• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman bawang merah pada pengamatan 2, 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST) dan hasil analisis statistik sidik ragam terdapat pada Lampiran 7 dan 8. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan jarak tanam (J) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2, 4 dan 6 MST. Sedangkan perlakuan pupuk kandang sapi (K) berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 dan 6 MST. Tinggi tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 6 MST terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Umur 6 MST. K0 K1 K2 K3 J1 P0 31,98 32,71 31,49 31,02 P1 25,86 32,37 33,17 32,45 P2 29,07 30,20 35,00 32,60 P3 30,45 32,00 32,74 31,82 J2 P0 30,92 29,15 30,37 31,95 P1 28,40 29,19 31,69 27,81 P2 30,91 29,25 28,77 29,05 P3 29,81 32,27 29,57 26,36 J3 P0 24,07 26,10 30,46 29,37 P1 30,24 29,23 27,63 32,13 P2 24,93 30,12 31,12 29,78 P3 28,70 30,84 28,16 30,03

Tabel 2. Efek Tunggal Perlakuan Pupuk Kandang Sapi Terhadap Tinggi Tanaman Bawang Merah (cm) pada Umur 4 dan 6 MST.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) 4 MST 6 MST Pupuk Kandang Sapi

K0 ( 0 ton) 28,85 b 28,78 b

K1 (10 ton) 30,81 a 30,29 a

K2 (20 ton) 31,63 a 30,85 a

K3 (30 ton) 30,34 a 30,36 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa pada pengamatan 4 dan 6 MST penambahan pupuk kandang sapi 10 sampai 30 ton/ha tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi nyata dengan tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Hubungan antara tinggi tanaman dengan perlakuan pupuk kandang sapi pada umur 4 MST dan 6 MST dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini.

ŷ = -0,0081x2 + 0,2965x + 28,805 R2 = 0,9889 28,50 29,00 29,50 30,00 30,50 31,00 31,50 32,00 0 10 20 3

Pupuk Kandang Sapi (ton/ha)

T in g g i T a n a m a n ( c m ) 0

Gambar 1. Kurva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 4 MST dengan Tinggi Tanaman.

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang sapi meningkatkan tinggi tanaman bawang merah secara kuadratik pada umur 4 MST

dengan persamaan : ŷ = -0,0081x2 + 0,2965x + 28,805, dimana pemberian pupuk kandang sapi sebanyak 18,3 ton/ha, menghasilkan tinggi tanaman maksimum yang dapat di capai adalah 31,63 cm.

ŷ = -0,005x2 + 0,2026x + 28,774 R2 = 0,9998 28,50 29,00 29,50 30,00 30,50 31,00 0 10 20

Pupuk Kandang Sapi (ton/ha)

T in g g i T a n a m a n ( c m ) 30

Gambar 2. Kurva Respon Pemberian Pupuk Kandang Sapi pada Umur 6 MST dengan Tinggi Tanaman.

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang sapi meningkatkan tinggi tanaman bawang merah secara kuadratik pada umur 6 MST dengan persamaan : ŷ = -0,005x2 + 0,2026x + 28,774. Pemberian pupuk kandang sapi 20,2 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman maksimum yang dapat di capai adalah 30,85 cm.

Bobot Kering Tanaman (g)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 9 dan 10), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan bobot kering tanaman (g) pada umur 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST.

Bobot kering tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 8 MST terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot Kering (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Umur 8 MST. K0 K1 K2 K3 J1 P0 19,86 18,30 17,57 21,98 P1 21,35 18,77 23,12 20,73 P2 22,03 21,69 21,21 22,07 P3 19,74 24,28 23,87 20,88 J2 P0 19,76 17,85 22,29 19,87 P1 18,75 20,70 20,23 19,56 P2 20,24 21,85 25,86 19,76 P3 22,19 17,92 20,41 19,50 J3 P0 18,43 23,05 17,61 17,52 P1 19,03 20,21 24,42 17,64 P2 16,90 18,00 23,58 20,10 P3 20.30 21,74 24,06 21,88

Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 11 dan 12), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan laju tumbuh relatif (LTR) tanaman bawang merah umur 2 – 8 MST. LTR tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 6 – 8 MST terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Laju Tumbuh Relatif (g.minggu-1) LTR3 Tanaman Bawang Merah dengan

Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA untuk Pengamatan Umur 6 - 8 MST.

K0 K1 K2 K3 J1 P0 0,59 0,54 0,50 0,64 P1 0,62 0,55 0,64 0,61 P2 0,63 0,61 0,60 0,61 P3 0,58 0,68 0,67 0,60 J2 P0 0,58 0,54 0,64 0,59 P1 0,54 0,61 0,59 0,59 P2 0,59 0,64 0,73 0,59 P3 0,63 0,53 0,58 0,58 J3 P0 0,59 0,67 0,56 0,52 P1 0,57 0,60 0,68 0,53 P2 0,52 0,55 0,66 0,59 P3 0,60 0,62 0,67 0,63

Jumlah Daun Segar/Rumpun (Helai)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 13 dan 14), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan jumlah daun/rumpun pada umur 2, 4, 6, dan 8 MST. Jumlah daun tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada pengamatan 8 MST terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Daun segar/Rumpun (Helai) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 8 MST.

K0 K1 K2 K3 J1 P0 6,28 7,08 6,05 6,45 P1 6,32 6,61 6,61 5,81 P2 5,89 6,14 7,08 6,68 P3 6,44 6,06 6,77 6,64 J2 P0 5,80 7,53 7,60 8,00 P1 6,27 7,00 7,84 7,13 P2 7,67 8,07 6,93 7,53 P3 8,00 6,60 6,67 7,27 J3 P0 5,67 7,11 6,11 6,45 P1 7,33 7,55 6,21 6,78 P2 4,78 8,56 8,45 6,34 P3 6,78 7,00 7,78 5,88

Jumlah Umbi/plot (Buah)

Perlakuan pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam ( Lampiran 15 dan 16), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan jumlah umbi/plot pada saat tanaman memasuki fase vegetatif (4 MST). Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata pada peubah amatan jumlah umbi/plot. Jumlah umbi/plot tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA pada saat memasuki fase vegetatif (4 MST) terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Umbi/plot (buah)Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA pada Pengamatan Umur 4 MST. K0 K1 K2 K3 J1 P0 279,83 245,83 227,67 220,83 P1 250,00 246,00 254,17 202,83 P2 247,17 288,83 277,83 219,50 P3 251,33 244,33 258,17 252,67 J2 P0 110,00 141,67 143,33 141,67 P1 125,00 133,33 121,33 123,33 P2 131,67 106,67 135,00 113,33 P3 115,00 108,33 141,67 118,33 J3 P0 53,35 71,65 66,65 75,00 P1 83,30 76,65 73,35 75,00 P2 71,65 86,65 66,65 65,00 P3 70,00 86,70 88,30 66,65

Tabel 7. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Jumlah Umbi/plot (buah) Tanaman Bawang Merah pada Pengamatan Umur 4 MST.

Perlakuan Jumlah umbi/plot (buah) Jarak Tanam J1 (20 x 10 cm) 247,94 a J2 (20 x 20 cm) 125,60 b J3 (20 x 30 cm) 73,53 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 7, dapat dilihat bahwa perlakuan jarak tanam memberikan pengaruh yang nyata pada peubah amatan jumlah umbi/plot pada pengamatan fase vegetatif (4 MST). Perlakuan jarak tanam 20 x 10 cm menghasilkan jumlah umbi/plot paling banyak, seangkan perlakuan jarak tanam 20 x 30 cm menghasilkan jumlah

Produksi Bobot Basah/Plot (g)

Data pengamatan produksi bobot basah tanaman bawang merah dan hasil analisis statistik sidik ragam terdapat pada Lampiran 17 dan 18. Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi (K) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap produksi bobot basah. Sedang perlakuan jarak tanam (J) berpengaruh nyata terhadap produksi bobot basah. Produksi bobot basah pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA.

K0 K1 K2 K3 J1 P0 14,03 14,65 13,79 14,39 P1 12,08 15,20 14,96 13,94 P2 13,53 14,24 14,84 15,24 P3 13,45 14,45 14,41 14,44 J2 P0 9,02 10,32 10,58 10,73 P1 10,52 11,33 11,08 10,70 P2 11,24 10,56 11,69 11,15 P3 10,18 10,39 11,08 12,46 J3 P0 4,07 5,72 5,33 4,62 P1 5,35 4,91 6,60 5,21 P2 4,71 6,78 5,68 6,86 P3 5,29 5,54 5,40 4,55

Tabel 9. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot Basah/Plot (g) Tanaman Bawang Merah.

Perlakuan Bobot Basah/Plot g) Jarak Tanam

J1 (20 x 10 cm) 14,23 a

J2 (20 x 20 cm) 10,81 b

J3 (20 x 30 cm) 5,41 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa pada pengamatan produksi bobot basah, pengaturan jarak tanam J1 (20 x 10 cm) memberikan produksi bobot basah yang terbaik.

Produksi Bobot Kering/Plot (g)

Data pengamatan produksi bobot kering tanaman bawang merah dan hasil analisis statistik sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18.

Tabel 10. Produksi Bobot kering/Plot Tanaman Bawang Merah pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi dan Perlakuan Pupuk ZA.

K0 K1 K2 K3 J1 P0 11,24 11,74 11,00 10,45 P1 10,16 11,23 11,62 11,53 P2 10,90 11,30 10,67 11,56 P3 11,26 10,76 12,01 11,29 J2 P0 7,60 8,56 8,00 7,65 P1 7,91 8,40 8,95 8,51 P2 9,11 7,60 9,01 8,95 P3 8,59 8,39 8,69 9,96 J3 P0 3,35 4,49 3,44 3,70 P1 4,39 4,09 5,02 3,72 P2 3,60 5,81 4,47 5,50 P3 3,94 4,54 4,70 3,92

Dari hasil sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk kandang sapi (K) dan pupuk ZA (P) berpengaruh tidak nyata terhadap produksi bobot basah.

Sedang perlakuan jarak tanam (J) berpengaruh nyata terhadap produksi bobot kering. Produksi bobot kering pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 10.

Tabel 11. Efek Tunggal Perlakuan Jarak Tanam Terhadap Produksi Bobot Kering/Plot (g) Tanaman Bawang Merah.

Perlakuan Bobot Kering/Plot (g) Jarak Tanam

J1 (20 x 10 cm) 11,17 a

J2 (20 x 20 cm) 8,48 b

J3 (20 x 30 cm) 4,29 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji Beda Nyata Jujur (BNJ) 5 %.

Dari Tabel 11, dapat dilihat bahwa pada pengamatan produksi bobot kering, pengaturan jarak tanam J1 (20 x 10 cm) memberikan produksi bobot kering yang

terbaik.

Kandungan C-Organik Tanah (%)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 19 dan 20), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan kandungan C-organik pada saat setelah panen. Kandungan C-organik tanah tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Kandungan C-Organik (%) tanah Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA . K0 K1 K2 K3 J1 P0 1,26 1,41 1,46 1,34 P1 1,42 1,19 1,56 1,36 P2 1,27 1,45 1,50 1,43 P3 1,25 1,49 1,53 1,36 J2 P0 1,21 1,35 1,40 1,43 P1 1,10 1,46 1,38 1,23 P2 1,33 1,26 1,26 1,36 P3 1,38 1,22 1,35 1,52 J3 P0 1,51 1,54 1,80 1,27 P1 1,39 1,45 1,97 1,75 P2 1,31 1,67 1,67 1,71 P3 1,36 1,48 1,49 1,52 Serapan S (mg/g)

Perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA sebagaimana hasil dari analisis statistik sidik ragam (Lampiran 19 dan 20), menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peubah amatan serapan S pada saat umbi telah dipanen. Serapan S tanaman pada perlakuan jarak tanam, perlakuan pupuk kandang sapi dan perlakuan pupuk ZA terdapat pada Tabel 13.

Tabel 13. Serapan S (mg/g) Tanaman Bawang Merah Pada Perlakuan Jarak Tanam, Perlakuan Pupuk Kandang Sapi, dan Perlakuan Pupuk ZA .

K0 K1 K2 K3 J1 P0 8,85 10,73 9,50 26,83 P1 13,88 10,22 15,14 12,36 P2 11,24 9,91 8,41 13,90 P3 9,02 9,10 11,11 10,63 J2 P0 11,00 15,24 14,61 14,81 P1 12,34 16,75 28,92 11,15 P2 13,44 9,72 19,55 10,79 P3 12,83 9,00 9,16 15,53 J3 P0 16,80 13,58 11,67 18,43 P1 13,97 22,33 8,25 8,91 P2 10,80 9,68 18,69 19,39 P3 11,08 12,73 8,66 17,05

Ketajaman Aroma Bawang Merah

Data Pengamatan tingkat ketajaman aroma bawang merah dengan cara uji organoleptik terdapat pada tabel 10, seperti berikut ini.

Tabel 10. Hasil Uji Organoleptik Tingkat Ketajaman Aroma Bawang Merah Varietas Kuning dengan Perlakuan Pupuk Kandang Sapi (K), dan Perlakuan Pupuk ZA (P). Perlakuan K0 K1 K2 K3 Rataan P P0 3 3 2 2 2 P1 2 3 3 3 3 P2 3 3 3 2 3 P3 2 3 2 1 2 Rataan K 2 3 3 2 Keterangan :

Nilai skor 4 = pedas sekali Nilai skor 3 = pedas

Nilai skor 2 = sedang pedas Nilai skor 1 = tidak pedas

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan yang menghasilkan aroma paling pedas dengan skor 3 adalah: perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan tanpa pupuk ZA (K1 P0), perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk ZA 300 kg/ha (K1 P2), perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha dan pupuk ZA 450 kg/ha (K1 P3),

serta perlakuan pupuk kandang 20 ton/ha dan pupuk ZA 150 kg/ha (K2 P1). Aroma yang paling tidak pedas dihasilkan dengan perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha dan pupuk ZA 450 kg/ha (K3 P3),

WARNA

Pada peubah amatan warna umbi yang dilakukan secara visual menunjukkan pengaruh yang tidak nyata dari perlakuan, yang semuanya menunjukkan skor 4 seperti pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil Skoring Warna Umbi Bawang Merah Varietas Kuning.

Perlakuan K0 K1 K2 K3 Rataan P P0 4 4 4 4 4 P1 4 4 4 4 4 P2 4 4 4 4 4 P3 4 4 4 4 4 Rataan K 4 4 4 4 Keterangan Warna : Warna Skor 1 2 3 4

Pembahasan

Pengaruh Pupuk ZA Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Pemberian pupuk ZA berpengaruh tidak nyata pada semua peubah amatan pertumbuhan dan produksi yang diuji secara statistik. Tidak nyatanya pengaruh pupuk ZA pada peubah amatan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produksi, diduga karena oleh beberapa hal, seperrti : tanah yang ditanami mengandung pasir yang tinggi seperti pada hasil analisa awal tanah yaitu kandungan pasirnya 51 % dan termasuk katagori tinggi (Lampiran 1). Sifat tanah seperti ini, diduga yang menyebabkan tingkat kehilangan unsur hara tinggi akibat pencucian sehingga tanaman kurang mendapatkan unsur hara. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butir-butirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Menurut Kohnke (1968); Tisdale dkk (1985) dalam Syukur, (2005), menyatakan bahwa pada umumnya tanah berpasir mempunyai sifat-sifat yang kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman antara lain kurang mampu menyediakan air dan unsur hara sehingga tanaman pada umumnya mengalami kekahatan (defisiensi) hara dan kekurangan air. Kemampuan menyediakan udara yang berlebihan di tanah ini mempunyai pengaruh yang kurang baik, yaitu mempercepat pengeringan tanah dan oksidasi bahan organik. Penambahan hara lewat pemupukan di tanah ini tidak efisien karena kemampuan mengikat hara tanah ini kecil sehingga hara tersebut banyak yang hilang melalui pencucian maupun penguapan. Selanjutnya dinyatakan bahwa tanah

berpasir mempunyai pori makro yang lebih banyak dibanding pori mikro, maka kondisi tanah dilapangan kebanyakan aerob. Kondisi aerob menyebabkan nitrifikasi berjalan intensif, N dalam bentuk NO3- lebih besar dibanding NH4+ sehingga kemungkinan hilangnya N akibat pencucian lebih besar.

Dugaan lain adalah aplikasi pupuk ZA yang tidak efisien karena caranya yang disebar pada tengah-tengah larikan sehingga jauh dari tanaman, sementara tipe perakaran tanaman bawang merah yang pendek menyebabkan tanaman bawang merah kurang mendapat pasokan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi. Rahayu dan. Berlian (2007) menyatakan bahwa bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan kering.

Pemberian pupuk urea juga tidak efisien diberikan pada tanah yang kandungan pasirnya tinggi, karena banyak hilang akibat terjadinya pencucian pada saat penyiraman atau hujan, hal tersebut terjadi pula pada pemberian pupuk KCl. Pemberian pupuk Urea dan ZA diduga menyebabkan pH tanah bertambah asam, dan pemberian pupuk fosfat (SP-36) menjadi tidak efisien karena pada pH yang asam pupuk fosfat menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Dari sejumlah fospat yang larut dalam air tanah akan cepat sekali ditransformasikan secara kimia ke bentuk-bentuk senyawa yang sukar larut seperti Al-P/varisit (Al(OH)2 H2 PO4) dan Fe-P/stringit

(Fe(OH)2 H2 PO4) (Hidayat, 2000).

Data peubah amatan tingkat ketajaman aroma dengan uji organoleptik menunjukkan kecenderungan peningkatan ketajaman aroma dengan pemberian pupuk

sama dan cenderung lebih tajam aromanya dibanding perlakuan pupuk ZA yang lain. Hal ini diduga karena pemberian pupuk ZA sampai batas 150 kg/ha menghasilkan serapan S yang paling tinggi (14,52 mg/g), tetapi pemberian pupuk ZA sampai 450 kg/ha ketajaman aromanya berkurang karena serapan S menurun (11,32 mg/g), dimana unsur S berperan dalam pembentukan senyawa (Alliin) yang berpengaruh dalam kepedasan bawang merah. Menurut Windholz dkk (1983), senyawa Alliin

mempunyai rumus kimia sebagai berikut : O NH2

|| |

CH2=CHCH2SCH2CHCOOH

Serapan S menjadi menurun jika pemberian pupuk ZA ditambah terus, hal ini diduga pemberian ZA menyebabkan pH tanah menjadi lebih asam karena adanya proses nitrifikasi yang melepaskan sejumlah ion H+, seperti reaksi berikut ini:

2 NH4+ + 3O2 Nitromonas >2NO2- + 2H2O + 4 H+ + E 2 NO2- + O2 Nitrobacter > 2NO3- + E

Kondisi pH yang rendah pada tanah berpasir menyebabkan kelarutan N menjadi tinggi karena aktivitas nitrifikasi yang intersif, dan NO3- yang tersimpan sementara

dalam tapak jerapan juga tinggi dibanding SO42- yang juga sama-sama anion, dan

tanaman cenderung menyerap ion yang jumlahnya paling banyak. Kompetisi penyerapan hara juga terjadi di permukaan akar.

Pengaruh Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Pemberian pupuk kandang sapi sebagai pupuk organik berpengaruh tidak nyata pada hampir semua peubah amatan yang diuji secara statistik, kecuali pada

peubah amatan tinggi tanaman umur 4 MST dan 6 MST. Tidak nyatanya pengaruh pupuk kandang sapi terhadap kandungan C-organik, diduga bahan organik banyak yang hilang (habis) karena tingkat mineralisasi yang tinggi pada tanah berpasir sebab suhunya yang relatif panas tetapi rasio C/N kecil sehingga tidak banyak menyumbang unsur hara. C/N rasio yang kecil pupuk kandang sapi tersebut sudah masuk dalam katagori humus yang merupakan bahan organik halus sehingga kurang perperan dalam memperbaiki struktur tanah. Hardjowigeno (2003), menyatakan bahwa bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.

Akibat C-organik banyak yang hilang dan struktur tanah yang tidak terperbaiki karena kandungan pasir yang tinggi diduga menyebabkan kehilangan nitrogen pada saat berlangsungnya proses dekomposisi pupuk kandang sapi dalam tanah akibat volatilisas, dengan demikian tanaman kurang mendapatkan unsur hara. Menurut Tisdale dkk (1999), menyatakan bahwa nitrogen dalam tanah dapat tervolatilisasi dalam bentuk amoniak (NH3). Volatilisasi dapat terjadi terutama pada

tanah-tanah berpasir yang temperaturnya relatif tinggi. Kemungkinan lain hilangnya nitrogen dalam tanah adalah adanya pencucian nitrat (NO3- ) pada saat hujan dan

penyiraman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutedjo dkk (1991), menyatakan bahwa nitrogen tanah dapat hilang pada saat pencucian nitrat.

diberikan maka tinggi tanaman akan bertambah. Hal ini diduga karena pupuk kandang mempunyai sifat melepaskan unsur hara secara pelahan-lahan (slow release), dan diduga pada umur 4 MST dan 6 MST pupuk kandang baru dapat di serap oleh tanaman. Pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha sampai 30 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman yang lebih dibanding tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mayun (2007) pada perlakuan pemberian pupuk kandang sapi tanpa pemberian mulsa jerami padi dari 10 ton/ha sampai dengan 30 ton/ha memberikan tinggi tanaman yang relatif sama (non signifikan) dan berbeda dengan tanpa pemberian pupuk kandang sapi. Selanjutnya dinyatakan bahwa pada pemberian pupuk kandang sapi tanpa penggunaan mulsa keadaanya relatif tercekam dibanding dengan menggunakan mulsa sehingga pengaruh pemberian pupuk kandang sapi baru nampak pada pemupukan yang cukup tinggi (40 ton/ha dan 50 ton/ha). Sementara pada penelitian ini tidak ada perlakuan penggunaan mulsa, sehingga diduga dengan kondisi tanah berpasir, suhu relatif lebih tinggi dan kelembaban rendah sehingga iklim mikro untuk perakaran tidak baik, artinya pertumbuhan perakaran tidak maksimal untuk mengambil unsur hara yang diberikan. Keadaan tersebut diperparah lagi dengan adanya kehilangan unsur hara yang tinggi.

Data peubah amatan tingkat ketajaman aroma dengan uji organoleptik menunjukkan kecenderungan peningkatan ketajaman aroma dengan pemberian pupuk pupuk kandang sapi. Perlakuan pupuk kandang sapi sampai 10 ton/ha (K1) mempunyai skor paling tinggi sehingga cenderung lebih tajam aromanya dibanding perlakuan pupuk kandang sapi lainnya dan bila pupuk kandang sapi ditambah terus maka tingkat ketajamannya berkurang walaupun serapan S terus meningkat. Hal ini

diduga karena dalam pupuk kandang unsur hara yang diserap tidak hanya unsur S tapi masih ada unsur hara lainnya, baik unsur hara makro dan mikro. Selain itu rasio unsur hara S dalam pupuk kandang sangat kecil dibanding dalam pupuk ZA misalnya.

Pengaruh Jarak tanam Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Jarak tanam berpengaruh tidak nyata pada hampir semua peubah amatan yang diuji secara statistik, kecuali pada peubah amatan produksi bobot basah, produksi bobot kering. Tidak nyatanya pengaruh jarak tanam ini pada peubah amatan yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman, diduga karena bentuk morfologi daun yang memanjang dan tegak ke atas menyebabkan tidak terjadinya kompetisi dalam mendapatkan sinar matahari. Rahayu dan. Berlian (2007), menyatakan bahwa bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumpun yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm dan membentuk rumpun. Aplikasi pupuk yang disebar di tengah-tengah juga menyebakan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata pada peubah amatan. Aplikasi pupuk yang demikian menyebabkan pada jarak tanam 20 x 20 cm dan 20 x 30 cm yang populasi tanamannya lebih sedikit dibandingkan dengan jarak tanam 10 x 10 cm menjadi tidak mendapatkan pupuk yang lebih banyak, padahal seharusnya pupuk yang didapat lebih banyak

Produksi basah maupun produksi kering pada penelitian ini terlihat semakin besar dengan semakin padatnya tanaman per plot, jelas bahwa dengan kerapatan yang makin rapat, jumlah tanaman yang ditanam semakin rapat, jumlah tanaman yang ditanam semakin banyak, sehingga produksi semakin tinggi. Dari ketiga perlakuan

populasi tanaman 50/m2, menghasilkan produksi bobot basah dan produksi bobot kering tertinggi dibanding dengan perlakuan jarak tanam lainnya. Diduga karena semakin rapat jarak tanam maka semakin banyak jumlah umbi/plot, dimana jarak tanam yang paling rapat (20 x 10 cm) atau (J1) menghasil jumlah umbi terbanyak

yaitu 247,94 umbi/plot (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aliudin, (1988), bahwa produksi panen maupun produksi kering, cenderung semakin besar dengan semakin padatnya tanaman per plot. Selanjutnya ditambahkan, bahwa dengan kerapatan yang makin rapat, jumlah tanaman yang di tanam makin rapat, jumlah tanaman yang di tanam makin banyak, sehngga produksi makin tinggi. Demikian pula dengan Hasil penelitian Sutapradja, (2007), menyatakan makin tinggi kerapatan tanaman makin tinggi pula hasil bobot umbi segar, bobot umbi kering, dan jumlah umbi total per petaknya. Hasil tersebut disebabkan karena populasi tanaman per petak makin banyak dengan meningkatnya kerapatan tanaman. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Stallen dan Hilman (1991) dan Brewster dkk (1991) dalam

Sutapraja, (2007), bahwa hasil umbi total per satuan luas meningkat dengan meningkatnya kerapatan tanaman.

Pengaruh Interaksi Perlakuan Jarak Tanam, Pupuk Kandang Sapi, dan Pupuk ZA Pertumbuhan, Produksi, dan Kualitas Produksi Tanaman Bawang Merah.

Hasil penelitian menunjukkan interaksi perlakuan jarak tanam, pupuk kandang sapi, dan pupuk ZA (J x K x P) memberikan perbedaan yang tidak nyata pada semua peubah amatan. Hal ini disebabkan karena secara umum perlakuan pupuk kandang sapi yang berfungsi sebagai pembenah tanah, banyak yang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hampir semua peubah amatan, baik peubah amatan yang

berhubungan dengan sifat-sifat tanah, pertumbuhan dan produksi. Tidak nyatanya pengaruh perlakuan ini, diduga pupuk ZA yang diberikan tidak efisien karena sifat tanah tidak dapat diperbaiki dengan pemberian pupuk kandang sapi, karena mempunyai C/N rasio yang kecil (hanya bernilai 8,5). Jarak tanam tidak memberikan dampak karena penyediaan unsur hara yang lebih baik sesuai yang diharapkan tidak terjadi akibat pola perakaran yang pendek. Hasil penelitian Asandhi dkk (2005), bahwa pemberian pupuk organik yang C/N rasionya rendah (ampas tebu C/N-nya 10 dan bokasi jerami C/N-nya 11) belum mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah yang ditanam pada musim kemarau. Hanafiah (2007), menyatakan bahwa C/N rasio humus antara 10 -12 yang memberikan dampak positif pada tanah, antara lain : luas permukaan dan daya jerap jauh melebihi liat, sehingga mempunyai kapsitas tukar kation (KTK) 150 – 300 me/100 g dibanding liat 8 – 100 me/100 g, dan daya jerap air 80 – 90 % ketimbang liat hanya 15 – 20 %; daya kohesi dan plastisitasnya rendah, sehingga mengurangi sifat lekat liat dan membantu granulasi agregat tanah; mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketersediaan hara, seperti Ca, Mg, dan K; merupakan sumber energi bagi mikrobia heterotrofik;

Dokumen terkait