• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Penghambatan Karsinogenesis Mammae Mencit Betina Yang Diinduksi Benzo(α)piren"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis yang daunnya

memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman

ini banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan, memiliki bunga

yang bentuknya tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga

Coleus aromaticus (Anonim, 2010; Kaliappan, et al., 2008).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Menurut Pandey (2003), sistematika tanaman bangun-bangun adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Famili : Lamiaceae

Genus : Plectranthus

Spesies : Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng

2.1.2 Nama daerah

Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama

yang berbeda-beda. Masyarakat Sumatera menyebutnya bangun-bangun atau

(2)

kambing, majha nereng. Di Jawa Tengah disebut daun cumin. Orang Sunda

menyebutnya daun ajeran, di Nusatenggara disebut iwak, kumu etu, bumbu jo

(Depkes, 1989; Anonim, 2010; Jaitun, 2010). Daun ini juga dikenal di Negara

lain misalnya Inggris dengan sebutan country borage, indian mint, mexican

mint, di Vietnam disebut tan day la, sedangkan di Cina disebut zuo shou xiang,

yin du bo he, dao shou xiang. Dan di Jepang disebut kuuban oregano (Jaitun,

2010).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Daun bangun-bangun memiliki ciri-ciri bertulang lunak,

beruas-ruas, melingkar dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan ujungnya

sekitar 10 mm ± 5 mm, dapat berkembangbiak dengan mudah (Anonim, 2010).

Daun tunggal, berwarna hijau, helaian daun berbentuk bundar telur,

kadang-kadang agak membundar, panjang helaian daun 3,5 cm sampai 6 cm, lebar 2,5

cm, pinggir daun beringgit atau agak berombak, tangkai daun panjang 1,5 cm

sampai 3 cm, tulang daun menyirip. Pada keadaan segar helaian daun tebal,

sangat berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol

sehingga membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas

berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, permukaan bawah berambut halus berwarna

putih. Pada keadaan kering helaian daun tipis dan sangat berkerut, permukaan

atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih

muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol, pada kedua

permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Depkes, 1989).

(3)

Kandungan kimia daun bangun-bangun adalah glikosida, karbohidrat,

asam amino, protein, flavonoid, tanin, senyawa fenol, dan terpenoid, minyak

atsiri (karvakrol, eugenol, limonen, mirsen, pinen, selenen, terpinen, timol, dan

verbenon), vitamin C, vitamin B12, beta karotin, niasin, karvakrol, kalsium,

asam-asam lemak, asam oksalat, dan serat. Terdapat juga apigenin,

cirsimaritin, eriodictyol, genkawanin, luteolin, kuersetin, salvigenin, taxifolin,

asam oksaloasetat, crategolic, asam ursulat, sitosterol (Santosa dan Hertiani,

2005; Rout, et al., 2012).

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Daun bangun-bangun berkhasiat sebagai antioksidan, anti tumor, anti

mutagenik, mengobati bronkitis, asma, diare, epilepsi, demam, batuk, sakit

kepala, gangguan pencernaan, dispepsia, konvulsi, batu ginjal, disentri, kolera,

antioksidan, antitumor, antimikroba, antimutagenik, antijamur (Rout, et al.,

2010), sakit gigi, gangguan pendengaran, gangguan saluran cerna (Chandrappa,

et al., 2010), malaria, obat cacing, hepatoprotektif (Kaliappan, et al., 2008),

obat luka, sariawan, mencegah kanker, antivertigo, diuretik, antiinfertilitas,

immunostimulan, hipokolesterolemik, antiradang, meningkatkan total volume

ASI (Santosa dan Hertiani, 2005).

2.2 Kanker

Kanker adalah istilah tidak umum untuk pertumbuhan sel tidak normal,

yaitu suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme

normal, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak

(4)

jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker bukan

merupakan penyakit menular (Diananda, 2009).

Ciri sel kanker yang membedakan dengan sel normal, antara lain

sebagai berikut:

a. Sel kanker mampu mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya sendiri.

Sinyal pertumbuhan eksternal (mitogenic growth factor) dibutuhkan

oleh sel normal untuk berproliferasi. Pada kondisi normal terdapat regulasi

terhadap rangsangan sinyal pertumbuhan sehingga proses perkembangan sel

dapat dikontrol. Namun sel kanker dapat memproduksi growth factor sendiri

sehingga tidak bergantung pada rangsangan sinyal pertumbuhan dari luar untuk

melakukan proliferasi. Mutasi yang terjadi pada sel kanker memungkinkan sel

tersebut untuk memperpendek growth factor pathway. Dengan demikian, sel

kanker dapat tumbuh menjadi tidak terkendali (Pecorino, 2005; Kumar, et al.,

2005; Adina, 2009).

b. Sel kanker tidak sensitif terhadap sinyal antiproliferatif

Sinyal antiproliferatif merupakan sinyal antipertumbuhan yang

dibutuhkan oleh sel untuk mengontrol dan menjaga keteraturan sel serta

homeostasis jaringan. Pada kondisi normal, regulasi sinyal pertumbuhan ini

menjadi faktor penentu bagi sel untuk berproliferasi atau istirahat. Sinyal ini

akan mengatur perkembangan sel dengan memblok proliferasi melalui dua

mekanisme, yaitu (1) sel dipaksa keluar dari fase proliferasi yang aktif menuju

fase istirahat atau (2) sel diinduksi untuk melepaskan potensi proliferasi secara

permanen dengan diinduksi untuk memasuki fase post mitotic. Sel kanker

(5)

berhubungan dengan daur sel. Hal ini disebabkan oleh adanya mutasi pada

beberapa gen (protoonkogen) (Pecorino, 2005; Kumar, et al., 2005; Adina,

2009).

c. Sel kanker mampu menghindar dari mekanisme apoptosis

Apoptosis merupakan mekanisme fisiologis pengurangan sel untuk

perbaikan jaringan dan pelepasan sel yang rusak yang dapat membahayakan

tubuh (Ruddon, 2007). Resistensi kanker terhadap mekanisme apoptosis dapat

terjadi dengan melibatkan protein regulator apoptosis antara lain: p53 dan

Bcl-2. Protein ini memiliki kemampuan untuk mencegah replikasi DNA yang rusak

dan mendorong penghancuran sel yang mengandung DNA abnormal. Mutasi

gen pada protein regulator ini menyebabkan sel kehilangan kontrol proliferasi

(Kumar, et al., 2005; Adina, 2009).

d. Kemampuan angiogenesis yang dimiliki oleh sel kanker

Sel kanker memiliki kemampuan untuk memacu pertumbuhan darah

baru yang dinamakan angiogenesis. Kemampuan tersebut diinisiasi oleh sinyal

Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Fibroblas Growth Factor

(FGF). Terdapat beberapa regulator proses angiogenesis antara lain:

angiopoietin-1, angiotropin, angogenin, epidermal growth factor, granulocyte

colony-stimulating factor, interleukin (IL-1), IL-6, IL-8, TNF-α, kolagen dan

cathepsin. Faktor-faktor angiogenesis dapat mengaktifkan angiogenic switch,

sehingga pertumbuhan pembuluh darah baru menjadi tidak terkendali (Kumar,

et al., 2005; Adina, 2009).

(6)

Selama perkembangannya, kebanyakan kanker pada manusia akan

membentuk massa tumor primer yang mampu membebaskan diri dari jaringan

awalnya, memasuki aliran darah atau pembuluh limfa, dan membentuk tumor

sekunder (metastasis) di bagian tubuh yang lain. Hal ini dapat terjadi akibat

mutasi yang memungkinkan peningkatan aktivitas enzim-enzim yang terlibat

dalam invasi sel kanker dan berkurangnya adhesi antar sel oleh molekul addisi

sel (Pecorino, 2005; Adina, 2009).

f. Sel kanker memiliki potensi tak terbatas untuk melakukan replikasi.

Adanya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sinyal pertumbuhan

dan kemampuan untuk menghindar dari mekanisme apoptosis, sel kanker

memiliki kemampuan tak terbatas untuk bereplikasi. Kemampuan replikasi tak

terbatas ini berkaitan dengan enzim telomerase yang menjaga integritas

telomer pada kromosom, sehingga sel tetap memiliki kemampuan untuk

membelah diri. Pada kondisi normal, telomer akan mengalami degradasi

(pemotongan) pada saat sel mengalami replikasi. Ketidakmampuan sel untuk

meregulasi degradasi telomer inilah yang menyebabkan sel kanker memiliki

kemampuan tidak terbatas untuk bereplikasi (Kumar, et al., 2005; Adina,

2009).

2.2.1 Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan suatu proses terjadinya kanker melalui

mekanisme multitahap dengan adanya perubahan neoplastik pada jaringan

normal yang disebabkan oleh akumulasi multimutasi genetik dan menyebabkan

transformasi progresif sel normal menjadi sel malignan (ganas) (Tsao, et al.,

(7)

mengakibatkan perubahan dari normal menjadi hiperplastik, displastik, dan

pada akhirnya menjadi suatu keganasan atau malignansi (memiliki kemampuan

untuk menginvasi jaringan di sekitarnya). Perubahan genetik ini termasuk

perubahan seluler mendasar pada sel kanker yang dipengaruhi oleh beberapa

gen seperti; tumor suppresor genes (pRb, p53, PTEN, E-cadherin) dan

proto-oncogenes (ras, c-myc, Bcl-2). Karsinogenesis dapat dibagi menjadi 4 tahap

utama, yaitu tahap inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis (Tsao, et al.,

2004; Adina, 2009).

Secara singkat, pembentukan dan pertumbuhan sel kanker dapat

dijelaskan melalui tahapan-tahapan berikut ini:

a. Fase inisiasi, yaitu ketika sel normal mulai mengalami mutasi oleh

karsinogen.

b. Fase induksi, yaitu ketika sel normal yang sedang bermutasi mulai

berubah menjadi sel kanker. Fase inisiasi dan induksi tidak bisa diketahui dan

sangat sulit untuk dideteksi. Fase-fase ini berlangsung hingga puluhan tahun.

c. Fase in situ, yaitu ketika pertumbuhan kanker terbatas pada jaringan

tempat asalnya tumbuh. Fase ini lamanya sangat bervariasi. Mungkin saja

penderita penyakit kanker berada dalam fase ini selamanya, tetapi umumnya

berlangsung sampai 5 tahun.

d. Fase invasif, yaitu sel kanker telah menembus membran basal dan

masuk ke jaringan atau organ sekitar yang berdekatan. Fase ini lebih cepat dari

fase lain dan berlangsung kurang dari 5 tahun.

e. Fase metastasis, yaitu penyebaran kanker ke kelenjar getah bening

(8)

hati). Penyebaran ini dapat melalui aliran darah, aliran getah bening, atau

langsung dari tumor (Diandana, 2009; Harianto, 2009).

Pada tahap promosi, sel-sel akan memperoleh beberapa keuntungan

selektif untuk tumbuh sehingga pertumbuhannya menjadi cepat dan berubah

menjadi tumor jinak. Tahap promosi tidak melibatkan perubahan struktural dari

genom secara langsung, tetapi biasanya terjadi perubahan ekspresi gen yang

terinisiasi (Tsao, et al., 2004).

Adanya mutasi pada satu sel tunggal normal sebagai akibat terpapar oleh

karsinogen (tahap inisiasi), akan menyebabkan perkembangan sel menjadi

hiperplasi (tahap promosi), diplasi (tahap progresi) dan pada akhirnya memiliki

kemampuan invasi ke jaringan sekitarnya (metastasis) (Tsao, et al., 2004;

Adina, 2009).

Pada tahap progresi, kemampuan pembelahan yang tinggi menuntun

terbentuknya koloni sel yang lebih besar melalui perubahan genetik lebih lanjut

dan munculnya keistimewaan-keistimewaan lain seperti peningkatan mobilitas

dam angiogenesis (Kumar, et al., 2005). Pada tahap ini sel-sel tumor dikatakan

sebagai sel malignan. Pada fase ini juga akan terjadi karsinoma dan metastasis

melalui aktivasi onkogen dan malfungsi dari enzim topoisomerase (Pecorino,

2005; Adina, 2009).

Tahap metastasis merupakan tahap akhir dalam karsinogenesis. Pada

tahap ini, sel kanker melakukan invasi ke jaringan-jaringan lain di dalam tubuh

melalui pembuluh darah, pembuluh limpa, atau rongga tubuh. Sel malignan

yang bermetastasis ini masuk melalui basement membran menuju saluran

(9)

sebagai inangnya. Selanjutnya sel kanker akan masuk ke jaringan lainnya

membentuk tumor sekunder dengan didukung kemampuan neoangiogenesis

yang dimilikinya (Kumar, et al., 2005).

Tahap metastasis dapat berlangsung karena melemahnya ikatan antarsel

yang disebabkan oleh terdegradasinya CAMs (Cell-cell Adhesion Molecules)

dan E-cadherin sebagai molekul yang menjaga pertautan antarsel.

Molekul-molekul tersebut diketahui sudah sangat sedikit bahkan tidak ditemukan lagi

pada sel kanker, sehingga proses metastasis dapat terus berlangsung. Selain itu,

kemampuan angiogenesis yang telah dimiliki sel kanker mampu menjaga agar

sel tetap hidup selama proses metastasis berlangsung (Kumar, et al., 2005).

2.2.2 Siklus sel

Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang

memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel

baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase

utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase

terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi

pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000; Adina,

2009).

Selain itu terdapat fase yang membatasi kedua fase tersebut yang

dinamakan Gap. G-1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S

dinamakan G-2 (Gap-2). Pada fase G-1, sel melakukan persiapan untuk sintesis

DNA. Fase ini merupakan fase awal cell cycle progression yang diatur oleh

faktor ekstraselular seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda fase ini

(10)

Pada fase G-2, sel melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai untuk proses

pembelahan, sehingga sel siap melakukan pembelahan pada fase M (Ruddon,

2007).

Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai

regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin khususnya cyclin D, E, A, dan B

merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin

bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4,

6, dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel.

Pada mammalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2 dan CDC2/CDK1) terjadi

bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A dan B) secara berurutan seiring

dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK

dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang

terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga INK4

(meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppresion protein yaitu p53 dan

pRb juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Adina, 2009).

Aktivasi CDK memerlukan ekspresi cyclin (Cyc). Kompleks

cyclin-CDK dengan protein CKI dan adanya fosforilasi oleh Weel (tyrosin15)/Myt1

(threonin14) dapat menyebabkan inaktivasi CDK. Aktivasi kompleks

Cyc-CDK diawali dengan proteolisis CKI oleh ubiquitin, kemudian fosforilasi Cyc-CDK

oleh CDK-activating kinase (CAK) pada threonin1611 dan penghilangan fosfat

(defosforilasi) oleh Cdc25 fosfatase pada target fosforilasi Weel

(tyrosin15)/Myt1 (CDK bekerja pada awal G-1 untuk mengaktifkan E2F

-dependent transcriptiongene yang diperlukan untuk fase S (di akhir G-1 untuk

(11)

Checkpoint pada G-2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan

mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangictasia mutated (ATM)

kinase. Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi

Cdc2-CycB baik dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-Cdc2-CycB maupun

mengeluarkan kompleks Cdc2-CycB dari nukleus atau aktivasi p21 (Ruddon,

2007).

Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus sel ke fase mitosis,

sedangkan checkpoint pada fase M terjadi jika benang sprindle tidak terbentuk

atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan tidak menempel

dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting untuk

menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel

untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang

tidak lengkap ataupun kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan

menghasilkan kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker, proses

regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).

2.2.3 Benzo(α)piren

Benzo(α)piren, C20H12, adalah hidrokarbon aromatik polisiklik lima

cincin yang memiliki sifat mutagenik dan sangat karsinogenik. Benzo(α)piren

merupakan produk dari proses pembakaran yang tidak sempurna pada suhu

300-600°C (Desissenko, et al., 1996).

(12)

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa benzo(α)piren menjadi

penyebab terjadinya toksisitas saraf akut melalui proses stres oksidatif dan

terjadinya diferensiasi pembelahan sel saraf. Komponen asap tembakau yaitu

benzo(α)piren secara molekuler menjadi penyebab munculnya kanker

paru-paru melalui kerusakan genetik (DNA) sel paru-paru-paru-paru (Saunders, et al., 2006;

Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

Benzo(α)piren merupakan prokarsinogen, yang berarti mekanisme

karsinogenesis dari benzo(α)piren tergantung dari metabolisme

enzimatik benzo(α)piren menjadi senyawa mutagen, yaitu benzo(α)piren diol

eposida. Senyawal ini akan berinteraksi dengan DNA dengan berikatan secara

kovalen pada basa guanin di posisi atom N2. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya mutasi pada struktur ganda helik DNA. Enzim CYP450 1A1, dan

CYP 450 1B1 merupakan dua enzim yang bersifat protektif terhadap toksisitas

dari benzo(α)piren. Toksisitas benzo(α)piren diperoleh akibat dari bioaktivasi

benzo(α)piren menjadi benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida. Senyawa

karsinogenik benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida akan berikatan

dengan DNA, maka DNA sel mengalami mutasi, atau memasuki tahap inisiasi

(Saunders, et al., 2006; Slotkin dan Seidler, 2009; Desissenko, et al., 1996).

(13)

Gen yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan kanker ada tiga

yaitu: gen reparasi DNA, gen penekan tumor (tumor suppressor gen) dan

protoonkogen. Kegagalan gen reparasi DNA dalam memperbaiki kerusakan

DNA dan mutasi pada gen penekan tumor serta onkogen, atau karena mutasi

tercapai, merupakan tahap inisiasi dalam pembentukan sel kanker. Mutasi pada

gen penekan tumor berakibat aktifasi protoonkogen menjadi onkogen yang

menyebabkan hilangnya kontrol terhadap pertumbuhan sel. Onkogen

mengkode protein-protein yang berperan dalam berbagai fungsi fisiologis sel,

diantaranya adalah protein permukaan membran, protein sitoplasma yang

terlibat dalam transduksi sinyal, dan protein inti pengikat DNA yang dapat

mengubah ekspresi genetik dari berbagai gen. Gen penekan tumor mengkode

berbagai protein termasuk protein yang mengatur siklus sel, protein adesi yang

mengurus komunikasi sel dan protein sitoplasma yang mengatur transduksi

sinyal (Pfeifer, et al., 2002).

Benzo(α)piren diol epoksida akan mentransversi G (guanine) ke T

(timidin) sehingga terjadi inaktivasi kemampuan supresor tumor dan akhirnya

mendorong pembelahan sel menjadi kanker (Pfeifer, et al., 2002).

2.2.4 Kanker payudara

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial

payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar. Kanker payudara merupakan

kanker yang paling umum diderita oleh wanita, disamping kanker serviks.

(14)

a. Kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan

ini dapat disebabkan oleh paparan agen kimiawi (karsinogen) dan radiasi yang

berlebihan.

b. Kegagalan immune surveillance dalam pencegahan proses malignan

pada fase awal.

c. Malfungsi DNA repairs seperti: BRCA1, BRCA2, dan p53.

Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak

terkendali dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat

dengan organ tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuhnya yang

letaknya berjauhan. Semua tipe jaringan pada payudara dapat berkembang

menjadi kanker, namun pada umumnya kanker muncul baik dari saluran

(ducts) maupun kelenjar (glands). Perkembangannya memerlukan waktu

berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun sampai tumor tersebut cukup besar

untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan dengan mammograms

yang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini (Elwood, 1993;

Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Faktor resiko kanker payudara dapat dibedakan menjadi faktor yang

dapat diubah (reversible) dan faktor yang tidak dapat diubah (irreversible).

Faktor yang tidak dapat diubah termasuk jenis kelamin, bertambahnya umur,

ada-tidaknya riwayat keluarga menderita kanker, pernah-tidaknya menderita

kanker payudara, pernah-tidaknya mendapat radiasi pada bagian dada, suku

bangsa Kaukasian, orang yang mengalami menstruasi pertama pada usia sangat

muda (sebelum 12 tahun), yang mengalami menopause terlambat (setelah 50

(15)

mengalami mutasi genetik. Dari berbagai macam faktor tersebut, 3%-10%

penyebab kanker payudara diduga berkaitan dengan perubahan baik gen

BRCA1 maupun gen BRCA2 (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Beberapa faktor yang menaikkan resiko menderita kanker payudara

yang dapat diubah, yakni mendapatkan terapi pengganti hormon (penggunaan

estrogen dan progesteron dalam jangka waktu lama untuk mengatasi gejala

menopause), menggunakan pil kontrasepsi (pil KB), tidak menyusui,

mengkonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas per hari, menjadi gemuk

terutama setelah menopause, dan tidak berolahrga (Dolinsky, 2002; Adina,

2009). Perlu diingat bahwa faktor-faktor resiko tersebut hanyalah berdasarkan

pada kemungkinan. Seseorang tetap dapat terkena kanker payudara meskipun

ia tidak mempunyai satupun faktor resiko tersebut. Menghindari faktor resiko

tersebut dan deteksi awal adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian

berkaitan dengan kanker ini (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan

terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya

multidrug resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan

faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau

resistensi obat ini disebabkan oleh adanya breast cancer resistance protein

(BRCP) yang salah satunya adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005).

Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya dapat menurunan efikasi dari

beberapa agen kemoterapi seperti taxol dan doxorubicin. Penekanan aktivitas

Pgp dan ekspresinya mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi

(16)

Selain itu paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat

berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker

payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30%

kasus merupakan kanker yang positif mengekspresikan HER-2 berlebihan

(Gibbs, 2000; Adina, 2009).

2.2.5 Fitoestrogen

Isoflavon, kumestan, lignan dan metabolitnya, flavonoid, dan stilbenoids

semua adalah golongan senyawa yang termasuk fitoestrogen karena mereka

dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen, mengubah ekspresi gen,dan

sebaliknya mempengaruhi hormon. Isoflavon dan kumestan sangat tinggi

dalam kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang polong dan kacang hijau, dan

tanaman medis umum antara lain Trifolium, Medicago, serta Glycyrrhiza.

Flavonoid dengan aktivitas estrogenik berlimpah, termasuk yang paling sering

dipelajari dan dibahas adalah rutin, catechin, apigenin, kaempferol, luteolin,

chrysin dan subtipe dari flavonoid termasuk flavanon, flavon, dan flavonols,

banyak yang dilaporkan memiliki aktivitas estrogenik. Kumestan dilaporkan

memiliki efek estrogenik paling menonjol dari semua fitoestrogen. Yang paling

umum dan paling banyak dipelajari dari golongan kumestan adalah kumestrol,

ditemukan di Trifolium, Pisum, Medicago, serta Glycyrrhiza.(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Banyak studi epidemiologis menunjukkan bahwa diet kaya fitoestrogen

(PE), khususnya kedelai dan produk gandum yang tidak dimurnikan,

berhubungan dengan risiko rendah beberapa jenis kanker, terutama kanker

(17)

makanan kedelai dan risiko kanker payudara masih kontroversial. Meskipun

isoflavon, seperti yang ditemukan dalam kedelai, telah terbukti dapat

menghambat kanker payudara dalam penelitian laboratorium, korelasi antara

konsumsi makanan yang mengandung isoflavon-dan risiko kanker payudara

tidak konsisten dalam beberapa penelitian. Beberapa studi telah menunjukkan

bahwa negara-negara dengan konsumsi PE tertinggi memiliki tingkat terendah

kanker payudara kanker, namun studi epidemiologi lain menunjukkan

kurangnya hubungan kausatif (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Hubungan antara asupan tinggi kedelai dan risiko penurunan pola

parenkim mammographic yang berkorelasi dengan risiko kanker payudara

yang tinggi telah ditunjukkan. Selain itu, setelah mengkonsumsi 2 tahun dari

makanan kedelai, yang setara 50 mg isoflavon, oleh perempuan premenopause,

rata-rata kepadatan persentase parenkim mammographic mengalami penurunan

sebesar 2,8 dan 4,1% pada intervensi dan kontrol. Dalam studi lain hubungan

antara konsumsi isoflavon tapi bukan dari makanan kedelai, pada perempuan di

Jepang, adalah berbanding terbalik terkait dengan risiko kanker payudara

(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Sebagian besar penelitian tentang fitoestrogen melibatkan kemampuan

mereka untuk menghambat perkembangan kanker hormonal, kegiatan yang

dikenal sebagai chemoprevention. Ratusan penelitian telah menunjukkan

fitoestrogen mampu mengurangi efek proliferatif steroid alami manusia dan

sintetis zat pada jaringan yang sensitif terhadap hormon. Flavonoid telah

(18)

chemoprevention yang dimilikinya mencakup mekanisme hormonal.Penelitian

telah menunjukkan bahwa tidak hanya isoflavon bertindak sebagai SERM

alami, tetapi mereka juga menginduksi terjadinya apoptosis, mempengaruhi

ekspresi gen, dan mempengaruhi berbagai sistem enzim dalam cara yang

positif. Semua mekanisme membantu mengurangi stimulasi estrogen yang

berlebihan pada jaringan sensitif terhadap hormon ini. Sistem enzim steroid

tertentu yang dapat dipengaruhi oleh fitoestrogen termasuk aromatase,

dehidrogenase, sulfotransferase, dan enzim reduktase. Sulfotransferase terlibat

dengan produksi estradiol dan fitoestrogen diketahui mampu mengurangi

sulfotransferase bila berlebihan sehingga mengurangi kelebihan hormon yang

terjadi (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

2.3 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Depkes, 2000)

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu :

Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes, 2000).

(19)

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.

Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,

tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak) (Depkes, 2000).

Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada

residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna (Depkes, 2000).

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40-50 (Depkes, 2000).

d. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 90 selama 15 menit (Depkes, 1979).

(20)

Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dan temperatur sampai titik

Gambar

Gambar 2.2 Struktur benzo(α)piren-7,8-dihidrodiol-9,10-epoksida

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Before you start your work on this example, in the next couple of sections we'll i rst look at the tools that you need to easily work with Three.js and how you can download

[r]

We extract the regions that might belong to road segments from the class others and utilize that information to initialize a final graph optimization performed with five

pengajuan diterima di Pendma paling lambat 12 Mei 2017 berupa hard copy dan soft copy, untuk soft copy di email ke mapendakotasurabaya@ymail.com. Demikian untuk menjadi

The achieved results show the off-ground region (Figure 5b), the roof region exploiting the spectral information (Figure 5c) and the final classification (Figure

maka tes reliabel dan jika < maka tes tidak reliabel. Perhitungan reliabilitas tes siklus I dilakukan terhadap 15 butir soal yang digunakan menunjukkan bahwa tes belajar

Dengan dibuatnya suatu situs untuk pemesanan rumah maka semua proses jual beli didalam suatu perusahaan property menjadi lebih efisien dan mudah bila dibandingkan dengan cara