Skripsi
Diajukau Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
ォNAN。セゥヲゥォエaZセゥ@ ! .. ,, ... ," ... ,;.,,., ... , ..•... Denni Arie Mahcsa
NIM: 105044101362
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SAYK.HSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERJ[
SY ARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Srujana Hukum Islam (SHI) Oleh:
Denni Arie Mahesa
Nll\1:105044101362
Pembimbing I
Drs.H.Sayed Usman,SH,MH
1956070319-83!)3jj}{l2
Pembimbing II
OMセG@
,...-::::_..--__:---Kamarusilli.ana,S.Ag, MH
19750224199801003
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHW AL AL-SAKHSHIYAH
FAKULTAS SY ARIAH DAN
HUKUJ.\1[
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Desember 2009. Skripsi tclah ditcrinrn sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pac!H prngr;1111 studi Ahwal Al-Syakhshiyah.
P ANITIA UJIAN
I. Ketua : Drs. H. A. Basig Djalil, SH .. MA. NIP. 19500306197603100 I 2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., Ml-I.
NIP. 197502241998031003
'
3. Pembimbing I : Drs. H. Sayed Usman, SH .. Ml J ( MMMjTMMセMセヲ^@-
.
... )5. l'cnguji J : DR. H. Yayan Sopyan., M.Ag, NIP. 196807031994032002
Q
----·---セウ[L[ZZZZZZ@
---(.
MJセセセセ@
... )
/¥'
'
( ... )
NIP. 195607031983031002 4. Pembirnbing ll : Karnarusdiana, S.Ag., MH.
NIP. 197502241998031003
Nセ@
.. )1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata satu (S 1) di Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan basil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (Ufl\f) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 November 2009
Assalammu 'alaikum. Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Diantara salah satu kesempurnaannya adalah Allah karuniakan manusia pikiran dan kecerdasan. Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada pemimpin revolusioner umat Islam sedunia tiada lain yakni, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para gahabat dan ummatnya yang selalu berpegang teguh hingga akhir zaman.
Dalam menyelesaikan sk.ripsi ini penulis betul-betul menyadari adanya rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu adajalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis guna penyempurnaan sk.ripsi ini.
Dengan demikian dalam kesempatan yang berharga ini penulis ingin mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih tiada terhingga terutama kepada Bapak:
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., MA. Ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan Agama yang telah memberi kemudahan dalarn menghadapi kendala-kendala selama masa penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. H. Sayed Usman, SH, MH dan bapak Kamarusdiana, S.Ag, MH yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing, selama penulisan beliau-beliau terns menerus memberikan arahan, masukan serta dukungan agar skripsi ini selesai. Tiada kata yang pantas selain ucapan terima kasih dan doa semoga Allah SWT membalasnya
4. Seluruh dosen Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, serta karyawan-karyawan dan staf perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peradilan Agama, yang tidak dapat penulis sebutkm1 satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama penulis belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga persahabatan kita terjalin hingga akhir hayat. 7. Teman-temm1 Ikatan Mahasiswa dan Penmda Aceh (IMAPA) Jakarta
Cabang Ciputat dan PP.IMAPA Jakarta yang telah memberikan pengalaman dalmn berorganisasi.
Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik kita di sisi Allah SWT, Akhirnya, semoga setiap bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Aminyaa rabbal alamien.
(Jaza ka Allah khaira al-Jaza) Wasallamu 'alaikum. Wr. Wb.
DAFT AR ISL ... .iv
BABI :PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penulisan ... 11
D. Kajian Kepustakaan ... .12
E. Metode Penelitian ... .13
F. Sistematika Penulisan ... 16
BABU : PERCERAIAN MENURUT FIQH A. Pengertian Perceraian ... 18
B. Dasar Hukum Perceraian ... 22
C. Sebab-sebab Terjadinya Perceraian ... 21
D. Macam-Macam Perceraian ... 24
BAB III : TINJAUN UMUM TENTANG MURTAD A. Pengertian dan Dasar Hukum Murtad ... 29
B. Sejarah dan Peristiwa Murtad dalam Islam ... 36
C. Sebab-sebab terjadi Murtad ... .39
BABY
B. Prosedur dan Data Cerai Gugat di Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 54
C. Kronologis dan Putusan Perkara Nomor: 0137/Pdt.G/2008/PA.JS ... 58 D. Analisis Penulis Terhadap Putusan Nomor: 0137/Pdt.G/2008/PA.JS ... 64
:PENUTUP
A. Kesimpulan ... 7 5
B. Saran ... 77
DAFT AR PUSTAKA ... 78
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa 1. Masalah perkawinan
sangat terkait juga dengan akad, dimana akad perkawinan dalam hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan disana terhadap ikatan suci yang terkait dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah SWT.2 Dengan demikian jelas sudah bahwa di dalam perkawinan terdapat dimensi ibadah, untuk itu perkawinan tersebut perlu dipelihara dan dijaga supaya dapat kekal abadi sehingga apa yang menjadi tujuan perkawinan yakni keluarga sejahtera sakinah, mawaddah dan rahmah bisa terwujud.
Mempunyai sebuah keluarga merupakan keinginan yang sudah menjadi fitrah bagi setiap manusia karena dengan itu maka kehidupannya akan dirasa lebih lengkap dan sempurna. Keluarga adalah kelompok atau satuan terkecil yang terdapat dalam masyarakat yang secara resmi terbentuk oleh adanya
1 Abdurrahman,Hin1punan Peraturan p・イッョ、。ョァセuョ、。ァ。ョ@
No.1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, (Jakarta: Akademika Presindo,1986), eel I, 64.
2
Amir Syarifuddin, Hukun1 Perkmvinan Islan1 di Indonesia, antara Fiqh Munakahat dan
hubungan perkawinan terlebih dahulu. Bentuk keluarga terdiri dari suami, isteri
dan anak-anak.3 Islam membangun kehidupan keluarga dengan masyarakat atas
dasar dua tujuan. Pertama, menjaga keluarga dari kesesatan, untuk itu Islam
melarang adanya hubungan intim antara lelaki dengan perempuan tanpa ilrntan
yang sah.
Tujuan yang kedua adalah untuk menciptakan wadah yang bersih sebagai
tempat lahirnya generasi yang berdiri diatas landasan yang kokoh dan teratur tata
sosialnya 4•
Keluarga atau rumah tangga mempunyai peran penting dalam membangun
masyarakat karena satuan terkecil inilah yang menjadi barometer keharmonisan
dan kesejateraan sebuah masyarakat. Kalau sebuah keluarga sudah bahagia dan
kekal maka secara umum akan berdampak pad a masyarakat disekitar keluarga itu
berada, namun jika keluarga didalam masyarakat sudah tidak bahagia, hannonis
maka hal yang sama juga bisa terjadi pad a masyarakat. Oleh karena itu keluarga
bahagia kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pondasi awal
terciptanya masyarakat, negara dan bangsa yang baldatun thayybatun warabbul
ghafi1r yakni sebuah pemerintahan yang baik atau negara dibawah perlindungan
dan ampunan Allah SWT.
3 Munandar Soelaeman, I/mu Sosial Dasar, (Bandung :PT Refika Adi ta ma, 1998), cct VIII, h.
54-55.
4
Abutta\vad 1-Iaikal, Rahasia Perka'ivinan Rasulullah SWA, IJ0/igan1i dalant Jslan1 vs
Dalarn perjalanannya kehidupan rurnah tangga tidak selarnanya harrnonis,
arnan dan darnai, pasti selalu ada kerikil-kerikil tajam yang rnengharnpiri dan
rnenjadi penghalang, ada yang bisa ditanggulangi oleh suarni dan isteri dan ada
juga yang sudah tidak bisa lagi ditanggulangi oleh mereka dikarenakan
rnenyingung hal-hal yang bersifat prinsipil bagi keduanya sehingga sebuah tali
perkawinan terkadang harus berakhir karena perceraian
Perceraian rnerupakan neraka dalarn sebuah perkawinan dan tidak !ah
diharapkan sarna sekali kehadirannya, narnun hal itu juga tidak dapat dihindari
dalam mernbangun kehidupan berurnah tangga yang kemungkinan dapat terjadi,
karena disana terdapat ban yak rnasalah jika masalah yang dihadapi sudah sampai
pada hal yang sangat prinsipil bagi pasangan suarni dan isteri dan sudah tidak
bisa ditolerir lagi rnaka perceraian itu rnenjadi jalan terakhir bagi rnereka. Dapat
di analogikan perceraian seperti pintu darurat dalarn sebuah pesawat yang hanya
di gunakan pada saat darurat saja. Sesungguhnya Allah SWT rnernbenci
perceraian (talak). 5
Pada dasarnya Perkawinan ideal adalah perkawinan yang dilakukan dengan
satu agarna saja yaitu Islam dengan Agama Islam karena ha! itu akan lebih baik
dan arnan bagi pasangan suami dan isteri dan keturunan-keturunannya. Nabi
mengajarkan kapada umatnya cara-cara memilih pasangan (suami-isteri) yang
baik untuk dinikahinya, salah satunya adalah karena agamanya.6 Agarnalah yang
menjadi ukuran dasar seseorang patut atau tidak untuk dinikahi atau untuk
meneruskan sebuah perkawinan, namun jika orang suda.h tidak lagi menjadi
agama sebagai ukuran atau barometer dalam perkawinan maka hal ini akan
berdampak buruk, karena sulit sekali bila membina dan mompertahankan ikatan
perkawinan dengan pasangan yang telah beralih agama dan keyakinan akibat
murtad selama berumah tangga, namun hal ini terkadang juga tidak
dipermasalahkan oleh mereka dan tetap melanjutkan perkawinan itu. Perkara ini
menjadi dilema ditengah-tengah masyarakat sekarang ini dan sulit sekali
dihindari.
Masalah yang terkadang sudah menjadi prinsipil bagi suami isteri dan
tidak bisa tawar-menawar lagi antara lain adalah agama (Ad-din). Setiap umat
Islam harus bisa rnenjaga kemurnian dan kesucian agamanya jangan sampai
tercampur-aduk dengan ajaran lain baik dengan tetap mempertahankan hubungan
perkawinan dengan pasangan yang telah murtad maupun nikah lintas agama dan
hal yang lain yang dianggap merusak agarna. Walaupun ini terkadang sulit
dilakukan, bagaimana pun agama harus didahulukan dari segalanya. Islam adalah
agarna yang diturunkan Allah SWT yang secara tegas menyatakan, bahwa
perkawinan lintas agama atau berbeda keyakinan itu dilarang dan tidak
dianjurkan.
6
Didalam tujuan hukum Islam (Maqasid Syariah) salah satunya adalah
menjaga agama (Hift Ad-din), bahwa menghindari untuk mempe1tahankan
perkawinan dengan pasangan yang telah murtad termasuk menjaga agama. Dapat
kita pahami bahwa perkawinan yang sudah te1jadi dan sudah berjalan namun di
tengah perjalanannya salah satu pihak baik pihak suami maupun Isteri tidak lagi
satu agama (Islam), malrn mereka dapat meninggalkan suami atau isteri mereka,
dengan melakukan cerai (talak) atau cerai gugat (khulu'), dengan alasan apapun
itu. Namun ada juga yang menganggap bahwa tidak perlu adanya perceraian
selama tidak terjadi cekcok (pertengkaran ) dan mereka tetap memutuskan untuk
hidup bersama ini yang terkadang menjadi masalah. Pro dan kontrak tentang
pernikahan lintas agama tidak pernah berakhir. Karena satu pihak selalu
mengaitkannya dengan hak kebebasan manusia, karena dianggap sah-sah saja
seseorang kawin dengan pasangan yang berbeda agama. ウLセ、。ョァォ。ョ@ dipihak lain
hal tersebut dianggap melangar terhadap keyakinan agamanya bahkan dapat
menimbulkan kekacauan dalam rumah tangga.7
Dampak atau pengaruh yang dapat ditimbulkan akibat mempertahankan
atau melanjutkan pernikahan dengan suami atau isteri yang murtad sangat
banyak antara lain, keluarga tidak harmonis, pendidikan agama anak (hadhanah),
kewarisan terhadap anak, pengaruh terhadap kerukunan hidup umat beragama
7
dan lain-lain.8 Bagi pasangan suami dan isteri yang !elah hidup bersama
kemudian salah satu dari melakukan murtad maka status perkawinannya juga
akan dipertanyakan, apakah secara otomatis putus atau harus ada pengajuan dari
salah satu pihak terlebih dahulu ke Peradilan Agama, lalu bagaimana hukum
tetap melanjutkan perkawinan dengan pasangan yang telah mu1iad, ini akan
mejadi masalah yang sulit dihindari.
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam BAB XVI alasan tentang
putusanya perkawinan, pasal l 16 alasan-alasan pe:rceraian point h,
menyebutkan "Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidahukunan
dalam rumah tangga". Di pasal 44 dalam Kompilasi Hukum Islam juga
disebutkan sebagai berikut, "Seorang wanita Islam dilarang melangsung
perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam" 9. Dari pernyataan
tersebut sudah dapat kita paharni bahwa perkawinan yang te1jadi antara suami
dan isteri yang sah dapat putus karena salah satu pasangan mu1tad atau karena
perselisihan dan pertengkaran akibat perbedaan agama yang menyebabkan
ketidakrukunan. Dalam hal ini putusnya secara otomatis menurut fiqh namun
menurut Undang-Undang harus dilakukan pernutusan melalui Pengadilan
Agama. Sebagaimana bunyi pasal 39 ayat (I) Undang-Undang No.I tahun 1974
8 Basiq Djalil, Pernikahan Beda Agan1a dalan1 Perspektif Fiqih dan Huku1n Jslarn, (Jakarta:
Qalbun Salim,2005), cet, I, h. 165-177.
tentang perkawinan. " Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan
setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak".10
Murtad merupakan perbuatan yang sangat tercela dalam kehidupan
beragama, riddah adalah kembali dari agama Islam menju kekafiran baik ha! itu
dilakukan sebatas niat, perbuatan yang akibatnya pelaku dianggap telah kafir
maupun dengan ucapannya itu sebagai penghinaan, penentang, maupun sebagai
l ceyaonan . l. 11
Melanjutkan kehidupan berkeluarga dengan Perbedaan agama sangat sulit
dilakukan, baik suami yang bergama Islam maupun telah Non Islam ataupun
sebaliknya istri yang beragama Islam maupun telah Isteri Non Islam , sama saja
keduanya akan banyak mengadapi kendala dan masalah.
Mengingat pentingnya penjelasan secara detail mengenai masalah murtad
dalam perkawinan khusunya suami sebagai pelakunya, status hukum melanjutkan
perkawinannya, masalah hak asuh anak, pendidikkan anak, dan lain-lain yang
kiranya memiliki keterkaitan dengan akibat murtad dalam perkawinan.
Setelah melakukan studi kasus terdapat permasalahan murtad dalam bentuk
putusan Pengadilan Agama, penulis mencoba untuk menguraikan tentang duduk
10 Abdurrahn1an,
Hilnpunan Peraturan Perundang-Undagan No.l Tahun 1974 Tentang
Perka1vinan, h. 74.
11 Wahbah az-Zuhaily. Al-fiqh Al-Islam Wa'adillatuh. (Bairut : Dar Al-Fikr Al-Ma'asir),
permasalahannya sebagai berikut; Suami isteri ini telah melakukan pernikahan
pada tahun 1993 dikantor KUA Tebet, tidak lama kemudian pada tahun 1994
suami kembali keagamanya semula, namun isteri masih mencoba bertahan hidup
bersama suaminya. Selama mengarunggi kehidupan rumah tangga sampai
dengan tahun 1998 kehidupan mereka bahagia sebagaimana mestinya walaupun
tidak seagama lagi, namun sejak tahun 1998 akhir kehidupan rumah tangga mulai
goncang, perselisihan dan pertengkaran sering te1jadi yang sulit didamaikan lagi,
bahkan suami secara sembunyi-sembuyi telah membawa anak-anak ke Gereja
untuk dibaptis. Dalam hal ini isteri tidak dapat menerima begitu saja.
Bertitik tolak dari itulah maka penulis merasa terdorong untuk membuat
skripsi yang berjudul "Perspektif Fiqh Tentang Percc,raian Akibat Suami
Murtad (Analisis Putusau Perkara Perdata Nomor: 0137/Pdt.G/2008/PA.JS)
di Pengadilan Agama Jakarta Selatan" .Dengan harapan bahwa skripsi ini bisa
memberikan manfaat sekaligus juga dapat menyumbangkan pemahaman kepada
masyarakat baik itu mahasiswa dan masyarakat umumnya tentang akibat murtad
dalam sebuah perkawinan.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Masalah agama dalam sebuah perkawinan merupakan ha! sangat urgen
dan penting, kerena perihal agama menjadi patokan sekaligus dasar bagi
perkawinan dengan pasangan yang sudah beralih agama, perkara ini tidak
bisa disepelekan karena darnpaknya begitu besar kepada umat dan Islam
mengatur semua tentang ha! itu.
Dimulai dari rasa keingintahuan secara mendalam dan rasa penasaran
yang berlebihan dan didukung pertimbangan bahwasanya pengaruh masalah
agama dalam sebuah perkawinan sangat perlu mendapat perhatian dari setiap
pasangan sebelum melakukan pernikahan. Dalam penelitian ini penulis
memberi batasan masalah pada putusan Pengadilan Agama dengan nomor
perkara: 0137/Pdt.G/2008/PA.JS tentang murtad. Penulis ingin menganalisis,
menguraikan dan mendeskripsikan lebih mendalam, tentang pertimbangan
hakim dalam memutus perkara tersebut, status hukum pernikahan setelah
suami murtad, serta pandangan fiqh terhadap permasalahn tersebut, dimana
penulis sendiri cukup yakin bahwa masalah ini akan sangat menarik untuk
dianalisis, dikaji dan tidak usang oleh waktu.
Kemudian dalam penelitian ini penulis juga rnernberi batasan dalam hal
fiqh, dimana fiqh yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah fiqh
mazhahib al-arba 'ah yaitu pendapat em pat ulama yaitu Imam I-Ianafi, Imam
Malik, Imam Syafi'i dan Imam Hambali.
Riddah merupakan kata lain dari murtad dalam kamus ilrniah populer
keagama lain.12 Istilah murtad sebenarnya lebih familiar dan lebih popular di
masyarakat bila dibandingkan dengan kata riddah, maka yang digunakan
disini adalah kata murtad bukan riddah.
Oleh karena itu penulis mencoba untuk memberi batasan masalah
murtad sebagai alasan perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
2. Perumusan masalah
h. 500.
Mengacu pada pokok permasalahan yang dikemukan di atas bahwa
masalah murtad yang te1jadi dalam kehidupan berumah tangga sangatlah
komplek dan beragam sekali sehingga membawa pengaruh dan dampak yang
tidak kecil terhadap keutuhan dan kebahagian sebuah keluarga. Pada awalnya
jelas agamanya namun selama mengarungi bahtera kehidupan berumah tangga
salah satu dari pasangan suami isteri melakukan murtad, kenapa perkawinan
mereka tetap dilanjutkan hingga pada akhirnya perceraian terjadi sehingga
perlu penulis mencoba merinci rumusan masalah ini dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut :
a. Bagaimanana status hukum perkawinan bagi pasangan suami istri
yang tetap ingin melanjutkan perkawinan setelah murtad salah satu
pihak?
b. Apakah dasar pertimbangan Majelis Hakim memeriksa dan
memutuskan perkara perdata Nomor: 0137 / Pdt.G/2008/P A.JS
tentang alasan murtad dalam perceraian?
c. Bagaimana tinjauan fiqh tentang alasan murtad sebagai penyebab
perceraian?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut
I. Untuk mengetahui bagaimanakah status hukum perkawinan bilamana pihak
suami I istri yang melakukan perbuatan murtad, namun meraka tetap
melanjutkan tali perkawinan walaupun pada akhirnya bercerai.
2. Untuk mengetahui alasan atau pe1timbangan apa saja yang dijadikan
pijakan bagi majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan dalam mengambil
putusan perdata Nomor: 0137/ Pdt.G/2008/PA.JS tentang riddah.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan fiqh terhadap kasus murtad
dengan perkara perdata Nomor : 0137/ Pdt.G/2008/PA.JS, begitu menarik
dan komplek permasalahannya.
Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini aclalah Untuk memberikan
informasi kepada masyarakat secara luas, mahasiswa (akaclemisi), tentang
penelitian ini kiranya dapat menjadi sebagai acuan dan pedoman bagi para ahli
hukum Islam dalam rangka penyelesaian masalah diatas.
D. Kajian Kepustakaan
Berdasarkan telaah yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber
kepustakaan, penulis perlu melengkapi ataupun menyempurnakan penelitian ini
dengan melakukan kajian kepustakaan karena disana acla sumber yang dapat
dijadikan tambahan untuk penyelelesaian penelitian penulis ini.
Adapun kajian kepustakaan yang digunakan penulis:
1. Pada tahun 2006 telah ditulis oleh Mohammad Soleh Bin Mohammad
Hasyim (Mahasiswa Malaysia), dengan judul "Masalah Riddah dalam
Hukum Islam (Tinjuan terhadap kasus-kasus di Malaysia dari
perspektif Perundang-undangan Persekutuan Bahagian pertama
perkara 3 tahun 1957)".
Persamaan
S!a-ipsi yang dibuat Mohammad Soleh Bin Mohammad Hasyim
memiliki persamaan dalam ha! masalah riddah (murtad) dengan
penulis.
Perbedaan
Namun perbedaanya banyak antara lain: tempat kejadian, studi
kasus/analisis, dikarenakan ada bagian yang dianggap penting untuk
2. Pada tahun 2008 tel ah ditulis oleh Zakaria (I 05044101362) dengan
judul "Penyelesaian Perkara Gugat Cerai Akibat Kekerasan Dalam
Rumah tangga (studi analisis putusan Nomor: 1122/Pdt.G/2008/
PA.JS)" . di Pengadilan Jakarta Selatan.
Persamaan
Penulis menjadikan skripsi yang ditulis Zakaria ini sebagai bahan
tambahan kerana didalamya terdapat kesamasaan di beberapa bagian
penting, Khususnya terletak pada yaitu tempat penelitian yaitu
Pengadilan Agama Jakatta Selatan
Perbedaan
Dalam hal perbedaanya terletak pada perkara yang di balms, dimana
pada Skripsi yang dibuat oleh Zakaria menjelaskan tentang kekerasan
dalam rumah tangga, sedangkan penulis menjelaskan tentang peralihan
agama.
Sehingga perlu bagi penulis untuk menjadikannya sebagai rujukan atau
tambahan bahan.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah penulis melakukan
pendekatan kualitatif. Kualitatif berasal dari konsep kualitas "mutu" atau
wilayah-wilayah konsep mutu.13 Yaitu dengan melakukan analisa isi,
menganalisanya dengan cara menguraikan, dan men.deskripsikan isi dari
putusan penulis dapatkan tersebut. Kemudian menghubungkannya dengan
masalah yang diajukan, sehingga ditemukan kesimpulan yang objektif, logis,
konsisten, dan sistematis sesuai dengan tujuan yang diinginkan penulis
dalam penelitian ini.
2. Sumber Data
a. Data primer
Data didapatkan dari Pengadilan Agarna Jakarta Sdatan berupa putusan
cerai rnengenai perceraian akibat murtad yang terjadi di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan dangan nomor perkara: 0137/Pdt.G/2008/PA.JS.
Wawancara dengan Hakim kemudian data tersebut dianalisis dengan cara
menguraikan dengan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan tujuan mengadakan
studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
masalah yang diajukan, dokumen-dokumen yang dimaksud adalah
Al-Qur'an, Al- !-ladis, buku-buku ilmiah, Undang-Undang, Kompilasi
13 Ipah Farihah, Buku Panduan Penelilian UIN Syarif Hldayatul/ah, (Jakarta :UIN Jakarta
Hukum Islam (KHI), skripsi yang terdahulu serta hal-hal lain yang ada
kaitanya dengan masalah yang diajukan.
3. Tekhnik Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini clilakukan dengan earn;
Interview atau wawancara adalah percakapan dengan tujuan atau
pembicaraan yang memiliki tujuan.14 Interview yang sering disebut
wawancara lisan aclalah sebuah dialog atau pewawancaraan.15 Dalam hal ini
penulis melakukan dialo langsung dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan.
4. Analisis Data
Analisis data adalah sebuah proses percakapan dan pengaturan secara
sistematik transkip wawancara, catatan lapangan, clan bahan-bahan yang lain
clikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan
tersebut. Agar dapat dipresentasikan temuannya kepada orang lain. 16 Analisa
data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunakan analisa kualitatif,
yaitu menganalisis dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan putusan
murtad yaitu putusan dengan nomor : 0137/Pdt.G/2008/PA.JS, kemudian
dihubungkan dengan hasil interview dari pihak yang rnenyelesaikan perkara
14
In1ron Arifin, Penelitian Kualitatif dalan1 Bidang Jb11u-iln1u Sosial dan Keagan1aan,
(Malang: kalimasahada, Press,1994), cet I, .h. 36.
i; Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), cet X, .h. 144.
16
ln1ron Arifin, Penelitian Kuanlitatif dalan1 Bidang Jhnu-ib11u Sosial dan Keagan1aan, h.
ini, dalam hal ini yaitu hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sehingga
didapatkan suatu kesimpulan yang objektif, logis, sistematis, konsisten
sesuai dengan tujuan yang dilakukan penulis.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika ini di susun dalam lima bab, dimana setiap bab terdiri dari
beberapa sub bab. Sistematika penulisan merupakan uraian secara garis besar
mengenai hal-hal pokok yang dibahas, guna mempermudah dalam memahami
melihat hubungan suatu bab dengan yang lainnya. Adapun uraian pada setiap bab
sebagi berikut:
Bab pertama berisikan pendahuluan dengan uraian mengungkapkan latar
belakang masalah kajian skripsi ini, merumuskan identifikasi permasalahan,
menunjukkan maksud dan tujuan penelitian, kajian kepustakaan, metode
penelitian, yang dipergunakan sebagai kerangka menuju uraian yang sistematis
dan yang terakhir sistematika penulisan.
Bab kedua berisikan pengertian-pengertian secara umum menurut hukum
Islam yang menguraikan pengertian antara lain perceraian dan dasar hukumnya,
sebab-sebab te1jadinya perceraian, macam perceraian dan akibat terjadinya
perceraian.
Bab ketiga, yaitu tinjauan umum yang menguraikan tentang pengertian
murtad, sejarah dan peristiwa murtad dalam Islam, sebab-sebab terjadinya
Bab keempat, dalam bab ini penulis akan menguraikan dan
mendeskripsikan masalah menjadi lebih detail secara rnendalam mencangkup,
profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan, prosedur perceraian dan data cerai
gugat di Pengadilan Agarna Jakarta Selatan, kronologis dan putusan perkara No:
01371 Pdt.G/2008/PA.JS, dan analisis penulis terhadap putusan perkara nomor: 013 7 /Pdt.G/2008/P A.JS
Bab kelima, yaitu uraian tentang penutup, yang berisi kesimpulan dan
implikasi dari seluruh pembahasan yang telah diteliti, dan dan saran yang dapat
BAB II
PENGERTIAN PERCERAIAN MENURUT FIQH
A. Pengertian Perceraian
Kata perceraian atau talak dalan1 bahasa Arab berasal dari kata
"011>
-0lb;i -
ieセB@ yang bermakna melepaskan atau menguraikan tali pengikat, baiktali pengikat itu bersifat konkrit seperti tali pengikat kuda atau unta maupun bersifat abslrak seperti tali pengikat perkawinan.1 Dalam kamus Ensiklopedia Islam dijelaskan bahwa kata talak adalah melepaskan ikatan, meninggalkan, dan memisahkan. Di zaman jahiliyah talak digunakan untuk memisahkan hubungan perkawinan antara suami-istri.
Kata talak menurut istilah (Terminologi) terdapat beberapa pendapat para ahli hukum:
I. Prof. Subekti, SH mengatakan bahwa perceraian atau talak adalah penghapusan perkawinan dengan putusan atau tuntutru1 salah satu pihak dari dalam perkawinan itu.
2. As-Sayid Sabiq dalam Kitabnya Fiqhus Sunnah memberi definisi talak;
1 Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Jakarta, llmu Fiqih ,(Jakarta:
Depag, 1985), cet ke-2, h. 226.
2
"Talak adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami
isteri ".
3. Dalam Istilah agama talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan secara sukarela ucapan talak kepada istri, dengan kata-kata yangjelas atau sarih atau dengm1 kata-kata sindiran atau kinayah.3
B. Dasar Hukum Perceraian
Dalam sumber hukum Islam yaitu Al-qur'an (Al-Baqarah: 232) disebutkan tentang dasar hukum perceraian sebagai berikut, yaitu:
Artinya: "Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) mengha/angi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila Te/ah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Jtulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang !wmu tidak A1engetahui".
Dalam sumber hukum Islam yaitu Al-qur'an (Al-Baqarah 229) disebutkan tentang dasar hukum perceraian sebagai berikut :
3
Artinya :" Talak 61ang dapat dirujuki) dua kali. sete/ah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf at au menceraikan dengan cara yang baik.
Dari ayat Al-Qur'an surat al-Baqarah tersebut diatas dinyatakan bahwa talak yang dapat dirujuk itu adalah dua kali, artinya E.eorang suami hanya memperoleh kesempatan dua kali untuk melakukan rujuk. Dan ini memberi kesan bahwa dua kali tersebut adalah dua kali dalam waktu yang berbeda, dalam arti ada tenggang waktu antara talak yang pertama dengan talak yang kedua. Dan yang sangat penting adalah bahwa niat untuk melakukan rujuk harus dengan makruf maksudnya adalah dengan rujuk tersebut tidak mendatangkan kemudharatan dan keburukan bagi kehidupan rumah tangga terlebih lagi berniat untuk menyakiti isterinya , seperti yang pernah terjadi pada zaman jahiliyyah justru rujuk itu harus bisa membawa kebahagian dan keharmonisan dan kehidupan berumah tangga. Apabila saumi hendak menceraikan istrinya maka itu pun harus dilakukan dengan ihsan maksudnya adalah seoranga suami hams memberikan kepada mantan isterinya lebih dari sekedar haknya, dengan memberikan mut'ah agar sang isteri tidak merasakan kehilangan dua hal sekaligus yaitu cinta dan pemberian suaminya.4
Dalam hadist diterangkan bahwa perceraian adalah yang paling dibenci oleh Allah meskipun perbuatan tersebut hukumnya halal.
4 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an
Sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah riwayat Abu Daud dan
Hakim dan disahkan olelmya.Berbunyi sebagai berikut:
s'-)lhll ,,. · , .. .&I 11 J)GJI' · '
0\ • QセNFQ@
·r'.
,·t · .,
··1 ··
(.j LR'-3 JC • <s', u-=-! • u . L y.u.)
u
...>-=
cY. UC(<l:...:....a_3 r-Sb.ll3 .:i31..l
>1l
ol3.J)Artinya : Dari lbnu Umar sesungguhnya Rasulullah berkata "Perbuatan halal
tapi sangat dibenci Allah Azza wajallah ialah talak".
Talak itu dibenci bila tidak ada suatu alasan yang benm-, sekalipun Nabi
menamakan talak itu sebagai perbuatan yang halal dan dibolehkan karena ia
merusak perkawinan yang mengandung kebaikan.
C. Sebab-Sebab Terjadinya Percernian
Putusnya perkawinan dalam ha! ini berarti putusnya hubungan suan1i
isteri. Putusnya perkawinan itu ada beberapa bentuk tergantung dm-i siapa yang
berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam ha! ini ada empat
kemungkinan.
I. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah SWT sendiri melalui matinya
salah satu suami isteri. Dengan kamatian itu senclirinya berakhir pula
hubungan perkawinan.
5 lbn Maj ah, Abu Abdullah Muhammad lbn Yazid al-Qazwiniy, Sunan Jbn Maj ah (Beirut:
2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami karena alasan tertentu dan dinyatakannya kehendak itu dengan ucapan tertentu. Perceraian semacam itu disebut dengan talak atau cerai talak.
3. Putusnya perkawinan atas kehendak si isteri karena si isteri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya yang disampaikan isteri ini dengan bentuk membayar uang ganti rugi (iwadh) diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutus perkawinan itu. Putusnya perkawinan semacam ini disebut dengan khulu'.
4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat ada sesuatu pada suami atau pada isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk seperti ini disebut fasakh. 6
Amir Syarifuddin secara singkat memberikan klasifikasi perceraian sebagai berikut:
1. Perceraian kerena meninggal salah satu pihak 2. Perceraian di waktu hidup, yang terbagi atas
a. Talak, antara lain :
6
Amir Syarifuddin,Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Muna/what dan
l.)Khulu'
I<hulu' itu merupakan suatu bentuk dari putusnya sebuah perkawinan, namun berbeda dengan bentuk yang lain dari putusnya perkawinan, dalam khulu' terdapat uang tebusan atau ganti rugi atau iwadh yang diberikan mantan isteri kepada
• 7
mantan suammya.
3) Cerai karena kehendak suami suami yang berinisiatif unutk melakukan perceraian dengan mengucapkan ucapan tertentu karena alasan tertentu pula, dikenal dengan cerai talak
2) Fasakh oleh Hakim Pengadilan Agama
Dengan keputusan Pengadilan atas dasar pengaduan karena kesengsaraan yang menimpa atau kemadharatan yang diderita, maka perkawinan dapat difasakhkan, beberapa alasan fasakh, yaitu: tidak adaunya nafkah bagi isteri, te1jadi cacat atau penyakit, penderitaan yang terjadi pada isteri, satu keturunan.Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 3 8 disebutkan bahwa " Perkawinan dapat putus karena; (a) kematian (b) Perc:eraian (c) atas putusan Pengadilan. 8
7
A1nir Syarifuddin, Hukutn Perkalvinan Jsla1n di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang perkawinan menyatakan bahwa gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan dan tentang bagaimana caranya akan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
D. Macam-Macam Perceraian
Dari ketentuan-ketentuan tentang percerman dalam Undang-undang perkawinan (pasal 3 9 smnpai dengan pasal 41) dan ten tang tatacara perceraian dalam Peraturan Pelaksana (pasal 14 sampai dengan pas al 3 6) dapat ditarik kesimpulan adanya dua macam perceraian :
a. Cerai talak yaitu talak yang te1jadi atas inisiatif pihak suami b. Cerai gugat yaitu cerai atas inisiatif pihak isteri
Ditinjau dari segi waktunya talak oleh suami, maka talak dibagi menjadi tiga macam, yaitu:9
a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik dipermulaan, pertengahan, maupun diakhir dan pada saat talak telah dijatuhkan suami tidak pernah mengauli isteri selama masa suci. Talak semacam ini sesuai dengan tuntunan sunah.
b. Talak Bid'i, talak yang dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan haid (menstruasi) baik dipermulaan maupun dipertengahan dm1 ketika isteri
8 Abdurrah1nan,Himpunan Peraturan Perundang-Undagan No.1Tahun1974 Tentang Perkaivinan, (Jakarta: Akademika Presindo, 1986), cet I, h. 74.
9
Sri Mulyanti, Relasi Suami Istri dalam Islam (Jakarta: Pusat Study Wanita (PSW), UIN
dalam keadaan suci suami pemah mengaulinya.talak semacam m1 tidak
. d h 10
sesuai engan tuntutan suna .
Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya suami kembali kepada mantan isterinya, talak dibagi dua;
1.Talak Raj'i
Talak raj'i yaitu talak yang masih boleh dirujuk. Arti. rujuk ialah kembali, artinya kembali menjadi mempunyai hubungan suami isteri dengan tidak melalui proses perkawinan lagi akan tetapi melalui proses yang sangat sederhana. 11
Dengan kata lain, talak raj 'i bisa juga diartikan dengan talak yang dijatuhkan suami kepada isteri yang sudah pernah digauli dan juga sebagai talak satu atau talak dua. Konsekuensinya, bila isteri berstatus iddah talak raj'i, suami boleh rujuk kepada isterinya tanpa akad nikah yang baru, tanpa saksi, dan tanpa mahar pula, kana tetapi kalau iddahnya sudah habis, maka suami tidak boleh rujuk kembali kepadanya, kecuali dengan kaad yang baru dan dengan membayar mahar pula. A Fuad Said, beliau berpendapat bahwa talak raj 'i ialah talak suami yang telah dicampuri, baik dengan sharih (terang) maupun dengan kinayah ( sindiran).12
10 Sri Mulyanti,
Relasi Suami Istri dalam Islam, h. 28.
11 Sayuti Thalib, Hukum Kekelaurgaan Islam Indonesia,(Jakarta: UI-Pres, 1986), cet V, h.
103.
12 A.Fuad Said,
2.Talak Ba'in
Talak bai'in adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isterinya yang belum pernah digauli atau talak tiga. Talak ba'in ini terbagi menjad.i dua macam, yaitu:13
a. Talak Ba' in Sughra
Talak ba'in sughra yaitu talak yang yang suami tidak boleh rl\juk kepada mantan isterinya, tetapi dia dapat kawin lagi dengan melakukan akad nikah barn tanpa melalui muhallil.14
b. Talak Ba'in Kubra
Talak ba'in kubra yaitu talak yang sama hukumya dengan talak ba'in sughra, yaitu memutuskan tali perkawinan. Bedanya, talak bain kubra tidak menghalalkan suami untuk merujuk isterinya lagi, kecuali isteri tersebut harus kawin terlebih dahulu dengan laki-laki lain (muhalli[) dan telah dicampuri oleh laki-laki tersebut.15
Ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, sebagai berikut : 16
13 A.Fuacj_ Said, Perceraian Menurut Hukzan Jslarn, h. 31.
14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-undang Perkai.11fnan, h. 221.
15
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 8, h. 68.
1.Talak Sharih
Talak sharih yaitu talak yang dijatuhkan suami dengan menggunakan ucapan langsung dihadapan isterinya tanpa kiasan. Maksudnya kata-kata yang keluar dari mulut suaminya sudah tidak ada keragu-raguan dan dilakukan dengan penuh kesadaran serta pertimbangarmya bahwa ucapan itu benar-benar untuk memutuskan hubungan perkawinan. Kata-kata itu misalnya : " engkau (hai wanita) tertalak" atau "saya ceraikan engkau". Jadi kalimat sharih ini keluar dari mulut suami tanpa adanya niat atau tidak memerlukan niat. Dengan niat atau tidak keduanya terns bercerai, asalkan perkataan itu bukan merupakan hikayat atau cerita. 17
2.Talak Kinayah
Talak kinayah yaitu, talak dengan mengunakan kata-kata sindiran, atau samara-samar. Talak dengan kata-kata kinayah bergantung pada niat suami, artinya jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut bermaksud menjatuhkan talak maka jatuhlah talak yang dimaksud, sebaliknya jika suami dengan kata-kata kinayah tersebut tidak bermaksud menjatuhkan talak, maka talak tidak dinyatakanjatuh.18
Maksudnya, kalimat yang masih ragu-ragu boleh diartikan perceraian atau boleh tidak, seperti contoh perkataan suami sebagai berikui: :" Pulanglah engkau
kerumah orang tua mu", "Pergilah engkau dari sini". Kedua lafaz (kata-kata)
17
Ahmad Shidieq, Hukum Talak dalam Islam, (Surabaya: Putra Pelajar 200 I), h. 16.
18
i
seperti diatas apabila dikatakan (keluar dari mulut suami) sudah jatuhlah talak tersebut. Dengan demikian putuslah hubungan perkawinannya.19 Maka seorang isteri harus memastikan terlebih dahulu apa maksud dari kata-kata suaminya sehingga menjadi jelas maksud dan tujuan suami mengucapkan kata-kata itu.
19 Sri Mulyanti,
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG MURTAD
A. Pengertian Murtad dan Dasar Hukum
Secara etimologi kata BセセNIB@ berasal dari kata kerja Bセェ@
",
;1, ,. セ@"..l セャZャBL@ riddah
yang artinya adalah "safaruhu" yaitu mengalihkan dan "arja 'ahu" yaitu mengembalikan. Pengertian itu digunakan dalam bentuk-bentuk kembali kerumah, manfaat yang diperoleh dari perbuatan, atau mengembalikan jawaban dan atau menerima peryataan orang lain.1 Riddah merupakan masdar dari kata irtidad yang secara harfiah berarti "kembali", "dikembalikan", "berpaling", "dipalingkan''.2 Yakni lari dari sesuatu menuju kesesuatu yang lain, arti tersebut antara lain terdapat dalam QS. Al-Maidah (5) : 21;
Artinya:" Dan janganlah kamu lari kebelakang (karena lakut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi".
Kata murtad juga mempunyai arti leksikal
1 lbnu Manzur Al-Ansari, Lisan al- 'Arab, vol II (Mesir: Dar Mishiyyat liTa'lif wa
al-Nasr,t.t.), h. 218.
2 Saleh A. Mahdi, Hukum bagi Orang Murtad dan Kafir, ( Jakarta: PT. Arisla Brahmatysa,
kembali dari suatu kondisi kepada kondisi yang lain.3 Pengertian ini mencakup keluar dari iman dan kembali kepada kekafiran. Riddah yang bermakna berpaling terdapat dalam QS. Muhammad (47): 25:
Artinya; "Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekajiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan Telah menjadikan mereka mudah
(berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka".
Sedangkan secara terminologi, murtad dikemukan oleh beberapa pakar ulama fiqh dengan redaksi antara lain, sebagai berikut:
1. Menurut Wahbah az-Zuhaili, murtad adalah:
LjBMセャ|⦅L@ • \ Nセ\ZZGNャ|@ . t•_ :I\_, • \ :(;11\_, セ|ᄋN@ , セャZャ|@ •
I\
.,)\:;_,,'7\ · •
.:i -. • ' • ' '.l\.Y'"' • 3 セ@ W"-:"-' • 3 -.· . Y"" セ@ lS'. f -f U:L UC
t..?.-
Y4
U9Jr
ijl
bl.i,,.
jl
セQIjB@.. l
.:U\.9
セiyNNLS@"Kembali dari agama islam menuju kekafiran, baik hal itu dilakukan dengan
sebatas niat dengan perbuatan yang akibatnya pelaku dianggap telah kafir
maupun dengan ucapan baik ucapannya itu sebagai penghinaan, penentang
maupun sebagai keyakinan".
3 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Jslami wa Adillatu,( Bairnt: Dar al-Fikr al-Mu'asir,1997),
cetJV, Jilid VII, h. 557.
4 Mansyur Yunus Idris al·Bahuti, KasJ1 a/-Qanna' a 'an-Main al-Jqna' jil.VI, ( Bairut: Dar
2. Menurut Abdul Qadir Audah, Murtad adalah
s
\'
,. - . ·· :.:: ..
::11
'J\S-
)l;.,,'t\ •
GlセN@t
I|ZセBi@..
.i ·.- ' • ' ,.1\
C
.J セ@ l..J:U:C7"·"' .Jr
.f 」MMセ@ .Jr
.f 1...J:L UCt
..P.-Y"Kemba/i dari agama Islam a/au memutuskan dari dari Islam, baik kembali meninggalkan Islam maupun memutus keduanya bermakna satu".
3. Menurut Sayyid Sabiq, Murtad adalah
"Murtad adalah kembalinya orang yang telah beragama hlam yang berakal dan dewasa kepada kekafiran karena kehendaknya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain, baik yang kembali itu laki-laki a/au perempuan''.
4. Menurut Imam al-Ghazali, Murtad adalah
Hakikat murtad adalah pengucapan dengan perkataan kufur secara persendaan atau i'tiqad atau ingkar, manakala daripada perbuatan ialah menyembah berhala, sujud kepada matahari, demikian JUga mencampakkan al-Qur'an ketempat kotor dan setiap perbuatan yang jelas menghina agama dan demikian juga ahli sihir dihukum bunuh sekiranya
5
Abdul Qadir Audah, at-Tasyri' al-Jina 'I a/-ls/ami Muqaranan bi al-Qanun al-Wad'i,
(Bairut: Muassah ar-Risalah, 1992), cet XI, Jilid II, H. 706.
apa yang digunakan untuk sihir itu adalah kufur seperti menyembah matahari atau seumpamanya. 7
5. Menurut Noerwakidah, Murtad adalah
Murtad itu adalah keluar dari agama Islam, baik berpindah ke agama lain maupun tidak beragama lagi. 8 Selanjutnya Noerwakidah menegaskan bahwa murtad merupakan suatu pernyataan sikap yang disusul dengan tindakan keluar dari Islam, pelakunya sebelum itu adalah penganut agama Islam.
Tampaknya Secara umum pengertian yang dikemukakan oleh pakar tentang makna dari murtad memiliki kesamaan pendapat yaitu berpindahnya seseorang dari agama Islam ke agan1a lain. Tidak ditemukan definisi yang mengungkapkan apakah keluar dari agama lain dan masuk ke agama Islam disebut mmiad. Muhammad Abduh misalnya menegaskan bahwa keluar dari agama Islam itu adalah keluarnya seseorang dari tiga dasar-dasar yang sangat esensial, yaitu keluar dari keyakinan bahwa alam ini diatur oleh satu aturan Tuhan, keluar dari keimanan kepada alam ghaib dan kehidupan dunia akhirat, serta keluar dari amal shaleh yang bermanfaat bagi. umat manusia dan
7
Riska kurnianingrum, Kajian Hukz11n Putusnya Perkawinan ヲイNNセ。イ・ョ。@ Perceraian Alasan
Pindah Agama Menurut Undang-undang Nomor I Ta/11111 I974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Skripsi SI Fakultas Hukum, universitajembar, 2008), h. 29.
8 Noerwakidah AI-I, Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, (Surabaya: al-Ikhlas,1994),cet
masyarakat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 109 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya:" Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, sete/ah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkan/ah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segola sesuatu".
Firman Allah SWT tersebut diatas dapat diinterpretasi adanya perbuatan riddah yang dilakukan manusia dalam kehidupan. rnurtad dalam firman itu mengindikasikan keluarnya seseorang dari posisi beriman menjadi kafir. Menurut ulama, keluarnya seseorang dari posisi beriman menjadi kafir terdiri dari tiga macam, yaitu:
2. Murtad dengan ucapan, adalah ungkapan ym1g dilontarkan manusia melalui ucapan yang menunjuldcan kepada sikap kekafiran, seperti mengatakan bahwa Allah punya anak dengan anggapan bahwa ucapan tersebut tidak dilarang, mencaci-maki Nabi SAW. Demikian juga mencaci-maki Nabi-nabi Allah sebelumnya.
3. Murtad dengan i 'tikad ad al ah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang tidak sesuai dengan akidah Islam, seperti beri 'tikad langgengnya alam, dan menganggap Allah SWT serupa dengan makhluk.9
Orang Islam tidak boleh dengan mudah menganggap orang lain keluar dari agamanya yang berarti murtad, karena apa yang tersirat dalam hati itu ghaib dan tidak dapat diketahui oleh siapa pun kecuali Allah. Dalam ha! ini Rasulullah saw, telah melarang orang Islam menuduh saudara sesama Islam dengan tuduhan kafir, karena menuduh orang Islam itu sangat berbahaya, sebagaimana sabda nabi:
セgLNN|@ GQセ@
•.11·
Nセ\ZZ@ o.I.
-:.r .. -
.(ili:.:&\
セM-
Jul
'1 0 '_.,·
Jl.i -
Gセ@.
01
o,-U'?'Y Y"""
L.J,.
r.J ,,
セ@-
u Y .J _>ACU!
UC10
F
01.J_>)ws;.1
エセ@
セセ@
:ill
9
Ahmad Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1996), cet. I, h. 114-115. contoh-contoh yang menunjukkan kekafiran telah
dijelaskan secara rinci oleh Sayyid Sabiq, te1jemahanfiqh sunnah, h. 356. lihatjuga www.islam.gov/e
fatwa.
'°
Yahya bin Syaraf Abu Zakaria al-Nawawi, Syarh al-Nawawi 'Ala Muslim, (Dar al-Khair,Artinya:" Diriwayatkan dari lbnu Umar r.a. bahwa Nabi Muhammad SWA, pernah bersabda: "Jika ada seorang laki-laki mengkaflrkan saudaranya, akan pengkaflrannya itu akan kembali kepadanya".(HR. Muslim)
Dengan demikian untuk mengetahui kekafiran seseorang diperlukan adanya sesuatu yang menunjukkan kekafirannya sebagai bukti pasti dan tidak dapat diinterpretasikan lagi. Jadi jika seseorang dengan nyata telah melakukan !criteria yang telah diuraikan diatas, maka jelas bahwa orang tersebut telah keluar dari agan1a Islam (murtad). Orang Islam dapa.t dihukumi murtad, baik murtad dengan perbuatan, perkataan dan I'tikad dengan k:riteria sebagai berikut:
1. Berakal
Tidal' sal1 murtadnya orang gila dan anal( kecil yang masih belum berakal, kerena berakal akan menjadi syarat kecakapan dalam masalah aqidah (keyakinan) dan masalah lainnya.
2. Baliqh
Baliqh mernpakan syarat sahnya murtad. Ini menunjukkan bahwa murtadnya anak yang belum baliqh dihukumi tidak sah.
3. Kehendak Sendiri
Artinya:"Barangsiapa yang kajir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekqfiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar".
Kasus demikian pernah te1jadi pada zaman Nabi SAW, setidak-tidaknya ketika Amar Ibnu Yasir dipaksa kaum kafir Quraisy supaya mengatakan diri keluar dari agama Islam alias murtad. Peristiwa inilah yang menyebabkan turu1111ya ayat diatas, yang memaafkan mmiad seseorang jika hanya dinyatakan dimulut (tidak dalam hati), tetapi tidak mentolerir perbuatan riddah yang dinyatakan dengan lisan dan dinyakini dalam hati dan nyata-nyata menentang syari' at Islam baik yang bersifat perintah maupun yang berupa larangan.11
B. Sejarah dan Peristiwa Murtad dalam Islam
Murtad termasuk tantangan berat yang dihadapi oleh seorang muslim yang dapat mengancam eksistensi akidah secara internal. Karena menurut Yusuf al-Qardawi murtad dari agama atau kufur setelah Islam adalah bahaya terbesar hagi masyarakat muslim.12 Terjadinya kemurtadan itu juga muncul dari
11 Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 696.
12
Yusufal-Qardawi, Hukum Murtad: Tityauan al-Qur'an dan os-Sunnah, terj.Irfan Salim dan
1005.
tipu daya yang cukup besar dari musuh-musuh Islam yang diusahakan dengan memfitnah pemeluk-pemelulmya agar pindah agama dengan berbagai cara. Hal
itu juga disinggung oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2):217
Artinya:"A1ereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup".
Untuk mengawali kajian mengenai bagaimana murtad itu dalam Islam terlebih dahulu kita lihat sejarah dan peristiwa. Karena dari pemahaman sejarah ini tentu akan memberikan kontribusi analisa bagaimana sebenarnya subtansi penting yang menjadi illat terjadinya praktek mmiad tersebut secara historis, menurut Ibnu al-Athir, setidalmya pernah terjadi tiga kali peristiwa mmiad di masa Rasulullah SAW, yaitu;
Te1jadi saat murtadnya Banu Mudaj, pimpinan a/.-Aswad, murtadanya
Banu Hanifah, pimpinan Musaylamat al-Kazzab, dan murtadnya Banu Asad
Tulayhat bin Khawalid Al-aswad dibunuh diYaman oleh Fayruz
al-Daylami, Musaylamat dibunuh pada zaman Abu Bakar oleh Washil dan
Tulayhat beserta kaumnya masuk Islam kembali setelah ditaklukkan oleh
pasukan Abu Bakar dibawah pimpinan Khalid bin Walid 13
131bn al-Atr,
1004-Kemudian pada masa Rasulullah SW A juga ban yak yang melakukan murtad ketika sudah berumah tangga. Di antara meraka ada yang isterinya tidak ikut murtad. Kemudian, mereka kembali masuk Islam lagi, dan isteri-isteri mereka pun kembali kepada mereka, tak pernah diketahui bahwa tidak seorang pun dari mereka yang disuruh memperbaharui perkawinan mereka. padahal, sudah pas ti diantara mereka ada yang masuk Islam setelah sekian lama. N amun Rasulullah SW A tidak menanyakan secara detail tentang permasalahan tersebut.14
Secara sederhana dapat diungkapan bahwa peristiwa murtad pada masa Rasulullah dan Kalifah Abu Bakar, terlihat bahwa munad terjadi dikalangan orang-orang Islam yang masih lemah keimanannya, atau mereka yang pengetahuan dan penghayatan keislamanya masih sangat terbatas. Bahkan, diantara orang-orang murtad ada yang berasal dari kalangan munafik yang memang tidak memiliki kesungguhan untuk menjadi mukmin yang baik. Di samping itu, murtad dapat pula terjadi karena latar belakang ekonomi, motif mencari kenikmatan dunia atau karena faktor perkawinan dan keluarga.15 Kasus murtad pada masa Khalifah Abu Bakar memperllihatakan bahwa kekikiran mengeluarkan zakat, tampak menjadi sebagai penyebab dominan.
14 Humaidi bin Abdul Azis bin Muhammad Al-Humaidi, dampak dari seorang suami atau
isteri yang murtad terhada status perkawinan, artikel ini diambil pada sen in 7 Desember 2009 dari www.Almanhaj.or.id/catagory/view/32/page/J.
15
Apa yang diungkapkan di atas itu bukan lagi monjadi rahasia sejarah,
bahwa praktek murtad itu terjadi memang diawali dari banyaknya orang yang
kufur karena tidak membayar zakat. Di samping itu murtad dapat juga te1jadi
karena ingin mencari kebenaran sejati dalam bidang keyakinan. Hal itu
disebabkan oleh agama yang dianut oleh seseorang lebih banyak ditentukan
oleh faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Seseorang bisa saja
dihinggapi keraguan akan kebenaran agama yang dipusakainya dari kelnarga
dan masyarakat. Maka untuk memperoleh ketenangan bathin dan kemantapan
akidah, ia berusaha mencari agama atau keyakinan barn. 16
C. Sebab-Sebab Terjadinya Murtad
Secara umum dapat dicatat dalam kajian ini bahwa faktor-faktor yang
menjadi penyebab munculnya murtad itu dapat lihat dari berbagai aspek.
Kemunculan itu dapat diakibatkan dari dalam diri masing-masing manusia ada
juga yang muncul dari luar diri individu. Semua bentuk yang menjadi faktor
penyebab munculnya murtad diterangkan dalam uraian sebagai berikut;
I. Kepicikan dan Kebodohan
Manusia mengingkari Tuhan dapat disebakan karena ia tidak mengetahui
adanya Tuhan. Ketidaktahuan itu bisa terjadi karena ketidaksengajaan
a tau ketidaksadaran dan bisa pula sebaliknya. Ketidaksengaj aan atau
16
Kasus seperti ini disebut }(onversi aga1na yang rnenjadi salah satu topic pe1nbahasan ihnu
jiwa, khususnya ilmu jiwa agama. Mengenai ha! ini dapat juga dilihat pada, Philip G.Zimbargo,
ketidaksadaran ini mernpakan faktor yang memungkinkan seseorang tidak mengenal Tuhan. Misalnya, karena hidup dalam masyarakat terpencil dan masih sangat bersahaja sehingga dakwah tidak menyetuh mereka. Al-Tabatabai mengatakan bahwa orang yang tidak kesampaian dakwah termasuk dalam katagori orang-orang yang mendapat kemulian Tuhan. Mereka dianggap al-mnstadhafun (orang-orang yang lemah). Nasibnya diserahkan kepada Allah SWT.17
Berbeda dengan Tabatabai, Mu'tazilah memandang bahwa setiap manusia yang sudah baliqh dan berakal wajib mengenal Tuhan dan mengimani Tuhan. Bagi mereka, aka!, secara mandiri mampu mengenal Tuhan, mampu mengetahui kewaj iban mengeanal Tuhan, mampu mengetahui baik dan buruk, dan kewaj iban mengerjakan yang baik meninggalkan yang buruk. Oleh karena itu bila seseorang tidak mengenal Tuhan, tidak berterima kasih pada-Nya, tidak mengerjakan kebaikan dan tidak meninggalkan keburukan sebelum turunnya wahyu, atau sebelum dakwah sampai kepada mereka, maka orang tersebut akan disiksa oleh Tuhan.
2. Kesombongan dan Keangkuhan
Kesombongan dan keangkuhan adalah suatu sifat yang membuat seseoorang bersikap esklusif karena merasa bangga dengan dirinya dan
17
Muhammad Husein al-Tabatabai, al-Mizanjl al-Ta/sir al-Qur'an, (Taheran: Muassasat dar
memandang dirinya lebih hebat dari yang lain. Bahwa keangkuhan dan kesombongan menjadi salah satu penyebab kemurtadan karena dengan sifat ini manusia menjadi egois, berpandangan sempit sehingga sukar menerima dan mengakui realitas di luar dirinya. Rasyid Rida mengatakan bahwa kesombongan dan keangkuhan akan menghalangi seseorang untulc berfikir secara jemih guna memperoleh kebenaran dan hidayah.18
Sikap kesombongan dan keangkuhan dapat mengalahkan naluri keimanan yang ada dalam hati seseorang. Sehingga dengan sikap itu dapat menjadi apriori terhadap kebenaran-kebenaran yang ditawarkan. Hal inijuga dapat dilihat bagaimana firman Allah Swt yang menggambarkan manusia yang sombong tidak mau menerima hidayah Allah Swt. QS. Nuh (71): 7
Artinya:"Dan Sesungguhnya setiap kali Aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (berpaling dan mengingkari) dan menyombongkan diri
Berkaitan dengan kesombongan dan keangkuhan sebagai factor penyebab munculnya mmiad itu dapat pula dilihat dari kasus yang te1jadi dengan Iblis ketika Allah SWT menyuruhnya untuk sujud kepada Adam. Semua malaikat mematuhi perintah itu akan tetapi Iblis dengan keangkuhan dan kesombongannya
18
tidak mau mematuhi perintah itu bahkan mengatakan bahwa ia tidak pantas untuk sujud kepada Adam karena menggangap Adam lebih rendah darinya dia lebih baik dan hebat dari pada Adam. Sehingga kemudian ia pun kemudian dilaknat oleh Allah SWT.
3. Keputusasaan dalam hidup.
Sudah menjadi watak manusia yang sangat menonjol yaitu selalu ingin bersenang-senang di dunia semata. Apabila ia memperoleh kenilanatan hidup berupa rezeki yang melimpah atau sukses <la.lam cita-cita, ia dapat larut dalam kegembiraan dan suka ria, akan tetapi sebaliknya, jika kesenangan itu dicabut darinya atau gaga! dalarn meraih cita-citanya, maka secepat itu pula ia putus asa. Watak manusia semacam ini dideskripsi Oleh Allah Swt dalarn QS. Fussilat (4): 49.
Artinya:"Nfanusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan".
pintas. Jalan pintas itu bisa dalam bentuk penceburan diri ke dalam kemaksiatan dan kejahatan karena ia merasa tidak melihatjalan lain untuk memperbaiki diri.19
4. Kesuksesan dan Kesenangan Dunia
Kesuksesan dan kesenangan dunia yang telah diraih seseorang dalam hidupnya bagaikan pisau bermata dua. Dari satu sisi, kesuksesan itu dapat menjadi sarana baginya untuk mensyukuri nilanat Allah dan lebih mendekatkan dirinya kepada-Nya. Akan tetapi sebaliknya dari sisi lain kesuksesan dan kesenangan itu dapat pula membuat manusia itu menjadi lupa daratan sehingga ia lalai dari mengingat Tuhan. Kelalaian mensyukuri nikmat Allah Swt yang diperoleh dalam hidup ini justru salah satujenis kufr yang sering disebut salam QS. al-Rum (30): 36.
Artinya:"Dan apabila kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. dan apabila mereka ditimpa sualu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang Telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, liba-tiba mereka itu be171utus asa".
Dalam ayat diatas, al-farh diperlawankan dengan al-qunut, jika manusia diberi rahmat mereka larut dalam suka ria sebaliknya jila musibah datnag menimpa, mereka pun berputus asa. Dengan demikian baik farh maupun
al-19 Harifuddin Ca\vidu, Konsep Kur/ dalatn al-Qur 'an Suatu Kajian Teologis dengan
qunut keduanya sama negatifnya karena keduanya clapat meajadikan manusia lupa cliri dan melupakan Tuhan sebagai sumber segala nikmat.20
Akibat dari perbuatan kesenangan clan kesuksesan dunia yang diraih clapat juga menjacli faktor penyebab munculnya murtacl bagi seseorang . bukan tidak beralasan jika dikatakan demikian sebab tidak seclikit manusia yang ditemukan telah larut dalan1 kenikmatan yang mengakibatkan dia mengalami berbagai tekanan clan lain sebagainya. Kesenangan dan lain sebagainya itu dapat mengarahkan manusia itu lupa akan nikmat Allah SWT. Dan menganggap dirinya lebih daripacla yang lain. Bila demikian halnya suclah jelas bagaimana cliungkapkan sebelumnya bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut dapat membuat dia kafir nikmat.
5. Lingkungan Manusia
Ticlak dapat disangkal bahwa faktor lingkungan sangat besar, bahkan clominan pengaruhnya dalam menentukan corak akidah seseorang. Dalam ha! ini al-Qur'an menginformasikan bahwa alasan orang-orang kafir menolak seruan beriman dari para rasul, antara lain adalah karena mereka tatap teguh pendirian pada tradisi dan kepercayaan nenek moyang mereka. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2): 170.
20 Harifuddin Cawidu, Konsep Kwf dalam al-Qur'an : Suatu Kajian Teo/ogis dengan
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutllah apa yang Te/ah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Te/ah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami''. "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk".
Ayat di atas menjelaskan bahwa faktor lingkugan, klmsunya keluarga, bertemu dengan watak taqlid temyata membuahkan perkembangan dan penolakan apriori terhadap kebenaran. Sikap taqlid ini akan kuat dalan ha! yang menyangkut tradisi, adat istiadat, keyakinan, dan semacamnya, dimana aka! tidak mempunyai peranan di dalamnya. Manusia lahir dari seorang ayah dan ibu yang non-muslim atau tumbuh dalam keluarga yang bukan mukmin, maka keyakinan mereka pun akan mengikuti keadaan tersebut, karena ha! itu bersifat pemberian atau pun turunan yang harus mereka terima.
Menurut Runes, seorang yang dilahirkan dari rahim ibu yang mukmin kemudian tumbuh dalam keluarga mukmin pula, justru merupakan hidayah tersediri yang berada di luar iktiar atau usaha manusia.21 Sesuai dengan ungkapan di atas dapat dikatakan bahwa seseoarang yang dapat menjadi pelaku murtad di pengaruhi oleh lingkungan, baik keluarga maupun lingkungan alam lainnya.
21
Degobert D.Runes, (ed), Dictonmy of Philosophy, (New Jersey: Littlefield, Adam & Co,
Akan tetapi bukan berarti tradisi dan keyakinan yang cliwariskan keluarga dan lingkungan tidak clapat diubah. Perubahan akidah dapat saja terjacli melalui cara-cara clan sistem tertentu, seperti kebenaran sejati clan sebagainya. Perubahan akiclah dapat terjadi secara timbal balik yaitu clalam keadaan kafir menjacli mukmin atau pun sebaliknya mukmin menjacli kafir. Dengan clemikian terjacli proses irticlacl maupun proses beriman kepada Allah SWT akan tetap berlangsung dalam pergumulan manusia di dunia ini. Hal ini kemuclian menjacli unsur penting dalam peran clakwah, clalan1 pemaknaan yang seluas-luasnya untuk membendung munculnya perilaku murtad dan memberi iklim subur bagi tumbuhnya imanisasi clalam kehidupan.
D. Pengaruh Murtad Terhadap Keutuhan Rumah Tangga
Prof. Hasbullah Bakry SH. Mengatakan kebahagian rumah tangga sudah harus diawali dari pintunya yaitu perkawinan, supaya suami isteri memiliki dasar hidup yang sama agama, semenjak hari pertama berumah tangga, yakni sejak dilansungkan akad nikah menurut agama. 22
Dari pendapat tersebut dapat kita pahami bahwa setiap pasangan yang hendak menikah hams memperhatikan masalah agama pasangannya. Sepe1ii contoh kasus yang sedang penulis analisis ini misalnya, pasangan yang semula berbeda keyakinan kemudian hendak menikah, mereka akan menyesuaikan keyakinanya dengan pasangannya, misalnya salah satu pasangan akan masuk Islam sebelum menikah. Akan tetapi ironisnya tidak semua pasangan yang beralih agama kepada Islam memiliki tujuan sebagaimana dikehendaki bersama, terkadang meraka memilki tujuan tersendiri. Setelah menikah beberapa lama mereka meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama asalnya. Keluar dari Islam atau murtad pastinya akan menimbulkan goncangan yang sangat signifikan dalam rumah tangga, pasangan yang tetap dalam Islam dihadapkan pada masalah yang sangat dilematis, yakni pasangannya sudah tidak lagi seagama clengannya. Sementara perkawinan telah berjalan beberapa lama, malah mungkin telah dikaruniai beberapa orang anak.
22 Hasbullah Bakry,
Suatu Kornentar tentang