ABSTRAK
PENGARUH PUPUK KANDANG DAN TAKARAN NPK
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
BAWANG MERAH (Allium ascalonicum
L.)
Oleh
JECKLIN ANGGELINA MANOPPO
Bawang merah(Allium ascalonicumL.)memiliki nilai ekonomi yang sangat
penting yaitu merupakan salah satu sayuran rempah yang diperlukan oleh hampir
seluruh masyarakat Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas bawang merah
salah satunya dengan pemupukan tanaman baik menggunakan pupuk organik
(pupuk kandang) maupun pupuk anorganik (pupuk majemuk NPK) dan dengan
menggunakan biji bawang merah varietas.“Tuk-tuk”sebagai bibit untuk menekan
modal produksi bawang merah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kandang
dan takaran pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah(Allium
ascalonicum L.). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus
2014 di Kelurahan Gunung Sulah, Kecamatan Way Halim, Kota Bandar Lampung
dengan kondisi iklim yang memiliki curah hujan 2000 mm dan suhu rata-rata
g/tanaman (n1), 5 g/tanaman (n2), dan 7,5 g/tanaman (n3). Homogenitas ragam
diuji dengan Uji Barlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey, data dianalisis
ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang kambing dan
pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar pada tanaman bawang merah tidak
memberikan pengaruh nyata pada semua variabel pengamatan. Pemberian pupuk
NPK (16:16:16) dengan dosis 2,5g/tanaman memberikan hasil yang terbaik. Jenis
pupuk kandang yang berbeda mempengaruhi takaran dosis pupuk NPK yang
digunakan. Pada variabel bobot umbi basah dan kering, pemberian pupuk
kandang kambing dengan takaran NPK 2,5 g dan 5 g menghasilkan bobot umbi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPK 7,5 g, tetapi pada pupuk kandang
sapi serta tanpa pupuk kandang dengan takaran NPK 5 g menghasilkan bobot
umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan takaran dosis NPK 2,5 g dan 7,5 g.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 30 Januari 1992. Penulis
merupakan anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Bernard
Charles Manoppo (Alm.) dan Ibu Tuti Sutiah.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Fransiskus 1
Tanjung Karang pada tahun 1998, melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD
Fransiskus 1 Tanjung Karang pada tahun 2004, pada tahun 2007 penulis
menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Fransiskus Tanjung
Karang, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Fransiskus Bandar
Lampung tahun 2010.
Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, melalui jalur SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Pada tahun 2013, penulis melakukan Praktik Umum di Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota Bandar Lampung (DISBERTAM) yang berjudul“Mempelajari
Teknik Penyambungan Tanaman Bugenvil (Bougainvillea sp.)di Kebun Bibit
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung”. Pada tahun 2014
pengorbanan yang tak ternilai harganya
Kakak - kakak ku tercinta yang selalu mendukung dan memberikan
doa atas semua yang telah kucapai selama ini
Tindakan memang tidak selalu membawa kebahagian, namun tak ada
kebahagiaan tanda ada tindakan (Benjamin Disraeli)
Kemenangan terbesar kita adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi
bangkit kembali setiap kali kita menghadapi kegagalan (Confucius)
Selalu ada jalan untuk melakukan yang lebih baik.
skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Kandang dan Takaran NPK terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Bawang Merah (Allium ascalonicumL.)”.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan, saran, dan
motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Kushendarto, M.S., selaku Dosen Pembimbing I, yang selalu
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, nasehat,
dan berbagai sumbangan pemikiran kepada penulis.
2. Ibu Ir. Rugayah. M.P., selaku Dosen Pembimbing II, atas bimbingan, saran,
masukan, nasehat, dan motivasi kepada penulis.
3. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Dosen Penguji atas kritik dan
saran serta nasehat yang telah diberikan kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Kabul Mahi, M.S., selaku Dosen Pembimbing
Akademik atas memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.
7. Seluruh dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung, khususnya program
studi Agroteknologi yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis selama menyelesaikan studi.
8. Mama, Alm. Papa, dan Kakak-kakak ku atas doa, kasih sayang, dorongan
semangat yang diberikan kepada penulis.
9. Ade Pratama Poetra untuk bantuan, motivasi dan doa untuk penulis.
10. Sahabat-sahabat terbaik Seruit 2Mei : Nika Hiffriani, Yulia Indriani, Gusti
Tangga Mustika, Shinta Mutiara Akmal, Rahmatika Azizah, Helena
Kartika, dan Jessica Harlina atas bantuan, dan semangat untuk penulis.
11. Sahabat-sahabat AGT 10 : Dewi Mentari, Mustika Adzania, Dewi Fazri,
Lidya Purnamasari, Safira Maulidina, Intan Desmania, Vetty oktari, dan
Gorendva, atas bantuan, dan semangat untuk penulis.
12. Keluarga besar Agroteknologi (AGT) 2010 atas persahabatan dan
persaudaraan selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tidak langsung membantu penulis.
Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 6
1.3 Landasan Teori ... 6
1.4 Kerangka Pemikiran ... 9
1.5 Hipotesis ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Bawang Merah ... 12
2.2 Syarat Tumbuh Bawang Merah ... 13
2.3 Perbanyakan atau Pembibitan Bawang Merah ... 14
2.4 Budidaya Bawang Merah Varietas Tuk-tuk ... 15
2.5 Peranan Pupuk Kandang sebagai Pembenah Tanah... 17
2.6 Peranan Unsur Hara N, P, K pada Bawang Merah ... 19
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 21
3.2 Alat dan Bahan ... 21
3.3 Metode Penelitian ... 21
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 22
ii
3.4.2Persiapan Media Tanam ... 23
3.4.3Pemindahan Semaian... 24
3.4.4Panen ... 24
3.4.5Pemeliharaan ... 25
3.5 Variabel Pengamatan ... 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 27
4.1.1Jumlah Daun ... 28
4.1.2Tinggi Tanaman ... 29
4.1.3Bobot Tanaman ... 30
4.1.4Volume Umbi... 30
4.1.5Bobot Umbi Basah ... 31
4.1.6Bobot Umbi Kering ... 32
4.1.7Bobot Umbi Layak Jual dan Tidak Layak Jual ... 33
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kadar rata-rata unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang. ... 19
2. Rekapitulasi hasil analisis pada semua variabel pengamatan. ... 27
3. Pengaruh pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot tanaman
dan volume umbi bawang merah per tanaman. ... 30
4. Pengaruh interaksi pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot
umbi basah tanaman bawang merah per tanaman. ... 31
5. Pengaruh interaksi pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot
umbi kering bawang merah per tanaman. ... 32
6. Pengaruh pupuk kandang dan takaran NPK pada bobot umbi layak
jual dan tidak layak jual bawang merah per tanaman. ... 33
7. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
jumlah daun minggu ke-10 setelah semai. ... 47
8. Hasil transformasi data pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK
pada jumlah daun minggu ke-10 setelah semai. ... 47
9. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
jumlah daun minggu ke-10 setelah semai. ... 48
10. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
tinggi tanaman minggu ke-10 setelah semai. ... 49
11. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
tinggi tanaman minggu ke-10 setelah semai. ... 49
12. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
iv
13. Hasil transformasi data pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK
pada bobot tanaman bawang merah. ... 50
14. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot tanaman bawang merah. ... 51
15. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
volume umbi bawang merah. ... 52
16. Hasil transformasi data pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK
pada volume umbi bawang merah. ... 52
17. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
volume umbi bawang merah. ... 53
18. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot umbi basah tanaman bawang merah. ... 54
19. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot umbi basah tanaman bawang merah. ... 54
20. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot umbi kering bawang merah. ... 55
21. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot umbi kering bawang merah. ... 55
22. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot umbi baik layak jual. ... 56
23. Analisis ragam pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
bobot umbi baik layak jual. ... 56
24. Hasil pengamatan pengaruh pupuk kandang dan dosis NPK pada
umbi tidak layak jual. ... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Benih var. TUK-TUK (a) dan media persemaian benih (b). ... 23
2. Persiapan media tanam (a) dan polibag media tanam (b). ... 23
3. Bibit hasil semaian (a) dan Bibit yang ditanam per polibag (b). ... 24
4. Pemberian pupuk NPK (a) dan Pemberian sisa pupuk NPK (b). ... 25
5. Grafik pertambahan jumlah daun bawang merah selama 10 minggu setelah tanam (dari 2-10 mst). ... 28
6. Grafik pertambahan tinggi tanaman bawang merah selama 10 minggu setelah tanam (dari 2-10 mst). ... 29
7. Denah tata letak percobaan. ... 58
8. Situasi tempat percobaan berdasarkan denah tata letak. ... 59
9. Proses pemanenan umbi bawang merah (a) dan umbi hasil panenan dimasukan dalam plastik berdasarkan perlakuaan (b). ... 59
10. Pengukuran bobot tanaman (a), bobot umbi (b), dan volume umbi (c). ... 59
11. Hasil umbi bawang merah pada kelompok 1, 2, dan 3. ... 60
12. Umbi layak jual (a) dan umbi tidak layak jual (b). ... 60
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Bawang merah (Allium ascalonicumL.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15–40 cm. Perakarannya
berupa akar serabut serta memiliki daun yang berbentuk silinder berongga dan
memiliki umbi berlapis. Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun
yang membesar dan bersatu (Dewi, 2012).
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penyedap yang diperlukan
oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, karena tanaman ini memiliki aroma dan
rasa yang khas membuat sayuran ini banyak digunakan sebagai penyedap masakan
dan lebih dikenal dengan sebutan “Sayuran Rempah” (Firmanto, 2011). Selain itu,
bawang merah bermanfaat sebagai obat herbal untuk menyembuhkan beberapa
penyakit, di antaranya adalah masuk angin, sembelit, batuk, demam, diare, bahkan
penyakit diabetes (Dewi, 2012). Oleh sebab itu bawang merah memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
Pada dekade terakhir, kebutuhan bawang merah di Indonesia dari tahun ke tahun
baik untuk konsumsi dan bibit dalam negeri mengalami peningkatan sebesar 5%.
sebesar 853.615 ton, 965.164 ton, 1.048.934 ton, 893.124 ton, 964.195 ton. Untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah mengambil kebijakan mengimpor
bawang merah dari luar negeri sehingga hal ini akan mengakibatkan produksi
dalam negeri kurang diminati (Dewi, 2012).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2013), sepanjang bulan Januari-Juni 2013
total impor bawang merah sebesar 63 ribu ton atau US$ 28,5 juta, impor tertinggi
yaitu bulan Juni tercatat sebesar 14 ribu ton atau senilai US$ 5,6 juta. Hal itu
membuktikan bahwa kebutuhan akan bawang merah di dalam negeri masih tinggi
dibandingkan ketersediaannya. Hasil produksi bawang merah di Indonesia 95.898
ton dengan rata rata 10,10 ton/ha. Dengan demikian, produktivitas dan mutu hasil
bawang merah dalam negeri perlu ditingkatkan untuk mengurangi volume impor
tersebut.
Upaya peningkatan produksi bawang merah yang optimal dapat dilakukan dengan
budidaya bawang merah menggunakan benih varietas unggul“Tuk-tuk”yang
produktivitas tinggi dan harga benih terjangkau dibandingkan menggunakan umbi
bibit. Bibit yang berasal dari umbi, daya hasilnya relatif berubah. Salah satu
teknik budidaya tanaman yang penting adalah dengan pemupukan. Aplikasi
pemupukan pada tanaman bawang merah dapat menggunakan pupuk organik
maupun anorganik. Kedua jenis pupuk tersebut bisa memenuhi kebutuhan bawang
3
Bahan organik memiliki kemampuan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah untuk mendukung produktivitas tanaman. Menurut Sutanto (2002), peranan
bahan organik dalam perbaikan sifat kimia sangat penting dalam suplai unsur hara.
Penambahan bahan organik akan membebaskan unsur hara seperti N, P, K Ca, Mg,
dan lain-lain serta menaikan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada perbaikan
sifat biologi tanah yaitu bahan organik mampu meningkatkan populasi
mikroorganisme tanah yang sangat berperan dalam proses dekomposisi. Perananan
bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik tanah, penambahan bahan organik
dapat membuat tanah menjadi gembur sehingga aerasi menjadi lebih baik serta akar
tanaman lebih mudah menembus tanah.
Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah
yang umum terjadi di negara berkembang dan intensitasnya cenderung meningkat
(Sumarni, 2012). Aplikasi bahan organik yang umum dilakukan petani yaitu
dengan menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang banyak mengandung N
yang sangat dibutukan oleh tanaman dengan jumlah yang tinggi (Rinsema, 1986).
Jumlah pupuk kandang yang dibutuhkan dalam budidaya tanaman tergantung pada
(1) jenis tanah; (2) tanaman yang diusahakan; (3) teknik budidaya yang di
diterapkan dan banyaknya pupuk yang tersedia (Hakim, 1986).
Pupuk kandang merupakan pupuk yang terbuat dari kotoran hewan ternak seperti
sapi, kambing, ayam, kuda dan babi. Kotoran hewan mengandung bahan organik
yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman melalui proses penguraian. Proses
ini terjadi secara bertahap dengan melepaskan N dan mineral logam seperti Mg, K,
penggunaan air, memperluas pertumbuhan akar, meningkatkan ketahanan tanaman
(daun, bunga, dan buah) tidak mudah rontok, dan memperbaiki ukuran dan kualitas
umbi (Sutedjo, 2008).
Menurut Sutedjo (2008), penggunaan pupuk anorganik seperti urea, Sp-36, KCL
serta NPK mutiara lebih diminati petani karena memiliki beberapa keunggulan
antara lain lebih cepat terurai sehingga ketersediaanya bagi tanaman lebih cepat.
Pupuk anorganik dapat berasal dari pupuk tunggal atau pupuk majemuk. Pupuk
NPK merupakan salah satu pupuk majemuk yang memiliki beberapa kelebihan
yaitu mengandung unsur N, P, dan K yang dibutuhkan oleh tanaman, pupuk ini
dapat diberikan dalam jumlah dan perbandingan yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman, unsur hara yang terkandung mudah tersedia, dan pemakaian,
pengangkutan, serta penyimpanannya lebih mudah (Lingga, 2001).
Namun pemberian pupuk anorganik yang dilakukan secara terus menerus dan tidak
berimbang dapat menggangu keseimbangan hara dalam tanah dan dapat membuat
tanah menjadi sulit diolah. Penggunaan pupuk organik juga terbukti memiliki
unsur hara mikro yang lebih rendah dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
terserap oleh tanaman (Sutedjo, 2008). Oleh karena itu penggunaan pupuk yang
baik bagi pertumbuhan tanaman adalah dengan mengkombinasikan antara pupuk
organik dan pupuk anorganik secara tepat dan berimbang sehingga diharapkan
5
Penggunaan pupuk kandang dan pupuk NPK sebagai campuran media tanam
diharapkan dapat menghasilkan bawang merah dengan umbi yang berkualitas
tinggi. Akan tetapi, belum diketahui dosis pupuk terbaik untuk pertumbuhan dan
produksi bawang merah dengan umbi berkualitas, oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh pemberian pupuk kandang dan takaran NPK agar
komposisi unsur hara dalam tanaman seimbang sehingga dapat menghasilkan
produksi tanaman bawang merah yang maksimal.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam
pernyataan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil antara tanaman bawang
merah yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi?
2. Berapa takaran dosis pupuk NPK yang akan menghasilkan pertumbuhan dan
hasil bawang merah yang terbaik?
3. Apakah pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang dipupuk dengan
pupuk kandang kambing atau pupuk kandang sapi bergantung pada dosis pupuk
1. Mengetahui perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah antara
yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing dan yang dipupuk dengan pupuk
kandang sapi.
2. Menentukan takaran dosis pupuk NPK yang akan menghasilkan pertumbuhan
dan hasil tanaman bawang merah yang terbaik.
3. Mengetahui pertumbuhan dan hasil bawang merah yang dipupuk dengan pupuk
kandang sapi atau pupuk kandang kambing pada masing-masing dosis pupuk
NPK yang digunakan.
1.3 Landasan Teori
Tanaman Bawang merah banyak ditanam di daerah dataran rendah dengan
ketinggian antara 10-250 m di atas permukaan laut (Firmanto, 2011). Untuk
memperoleh hasil yang optimal, bawang merah membutuhkan kondisi lingkungan
yang baik dengan suhu udara 25-32oC dan iklim kering, tempat terbuka dengan pencahayaan kurang lebih 70%. Bawang merah termasuk tanaman yang
memerlukan sinar matahari panjang serta tiupan angin sepoi-sepoi yang akan
berpengaruh pada laju fotosintesis dan pembentukan umbi (BPPT, 2007).
Bawang merah tumbuh baik pada tanah yang subur gembur dan banyak
mengandung bahan organik dengan dukungan tanah lempung berpasir atau
lempung berdebu. Untuk mendapatkan hasil terbaik, bawang merah memerlukan
7
baik. Tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat menyebabkan kebusukan
pada umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit (Sudirja, 2007). Tanah yang
ber pH rendah (asam), perlu ditambahkan kapur dolomit (CaCO3) pada saat 3-4
minggu sebelum tanam dengan cara disebar merata di atas media tanam (Purwati,
2008).
Pemupukan adalah pemberian pupuk pada tanaman atau ke tanah atau subtrat
lainnya yang bertujuan untk menyediakan unsur hara bagi tanaman, sedangkan
unsur hara adalah bahan organik maupun anorganik yang diberikan kepada tanaman
baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan tanaman, serta meningkatkan produksi. Pemupukan dapat diberikan
dalam bentuk pupuk organik atau pupuk anorganik yang masing–masing memiliki
kelebihan dan kelemahan. Pemberian kedua jenis pupuk pada penelitian ini
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sekaligus
memberikan kondisi tanah yang baik.
Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tumbuhan, hewan atau
produk lain seperti pupuk kandang ternak, jerami padi, pupuk hijau, dan potongan
leguminosa. Bahan organik tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan
kesuburan tanah, menyediakan hara mikro dan memperbaiki struktur tanah serta
meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara di dalam tanah.
Sutanto (2002) mengemukakan bahwa sifat tanah sangat dipengaruhi oleh bahan
organik. Penambahan bahan organik ke dalam tanah mampu memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Manfaat bahan organik pada sifat fisik tanah yaitu
organik akan menambah energi untuk mikroorganisme tanah.
Dalam aplikasinya pupuk kandang digunakan sebagai pupuk dasar. Pupuk kandang
kambing yang telah terdekomposisi lebih baik dibandingkan dalam bentuk segar
maka sebaiknya dihaluskan terlebih dahulu. Bahan organik yang telah
terdekomposisi dapat memperkaya ketersediaan unsur hara bagi tanaman
(Murbandono, 1999). Pupuk kandang kambing memiliki struktur granular sehingga
degradasi fisiknya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat diserap oleh
tanaman dengan kandungan nitrogen 0,60%, fosfor 0,30%, dan kalium 0,17% serta
kadar air 60%. Pupuk kandang sapi memiliki struktur yang lebih lembut karena
mengandung kadar air yang cukup tinggi dengan kandungan nitrogen
0,40%, fosfor 0,20%, kalium 0,10% dan kadar air 85% (Pranata, 2010).
Tanaman bawang merah akan berproduksi dengan baik apabila ditambahkan
dengan pemupukan susulan tanaman akan memperoleh berbagai unsur hara yang
dibutuhkan untuk pertumbuhannya terutama pada saat pembentukan umbi. Pupuk
susulan dapat berupa pupuk tunggal atau pupuk majemuk yang diberikan pada saat
menjelang pembentukan umbi. Pemupukan susulan diberikan dengan penambahan
pupuk Urea yang merupakan sumber nitrogen (N), pupuk TSP sumber fosfor (P),
dan KCl yang merupakan sumber kalium (K). Pemberian pupuk NPK yang
9
1.4 Kerangka Pemikiran
Bawang merah merupakan sayuran rempah yang banyak digemari oleh masyarakat
Indonesia karena semua masakan menggunakan bawang merah sebagai bumbu
utama. Kegunaan bawang merah yang beragam menyebabkan tanaman ini
merupakan komoditas sayuran unggulan yang mempunyai peluang usaha yang baik
dalam pemasarannya. Untuk memenuhi kebutuhan produksi bawang merah maka
budidaya bawang merah harus terus dikembangkan.
Sampai saat ini sebagian besar petani bawang merah di Indonesia selalu
menggunakan umbi bibit sebagai bahan tanaman, sehingga ongkos produksinya
mahal. Bibit yang berasal dari umbi, daya hasilnya relatif berubah dengan
bergantinya waktu. Peningkatan daya hasil hanya bisa dilakukan melalui perbaikan
kultur teknis, dan produksi bawang merah akan mengalami penurunan.
Untuk meningkatkan produktivitas bawang merah selain perbaikan kultur teknis,
petani perlu dikenalkan varietas unggul“Tuk-tuk”yang dapat ditanam melalui biji.
Ciri-ciri bawang merah ini antara lain bentuk umbi bulat, ukuran seperti bawang
merah lokal Philipina, warna umbi merah muda sampai kecoklatan.
Bawang ini dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, dengan suhu
optimal 25–32 derajat celcius, tanah yang cocok adalah tanah yang aerasinya baik,
subur, gembur, mempunyai bahan organik tinggi, sedang pH tanah berkisar 5,5-6,5.
Salah satu upaya peningkatan pertumbuhan dan produksi bawang merah adalah
melalui pemupukan. Pupuk dapat diaplikasikan pada media tanam atau tanaman
Media tanam yang baik untuk bawang merah adalah tanah yang subur, gembur, dan
banyak mengandung bahan organik. Terutama pada saat penyemaian biji bawang
merah harus memperhatikan media tanam. Jenis tanah yang paling baik adalah
lempung berpasir atau lempung berdebu karena sifat tanah ini mempunyai aerasi
dan drainase yang bagus. Pemberian bahan organik ke dalam tanah mampu
memperbaiki kondisi tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi karena bahan
organik salah satu unsur pembentuk tanah. Selain itu, pemberian bahan organik
dapat mempengaruhi daya ikat tanah terhadap air dan zat hara sehingga tidak
mudah larut oleh air (Abdi Tani, 1999).
Pemupukan dapat berupa pupuk organik dan anorganik yang masing masing
mempunyai kelebihan dan kelemahan untuk pertumbuhan dan perkembangan
bawang merah. Sehingga penggunaan pupuk kandang sebaiknya dipadukan dengan
penggunaan sumber hara anorganik yaitu NPK sesuai dengan kebutuhan.
Penggunaan pupuk anorganik sangat penting dalam pertumbuhan dan produksi
bawang merah akan tetapi penggunaan pupuk yang berlebihan akan menurunkan
kesuburan tanah, dan menyebabkan tanah menjadi padat sehingga sulit diolah.
Akan tetapi apabila pupuk anorganik tidak diberikan pada tanah yang tidak subur
maka tanaman akan menjadi kerdil, daun akan menguning serta tanaman tidak
tahan terhadap kekeringan dan akhirnya mati. Dosis pemupukan pupuk kandang
yang dianjurkan pada tanaman bawang merah adalah 10-15 ton/ha. Sedangkan
11
Oleh sebab itu penggunaan pupuk anorganik perlu diimbangi dengan penggunaan
pupuk organik. Apabila dalam penanaman bawang merah hanya dengan
menggunakan pupuk organik, maka dikhawatirkan pertumbuhan dan hasil bawang
merah tidak optimal karena kekurangan unsur hara.
1.5 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis
sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil bawang merah yang dipupuk dengan
pupuk kandang kambing, dengan bawang merah yang dipupuk dengan pupuk
kandang sapi.
2. Terdapat perbedaan takaran pupuk NPK yang mampu mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil bawang merah yang terbaik.
3. Pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah yang dipupuk dengan pupuk
kandang kambing atau pupuk kandang sapi bergantung pada masing masing
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Tanaman Bawang Merah
Bawang merah merupakan salah satu dari sekian banyak jenis bawang yang ada
didunia. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman semusim
yang membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-40 cm
(Rahayu, 1999). Menurut Tjitrosoepomo (2010), bawang merah dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom :Plantae
Divisi :Spermatophyta
Subdivisi :Angiospermae
Kelas :Monocotyledonae
Ordo :Liliales
Famili :Liliaceae
Genus :Allium
Spesies :Allium ascalonicum L.
Morfologi fisik bawang merah bisa dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu akar,
batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah memiliki akar serabut dengan
sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20
13
Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengandiscusyang berbentuk
seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas, diatas
discusterdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang
semua yang berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis
(Sudirja, 2007).
Menurut Sudirja (2007), daun bawang merah berbentuk silindris kecil memanjang
antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau muda
sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek ,
sedangkan bunga bawang merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang
panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang
tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6
helai daun bunga berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitga (Sudirja, 2007). Buah
bawang merah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2-3 butir. Biji bawang merah berbentuk pipih, berwarna putih, tetapi
akan berubah menjadi hitam setelah tua (Rukmana, 1995).
2.2 Syarat Tumbuh Bawang Merah
Bawang merah dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang beragam. Untuk
memperoleh hasil yang optimal, bawang merah membutuhkan kondisi lingkungan
yang baik, ketersediaan cahaya, air, dan unsur hara yang memadai. Pengairan yang
berlebihan dapat menyebabkan kelembaban tanah menjadi tinggi sehingga umbi
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah
sampai dataran tinggi kurang lebih 1100 m (ideal 0-800 m) diatas permukaan laut,
Produksi terbaik dihasilkan di dataran rendah yang didukung suhu udara antara
25-32 derajat celcius dan beriklim kering. Untuk dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik bawang merah membutuhkan tempat terbuka dengan pencahayaan 70
%, serta kelembaban udara 80-90 %, dan curah hujan 300-2500 mm pertahun
(BPPT, 2007). Angin merupakan faktor iklim yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan bawang merah karena sistem perakaran bawang merah yang sangat
dangkal, maka angin kencang akan dapat menyebabkan kerusakan tanaman.
Menurut Dewi (2012) mengatakan bahwa, bawang merah membutuhkan tanah yang
subur gembur dan banyak mengandung bahan organik dengan dukungan tanah
lempung berpasir atau lempung berdebu. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan
bawang merah ada jenis tanah Latosol, Regosol, Grumosol, dan Aluvial dengan
derajat keasaman (pH) tanah 5,5–6,5 dan drainase dan aerasi dalam tanah berjalan
dengan baik, tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat menyebabkan
kebusukan pada umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit (Sudirja, 2007).
2.3 Perbanyakan atau Pembibitan Bawang Merah
Perbanyakan bawang merah dilakukan dengan menggunakan umbi sebagai bibit
dan biji bawang merah. Kualitas bibit bawang merah sangat menentukan hasil
15
berasal dari tanaman yang berumur cukup tua yaitu berumur 70-80 hari setelah
tanam, dengan ukuran 5-10 gram, diameter 1,5-1,8 cm. Umbi bibit tersebut harus
sehat, tidak mengandung bibit penyakit dan hama. Pada ujung umbi bibit bawang
merah dilakukan pemotongan sekitas 1/5 panjang umbi untuk mempercepat
pertumbuhan tunas. Pemotongan ujung umbi sangat penting agar umbi tumbuh
merata serta cepat tumbuhnya, karena ujung umbi bersifat mempercepa tumbuhnya
tunas.
Sedangkan perbanyakan bawang merah dengan menggunakan biji masih jarang
untuk dilakukan oleh petani. Hal itu dikarenakan benih bawang merah harus
melalui tahap penyemaian 5-6 minggu dan membutuhkan waktu 4 bulan dari awal
penyemaian sampai dengan pemanenan. Tetapi dengan menggunakan benih dapat
menghasilkan produksi yang cukup tinggi dan mendapatkan benih yang bebas dari
virus dan penyakit bawaan.
2.4 Budidaya Bawang Merah varietas“Tuk-tuk”
Sebagian besar petani bawang merah di Indonesia menanam bawang merah
menggunakan umbi bawang merah sebagai bibit. Padahal dengan menggunakan
umbi sebagai bibit membutuhkan biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan
dengan menggunakan biji bawang merah karena dapat menghemat biaya prduksi
sebesar 30 %. Sehingga salah satu perusahaan PT. East West Seed Indonesia,
mulai mengenalkan budidaya/bertanam bawang merah menggunakan biji sehingga
ton/ha, sedangkan hasil panen benih dari umbi konvensional berkisar 8-12 ton/ha.
Kebutuhan benih (biji) untuk 1 hektar berkisar antara 3-6 kg bergantung pada
keberhasilan di persemaian dan jarak tanam yang digunakan. Semakin tinggi
keberhasilan di persemaian semakin sedikit juga benih yang dibutuhkan, demikian
juga semakin lebar jarak tanam maka semakin sedikit benih yang dibutuhkan.
Konsep bertanam bawang merah dari biji hampir sama dengan menggunakan umbi,
perbedaannya adalah jika menggunakan biji harus dilakukan tahap persemaian
terlebih sedangkan bila menggunakan bibit umbi dapat langsung ditanam di lahan.
Benih bawang merah varietas“Tuk-tuk”berwarna hitam dan berukuran kecil
dengan jumlah benih 350 biji/gram. Dibutuhkan waktu 5-6 minggu di pesemaian
sebelum bibit siap tanam, kemudian bibit ditanam dengan jarak 15x20 atau 20x20
tergantung tujuan pasar dan besar umbi yang diinginkan, untuk menghasilkan umbi
yang besar diperlukan jarak tanam yang lebih lebar. Menurut Hidayat (2003)
berdasarkan penelitian di Balitsa, penanaman dengan jarak 10 x 10 cm dengan 2
bibit per lubang akan menghasilkan umbi dengan ukuran yang ideal untuk pasar
Indonesia. Bawang merah dapat dipanen setelah 16 minggu setelah tanam.
Media tanam yang dibutuhkan untuk persemaian adalah tanah yang remah dan
gembur. Dapat menggunakan media campuran pupuk kandang dengan tanah (1:1)
atau dengan menambahkan arang sekam. Untuk mendapatkan hasil persemaian
17
merah terlihat kokoh berwarna hijau segar, serta memiliki daun 5-6 helai sehingga
bibit dapat dipindah tanam. Pemupukan dapat dilakukan secara konvensional yaitu
menggunakan air cucian beras yang diberikan setiap 3 hari sekali, dapat juga
menggunakan air cucian ikan/daging setiap seminggu sekali pada saat pembentukan
umbi.
Pemupukan standar yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk NPK
(16-16-16) ditambahkan pada 4 minggu dan 5 minggu setelah semai sebanyak 0,5
g/liter. Pemupukan dengan NPK dilakukan 8 minggu dan 10 minggu setelah semai
dengan dosis 0,75 g/liter dan 11 minggu dan 12 minggu setelah semai dengan dosis
2,5 g/liter, sedangkan minggu ke 13 dan 14 setelah semai dilakukan pemupukan 1,5
g/liter pupuk NPK (16-16-16) dan pupuk KCl 1,5 g/liter (CapPanahMerah, 2013).
2.5 Peranan Pupuk Kandang sebagai Pembenah Tanah
Menurut Buckman dan Brady (1982), bahan organik yang dikandung tanah hanya
sedikit, tidak lebih dari 5 % dari bobot tanah. Untuk menanggulangi masalah
tersebut pada umumnya digunakan pupuk kandang sebagai bahan pembenah tanah.
Pupuk kandang merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibandingkan
bahan pembenah tanah lainnya. Pupuk organik memiliki kandungan hara makro N,
P, dan K rendah, mengandung hara mikro dalam jumlah yang cukup antara lain Fe,
Pemberian bahan organik akan membuat warna tanah menjadi lebih gelap
dan strukturnya menjadi remah, sehingga perakaran tanaman lebih mudah
menembus tanah sehingga aerasi dan drainase menjadi lebih baik.
2. Memperbaiki sifat kimia tanah
Dengan menambah bahan organik, kapasitas tukar kation (KTK) dan
ketersediaan hara menjadi meningkat.
3. Mempengaruhi sifat biologi tanah
Bahan organik mengandung sumber energi yang diperlukan oleh
mikroorganisme tanah. Dengan pemberian bahan organik, aktivitas dan
populasi mikroorganisme meningkat yang dapat berakibat baik untuk
tanaman.
Pupuk kandang kambing dan sapi merupakan salah satu jenis pupuk organik yang
sering digunakan petani karena mudah dalam ketersediaannya namun pupuk
kandang kambing termasuk ke dalam golongan kandang yang lambat di
dekomposisi dibandingkan pupuk kandang sapi. Menurut Lingga (2001), bahan
organik dari pupuk kandang kambing tidak mudah terurai secara sempurna
sehingga banyak yang berubah menjadi gas. Kadar rata-rata unsur hara yang
19
Tabel 1. Kadar rata-rata unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang (%).
Jenis Hewan Bentuk Kotoran H2O N P2O5 K2O
Kuda Padat 75 0,55 0,30 0,40
Cairan 90 1,40 0,02 1,25
Sapi Padat 85 0,40 0,20 0,10
Cairan 92 1,00 0,50 1,50
Kambing Padat 60 0,60 0,30 0,17
Cairan 85 1,50 0,15 1,80
Ayam Keseluruhan 55 1,00 0,80 0,40
Penggunaan pupuk kandang sebagai campuran media tanam meningkatkan
kapasitas tukar kation, menurunkan kemasaman tanah, meningkatkan kemampuan
fiksasi unsur hara oleh mikroorganisme tanah, dan meningkatkan daya jerap media
tanam sehingga menghambat proses pencucian unsur hara (Suyasa, 2004).
Demikian penggunaan pupuk kandang meningkatkan ketersediaan unsur hara.
Dosis pupuk kandang yang dianjurkan untuk bawang merah adalah 10-15 ton/ha.
Pupuk kandang sebagai media tanam diharapkan akan dapat memacu pertumbuhan
dan hasil produksi tanaman bawang.
2.6 Peranan Unsur Hara N, P, K pada Bawang Merah
Pupuk adalah bahan atau zat makanan yang diberikan kepada tanaman. Bawang
merah memerlukan berbagai macam unsur hara untuk pertumbuhannya, baik yang
berasal dari dalam tanah, pupuk organik, maupun pupuk anorganik. Aplikasi pupuk
anorganik yang umum dilakukan adalah dengan menyediakan unsur N, P, dan K
pupuk NPK Mutiara (16-16-16) diharapkan dapat mengantisipasi kekahatan hara N,
P, dan K pada tanaman bawang merah.
Menurut Napitupulu dan Winarno (2010) , unsur nitrogen (N) merupakan unsur
hara utama bagi tanaman terutama pembentukan dan pertumbuhan bagian bagian
vegetatif tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Pemberian unsur N yang terlalu
banyak pada bawang merah dapat menghambat pembungaan dan pembuahan
tanaman. Akan tetapi kekurangan unsur N dapat menyebabkan klorosis daun, serta
jaringan daun menjadi mati dan kering dan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil.
Unsur phosphor (P) pada bawang merah berperan untuk mempercepat pertumbuhan
akar semai, dan dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan umbi. Apabila
tanaman kekurangan unsur P maka akan terlihat gejala warna daun bawang hijau
tua dan permukaannya terlihat mengkilap kemerahan, dan tanaman menjadi kerdil.
Bagian tepi daun, cabang, dan batang bawang merah mengecil serta berwarna
merah keunguan dan kelamaan menjadi kuning (Napitupulu dan Winarno, 2010).
Menurut Gunadi (2009), unsur kalium (K) berfungsi untuk pembentukan protein
dan karbohidrat pada bawang merah serta dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangan penyakit dan dapat meningkatkan kualitas umbi. Bila
kekurangan unsur kalium daun tanaman bawang merah akan mengkerut atau
keriting dan muncul bercak kuning transparan pada daun dan berubah merah
21
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar
Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan suhu
harian 32oC (Marwadi, 2014), dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2014.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih botani bawang merah
varietas “Tuk-tuk”,pupuk kandang kambing, pupuk kandang sapi, pupuk NPK
Mutiara (16-16-16) dan tanah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag berdiameter 12,5 cm,
timbangan,handsprayer, penggaris, selang air, tray,cutter, gunting, tali rafia,
kertas label, gelas ukur, kamera dan alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji
hipotesis, rancangan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna
dan 7,5 g/tanaman (n3). Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali dan setiap
satuan percobaan terdiri dari 4 tanaman sehingga didapatkan 27 satuan percobaan
dan total tanaman sebanyak 108 tanaman. Tata letak percobaan dapat dilihat pada
Gambar 7, lampiran.
Homogenitas ragam diuji dengan Uji Barlett dan additifitas data diuji dengan Uji
Tukey. Jika asumsi terpenuhi, analisis dilanjutkan dengan menggunakan analisis
sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf
nyata 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Penyemaian
Sebelum tanaman bawang merah ditanam di lahan, dilakukan proses penyemaian
agar perawatannya lebih intensif dan bisa memilih bibit yang pertumbuhannya
bagus dan seragam. Benih yang digunakan adalah bibit botani yang berasal dari
benih varietas “Tuk-tuk” (Gambar 1). Hal pertama yang dilakukan yaitu
menyiapkan tanah yang telah diayak dengan ukuran 10 mesh sehingga membentuk
agregat tanah yang halus. Kemudian menyiapkan media persemaian yang berupa
campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Pada media semai
23
gram per tray (Gambar 1.) Bibit dipindah tanamkan setelah umur 5-6 minggu sejak
penyemaian.
(a) (b)
Gambar1. Benih var. “TUK-TUK” (a) dan media persemaian benih (b).
3.4.2 Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan terdiri dari tanah dan sekam dengan perbandingan 1:1
serta pupuk kandang kambing/sapi sesuai perlakuan atau tanpa penambahan pupuk
kandang. Setelah tercampur rata, media tanam dimasukkan ke dalam polibag
berdiameter 12,5 cm hingga 2 cm dari permukaan atas polibag (Gambar 2.).
(a) (b)
polibag perlakuan. Tanaman bawang merah hasil penyemaian akan ditanam pada
media tanam berupa campuran tanah dengan pupuk kandang sapi atau pupuk
kandang kambing atau tanpa pemberian pupuk kandang. Penanaman dilakukan
dengan memindahkan bibit bawang merah hasil penyemaian ke dalam polibag.
Setiap polibag ditanam, 1 bibit tanaman bawang merah (Gambar 3).
(a) (b)
Gambar 3. Bibit hasil semaian (a) dan Bibit yang ditanam per polibag (b).
3.4.4 Panen
Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 80 hari setelah tanam. Tanaman
bawang merah dipanen setelah terlihat leher batang melunak, tanaman mulai rebah
dan daun telah menguning. Pemananen dilakukan pada saat tanah kering dan cuaca
25
3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemupukan,
penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, dan pengendalian gulma.
Pemupukan bertujuan untuk menambah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Pupuk kandang diberikan pada awal pengolahan tanah sesuai dengan perlakuan
yang diberikan yaitu 100 g/tanaman. Pupuk NPK diberikan sebagai pupuk dasar,
masing media tanam diberi pupuk NPK sesuai dengan perlakuan
masing-masing 2,5 g/tanaman. Pada pupuk dengan dosis 5 g/tanaman, sisa pupuk NPK
diberikan dalam bentuk penyiraman yakni 2,5 g/tanaman dilarutkan dalam 500 ml
air lalu disiramkan 2 kali pagi dan sore. Perlakuan dengan dosis 7,5 g/ tanaman
sisa pupuk NPK diberikan sebanyak 2,5 g/tanaman yang dilarutkan dengan 500 ml
air setiap 2 minggu sekali, sampai semua sisa pupuk habis (Gambar 4.).
(a) (b)
Gambar 4. Pemberian pupuk NPK (a) dan Pemberian sisa pupuk NPK (b).
Penyiraman pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan selang air setiap
pagi hari. Akan tetapi bila cuaca terlalu panas penyiraman dilakukan pada pagi dan
3.5 Variabel Pengamatan
Pengamatan dan pengukuran tanaman bawang merah dilakukan sampai
berproduksi. Variabel yang diamati adalah:
1. Jumlah daun per rumpun (helai), jumlah daun dihitung secara keseluruhan.
Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali.
2. Tinggi tanaman (cm), yang diukur dari pangkal batang sampai ujung daun
tertinggi. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu.
3. Bobot tanaman (g), ditimbang pada saat panen mulai dari akar sampai
dengan pangkal daun.
4. Volume umbi (ml), dilakukan dengan mengukur volume umbi bawang
merah menggunakan gelas ukur yang telah diisi air lalu memasukan umbi
ke dalam gelas ukur tersebut lalu menghitung volumenya.
5. Bobot umbi basah (g), dhitung pada saat panen sebelum umbi dikeringkan.
6. Bobot umbi kering (g), dihitung saat umbi yang telah dipanen kemudian
dijemur selama 1 minggu (8 jam/hari) dan diletakkan di bawah tenda yang
beratap plastik UV (Gambar 9, lampiran).
7. Bobot umbi layak jual dan tidak layak jual (g), dilakukan seleksi umbi yaitu
dengan memisahkan umbi yang normal dan rusak. Ketentuan bobot umbi
yang rusak (tidak layak jual) yaitu berwarna pucat, bentuk umbi yang tidak
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pemberian pupuk kandang kambing dan pupuk kandang sapi sebagai pupuk
dasar pada tanaman bawang merah tidak memberikan pengaruh nyata pada
semua variabel pengamatan.
2. Pemberian pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 2,5 g/tan memberikan hasil
yang lebih tinggi, ditunjukkan oleh variabel bobot umbi basah dan bobot
umbi kering.
3. Jenis pupuk kandang yang berbeda mempengaruhi takaran dosis pupuk NPK
yang digunakan. Pada variabel bobot umbi basah dan umbi kering,
pemberian pupuk kandang kambing dengan takaran NPK 2,5 g dan 5 g
menghasilkan bobot umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPK 7,5 g,
tetapi pada pupuk kandang sapi serta tanpa pupuk kandang dengan takaran
NPK 5 g menghasilkan bobot umbi yang lebih rendah dibandingkan dengan
sebaiknya penelitian dilakukan di lahan terbuka agar dapat memperoleh kondisi
lingkungan yang baik sehingga hasil yang didapat maksimal. Penggunaan
PUSTAKA ACUAN
AAK. 2004. Dasar Dasar Bercocok Tanam. Kanisius. Jogjakarta. 120 hlm.
Abdi Tani. 1999. Pentingnya Persemaian dan Seleksi Bibit pada Budidaya Bawang Merah dengan Biji. Edisi II Juli-September 1999. Bandung.
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Bawang Merah. http://www.deptan.go.id. Diakses tanggal 1 Maret 2014.
BPPT, 2007. Teknologi Budidaya Tanaman Bawang Merah.
http://iptek.net.id/ind/teknologi-bawang-merah/index.php. Diakses 10 Desember 2013.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Soegiman. Karya Bhatara Aksara. Jogjakarta. 428 hlm.
Dewi, N. 2012. Aneka Bawang. Pustaka Baru Press. Jogjakarta. 195 hlm.
Firmanto, B. 2011. Praktis Bertanam Bawang Merah Secara Organik. Angkasa. Bandung. 74 hlm.
Gunadi, N. 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber kalium pada tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura. 17(1): 34-42.
Gustriana, F. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Bio-Slurry Padat dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)[skripsi]. Bandar Lampung: Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Hakim, N., M.Y Nyapka, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Dina, G.B Hong, H.H Baile. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Lampung. 200 hlm.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta. 286 hlm.
163 hlm.
Manora, E. 2013. Adaptasi beberapa varietas bawang merah (Allium ascalonicum l.) di dataran rendah Medan. Jurnal Agroekoteknologi. 1(3): 24-30. Universitas Sumatera Utara.
Mawardi. 2014. Kondisi iklim di Way Halim. http://kelurahan
perumnaswayhalim.wordpress.com. Diakses tanggal 1 Februari 2015.
Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 52 hlm.
Napitupulu D, dan L. Winarno. 2010. Pengaruh pemberian pupuk N dan K terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Jurnal Hortikultura. 20(1): 27-35.
Novizan. 2010. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 128 hlm.
Panah Merah. 2013. Teknik Praktis Budidaya Bawang Merah Var.Tuk-Tuk.
http://www.youtube.com/watch.htm. Diakses tanggal 3 maret 2014.
Pangaribuan, D. 1998. Peningkatan produktivitas bawang merah melalui penambahan bahan organik pada tanah. Jurnal Tanaman Tropika.1(2): 98-107. ISSN:1410-7368.
Pardede, G. 2013. http://www.investor.co.id/agribusiness/ewindo-perkenalkan-berbagai-benih-unggul-baru/61311. Diakses tanggal 5 April 2014.
Purwati, E. 2008. Budidaya Tanaman Dataran Rendah. Penebar Swadya. Jakarta. 109 hlm.
Pranata. 2010.Tips Jitu Bertanam Buah dan Sayur. Agromedia. Jakarta. 98 hlm.
Rahayu dan Berlian. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hlm
✁5
Rinsema, W. T. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Aksara. Jakarta. 234 hlm.
Rosliani R.dan Y. Hilman. 2002. Pengaruh pupuk urea hayati dan pupuk organik penambat nitrogen terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Jurnal Hortikultura. 12(1): 17-27.
Rukmana, R. 1995. Budidaya Bawang Merah dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Jogjakarta. 20 Hlm.
Samadi, B dan Cahyono. 2009. Bawang Merah. Kanasius. Jogjakarta. 35 hlm.
Sarno. 2014. Hasil Analisis Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Sudirja, R. 2007. http://lablink.or.id/Agro/bawangmerah/Alternariapatrait.html. diakses tanggal 30 Januari 2014.
Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.
Sumarni, A dan Suwandi. 2012. Optimasi jarak tanam dan dosis pupuk npk untuk produksi bawang merah daribenih umbi minidi dataran tinggi. Jurnal Hortikultura. 22(2): 148-155.
Suyasa, I K. 2004. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Ayam Petelur dan Berat Bibit terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.) Varietas Lokal Kintamani[skripsi]. Tabanan: Fakultas Pertanian, Universitas Tabanan.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Jogjakarta. 218 hlm.
Sutedjo, M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.
Tjitrosoepomo, G. 2010. Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University. Jogjakarta. 477 hlm.