PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
SERTA MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
MELALUI PEMUPUKAN ZA DAN PUPUK KANDANG
PADA BERBAGAI JARAK TANAM
DI KABUPATEN DELI SERDANG
TESIS
Oleh :
Riyadi Pratiwa S. NIM : 087001013
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
SERTA MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
MELALUI PEMUPUKAN ZA DAN PUPUK KANDANG
PADA BERBAGAI JARAK TANAM
DI KABUPATEN DELI SERDANG
TESIS
Oleh :
Riyadi Pratiwa S. NIM : 087001013
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Pada Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pertumbuhan, Produksi, dan Kualitas Bawang Merah Pada Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang Dengan Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang.
Nama Mahasiswa : Riyadi Pratiwa Sutardjo
Nomor Pokok : 087001013
Program Studi : Agroekoteknologi
Menyetujui: Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.)
K e t u a
(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP.) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ir. B. Sengli. J. Damanik, MSc.)
Dekan,
ABSTRACT
Riyadi Pratiwa Sutardjo. Increased Growth and Yield and Quality of Shallot (Allium ascalonicum L.) Through ZA Fertilization and Manure at Different Distances Planted In Deli Serdang District. Under his guidance, Prof.. Dr. Ir. Rosmayati, MS., as Chairman of the Commission of Advisors with member Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.
This study aims to determine the dose of ZA, the dose of cattle manure, and plant spacing to improve growth, yield and quality of shallot plants. The experiment was conducted at the College of Agricultural Extension (STPP) Medan Deli Serdang regency of North Sumatra Province, from January until April 2010. The research method used was the Split Split Plot Designs with three (3) factors and three (3) replications. The main plot is the spacing (A) consists of three (3) treatment, namely: a spacing of 20 x 10 cm (J ), 1 spacing of 20 x 20 cm (J ), 2 and spacing of 20 x 30 (J ). 3
The subplot is cattle manure (K) consisting of: without cattle manure (K ), 0 cattle
manure 10 tonnes / ha (K ), 1 cattle manure 20 tonnes / ha (K ), 2 and cattle manure 30
tonnes / ha (K ). A sub-sub3 plot is: without ZA (P ), 0 ZA 150 kg / ha (P ), 1 ZA 300 kg /
ha (P ), 2 and ZA 450 kg / ha (P ). 3
The results showed ZA fertilizer application did not increase growth and yield of shallot, but trend to increase the aromatic of the shallot flavor. Cattle manure application did not increase growth and yield of shallot, except cattle manure up to a dose of 10 tonnes / ha increased plant height at 4 and 6 After Week Planted (AWP) and trends to increase the aromatic of the shallot flavor. The treatment plant spacing did not increase growth but increased yield of shallot, which is indicated by the weight of wet and dry weight of the highest achieved in the arrangement spacing of 20 x 10 cm.
Key words: ZA fertilizer, manure, plant spacing, aromatic, shallot.
ABSTRAK
Riyadi Pratiwa Sutardjo. Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi serta Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Melalui Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang pada Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan Anggota Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk kandang sapi, dan jarak tanam untuk meningkatkan petumbuhan, produksi dan kualitas tanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Medan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2010. Metoda penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Petak Terpisah (Split split Plot Designs) dengan tiga (3) faktor dan (3) ulangan. Petak utama adalah jarak tanam (J) terdiri dari tiga (3) perlakuan yaitu : jarak tanam 20 x 10 cm (J1), jarak tanam 20 x 20 cm (J2), dan jarak
tanam 20 x 30 (J3). Anak petak adalah pupuk kandang sapi (K) teridiri dari : tanpa
pupuk kandang sapi (K0), pupuk kandang sapi 10 ton/ha (K1), pupuk kandang sapi 20
ton/ha (K2), dan pupuk kandang sapi 30 ton/ha (K3). Anak-anak petak adalah : tanpa
pupuk ZA (P0), pupuk ZA 150 kg/ha (P1), pupuk ZA 300 kg/ha (P2), dan pupuk ZA
450 kg/ha (P3).
Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk ZA tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Aplikasi pupuk kandang sapi tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali pemberian pupuk kandang sapi hingga dosis 10 ton/ha meningkatkan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST dan cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Perlakuan jarak tanam tidak meningkatkan pertumbuhan bawang merah tetapi meningkatkan produksi, yang diindikasikan dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi dicapai pada pengaturan jarak tanam 20 x 10 cm.
Kata kunci : pupuk ZA, pupuk kandang sapi, jarak tanam, ketajaman aroma, bawang merah.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas ridho-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Peningkatan
Pertumbuhan dan Produksi serta Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Melalui Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang pada Berbagai Jarak Tanam Di
Kabupaten Deli Serdang. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar master program studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr.
Ir. Rosmayati, MS., selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Hamidah
Hanum MP., selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia menjadi
pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih juga juga penulis sampaikan, terutama untuk istri tercinta dan
kedua orang tua yang memberikan dukungan secara moril dan materil, dan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini, baik saat
pelaksanaan penelitian, analisis data maupun bantuan berupa saran, literatur,
Mudah-mudahan segala bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak,
memperoleh balasan dari Allah, Amin.
Medan, Desember 2010.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung Jawa Barat pada tanggal 23 September 1970 dan
merupkan anak ke 3 (tiga) dari 4 (empat) bersaudara keluarga Djodjo Sutardjo (ayah)
dan Partiwi (ibu).
Lulus dari Sekolah Dasar Negeri Sarijadi 6 Bandung tahun 1983, Sekolah
Menengah Pertama Negeri 12 Bandung tahun 1986, Sekolah Menengah Atas Negeri
9 Bandung tahun 1989, Diploma 3 (D3) Peternakan Institut Pertanian Bogor tahun
1992.
Sejak bulan November 1994 penulis bekerja di Balai Latihan Pegawai
Pertanian (BLPP) NoElbaki Kupang Nusa Tenggara Timur sampai dengan tahun
2001. Bulan September 2001 penulis pindah tugas ke Balai Diklat Pertanian (BDP)
Kayuambon Lembang, yang sekarang berubah nama menjadi Balai Besar Pelatihan
Pertanian (BBPP) Lembang. Tahun 2002 penulis melanjutkan kuliah S1 Jurusan
Perternakan di perguruan tinggi swasta Universitas Bandung Raya dan lulus tahun
2005. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program pasca sarjana
fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Program Studi Agroekoteknologi.
Medan, Desember 2010.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 5
Hipotesis Penelitian ... 6
Manfaat Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA ... 7
Kondisi Biofisik Kabupaten Deli Serdang ... 7
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah ... 8
Pengaruh Jarak Tanam Dalam Budidaya Bawang Merah ... 10
Peranan Pupuk Organik Pada Tanaman Bawang Merah ... 11
Peranan Pupuk ZA Pada Tanaman Bawang Merah ... 12
METODE PENELITIAN ... 15
Tempat dan Waktu ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Rancangan penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian ... 18
Peubah amatan ... 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
Hasil ... 24
Pembahasan ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
Kesimpulan ... 46
Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
LAMPIRAN ... 50
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada
Umur 6 MST... 24
2. Efek Tunggal Perlakuan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Tinggi
Tanaman Bawang Merah (cm) pada Umur 4 dan 6 MST... 25
3. Bobot Kering (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA
pada Umur 8 MST... 27
4. Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) LTR3 Tanaman Bawang Merah
dengan Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan
Perlakuan Pupuk ZA untuk Pengamatan Umur 6 - 8 MST... 28
5. Jumlah Daun segar/Rumpun (Helai) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan
Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 8 MST... 29
6. Jumlah Umbi/plot (buah)Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk
ZA pada Pengamatan Umur 4 MST... 30
7. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Jumlah Umbi/plot
(buah) Tanaman Bawang Merah pada Pengamatan Umur 4 MST... 30
8. Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan
Perlakuan Pupuk ZA... 31
9. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot
Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah... 32
10. Produksi Bobot kering/Plot Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan
Perlakuan Pupuk ZA... 32
11. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot
Kering/Plot (g) Tanaman Bawang Merah... 33
12. Kandungan C-Organik (%) tanah Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan
Perlakuan Pupuk ZA... 34
13. Serapan S (mg/g) Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak
Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA.... 35
14. Hasil Uji Organoleptik Tingkat Ketajaman Aroma Bawang Merah Varietas Kuning dengan Perlakuan Pupuk Kandang Sapi (K), dan
Perlakuan Pupuk ZA (P)... 35
15. Hasil Skoring Warna Umbi Bawang Merah Varietas Kuning... 36
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Sifat-sifat Tanah Sebelum Percobaan... 50
2. Deskripsi Bawang Merah Varietas Kuning... 51
3. Bagan Percobaan... 52
4. Bagan Ukuran Plot Percobaan... 53
5. Sifat Tanah Setelah Pemberian Pupuk Kandang Sapi... 56
6. Sifat Pupuk Kandang Sapi... 56
7. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Umur 2, 4, dan 6 MST... 57
8. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman Umur 2, 4, dan 6 MST... 58
9. Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g) Umur 2, 4, 6, dan 8
MST... 59
10. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman Umur 2, 4, 6, dan 8
MST... 60
11. Data Pengamatan Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) untuk LTR1,
LTR2,
LTR3...
12. nalisis Sidik Ragam LTR1, LTR2, dan 62
13 ata Pengamatan Jumlah Daun Segar (helai) Umur 2, 4, 6, dan 8
63
14 nalisis Sidik Ragam Jumlah Daun Segar (helai) Umur 2, 4, dan 6
16 Analisis Sidik Ragam Jumlah Umbi/Plot (buah)... viii
66
68 19 ata Pengamatan Kandungan C-organik Tanah (%) dan Serapan S 69
20. Analisis Sidik Ragam Kandungan C 70
17. Data Pengamatan Produksi Bobot Kering dan Produksi Bobot Basah
(g/Plot)... 67 18. Analisis Sidik Ragam Produksi Bobot Kering dan Produksi Bobot
Basah... . D
(mg/g)...
ix
DAFTAR GAMBAR
N Halaman
1 urva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 4 MST
25
2 urva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 6 MST
engan Tinggi Tanaman... 26
o.
. K
dengan Tinggi Tanaman...
ABSTRACT
Riyadi Pratiwa Sutardjo. Increased Growth and Yield and Quality of Shallot (Allium ascalonicum L.) Through ZA Fertilization and Manure at Different Distances Planted In Deli Serdang District. Under his guidance, Prof.. Dr. Ir. Rosmayati, MS., as Chairman of the Commission of Advisors with member Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.
This study aims to determine the dose of ZA, the dose of cattle manure, and plant spacing to improve growth, yield and quality of shallot plants. The experiment was conducted at the College of Agricultural Extension (STPP) Medan Deli Serdang regency of North Sumatra Province, from January until April 2010. The research method used was the Split Split Plot Designs with three (3) factors and three (3) replications. The main plot is the spacing (A) consists of three (3) treatment, namely: a spacing of 20 x 10 cm (J ), 1 spacing of 20 x 20 cm (J ), 2 and spacing of 20 x 30 (J ). 3
The subplot is cattle manure (K) consisting of: without cattle manure (K ), 0 cattle
manure 10 tonnes / ha (K ), 1 cattle manure 20 tonnes / ha (K ), 2 and cattle manure 30
tonnes / ha (K ). A sub-sub3 plot is: without ZA (P ), 0 ZA 150 kg / ha (P ), 1 ZA 300 kg /
ha (P ), 2 and ZA 450 kg / ha (P ). 3
The results showed ZA fertilizer application did not increase growth and yield of shallot, but trend to increase the aromatic of the shallot flavor. Cattle manure application did not increase growth and yield of shallot, except cattle manure up to a dose of 10 tonnes / ha increased plant height at 4 and 6 After Week Planted (AWP) and trends to increase the aromatic of the shallot flavor. The treatment plant spacing did not increase growth but increased yield of shallot, which is indicated by the weight of wet and dry weight of the highest achieved in the arrangement spacing of 20 x 10 cm.
Key words: ZA fertilizer, manure, plant spacing, aromatic, shallot.
ABSTRAK
Riyadi Pratiwa Sutardjo. Peningkatan Pertumbuhan dan Produksi serta Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Melalui Pemupukan ZA dan Pupuk Kandang pada Berbagai Jarak Tanam Di Kabupaten Deli Serdang. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Sebagai Ketua Komisi Pembimbing dengan Anggota Dr. Ir. Hamidah Hanum MP.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk kandang sapi, dan jarak tanam untuk meningkatkan petumbuhan, produksi dan kualitas tanaman bawang merah. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Medan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, dari bulan Januari sampai dengan bulan April 2010. Metoda penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Petak Terpisah (Split split Plot Designs) dengan tiga (3) faktor dan (3) ulangan. Petak utama adalah jarak tanam (J) terdiri dari tiga (3) perlakuan yaitu : jarak tanam 20 x 10 cm (J1), jarak tanam 20 x 20 cm (J2), dan jarak
tanam 20 x 30 (J3). Anak petak adalah pupuk kandang sapi (K) teridiri dari : tanpa
pupuk kandang sapi (K0), pupuk kandang sapi 10 ton/ha (K1), pupuk kandang sapi 20
ton/ha (K2), dan pupuk kandang sapi 30 ton/ha (K3). Anak-anak petak adalah : tanpa
pupuk ZA (P0), pupuk ZA 150 kg/ha (P1), pupuk ZA 300 kg/ha (P2), dan pupuk ZA
450 kg/ha (P3).
Hasil penelitian menunjukkan aplikasi pupuk ZA tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Aplikasi pupuk kandang sapi tidak meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah, kecuali pemberian pupuk kandang sapi hingga dosis 10 ton/ha meningkatkan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST dan cenderung meningkatkan ketajaman aroma bawang merah. Perlakuan jarak tanam tidak meningkatkan pertumbuhan bawang merah tetapi meningkatkan produksi, yang diindikasikan dengan bobot basah dan bobot kering tertinggi dicapai pada pengaturan jarak tanam 20 x 10 cm.
Kata kunci : pupuk ZA, pupuk kandang sapi, jarak tanam, ketajaman aroma, bawang merah.
x
PENDAHULUAN
2003 mencapai 88.029 ha dan total produksi mencapai 762.795
ar dipenuhi dari sisa panen sebelumnya dan sebagian
lagi dari impor (Deptan, 2004).
Latar Belakang
Pengembangan usaha agribisnis hortikultura termasuk komoditas sayuran
dilaksanakan melalui pemilihan komoditas unggulan yang kompetitif dipasaran dan
dapat memenuhi permintaan dalam negeri maupun ekspor. Salah satu komoditas
unggulan nasional yang dikembangkan secara luas dan diusahakan oleh petani di
dataran tinggi maupun dataran rendah adalah bawang merah. Total luas panen
bawang merah tahun
ton (Deptan, 2004).
Kebutuhan bawang merah secara nasional terus mengalami peningkatan
seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk. Pada umumnya bawang merah
dikonsumsi oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai bumbu/rempah. Pada tahun
2004, kebutuhan bawang merah bagi penduduk Indonesia yang berjumlah 210 juta
mencapai hampir 750.000 ton atau 60.000 ton per bulan. Berdasarkan pada kapasitas
produksi yang ada, kebutuhan bawang merah untuk konsumsi telah dapat dipenuhi.
Namun demikian masih terjadi variasi terhadap total pasokan sebagai akibat pola
produksi yang tidak merata sepanjang tahun. Pada saat panen raya, sering terjadi
kelebihan pasokan, sedangkan pada saat di luar musim, kemampuan pasokan sangat
Wilayah pengembangan bawang merah saat ini tersebar pada 15 propinsi
dengan sentra utama terletak pada Propinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
Petani di Sumatera Utara melakukan usaha budidaya bawang merah pada areal
seluas 2.766 ha dengan produksi 26.224 ton (BPS, 2004). Sentra utama usaha
budidaya bawang merah terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara dan Simalungun,
sedangkan wilayah sentra penumbuhan berada di Kabupaten Deli Serdang dan
Padang Sidempuan.
Salah satu daerah di Kabupaten Deli Serdang yang akan dicoba untuk
melakukan budidaya bawang merah adalah lahan percobaan Sekolah Tinggi Penyuluh
Pertanian (STPP) Medan. Hasil analisis tanah di lahan percobaan STPP Medan
menunjukkan bahwa kandungan C-organiknya 0,36 % atau kurang dari 1 %, dimana
termasuk kriteria sangat rendah padahal bawang merah memerlukan bahan organik
yang cukup. Menurut Simanungkalit dkk, (2006), untuk memperoleh produktivitas
yang optimal dibutuhkan C-organik >2,5%. Selain itu kandungan pasirnya termasuk
katagori tinggi yaitu 51 %, sehingga kandungan S tersedianya sangat rendah, dimana
hasil analisis tanah terdapat pada Lampiran 1. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hardjowigeno (2003), tanah dengan kandungan pasir tinggi banyak kekurangan S.
Tanah yang seperti inilah diduga, yang menyebabkan rendahnya produksi bawang
merah. Petani daerah Payabakung yang lokasinya berdekatan dengan STPP Medan,
menanam bawang merah varietas asal Brebes menghasilkan panen rata-rata hanya
Rendahnya kandungan bahan organik pada tanah seperti ini dapat diatasi
dengan melakukan penambahan bahan organik berupa pupuk kandang sapi. Pupuk
kandang sangat membantu dalam memperbaiki sifat-sifat tanah seperti struktur tanah
(granulator), permeabilitas tanah, porositas tanah, dan menambah kemampuan tanah
untuk menahan unsur hara (Hardjowigeno, 2003). Hasil penelitian Mayun (2007),
menunjukkan bahwa hasil umbi kering tertinggi di dapat dari pemberian pupuk
kandang sapi 30 ton/ha sebesar 12,27 Ku/ha di daerah pesisir pantai bekas sawah di
Denpasar Timur, Propinsi Bali. Di dataran rendah Kabupaten Brebes (Jateng) dengan
jenis tanah Alluvial kelabu (Inseptisol), pemberian pupuk kandang 15 ton/ha
menghasilkan umbi kering tertinggi yaitu 13,86 ton/ha (Nur dan Ismiyati, 2007).
Menurut Atmojo (2003), dalam pupuk kandang sapi mengandung unsur S sebanyak
2,2 – 13,6 kg/ton. Unsur ini yang sangat diperlukan sekali oleh tanaman bawang
merah untuk meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan kualitas.
Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan
banyak sulfat dibanding tanaman lain. Sulfat memegang peranan penting dalam
metabolisme tanaman yang berhubungan dengan beberapa parameter penentu kualitas
nutrisi tanaman sayuran, dan untuk tanaman bawang merah ketajaman aromanya
berkorelasi dengan ketersediaan S di dalam tanah (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Unsur belerang biasa terdapat pada pupuk N yang mengandung belerang seperti
pupuk ZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ZA 300 kg/ha dapat
menghasilkan umbi kering 4,5 ton/ha, sedangkan tanpa pupuk ZA hasilnya hanya
Disamping faktor media tanam, faktor lain yang mempengaruhi produktivitas
bawang merah adalah jarak tanam. Pengaturan jarak tanam mempengaruhi populasi
tanaman dalam kompetisi penggunaan cahaya, air dan unsur hara, yang berpengaruh
pada pertumbuhan dan produksi. Jarak tanam yang rapat mengakibatkan jumlah
populasi tanaman per satuan luas tinggi, sedangkan jarak tanam yang terlalu jarang
akan mengakibatkan populasi tanaman per satuan luas menjadi rendah, sehingga
produksi menjadi rendah. Jarak tanam terbaik untuk bawang merah Palu adalah 10
cm x 20 cm dengan hasil umbi kering 10,65 ton/ha (Limbongan dan Maskar, 2003).
Hasil pengkajian Winarto dkk (2006), di Desa Sarang Padang, Kecamatan Dolok Silo,
Kabupaten Simalungun melaporkan bahwa terdapat perbedaan jumlah umbi/rumpun
dan produksi dari 3 varietas bawang merah (Tiron, Bima dan Kuning) pada jarak
tanam 25 cm x 25 cm. Selanjutnya dinyatakan bahwa varietas Kuning jumlah umbi
per rumpunnya lebih sedikit dibanding varietas Bima dan Tiron yaitu : 11,7
umbi/rumpun untuk varietas Kuning, 12,5 umbi/rumpun dan 17,1 umbi/rumpun untuk
varietas Tiron. Begitu pula untuk produksinya, varietas Kuning lebih sedikit
dibanding varietas Bima dan Tiron, yaitu : 1,86 ton/ha pada varietas Kuning, 2,49
ton/ha pada varietas Bima, dan 3,19 ton/ha untuk varietas Tiron. Pada penelitian ini
penulis akan menggunakan varietas Kuning, dan berdasarkan fakta di atas diduga
varietas ini memerlukan jarak tanam yang lebih rapat.
Pengaturan jarak tanam yang dikombinasikan dengan beberapa tingkatan
pupuk ZA dan macam pupuk kandang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan
Perumusan Masalah
Media tumbuh dan teknik budidaya masih merupakan masalah dalam
produksi tanaman bawang merah di dataran rendah Kabupaten Deli Serdang sehingga
diperlukan penelitian terhadap aspek-aspek tersebut. Permasalahan dari aspek media
tumbuh antara lain sangat rendahnya bahan organik (kurang dari 1 %), sangat
rendahnya unsur S tersedia, terutama pada tanah yang akan dipakai sebagai tempat
penelitian; sedangkan dari aspek teknik budidaya antara lain adalah jarak tanam.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui penambahan bahan
organik berupa pupuk kandang sapi, pemberian pupuk ZA, dan pengaturan jarak
tanam. Yang menjadi permasalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya
dosis pupuk ZA dan dosis pupuk kandang sapi, serta jarak tanam yang tepat untuk
mendapatkan produksi yang tinggi dan kualitas yang baik.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pupuk ZA, dosis pupuk
kandang sapi, dan jarak tanam yang paling baik untuk meningkatkan produksi dan
Hipotesis
1. Dengan meningkatnya dosis pupuk ZA akan meningkatkan pertumbuhan,
produksi, dan kualitas bawang merah.
2. Dengan meningkatnya pupuk kandang sapi akan meningkatkan pertumbuhan,
produksi, dan kualitas bawang merah
3. Jarak tanam 20 cm x 20 cm untuk varietas kuning merupakan jarak tanam
yang paling baik untuk pertumbuhan , produksi dan kualitas bawang merah.
4. Pemberian dosis pupuk ZA dan dosis pupuk kandang sapi yang semakin
meningkat, serta penggunaan jarak tanam 20 cm x 20 cm akan memberikan
pertumbuhan, produksi, dan kualitas yang terbaik.
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai rekomendasi untuk menentukan dosis
pupuk ZA, dosis pupuk kandang dan penentuan jarak tanam pada budidaya bawang
merah, dalam rangka mendukung pengembangan usaha tani budidaya bawang merah
di daerah sentra penumbuhan produksi bawang merah Kabupaten Deli Serdang
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Biofisik Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’
Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur. Daerah ini secara geografis
terletak pada wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki
topografi, kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai
bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah
yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pantai. Sementara itu, dilihat
dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas : dataran pantai : ±
63.002 Ha ( 26,30 %), dataran Rendah : ± 68,965 Ha ( 28.80 % ), dataran
pegunungan : ± 111.970 Ha ( 44.90 %) (Tengku Herry, 2009).
Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari permukaan
laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan iklim peralihan
antara sub tropis dan tropis. Ketinggian 0 – 500 meter dari permukaan laut,
Kabupaten Deli Serdang beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis, sedangkan
ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub tropis. Curah
hujan rata-rata pertahun 1.936,3 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada
bulan September, Oktober, Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui
daerah ini juga berbeda yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan
0,68 meter/detik, sedangkan temperatur rata-rata 26,7°.Luas jenis Tanah Kabupaten
Andisol : 44.488 Ha; inceptisol : 112.462 Ha; spodosol : 10.624 Ha; Jumlah :
240.796 Ha (Tengku Herry, 2009).
Hasil analisis tanah di lahan percobaan Sekolah Tnggi Penyuluhan Pertanian
Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut : fraksi pasir: 51 %, fraksi debu: 21
%, fraksi liat: 28 %, pH H2O: 6.5, pH KCl: 5.5, kadungan C-organik: 0.36 %,
kandungan N: 0.19 %, rasio C/N: 1.9, P Bray 2: 76 (ppm), K: 0,17 me/100 g,
Na: 0.21 me/100 g, Ca: 9,93 me/100 g, jumlah kation basa: 13.41 me/100 g, K.T.K:
14.53 g, dan KB: 92 % (Lampiran 1).
Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah
Tanaman bawang merah membutuhkan suatu kondisi lingkungan yang sesuai
untuk pertumbuhannya. Untuk dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang
baik, persyaratan untuk tumbuh harus dipenuhi.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tabanaman meliputi
iklim dan jenis tanah. Unsur-unsur iklim yang perlu diperhatikan adalah sinar
matahari, suhu, ketinggian tempat, dan curah hujan. Sedangkan yang perlu
diperhatikan pada tanah adalah sifat fisik dan sifat kimia.
Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran
tinggi (1 – 1000 m dpl ), dengan curah hujan 100 – 200 mm/bulan. Namun
pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada ketinggian 0 – 400 m
dpl. Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800 – 900 m dpl,
panjang dibanding umur tanaman di dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi
lebih rendah (Deptan, 2004).
Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan
suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang
merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah
pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau, dengan penyediaan air
irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman (Deptan, 2003). Bawang merah akan
membentuk umbi yang lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran
lebih dari 12 jam (Sumarni dan Hidayat, 2005). Suhu yang baik bagi pertumbuhan
bawang merah adalah sekitar 220C atau lebih, bawah suhu 22oC bawang merah akan
lambat berumbi, maka bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah
dimana iklim yang cerah (Deptan, 2005). Pada suhu 22oC tanaman masih mudah
membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang
bersuhu panas. Daerah yang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25 – 320C dan suhu
rata-rata tahunan 300C (Rahayu dan Berlian, 2004).
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, draenase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, yaitu >
2,5 % (menurut Simanungkalit dkk, (2006)), dan reaksi tanah agak masam sampai
normal (6,0 – 6,8). Tanah ber-pH pH 5,5 – 7,0 masih dapat digunakan untuk
penanaman bawang merah (Rahayu dan Berlian, 2004), pH 5,6 – 6,5 (Sumarni dan
Hidayat, 2005). Jenis tanah yang cocok untuk bididaya bawang merah adalah tanah
Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai tanaman bawang merah
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Pengaruh Jarak Tanam Dalam Budidaya Bawang Merah
Tujuan pengaturan kerapatan tanaman atau jarak tanam pada dasarnya adalah
memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami
persaingan dalam hal pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari, dan
memudahkan pemeliharaan tanaman. Penggunaan jarak tanam yang kurang tepat
dapat merangsang pertumbuhan gulma, sehingga dapat menurunkan hasil (Sumarni
dan Hidayat, 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa secara umum hasil tanaman
per-satuan luas tertinggi diperoleh pada kerapatan tanaman tinggi, akan tetapi bobot
masing-masing umbi secara individu menurun karena terjadinya persaingan antar
tanaman. Pada tingkat populasi rendah, hasil menurun disebabkan karena kurangnya
jumlah tanaman, namun pada populasi tinggi hasil menurun karena kompetisi yang
eksrim antar tanaman. Pengaruh peningkatan populasi menyebabkan tanaman
memanjang, menghasilkan batang lebih lunak, dan tanaman mudah roboh (Supriono,
2000).
Jarak tanam terbaik untuk bawang merah Palu adalah 10 cm x 20 cm dengan
hasil umbi basah 11,92 ton/ha setara dengan umbi kering 10,65 ton/ha. Namun, jarak
tanam ini tidak berbeda dengan jarak tanam 10 cm x 15 cm dan 15 cm x 15 cm.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak tanam yang ideal untuk bawang merah
Palu adalah 10 cm x 10 cm dan dapat diperlebar hingga 15 cm x 15 cm (Limbongan
Horison, Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara 1000 m dpl diperoleh hasil
umbi kering seberat 7,88 ton/ha pada jarak tanam 20 cm x 15 cm (Winarto, dkk,
2007).
Peranan Pupuk Organik Pada Tanaman Bawang Merah
Bahan organik mempengaruhi sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap
pertumbuhan tanaman. Pengaruh tersebut adalah : sebagai granulator (memperbaiki
struktur tanah); sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro, dan lain-lain; menambah
kemampuan tanah untuk menahan air; menambah kemampuan tanah untuk menahan
unsur-unsur hara (Kapasitas Tukar Kation tanah menjadi tinggi); dan sumber energi
bagi mikroorganisme (Hardjowigeno, 2003). Bahan organik juga dapat memperbesar
ketersediaan P tanah, melalui dekomposisi yang menghasilkan asam-asam organik
dan CO2 (Lubis, dkk, 1985).
Hasil penelitian Mayun, (2007) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
kandang sapi dengan 30 ton per hektar memberikan pengaruh yang nyata pada
pertumbuhan dan hasil umbi per hektar tanaman bawang merah di daerah pesisir.
Sedangkan hasil penelitian Nur dan Ismiyati (2007), menunjukkan bahwa dosis
pupuk kandang 15 ton/ha berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil
bawang merah. Meningkatnya pertumbuhan dan hasil ini disebabkan pemberian
pupuk kandang sampai dengan 15 ton/ha dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi tanah serta menambah ketersediaan unsur hara baik makro maupun mikro
Limbongan dan Maskar (2003), menyatakan bahwa pemberian pupuk organik
1,20 t/ha menghasilkan umbi kering terbanyak yaitu 5,64 t/ha dan berbeda nyata
dibandingkan dengan hasil umbi dari plot yang tidak diberi pupuk organik.
Peningkatan hasil terjadi karena pupuk organik dapat memperbaiki aerasi dan
drainase tanah sehingga akar berkembang lebih baik dan jangkauannya lebih luas
untuk menyerap hara. Penelitian pemberian pupuk organik kasting (limbah organik
yang diuraikan oleh cacing tanah) pada bawang merah Palu menunjukkan bahwa
pemberian kasting 12 ton/ha dapat menghasilkan umbi kering 4,05 t/ha, sedangkan
tanpa pupuk kasting dan ZA hasilnya hanya 1,20 t/ha (Limbongan dan Maskar,
2003).
Peranan Pupuk ZA Pada Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu jenis tanaman yang membutuhkan
banyak sulfat. Sulfat memegang peranan penting dalam metabolisme tanaman yang
berhubungan dengan beberapa parameter penentu kualitas nutrisi tanaman sayuran
(Sumarni dan Hidayat, 2005). Selanjutnya dinyatakan bahwa ketajaman aroma
tanaman bawang merah berkorelasi dengan ketersediaan S di dalam tanah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa batas kritis sulfat untuk bawang merah 50-90 ppm
tergantung pada tipe tanahnya. Pemberian S dengan dosis 20 – 60 ppm
meningkatkan serapan S, P, Zn, dan Cn.
Momuat, dkk (2006), menyatakan bahwa pemupukan belerang dari berbagai
sumber ternyata mempengaruhi status S dalam jerami dan gabah dari tanaman padi.
sebagai pupuk. Belerang yang diserap jerami dari tanaman yang dipupuk gips dan ZA
lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipupuk tepung belerang, kecuali pada
takaran tinggi. Takaran dan sumber belerang juga berpengaruh sangat nyata terhadap
S yang diserap gabah. Serapan maksimum dari perlakuan tepung belerang dicapai
pada takaran tertinggi yaitu 40 ppm S dan 80 kg S/ha berturut-turut untuk percobaan
pot dan lapangan. Bila gips dan ZA digunakan sebagai sumber S maka jumlah
belerang yang diserap gabah tidak meningkat secara nyata sejak takaran 20 hingga 80
kg/ha. Serapan maksimum dari perlakuan tepung belerang, gips dan ZA berturut-turut
adalah 13,9 , 16,8 dan 17,8 kg/ha. Bila dilihat dari serapan total S, maka baik dari
percobaan pot maupun lapangan secara konsisten ZA lebih baik daripada tepung
belerang. Kenyataan ini menunjukkan bahwa untuk menilai status S tanaman padi,
serapan didalam gabah dan jerami atau serapan total dapat dijadikan sebagai kriteria.
Untuk menyamai serapan ZA, tepung belerang harus diberikan dengan takaran yang
lebih tinggi.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian ZA 300 kg/ha pada
tanaman bawang merah dapat menghasilkan umbi kering 4,5 ton/ha, sedangkan tanpa
pupuk ZA hasilnya hanya 1,20 ton/ha (Limbongan dan Maskar, 2003). Sedangkan
menurut Hilman dan Asgar (1995) dalam Muhammad et al. (2001), bawang merah
membutuhkan S sebanyak 120 kg/ha.
Kajian Raharjo (2005) di Desa Wironanggan, Kecamatan Gatak, Kabupaten
Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah dengan ketinggian tanah ± 110 m di atas
36 kg S/ha dan IAA 0,01 ppm berpengaruh sangat terhadap tinggi rata-rata tanaman,
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan percobaan Sekolah Tinggi Penyuluh
Pertanian (STPP) Medan Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, pada
ketinggian + 25 m dpl. Dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan April
2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih bawang merah varietas Kuning dari Balai
Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang-Jawa Barat (deskripsi varietas
terdapat pada lampiran 2), pupuk kandang sapi, pupuk Urea, ZA, SP-36, dan KCl,
fungisida antracol, insektisida curacron. Alat yang digunakan adalah cangkul,
meteran, tali plastik, tugal, papan label, alat tulis, hand sprayer, dan alat-alat lain yang
mendukung penelitian.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Petak Terpisah (Split split Plot
Faktor I (petak utama) adalah jarak tanam, dengan symbol J terdiri dari :
J1 = jarak tanam 20 x 10 cm
J2 = jarak tanam 20 x 20 cm
J3 = jarak tanam 20 x 30 cm
Faktor II (anak petak) adalah pupuk kandang, dengan simbol K yang terdiri dari :
K0 = kontrol
K1 = pupuk kandang sapi 10 ton/ha
K2 = pupuk kandang sapi 20 ton/ha
K3 = pupuk kandang sapi 30 ton/ha
Faktor III (anak-anak petak) adalah dosis pupuk ZA, dengan simbol P yang terdiri
dari :
P0 = tanpa pupuk ZA
P1 = 150 kg/ha ZA
P2 = 300 kg/ha ZA
P3 = 450 kg/ha ZA
Dengan demikian terdapat 48 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan
diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 144 unit percobaan, dengan 3 sampel
destruktif yang diukur hingga saat panen.
Model linier untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
Yijkl = µ+ρi+αj+εij+ k+(α )jk+εijk+ l+(α )jI+( )kI+(α )jkI+εijkI
Yijkl = nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan jarak tanam ke-j perlakuan pupuk organik taraf ke-k, dan perlakuan pupuk anorganik taraf ke-l.
µ = Rata-rata umum nilai pengamatan
Ρi = Pengaruh ulangan pada taraf ke-i j = Pengaruh perlakuan jarak tanam ke-j
Εij = Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan jarak tanam ke-j k = Pengaruh perlakuan pupuk organik ke-k
(α )jk = Pengaruh interaksi perlakuan jarak tanam ke-j dan perlakuan pupuk organik ke-k
Εijk = Pengaruh galat pada ulangan ke-i, perlakuan jarak tanam ke-j dan pupuk organik ke-k
ץ = Pengaruh perlakuan pupuk anorganik taraf ke-l
(α )jI = Pengaruh interaksi perlakuan jarak tanam ke-j dan perlakuan pupuk anorganik ke-l
( )kI = Pengaruh interkasi perlakuan pupuk organik ke-k dan perlakuan pupuk anorganik taraf ke-l
(α )jkI = Pengaruh interaksi perlakuan jarak tanam ke-j, perlakuan pupuk organik ke-k, dan perlakuan pupuk anorganik ke-l
εijkI = Pengaruh galat pada ulangan ke-i dan jarak tanam ke-j, perlakuan pupuk organik ke-k, dan perlakuan pupuk anorganik ke-l
Bagan penelitian terdapat pada lampiran 3.
Data hasil pengamatan dianalisis dalam anova untuk masing-masing peubah. Jika
pengaruh perlakuan kombinasi terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh yang
nyata atau sangat nyata dapat dilanjutkan dengan analisis regresi, korelasi, dan uji
beda rataan dalam uji DMRT pada taraf 5 % (Gomez, 1995). Pada pengaruh
perlakuan tunggal terhadap peubah amatan menunjukkan pengaruh yang nyata atau
sangat nyata dilanjutkan dengan analisis regresi, korelasi, dan uji Tukey (hsd =
Honestly significant difference) atau sering disebut dengan uji Beda Nyata Jujur
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan lahan
Lahan diukur dengan ukuran untuk masing-masing bedengan seluas 1,4 x 2,4
m. Jarak antar petak dalam 1 ulangan 50 cm dan jarak antar beda ulangan 100 cm.
Dibuat parit keliling dengan ukuran 50 cm dan kedalam 50 cm. Kemudian lahan
dibersihkan dari gulma yang ada dan dilakukan olah tanah pertama yaitu mencangkul
tanah hingga gembur dengan kedalaman olah antara 20 – 30 cm.
Aplikasi pupuk kandang sapi
Pada saat olah tanah kedua (15 hari setelah olah tanah pertama), dilakukan
pemberian pupuk kandang dengan dosis sesuai perlakuan. Pupuk kandang di
taburkan di bedengan lalu diaduk secara merata dengan menggunakan cangkul dan
diinkubasi selama 7 hari.
Pemupukan SP-36, KCl, dan ZA
Pupuk P (SP-36) dengan dosis 300 kg/ha (70 kg P2O5/ha) diberikan 3 hari
sebelum tanam dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah. Pupuk N
dan K sebagai pupuk susulan, diaplikasikan bersama-sama pada larikan dan
dibenamkan dalam tanah. Macam dan jumlah pupuk N dan K yang diberikan untuk 1
kali musim tanam adalah sebagai berikut : pupuk N sebanyak 141 kg/ha berasal dari
urea dan ZA; pupuk K sebanyak 100 kg/ha dari KCl. Tujuan pemberian pupuk Urea
adalah untuk menambah kekurangan N dari perlakuan pemupukan ZA. Adapun dosis
kg N dan 36 kg S); P2 = 300 kg/ha ZA + 173,3 kg/ha Urea (setara 141 kg N dan 72
kg S); P3 = 450 kg/ha ZA (setara 141 kg N dan 108 kg S).
Pemupukan susulan I berupa pupuk N dan K dilakukan pada umur 15 hari
setelah tanam dan susulan ke II pada umur umur 1 bulan setelah tanam,
masing-masing ½ dosis.
Pemilihan umbi bibit
Bibit bawang yang digunakan adalah varietas Kuning dengan ukuran 5 – 10
gram/umbi dan berasal dari tanaman yang dipanen cukup tua 70 – 90 hari setelah
tanam (hst). Bibit sehat, warna mengkilat, bentuk kompak (tidak keropos), kulit umbi
tidak luka (terkelupas) dan telah mengalami masa simpan selama 2 bulan setelah
panen. Deskripsi varietas Kuning terdapat pada lampiran 2.
Penanaman
Umbi bawang merah yang telah dipilih, ditanam satu persatu pada lubang
tanam dengan jarak tanam sesuai perlakuan yaitu : 10 cm x 20 cm , 20 cm x 20 cm,
dan 20 cm x 30 cm.
Sebelum umbi bawang merah ditanam, kulit luar umbi bibit yang mengering
dibersihkan dan dilakukan pemotongan ujung umbi sepanjang kurang lebih ¼ bagian
dari seluruh umbi. Kemudian umbi di fungisida menggunakan Antracol 70 WP
dengan dosis 5 g/kg umbi. Setiap 5 kg umbi dan 25 g Antracol dimasuk ke dalam
kantong plastik kemudian diaduk hingga rata. Setelah itu umbi di tanam, sehingga ⅔
Setelah ditanam, seluruh lahan disiram dengan embrat yang halus. Bagan unit plot
percobaan terdapat pada lampiran 4.
Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada awal pertumbuhan hingga umur kurang-lebih 7
hari setelah tanam dengan cara mengambil umbi yang mati atau busuk.
Penyiraman tanaman dilakukan berdasarkan umur tanaman. Pada umur
tanaman 0 – 10 hari, penyiraman dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari.
Setelah tanaman berumur lebih dari 10 hari penyiraman dilakukan 1 kali sehari pada
pagi atau sore hari.
Penyiraman yang dilakukan pada musim hujan umumnya hanya ditujukan
untuk membilas daun tanaman, yaitu untuk menurunkan percikan tanah yang
menempel pada daun bawang merah.
Penyiangan gulma dari pertanaman dilakukan pada saat umur tanaman 2
minggu dan 1 bulan setelah tanam. Penyiangan gulma dilakukan dengan hati-hati
agar tidak merusak perakaran bawang merah, yaitu dicabut dengan tangan secara
dengan perlahan.
Pengendalian penyakit tanaman dilakukan dengan penyemprotan fungisida
Benlox 5 g/l air seminggu sekali mulai dari umur tanaman 21 hari hingga umur 42
Pengamatan Peubah Amatan
Pengamatan parameter dilakukan untuk komponen vegetatif sesuai dengan
interval pengamatan dan komponen generatif mulai masa reproduktif hingga saat
panen.
Panen
Tanaman bawang merah varietas kuning pada penelitian ini dipanen pada
umur 56 dan 60 hari. Ciri tanaman yang dipanen adalah leher batang mengeras dan
batang telah melemas, daun menguning dan umbi lapis sudah tersembul ke
permukaan tanah. Sampel tersebut 80% dari jumlah tanaman sudah menunjukkan
tanaman siap panen. Panen dilaksanakan pada saat cuaca cerah dan tanah kering.
Panen dilakukan dengan cara mencabut seluruh tanaman secara hati-hati agar batang
tidak putus dan umbi tidak tertinggal dalam tanah. Setelah itu umbi yang sudah
dicabut dibersihkan dari tanah yang melekat dan dikeringkan selama satu hari serta
ditimbang untuk mendapatkan bobot basah. Bobot kering didapat dengan melakukan
pengeringan selama 14 hari dari waktu panen.
Peubah Amatan
1. Tinggi tanaman (cm),
Pengukuran tinggi tanaman dukur mulai dari leher akar sampai ujung tajuk
tertinggi untuk 3 tanaman sampel. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada
2. Bobot kering tanaman (g),
Bobot kering tanaman dilakukan dengan menimbang 3 sampel tanaman
destruktif dicabut sampai akarnya pada umur 2, 4, 6, 8 mst. Kemudian
dibersihkan, dikering ovenkan pada suhu 650C hingga bobotnya konstan,
selanjutnya tanaman ditimbang dengan timbangan elektrik.
3. Jumlah umbi/plot (buah),
Jumlah seluruh anakan dihitung pada setiap rumpun tanaman sampel dalam
setiap plot tanaman memasuki fase generatif.
4. Jumlah Daun/rumpun (buah),
Jumlah daun dihitung pada setiap rumpun tanaman sampel dalam setiap plot
pada umur 2, 4, 6, 8 mst.
5. Produksi bobot basah/plot (g),
Dihitung sekali saat panen untuk menghitung produksi per luas pertanaman.
6. Produksi bobot kering/plot (g),
Dihitung sekali setelah dikeringkan selama dua minggu dari saat panen untuk
menghitung produksi per luas pertanaman.
7. Laju tumbuh relatif (g.minggu-1),
Relatif Growth Rate (RGR) atau Laju Tumbuh Relatif ditentukan dengan
rumus :
(Ln W2 – Ln W1)
LTR =---
W1 = bobot kering tanaman pada waktu t1
W2 = bobot kering tanaman pada waktu t2
T = waktu (minggu)
Pengukuran LTR dilakukan pada 3 tanaman sampel destruktif umur 2, 4, 6, 8
mst.
8. Kandungan C-organik (%),
Analisis dilakukan di laboratorium dengan metode Walkley & Black setelah
panen untuk menentukan kandungan C-organik pada tanah.
9. Serapan S (%),
Analisis dilakukan di laboratorium dengan metode spektrofotometer setelah
panen untuk menentukan serapan S pada umbi tanaman.
10.Ketajaman aroma
Dilakukan secara organoleptik pada umbi yang berukuran berat 5 g dengan
menggunakan relawan secara skoring. Metode yang digunakan, irisan bawang
dicicipi.
11.Warna umbi
Pengamatan warna umbi dilakukan pada umbi setelah panen yang berukuran
berat 5 g, dan untuk menentukan perbedaan warna dari perlakuan digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan tinggi tanaman bawang merah pada pengamatan 2, 4 dan 6
minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam terdapat pada
Lampiran 7 dan 8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan jarak
tanam (J) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada
umur 2, 4 dan 6 MST. Sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (K) berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 dan 6 MST. Tinggi tanaman pada
perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada
pengamatan 6 MST terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Umur 6 MST.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 31,98 32,71 31,49 31,02
P1 25,86 32,37 33,17 32,45
P2 29,07 30,20 35,00 32,60
P3 30,45 32,00 32,74 31,82
J2 P0 30,92 29,15 30,37 31,95
P1 28,40 29,19 31,69 27,81
P2 30,91 29,25 28,77 29,05
P3 29,81 32,27 29,57 26,36
J3 P0 24,07 26,10 30,46 29,37
P1 30,24 29,23 27,63 32,13
P2 24,93 30,12 31,12 29,78
Tabel 2. Efek Tunggal Perlakuan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Umur 4 dan 6 MST.
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST 6 MST
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa pada pengamatan 4 dan 6 MST penambahan
pupuk kandang sapi 10 sampai 30 ton/ha tidak menunjukkan perbedaan yang nyata,
tetapi nyata dengan tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Hubungan antara tinggi
tanaman dengan perlakuan pupuk kandang sapi pada umur 4 MST dan 6 MST dapat
dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini.
ŷ = -0,0081x2 + 0,2965x + 28,805
Gambar 1. Kurva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 4 MST dengan Tinggi Tanaman.
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang sapi
dengan persamaan : ŷ = -0,0081x2 + 0,2965x + 28,805, dimana pemberian pupuk
kandang sapi sebanyak 18,3 ton/ha, menghasilkan tinggi tanaman maksimum yang
dapat di capai adalah 31,63 cm.
ŷ = -0,005x2 + 0,2026x + 28,774
Gambar 2. Kurva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 6 MST dengan Tinggi Tanaman.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang sapi
meningkatkan tinggi tanaman bawang merah secara kuadratik pada umur 6 MST
dengan persamaan : ŷ = -0,005x2 + 0,2026x + 28,774. Pemberian pupuk kandang
sapi 20,2 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman maksimum yang dapat di capai adalah
30,85 cm.
Bobot Kering Tanaman (g)
Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil
dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 9 dan 10), menunjukkan pengaruh yang
tidak nyata terhadap peubah amatan bobot kering tanaman (g) pada umur 2 MST, 4
Bobot kering tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang
sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 8 MST terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Bobot Kering (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Umur 8 MST.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 19,86 18,30 17,57 21,98
P1 21,35 18,77 23,12 20,73
P2 22,03 21,69 21,21 22,07
P3 19,74 24,28 23,87 20,88
J2 P0 19,76 17,85 22,29 19,87
P1 18,75 20,70 20,23 19,56
P2 20,24 21,85 25,86 19,76
P3 22,19 17,92 20,41 19,50
J3 P0 18,43 23,05 17,61 17,52
P1 19,03 20,21 24,42 17,64
P2 16,90 18,00 23,58 20,10
P3 20.30 21,74 24,06 21,88
Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1)
Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana
hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 11 dan 12), menunjukkan pengaruh
yang tidak nyata terhadap peubah amatan laju tumbuh relatif (LTR) tanaman bawang
merah umur 2 – 8 MST. LTR tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk
kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 6 – 8 MST terdapat pada
Tabel 4. Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) LTR3 Tanaman Bawang Merah dengan
Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA untuk Pengamatan Umur 6 - 8 MST.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 0,59 0,54 0,50 0,64
P1 0,62 0,55 0,64 0,61
P2 0,63 0,61 0,60 0,61
P3 0,58 0,68 0,67 0,60
J2 P0 0,58 0,54 0,64 0,59
P1 0,54 0,61 0,59 0,59
P2 0,59 0,64 0,73 0,59
P3 0,63 0,53 0,58 0,58
J3 P0 0,59 0,67 0,56 0,52
P1 0,57 0,60 0,68 0,53
P2 0,52 0,55 0,66 0,59
P3 0,60 0,62 0,67 0,63
Jumlah Daun Segar/Rumpun (Helai)
Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil
dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 13 dan 14), menunjukkan pengaruh yang
tidak nyata terhadap peubah amatan jumlah daun/rumpun pada umur 2, 4, 6, dan 8
MST. Jumlah daun tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang
Tabel 5. Jumlah Daun segar/Rumpun (Helai) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 8 MST.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 6,28 7,08 6,05 6,45
P1 6,32 6,61 6,61 5,81
P2 5,89 6,14 7,08 6,68
P3 6,44 6,06 6,77 6,64
J2 P0 5,80 7,53 7,60 8,00
P1 6,27 7,00 7,84 7,13
P2 7,67 8,07 6,93 7,53
P3 8,00 6,60 6,67 7,27
J3 P0 5,67 7,11 6,11 6,45
P1 7,33 7,55 6,21 6,78
P2 4,78 8,56 8,45 6,34
P3 6,78 7,00 7,78 5,88
Jumlah Umbi/plot (Buah)
Perlakuan pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis
statistik sidik ragam ( Lampiran 15 dan 16), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata
terhadap peubah amatan jumlah umbi/plot pada saat tanaman memasuki fase vegetatif
(4 MST). Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata pada peubah amatan jumlah
umbi/plot. Jumlah umbi/plot tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk
kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada saat memasuki fase vegetatif (4 MST)
Tabel 6. Jumlah Umbi/plot (buah)Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 4 MST.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 279,83 245,83 227,67 220,83
P1 250,00 246,00 254,17 202,83
P2 247,17 288,83 277,83 219,50
P3 251,33 244,33 258,17 252,67
J2 P0 110,00 141,67 143,33 141,67
P1 125,00 133,33 121,33 123,33
P2 131,67 106,67 135,00 113,33
P3 115,00 108,33 141,67 118,33
J3 P0 53,35 71,65 66,65 75,00
P1 83,30 76,65 73,35 75,00
P2 71,65 86,65 66,65 65,00
P3 70,00 86,70 88,30 66,65
Tabel 7. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Jumlah Umbi/plot (buah) Tanaman Bawang Merah pada Pengamatan Umur 4 MST.
Perlakuan Jumlah umbi/plot (buah)
Jarak Tanam
J1 (20 x 10 cm) 247,94 a
J2 (20 x 20 cm) 125,60 b
J3 (20 x 30 cm) 73,53 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.
Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa perlakuan jarak tanam memberikan
pengaruh yang nyata pada peubah amatan jumlah umbi/plot pada pengamatan fase
vegetatif (4 MST). Perlakuan jarak tanam 20 x 10 cm menghasilkan jumlah umbi/plot
Produksi Bobot Basah/Plot (g)
Data pengamatan produksi bobot basah tanaman bawang merah dan hasil
analisis statistik sidik ragam terdapat pada Lampiran 17 dan 18. Dari hasil sidik
ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi (K) dan pupuk ZA
(P) berpengaruh tidak nyata terhadap produksi bobot basah. Sedang perlakuan jarak
tanam (J) berpengaruh nyata terhadap produksi bobot basah. Produksi bobot basah
pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA
terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8. Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 14,03 14,65 13,79 14,39
P1 12,08 15,20 14,96 13,94
P2 13,53 14,24 14,84 15,24
P3 13,45 14,45 14,41 14,44
J2 P0 9,02 10,32 10,58 10,73
P1 10,52 11,33 11,08 10,70
P2 11,24 10,56 11,69 11,15
P3 10,18 10,39 11,08 12,46
J3 P0 4,07 5,72 5,33 4,62
P1 5,35 4,91 6,60 5,21
P2 4,71 6,78 5,68 6,86
Tabel 9. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah.
Perlakuan Bobot Basah/Plot g)
Jarak Tanam
J1 (20 x 10 cm) 14,23 a
J2 (20 x 20 cm) 10,81 b
J3 (20 x 30 cm) 5,41 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.
Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa pada pengamatan produksi bobot basah,
pengaturan jarak tanam J1 (20 x 10 cm) memberikan produksi bobot basah yang
terbaik.
Produksi Bobot Kering/Plot (g)
Data pengamatan produksi bobot kering tanaman bawang merah dan hasil
analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18.
Tabel 10. Produksi Bobot kering/Plot Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA.
K0 K1 K2 K3
J1 P0 11,24 11,74 11,00 10,45
P1 10,16 11,23 11,62 11,53
P2 10,90 11,30 10,67 11,56
P3 11,26 10,76 12,01 11,29
J2 P0 7,60 8,56 8,00 7,65
P1 7,91 8,40 8,95 8,51
P2 9,11 7,60 9,01 8,95
P3 8,59 8,39 8,69 9,96
J3 P0 3,35 4,49 3,44 3,70
P1 4,39 4,09 5,02 3,72
P2 3,60 5,81 4,47 5,50
P3 3,94 4,54 4,70 3,92
Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk kandang
Sedang perlakuan jarak tanam (J) berpengaruh nyata terhadap produksi bobot kering.
Produksi bobot kering pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi
dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 10.
Tabel 11. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot Kering/Plot (g) Tanaman Bawang Merah.
Perlakuan Bobot Kering/Plot (g)
Jarak Tanam
J1 (20 x 10 cm) 11,17 a
J2 (20 x 20 cm) 8,48 b
J3 (20 x 30 cm) 4,29 c
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.
Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa pada pengamatan produksi bobot kering,
pengaturan jarak tanam J1 (20 x 10 cm) memberikan produksi bobot kering yang
terbaik.
Kandungan C-Organik Tanah (%)
Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil
dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 19 dan 20), menunjukkan pengaruh yang
tidak nyata terhadap peubah amatan kandungan C-organik pada saat setelah panen.
Kandungan C-organik tanah tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk
Tabel 12. Kandungan C-Organik (%) tanah Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA .
K0 K1 K2 K3
J1 P0 1,26 1,41 1,46 1,34
P1 1,42 1,19 1,56 1,36
P2 1,27 1,45 1,50 1,43
P3 1,25 1,49 1,53 1,36
J2 P0 1,21 1,35 1,40 1,43
P1 1,10 1,46 1,38 1,23
P2 1,33 1,26 1,26 1,36
P3 1,38 1,22 1,35 1,52
J3 P0 1,51 1,54 1,80 1,27
P1 1,39 1,45 1,97 1,75
P2 1,31 1,67 1,67 1,71
P3 1,36 1,48 1,49 1,52
Serapan S (mg/g)
Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil
dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 19 dan 20), menunjukkan pengaruh yang
tidak nyata terhadap peubah amatan serapan S pada saat umbi telah dipanen. Serapan
S tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan
Tabel 13. Serapan S (mg/g) Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA .
K0 K1 K2 K3
J1 P0 8,85 10,73 9,50 26,83
P1 13,88 10,22 15,14 12,36
P2 11,24 9,91 8,41 13,90
P3 9,02 9,10 11,11 10,63
J2 P0 11,00 15,24 14,61 14,81
P1 12,34 16,75 28,92 11,15
P2 13,44 9,72 19,55 10,79
P3 12,83 9,00 9,16 15,53
J3 P0 16,80 13,58 11,67 18,43
P1 13,97 22,33 8,25 8,91
P2 10,80 9,68 18,69 19,39
P3 11,08 12,73 8,66 17,05
Ketajaman Aroma Bawang Merah
Data Pengamatan tingkat ketajaman aroma bawang merah dengan cara uji
organoleptik terdapat pada tabel 10, seperti berikut ini.
Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik Tingkat Ketajaman Aroma Bawang Merah Varietas Kuning dengan Perlakuan Pupuk Kandang Sapi (K), dan Perlakuan Pupuk ZA (P).
Perlakuan K0 K1 K2 K3 Rataan P
P0 3 3 2 2 2
P1 2 3 3 3 3
P2 3 3 3 2 3
P3 2 3 2 1 2
Rataan K 2 3 3 2
Keterangan :
Nilai skor 4 = pedas sekali Nilai skor 3 = pedas
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan yang menghasilkan
aroma paling pedas dengan skor 3 adalah: perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan
tanpa pupuk ZA (K1 P0), perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk ZA 300
kg/ha (K1 P2), perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk ZA 450 kg/ha (K1 P3),
serta perlakuan pupuk kandang 20 ton/ha dan pupuk ZA 150 kg/ha (K2 P1). Aroma
yang paling tidak pedas dihasilkan dengan perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha dan
pupuk ZA 450 kg/ha (K3 P3),
WARNA
Pada peubah amatan warna umbi yang dilakukan secara visual menunjukkan
pengaruh yang tidak nyata dari perlakuan, yang semuanya menunjukkan skor 4
seperti pada tabel 11.
Tabel 11. Hasil Skoring Warna Umbi Bawang Merah Varietas Kuning.
Perlakuan K0 K1 K2 K3 Rataan P
P0 4 4 4 4 4
P1 4 4 4 4 4
P2 4 4 4 4 4
P3 4 4 4 4 4
Rataan K 4 4 4 4
Keterangan Warna : Warna Skor
1
2
3
Pembahasan
Pengaruh Pupuk ZA Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.
Pemberian pupuk ZA berpengaruh tidak nyata pada semua peubah amatan
pertumbuhan dan produksi yang diuji secara statistik. Tidak nyatanya pengaruh
pupuk ZA pada peubah amatan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
produksi, diduga karena oleh beberapa hal, seperrti : tanah yang ditanami
mengandung pasir yang tinggi seperti pada hasil analisa awal tanah yaitu kandungan
pasirnya 51 % dan termasuk katagori tinggi (Lampiran 1). Sifat tanah seperti ini,
diduga yang menyebabkan tingkat kehilangan unsur hara tinggi akibat pencucian
sehingga tanaman kurang mendapatkan unsur hara. Hardjowigeno (2003),
menyatakan bahwa tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butir-butirnya
berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai
luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur
hara. Menurut Kohnke (1968); Tisdale dkk (1985) dalam Syukur, (2005),
menyatakan bahwa pada umumnya tanah berpasir mempunyai sifat-sifat yang kurang
sesuai bagi pertumbuhan tanaman antara lain kurang mampu menyediakan air dan
unsur hara sehingga tanaman pada umumnya mengalami kekahatan (defisiensi) hara
dan kekurangan air. Kemampuan menyediakan udara yang berlebihan di tanah ini
mempunyai pengaruh yang kurang baik, yaitu mempercepat pengeringan tanah dan
oksidasi bahan organik. Penambahan hara lewat pemupukan di tanah ini tidak efisien
karena kemampuan mengikat hara tanah ini kecil sehingga hara tersebut banyak yang
berpasir mempunyai pori makro yang lebih banyak dibanding pori mikro, maka
kondisi tanah dilapangan kebanyakan aerob. Kondisi aerob menyebabkan nitrifikasi
berjalan intensif, N dalam bentuk NO3- lebih besar dibanding NH4+ sehingga
kemungkinan hilangnya N akibat pencucian lebih besar.
Dugaan lain adalah aplikasi pupuk ZA yang tidak efisien karena caranya yang
disebar pada tengah-tengah larikan sehingga jauh dari tanaman, sementara tipe
perakaran tanaman bawang merah yang pendek menyebabkan tanaman bawang
merah kurang mendapat pasokan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan produksi. Rahayu dan. Berlian (2007) menyatakan bahwa bawang merah
merupakan tanaman semusim berbentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut
yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan kering.
Pemberian pupuk urea juga tidak efisien diberikan pada tanah yang
kandungan pasirnya tinggi, karena banyak hilang akibat terjadinya pencucian pada
saat penyiraman atau hujan, hal tersebut terjadi pula pada pemberian pupuk KCl.
Pemberian pupuk Urea dan ZA diduga menyebabkan pH tanah bertambah asam, dan
pemberian pupuk fosfat (SP-36) menjadi tidak efisien karena pada pH yang asam
pupuk fosfat menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Dari sejumlah fospat yang larut
dalam air tanah akan cepat sekali ditransformasikan secara kimia ke bentuk-bentuk
senyawa yang sukar larut seperti Al-P/varisit (Al(OH)2 H2 PO4) dan Fe-P/stringit
(Fe(OH)2 H2 PO4) (Hidayat, 2000).
Data peubah amatan tingkat ketajaman aroma dengan uji organoleptik
sama dan cenderung lebih tajam aromanya dibanding perlakuan pupuk ZA yang lain.
Hal ini diduga karena pemberian pupuk ZA sampai batas 150 kg/ha menghasilkan
serapan S yang paling tinggi (14,52 mg/g), tetapi pemberian pupuk ZA sampai 450
kg/ha ketajaman aromanya berkurang karena serapan S menurun (11,32 mg/g),
dimana unsur S berperan dalam pembentukan senyawa (Alliin) yang berpengaruh
dalam kepedasan bawang merah. Menurut Windholz dkk (1983), senyawa Alliin
mempunyai rumus kimia sebagai berikut :
O NH2
|| |
CH2=CHCH2SCH2CHCOOH
Serapan S menjadi menurun jika pemberian pupuk ZA ditambah terus, hal ini diduga
pemberian ZA menyebabkan pH tanah menjadi lebih asam karena adanya proses
nitrifikasi yang melepaskan sejumlah ion H+, seperti reaksi berikut ini:
2 NH4+ + 3O2 Nitromonas >2NO2- + 2H2O + 4 H+ + E
2 NO2- + O2 Nitrobacter > 2NO3- + E
Kondisi pH yang rendah pada tanah berpasir menyebabkan kelarutan N menjadi
tinggi karena aktivitas nitrifikasi yang intersif, dan NO3- yang tersimpan sementara
dalam tapak jerapan juga tinggi dibanding SO42- yang juga sama-sama anion, dan
tanaman cenderung menyerap ion yang jumlahnya paling banyak. Kompetisi
penyerapan hara juga terjadi di permukaan akar.
Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.
Pemberian pupuk kandang sapi sebagai pupuk organik berpengaruh tidak
peubah amatan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST. Tidak nyatanya pengaruh
pupuk kandang sapi terhadap kandungan C-organik, diduga bahan organik banyak
yang hilang (habis) karena tingkat mineralisasi yang tinggi pada tanah berpasir sebab
suhunya yang relatif panas tetapi rasio C/N kecil sehingga tidak banyak menyumbang
unsur hara. C/N rasio yang kecil pupuk kandang sapi tersebut sudah masuk dalam
katagori humus yang merupakan bahan organik halus sehingga kurang perperan
dalam memperbaiki struktur tanah. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa bahan
organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau
humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan
organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan
organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.
Akibat C-organik banyak yang hilang dan struktur tanah yang tidak
terperbaiki karena kandungan pasir yang tinggi diduga menyebabkan kehilangan
nitrogen pada saat berlangsungnya proses dekomposisi pupuk kandang sapi dalam
tanah akibat volatilisas, dengan demikian tanaman kurang mendapatkan unsur hara.
Menurut Tisdale dkk (1999), menyatakan bahwa nitrogen dalam tanah dapat
tervolatilisasi dalam bentuk amoniak (NH3). Volatilisasi dapat terjadi terutama pada
tanah-tanah berpasir yang temperaturnya relatif tinggi. Kemungkinan lain hilangnya
nitrogen dalam tanah adalah adanya pencucian nitrat (NO3- ) pada saat hujan dan
penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutedjo dkk (1991), menyatakan
bahwa nitrogen tanah dapat hilang pada saat pencucian nitrat.