secara empiris digunakan masyarakat sebagai menu

sayuran sehari-hari terutama bagi ibu-ibu yang baru melahirkan karena

tanaman ini mampu meningkatkan produksi air susu ibu.

Skrining fitokimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada

ekstrak air daun bangun-bangun mengandung senyawa flavonoid, glikosida

flavonol, polifenol, dan minyak atsiri. Daun ini juga mengandung vitamin C

(asam askorbat), karbohidrat, riboflavin, asam oleanolat, beta karoten, niasin,

karvakrol, kalsium, asam-asam lemak, protein, asam oksalat, zat besi dan serat

Terdapat juga apigenin, cirsimaritin, eriodictyol, genkawanin, luteolin,

kuersetin, salvigenin, taxifolin, asam oksaloasetat, crategolic, asam ursulat,

sitosterol (Bhattacharjee, 2010; Rout, et al., 2012).

Pada penelitian terdahulu telah ditemukan bahwa ekstrak etanol daun

(24)

merah, sel darah putih dan volume plasma darah mencit yang diinokulasi

dengan tumor cell line pada dosis 250 mg/kg bb (Somasekhar, et al., 2011).

Ekstrak etanol daun bangun-bangun juga memiliki efek sebagai

antioksidan, antiklastogenik dan radioprotektor terhadap sel fibroblas Chinese

hamster yang dipapar dengan radiasi sinar gamma. Ekstrak etanol daun

bangun-bangun dosis 100 µg/ml memiliki efek maksimal dalam melawan

radikal bebas seperti DPPH dan ABTS. Pada pengujian antiklastogenik dan

radioproteksi, efek maksimum ekstrak etanol daun bangun-bangun yang

diperoleh yaitu pada dosis 5 µg/ml sudah mampu menurunkan paparan radiasi

sehingga dapat mencegah proses mutasi gen yang akan memicu terjadinya

kanker (Satish, et al., 2006).

Kandungan berbagai macam zat di dalam daun bangun-bangun yang

termasuk fitoestrogen seperti apigenin, cirsimaritin, genkawanin, luteolin,

quercetin, salvigenin, dan taxifolin memiliki kemampuan untuk menempati dan

mengaktifkan reseptor estrogen dalam tubuh manusia, namun memiliki efek

yang lebih kecil jika dibandingkan dengan senyawa estrogen sendiri. Pada

kasus estrogen-dominan, pemberian fitoestrogen boleh jadi merupakan

alternatif yang baik, karena fitoestrogen ini dapat bersaing dengan estrogen

endogen di dalam tubuh dalam menduduki reseptor estrogen. Hal ini dapat

membantu mengurangi efek estrogenik keseluruhan dalam tubuh, karena efek

dari fitoestrogen cenderung lebih ringan daripada estrogen endogen dan dapat

membantu menghambat karsinogenesis yang terjadi dalam tubuh (Ososki dan

(25)

Benzo(α)piren adalah hidrokarbon aromatik polisiklik lima cincin yang

memiliki sifat mutagenik dan sangat karsinogenik. Benzo(α)piren merupakan

produk proses pembakaran yang tidak sempurna pada suhu 300-600°C.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa benzo(α)piren menjadi penyebab

terjadinya toksisitas saraf akut melalui proses stres oksidatif dan terjadinya

diferensiasi pembelahan sel saraf dan secara molekuler komponen asap

tembakau yaitu benzo(α)piren menjadi penyebab munculnya kanker paru-paru

melalui kerusakan genetik (DNA) sel paru-paru (Saunders, et al., 2006; Slotkin

dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

Efek penghambatan ekstrak etanol daun bangun-bangun terhadap

karsinogenesis yang disebabkan oleh paparan karsinogen belum pernah

dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan pengujian efek

anti karsinogenik ekstrak etanol daun bangun-bangun terhadap karsinogenesis

mammae mencit betina yang diinduksi benzo(α)piren untuk mengetahui

potensi ekstrak sebagai obat alternatif untuk mengatasi kanker payudara yang

diinduksi dengan benzo(α)piren.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah penelitian ini

adalah:

a. apakah ekstrak

etanol daun bangun-bangun memiliki kemampuan untuk menghambat

karsinogenesis mammae mencit betina yang diinduksi dengan

(26)

b. pada dosis berapa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki efek

paling baik dalam penghambatan karsinogenesis.

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB) memiliki kemampuan untuk

menghambat karsinogenesis mammae mencit betina yang diinduksi

dengan benzo(α)piren.

b. ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB) memiliki efek paling baik

untuk menghambat karsinogenesis pada dosis 500 mg/kg bb.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui kemampuan ekstrak etanol daun bangun-bangun

(EEDBB) dalam menghambat karsinogenesis mammae mencit betina yang

diinduksi dengan benzo(α)piren berdasarkan persen insidensi, perubahan

berat badan, jumlah nodul dan gambaran histopatologi tumor payudara

mencit.

b. untuk mengetahui dosis ekstrak etanol daun bangun-bangun (EEDBB)

yang memiliki efek paling baik dalam menghambat karsinogenesis

mammae mencit betina.

(27)

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi penggunaan

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya

memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman

ini banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan, memiliki bunga

yang bentuknya tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga

Coleus aromaticus (Anonim, 2010; Kaliappan, et al., 2008).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Menurut Pandey (2003), sistematika tanaman bangun-bangun adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Lamiaceae

Genus : Plectranthus

Spesies : Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng

2.1.2 Nama daerah

Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama

yang berbeda-beda. Masyarakat Sumatera menyebutnya bangun-bangun atau

(29)

kambing, majha nereng. Di Jawa Tengah disebut daun cumin. Orang Sunda

menyebutnya daun ajeran, di Nusatenggara disebut iwak, kumu etu, bumbu jo

(Depkes, 1989; Anonim, 2010; Jaitun, 2010). Daun ini juga dikenal di Negara

lain misalnya Inggris dengan sebutan country borage, indian mint, mexican

mint, di Vietnam disebut tan day la, sedangkan di Cina disebut zuo shou xiang,

yin du bo he, dao shou xiang. Dan di Jepang disebut kuuban oregano (Jaitun,

2010).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Daun bangun-bangun memiliki ciri-ciri bertulang lunak,

beruas-ruas, melingkar dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan ujungnya

sekitar 10 mm ± 5 mm, dapat berkembangbiak dengan mudah (Anonim, 2010).

Daun tunggal, berwarna hijau, helaian daun berbentuk bundar telur,

kadang-kadang agak membundar, panjang helaian daun 3,5 cm sampai 6 cm, lebar 2,5

cm, pinggir daun beringgit atau agak berombak, tangkai daun panjang 1,5 cm

sampai 3 cm, tulang daun menyirip. Pada keadaan segar helaian daun tebal,

sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol

sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas

berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, permukaan bawah berambut halus berwarna

putih. Pada keadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan

atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih

muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol, pada kedua

permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Depkes, 1989).

(30)

Kandungan kimia daun bangun-bangun adalah glikosida, karbohidrat,

asam amino, protein, flavonoid, tanin, senyawa fenol, dan terpenoid, minyak

atsiri (karvakrol, eugenol, limonen, mirsen, pinen, selenen, terpinen, timol, dan

verbenon), vitamin C, vitamin B12, beta karotin, niasin, karvakrol, kalsium,

asam-asam lemak, asam oksalat, dan serat. Terdapat juga apigenin,

cirsimaritin, eriodictyol, genkawanin, luteolin, kuersetin, salvigenin, taxifolin,

asam oksaloasetat, crategolic, asam ursulat, sitosterol (Santosa dan Hertiani,

2005; Rout, et al., 2012).

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Daun bangun-bangun berkhasiat sebagai antioksidan, anti tumor, anti

mutagenik, mengobati bronkitis, asma, diare, epilepsi, demam, batuk, sakit

kepala, gangguan pencernaan, dispepsia, konvulsi, batu ginjal, disentri, kolera,

antioksidan, antitumor, antimikroba, antimutagenik, antijamur (Rout, et al.,

2010), sakit gigi, gangguan pendengaran, gangguan saluran cerna (Chandrappa,

et al., 2010), malaria, obat cacing, hepatoprotektif (Kaliappan, et al., 2008),

obat luka, sariawan, mencegah kanker, antivertigo, diuretik, antiinfertilitas,

immunostimulan, hipokolesterolemik, antiradang, meningkatkan total volume

ASI (Santosa dan Hertiani, 2005).

2.2 Kanker

Kanker adalah istilah tidak umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

yaitu suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme

normal, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak

(31)

jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan

merupakan penyakit menular (Diananda, 2009).

Ciri sel kanker yang membedakan dengan sel normal, antara lain

sebagai berikut:

a. Sel kanker mampu mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya sendiri.

Sinyal pertumbuhan eksternal (mitogenic growth factor) dibutuhkan

oleh sel normal untuk berproliferasi. Pada kondisi normal terdapat regulasi

terhadap rangsangan sinyal pertumbuhan sehingga proses perkembangan sel

dapat dikontrol. Namun sel kanker dapat memproduksi growth factor sendiri

sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk

melakukan proliferasi. Mutasi yang terjadi pada sel kanker memungkinkan sel

tersebut untuk memperpendek growth factor pathway. Dengan demikian, sel

kanker dapat tumbuh menjadi tidak terkendali (Pecorino, 2005; Kumar, et al.,

2005; Adina, 2009).

b. Sel kanker tidak sensitif terhadap sinyal antiproliferatif

Sinyal antiproliferatif merupakan sinyal antipertumbuhan yang

dibutuhkan oleh sel untuk mengontrol dan menjaga keteraturan sel serta

homeostasis jaringan. Pada kondisi normal, regulasi sinyal pertumbuhan ini

menjadi faktor penentu bagi sel untuk berproliferasi atau istirahat. Sinyal ini

akan mengatur perkembangan sel dengan memblok proliferasi melalui dua

mekanisme, yaitu (1) sel dipaksa keluar dari fase proliferasi yang aktif menuju

fase istirahat atau (2) sel diinduksi untuk melepaskan potensi proliferasi secara

permanen dengan diinduksi untuk memasuki fase post mitotic. Sel kanker

(32)

berhubungan dengan daur sel. Hal ini disebabkan oleh adanya mutasi pada

beberapa gen (protoonkogen) (Pecorino, 2005; Kumar, et al., 2005; Adina,

2009).

c. Sel kanker mampu menghindar dari mekanisme apoptosis

Apoptosis merupakan mekanisme fisiologis pengurangan sel untuk

perbaikan jaringan dan pelepasan sel yang rusak yang dapat membahayakan

tubuh (Ruddon, 2007). Resistensi kanker terhadap mekanisme apoptosis dapat

terjadi dengan melibatkan protein regulator apoptosis antara lain: p53 dan

Bcl-2. Protein ini memiliki kemampuan untuk mencegah replikasi DNA yang rusak

dan mendorong penghancuran sel yang mengandung DNA abnormal. Mutasi

gen pada protein regulator ini menyebabkan sel kehilangan kontrol proliferasi

(Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

d. Kemampuan angiogenesis yang dimiliki oleh sel kanker

Sel kanker memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan darah

baru yang dinamakan angiogenesis. Kemampuan tersebut diinisiasi oleh sinyal

Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblas Growth Factor

(FGF). Terdapat beberapa regulator proses angiogenesis antara lain:

angiopoietin-1, angiotropin, angogenin, epidermal growth factor, granulocyte

colony-stimulating factor, interleukin (IL-1), IL-6, IL-8, TNF-α, kolagen dan

cathepsin. Faktor-faktor angiogenesis dapat mengaktifkan angiogenic switch,

sehingga pertumbuhan pembuluh darah baru menjadi tidak terkendali (Kumar,

et al., 2005; Adina, 2009).

(33)

Selama perkembangannya, kebanyakan kanker pada manusia akan

membentuk massa tumor primer yang mampu membebaskan diri dari jaringan

awalnya, memasuki aliran darah atau pembuluh limfa, dan membentuk tumor

sekunder (metastasis) di bagian tubuh yang lain. Hal ini dapat terjadi akibat

mutasi yang memungkinkan peningkatan aktivitas enzim-enzim yang terlibat

dalam invasi sel kanker dan berkurangnya adhesi antar sel oleh molekul addisi

sel (Pecorino, 2005; Adina, 2009).

f. Sel kanker memiliki potensi tak terbatas untuk melakukan replikasi.

Adanya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sinyal pertumbuhan

dan kemampuan untuk menghindar dari mekanisme apoptosis, sel kanker

memiliki kemampuan tak terbatas untuk bereplikasi. Kemampuan replikasi tak

terbatas ini berkaitan dengan enzim telomerase yang menjaga integritas

telomer pada kromosom, sehingga sel tetap memiliki kemampuan untuk

membelah diri. Pada kondisi normal, telomer akan mengalami degradasi

(pemotongan) pada saat sel mengalami replikasi. Ketidakmampuan sel untuk

meregulasi degradasi telomer inilah yang menyebabkan sel kanker memiliki

kemampuan tidak terbatas untuk bereplikasi (Kumar, et al., 2005; Adina,

2009).

2.2.1 Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan suatu proses terjadinya kanker melalui

mekanisme multitahap dengan adanya perubahan neoplastik pada jaringan

normal yang disebabkan oleh akumulasi multimutasi genetik dan menyebabkan

transformasi progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas) (Tsao, et al.,

(34)

mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik, dan

pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan

untuk menginvasi jaringan di sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk

perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa

gen seperti; tumor suppresor genes (pRb, p53, PTEN, E-cadherin) dan

proto-oncogenes (ras, c-myc, Bcl-2). Karsinogenesis dapat dibagi menjadi 4 tahap

utama, yaitu tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al.,

2004; Adina, 2009).

Secara singkat, pembentukan dan pertumbuhan sel kanker dapat

dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut ini:

a. Fase inisiasi, yaitu ketika sel normal mulai mengalami mutasi oleh

karsinogen.

b. Fase induksi, yaitu ketika sel normal yang sedang bermutasi mulai

berubah menjadi sel kanker. Fase inisiasi dan induksi tidak bisa diketahui dan

sangat sulit untuk dideteksi. Fase-fase ini berlangsung hingga puluhan tahun.

c. Fase in situ, yaitu ketika pertumbuhan kanker terbatas pada jaringan

tempat asalnya tumbuh. Fase ini lamanya sangat bervariasi. Mungkin saja

penderita penyakit kanker berada dalam fase ini selamanya, tetapi umumnya

berlangsung sampai 5 tahun.

d. Fase invasif, yaitu sel kanker telah menembus membran basal dan

masuk ke jaringan atau organ sekitar yang berdekatan. Fase ini lebih cepat dari

fase lain dan berlangsung kurang dari 5 tahun.

e. Fase metastasis, yaitu penyebaran kanker ke kelenjar getah bening

(35)

hati). Penyebaran ini dapat melalui aliran darah, aliran getah bening, atau

langsung dari tumor (Diandana, 2009; Harianto, 2009).

Pada tahap promosi, sel-sel akan memperoleh beberapa keuntungan

selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah

menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan perubahan struktural dari

genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan ekspresi gen yang

terinisiasi (Tsao, et al., 2004).

Adanya mutasi pada satu sel tunggal normal sebagai akibat terpapar oleh

karsinogen (tahap inisiasi), akan menyebabkan perkembangan sel menjadi

hiperplasi (tahap promosi), diplasi (tahap progresi) dan pada akhirnya memiliki

kemampuan invasi ke jaringan sekitarnya (metastasis) (Tsao, et al., 2004;

Adina, 2009).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun

terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut

dan munculnya keistimewaan-keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas

dam angiogenesis (Kumar, et al., 2005). Pada tahap ini sel-sel tumor dikatakan

sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis

melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino,

2005; Adina, 2009).

Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada

tahap ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan-jaringan lain di dalam tubuh

melalui pembuluh darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan

yang bermetastasis ini masuk melalui basement membran menuju saluran

(36)

sebagai inangnya. Selanjutnya sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya

membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis

yang dimilikinya (Kumar, et al., 2005).

Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel

yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules)

dan E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel.

Molekul-molekul tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi

pada sel kanker, sehingga proses metastasis dapat terus berlangsung. Selain itu,

kemampuan angiogenesis yang telah dimiliki sel kanker mampu menjaga agar

sel tetap hidup selama proses metastasis berlangsung (Kumar, et al., 2005).

2.2.2 Siklus sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang

memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel

baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase

utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase

terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi

pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000; Adina,

2009).

Selain itu terdapat fase yang membatasi kedua fase tersebut yang

dinamakan Gap. G-1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S

dinamakan G-2 (Gap-2). Pada fase G-1, sel melakukan persiapan untuk sintesis

DNA. Fase ini merupakan fase awal cell cycle progression yang diatur oleh

faktor ekstraselular seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda fase ini

(37)

Pada fase G-2, sel melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai untuk proses

pembelahan, sehingga sel siap melakukan pembelahan pada fase M (Ruddon,

2007).

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai

regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin khususnya cyclin D, E, A, dan B

merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin

bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4,

6, dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel.

Pada mammalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2 dan CDC2/CDK1) terjadi

bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A dan B) secara berurutan seiring

dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK

dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang

terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga INK4

(meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppresion protein yaitu p53 dan

pRb juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Adina, 2009).

Aktivasi CDK memerlukan ekspresi cyclin (Cyc). Kompleks

cyclin-CDK dengan protein CKI dan adanya fosforilasi oleh Weel (tyrosin15)/Myt1

(threonin14) dapat menyebabkan inaktivasi CDK. Aktivasi kompleks

Cyc-CDK diawali dengan proteolisis CKI oleh ubiquitin, kemudian fosforilasi Cyc-CDK

oleh CDK-activating kinase (CAK) pada threonin1611 dan penghilangan fosfat

(defosforilasi) oleh Cdc25 fosfatase pada target fosforilasi Weel

(tyrosin15)/Myt1 (CDK bekerja pada awal G-1 untuk mengaktifkan E2F

-dependent transcriptiongene yang diperlukan untuk fase S (di akhir G-1 untuk

(38)

Checkpoint pada G-2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan

mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangictasia mutated (ATM)

kinase. Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi

Cdc2-CycB baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-Cdc2-CycB maupun

mengeluarkan kompleks Cdc2-CycB dari nukleus atau aktivasi p21 (Ruddon,

2007).

Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus sel ke fase mitosis,

sedangkan checkpoint pada fase M terjadi jika benang sprindle tidak terbentuk

atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan tidak menempel

dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting untuk

menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel

untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang

tidak lengkap ataupun kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan

menghasilkan kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker, proses

regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.2.3 Benzo(α)piren

Benzo(α)piren, C20H12, adalah hidrokarbon aromatik polisiklik lima

cincin yang memiliki sifat mutagenik dan sangat karsinogenik. Benzo(α)piren

merupakan produk dari proses pembakaran yang tidak sempurna pada suhu

300-600°C (Desissenko, et al., 1996).

(39)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa benzo(α)piren menjadi

penyebab terjadinya toksisitas saraf akut melalui proses stres oksidatif dan

terjadinya diferensiasi pembelahan sel saraf. Komponen asap tembakau yaitu

benzo(α)piren secara molekuler menjadi penyebab munculnya kanker

paru-paru melalui kerusakan genetik (DNA) sel paru-paru-paru-paru (Saunders, et al., 2006;

Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

Benzo(α)piren merupakan prokarsinogen, yang berarti mekanisme

karsinogenesis dari benzo(α)piren tergantung dari metabolisme

enzimatik benzo(α)piren menjadi senyawa mutagen, yaitu benzo(α)piren diol

eposida. Senyawal ini akan berinteraksi dengan DNA dengan berikatan secara

kovalen pada basa guanin di posisi atom N2. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya mutasi pada struktur ganda helik DNA. Enzim CYP450 1A1, dan

CYP 450 1B1 merupakan dua enzim yang bersifat protektif terhadap toksisitas

dari benzo(α)piren. Toksisitas benzo(α)piren diperoleh akibat dari bioaktivasi

benzo(α)piren menjadi benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida. Senyawa

karsinogenik benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida akan berikatan

dengan DNA, maka DNA sel mengalami mutasi, atau memasuki tahap inisiasi

[image:39.595.230.339.654.723.2]

(Saunders, et al., 2006; Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

(40)

Gen yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan kanker ada tiga

yaitu: gen reparasi DNA, gen penekan tumor (tumor suppressor gen) dan

protoonkogen. Kegagalan gen reparasi DNA dalam memperbaiki kerusakan

DNA dan mutasi pada gen penekan tumor serta onkogen, atau karena mutasi

tercapai, merupakan tahap inisiasi dalam pembentukan sel kanker. Mutasi pada

gen penekan tumor berakibat aktifasi protoonkogen menjadi onkogen yang

menyebabkan hilangnya kontrol terhadap pertumbuhan sel. Onkogen

mengkode protein-protein yang berperan dalam berbagai fungsi fisiologis sel,

diantaranya adalah protein permukaan membran, protein sitoplasma yang

terlibat dalam transduksi sinyal, dan protein inti pengikat DNA yang dapat

mengubah ekspresi genetik dari berbagai gen. Gen penekan tumor mengkode

berbagai protein termasuk protein yang mengatur siklus sel, protein adesi yang

mengurus komunikasi sel dan protein sitoplasma yang mengatur transduksi

sinyal (Pfeifer, et al., 2002).

Benzo(α)piren diol epoksida akan mentransversi G (guanine) ke T

(timidin) sehingga terjadi inaktivasi kemampuan supresor tumor dan akhirnya

mendorong pembelahan sel menjadi kanker (Pfeifer, et al., 2002).

2.2.4 Kanker payudara

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial

payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar. Kanker payudara merupakan

kanker yang paling umum diderita oleh wanita, disamping kanker serviks.

(41)

a. Kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan

ini dapat disebabkan oleh paparan agen kimiawi (karsinogen) dan radiasi yang

berlebihan.

b. Kegagalan immune surveillance dalam pencegahan proses malignan

pada fase awal.

c. Malfungsi DNA repairs seperti: BRCA1, BRCA2, dan p53.

Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak

terkendali dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat

dengan organ tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuhnya yang

letaknya berjauhan. Semua tipe jaringan pada payudara dapat berkembang

menjadi kanker, namun pada umumnya kanker muncul baik dari saluran

(ducts) maupun kelenjar (glands). Perkembangannya memerlukan waktu

berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun sampai tumor tersebut cukup besar

untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan dengan mammograms

yang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini (Elwood, 1993;

Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Faktor resiko kanker payudara dapat dibedakan menjadi faktor yang

dapat diubah (reversible) dan faktor yang tidak dapat diubah (irreversible).

Faktor yang tidak dapat diubah termasuk jenis kelamin, bertambahnya umur,

ada-tidaknya riwayat keluarga menderita kanker, pernah-tidaknya menderita

kanker payudara, pernah-tidaknya mendapat radiasi pada bagian dada, suku

bangsa Kaukasian, orang yang mengalami menstruasi pertama pada usia sangat

muda (sebelum 12 tahun), yang mengalami menopause terlambat (setelah 50

(42)

mengalami mutasi genetik. Dari berbagai macam faktor tersebut, 3%-10%

penyebab kanker payudara diduga berkaitan dengan perubahan baik gen

BRCA1 maupun gen BRCA2 (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Beberapa faktor yang menaikkan resiko menderita kanker payudara

yang dapat diubah, yakni mendapatkan terapi pengganti hormon (penggunaan

estrogen dan progesteron dalam jangka waktu lama untuk mengatasi gejala

menopause), menggunakan pil kontrasepsi (pil KB), tidak menyusui,

mengkonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas per hari, menjadi gemuk

terutama setelah menopause, dan tidak berolahrga (Dolinsky, 2002; Adina,

2009). Perlu diingat bahwa faktor-faktor resiko tersebut hanyalah berdasarkan

pada kemungkinan. Seseorang tetap dapat terkena kanker payudara meskipun

ia tidak mempunyai satupun faktor resiko tersebut. Menghindari faktor resiko

tersebut dan deteksi awal adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian

berkaitan dengan kanker ini (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan

terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya

multidrug resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan

faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau

resistensi obat ini disebabkan oleh adanya breast cancer resistance protein

(BRCP) yang salah satunya adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005).

Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya dapat menurunan efikasi dari

beberapa agen kemoterapi seperti taxol dan doxorubicin. Penekanan aktivitas

Pgp dan ekspresinya mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi

(43)

Selain itu paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat

berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker

payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30%

kasus merupakan kanker yang positif mengekspresikan HER-2 berlebihan

(Gibbs, 2000; Adina, 2009).

2.2.5 Fitoestrogen

Isoflavon, kumestan, lignan dan metabolitnya, flavonoid, dan stilbenoids

semua adalah golongan senyawa yang termasuk fitoestrogen karena mereka

dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen, mengubah ekspresi gen,dan

sebaliknya mempengaruhi hormon. Isoflavon dan kumestan sangat tinggi

dalam kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang polong dan kacang hijau, dan

tanaman medis umum antara lain Trifolium, Medicago, serta Glycyrrhiza.

Flavonoid dengan aktivitas estrogenik berlimpah, termasuk yang paling sering

dipelajari dan dibahas adalah rutin, catechin, apigenin, kaempferol, luteolin,

chrysin dan subtipe dari flavonoid termasuk flavanon, flavon, dan flavonols,

banyak yang dilaporkan memiliki aktivitas estrogenik. Kumestan dilaporkan

memiliki efek estrogenik paling menonjol dari semua fitoestrogen. Yang paling

umum dan paling banyak dipelajari dari golongan kumestan adalah kumestrol,

ditemukan di Trifolium, Pisum, Medicago, serta Glycyrrhiza.(Ososki dan

Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Banyak studi epidemiologis menunjukkan bahwa diet kaya fitoestrogen

(PE), khususnya kedelai dan produk gandum yang tidak dimurnikan,

berhubungan dengan risiko rendah beberapa jenis kanker, terutama kanker

(44)

makanan kedelai dan risiko kanker payudara masih kontroversial. Meskipun

isoflavon, seperti yang ditemukan dalam kedelai, telah terbukti dapat

menghambat kanker payudara dalam penelitian laboratorium, korelasi antara

konsumsi makanan yang mengandung isoflavon-dan risiko kanker payudara

tidak konsisten dalam beberapa penelitian. Beberapa studi telah menunjukkan

bahwa negara-negara dengan konsumsi PE tertinggi memiliki tingkat terendah

kanker payudara kanker, namun studi epidemiologi lain menunjukkan

kurangnya hubungan kausatif (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al.,

2005).

Hubungan antara asupan tinggi kedelai dan risiko penurunan pola

parenkim mammographic yang berkorelasi dengan risiko kanker payudara

yang tinggi telah ditunjukkan. Selain itu, setelah mengkonsumsi 2 tahun dari

makanan kedelai, yang setara 50 mg isoflavon, oleh perempuan premenopause,

rata-rata kepadatan persentase parenkim mammographic mengalami penurunan

sebesar 2,8 dan 4,1% pada intervensi dan kontrol. Dalam studi lain hubungan

antara konsumsi isoflavon tapi bukan dari makanan kedelai, pada perempuan di

Jepang, adalah berbanding terbalik terkait dengan risiko kanker payudara

(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Sebagian besar penelitian tentang fitoestrogen melibatkan kemampuan

mereka untuk menghambat perkembangan kanker hormonal, kegiatan yang

dikenal sebagai chemoprevention. Ratusan penelitian telah menunjukkan

fitoestrogen mampu mengurangi efek proliferatif steroid alami manusia dan

sintetis zat pada jaringan yang sensitif terhadap hormon. Flavonoid telah

(45)

chemoprevention yang dimilikinya mencakup mekanisme hormonal.Penelitian

telah menunjukkan bahwa tidak hanya isoflavon bertindak sebagai SERM

alami, tetapi mereka juga menginduksi terjadinya apoptosis, mempengaruhi

ekspresi gen, dan mempengaruhi berbagai sistem enzim dalam cara yang

positif. Semua mekanisme membantu mengurangi stimulasi estrogen yang

berlebihan pada jaringan sensitif terhadap hormon ini. Sistem enzim steroid

tertentu yang dapat dipengaruhi oleh fitoestrogen termasuk aromatase,

dehidrogenase, sulfotransferase, dan enzim reduktase. Sulfotransferase terlibat

dengan produksi estradiol dan fitoestrogen diketahui mampu mengurangi

sulfotransferase bila berlebihan sehingga mengurangi kelebihan hormon yang

terjadi (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Depkes, 2000)

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu :

Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes, 2000).

(46)

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak) (Depkes, 2000).

Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna (Depkes, 2000).

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50 (Depkes, 2000).

d. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 90 selama 15 menit (Depkes, 1979).

(47)

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dan temperatur sampai titik

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode eksperimental untuk mengetahui efek

ataupun pengaruh ekstrak terhadap perkembangan terjadinya tumor terhadap

hewan uji. Penelitian ini meliputi tahapan penelitian yaitu penyiapan

tumbuhan, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia serbuk simplisia,

pembuatan ekstrak, karakterisasi ekstrak, pemeriksaan skrining fitokimia

ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian efek antikarsinogenesis.

Selanjutnya data dianalisis dengan pair sample t-test, one way ANOVA

(Analysis of Variance) dilanjutkan dengan uji Post-Hoc Tukey.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas,

alumunium foil, blender (Miyako), cassete, eksikator, krus porselin, mikrotom,

oven (Memmert), penangas air, rotary evaporator (Haake D1), seperangkat

alat penetapan kadar air, tanur, bejana maserasi, batang pengaduk, lampu 14

watt (Philips), timbangan digital, kaca arloji, kertas saring, kertas label, spuit

injeksi 1 ml dan 3 ml, kanul oral, sendok spatel, seperangkat alat bedah.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun

(49)

berkualitas pro analisis, yaitu: α-naftol, amonium hidroksida, asam asetat

anhidrida, asam asetat pekat, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam

sulfat pekat, benzen, besi (III) klorida, bismut (III) nitrat, etanol, etilasetat, n

-heksan, akuades, benzo(α)piren (Sigma-Aldrich), isopropanol, kalium iodida,

kloroform, metanol, natrium hidroksida, amil alkohol, natrium sulfat anhidrat,

petroleum eter, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal

(II) asetat, formalin 37%, karboksi metil selulosa (CMC), lithium karbonat,

natrium klorida (NaCl), natrium dihidrogen fosfat monohidrat, dinatrium

hidrogen fosfat anhidrat, gliserin, kloroform, minyak zaitun (olive oil), etanol

70%, etanol 80%, etanol 95%, etanol absolut, paraffin cair, toluena, xylol.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit betina dengan berat 20-30 g

dibagi menjadi 5 kelompok, 1 kelompok normal, 1 kelompok kontrol negatif

dan 3 kelompok uji. Hewan uji dikondisikan selama 1 minggu dalam kandang

yang baik untuk menyesuaikan dengan lingkungannya.

3.3 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi menurut Depkes (1995): (pereaksi

Bouchardat, Dragendorff, Mayer, Molisch, timbal (II) asetat 0,4 M,

kloralhidrat); Depkes (1979): (pereaksi asam klorida 0,2 N, asam klorida 2 N,

natrium hidroksida 2 N, besi (III) klorida 1% b/v); Merck dan Darmstadt

(1978): (Liebermann-Burchard).

(50)

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling

secukupnya, kemudian sebanyak 2 g iodium dilarutkan dalam larutan kalium

iodida, setelah larut dicukupkan volume dengan air suling hingga 100 ml.

3.3.2 Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 g bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat

pekat. Pada wadah lain sebanyak 27,2 g kalium iodida dilarutkan dalam 50 ml

air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai

memisah sempurna. Selanjutnya diambil lapisan jernih dan diencerkan dengan

air suling hingga 100 ml.

3.3.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,3596 g raksa (II) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium

iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kemudian keduanya dicampur

dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.3.4 Pereaksi besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

air hingga 100 ml.

3.3.5 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam

nitrat 0,5 N hingga 100 ml.

3.3.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan

dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml.

(51)

Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling.

3.3.8 Pereaksi asam klorida 0,2 N

Sebanyak 1,7 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling

hingga 100 ml.

3.3.9 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga

100 ml.

3.3.10 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida ditimbang, kemudian

dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml.

3.3.11 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 ml asam

sulfat pekat, lalu ditambahkan 50 ml etanol ke dalam campuran tersebut.

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Tumbuhan 3.4.1 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif tanpa

membandingkan daun bangun-bangun dari daerah lain. Tumbuhan diambil dari

daerah Kelurahan Simalingkar B, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan,

Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan

Biologi LIPI, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran

(52)

3.4.3 Pembuatan simplisia

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun

bangun-bangun yang masih segar. Daun dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci

hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Diperoleh berat basah

sebesar 7,765 g. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan selama 10 hari dalam

lemari pengering dengan temperatur ± 40°C sampai daun kering (ditandai bila

diremas rapuh). Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu

dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup dan disimpan pada suhu kamar.

Kemudian serbuk ditimbang dan diperoleh berat kering sebesar 870 g.

3.5 Pemeriksaan Karakterisik Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk,

ukuran dan tekstur dari simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik dapat dilihat

pada Lampiran 3, halaman 67.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara

menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan dengan

larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di

bawah mikroskop. Hasil pengamatan mikroskopik terhadap simplisia dapat

dilihat pada Lampiran 4, halaman 68.

(53)

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi

toluena).

Prosedur kerja:

1. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam

labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Kemudian toluena didinginkan selama

30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05

ml (WHO, 1992).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama

dimasukkan kedalam labu alas bulat berisi toluena tersebut, lalu dipanaskan

hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur

lebih kurang 2 tetes perdetik, sampai bagian air terdestilasi, bagian dalam

pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air

dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan

air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air yang dihitung dalam

persen (WHO, 1992).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 L)

dalam labu bersumbat sambil di kocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai

(54)

dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam

dalam 100 ml etanol 96% dalam labu tersumbat sambil dikocok sesekali

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring

cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 ml filtrat diuapkan sampai

kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan

pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang

seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan dan dipijarkan pada suhu 600°C sampai arang habis.

Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (WHO, 1992).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total, dididihkan

dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci

dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijarkan pada suhu 600° C sampai

bobot tetap. Kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam

(55)

3.6 Skrining Fitokimia Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia daun bangun-bangun meliputi

pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin,

dan triterpenoid/steroid. Hasil pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 4.2,

halaman 47.

3.6.1 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes

alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga

percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas,

dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml

filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2

ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 2.2 Struktur benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida
Tabel 4.1. Hasil karakterisasi simplisia dari daun bangun-bangun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh taurin dan ekstrak daun dewa terhadap jaringan darah yang diinduksi benzo(α )piren secara in vivo,

Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan, bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki aktivitas antioksidan yang mampu meredam radikal bebas DPPH, dengan nilai

Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan, bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki aktivitas antioksidan yang mampu meredam radikal bebas DPPH, dengan nilai

Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan, bahwa ekstrak etanol daun bangun-bangun memiliki aktivitas antioksidan yang mampu meredam radikal bebas DPPH, dengan nilai

Efek Toksisitas Akut Ekstrak Etanol dan Fraksi Daun Bangun- bangun ( Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Larva Atemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp

Data absorbansi dan % inhibisi ekstrak etanol daun bangun-bangun dan vitamin C setelah didiamkan selama 60

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun tumbuhan bangun-bangun ( P.amboinicus (Lour.) Spreng.) dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.. Ekstrak pekat

Protein ini memiliki kemampuan untuk mencegah replikasi DNA yang rusak.. dan mendorong penghancuran sel yang mengandung