• Tidak ada hasil yang ditemukan

OF FEMALE MICE INDUCED BY BENZO(α)PIREN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.2.4 Kanker payudara

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang jaringan epitelial payudara, yaitu membran mukosa dan kelenjar. Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh wanita, disamping kanker serviks. Penyebab kanker payudara sangat beragam, antara lain:

a. Kerusakan pada DNA yang menyebabkan mutasi genetik. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh paparan agen kimiawi (karsinogen) dan radiasi yang berlebihan.

b. Kegagalan immune surveillance dalam pencegahan proses malignan pada fase awal.

c. Malfungsi DNA repairs seperti: BRCA1, BRCA2, dan p53.

Kanker payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak terkendali dan dapat menginvasi jaringan tubuh yang lain baik yang dekat dengan organ tersebut maupun bermetastasis ke jaringan tubuhnya yang letaknya berjauhan. Semua tipe jaringan pada payudara dapat berkembang menjadi kanker, namun pada umumnya kanker muncul baik dari saluran

(ducts) maupun kelenjar (glands). Perkembangannya memerlukan waktu

berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun sampai tumor tersebut cukup besar untuk dirasakan pada payudara. Deteksi dapat dilakukan dengan mammograms

yang kadang-kadang dapat mendeteksi tumor sejak dini (Elwood, 1993; Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Faktor resiko kanker payudara dapat dibedakan menjadi faktor yang dapat diubah (reversible) dan faktor yang tidak dapat diubah (irreversible). Faktor yang tidak dapat diubah termasuk jenis kelamin, bertambahnya umur, ada-tidaknya riwayat keluarga menderita kanker, pernah-tidaknya menderita kanker payudara, pernah-tidaknya mendapat radiasi pada bagian dada, suku bangsa Kaukasian, orang yang mengalami menstruasi pertama pada usia sangat muda (sebelum 12 tahun), yang mengalami menopause terlambat (setelah 50 tahun), yang tidak melahirkan atau melahirkan di usia lebih dari 30 tahun, dan

mengalami mutasi genetik. Dari berbagai macam faktor tersebut, 3%-10% penyebab kanker payudara diduga berkaitan dengan perubahan baik gen BRCA1 maupun gen BRCA2 (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Beberapa faktor yang menaikkan resiko menderita kanker payudara yang dapat diubah, yakni mendapatkan terapi pengganti hormon (penggunaan estrogen dan progesteron dalam jangka waktu lama untuk mengatasi gejala menopause), menggunakan pil kontrasepsi (pil KB), tidak menyusui, mengkonsumsi minuman beralkohol 2-5 gelas per hari, menjadi gemuk terutama setelah menopause, dan tidak berolahrga (Dolinsky, 2002; Adina, 2009). Perlu diingat bahwa faktor-faktor resiko tersebut hanyalah berdasarkan pada kemungkinan. Seseorang tetap dapat terkena kanker payudara meskipun ia tidak mempunyai satupun faktor resiko tersebut. Menghindari faktor resiko tersebut dan deteksi awal adalah cara terbaik untuk mengurangi kematian berkaitan dengan kanker ini (Dolinsky, 2002; Adina, 2009).

Peningkatan insidensi kanker payudara disebabkan oleh kegagalan terapi terhadap kanker itu sendiri. Kegagalan ini diakibatkan oleh adanya

multidrug resistance (MDR) dan terjadi hingga 71% dibandingkan dengan

faktor penyebab lainnya (Mechetner, et al., 1998). Multidrug resistance atau resistensi obat ini disebabkan oleh adanya breast cancer resistance protein

(BRCP) yang salah satunya adalah P-glycoprotein (Pgp) (Imai, et al., 2005). Aktivasi Pgp dan peningkatan ekspresinya dapat menurunan efikasi dari beberapa agen kemoterapi seperti taxol dan doxorubicin. Penekanan aktivitas Pgp dan ekspresinya mampu meningkatkan efektivitas agen kemoterapi (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006).

Selain itu paparan estrogen endogen yang berlebihan juga dapat berkontribusi sebagai penyebab kanker payudara. Sekitar 50% kasus kanker payudara merupakan kanker yang bergantung pada estrogen dan sekitar 30% kasus merupakan kanker yang positif mengekspresikan HER-2 berlebihan (Gibbs, 2000; Adina, 2009).

2.2.5 Fitoestrogen

Isoflavon, kumestan, lignan dan metabolitnya, flavonoid, dan stilbenoids semua adalah golongan senyawa yang termasuk fitoestrogen karena mereka dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen, mengubah ekspresi gen,dan sebaliknya mempengaruhi hormon. Isoflavon dan kumestan sangat tinggi dalam kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang polong dan kacang hijau, dan tanaman medis umum antara lain Trifolium, Medicago, serta Glycyrrhiza. Flavonoid dengan aktivitas estrogenik berlimpah, termasuk yang paling sering dipelajari dan dibahas adalah rutin, catechin, apigenin, kaempferol, luteolin, chrysin dan subtipe dari flavonoid termasuk flavanon, flavon, dan flavonols, banyak yang dilaporkan memiliki aktivitas estrogenik. Kumestan dilaporkan memiliki efek estrogenik paling menonjol dari semua fitoestrogen. Yang paling umum dan paling banyak dipelajari dari golongan kumestan adalah kumestrol, ditemukan di Trifolium, Pisum, Medicago, serta Glycyrrhiza.(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Banyak studi epidemiologis menunjukkan bahwa diet kaya fitoestrogen (PE), khususnya kedelai dan produk gandum yang tidak dimurnikan, berhubungan dengan risiko rendah beberapa jenis kanker, terutama kanker payudara dan kanker prostat. Namun demikian, hubungan antara asupan

makanan kedelai dan risiko kanker payudara masih kontroversial. Meskipun isoflavon, seperti yang ditemukan dalam kedelai, telah terbukti dapat menghambat kanker payudara dalam penelitian laboratorium, korelasi antara konsumsi makanan yang mengandung isoflavon-dan risiko kanker payudara tidak konsisten dalam beberapa penelitian. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa negara-negara dengan konsumsi PE tertinggi memiliki tingkat terendah kanker payudara kanker, namun studi epidemiologi lain menunjukkan kurangnya hubungan kausatif (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Hubungan antara asupan tinggi kedelai dan risiko penurunan pola parenkim mammographic yang berkorelasi dengan risiko kanker payudara yang tinggi telah ditunjukkan. Selain itu, setelah mengkonsumsi 2 tahun dari makanan kedelai, yang setara 50 mg isoflavon, oleh perempuan premenopause, rata-rata kepadatan persentase parenkim mammographic mengalami penurunan sebesar 2,8 dan 4,1% pada intervensi dan kontrol. Dalam studi lain hubungan antara konsumsi isoflavon tapi bukan dari makanan kedelai, pada perempuan di Jepang, adalah berbanding terbalik terkait dengan risiko kanker payudara

(Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Sebagian besar penelitian tentang fitoestrogen melibatkan kemampuan mereka untuk menghambat perkembangan kanker hormonal, kegiatan yang dikenal sebagai chemoprevention. Ratusan penelitian telah menunjukkan fitoestrogen mampu mengurangi efek proliferatif steroid alami manusia dan sintetis zat pada jaringan yang sensitif terhadap hormon. Flavonoid telah diklasifikasikan sebagai fitoestrogen karena berbagai kemampuan

chemoprevention yang dimilikinya mencakup mekanisme hormonal.Penelitian telah menunjukkan bahwa tidak hanya isoflavon bertindak sebagai SERM alami, tetapi mereka juga menginduksi terjadinya apoptosis, mempengaruhi ekspresi gen, dan mempengaruhi berbagai sistem enzim dalam cara yang positif. Semua mekanisme membantu mengurangi stimulasi estrogen yang berlebihan pada jaringan sensitif terhadap hormon ini. Sistem enzim steroid tertentu yang dapat dipengaruhi oleh fitoestrogen termasuk aromatase, dehidrogenase, sulfotransferase, dan enzim reduktase. Sulfotransferase terlibat dengan produksi estradiol dan fitoestrogen diketahui mampu mengurangi sulfotransferase bila berlebihan sehingga mengurangi kelebihan hormon yang terjadi (Ososki dan Kennely, 2003; Opolski, et al., 2005).

Dokumen terkait